9
A. Topik Pemanfaatan Rempah-rempah untuk Bahan suplemen dalam Pembuatan Tempe B. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan rempah- rempah terhadap kualitas tempe berdasarkan warna, tekstur, aroma, dan rasa tempe, 2. Untuk mengetahui perbedaan kualitas tempe yang ditambah dengan berbagai macam rempah-rempah. C. Waktu Pelaksanaan Kamis, 20 November 2014 D. Dasar Teori Tempe merupakan hasil olahan kedelai melalui proses fermentasi. Selama proses fermentasi berlangsung, kedelai akan mengalami perubahan nilai gizi dan tekstur. Enzim pencernaan pun akan dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus (kapang tempe) selama proses fermentasi berlangsung, itulah yang membuat tempe lebih nyaman di lambung (Gentara, 2013). Pengolahan kedelai menjadi tempe juga turut menurunkan kadar stakiosa dan raffinosa, dua zat penyebab perut kembung. Tak hanya itu, tempe juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Dalam

Tempe

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Tempe

Citation preview

Page 1: Tempe

A. Topik

Pemanfaatan Rempah-rempah untuk Bahan suplemen dalam Pembuatan

Tempe

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan rempah-rempah terhadap

kualitas tempe berdasarkan warna, tekstur, aroma, dan rasa tempe,

2. Untuk mengetahui perbedaan kualitas tempe yang ditambah dengan

berbagai macam rempah-rempah.

C. Waktu Pelaksanaan

Kamis, 20 November 2014

D. Dasar Teori

Tempe merupakan hasil olahan kedelai melalui proses fermentasi.

Selama proses fermentasi berlangsung, kedelai akan mengalami perubahan

nilai gizi dan tekstur. Enzim pencernaan pun akan dihasilkan oleh Rhizopus

oligosporus (kapang tempe) selama proses fermentasi berlangsung, itulah

yang membuat tempe lebih nyaman di lambung (Gentara, 2013).

Pengolahan kedelai menjadi tempe juga turut menurunkan kadar

stakiosa dan raffinosa, dua zat penyebab perut kembung. Tak hanya itu,

tempe juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Dalam 100 gr

tempe terkandung sekitar 20,8 gr protein, sehingga cocok dijadikan menu

harian bagi Anda yang menerapkan diet tinggi protein (Gentara, 2013).

Keutamaan tempe yang lain adalah, karbohidrat, protein, dan lemak

sehat yang terkandung di dalamnya lebih mudah dicerna dan diserap tubuh.

Baik dikonsumsi oleh anak-anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan atau

menjaga fungsi organ tubuh bagi orang dewasa. Tapi yang perlu Anda

perhatikan, agar semua nutrisi tempe dapat bermanfaat dan berkhasiat bagi

tubuh, maka masaklah tempe dengan cara direbus, dibacem, disemur atau

sebagai campuran sayur sup. Jika tempe dimasak dengan digoreng maka akan

menghilangkan berbagai kandungan nutrisi di dalamnya (Gentara, 2013).

Page 2: Tempe

Menurut penelitian terbaru, kandungan gizi tempe disejajarkan dengan

kandungan gizi yang ada pada yogurt. Tempe merupakan sumber protein

nabati. Mengandung serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.

Kandungan antibiotika dan antioksidan di dalamnya dapat menyembuhkan

infeksi serta mencegah penyakit degeneratif. Dalam 100 gram tempe

mengandung protein 20,8 gram, lemak 8,8 gram, serat 1,4 gram, kalsium 155

miligram, fosfor 326 miligram, zat besi 4 miligram, vitamin B1 0,19

miligram, karoten 34 mikrogram (Gentara, 2013).

Tempe mudah dicerna dalam lambung karena tempe telah mengalami

proses fermentasi yang memecah molekul-molkul besar protein dalam

kedelai. Selain itu akibat dari proses fermentasi menyebabkan terjadinya

proses peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan

demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids,

PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam

linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam

oleat dan linolenat (asamlinolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak

tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol

serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh

(Sunaryanto, 2014).

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk

isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga

merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan

reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis

isoflavon, yaitu daizein, glisitein,dan genistein. Pada tempe, di samping

ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-

trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat

dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada

saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri

Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. Penuaan (aging) dapat dihambat

bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan

yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik,

konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya

Page 3: Tempe

proses penuaan dini. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina,

Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat

pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

Dalam proses fermentasi Tempe juga terjadi proses netralisasi asam

fitat yang banyak terdapat dalam kedelai. Asam fitat merupakan senyawa

yang mampu menghalangi proses serapan mineral di dalam tumbuh. Asam

fitat adalah senyawa pada kotiledon kacang-kacangan. Asam fitat

mengandung sekitar 70% fosfor. Namun demikian seyawa tersebut sulit

dicerna sehingga fosfor dari asam fitat tidak dapat digunakan oleh tubuh

manusia. Kadar fitat dalam kacang-kacangan bervariasi, tergantung jenisnya,

misalnya 0,54-1,58% pada kacang merah; 0,43% (kacang tolo); dan 1,4%

(kedelai). Asam fitat dapat mengikat unsur-unsur mineral, terutama kalsium,

seng, besi, dan magnesium, serta mengurangi ketersediaannya bagi tubuh

karena menjadi sangat sulit untuk dicerna. Asam fitat juga dapat bereaksi

dengan protein membentuk senyawa kompleks sehingga dapat menghambat

pencernaan protein oleh enzim proteolitik akibat terjadinya perubahan

konformasi protein. Kompleks protein-fitat berkemampuan mengikat mineral

yang lebih besar dibandingkan asam fitat bebas. Kandungan asam fitat yang

tinggi (1% atau lebih) dalam makanan dapat menyebabkan defisiensi mineral,

misalnya defisiensi seng (Zn) pada anak ayam, defisiensi magnesium (Mg)

pada manusia, serta kekurangan kalsium (Ca) pada manusia dan hewan.

Menurut beberapa peneliti, masalah gizi yang paling penting sehubungan

dengan fitat adalah kemampuannya untuk menurunkan ketersediaan elemen

seng.

Jika bicara mengenai makanan fermentasi, tentu tidak lepas dengan

peran mikrooganisme dalam proses pembuatan makanan tersebut. Yang

menarik dalam tempe, bahwa peran pembentukan tempe (khususnya tempe

yang berasal dari Indonesia) dalam proses fermentasi tidak hanya ditentukan

oleh satu jenis mikroba saja, namun ada peran dari beberapa mikroba seperti

kapang, yeast, bakteri asam laktat dan beberapa bakteri asam laktat

(Steinkraus et al. 1983). Hal inilah yang diduga menjadi penyebab cita rasa

dan aroma tempe setiap industri tempe tradisional berbeda-beda. Sebagai

Page 4: Tempe

contoh bakteri asam laktat akan bertanggungjawab pada rasa masam karena

asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Adanya bakteri

Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium berperan dalam pembentukan

senyawa isoflavon dalam tempe. Rhizopus oryzae dan Mucor spp. berperan

dalam pembentukan flavour dan tekstur serta nilai nutrisi tempe. Menurut

Sharmah dan Sarbhoy 1984 mikroba yang paling dominan dalam

pembentukan tempe adalah Rhizopus oligosporus. Dalam penelitian Heseltine

et al (2000) dari hasil isolasi beberapa kapang dari sampel tempe di pasar

Indonesia ternyata hanya Rhizopus yang dapat dibuat sebagai starter tempe

secara kultur tunggal (kultur murni). Namun demikian secara organoleptik

penggunaan kultur tunggal akan memberikan citra, aroma dan tekstur yang

kurang diminati masyarakat. Ada kemungkinan pembuatan tempe secara

tradisonal yang memanfaatkan pembungkus tempe dengan dedaunan akan

melibatkan konsorsium mikroba yang lebih banyak yang berperan dalam

pembentukan aroma dan tekstur tempe.

E. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Alat :

Sendok

Nampan/ baki

Timbangan

Jarum Kasur

Rak penyangga

Thermometer

Pengering (Drier)

Lemari pemeram

2. Bahan:

Kedelai

Ragi tempe

Kantong plastik

Isolasi

Kertas merang

Rempah-rempah (Bawang

putih, cabai, kemiri, merica,

dan ketumbar)

Page 5: Tempe

F. Cara Kerja

Mencuci bersih biji kedelai kemudian merebus biji kedelai selama satu jam

Mengupas kedelai dan membersihkan kepingan kedelai tersebut

Merendam biji kedelai selama semalam, kemudian merebusnya sampai lunak

Meniriskan biji kedelai tersebut dan menunggunya sampai dingin

Menebarkan biji-biji kedelai diatas lembaran las yang bersih, agar air menguap sampai biji cukup kering

Menambahkan ragi tempe dan mencampurkannya sampai merata pada biji-biji kedelai

Menambahkan serbuk rempah-rempah dengan konsentrasi 2%, mencampurkannya sampai merata pada biji-biji kedelai

Memasukkan biji kedelai yang sudah diragi dan ditambah rempah-rempah ke dalam kantong plastik berlubang dengan jarak antar lubang 2 cm, masing-masing kantong plastik berisi 100gr kedelai. Mencatat suhu awalnya, kemudian mengemas masing-masing kantong dengan kerapatan yang cukup padat

Mencatat hasil pengamatan yang meliputi suhu, tekstur, warna, berat akhir, rasa dan aroma

Page 6: Tempe

DAFTAR PUSTAKA

Gentara, Lukas. 2013. Kandungan Gizi Tempe dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. dalam: http: //www.gen22.net/2013/04/kandungan-gizi-tempe-dan-manfaatnya .html.Diakses pada 23 November 2014.

Sunaryanto, Rofiq. 2014. Ada Apa Dengan Tempe?. dalam: http://biotek. bppt. go.id/ index.php/ artikel-sains/ 128-ada-apa-dengan-tempe. diakses pada 23 November 2014.

Steinkraus, K.H., B.H. Yap, J.P. Van Buren, M.I.Provvidenti and D.B. Hand, 1983. Studies on tempeh an Indonesian fermented soybean food. Food Res.,25: 777.

Sharma, R. and A.K. Sarbhoy, 1984. Tempeh a fermented food from soybean. Current Science, 53: 325-326.

Hesseltine, C.W., M. Smith, B. Bradle and K.S. Djien, 1963. Investigations of tempeh, an Indonesian food. Developments in Industrial Microbiology, 4: 275-287.