Upload
joztndy-sipayung
View
346
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai
manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tetentu, mampu menampung
lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata
membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/dan prasarana, barang dan
jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik
dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya (Sirojuzilam, 2005).
Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya
perlu ditopang oleh enam pilar/aspek; yaitu, aspek biogeofisik, aspek ekonomi,
aspek sosial dan budaya, aspek kelembagaan, aspek lokasi, dan aspek
lingkungan. Keenam pilar tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram
seperti gambar 2.1 berikut ini. Melalui diagram yang tergambar, dapat dilakukan
analisis dari berbagai aspek berkaitan dengan pengembangan wilayah; yaitu
aspek biogeofisik, meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya
nirhayati, sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut. Aspek ekonomi
meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam dan di sekitar wilayah. Aspek
sosial meliputi budaya, politik, dan pertahanan dan keamanan (Hankam) yang
merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek kelembagaan
meliputi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 1 Enam Pilar Pengembangan Wilayah Sumber: Budiharsono, 2005.
maupun pemerintah daerah, serta lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang ada
di wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang
satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi,
pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai
bagaimana proses produksi mengambil input yang berasal dari sumber daya alam,
apakah merusak atau tidak.
Analisis pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dilihat dari aspek ekonomi, kependudukan dan ketenagakerjaan serta aspek
lokasi. Dari aspek ekonomi dilihat bagaimana pembangunan ekonomi dan
transformasi struktural. Dari aspek demografi dilihat bagaimana terjadinya
perubahan demografi akibat adanya pembangunan ekonomi. Dari aspek lokasi
sejauh mana faktor lokasi dapat mendorong pembangunan wilayah, berkaitan
dengan pembangunan yang terjadi di wilayah tetangga terdekat.
Aspek Biogeofisik
Aspek Ekonomi
Aspek Kelembagaan
Aspek Sosial
Aspek Lokasi
Aspek Lingkungan
Pengembangan Wilayah
Universitas Sumatera Utara
2.2. Perencanaan Wilayah
Menurut Tarigan (Tarigan, 2004) perencanaan wilayah adalah
perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan kegiatan pada ruang
wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk
perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah
diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misalnya, dalam bentuk
perencanaan pembangunan jangka panjang (25 tahun sampai dengan 30 tahun),
perencanaan jangka menengah (5 tahun sampai dengan 6 tahun), dan perencanaan
jangka pendek (1 sampai dengan 2 tahun). Kedua bentuk perencanaan ini tidak
dapat dipisahkan satu sama lain dan bersifat saling mengisi. Tata ruang wilayah
merupakan landasan dan sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan
wilayah.
Perencanaan pembangunan wilayah tidak terlepas dari apa yang sudah ada
saat ini di wilayah tersebut. Pelaku pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh
masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan
kegiatan di wilayah itu. Dalam kelompok pelaku, termasuk di dalamnya
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota,
investor asing, pengusaha swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, koperasi, dan
masyarakat umum. Dalam membuat perencanaan pembangunan wilayah,
pemerintah harus memperhatikan apa yang ingin atau akan dilakukan oleh pihak
swasta dan masyarakat umum.
Menurut Archibugi (Joni, 2010) berdasarkan penerapan teori perencanaan
wilayah dapat dibagi atas empat komponen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Perencanaan Fisik (Physical Planning). Perencanaan yang perlu dilakukan
untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan
perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota
dan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul
aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian
kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah
memasukkan kajian tentang aspek lingkungan.
2) Perencanaan Ekonomi Makro (Macro-Economic Planning). Dalam
perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan ekonomi wilayah. Perencanaan
ekonomi wilayah menggunakan teori yang sama dengan teori yang digunakan
dalam ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi,
pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja,
produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi
makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna
merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah.
3) Perencanaan Sosial (Social Planning). Perencanaan sosial membahas tentang
pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat
kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan
untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial
di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.
4) Perencanaan Pembangunan (Development Planning). Perencanaan ini
berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif
guna mencapai pengembangan wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk
menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan
meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 2000).
2.3. Pembangunan Wilayah
Pembangunan Wilayah (regional development) merupakan upaya untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah,
dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Kebijakan
pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi fisik geografis, sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat yang sangat berbeda antar suatu wilayah dengan
wilayah lainnya sehingga penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri
harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah
bersangkutan.
Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah terpenting yang menjadi
perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori
pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak
pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang.
Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat
terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007).
Potensi dan kemampuan masing-masing wilayah berbeda-beda satu
dengan yang lain, demikian pula masalah pokok yang dihadapi, sehingga usaha-
usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus disinkronisasikan
Universitas Sumatera Utara
dengan usaha-usaha pembangunan regional. Hirschman mengatakan bahwa untuk
mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi, terdapat keharusan utuk
membangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah
suatu negara, atau disebut sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (growth
pole). Terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub
pertumbuhan, yaitu pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi
terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut adalah dominasi ekonomi
yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi tata ruang ekonomi.
Proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi (economic
space theory), di mana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan
merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya (Adisasmita, 2005).
2.4. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, antara lain adalah menaikkan standar hidup, memperbaiki tingkat
pendidikan, kesehatan dan persamaan hak untuk memiliki kesempatan dalam
memperoleh semua komponen-komponen penting dari hasil pembangunan
ekonomi.
Gerald Meier (Kuncoro, 2010) menyatakan:
“…perhaps the definition that would now gain widest approval is one that
defines economic development as the process whereby the real per capita
income of a country increase over a long period of time – subject to the
stipulations that the number of people below an ‘absolut poverty line’
does not increase, and that the distribution of income does not more
unequal.”
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses di mana pendapatan per kapita
penduduk suatu negara secara riil cenderung naik secara terus menerus dalam
jangka panjang; dengan syarat utama bahwa jumlah penduduk yang berada dalam
“garis kemiskinan absolut” tidak bertambah dan distribusi pendapatan tidak
menjadi lebih timpang.
Sejalan dengan Meier, Chenery dan Syrquin (1975), mendefinisikan
pembangunan ekonomi sebagai suatu proses pertumbuhan ekonomi atau proses
peningkatan pendapatan per kapita yang disertai antara lain, dengan proses
transformasi dari suatu perekonomian yang dominan sektor – primer atau
pertanian dan pertambangan – menjadi makin dominan sektor industri, terutama
industri manufaktur dan sektor jasa.
Kecenderungan menaik itu haruslah paling tidak dua atau tiga dasawarsa –
waktu sepanjang itu cukup sebagai indikasi untuk melihat apakah suatu negara
dalam keadaan berkembang atau tidak.
Melengkapi pandangan ahli-ahli ekonomi pembangunan di atas, Weiss
juga menyatakan, Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan
PDB akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi dari
ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern
yang didominasi oleh sektor-sektor non-primer, khususnya industri manufaktur
dengan increasing returns to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan
pertumbuhann produktivitas) yang dinamis sebagai motor utama penggerak
pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2006). Ada kecenderungan bahwa semakin
tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi pendapatan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat per kapita, semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi
faktor-faktor penentu lainnya mendukung proses tersebut, seperti manusia
(tenaga kerja), bahan baku dan teknologi tersedia.
Selain peningkatan pendapatan per kapita, transformasi struktural,
pembangunan ekonomi juga harus memperhatikan kualitas proses pembangunan.
Kualitas pembangunan ekonomi dapat diwujudkan dengan cara mengurangi
kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Dudley Seers (Kuncoro, 2010)
menunjuk tiga sasaran utama pembangunan dengan mengatakan:
“…What has been happening to poverty? What has been happening to
unemployment? What has been to unequality? If all three of these have
decline from high levels then beyond doubt this has been a period of
development for the country concerned. If one or two these central
problems have been growing worse, especially if all three have it would be
strange to call the result ‘development’, even if per capita income
doubled.”
Bila salah satu saja dari ke tiga sasaran pembangunan tidak berjalan
semakin baik, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi di suatu
negara akan menjadi tidak berarti; walaupun misalnya pendapatan per kapita
negara tersebut meningkat dua kali lipat.
Selanjutnya United Nation Development Programme (UNDP)
memperkenalkan pembangunan manusia pada tahun 1990-an. Menurut UNDP,
“Pembangunan manusia adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (a
process enlarging people’s choice).” (Wiyono, 1995)
Universitas Sumatera Utara
Dari sekian banyak pilihan, ada tiga pilihan yang paling penting, yaitu
panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan akses ke sumber daya yang dapat
memenuhi standar hidup yang layak. Berdasarkan ketiga pilihan tersebut
kemudian terbentuklah suatu indeks komposit yang dapat diukur menjadi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).
2.5. Transformasi Struktural
Menurut Kuznets, transformasi struktural merupakan proses perubahan
struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Pada
umumnya transformasi yang terjadi di negara-negara sedang berkembang adalah
transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur atau
transformasi dari ekonomi tradisional menjadi ekonomi modern secara umum
dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu
dengan yang lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar
negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor-
faktor produksi) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan per kapita (Chenery and
Syrquin, 1975, Amir dan Nazara, 2005, Tambunan, 2006).
Menurut Tambunan (Tambunan, 2001) perubahan struktur ekonomi terjadi
akibat perubahan yang menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor-faktor
dari sisi permintaan agregat dan faktor-faktor dari sisi penawaran agregat; serta
dipengaruhi juga secara langsung dan/atau tidak langsung oleh intervensi
pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah
perubahan permintaan domestik disebabkan oleh kombinasi antara peningkatan
pendapatan riil per kapita dan perubahan selera masyarakat (konsumer).
Perubahan permintaan berarti peningkatan dan juga perubahan komposisi
barang-barang yang dikonsumsi. Perubahan komposisi ini dapat dijelaskan dengan
teori Engel: apabila pendapatan riil masyarakat meningkat, maka pertumbuhan
permintaan akan barang-barang nonmakanan akan lebih besar daripada
pertumbuhan permintaan terhadap makanan. Peningkatan pendapatan riil per
kapita dibarengi dengan perubahan selera pembeli selain memperbesar pasar
(permintaan) bagi barang-barang yang ada, juga menciptakan pasar baru
(diversifikasi pasar) bagi barang-barang baru (nonmakanan). Perubahan ini
mendorong pertumbuhan industri-industri baru, dan meningkatkan laju
pertumbuhan output di industri-industri yang sudah ada.
Dari sisi penawaran agregat, faktor-faktor penting yang mempengaruhi
perubahan struktur ekonomi diantaranya adalah pergeseran keunggulan
komparatif, perubahan/progres teknologi, peningkatan pendidikan atau kualitas
sumber daya manusia (SDM), penemuan material-material baru untuk produksi,
dan akumulasi barang modal. Semua ini memungkinkan untuk melakukan inovasi
dalam produk atau/dan proses produksi dan pertumbuhan produktivitas sektoral
dari faktor-faktor produksi yang digunakan. Berkaitan dengan inovasi, salah satu
contoh konkrit adalah penemuan personal computer dan hand phone. Penemuan
ini menambah koleksi jenis-jenis industri yang membuat semakin besarnya pangsa
output industri di dalam PDB.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal intervensi pemerintah, kebijakan yang berpengaruh langsung
terhadap perubahan struktur ekonomi adalah misalnya pemberian insentif bagi
sektor industri, atau tidak langsung lewat pengadaan infrastruktur. Intervensi ini
mempengaruhi sisi penawaran agregat dari sektor tersebut. Dari sisi permintaan
agregat, kebijakan yang berpengaruh langsung adalah misalnya pajak penjualan
yang membuat harga jual barang bersangkutan menjadi lebih mahal, yang
selanjutnya dapat mengurangi permintaan terhadap barang tersebut.
2.6. Teori Perubahan Struktur Produksi dan Ketenagakerjaan
Ada dua teori utama yang digunakan dalam menganalisis perubahan
struktur ekonomi, yakni dari Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery
(teori transformasi struktural).
Lewis (Tambunan, 2001) mengamati adanya ekonomi yang terdiri dari dua
sektor, yaitu sektor pertanian dengan penghasilan yang subsisten dan sektor
industri yang kapitalistik. Di pedesaan, karena jumlah penduduknya yang besar
terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat hidup masyarakatnya berada
pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang sifatnya juga subsisten. Over-
supply tenaga kerja ini ditandai dengan produk marginalnya yang nilainya nol,
artinya fungsi produksi di sektor pertanian (pedesaan) telah sampai pada tingkat
berlakunya hukum diminishing return, yaitu semakin rendahnya tingkat
produktivitas tenaga kerja. Dalam kondisi seperti ini pengurangan jumlah pekerja
tidak akan mengurangi jumlah output di sektor tersebut, karena proporsi tenaga
kerja terlalu banyak dibandingkan proporsi input lain seperti tanah dan kapital.
Universitas Sumatera Utara
Akibat over-supply tenaga kerja ini, dimana penawaran tenaga kerja lebih besar
dari permintaan tenaga kerja (NpS > Np
D
Sebaliknya, di perkotaan sektor industri mengalami kekurangan tenaga
kerja. Sesuai perilaku rasional pengusaha, yakni mencari keuntungan maksimal,
kondisi pasar tenaga kerja seperti ini membuat produktivitas pekerja sangat tinggi
dan nilai produk marginal pekerja positif, menunjukkan bahwa fungsi
produksinya belum berada pada tingkat optimal yang dapat dicapai. Sesuai hukum
pasar, tingginya produktivitas membuat tingkat upah riil per pekerja di perkotaan
tersebut juga tinggi.
), maka upah riil atau tingkat
pendapatan di pertanian/pedesaan menjadi sangat rendah.
Perbedaan upah di pertanian/pedesaan dengan industri/perkotaan, di mana
upah di pertanian lebih rendah dari upah di perkotaan (Wp < Wi), menyebabkan
pendapatan pekerja di pertanian lebih rendah dari pendapatan pekerja di perkotaan
(Yp < Yi). Hal ini menyebabkan banyak tenaga kerja pindah dari sektor pertanian
ke sektor industri; maka terjadilah suatu proses migrasi desa-kota dan urbanisasi.
Tenaga kerja yang pindah ke industri mendapat penghasilan yang lebih tinggi
daripada ketika masih bekerja di pertanian. Secara agregat berpindahnya sebagian
tenaga kerja dari sektor dengan upah rendah ke sektor dengan upah tinggi
membuat pendapatan di negara bersangkutan meningkat. Bersamaan dengan
peningkatan pendapatan, permintaan terhadap makanan meningkat, dan ini
menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan output di sektor tersebut dari sisi
permintaan agregat; dalam jangka panjang perekonomian pedesaan mengalami
pertumbuhan. Di fihak lain, terjadi pola perubahaan permintaan konsumen
Universitas Sumatera Utara
masyarakat/tenaga kerja yang mengalami peningkatan pendapatan. Sebagian besar
dari pendapatannya digunakan untuk mengkonsumsi berbagai macam produk-
produk industri dan jasa. Perubahan pola konsumsi ini menjadi motor utama
pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor nonpertanian
(gambar 2.2).
Gambar 2. 2 Tahapan Proses Perubahan Struktur Ekonomi, Model Lewis (sumber: Tambunan, 2001).
Proses migrasi desa-kota, menyebabkan terjadinya perkembangan kota-
kota dan industri. Perkembangan industri menyebabkan terjadinya akumulasi
kapital fisik dan sumber daya manusia. Akibat lebih jauh adalah menurunnya laju
pertumbuhan penduduk dan family size yang semakin kecil.
Teori Chenery dikenal dengan teori pattern of development, mengamati
perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di negara-negara
Ekonomi Pedesaan
(pertanian) Tahap 1 : Np
S > NpD
Wp < Wi
Yp < Yi
Tahap 4 : Np
S = NpD
Wp ↑
Qp ↑
Yp ↑
Ekonomi Perkotaan (industri) Tahap 3 :
DiD ↑
Qi ↑
Yi ↑
Tahap 3 : Dp ↑
Tahap 5 : Dp ↑
Tahap 2: Migrasi dan Urbanisasi
Universitas Sumatera Utara
sedang berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional
(subsisten) ke sektor industri sebagai mesin utama pembangunan ekonomi.
Proses transformasi struktural oleh Chenery dan Syrquin diilustrasikan seperti
gambar 2.3 berikut.
Garis horizontal menunjukkan tingkat pembangunan/pendapatan perkapita
dalam jangka waktu tertentu. Garis vertikal menunjukkan sumbangan (share)
masing-masing sektor (pertanian, industri dan jasa) terhadap total PDB. Ketika
pendapatan per kapita masih rendah, hampir sebagian besar pendapatan berasal
dari sektor pertanian (primer), ketika pendapatan makin meningkat sumbangan
sektor pertanian semakin menurun. Keadaan ini ditunjukkan oleh kurva pertanian
yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita.
Sebaliknya sumbangan sektor industri (sekunder) dan sektor jasa (tertier)
meningkat seiring dengan kenaikan pendapatan per kapita. Keadaan ini
ditunjukkan oleh kurva-kurva industri dan jasa yang melengkung ke atas.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Teori Perubahan Demografi
Notestein menyatakan, bahwa perubahan keadaan demografi dari tingkat
fertilitas dan mortalitas tinggi menjadi keadaan tingkat fertilitas dan mortalitas
rendah mengikuti kemajuan dalam pembangunan sosial ekonomi. Teori ini
disebut sebagai teori transisi demografi. Teori transisi demografi menggunakan
asumsi bahwa sifat rasional hanya terjadi dalam masyarakat industri dan urban.
Dengan perkataan lain, transisi demografi hanya mungkin terjadi dalam
masyarakat yang telah mengalami proses industrialisasi dengan tingkat urbanisasi
yang tinggi (Chesnais, 1992).
t=0
Pangsa output Sektoral terhadap Pembentukan PDB Tersier
(jasa)
“rendah”
Tingkat Pembangunan/ Pendapatan Per kapita
Sekunder (i d t i)
t=n
“tinggi”
Gambar 2. 3 Pembangunan Ekonomi dan Transformasi Struktural (sumber: Tambunan, 2001)
Primer ( t i Waktu (t)
Universitas Sumatera Utara
Oshima (1983) mengajukan suatu teori transisi demografi dengan mengambil
contoh transisi demografi yang dialami beberapa negara Asia. Ia memperlihatkan
bahwa penyebaran mekanisasi di Asia Timur adalah suatu kekuatan besar yang
merupakan kelanjutan dari dampak transisi industri dan transisi demografi. Ia
menunjukkan bahwa belum pernah terjadi sebelumnya di mana turunnya fertilitas
di Asia Timur disertai dengan perubahan yang cepat dari sektor pertanian ke
sektor industri, dan suatu penurunan yang cepat atas ketimpangan pendapatan di
masyarakat. Penyelesaian transisi industri bersamaan dengan penyelesaian transisi
demografi.
Oshima menyatakan bahwa pada masa transisi di dalam suatu
perekonomian industri orang-orang tua mulai merubah persepsi mereka mengenai
nilai anak. Mereka menginginkan jumlah anak-anak lebih sedikit, tetapi dengan
kualitas yang lebih tinggi; karena kenaikan biaya oportunitas bagi wanita-wanita
dalam usia mampu melahirkan anak, kehilangan pendapatan bagi remaja-remaja
yang berada di sekolah; lebih sedikit membutuhkan anak-anak untuk membantu
mereka di masa tua, kurang dalam menggunakan tenaga anak-anak didalam
berbagai kegiatan ekonomi, dan menaikkan permintaan untuk angkatan kerja yang
lebih berpendidikan. Sekalipun demikian, penyelesaian perubahan demografi itu
sendiri akan mengurangi tingkat pertumbuhan angkatan kerja, dimana peralatan-
peralatan yang digunakan lebih bersifat mekanisasi; lebih sedikit pekerja yang
bekerja di sektor pertanian, lebih tinggi pendapatan, lebih besar partisipasi
angkatan kerja wanita, dan selanjutnya turun pula permintaan terhadap anak.
Universitas Sumatera Utara
Ananta dan Pungut (1992) mendapatkan bahwa Indonesia telah mencapai suatu
tahap transisi demografi dengan tingkatan yang lebih rendah dari transisi ekonomi
yang pernah dialami oleh beberapa negara maju pada saat tingkat fertilitas negara-
negara tersebut sama dengan Indonesia. Dengan demikian transisi demografi
telah mendahului transisi ekonomi di Indonesia.
Ananta menyimpulkan bahwa pengalaman di Indonesia merupakan suatu
bukti dari kegagalan teori transisi demografi. Mortalitas turun sangat lambat,
sekitar dua abad di negara-negara Eropa Barat, tetapi di Indonesia mortalitas turun
dalam jangka waktu relatif pendek sepanjang periode 1950. Indonesia tidak
sampai menunggu kemajuan sosial-ekonomi untuk menghasilkan peralatan-
peralatan medis untuk imunisasi dan anti-biotik. Teknologi telah ada tersedia,
dengan demikian Indonesia mendapatkan manfaat dari telah tersedianya
peralatan-peralatan medis. Kontras dengan negara-negara Eropa Barat yang harus
mengembangkan teknologi sebelum dapat mengatur secara baik fertilitas mereka
dengan menggunakan alat kontrasepsi modern. Studi Ananta, Wongkaren dan Mis
Cicih (1995) juga menunjukkan bahwa transisi demografi di Indonesia terjadi
lebih dahulu dibandingkan dengan transformasi ekonomi.
Hubungan antara transisi demografi dengan pembangunan ekonomi sering
menjadi perdebatan. Aliran pembangunan ekonomi percaya bahwa pembangunan
ekonomi akan diikuti transisi demografi. Sedangkan aliran pengendalian
penduduk beranggapan bahwa tanpa kesadaran dari masyarakat tentang
pembatasan kelahiran, maka transisi demografi tidak akan terjadi. Indonesia
melakukan ke dua pendekatan tersebut secara bersamaan, yaitu pembangunan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan program keluarga berencana pada masa pemerintahan orde baru
antara tahun 1970 sampai pertengahan tahun 1990-an. Hasilnya Indonesia berhasil
menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk sesuai dengan yang diharapkan.
Namun demikian penurunan fertilitas tidak merata di semua daerah. Ada
beberapa daerah telah mencapai penurunan fertilitas yang begitu rendah, seperti
Jakarta yang memiliki TFR 2,04, Yogyakarta 1,85 pada tahun 199. Sumatera
Utara sendiri pada tahun 2008 memiliki angka TFR sebesar 2,49 dan Deli Serdang
2,42 (BPS, 2010).
Ruang Lingkup hubungan antara pembangunan ekonomi dan sosial
terhadap demografi dapat dilihat dalam gambar 2.5. Dari gambar tersebut terlihat
dampak dari kondisi jumlah, komposisi, dan pertumbuhan penduduk pada
berbagai kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Ini merupakan hubungan
antara kotak I dan kotak II. Selanjutnya berbagai kondisi ekonomi, sosial, budaya
dan politik memberikan dampak pada kondisi fertilitas, mortalitas, dan mobilitas
(dari kotak II ke kotak III); yang kemudian perubahan pada kotak III ini akan
menyebabkan perubahan pada kotak I, demikian seterusnya.
Gambar 2. 4 Hubungan Antara Sosial Ekonomi Dengan Demografi (sumber: Ananta dan Wongkaren, 1995)
Jumlah, komposisi, Pertumbuhan
penduduk
Ekonomi, sosial, budaya, politik
Fertilitas, mortalitas, mobilitas
Kotak I Kotak II Kotak III
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara pendapatan dengan fertilitas dapat dijelaskan oleh H.
Leibenstein (Hatmadji et al 2010), mempunyai anak dapat dilihat dari dua segi
ekonomi, yaitu segi kegunaannya (utility) dan biaya (cost) yang harus dikeluarkan
untuk membesarkan dan merawat anak. Kegunaan anak adalah dalam hal
memberikan kepuasan kepada orang tua, dapat memberi transfer ekonomi
(misalnya memberikan kiriman uang kepada orang tua pada saat dibutuhkan), atau
dapat membantu dalam kegiatan produksi misalnya membantu mengolah tanah
pertanian. Anak juga dapat menjadi sumber yang dapat membantu kehidupan
orang tua di masa depan (investasi). Sementara itu, pengeluaran untuk
membesarkan anak merupakan biaya dari kepemilikan anak tersebut.
Apabila ada kenaikan pendapatan orang tua, maka aspirasi orang tua untuk
mempunyai anak akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas
yang lebih baik. Misalnya, dengan menyekolahkan anak setinggi mungkin,
memberi makanan bergizi dengan jumlah yang cukup, memberikan kursus-kursus
di luar jam sekolah, membawa ke tempat perawatan kesehatan yang lebih
berkualitas. Hal ini berarti biaya untuk membesarkan dan merawat anak menjadi
besar. Di pihak lain, kegunaan anak akan turun, sebab walaupun anak masih
memberikan kepuasan psikologis, akan tetapi balas jasa ekonominya menurun.
Waktu yang diberikan oleh anak untuk membantu orang tua akan menurun karena
anak-anak lebih lama berada di sekolah atau di kegiatan lain untuk kepentingan
anak sendiri. Disamping itu, orang tua modern dengan penghasilan yang cukup
juga tidak lagi tergantung dari sumbangan anak. Singkatnya, biaya membesarkan
anak menjadi lebih besar daripada kegunaannya. Secara ekonomi, hal ini
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan permintaan (demand) terhadap anak menurun, dan pada
gilirannya akan menurunkan tingkat fertilitas. Wealth flow theory, menyatakan
bahwa jaminan pendapatan hari tua berhubungan negatif dengan jumlah anak.
Dalam upaya menurunkan angka kelahiran, pemerintah Indonesia
melaksanakan program keluarga berencana (KB) sejak tahun 1970. Program KB
yang dilaksanakan pemerintah tidak saja mengajak pasangan suami istri untuk
mengatur jumlah keluarga mereka dengan menggunakan alat-alat kontrasepsi
modern, tetapi juga memperkenalkan nilai-nilai baru tentang keluarga kecil
bahagia dan sejahtera. Program KB di Indonesia turut berkontribusi menurunkan
angka fertilitas total dari 5,6 pada tahun 1967-1970 menjadi 2,8 pada tahun 1991-
1994, dan terus menurun menjadi 2,34 pada tahun 1997-2000 (BPS, Sensus
Penduduk 2000). Sementara itu, angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate/CBR)
telah menurun dari 43 kelahiran per 1.000 penduduk pada tahun 1967-1970
menjadi 23 kelahiran per 1.000 penduduk pada periode 1991-1994.
1)
Menurut berbagai studi yang telah dilakukan, penurunan angka fertilitas
total yang terjadi di Indonesia selain disebabkan oleh pelaksanaan program KB,
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini.
Umur Kawin Pertama
Dalam masyarakat Indonesia, hubungan antara laki-laki dan perempuan
dipandang harus melalui lembaga perkawinan yang sah menurut norma agama
dan menurut Undang-Undang Perkawinan tahun 1974. Karena usia
perkawinan juga dipengaruhi oleh adat istiadat dan anggapan masyarakat
tentang umur berapa sebaiknya perempuan menikah, maka umur kawin
Universitas Sumatera Utara
pertama dapat menjadi indikator dimulainya seorang perempuan berpeluang
untuk hamil dan melahirkan. Dalam kondisi seperti ini, perempuan yang
kawin pada usia muda mempunyai rentang waktu untuk kehamilan dan
melahirkan lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang kawin pada umur
yang lebih tua dan mempunyai lebih banyak anak dibandingkan dengan
mereka yang menikah pada umur lebih tua.
2) Peningkatan Pendidikan Perempuan
Kesempatan perempuan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi
semakin terbuka pada saat ini, sehingga banyak perempuan yang menunda
perkawinan untuk menyelesaikan pendidikan yang diinginkan. Perempuan
yang berpendidikan tinggi cenderung memilih terjun ke pasar kerja terlebih
dahulu sebelum memasuki perkawinan. Kalaupun mereka menikah pada usia
muda, pengetahuan mereka tentang alat pencegahan kehamilan cukup baik
sehingga sebagian dari mereka menunda kelahiran anak atau menyelesaikan
masa reproduksi, baru kemudian masuk ke pasar kerja.
Hasil studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan yang berbentuk
huruf U terbalik antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dipunyai.
Hasil Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 dan
1997 menunjukkan; Pada pendidikan yang sangat rendah tingkat fertilitas
rendah, dan angka kelahiran meningkat pada tingkat pendidikan tamat SD.
Setelah tamat SD, fertilitas turun dengan meningkatnya pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
3) Partisipasi Perempuan dalam Pasar Kerja
Peningkatan pendidikan bagi perempuan dan peningkatan peluang mereka
untuk bekerja menyebabkan naiknya partisipasi angkatan kerja perempuan.
Semakin terbukanya industri, terutama industri garmen, elektronik, serta
industri jasa menyebabkan banyak perempuan terjun ke pasar kerja. Hal ini
menyebabkan terjadinya penundaan usia kawin pertama. Hatmadji dan Suradji
(1989) dalam Survai Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 menemukan
bahwa perempuan yang hanya mengurus rumah tangga saja cenderung
mempunyai anak yang lebih banyak, sedangkan perempuan yang bekerja
mempunyai anak lebih sedikit. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa
perbedaaan jumlah anak yang dilahirkan antara perempuan yang bekerja dan
mengurus rumah tangga lebih besar di perkotaan daripada di pedesaan.
4) Lingkungan Tempat Seseorang Dibesarkan
Tempat tinggal dari lahir sampai berumur 12 tahun dianggap
mempengaruhi persepsi dan jalan pikiran seseorang untuk bersikap dan
berperilaku, termasuk perilaku melahirkan. Seseorang yang dibesarkan di
perkotaan akan mempunyai sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh situasi
perkotaan yang umumnya lebih modern dibandingkan dengan mereka yang
dibesarkan di daerah pedesaan. Selain itu tempat tinggal di perkotaan
memudahkan diperolehnya informasi tentang berbagai pengetahuan modern
termasuk mengenai metode pengaturan dan pencegahan kehamilan
dibandingkan di pedesaan. Oleh sebab itu, diduga angka kelahiran di daerah
perkotaan akan lebih rendah dibandingkan angka kelahiran di pedesaan. Hasil
Universitas Sumatera Utara
SDKI 1997 menunjukkan bahwa angka fertilitas total diperkotaan lebih rendah
dibandingkan angka fertilitas total di pedesaan, yaitu masing-masing 2,40 dan
2,98. (Adioetomo dan Samosir 2010).
2.8. Studi Terdahulu Tentang Transformasi Struktural
Sejak awal Pembangunan Lima Tahun (PELITA) I, proses perubahan
struktur ekonomi Indonesia cukup pesat. Data Indonesia yang dipublikasikan oleh
World Bank menunjukkan bahwa pada tahun 1969, nilai tambah bruto sektor
pertanian menyumbang 47 persen terhadap total PDB, dan pada dekade 1990-an
hanya tinggal sekitar 17 persen hingga 22 persen, dan pada 2009 tinggal 16 persen
(tabel 2.1). Sebaliknya sumbangan sektor industri terhadap total PDB terus
meningkat. Pada tahun 1969 sumbangan sektor industri masih 18 persen terhadap
total PDB dan industri manufaktur (sebagai bagian dari sektor industri) sebesar 10
persen. Pada periode 1990-an sumbangan sektor industri telah meningkat diantara
40 sampai 45 persen, sementara industri manufaktur diantara 20 sampai 27 persen
terhadap total PDB.
Pada tahun 2009 sumbangan sektor industri terhadap total PDB telah
meningkat menjadi 49 persen, dan sektor industri manufaktur menyumbang 27
persen. Hal ini bukan berarti bahwa nilai produksi di sektor pertanian berkurang
selama periode tersebut. Menurunnya pangsa pertanian dalam pembentukan PDB
selama periode tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan di sektor tersebut
relatif lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor industri.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya kenaikan pendapatan per kapita dari tahun ke tahun berkorelasi
negatif dengan pangsa sektor pertanian terhadap total GNI (Gross National
Income). Gambaran ini menunjukkan bahwa semakin maju suatu negara yang
diperlihatkan dengan besarnya pendapatan per kapita, semakin rendah pangsa
sektor pertanian terhadap total GNI. Sebaliknya sektor industri dan jasa
menunjukkan korelasi yang positif dengan pendapatan per kapita.
Tabel 2. 1 Perkembangan Ekonomi Indonesia Tahun 1969-2009
Pada tahun
1969 awal dari Pelita I, ketika pendapatan perkapita Indonesia sebesar US$70
sumbangan sektor pertanian terhadap gross national product (GNP) sebesar 47%,
Tahun Struktur Out Put GNP per
Kapita (dalam US$)
Pertanian (%)
Industri (%)
(Manufaktur) (%)
Jasa-jasa (%)
1969 47 18 (10) 35 70 1970 45 19 (10) 36 80 1971 43 21 (9) 36 90 1972 38 25 (11) 36 90 1973 38 27 (11) 35 110 1974 31 34 (9) 35 150 1975 30 34 (10) 36 210 1976 30 34 (10) 36 270 1977 30 34 (11) 36 320 1978 28 36 (12) 36 370 1979 27 38 (12) 35 400 1980 24 42 913) 34 470 1981 23 41 (12) 36 550 1982 24 38 (12) 38 610 1983 23 40 (13) 37 610 1984 23 39 (15) 38 590 1985 24 36 (16) 41 550 1986 23 34 (17) 42 530 1987 24 36 (17) 41 500 1988 24 37 (18) 40 490 1989 24 37 (18) 39 510 1990 22 40 (20) 38 570 1991 18 40 (21) 42 670 1992 19 40 (22) 41 715 1993 18 40 (22) 42 804 1994 17 41 (23) 42 895
Universitas Sumatera Utara
Tahun Struktur Out Put GNP per
Kapita (dalam US$)
Pertanian (%)
Industri (%)
(Manufaktur) (%)
Jasa-jasa (%)
1995 17 42 (24) 41 980 1996 17 43 (26) 40 1.116 1997 16 44 (27) 40 1.040 1998 18 45 (24) 37 463 1999 19 43 (26) 38 636 2000 17 47 (26) 36 570 2001 16 47 (26) 37 680 2002 17 44 (25) 38 710 2003 17 44 (25) 40 810 2004 17 46 (25) 38 1.140 2005 14 41 (24) 45 1.280 2006 13 47 (28) 40 1.420 2007 14 47 (28) 39 1.650 2008 2009
14 16
47 49
(28) (27)
39 35
2.010 2.050
Sumber: World Bank, World Development Report and World Development Indicators 1971-2011
sektor industri hanya menyumbang 18 persen. Industri manufaktur (bagian dari
sektor industri) menyumbang 10 persen, dan sektor jasa 35 persen. Seiring dengan
kemajuan pembangunan, pada tahun 2009 telah terjadi kenaikan GNI per kapita
yang cukup tinggi yaitu sebesar US$2.050, sumbangan sektor pertanian terhadap
total GNP jauh menurun menjadi hanya 14 persen. Sumbangan sektor industri
jauh meningkat menjadi 47 persen. Industri manufaktur meningkat menjadi 28
persen. Sektor jasa hanya meningkat menjadi 39 persen. Gambaran ini
menunjukkan bahwa di Indonesia dalam jangka waktu 40 tahun (4 dasawarsa)
telah terjadi pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh meningkatnya
pendapatan per kapita, disertai dengan terjadinya transformasi struktural dari
dominan sektor pertanian bergeser ke sektor industri dan jasa.
Studi mengenai transformasi struktural telah dilakukan oleh Saraan (2006)
dengan judul Analisis Transformasi Struktural Ekonomi di Indonesia. Periode
Universitas Sumatera Utara
waktu penelitian adalah tahun 1980-2004. Dalam penelitiannya ia menggunakan
model transformasi ekonomi yang dikembangkan oleh Chenery. Model yang
digunakan adalah model semi logaritma. Bahwa transformasi masing-masing
sektor dipengaruhi oleh pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Saraan
menemukan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap transformasi sektor pertanian. Artinya, makin tinggi pendapatan per
kapita, semakin rendah pangsa sektor pertanian terhadap total PDB Indonesia.
Jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap transformasi sektor
pertanian. Makin besar jumlah penduduk, makin besar pangsa sektor pertanian
terhadap total PDB Indonseia.
Pendapatan per kapita dan jumlah penduduk ke dua-duanya berpengaruh
positif dan signifikan terhadap transformasi struktural sektor industri. Artinya
semakin tinggi pendapatan per kapita dan jumlah penduduk, semakin tinggi
sumbangan sektor industri terhadap PDB Indonesia. Pendapatan per kapita
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap transformasi sektor jasa. Sebaliknya
jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap transformasi sektor
jasa. Artinya semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin rendah sumbangan
sektor jasa terhadap total PDB. Sebaliknya semakin tinggi jumlah penduduk,
semakin besar sumbangan sektor jasa terhadap total PDB.
Hasil penelitian Amir dan Nazara (2005) dengan judul Analisis Perubahan
Struktur Ekonomi (Economic Landscape) dan kebijakan Strategi Pembangunan
Jawa Timur Tahun 1994 dan 2000: Analisis Input-Output. Penelitian ini
menggunakan analisis input-output untuk menganalisis tingkat keterkaitan antar
Universitas Sumatera Utara
sektor pekonomian, sektor unggulan, dan angka pengganda sektor ekonomi.
Perubahan struktur dianalisis dengan menggunakan metode multiplier product
matrix (MPM) yang dapat menggambarkan landscape suatu perekonomian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran dalam beberapa sektor
unggulan dan angka pengganda sektoral. Peranan sektor industri lainnya dan
sektor industri makanan, minuman dan tembakau sangat dominan dari sisi besaran
outputnya, juga memiliki angka pengganda yang cukup tinggi. Berdasarkan
analisis MPM terlihat pula perubahan struktur ekonomi Jawa Timur selama
periode 1994 sampai 2000 walaupun tidak drastis.
2.9. Studi Terdahulu Tentang Perubahan Demografi
Salah satu faktor yang dapat menurunkan pertumbuhan penduduk adalah
penggunaan alat kontrasepsi. Beberapa hasil studi seperti Streatfield dan Vlassoff
menunjukkan bahwa dengan kehadiran program KB, tingkat fertilitas dapat turun
dengan atau tanpa kemajuan pembangunan dalam bidang sosial dan ekonomi.
Streatfield mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan
fertilitas di kalangan masyarakat Bali yang bersifat tradisional. Dia menemukan
bahwa penurunan fertilitas yang substansial di wilayah studinya pada periode
1970-an ke periode 1980-an, periode di mana program KB mulai dilaksanakan di
Bali, disebabkan oleh peningkatan yang tajam dalam prevalensi kontrasepsi. TFR
turun dari 6,5 anak per seorang ibu menjadi 3,6, sedangkan persentase perempuan
kawin yang menggunakan motode kontrasepsi adalah 50,1 persen pada akhir
tahun 1980-an (Rajagukguk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Rajagukguk (2004) dengan judul Kontribusi Prevalensi KB
dalam Penurunan Tingkat Kelahiran serta Implikasinya di Era Otonomi Daerah
menemukan bahwa prevalensi KB merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat fertilitas. Untuk menguji hubungan antara Angka
Prevalensi Kontrasepsi (AKP) dan TFR, dilakukan analisis regresi antara APK
dan TFR untuk semua provinsi di Indonesia dengan menggunakan hasil SDKI
1991, 1994, 1997 dan 2002-2003. Analisis data menggunakan model regresi linier
sederhana di mana variabel bebasnya adalah APK dan variabel tidak bebasnya
adalah TFR. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat hubungan
bivariat (2 variabel) yang negatif dan signifikan antara APK dan TFR Indonesia
menurut provinsi. Artinya, semakin tinggi APK, semakin rendah TFR. Secara
keseluruhan, selama periode 1991-2003 di Indonesia perubahan dalam APK
menerangkan 44,4 persen perubahan dalam TFR. Kenaikan APK sebesar 10
persen mengakibatkan penurunan dalam TFR sebanyak 36 anak per 100 ibu.
Pola hubungan antara APK dan TFR bervariasi menurut periode yang
mencerminkan adanya pengaruh intervensi program kesehatan dan KB. Pada
tahun 1991 hubungan antara APK dan TFR cukup kuat. Sebesar 38,3 persen dari
variasi dalam APK menerangkan variasi dalam TFR. Peningkatan pasangan usia
subur yang praktik KB sebanyak 10 persen mengakibatkan penurunan dalam TFR
sebanyak 34 anak per 100 ibu. Pada tahun 1994, saat program KB sudah lebih
dikenal, pengaruh APK terhadap TFR turun manjadi 30,9 persen di mana
peningkatan APK sebesar 10 persen mengakibatkan penurunan TFR sebanyak 31
anak per 100 ibu. Pada tahun 1997, pengaruh APK terhadap TFR meningkat
Universitas Sumatera Utara
menjadi 46,4 persen. Peningkatan APK sebesar 10 persen mengakibatkan
penurunan sebanyak 31 anak per 100 ibu. Menurut SDKI 2002-2003, variasi APK
menerangkan sebesar 48,3 persen dari variasi TFR, di mana peningkatan APK
sebesar 10 persen mengakibatkan penurunan TFR sebanyak 44 anak per 100 ibu.
Penelitian Rujiman (2007) berjudul Analisis Faktor-Faktor Penentu
Fertilitas di Negara-Negara Asia, menemukan hasil-hasil sebagai berikut:
Pendapatan per kapita berpengaruh negatif terhadap fertilitas dengan tingkat
signifikansi sebesar 1 persen. Tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap
fertilitas, dengan tingkat signifikansi sebesar 10 persen. Penggunaan alat
kontrasepsi berpengaruh negatif terhadap fertilitas dengan tingkat signifikansi
sebesar 1 persen. Tingkat urbanisasi berpengaruh negatif terhadap fertilitas
dengan tingkat signifikansi sebesar 5 persen.
Penelitian Rujiman dan Iskandar Muda (2007) berjudul Determinan
Fertilitas di Negara-Negara Berkembang, menemukan bahwa, tingkat kematian
bayi (Infant Mortality Rate/IMR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
fertilitas. Makin tinggi tingkat kematian bayi, makin tinggi tingkat kelahiran.
Persentase wanita kawin usia 15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap fertilitas. Makin tinggi persentase
wanita kawin usia 15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi, semakin
rendah angka kelahiran.
Tabel 2.2 berikut ini merupakan hasil penelitian dari beberapa peneliti
yang berkaitan dengan perubahan demografi dan transformasi struktural ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 2. Theoretical Mapping Penelitian Terdahulu Tentang Transformasi Struktural dan Perubahan Demografi. No Nama Judul Permasalahan Tujuan Kesimpulan 1. Syafaruddin
Saraan Analisis Transformasi Struktural di Indonesia (Thesis Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006)
1. Apakah jumlah penduduk dan pendapatan per kapita berpengaruh signifikan terhadap transformasi struktur ekonomi pada sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa di Indonsesia 2.
Untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi struktural ekonomi di Indonesia
1.
Untuk mengetahui sektor apa yang dominan mempengaruhi trasformasi ekonomi di Indonesia
2.
Transformasi struktural ekonomi di Indonesia terjadi pada tahun 1989, di mana kontribusi sektor industri lebih besar dari sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian, industri dan jasa terhadap PDB menunjukkan peningkatan setiap tahun, namun peningkatan kontribusi sektor industri lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian dan sektor jasa.
Pendapatan per kapita sektor indstri mengalami pertumbuhan rata-rata 4,31% pertahun, pertanian 1,48% dan jasa 1,33%
2. Hidayat Amir dan Suahasil Nazara (2005)
1. Analisis Per-ubahan Struktur Ekonomi (Economic Landscape) dan Kebijak-an Strategi Pembangunan Jawa Timur
2.
Sektor apa yang merupakan sektor unggulan di Jawa Timur
1.
Mengindentifikasi perubahan struktur perekonomian Jawa Timur pada periode 1994-2000.
2.
Menganalisis berbagai sektor unggulan (key sector) dalam perekonomian propinsi Jawa Timur antara tahun 1994 dan 2000 Mengindentifikasi perubahan struktur perekonomian Jawa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran dalam beberapa sektor unggulan dan angka pengganda sektoral. Peranan sektor industri lainnya dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau sangat dominan dari sisi besaran outputnya, juga memiliki angka pengganda yang cukup tinggi. Selain itu berdasarkan analisis MPM terlihat pula perubahan-
Universitas Sumatera Utara
No Nama Judul Permasalahan Tujuan Kesimpulan Tahun 1994 dan 2000: Analisis Input-Output
Timur pada periode 1994-2000.
perubahan struktur ekonomi Jawa Timur selama periode 1994 sampai tahun 2000 walaupun tidak drastis.
3 Omas Bulan Rajagukguk
Kontribusi Prevalensi KB Dalam Penurunan Tingkat Kelahiran Serta Implikasinya Di Era Otonomi Daerah, (Warta Demografi, LDFEUI, Jakarta, 2004)
Otonomi Daerah yang dilaksanakan sejak tahun 2002 dikuatirkan akan membawa dampak terhadap keberlanjutan pelaksanaan Program KB di Indonesia serta semakin memperbesar perbedaan prevalensi kontrasepsi dan tingkat kelahiran antar provinsi
Untuk mempelajari kontribusi prevalensi KB dalam penurunan tingkat kelahiran serta implikasinya dalam era otonomi daerah di Indonesia
Variasi Angka Prevalensi Kontrasepsi (APK) mempunyai kontribusi yang penting terhadap variasi Total Fertility Rate (TFR) antar provinsi di Indonesia terutama pada periode 2002-2003. Hubungan yang negatif antara APK dan TFR mengindikasikan bahwa semakin tinggi APK, semakin rendah TFR. Kelanjutan penurunan tingkat kelahiran di masa depan tergantung pada ketersediaan akses terhadap pelayanan KB. Prioritas pelayanan diperlukan bagi kelompok penduduk yang tinggal di daerah pedesaan, yang sulit dijangkau, berpendapatan rendah dan berpendidikan rendah
4 Rujiman Analisis Faktor-Faktor Penentu Fertilitas di Negara-Negara Asia, Jurnal,
Masih Tingginya Angka kelahiran di Negara-negara Asia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan tingkat kelahiran
2.
Tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap besarnya jumlah anak yang dimiliki oleh seorang ibu. Makin tinggi pendapatan keluarga, makin rendah fertilitas. Tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap fertilitas. Makin
Universitas Sumatera Utara
No Nama Judul Permasalahan Tujuan Kesimpulan Wahana Hijau, Sekolah Pascasarjana Perencanaan Wilayah dan Perdesaan USU, Medan, 2007.
tinggi pendidikan, makin rendah tingkat fertilitas.
3.
4.
Penggunaan alat kontrasepsi berpengaruh negatif terhadap fertilitas. Makin tinggi persentase wanita kawin yang menggunakan alat kontrasepsi, makin rendah tingkat fertilitas. Tingkat urbanisasi berpengaruh negatif terhadap fertilitas.
5 Rujiman dan Iskandar Muda
Determinan Fertilitas di Negara-Negara Berkembang (Wawasan Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, USU, Medan 2007)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Angka Kematian Bayi, Umur Harapan Hidup, Tingkat Urbanisasi, Wanita Kawin Pengguna Alat Kontrasepsi dan Pendapatan Berpengaruh Terhadap Fertilitas
Penelitian ini menggunakan data sekunder publikasi World Bank, yaitu World Population Data Sheet 2004. Jumlah negara-negara yang diamati adalah 96 negara. Metode analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dengan menggunakan alat uji software E-Views 5
Hasil temuan menunjukkan, Angka kematian bayi berpengaruh positif dan signifikan terhadap fertilitas. Penggunaan alat kontrasepsi bagi wanita kawin umur 15-49 tahun berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat fertilitas dengan tingkat kepercayaan 99 persen. Sementara, umur harapan hidup, tingkat urbanisasi dan pendapatan per kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap fertilitas.
6 Abdiyanto Transformasi Ekonomi Di Propinsi Sumatera
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya transformasi ekonomi di Sumatera
Analisis penelitian menggunakan aplikasi model teori transformasi struktural ekonomi dalam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transformasi ekonomi di Sumatera utara terjadi pada tahun 1983 di mana kontribusi sektor jasa lebih besar dari
Universitas Sumatera Utara
No Nama Judul Permasalahan Tujuan Kesimpulan Utara (Thesis Program Pascasarjana USU, Medan, 2003)
Utara. pengaruh pendapatan per kapita dan jumlah penduduk terhadap transformasi sektor pertanian, industri dan jasa di Sumatera Utara.
double logaritma natural yang diproses melalui pendekatan Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan data sekunder. Runtut waktu penelitian adalah dari tahun 1969 sampai dengan tahun 2001. Program yang digunakan adalah SPSS versi 11.0.5.
sektor pertanian, dan pada tahun 1993 transformasi ekonomi kembali terjadi, di mana sektor industri telah memberikan kontribusi yang lebih besar dibanding pertanian terhadap total PDRB. Pada tahun 1998 akibat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, struktur ekonomi kembali bergeser, di mana sumbangan sektor pertanian sudah lebih besar dari sektor industri.
7 Adriani Fitriani Sitorus
Analisis Kesempatan Kerja Dan Transformasi Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian di Sumatera Utara (Thesis Sekolah Pascasarjana Universitas
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh upah dan PDRB terhadap kesempatan kerja di sektor pertanian ke sektor non pertanian di Sumatera Utara pada periode 1985-2005.
Data yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), upah, dan jumlah tenaga kerja yang bekerja periode 1985-2005. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode ordinary least square (OLS) dan analisis shift
Hasil uji metode OLS menunjukkan bahwa variabel upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesempatan kerja di sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa. Sedangkan variabel PDRB berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di pertanian, sektor industri dan sektor jasa. Hasil analisis shift share dengan metode proportionl share menunjukkan bahwa kesempatan kerja di sektor industri dan jasa di Provinsi Sumatera Utara tumbuh lebih cepat dibanding kesempatan kerja di sektor yang sama
Universitas Sumatera Utara
No Nama Judul Permasalahan Tujuan Kesimpulan Sumatera Utara, Medan, 2007)
share. secara nasional. Hasil analisis dengan metode differential shift menunjukkan bahwa transformasi tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara berjalan lambat.
8 Sri Harijati Hatmadji
The Impact of Family Planning on Fertility in Java (Thesis, Department of Demography, Australian National University, 1990)
Tujuan Penelitian, 1. Mengevaluasi
efesiensi pelaksanaan program keluarga berencana di pulau Jawa
2. Menguji kontribusi keluarga berencana terhadap perubahan fertilitas di Jawa.
Thesis ini mempergunakan dua pendekatan berbeda, yaitu dengan sumber data kuantitatif dan kualititatif. Dalam studi ini dipergunakan data sensus penduduk dan survey penduduk. Untuk pendekatan kuantitatif digunakan dua teknik analisis yaitu regresi ganda dan path analysis. Hasil interviu di desa-desa lima kabupaten terpilih dipakai sebagai data kualitatif.
Hasil temuan, Angka kematian bayi berpengaruh signifikan terhadap penurunan fertilitas Proporsi wanita berusia 20-24 tahun yang tidak kawin berpengaruh secara signifikan menurunkan tingkat fertilitas hanya di daerah yang tingkat fertilitasnya rendah. Upaya program keluarga berencana pemerintah berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan fertilitas.
9 Sri Moerti ningsih Adioetomo dan Merry Sri
Kontribusi Program KB Terhadap Penurunan Fertilitas
Penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan “faktor-faktor apa yang menyebabkan penurunan TFR yang sangat
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analsisis deskriptif
Penurunan TFR dari 5,6 anak pada awal tahun 1970-an menjadi 2,3 anak pada akhir 1990-an, besar kemungkinan merupakan sumbangan dari peningkatan persentase
Universitas Sumatera Utara
No Nama Judul Permasalahan Tujuan Kesimpulan Widyanti Sarwiono
Indonesia (1970-2000), (Warta Demografi, LDFEUI, Jakarta, 2009)
signifikan?” Dan “apakah yang menyebabkan angka kelahiran stagnan tidak mengalami perubahan setelah tahun 2000?”.
perempuan memakai alat kontrasepsi. Angka prevalensi ber-KB berhasil ditingkatkan dari 26 persen pada tahun 1980 menjadi 57 persen pada SDKI 1997 dan 60,3 persen pada SDKI 2002-2003. Melemahnya pelayanan KB sejak tahun 2000, menyebabkan TFR menjadi stagnan.
Universitas Sumatera Utara