21
Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit (terutama minyak sawit) mempunyai peran yang cukup strategis. Pertama, minyak sawit merupakan bahan utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinu ikut menjaga kestabilan harga minyak goreng. Ini penting, sebab minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat sehingga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kedua, sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditas ini memiliki prospek yang baik sebagai sumber perolehan devisa maupun pajak. Ketiga, dalam proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan kelapa sawit di Indonesia sebagai suatu komoditas perkebunan selalu dilakukan oleh perkebunan besar yang dimiliki baik oleh pemerintah dalam bentuk Perkebunan Besar Negara (PBN) maupun oleh perusahaan swasta dalam bentuk Perkebunan Besar Swasta (PBS). Pada masa kolonial Belanda, perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta asing. Ada beberapa alasan, mengapa perkebunan kelapa sawit tidak muncul dikalangan masyarakat petani. Salah satu alasan yang penting adalah karena membangun perkebunan kelapa sawit membutuhkan sumber daya modal yang besar dan teknologi yang

teori tentang industri kelapa sawit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

latar belakang dan hal hal yang berkaitan dengan industri kelapa sawit

Citation preview

Page 1: teori tentang industri kelapa sawit

Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit (terutama minyak sawit)

mempunyai peran yang cukup strategis. Pertama, minyak sawit merupakan bahan utama

minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinu ikut menjaga kestabilan harga minyak

goreng. Ini penting, sebab minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan

pokok kebutuhan masyarakat sehingga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat. Kedua, sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas,

komoditas ini memiliki prospek yang baik sebagai sumber perolehan devisa maupun

pajak. Ketiga, dalam proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan

kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan kelapa sawit di Indonesia sebagai suatu komoditas perkebunan

selalu dilakukan oleh perkebunan besar yang dimiliki baik oleh pemerintah dalam bentuk

Perkebunan Besar Negara (PBN) maupun oleh perusahaan swasta dalam bentuk

Perkebunan Besar Swasta (PBS). Pada masa kolonial Belanda, perkebunan kelapa sawit

yang ada di Indonesia seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta asing. Ada beberapa

alasan, mengapa perkebunan kelapa sawit tidak muncul dikalangan masyarakat petani.

Salah satu alasan yang penting adalah karena membangun perkebunan kelapa sawit

membutuhkan sumber daya modal yang besar dan teknologi yang mahal. Sampai saat ini

belum ditemukan suatu teknologi yang sederhana yang bisa digunakan oleh petani untuk

memproses buah kelapa sawit menjadi minyak sawit yang siap untuk dipasarkan oleh

petani.

Kelapa menjadi salah satu hasil pertanian yang mengalami pengolahan lebih lanjut

yang diharapkan mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi bila dibandingkan

jika kelapa itu hanya dijual dalam bentuk buah saja. Pengolahan buah kelapa yang sering

dilakukan oleh pengusaha sebelum dikenal kembali pengolahan minyak kelapa murni

adalah pengolahan buah kelapa menjadi kopra.

Pengolahan kopra yang menggunakan buah kelapa sebanyak 5 butir mampu

menghasilkan 1 kg kopra. Menurut Rendengan (2004), harga jual kopra pernah mencapai

Rp 4.000,00/kg pada tahun 1998 namun harga jual turun pada tahun 2000 menjadi Rp

Page 2: teori tentang industri kelapa sawit

850,00/kg sedangkan pada pertengahan tahun 2003 mulai meningkat namun tidak

kembali ke posisi semula yaitu Rp 1.700,00/kg. Dengan menurunnya harga jual kopra

membuat para pengusaha mulai berpikir kreatif dalam mengolah buah kelapa baik yang

berasal dari usaha taninya maupun yang diperoleh dari pembelian. Pada akhirnya

pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa murni atau sering disebut VCO (Virgin

Coconut Oil) kembali dilirik, 1 liter VCO dapat dihasilkan dengan mengolah 10 – 15

butir kelapa.

Permintaan dan Penawaran Minyak Kelapa

Industri yang menggunakan bahan baku minyak kelapa baik dari bahan olahan

kopra atau kelapa segar adalah industri minyak goreng, minyak kelapa dimurnikan,

desicated coconut, makanan dan minuman lainnya. Pada tahun 2001, total produksi

minyak kelapa Indonesia adalah 693,8 ribu metrik ton. Sebagian besar, yaitu 395,02 ribu

metrik ton diekspor ke luar negeri sehingga total penawaran domestik adalah 278,82 ribu

metrik ton. Permintaan berasal dari industri makanan sebesar 215 ribu metrik ton dan

penggunaan lainnya sebesar 63,82 ribu metrik ton. Dengan penawaran dan permintaan

seperti itu, kebutuhan domestik masih belum tercukupi sebesar 20 ribu metrik ton.

Konsumsi minyak kelapa domestik rata-rata per kapita tahun 1996, menurut data BPS

adalah 0,1 liter per minggu. Konsumsi ini paling tinggi diantara konsumsi minyak dan

lemak lainnya yang berkisar pada rata-rata 0 - 0,095 perkapita. Pada tahun 2003 pola

konsumsi minyak dan lemak tidak jauh berubah, di mana konsumsi minyak kelapa masih

cukup tinggi yaitu 0.1 liter per minggu sementara konsumsi minyak lainnya juga antara 0

- 0.01 liter per minggu (BPS, 2003).

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa permintaan minyak

kelapa Indonesia juga berasal dari luar negeri. Perkembangan permintaan tersebut sangat

dipengaruhi oleh konsumsi minyak kelapa dunia. Pada tahun 2001, konsumsi minyak

kelapa dunia mencapai 3.366 ribu metrik ton. Konsumsi minyak kelapa tertinggi berasal

dari negara-negara Eropa Barat, yaitu 570 ribu metrik ton (20,3%), USA 467 ribu metrik

ton (16,6%), India 451 ribu metrik ton (16,1%), Philipina 289 ribu metrik ton (10,3%),

Page 3: teori tentang industri kelapa sawit

Indonesia 228 ribu metrik ton (8,1%), Mexico 123 ribu metrik ton (4,4%) dan negara

lainnya 677 ribu metrik ton (24,2%).

Persaingan dan Peluang

Pada umumnya, minyak kelapa yang diproduksi oleh industri kecil dijual dalam

bentuk minyak curah. Persaingan pada usaha ini berasal dari penjualan minyak goreng

perusahaan-perusahaan besar yang mempunyai merek dagang tertentu yang berasal dari

minyak kelapa sendiri ataupun minyak kelapa sawit namun dijual dalam bentuk minyak

curah. Mayoritas persaingan yang terdapat di daerah survei datang dari minyak kelapa

yang bermerek. Persaingan dapat diidentifikasi dari: harga, jenis dan mutu, dan

penyediaan input.

Meskipun demikian peluang usaha untuk usaha kecil masih tetap baik di daerah

survei. Hal ini disebabkan oleh beberapa sebab:

a) semakin langkanya minyak kelapa tradisional akan tetapi permintaan terhadap

minyak kelapa ini cenderung meningkat;

b) kecenderungan preferensi konsumen yang semakin tinggi terhadap minyak goreng

yang bebas dari bahan pengawet; dan

c) masih tingginya permintaan yang datang dari luar daerah maupun permintaan dari

luar negeri 

Peningkatan produksi kelapa telah mendorong peningkatan volume dan nilai

ekspor minyak kelapa. Devisa negara yang diperoleh dari ekspor produk kelapa mencapai

US$ 320 juta pada tahun 2000 sedangkan perkembangan volume dan nilai ekspor-impor

minyak kelapa dari tahun 1968 – 2002.

Perkembangan volume dan nilai ekspor berfluktuasi yang sangat dipengaruhi oleh

kebutuhan dalam negeri yang cenderung meningkat dan harga di pasar internasional.

Pada tahun 1968, nilai ekspor minyak kelapa Indonesia hanya mencapai US$ 3,2 juta

atau 174,2 metrik ton. Ekspor minyak kelapa Indonesia mencapai puncaknya pada tahun

1997 yang mencapai 6,4 ribu metrik ton dengan nilai US$ 401,65 juta. Sementara itu,

pada tahun 2000, ekspor minyak kelapa mencapai 7,3 ribu metrik ton dengan nilai US$

Page 4: teori tentang industri kelapa sawit

319,67 juta. Tujuan ekspor utama minyak kelapa Indonesia adalah ke Amerika Serikat,

Eropa Barat, Irlandia, Singapura, Malaysia, Bangladesh, India, Srilanka, China, Taiwan,

dan Korea Selatan.

RESIKO ASPEK KEUANGAN

            Didalam perusahaan, resiko dalam aspek keuangan cukup tinggi. Pada bagian ini

resiko keuangan yang akan dipaparkan adalah mengenai :

Biaya produksi yang berlebihan, biaya produksi yang tinggi akan mengakibatkan

harga jual produk yang tinggi pula, sehingga produk akan sulit bersaing di pasar.

Cara pengurangan biaya dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya, melalui

efisiensi dan otomatisasi. Efisiensi yang ditingkatkan dapat mengurangi biaya-

biaya, tetapi hal ini memerlukan perencanaan yang baik. Otomatisasi merupakan

salah satu jalan keuar untuk mengurangi biaya produksi, yaitu dengan

mengantikan peran manusia dengan mesin.

Biaya overheads yang tinggi, bagi perusahaan berskala besar, biasanya biaya per

unit produk yang dihasilkan lebih rendah dari perusahaan yang lebih kecil, hal ini

karena misalnya pangsa pasar yang dimiliki lebih besar. Bagi industry VCO yang

ada di Kabupaten Nias sendiri juga pasti mengalami hal yang sama. Oleh karena

itu, pemotongan biaya perlu dilakukan, tetapi hendaknya diprioritaskan pada biaya

kegiatan-kegiatan yang tidak signifikan untuk menghasilkan penjualan walaupun

tidak mudah melakukannya.

Utang yang berlebih juga menjadi factor utama penyebab suatu perusahaan

mengalami kabangkrutan, hal ini disebabkan karena kurangnya control pada

manajemen keuangannya. Oleh karena itu, kiranya setiap perusahaan khususnya

Industri VCO di Kabupaten Nias perlu mengendalikan uatang-utang agar terhindar

dari kebangkrutan usaha.

Pinjaman yang berlebihan, disebabkan oleh ketergesaan manajemen seperti

investasi yang berlebihan, diversivikasi yang lemah dan investasi pada saat yang

tidak tepat. Dan factor ketidakaktifan manajemen seperti kegagalan dalam

Page 5: teori tentang industri kelapa sawit

merespon periode jatuhnya penjualan, kegagalan mencegah jatuhnya penjualan

pada lokasi pasar yang ditentukan, dan harga barang terlalu tinggi. Serta factor

kenaikan nilai bunga seperti nilai utang yang harus dibayarkan ternyata lebih

tinggi, dan kebutuhan akan modal kerja yang juga lebih besar.

RESIKO ASPEK PEMASARAN

            Kegagalan pemasaran tidak lepas dari banyak permasalahan yang ada, seperti :

kebijakan pemerintah, perubahan permintaan di pasar, perang harga, pemalsuan,

performance produk yang rendah, promosi yang kurang baik, kesalahan dalam merek,

kegagalan dalam mengembangkan produk baru, dan masalah distribusi.

Masalah kebijakan pemerintah seperti kenaikan pajak akan mengakibatkan

naiknya pajak kekayaan atau akan terjadi inflasi yang menyebabkan turunnya

permintaan, peraturan pemerintah yang berdampak pada meningkatnya biaya perusahaan.

Masalah perubahan permintaan di pasar, produk yang mempunyai daur hidup produk

yang pendek sangat sulit untuk dapat bertahan lama. Produk yang tidak memenuhi

standar yang diubutuhkan oleh pasar juga merupakan factor penyebab suatu perusahaan

mengalami kegagalan dalam menjalankan usahanya.

Masalah perang harga dapat terjadi antar produsen suatu produk sejenis oleh

beberapa sebab seperti dampak dari kapasitas produk, dan kegiatan inovasi yang rendah

di pasar serta pasar oligopoly. Pemalsuan atas merek produk merupakan ancaman bagi

perusahaan, selain akan mengurangi pendapatan, juga akan mengurangiu reputasi

perusahaan karena biasanya kualitas dari barang yang menggunakan merek palsu tersebut

tidak sebaik yang aslinya. Performance produk yang rendah akan menghambat proses

promosi produk tersebut. Ini sangat berbahaya karena konsumen hanya akan membeli

produk yang dapat memuaskan kebutuhannya, sehingga hanya produk dengan kinerja

terbaik saja yang akan menjadi pemimpin pasar.

Promosi hendaknya dilakukan secara berencana dan continyu agar efektif sesuai

dengan sasaran yang ingin dicapai. Perlu diingat bahwa konsumen potensial agar mau

melakukan action pembelian peerlu mendapat informasi, sedangkan konsumen yang telah

Page 6: teori tentang industri kelapa sawit

melakukan pembelian perlu terus dibina agar melakukan pembelian ulang atau mereka

dapat menjadi pemasar tidak langsung oleh karena kepuasan yang mereka terima

diinformasikan kepada orang lain. Setiap produk baru yang akan diluncurkan hendaknya

bagian riset dan pengembanga poerusahaan telah mantap dengan rancangan produk

barunya, sehingga kelak produk baru ini dapat diterima konsumen.

           

RESIKO ASPEK PRODUKSI

            Didalam proses produksi/operasi produk barang dan jasa khususnya produk

minyak inti kelapa atau yang lebih dikenal dengan VCO cukup banyak resiko yang perlu

diantisipasai. Resiko-resiko tersebut yaitu mengenai :

Masalah pemasok, resiko terjadi apabila perusahaan mengunakan pemasok yang

ternyata tidak memenuhi komitmen yang sudah disepakati, misalnya komponen-

komponen yang dibutuhkan ternyata terlambat dikirim atau rusak.

Kerusakan kualitas produk, misalnya kualitas dan kuantitas barang yang tidak

sesuai, misalnya ada barang yang hilang dan mutu produk yang rendah serta

karena barang ditawarkan di pasar adalah produk-produk yang tidak aman

dikonsumsi. Produsen harus sadar bahwa akan muncul resiko yang disebabkan

oleh produknya. Jadi harus sanggup mengidentifikasikan produk yang rusak atau

yang tidak aman juga sanggup untuk menarik kembali produk tersebut dari pasar

jika diperlukan.

Berkurangnya daya saing, resiko karena berkurangnya daya saing produk dengan

produk sejenis di pasar, misalnya karena desain yang dibuat dengan  teknologi

yang sudah tertinggal.

A. Perkebunan Kelapa Sawit

Secara garis besar ada tiga bentuk utama usaha perkebunan, yaitu perkebunan

rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Bentuk lain yang relatif

baru, yaitu bentuk perusahaan inti rakyat (PIR), yang pola dasarnya merupakan bentuk

Page 7: teori tentang industri kelapa sawit

gabungan antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar negara atau perkebunan

besar swasta, dengan tata hubungan yang bersifat khusus.

Produktivitas perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh kelas lahan, tanaman, umur dan

jenis bibit yang digunakan. Lubis (1992) membedakan kelas lahan pengembangan kelapa

sawit ke dalam empat kelas dengan produktivitas rata-rata untuk kelas I, II, III dan IV

pada umur 4 – 25 tahun berturut-turut sebesar 25,10 ton TBS/ha/tahun; 22,95 ton

TBS/ha/tahun; 20,86 ton TBS/ha/tahun; dan 17,71 ton TBS/ha/tahun. Untuk semua kelas

lahan, produktivitas meningkat antara umur 15 hingga 21 tahun dan memasuki masa tua

pada umur 22 tahun. Berdasarkan data tersebut maka tanaman kelapa sawit digolongkan

ke dalam dua kelompok yaitu :

a. Tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman berumur 1-3 tahun.

b. Tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman berumur 4 – 25 tahun.

Tanaman remaja menghasilkan (TRM) berumur 4 – 8 tahun.

Tanaman dewasa menghasilkan I (TDM I) berumur 9 – 14 tahun.

Tanaman dewasa menghasilkan II (TDM II) berumur 15 – 21 tahun.

Tanaman tua menghasilkan (TTM) berumur 20 – 25 tahun.

Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia,

baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan minyak

nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada tahun 2007. Mencapai Rp 8,97

miliar Dolar Amerika Serikat, nilai tersebut meningkat 39,5% persen menjadi senilai

12,38 Dolar Amerika Serikat pada tahun 2008 (Departemen Pertanian, 2009). Saat ini,

Indonesia merupakan negara produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar dunia setelah

menggeser dominasi Malaysia sejak tahun 2006

Page 8: teori tentang industri kelapa sawit

Sumber : MPOB dan Dirjenbun (2009)

B. Studi Kelayakan Proyek

Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan

akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit. Proyek

merupakan elemen operasional yang paling kecil yang disiapkan dan dilaksanakan

sebagai suatu kesatuan yang terpisah dalam suatu perencanaan menyeluruh perusahaan,

perencanaan nasional atau programpembangunan pertanian. Berdasarkan definisi tersebut

maka proyek dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang mengeluarkan biaya untuk

mendapatkan manfaat.

Kasmir (2003) menyimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan adalah suatu

kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau

bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha dijalankan.

Umar (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang

layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untukjangka waktu tertentu.

Pemilihan proyek sebagian didasarkan kepada indikator, nilai dan hasilnya.

Manfaat suatu proyek didefenisikan sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan.

Sedangkan biaya suatu proyek merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan.

Paling tidak ada lima tujuan mengapa sebelum proyek dijalankan perlu dilakukan studi

kelayakan (Kasmir,2003) yaitu: (1) menghindari resiko, (2) memudahkan perencanaan,

(3) memudahkan pelaksanaan pekerjaan, (4) memudahkan pengawasan, dan

(5)memudahkan pengendalian.

Page 9: teori tentang industri kelapa sawit

C. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan

Dalam menganalisis dan merencanakan suatu proyek harus mempertimbangkan

banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang dapat

diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Masing-masing aspek saling

berhubungan dan saling mempengaruhi dengan yang lainnya. Aspek-aspek tersebut

terdiri dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek

pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Pada penelitian ini aspek yang

dipertimbangkan dan dianalisis yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-

organisasi-manajerial, aspek finansial, dan aspek sosial/lingkungan. Urutan penilaian

aspek mana yang harus didahulukan tergantung dari kesiapan penilai dan kelengkapan

data yang yang ada. Tentu saja dalam hal ini dengan mempertimbangkan prioritas mana

yang harus didahulukan lebih dahulu dan mana yang berikutnya.

D. Analisis Sensitivitas

Salah satu keuntungan analisis proyek secara finansial ataupun ekonomi yang

dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui atau

diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal di luar jangkauan asumsi

yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Analisis sensitivitas adalah meneliti kembali

suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan

yang berubah-ubah. Yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau sensitivitas adalah

suatu teknis analisis untuk menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas

penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan

perkiraan yang di buat dalam perencanaan.

Selain itu proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada

keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama

yang sensitif yaitu: (1) harga, (2) keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, dan (4)

hasil. Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching

value), dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sehingga

Page 10: teori tentang industri kelapa sawit

dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar

NPV sama dengan nol.

E. Arus Kas (Cash Flow)

Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu

peride tertentu. Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima (cash in) dan

biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian

rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan

datang (Kasmir,2003). Cash flow mempunyai tiga komponen utama yaitu Initial Cash

flow yang berhubungan dengan pengeluaran investasi, Operasional cash flow berkaitan

dengan operasional usaha dan Terminal cash flow berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang

dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi

Penilaian kelayakan proyek/ perbandingan costs dan benefits dimungkinkan,

karena seluruh items input dan output ditransformasi ke nilai rupiah. Hasil identifikasi

costs dan benefit dirangkumkan dalam proyeksi Cash Flow. Cash Flow ini digunakan

dalam evaluasi financial melalui analisis investment criteria, seperti NPV, Net B/C, dan

IRR.

a) Net Present Value (NPV)

NPV merupakan selisih antara nilai sekarang (present value benefit) dan nilai

biaya sekarang (present value cost) selama umur proyek dengan tingkat bunga

tertentu.

NPV =∑t=1

nBt−Ct(1+i)t

Dimana :

Bt = Manfaat tahun pada proyek t

Ct = Biaya Proyek pada tahun t

n = Umur Ekonomis Proyek

i = Tingkat bunga

Page 11: teori tentang industri kelapa sawit

t = Tahun

Dari perhitungan tersebut, apabila diperoleh:

NPV > 0, maka proyek layak diteruskan

NPV < 0, maka proyek tak layak diteruskan

NPV = 0, maka proyek akan mengembalikan tepat sebesar tingkat bunga

yang sedang berlaku

b) Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan antara manfaat dan biaya, pada awalnya biaya

lebih besar daripada benefit sehingga Bt-Ct negatif, kemudian pada tahun-tahun

berikutnya benefit lebih besar dari biaya sehingga Bt-Ct positif. Jadi Net B/C

merupakan perbandingan antara jumlah present value Bt-Ct yang positif dengan

jumlah present value Bt- Ct yang negatif dengan persamaan sebagai berikut:

NetB /C=∑t=1

nBt−Ct(1+i )t

(Bt−Ct>0)

∑t=1

nBt−Ct

(1+i )t(Bt−Ct<0)

Dari perhitungan tersebut apabila diperoleh:

Net B/C Ratio >1, maka proyek layak diteruskan.

Net B/C Ratio < 1, maka proyek tidak layak diteruskan.

Net B/C Ratio = 1, maka proyek akan cukup menutupi biaya dan investasi

selama umur proyek

c) Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai discount i yang membuat NPV daripada proyek = 0. Besarnya

IRR diketahui dengan rumus:

IRR=i + { NPV ' } over { NP { V } ^ { ' } −NPV ' ' } ¿

Page 12: teori tentang industri kelapa sawit

Dimana:

IRR = Tingkat keuntungan internal

NPV’ = Nilai Rp pada tingkat bunga terendah dengan NPV positif

NPV” = Nilai Rp pada tingkat bunga tertinggi dengan NPV negatif

i’ = Tingkat bunga terendah yang memberikan nilai NPV positif

i” = Tingkat bunga tertinggi yang memberikan nilai NPV negatif

Dari perhitungan IRR apabila diperoleh:

IRR > i, maka NPV > 0, maka proyek layak diteruskan.

IRR < i, maka NPV < 0, maka proyek tidak layak diteruskan.

IRR = i, maka NPV = 0, maka proyek akan cukup menutupi seluruh biaya

dengan tingkat bunga yang sedang berlaku

d) Payback Period (PBP)

Payback Period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu

investasi, yang digunakan untuk mengukur periode pengembalian modal. Dasar

yang digunakan untuk perhitungan adalah aliran kas (Net Cashflow). Semakin

kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat pengembalian

investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk dilaksanakan. Payback

period dapat dirumuskan sebagai berikut

P ayback Period= Nilai InvestasiManfaat Bersih Rata−rata

F. Kerangka Pemikiran Operasional

Industri hulu dan industri hilir kelapa sawit memiliki keterkaitan yang sangat erat

dalam perkembangan industri kelapa sawit. Di antara kedua industry tersebut terdapat

industri perantara yaitu pabrik kelapa sawit (PKS). Penelitian tentang analisis kelayakan

investasi pabrik kelapa sawit didasari oleh meningkatnya luas areal dan produksi

perkebunan kelapa sawit yang tidak dibarengi dengan penambahan jumlah pabrik kelapa

Page 13: teori tentang industri kelapa sawit

sawit. Lonjakan hasil produksi kebun kelapa sawit tidak dapat ditampung dengan baik

oleh pabrik kelapa sawit yang ada. Kondisi tersebut tentu saja tidak efisien bagi petani,

karena harus menambah biaya transportasi untuk mengangkut TBS ke pabrik pengolahan

yang jaraknya jauh dari areal perkebunan yang diusahakan. Berdasarkan kondisi tersebut

diperlukan pembangunan pabrik kelapa sawit untuk memaksimalkan potensi yang ada

secara optimal.

Sebelum pembangunan pabrik kelapa sawit maka diperlukan studi kelayakan

untuk menilai aspek-aspek yang terkait agar investasi yang dilakukan bisa memberikan

manfaat serta untuk menghindari resiko–resiko yang ditimbulkan oleh pembangunan

pabrik kelapa sawit. Studi kelayakan investasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif

dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi. Hasil perhitungan kriteria investasi

digunakan untuk menentukan layak atau tidak investasi pabrik kelapa sawit dilaksanakan.

Hasil analisis diharapkan dapat membantu dalam pengabilan keputusan untuk

pembangunan pabrik kelapa sawit.

Page 14: teori tentang industri kelapa sawit

Gambar : Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit