Upload
achmadlamo
View
175
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
BAB I
PENDAHULUAN
Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi
metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak
hanya diperlukan sebagai energi pada proses metabolisme tapi juga
sangat diperlukan oleh sel polimorfonuklear, proliferasi fibroblas, dan
deposisi kolagen.1 Pada proses penyembuhan luka suplai oksigen yang
cukup sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan.
Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan bentuk pengobatan
dimana penderita harus berada dalam ruangan bertekanan dan bernafas
dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar daripada
udara atmosfer normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini
dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam
ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang
kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan
lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan
sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut.1,2
Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya digunakan pada
penyakit dekompresi (Decompression Illness), yaitu suatu penyakit yang
dialami oleh penyelam dan pekerja tambang bawah tanah akibat
penurunan tekanan saat naik ke permukaan secara mendadak. Dari
berbagai penelitian terungkap bahwa oksigen hiperbarik mempunyai
manfaat lebih, tidak terbatas pada kasus-kasus penyelaman saja. Salah
satu contoh terapi oksigen hiperbarik yang berhasil yang akan dibahas
dalam referat ini ialah kegunaannya sebagai terapi penunjang / adjuvant
therapy dalam kasus fraktur tulang terbuka.
1 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka, terjadi proses hipoksia lokal yang diikuti
dengan iskemia jaringan hingga nekrosis ujung fragmen tulang yang
patah, serta disertai gangguan proses metabolik seluler sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi serta oksigenasi jaringan
lunak dan tulang.2,3
Terapi HBO akan menyebabkan tekanan oksigen pada jaringan
meningkat, sehingga difusi oksigen ke dalam sel akan meningkat pula.
Eritrosit menjadi lebih fleksibel, sehingga lebih mudah menyesuaikan
bentuk dengan dinding kapiler sekitar lesi yang telah rusak, sehingga
eritrosit tetap dapat masuk dan transportasi oksigen ke daerah fraktur
tetap terjaga. Oksigen yang larut tersebut juga akan masuk ke
ekstravaskuler dan ruang intraselluler dengan cara difusi dan kemudian
dapat dipergunakan oleh sel-sel yang mengalami hipoksia oleh karena
fraktur terbuka. Selanjutnya, metabolisme enzimatik di tingkat seluler
akan meningkat sehingga dapat menunjang proses osteogenesis.1,2,3
2 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
BAB II
FISIOLOGI DAN PERKEMBANGAN TULANG
II. 1 Struktur
Tulang pada anak-anak dan dewasa ada dua jenis: tulang
kompak atau kortikal, yang menyusun lapisan luar dari hampir
semua tulang dan merupakan 80% dari tulang tubuh; dan tulang
trabekular atau spongiosa di sebelah dalam tulang kortikal, yang
menyusun 20% sisa tulang tubuh. Tulang trabekular tersusun dari
spikula dengan rasio permukaan terhadap volume yang tinggi, dan
banyak sel yang duduk pada permukaan plate tersebut. Aktivitas
metabolismenya tinggi. Dalam tulang spongiosa, nutrien berdifusi
dari cairang ekstraseluler (CES) tulang ke dalam trabekula, tetapi
dalam tulang kompak, nutrien disediakan melalui kanalis Havers,
yang mengandung pembuluh darah. Di sekitar setiap kanalis Havers,
tersusun kolagen dalam lapis-lapis konsentrik, membentuk silinder-
silinder yang dinamakan osteon atau sistem Havers.4
3 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar II.2 Struktur Tulang
4 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar II.2 Tulang kompak dan tulang trabekular
Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang tersusun
oleh kristal-kristal mikroskopik fosfat kalsium, di dalam matriks
kolagen. Kolagen itu sendiri tersusun dalam tiga dimensi yang rumit.
Oleh karena tingginya kandungan kalsium dan fosfat, tulang berperan
penting dalam homeostasis kalsium. Tulang melindungi organ-organ
vital dan menunjang beban terhadap gaya tarik bumi. Tulang tua
secara konstan diserap dan dibentuk tulang baru, sehingga tulang
dapat berespons terhadap tekanan dan regangan yang
menimpanya. Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki
vaskularisasi yang baik, dengan aliran darah total 200-400 mL/menit
pada manusia dewasa.4,5
Protein dalam matriks tulang umumnya adalah kolagen tipe I,
yang juga merupakan protein struktural utama di tendon dan kulit.
Kolagen ini, kekuatannya sama dengan baja, tersusun oleh suatu
heliks tripel tiga polipeptida yang berikatan erat. Dua di antaranya
5 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
adalah polipeptida α1 yang identik, yang dikode oleh satu gen, dan
yang satunya adalah polipeptida α2 yang dikode oleh gen yang
berbeda. Kolagen merupakan suatu famili protein yang secara
struktural saling berkaitan dan berfungsi mempertahankan integritas
berbagai organ. 4
Untuk mempertahankan struktur tulang normal harus tersedia
protein dan mineral dalam jumlah yang adekuat. Kristal-kristal tulang
tersusun sebagian besar dari hidroksiapatit, yang memiliki rumus
umum Ca10(PO4)6(OH)2. Natrium dan sejumlah kecil magnesium serta
karbonat juga terdapat di tulang. Selain itu, sebagian mineral tulang
adalah kalsium fosfat amorf. 4
Sel-sel yang terutama berperan dalam pembentukan dan
resorpsi tulang adalah osteoblas dan osteoklas. Keduanya berasal
dari sumsum tulang. Osteoblas adalah sel-sel pembentuk tulang
yang berasal dari prekursor sel stroma di sumsum tulang. Sel-sel ini
mensekresikan sejumlah besar kolagen tipe I, protein matriks tulang
yang lain, dan fosfatase alkali. Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi
osteosit. 4,5
Osteoklas adalah sel multinukleus yang mengerosi dan
menyerap tulang yang sebelumnya telah terbentuk. Sel-sel ini berasal
dari stem sel hematopoietik melalui monosit. Sel-sel ini melekat ke
tulang melalui integrin di perluasan membran yang membentuk suatu
daerah yang terisolasi antara tulang dan bagian dari osteoklas.
II.2 Pertumbuhan Tulang
Tulang tengkorak dibentuk melalui osifikasi membran
(pembentukan tulang intramembranosa). Tulang-tulang panjang
mula-mula dibentuk modelnya dalam tulang rawan kemudian diubah
menjadi tulang melalui osifikasi yang berawal di diafisis
(pembentukan tulang enkondral).5
6 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar II.3 Osifikasi Primer dan Sekunder
Selama pertumbuhan terjadi pemisahan daerah-
daerah khusus di ujung-ujung setiap tulang panjang oleh
suatu plate tulang rawan yang aktif berproliferasi, yakni
epiphyseal plate . Lebar epiphyseal plate setara dengan
kecepatan pertumbuhan tulang. Lebar dipengaruhi oleh
jumlah hormon tetapi paling menonjol oleh hormon
pertumbuhan hipofisis dan insulin-like growth factor I (IGF-I).4,6
Pertumbuhan tulang linear dapat terjadi selama
epifisis terpisah dari metafisis, tetapi pertumbuhan ini
terhenti setelah epifisis menyatu dengan metafisis . Epifisis
dari berbagai tulang menutup dengan urutan yang teratur,
epifisis yang terakhir menutup setelah pubertas. 4
7 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar II.4 Struktur khas sebuah tulang panjang sebelum (kiri) dan
sesudah (kanan) penutupan epifisis4
II.3 Pembentukan & Resorpsi Tulang
Selama h idup, tu lang secara terus menerus
diresorpsi dan tulang baru dibentuk. Kalsium dalam tulang
mengalami pertukaran dengan kecepatan 100% per tahun pada
bayi dan 18% per tahun pada orang dewasa. Remodeling
tulang sebagian besar adalah proses lokal yang
berlangsung pada daerah kecil oleh populasi sel yang disebut
unit remodeling tulang. Mula-mula osteoklas menyerap
tulang, lalu osteoblas meletakkan tulang baru di daerah
yang sama. Siklus ini memerlukan waktu sekitar 100 hari.
Namun, juga terjadi penyimpangan modeling, yaitu bentuk
tulang berubah sewaktu tulang mengalami resorpsi di satu
lokasi dan deposisi di lokasi lain. Osteoklas menggali
terowongan kedalam tulang kortikal diikuti oleh osteoblas,
sedangkan di tulang trabekular remodeling tulang
berlangsung di permukaan trabekular. Pada kerangka
8 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
manusia setiap saat, secara bersamaan, sekitar 5% massa
tulang mengalami remodeling oleh sekitar 2 juta unit
remodeling tulang. Kecepatan pembaruan untuk tulang
adalah sekitar 4% per tahun untuk tulang kompak dan 20%
per tahun untuk tulang trabekular. Remodeling sebagian
berkaitan dengan stres dan regangan yang menimpa tulang
oleh gaya tarik bumi dan faktor lain serta diatur oleh
hormon-hormon dalam sirkulasi sistemik dan oleh faktor
pertumbuhan dan sitokin. Perkursor osteoblas mengeluarkan
faktor-faktor yang mempengaruh perkembangan osteoklas,
suatu pengamatan yang menunjukkan perlunya mem-
pertahankan suatu keseimbangan antara resorpsi dan
pembentukan.6,7
Rincian proses yang berperan dalam kalsifikasi
matriks tulang baru masih belum jelas walaupun telah
dilakukan penelitian intensif. Beberapa gen turut berperan,
dan perusakan salah satu dari gen ini pada tikus
menghasilkan hewan berkerangka kartilago tetapi tidak
terbentuk tulang dalam tubuhnya. Osteoblas menyekresikan
suatu fosfatase alkali yang menghidrolisis ester-ester fosfat.
Fosfat yang dibebaskan oleh hidrolisis ester meningkatkan
konsentrasi fosfat di sekitar osteoblas dan dapat menyebabkan
kalsium fosfat mengendap.
Beberapa protein tulang selain kolagen telah berhasil
diisolasi dan diidentifikasi. Protein-protein morfogenik tulang
(bone morphogenic protein) merangsang pertumbuhan
tulang, dan sekarang diketahui protein-protein tersebut me-
mainkan peranan penting dalam perkembangan sistem saraf
dan berbagai jaringan tubuh lain. Protein Gla
matriks/Matrix Gla Protein (MGP) dan protein Gla
9 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
tulang/Bone Gla Protein (BGP) keduanya mengandung sisa
asam glutamat γ -karboksilasi (Gla), dan karboksilasi γ
dikatalisasi oleh vitamin K. Sisa Gla mengikat Ca2+, tetapi
defisiensi vitamin K hanya menyebabkan abnormalitas
skeletal pada janin. Dua protein tambahan, yaitu osteonektin
dan osteopontin disintesa oleh osteoblas. Sintesa osteokalsin
dan osteopontin meningkat sejalan dengan dimulainya
kalsifikasi. Namun, fungsi yang sebenarnya dari semua protein
ini dalam tulang masih ditentukan.4,6
10 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
BAB III
BONE HEALING
Healing dari fraktur dibagi menjadi 2 tipe:8
Direct healing atau primer oleh remodeling internal
Yaitu hanya terjadi dengan stabilitas mutlak dan merupakan proses
biologis remodeling tulang osteonal.
Indirect healing atau sekunder oleh formasi kalus
Yaitu terjadi dengan stabilitas relatif (metode fiksasi fleksibel). Hal ini
sangat mirip dengan proses pembentukan tulang embriologis dan
meliputi baik pembentukan tulang intramembraneous dan
endochondral. Pada fraktur diaphyseal, akan ditandai dengan
pembentukan kalus.
Bone healing dibagi menjadi 4 tahap menurut AO, yakni
1. Inflamasi
Setelah fraktur terjadi, proses inflamasi akan terjadi secara cepat
dan bertahan hingga jaringan fibrosa, kartilago, atau formasi tulang
dimulai (1-7 hari post fraktur). Pada awalnya, terjadi pembentukan
hematom dan eksudat inflamatorik dari pembuluh darah yang
ruptur. Nekrosis tulang terlihat pada ujung fragmen fraktur. Cedera
pada jaringan lunak dan degranulasi dari trombosit akan
mengakibatkan dilepaskannya sitokin-sitokin yang memungkinkan
terjadinya respon inflamasi seperti vasodilatasi dan hyperemia,
migrasi dan proliferasi dari neutrofil polimorfonuklear, makrofag,
dan lain-lain. Di dalam hematom, terdapat jaringan fibrin, retikulin,
serta kolagen. Hematom dari fraktur akan digantikan oleh jaringan
granulasi secara gradual. Osteoklas akan melakukan removal
jaringan tulang nekrotik pada ujung fragmen.
11 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar III.1 Fase Inflamasi.8
2. Soft callus formation
Akhirnya, edema dan nyeri akan berkurang dan saat itulah
terbentuk soft callus. Hal ini terjadi saat fragmen tulang tidak lagi
dapat bergerak secara bebas, yakni 2–3 minggu post fraktur.
Gambar III.2. Fase Pembentukan soft callus. Terjadi penggantian
jaringan granulasi dalam kalus oleh jaringan fibrosa dan tulang
rawan, serta jaringan vaskuler yang baru ke dalam kalus kalsifikasi.
12 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Proses ini dimulai di perifer dan bergerak menuju ke pusat. 8
Di akhir tahap pembentukan soft callus, akan terjadi stabilitas yang
cukup untuk mencegah shortening, meskipun angulasi pada tempat
fraktur masih dapat terjadi. Tahap ini ditandai oleh tumbuhnya
kalus. Sel – sel progenitor pada cambial layer dari periosteum dan
endosteum distimulasi untuk membentuk osteoblast.
Pertumbuhan tulang intramembranosa terjadi jauh daripada fracture
gap, membentuk woven bone di periosteal, dan memenuhi kanal
intramedulla. Pertumbuhan dari kapiler-kapiler pembuluh darah ke
dalam kalus akan meningkatkan vaskularitas. Di dekat fracture gap,
sel-sel progenitor mesenkimal akan berproliferasi dan bermigrasi
melalui kalus, kemudian berdiferensiasi membentuk fibroblast dan
kondrosit, yang masing-masing memiliki matriks ekstraseluler yang
berbeda dan secara perlahan menggantikan hematom. 8
3. Pembentukan Hard callus
Saat ujung-ujung fraktur disatukan kembali oleh soft callus, maka
pembentukan hard callus dimulai dan bertahan hingga fragmen-
fragmen tersebut akhirnya disatukan oleh tulang yang baru (3–4
bulan).
Jaringan lunak yang terletak di dalam fracture gap kemudian
mengalami osifikasi endochondral dan kalus kemudian dikonversi
menjadi jaringan rigid yang mengalami kalsifikasi (woven bone).
Pertumbuhan kalus tulang terjadi pada bagian perifer dari tempat
fraktur, yakni tempat tegangan minimal. Sehingga pembentukan
hard callus dimulai dari perfier menuju ke sentral dari fraktur dan
fracture gap.
13 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar III.3 Gambaran kalus pada X-ray9
14 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar III.4. Fase hard callus. Konversi lengkap dari kalus menjadi
jaringan yang terkalsifikasi melalui osifikasi intramembranosa dan
endochondral.8
15 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
4. Remodeling
Fase remodeling dimulai saat fraktur telah menyatu oleh woven
bone. Woven bone secara perlahan akan digantikan oleh lamellar
bone melalui proses surface erosion dan osteonal remodeling.
Proses ini dapat berlangsung beberapa bulan hingga beberapa
tahun. Hal ini berlangsung sampai tulang telah benar-benar kembali
ke morfologi aslinya.
Gambar III.5 Fase remodeling. Konversi woven bone menjadi lamellar
bone melalui proses surface erosion dan osteonal remodeling. 8
Perbedaan proses healing antara tulang kortikal dan tulang
cancellous
Berbeda dengan penyembuhan sekunder dalam tulang cortical,
penyembuhan di tulang cancellous terjadi tanpa pembentukan kalus
eksternal yang signifikan. Setelah tahap inflamasi, pembentukan tulang
didominasi oleh osifikasi intramembranosa. Proses ini dikaitkan dengan
adanya potensi angiogenik tulang trabecular serta fiksasi yang digunakan
pada fraktur metaphyseal, dimana sebagian besar lebih stabil.
Mekanobiologi dari secondary fracture healing8
Gerakan Interfragmentary merangsang pembentukan kalus dan
mempercepat penyembuhan. Kalus yang matur akan menjadi lebih keras
dan mengurangi gerakan interfragmentary, sehingga kalus tulang keras
dapat terjadi.
16 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 3.5 Perren’s strain theory.
Pada tahap awal penyembuhan, terutama ketika sudah terdapat jaringan
lunak, fraktur mentolerir deformasi yang lebih besar atau regangan
jaringan yang lebih tinggi daripada di tahap ketika kalus berisi jaringan
kalsifikasi. Cara di mana faktor mekanik mempengaruhi penyembuhan
fraktur dijelaskan oleh Perren’s strain theory.8
Tulang utuh memiliki toleransi strain normal 2%, sedangkan jaringan
granulasi memiliki toleransi strain 100%. Struktur tulang yang
menghubungkan kalus distal dan proksimal hanya dapat dipertahankan
bila strain lokal kurang dari yang dapat dapat ditolerir oleh woven bone.
Terbentuknya soft callus menghasilkan penurunan strain jaringan lokal ke
tingkat yang memungkinkan terjadinya bony bridging. Mekanisme
adaptasi ini tidak efektif apabila fracture gap sangat sempit sehingga
tidak memungkinkan adanya gerakan interfragmentary.
Adanya gerakan mekanis dari jaringan kalus memberikan stimuli biofisika
yang dapat ditangkap oleh sel-sel. Sel-sel ini akan meregulasi proliferasi,
fenotip yang muncul, apoptosis,dan aktivitas metabolik. Sinyal-sinyal
biofisika yang dihasilkan dan cara mereka berinteraksi untuk
menghasilkan respon biologis masih diteliti hingga saat ini.
Saat fraktur diberikan splint, gerakan antar fragmen-fragmen tulang
bergantung pada:
17 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Beban di luar/ amount of external loading
Kekakuan dari spling/stiffness of the splints
Kekakuan dari jaringan yang menjembatani fraktur/stiffness of the
tissues bridging the fracture.
Gambar 3.6 . Gaya deformasi yang sama menghasilkan regangan lebih di
lokasi patah tulang sederhana dari pada yang dari fraktur
multifragmenter.
Proses penyembuhan tulang bersifat multifaktorial (lihat tabel 3.1).10
Tabel 3.1Faktor yang Menghambat proses penyembuhan Tulang
Umur >40 tahun
Faktor komorbiditas (hipertensi, diabetes mellitus)
Penggunaan obat-obatan (Obat anti inflamasi non-steroid/NSAID, kortikosteroid)
Perokok
Nutrisi yang buruk
Fraktur terbuka dengan suplai darah yang buruk
Trauma multipel
Disertai Infeksi lokal
18 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
19 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
BAB IV
FRAKTUR
3.1 Definisi10,11
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma
langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
3.2 Klasifikasi Fraktur 10,11,12,13,14
Fraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara lain:
1. Klasifikasi Etiologis
Fraktur traumatik : Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur patologis : Terjadi karena kelemahan tulang
sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
Fraktur stress : Terjadi karena adanya trauma yang terus
menerus pada suatu tempat tertentu.
20 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
2. Klasifikasi Klinis
Fraktur tertutup (simple fracture)
Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam) atau from without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion,
delayed union, infeksi tulang.
Gambar IV.1. Klasifikasi klinis fraktur.14
21 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
3. Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
A. Lokalisasi
Diafisis
Metafisis
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
B. Konfigurasi
Fraktur transversal, garis patah tulang melintang sumbu
tulang (80-100o dari sumbu tulang)
Fraktur obliq, garis patah tulang melintang sumbu tulang
(<80o atau >100o dari sumbu tulang)
Fraktur spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau
lebih
Fraktur segmental
Fraktur kominutif (comminuted), fraktur lebih dari dua
fragmen
Fraktur kompresi, biasanya pada vertebrae karena trauma
kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo,
misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter
mayor, fraktur patella
Fraktur depresi, karena trauma langsung, misalnya pada
cranium
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst), dimana terjadi fragmen kecil yang
berpisah, misalnya pada fraktur vertebrae, patella, tallus,
kalkaneus
Fraktur epifisis
22 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
C. Menurut Extensi
Fraktur complete
Fraktur torus
Fraktur green stick
Gambar IV.2. Jenis-jenis bentuk fraktur.
D. Menurut hubungan antara fragmen satu dengan fragmen
lainnya16
Tidak bergeser (undisplaced)
Fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya.
Bergeser (displaced)
Fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya.
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:
23 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
o Shifted Sideways : menggeser ke samping tetapi
dekat
o Angulated : membentuk sudut tertentu
o Rotated : memutar
o Distracted : saling menjauh karena ada
interposisi
o Overriding : garis fraktur tumpang tindih
o Impacted : satu fragmen masuk ke
fragmen yang lain
Gambar IV.3. Jenis fraktur overriding dan distraction.
3.3 Diagnosis Fraktur15,16,17
3.3.1 Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik,
fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti
dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan
mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya
datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-
gejala lain.
24 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
3.3.2 Pemeriksaan fisik,18
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan
adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan.
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum
tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks,
panggul dan abdomen.
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
3.3.3 Pemeriksaan lokal18,19,20,21
1. Inspeksi (Look)
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur
terbuka, dasar luka, dan warna kulit
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi,
rotasi dan perpendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada
trauma pada organ-organ lain
2. Palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri.
Temperatur kulit
Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial
biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak
yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi: ditemukan secara “tidak sengaja” saat
gerak aktif maupun pasif
25 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
sesuai dengan anggota gerak yang terkena
Capillary Refill (pengisian) pada kuku, warna kulit
pada bagian distal daerah trauma
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf
secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan
neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah
untuk mengetahui adanya perbedaan panjang
tungkai
3. Pergerakan (Movement)
Dengan cara mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proximal dan distal dari daerah
yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur,
setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta extensi fraktur. Untuk
menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai
yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
26 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan
sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan
konfigurasi fragmen serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler
atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada
tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip
dua:17
Two views: proyeksi AP/AnteroPosterior dan Lateral,
karena proyeksi yang salah akan dapat memberikan
informasi yang salah, maka pemeriksaan radiologis
harus benar-benar AP dan lateral.
Two joints: terlihat dua sendi, pada bagian proksimal
dan distal fraktur.
Two limbs: dua anggota gerak sisi kanan dan kiri,
terutama pada fraktur epifisis.
Two injuries: biasanya pada multiple trauma yang
bisa melibatkan trauma di tempat lain dalam tubuh.
Two times: Pada fraktur tertentu misalnya fraktur
tulang skafoid, foto pertama biasanya tidak jelas
sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14
hari kemudian.
27 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
3.4 Penatalaksanaan Fraktur16,18,22,23,24
3.4.1 Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat
penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas
(airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah
dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa
lama sampai di RS, mengingat golden period 4-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan
lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.
Anamnesis menurut pedoman ATLS mengikuti akronim
AMPLE, yakni:25
A : Alergi
M : Medikasi yang dikonsumsi sebelum
kecelakaan
P : Past History / riwayat penyakit yang relevan
L : Last meal /makanan yang dikonsumsi sebelum
kecelakaan
E : Events related to the accident/ kejadian terkait
kecelakaan, termasuk keadaan alam, kecepatan
saat terjadinya kecelakaan, apa yang sebenarnya
terjadi?
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada
jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
3.4.2 Penatalaksanaan Kedaruratan 25,26,27
28 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Segera setelah cedera, biasanya pasien berada dalam
keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha
berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila dicurigai adanya
fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus
disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang
dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi
sekitar fraktur. Pembidaian yang baik sangat penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah
yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang baik, yang kemudian dibebat dengan
kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan
ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas
yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan
ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan
kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih
(steril) untuk mencegah kontaminasi ke jaringan yang lebih dalam.
Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada
fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai
yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh
29 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus
dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan
sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
30 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
3.4.3 Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip 4R (Chairudin Rasjad):
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction : reduksi
3. Retention : immobilisasi
4. Rehabilitation : mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal
mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi
fraktur. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus
diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi.
Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan
stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien
stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah
imobilisasi dengan menggunakan gips atau terapi operatif dengan
Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) maupun Open
Reduction and External Fixation (OREF).
Enam prinsip umum dalam penatalaksanaan fraktur antara lain:18
1. Jangan perberat kondisi penderita/Do no harm
Tidak jarang kasus yang berkaitan dengan fraktur serta
komplikasinya berkaitan dengan tatalaksana dari fraktur itu
sendiri(iatrogenik). Pencegahan terjadinya kasus-kasus
iatrogenik ini ialah dengan mengikuti prosedur dan prinsip
penanganan fraktur secara tepat, antara lain:
Tidak mengakibatkan cedera lebih lanjut terhadap
jaringan lunak pada saat pertolongan pertama atau
saat transportasi pasien ke rumah sakit
Tidak memberi cedera pada pembuluh darah, saraf,
dan kulit akibat pemasangan gips yang tidak tepat
atau pemasangan traksi yang berlebihan
31 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Tidak membuka port d’ entrée infeksi pada lokasi
fraktur atau pada aplikasi ORIF atau tindakan
debridemen yang tidak adekuat
2. Tatalaksana berdasarkan diagnosis yang akurat dan
prognosis/ Base treatment on an accurate diagnosis and
prognosis
Dalam memperoleh diagnosis yang tepat, informasi-
informasi penting berkaitan dengan pasien harus diperoleh
sehingga dengan demikian dapat diambil kesimpulan
prognosis dari cedera yang terjadi. Selain itu, pemilihan
metode yang spesifik dari penanganan fraktur juga harus
berdasarkan prognosis yang telah diputuskan. Berikut ini
faktor-faktor yang penting dalam menilai prognosis:
Usia pasien
Lokasi dan konfigurasi fraktur
Jumlah initial displacement
Suplai darah pada fragmen fraktur
Pada umumnya apabila kalus external (periosteal) dapat
diharapkan, seperti pada fraktur shaft tanpa disrupsi
periosteal yang berlebihan, atau pada keadaan dimana
kombinasi kalus periosteal dan endosteal dapat
diharapkan, seperti pada fraktur metaphyseal yang
mengalami impaksi, maka reduksi yang sempurna serta
fiksasi yang rigid tidak diperlukan. Sebaliknya pada
keadaan dimana penyembuhan dapat terjadi dari kalus
endosteal saja, seperti pada fraktur neck of femur, dimana
periosteum tipis atau pada fraktur intra artikular dari
tulang-tulang yang kecil, seperti fraktur carpal scaphoid,
maka reduksi sempurna dan fiksasi rigid diperlukan.
Penentuan awal harus ditujukan kepada, apakah fraktur
tersebut memerlukan reduksi atau tidak, kemudian apabila
32 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
diperlukan, tipe apa yang terbaik, apakah open atau
closed. Kemudian penentuan kedua harus dipilih tipe
imobilisasi yang tepat, apakah eksternal atau internal.
3. Select treatment with specific aims
Tujuan yang spesifik dari tatalaksana fraktur secara umum
ialah :
Untuk menghilangkan nyeri
Tulang bukanlah komponen yang relatif sensitif.
Nyeri yang muncul justru berasal dari komponen
jaringan lunak, termasuk periosteum dan endosteum.
Nyeri akan diperburuk dengan pergerakan dari
fragmen-fragmen fraktur, spasme otot, serta edema
progresif pada ruang tertutup. Oleh karena itu, untuk
mengurangi nyeri tentunya pergerakan fragmen
harus dicegah dengan imobilisasi dan menghindari
pemasangan cast atau encircling bandage yang
terlalu ketat. Pada hari-hari pertama post fraktur
dapat diberikan analgesik
Untuk memperoleh posisi yang tepat dari fragmen-
fragmen fraktur dan mempertahankannya
Beberapa fraktur tidak terjadi displacement atau
displacement yang sangat minimal, sehingga tidak
dibutuhkan reduksi. Reduksi dibutuhkan untuk
memperoleh fungsi yang optimal, mencegah
timbulnya arthritis sendi, serta untuk memperoleh
bentuk klinis yang baik dari tempat terjadinya
cedera. Bentuk yang sempurna secara radiologis
tidak diperlukan, oleh karena bukan tampilan
radiologisnya lah yang diterapi, melainkan pasien itu
sendiri. Maintenans dari fragmen fraktur yang sudah
direduksi memerlukan adanya imobilisasi, yang dapat
33 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
diperoleh dari berbagai macam metode, antara lain
continous traction, plaster-of Paris, fiksasi eksternal,
dan fiksasi internal, tergantung dari derajat stabilitas
dan instabilitas dari reduksi yang dilakukan.
Untuk memungkinkan terjadinya union
Pada sebagian besar fraktur, union merupakan
proses alamiah yang akan terjadi seiring proses
penyembuhan, namun pada beberapa kasus fraktur
dimana terjadi robekan masif dari periosteum dan
jaringan lunak sekitarnya, atau pada kasus nekrosis
avaskular dari satu atau beberapa fragmen fraktur,
union harus difasilitasi dengan menggunakan
autogenous bone grafts pada awal proses
penyembuhan awal atau kemudian.
Untuk mengembalikan fungsi optimal dari bagian
tubuh yang mengalami cedera
Saat periode imobilisasi dari fraktur yang sedang
mengalami proses penyembuhan, atrofi otot harus
dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) dari
otot yang mengontrol lokasi cedera yang
diimobilisasi dan latihan aktif dinamik (isotonik) dari
otot-otot tubuh dan anggota gerak lainnya. Hal ini
untuk meningkatkan sirkulasi darah lokal, dan
memfasilitasi gerakan sendi yang normal dan fungsi
yang optimal dari anggota gerak yang cedera dan
anggota tubuh lainnya yang tidak cedera.
4. Cooperate with “Laws of Nature”
Terapi dari fraktur harus bersifat kooperatif terhadap
proses penyembuhan alamiah. Sebagai contoh proteksi
yang inadekuat dan imobilisasi, traksi yang berlebihan,
destruksi pembuluh darah intraoperatif, serta infeksi post
34 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
operatif dapat mengakibatkan terhambat bahkan gagalnya
proses penyembuhan.
5. Make treatment realistic and practical
Ada 3 pertanyaan utama sehubungan dalam memilih
metode terapi yang tepat, antara lain:
Tujuan spesifik apakah yang ingin dicapai dari
metode yang dipilih?
Apakah metode yang dipilih dapat menunjang
tujuan/target terapi spesifik yang telah dibuat?
Apakah metode dan tujuan terapi yang hendak
dicapai sebanding dengan hal lain yang harus pasien
tanggung, seperti resiko, biaya, serta waktu yang
harus ia habiskan di rumah sakit. Sebagai contoh,
pada fraktur intertrokanter femur pada orang lanjut
usia akan selalu terjadi union apabila diterapi baik
dengan continous traction dan prolonged
immobilization (bed rest) atau dengan ORIF dan early
mobilization. Untuk kasus seperti ini , bed rest dalam
jangka panjang di rumah sakit untuk orang lanjut usia
dianggap terlalu beresiko oleh karena dapat
mengakibatkan kejadian patologis serial yang
mengarah kepada penurunan kondisi pasien secara
umum, oleh karena itu, keputusan untuk dilakukan
operasi memiliki resiko yang lebih minimal dibanding
pilihan bed rest jangka panjang.
6. Select treatment as an Individual
Masing-masing kasus fraktur dapat menjadi permasalahan
yang sangat berbeda antar individu, sehubungan dengan
usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat kesehatan
pasien. Sebagai contoh, adanya malunion fraktur klavikula
yang terjadi pada seorang anak kecil bukanlah masalah
35 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
yang besar oleh karena tulang klavikula tersebut akan
mengalami remodeling seiring pertumbuhannya, atau pada
seorang buruh (karena penampilan fisik bukanlah hal
utama), namun dapat menjadi masalah besar jika individu
yang terkena berprofesi sebagai seorang model atau aktris.
Reduksi Tertutup diindikasikan untuk keadaan
berikut:
a. Fraktur tanpa pergeseran,
b. Fraktur yang stabil setelah reposisi/reduksi,
c. Fraktur pada anak-anak,
d. Cedera jaringan luka minimal,
e. Trauma berenergi rendah
Reduksi Terbuka diindikasikan untuk keadaan
berikut:
a. Kegagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup,
b. Fraktur yang tidak stabil,
c. Fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran dan
d. Fraktur yang mengalami pemendekan.
Tujuan pengobatan fraktur : 29,30
1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen ke posisi
anatomis
Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Terbuka :
Indikasi:
o Reposisi tertutup gagal
o Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
o Mobilisasi dini
o Fraktur multiple
o Fraktur Patologis
36 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
2. IMOBILISASI / FIKSASI31
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai
union.
Jenis Fiksasi :
Exernal
o Gips ( plester cast) imobilisasi relatif, diindikasikan
pada fraktur yang tidak terjadi displacement namun
tidak stabil. Contohnya pada fraktur tulang panjang
yang mengalami shifting sideways, namun tidak ada
angulasi dan rotasi yang signifikan dari fragmen
fraktur.
o Traksi
1) Traksi Gravitasi (misalnya U- Slab pada fraktur
humerus)
2) Traksi Kulit, bertujuan menarik otot dari jaringan
sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke
posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila
berlebihan kulit akan lepas.
3) Traksi Skeletal, contohnya K-wire, Steinmann pin
atau Denham pin.
37 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar IV.3 Kirschner wires ("K" wires) untuk
menstabilisasi fraktur distal radius
Komplikasi Traksi:
1. Gangguan sirkulasi darah Umumnya pada
penggunaan beban > 12 kg
2. Nerve palsy
3. Sindrom kompartemen
4. infeksi, contohnya:Pin track infection
Indikasi Open Reduction and External Fixation / OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur kominutif
5. Fraktur pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non union
8. Trauma multiple
38 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar IV.4. Fiksator eksternal pada unstable distal radial fracture
Gambar IV.5 . Fiksator eksternal
Internal / ORIF : K-wire, plating, screw, K-nail
39 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar IV.6 . ORIF(Open Reduction Intenal Fixation)
Gambar IV.7 . Fiksator internal – Plate and Screw dan
Intramedullary rod
40 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar IV.8 Fraktur patella yang distabilisasi dengan circalage
wire dan screws
41 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
3. UNION
Pada dewasa union dari kortikal ialah 3 bulan, cancellous 6
minggu, sedangkan pada anak-anak ialah separuh dari orang
dewasa 32
4. REHABILITASI
Intinya bertujuan mengembalikan aktivitas fungsional
semaksimal mungkin
3.5 Komplikasi Fraktur
a. Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh
darah (hematom, spasme arteri, dan kontusio), kerusakan
saraf, kerusakan otot, dan kerusakan organ dalam.28
2. Komplikasi sistemik – syok.
b. Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal
Yaitu sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit,
gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian
(arthritis), dan pada tulang (infeksi/osteomyelitis).
2. Komplikasi sistemik
Misalnya emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus,
delirium tremens.
c. Komplikasi Lanjut
1. Komplikasi pada persendian
Antara lain dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi
persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang
Yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed
union dan non union).
42 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Mal union adalah keadaan dimana tulang
menyambung dalam posisi tidak anatomis, bisa
sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan
angulasi, atau sembuh dengan rotasi.
43 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
a)
b)
Gambar IV.9 a) Metacarpal shaft malunion dengan
angulasi dorsal b) Gambaran X Ray pada pasien
yang sama (angulasi dorsal)
Delayed union adalah proses penyembuhan patah
tulang yang melebihi waktu yang diharapkan, hal ini
berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas
waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.
44 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar IV. 10 Delayed union pada fraktur scaphoid. Gambaran radiograf (A) menunjukkan fraktur dan
resorpsi pada waktu 5 bulan. T1-weighted (B) and fat-suppressed T2-weighted (C) MRI menunjukkan fraktur
tanpa adanya gambaran cairan synovial di antara fragmen.
Non union menurut Birnbaum adalah tidak adanya proses penyembuhan setelah 6 bulan 32
3. Komplikasi pada otot, misalnya miositis pasca trauma,
ruptur tendon lanjut.
45 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Gambar IV. 10
Nonunion pada tibia
pada radiografi
anteroposterior44
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
4. Komplikasi saraf, misalnya Tardy nerve palsy.
46 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
BAB V
FRAKTUR TERBUKA
5.1 Sejarah33
Konsep perawatan fraktur terbuka telah berkembang
dari pengalaman ahli bedah perang di era preasepsis. Di abad
yang lalu, tingkat kematian yang tinggi dari pasien-pasien
dengan patah tulang terbuka di tulang panjang seringkali
menyebabkan amputasi dini dalam rangka mencegah
kematian. Pada awal Perang Dunia I, angka kematian dari
fraktur femur terbuka masih lebih dari 70%. Di tahun 1939,
Trueta merekomendasikan "closed treatment of war
fractures". Yakni termasuk perawatan luka terbuka dan
penggunaan gips. Trueta juga sangat revolusioner dalam
pendekatan untuk menangani cedera jaringan lunak yang
berhubungan dengan fraktur terbuka. Berlawanan dengan
pendapat umum pada saat itu, ia yakin bahwa bahaya
terbesar infeksi berasal dari otot dan bukan dari tulang. Ia
merekomendasikan debridemen luka dengan eksisi jaringan
nekrotik. Metodenya dalam membiarkan luka tetap terbuka
bertahan sampai Perang Dunia II.
Pada tahun 1943, penggunaan penisilin di medan perang
dengan cepat mengurangi laju sepsis luka. Namun oleh
karena terlalu besarnya ketergantungan dan kepercayaan
pada efisiensi antibiotik, prosedur debridemen yang teliti pun
diabaikan. Hampton merekomendasikan penutupan antara
hari keempat dan ketujuh setelah cedera, tergantung dari
bersih tidaknya luka secara klinis.
47 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Kemajuan besar selama abad terakhir telah
memindahkan fokus dari pengelolaan cedera guna
mempertahankan hidup dan anggota gerak menjadi fokus
terhadap pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi.
Hingga saat ini, kasus fraktur terbuka yang masih memiliki
angka amputasi yang tinggi (>50%) ialah fraktur terbuka tibia
yang berhubungan dengan cedera vaskular.
5.2 Epidemiologi
Frekuensi dari fraktur terbuka bervariasi tergantung dari
faktor geografis dan sosioekonomis, populasi penduduk, dan
trauma yang terjadi. Dari data yang diambil dari Universitas
Gadjah Mada didapatkan insidensi fraktur terbuka sebesar 4%
dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 3,64 : 1 dan kelompok umur mayoritas dekade
dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik
tergolong tinggi.34 Sedangkan insiden fraktur terbuka di
Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit di Skotlandia mendata
sebanyak 21.3 kasus per 100.000 dalam setahun. Fraktur
diafisis menduduki peringkat terbanyak pada tibia (21,6%),
disusul oleh femur (12,1%), radius dan ulna (9,3%), dan
humerus (5,7%). Pada tulang panjang, fraktur terbuka
diafiseal lebih sering terjadi dibanding metafiseal (15.3 %
versus 1.2%).33,35
Lokasi Jumlah kasus fraktur Fraktur Terbuka % Fraktur Terbuka
Ekstremitas atas 15,406 503 3.3
Ekstremitas bawah 13,096 488 3.7
48 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Lingkar bahu 1,448 3 0.2
Pelvis 942 6 0.6
Tulang Belakang 683 0 0.0
Total 31,575 1,000 3.17
Tabel 5.1 Frekuensi Relatif dari Fraktur Terbuka di Edinburgh
Orthopaedic Trauma Unit33
5.3 Definisi
Fraktur terbuka didefinisikan sebagai disrupsi tulang dengan
patahan yang terletak keluar dari kulit dan jaringan lunak,
sehingga ada hubungan antara fraktur, hematom, dan
lingkungan luar. 25
Fraktur terbuka memiliki beberapa konsekuensi seperti:25
1. Adanya kontaminasi pada luka dan fraktur dari
lingkungan luar
2. Adanya kehancuran jaringan lunak dan devaskularisasi
yang memperbesar suseptibilitas terhadap infeksi
3. Disrupsi dari jaringan lunak yang dapat yang dapat
mempengaruhi penyembuhan fraktur akibat hilangnya
kontribusi dari sel osteoprogenitor yang berasal dari
jaringan lunak di sekitarnya
4. Hilangnya fungsi dari otot, tendon, saraf, pembuluh
darah, serta struktur ligament yang berada di
sekitarnya.
5.4 Riwayat36,37
Faktor trauma kecepatan rendah atau trauma kecepatan
tinggi sangat penting dalam menentukan klasifikasi fraktur
49 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu
sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
tempat ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau
pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan
prognosis yang lebih buruk dibanding trauma sederhana atau
trauma olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas
mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma, lokasi
dan derajat nyeri. Umur dan kondisi penderita sebelum
kejadian serta penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan
sebagainya merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan
pula.
5.5 Klasifikasi
Fraktur terbuka dapat dikarakteristikan menggunakan
klasifikasi Gustilo dan Anderson, yakni sebagai berikut:38
1. Grade I, kulit terbuka, relatif bersih, ukuran < 1 cm,
fraktur biasanya simple atau kominutif minimal
Gambar 5.1 fraktur terbuka grade I
2. Grade II, laserasi lebih besar dari 1 cm namun lebih kecil
dari 10 cm, adanya kehancuran jaringan lunak tanpa
50 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
fraktur kominutif yang signifikan atau crush component.
Biasanya tergolong low-energy trauma.
51 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 5.2 fraktur terbuka grade II
3. Grade III
Luka fraktur terbuka memiliki luas lebih dari 10 cm,
fragmen fraktur kominutif signifikan, dan luasnya
kerusakan jaringan lunak. Fraktur terbuka grade III
biasanya oleh karena cedera energi tinggi. Jenis cedera
biasanya hasil dari tembakan kecepatan tinggi, ledakan
senapan jarak dekat, kecelakaan sepeda motor, atau
cedera dengan kontaminasi dari luar yang tinggi seperti
bencana alam atau kecelakaan pertanian.
Grade IIIA, yaitu bila setelah dilakukan
debridemen luka, pada tulang yang patah
dapat ditutup secara adekuat.
52 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 5.3 fraktur terbuka grade III A
Grade IIIB, kerusakan jaringan lunak yang luas
dan kehancuran jaringan periosteal dan atau
kehilangan jaringan lunak disertai kontaminasi
berat dan stripping periost, sehingga tulang
terekspos dan penutupan kulit dilakukan
dengan skin graft atau biodressing
Gambar 5.4 fraktur terbuka grade III B
Grade IIIC, disertai cedera neurovaskular (tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak).
53 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 5.5 fraktur terbuka grade III C (lihat
panah kuning)
Arbeitsgemeinschaft fur Osteosynthesefragen (AO) membuat
klasifikasi pada luka tertutup dan terbuka dan luka yang mengenai
otot. Klasifikasi AO lebih kompleks dibandingkan klasifikasi dari
Gustilo. Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa klasifikasi AO
seringkali digunakan untuk kepentingan penelitian, dan jarang
untuk prosedur klinis di rumah sakit. Berikut pembagian fraktur
terbuka menurut klasifikasi AO:
54 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Klasifikasi Fraktur Terbuka menurut Arbeitsgemeinschaft fur
Osteosynthesefragen (AO)
Lesi Kulit/ Integument Open (IO):
IO 1 : Lesi kulit dari dalam ke luar
IO 2 : Lesi kulit dari luar , < 5 cm, kontusio tepi luka
IO 3 : Lesi kulit dari luar ,> 5 cm , kontusio lebih berat dan
kerusakan jaringan dari batas luka
IO 4 : kontusio pada semua lapisan, abrasi, cedera terbuka yang
ekstensif, kehilangan jaringan kulit
Lesi otot-tendon/ Muscle-Tendon (MT)
MT 1 : Tidak ada cedera otot
MT 2 : satu kompartemen otot, batas jelas
MT 3 :dua kompartemen otot batas tidak jelas
MT 4 : kerusakan otot, laserasi tendon, kontusio ektensif
MT 5 : compartment syndrome / crush syndrome
Lesi neurovaskular / Neurovascular (NV)
NV 1 : tidak ada cedera neurovaskular
NV 2 : lesi nervus terisolasi
NV 3 : lesi vaskular terlokalisasi
NV 4 : kerusakan vaskular segmental
NV 5 : kombinasi cedera neurovaskular
Tabel 5.2. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Arbeitsgemeinschaft fur
Osteosynthesefragen (AO)
55 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 5.6 Lesi kulit dari dalam ke luar / I0 derajat 1
Gambar 5.6 Lesi kulit dari luar , < 5 cm, kontusio tepi luka / I0 derajat 2
56 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 5.6 Lesi kulit dari luar ,> 5 cm , kontusio lebih berat disertai kerusakan jaringan dari batas luka / I0 derajat 3
Gambar 5.6 kontusio pada semua lapisan, abrasi, cedera terbuka yang ekstensif, kehilangan jaringan kulit / I0 derajat 4
57 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
5.6 Penanganan pada Unit Gawat Darurat / Emergency Room
Penatalaksanaan sesuai prinsip ATLS (Advance Trauma Life
Support) dengan memberikan penanganan sesuai prioritas. 40
Evaluasi dan stabilisasi A, B, C, D, E (Airway, Breathing,
Circulation, Disability/neurologic status, and
Exposure/environmental control)
Pemeriksaan kepala hingga jari kaki
Pemeriksaan penunjang berupa radiografi/laboratorium.
Kehilangan banyak darah pada fraktur terbuka derajat III
dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan
resusitasi dilakukan bila ditemukan tanda syok
hipovolemik, gangguan napas atau denyut jantung
karena fraktur terbuka seringkali terjadi bersamaan
dengan cedera organ lain. Penderita diberikan resusitasi
cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan pemberian
analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Analgesik
harus diberikan seperlunya. Jika pasien relatif nyaman
saat istirahat, pemberian analgesik mungkin tidak
diperlukan.23
Dalam studi yang dimuat Journal Advances of Therapy,
dimuat perbandingan efektivitas analgesik terhadap 100
pasien (42 laki-laki, 58 perempuan) yang datang ke
Konya Hospital dengan luka traumatik dan fraktur pada
ekstremitas. Skala nyeri yang digunakan ialah secara
visual. Tingkat nyeri pasien dinilai 15, 30, dan 45 menit
setelah pemberian analgesik. Hasilnya, nyeri berkurang
setelah 15 menit pada 92% pasien yang menerima
tramadol IV; kemudian nyeri berkurang setelah 30 menit
pada 72% pasien yang menerima metamizole IV.
Sedangkan 65% pasien yang menerima diklofenak IM,
58 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
nyeri baru berkurang setelah 45 menit. Tramadol
analgesik dengan onset paling awal dan paling efektif
dibandingkan analgesik lain diuji 41
Fraktur terbuka biasanya berasal dari cedera energi besar /
high-energy injuries. Sebanyak sepertiga dari pasien dengan
fraktur terbuka biasanya memiliki cedera multipel. Oleh
karena itu kepala, dada, abdomen, pelvis, dan tulang
belakang secara tersendiri di evaluasi untuk mengetahui
adanya cedera lebih lanjut.23
Identifikasi cedera dimulai dengan inspeksi (look), palpasi
(feel) dan pemeriksaan gerakan (movement). Pemeriksaan
neurovaskular dari anggota gerak yang mengalami fraktur
harus dilakukan secara seksama, termasuk pula kulit dan
jaringan lunak. Pulsasi arteri bagian distal pada penderita
hipotensi akan melemah dan dapat menghilang sehingga
dapat terjadi kesalahan penilaian. Pendarahan luka harus
ditolong dengan memberikan tekanan langsung, bukan
dengan penggunaan tourniquet atau klem, yang justru dapat
mengganggu perfusi.
Oleh karena adanya resiko kontaminasi dan pendarahan,
eksplorasi luka pada keadaan di unit gawat darurat tidak
diindikasikan apabila intervensi operasi sudah direncanakan.
Namun apabila operasi tidak dapat dilakukan segera, maka
irigasi ringan dengan larutan saline steril dapat diberikan.
Hanya fragmen benda asing yang terlihat dan dapat dijangkau
dengan mudah saja yang diambil. Fragmen tulang tidak boleh
dipindahkan atau dipisahkan. Luka harus ditutup dengan kain
kasa yang dibasahi dengan larutan saline normal (iodine
sudah tidak lagi dianjurkan oleh karena adanya laporan
mengenai toksisitas jaringan). Splinting sementara dapat
59 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
dilakukan, diikuti dengan pemeriksaan neurovaskular untuk
mengkonfirmasi ada tidaknya kerusakan lebih lanjut.
Survei trauma standar mencakup pemeriksaaan radiologis dari
tulang belakang, dada, abdomen, dan pelvis. Ekstremitas
yang terluka, termasuk sendi di atas dan di bawah ekstremitas
yang dicurigai terkena cedera harus dievaluasi dengan
pemeriksaan radiologis.
60 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
5.7 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan
keparahan kerusakan tulang dan jaringan lunak yang
berhubungan dengan derajat energi dari trauma itu sendiri.
Bayangan udara dalam jaringan lunak merupakan petunjuk
dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam
melakukan debridemen. Dari radiografi dapat terlihat
bayangan benda asing di sekitar lesi sehingga dapat diketahui
derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi
fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan
tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun
pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi
dalam melengkapi deskripsi fraktur, aspek medikolegal,
rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya.
Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan
gejala klasik dalam menentukan diagnosis harus dibantu
pemeriksaan radiologis sebagai gold standard.
5.8 Penatalaksanaan Khusus pada Fraktur terbuka
Setelah dikerjakan prinsip resusitasi dan pertolongan pertama.
Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III adalah sebagai
berikut:
61 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
1 Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum
(ATS)
Terapi antibiotik dan profilaksis untuk tetanus harus
diberikan sesegera mungkin.42 Pada fraktur Grade I dan
II membutuhkan terapi dengan sefalosporin generasi I.
Untuk dosis dewasa, loading dose biasanya 1-2 gram,
yang diikuti dengan 1 gram per 8 jam. Dulu pada
fraktur grade III diwajibkan adanya tambahan
aminoglikosida disamping sefalosporin, akan tetapi
rekomendasi terkini mengharuskan penambahan
seftriakson.43 Pada cedera yang berhubungan dengan
tanah (seperti pada pekerjaan yang berhubungan
dengan pertanian atau peternakan) dianjurkan
penambahan penisilin oleh karena adanya resiko infeksi
Clostridium. Penisilin diberikan 4-5 juta unit per 6 jam. 25,43
Lama waktu penggunaan terapi antibiotik masih
dipertanyakan. Di Amerika Utara pemberian antibiotik
hanya pada 3 hari pertama. Antibiotik diberhentikan
kecuali kultur post-debridemen dan klinis pasien masih
menyatakan adanya proses infeksi yang masih
berlangsung. Keuntungan dari diskontinyu dari
penggunaan antibiotik setelah 3 hari ialah pasien tidak
lagi menggunakan antibiotik saat delayed primary
closure, yang terjadi 5 hari post trauma pada fraktur
terbuka tanpa komplikasi. Pada saat terjadinya delayed
primary closure, lakukan kembali kultur. Jika hasilnya
sudah negatif, dan secara klinis pasien membaik,
antibiotik dapat diberikan lagi 3 hari kemudian, lalu
diberhentikan. Deteksi organisme pada pemeriksaan
62 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gram dari jaringan luka saat delayed primary closure
sebanyak 10.000 organisme per milmeter kubik
menandakan adanya infeksi atau kontaminasi. Pada
keadaan ini, antibiotik dapat dilanjutkan setidaknya 3
minggu kemudian dan penutupan mungkin dapat
terhambat. Kultur dan tes sensitivitas antibiotik dapat
dilakukan untuk mencari regimen antibiotik yang
spesifik untuk organisme penyebab. Pada luka yang luas
(seperti pada tipe III),pemberian antibiotik biasanya
diindikasikan sampai terjadi penutupan luka. 44
Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi
anti tetanus, dapat diberikan gamaglobulin anti tetanus
manusia dengan dosis 250 unit pada penderita di atas
10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5 sampai 10
tahun, dan 75 unit pada anak di bawah 5 tahun. Dapat
pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan
dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1 selama 30
menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus
(TT), maka hanya diberikan 1 dosis booster 0,5 ml
secara intramuskular.
2 Teknik Irigasi dan Debridemen
Irigasi luka dengan larutan saline dalam jumlah yang
banyak. Irigasi merupakan teknik paling efektif
dengan menggunakan irrigator model ujung kepala
shower-type. Derajat kontaminasi dan ukuran luka
menentukan irigasi awal. Sebagai contoh, untuk rata-
rata luka di tibia tipe II, dapat dimulai irigiasi
sebanyak 2 liter larutan saline. Anglen et al
merekomendasikan irigasi sebanyak 3 liter untuk
63 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
fraktur tipe I, 6 liter untuk tipe II, dan 9 liter untuk
tipe III.44
Irigasi luka dengan interval selama proses
debridemen untuk membersihkan luka dari debris
secara kontinyu. Setelah debridemen selesai,
antibiotik topikal dapat ditambahkan ke 2 liter
terakhir larutan saline. Untuk pilihan dan konsentrasi
dari antibiotik topikal, ditentukan sesuai pilihan ahli
bedah. Chapman merekomendasikan 50.000 unit
basitrasin per liter larutan.
Untuk luka yang besar, gunakan 10 liter irigasi saat
debridemen selesasi. Anglen et al membandingkan
penggunaan basitrasin dengan neomisin, atau sabun
deterjen (castile soap) pada penambahan larutan
saline. Hasilnya, mereka menemukan tidak adanya
keuntungan dari penggunaan antibiotik, sedangkan
deterjen sangat efektif dalam menurunkan jumlah
bakteri. Kelaam et al menunjukkan bahwa larutan
povidine iodine atau hydrogen peroksida
menurunkan fungsi osteoblas, sehingga tidak
direkomendasikan sebagai larutan irigasi secara
rutin.
Jika saat debridemen awal sulit ditentukan viabilitas
jaringan, debridemen ulang dapat dilakukan 24-48 jam
kemudian sampai tidak ada sisa nekrotik jaringan lunak
dan tulang.
Lakukan perluasan pada luka seekstensif mungkin
sesuai keperluan untuk mendebridemen semua
kontaminasi dan jaringan yang mati dengan insisi
ekstensil.
64 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 5.6. Lateral ekstensil untuk fraktur distal
femur, terutama yang akan difiksasi secara
langsung dengan plat pada femur lateral
Pembuluh darah vital untuk bagian distal yang
terputus dilakukan repair.
Bersihkan semua jaringan tepi kulit yang
terkontaminasi, dan ciptakan batas tepi luka operasi
yang terletak pada sudut yang tepat dengan kulit
dan dalam posisi yang tepat untuk dilakukan
penutupan. Pada tahap pembuangan kulit/skin
removal harus dilakukan secara konservatif, oleh
karena skin coverage dapat menjadi masalah pada
beberapa area seperti pada ekstremitas bawah
distal hingga lutut dan pada tangan.
Reposisi fragmen fraktur.
Pengambilan sampel pada luka yang bersih untuk
kultur dan tes sensitivitas pasca debridemen.
65 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
3 Penanganan Jaringan Lunak 44,45
Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat
dilakukan soft tissue transplantation atau flap pada
tindakan berikutnya, sedangkan tulang yang hilang
dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan
infeksi berhasil dengan baik. Seringkali sulit untuk
memprediksi viabilitas dari flap yang telah dibuat pada
awal prosedur debridemen. Penggunaan tourniquet
pada periode singkat untuk menciptakan suatu kondisi
hiperemi dapat menggambarkan bagian yang
terdevaskularisasi, sehingga kemudian dapat dieksisi.
Lemak subkutan juga memiliki suplai darah yang buruk.
Apabila terkontaminasi atau lemak tersebut
terdevaskularisasi, maka akan ikut didebridemen.
Begitu pula fasia yang relatif avaskular, jika
terkontaminasi, harus dieksisi.
Fasiotomi harus dipertimbangkan sebagai pengobatan
atau profilaksis terhadap sindrom kompartemen. Pada
fraktur tipe II atau III, dapat dilakukan fasiotomi
profilaktif saat debridemen. JIka luka tidak cukup besar
untuk melakukan fasiotomi (dengan penglihatan secara
langsung), maka dapat digunakan gunting Metzenbaum
untuk memisahkan fasia di bawah kulit.
66 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 5.7 Gunting Metzenbaum
Debridemen seluruh otot yang nonviable dan
terkontaminasi. Warna dan perdarahan merupakan
determinan yang baik untuk melihat viabilitas otot, oleh
karena hematoma memberikan tanda hitam pada otot
dan perdarahan arteriolar dapat bertahan pada otot
yang nonviable sama sekali. Indikator paling baik dari
viabilitas otot ialah respon terhadap stimulus dan
kemampuannya untuk kembali ke bentuk normal
setelah dicubit secara perlahan dengan sepasang
forsep. Serat otot yang viable akan berkontraksi
terhadap respon atau dengan stimulasi elektrik minimal
(nerve-stimulating device). Otot yang tidak merespon
harus didebridemen. Pada fraktur terbuka tipe III,
seluruh kompartmen atau otot-tendon dapat terlihat
nonviable , sehingga sulit untuk ditentukan saat
debridemen awal. Pada luka yang besar, membiarkan
67 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
otot marginal yang intak diperlukan untuk
mempertahankan unit otot-tendon untuk
mempertahankan fungsinya. Jika otot marginal
dibiarkan tetap intak, debridemen ulang dalam 24-36
jam kemudian dapat diperlukan untuk menghilangkan
seluruh jaringan otot yang tidak lagi viable.
Tendon yang terkespos dan tulang yang tidak
terbungkus oleh peritenon dan periosteum akan mati
dalam beberapa hari, terutama apabila tidak dibiarkan
tetap lembab. Maka dari itu irigasi peritenon dan
periosteum sebanyak mungkin lebih dipilih dibanding
mendebridemen seluruh jaringannya.
Semua jaringan lunak yang menempel pada fragmen
tulang sebisa mungkin dipertahankan. Fragmen bebas
dari tulang yang dapat didebridemen secara adekuat
dibiarkan pada fracture bed sebagai cangkok
tulang/bone graft.44
4 Penutupan Luka
Hanya bagian yang diekstensi secara pembedahan saja
yang lukanya ditutup, diikuti dengan dressing luka
terbuka dengan kasa salin-basah. Pada luka yang luas
dan dicurigai kontaminasi yang berat sebaiknya dirawat
secara terbuka, luka dibalut kasa steril dan dilakukan
evaluasi setiap hari. Setelah 5 sampai 7 hari dan luka
bebas dari infeksi dapat dilakukan penutupan kulit
secara sekunder atau melalui skin grafting. Pada anak
sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk
menghindari terjadi chondrolysis yaitu kerusakan
epiphyseal plate akibat infeksi.
68 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
69 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
5 Stabilisasi Fraktur
Intervensi operasi kurang dari 8 jam setelah cedera
dilaporkan menurunkan insiden infeksi dan komplikasi
osteomyelitis.25 Penyambungan tulang pada anak relatif
lebih cepat maka reposisi dan fiksasi dikerjakan
secepatnya untuk mencegah deformitas.
Di dalam ruang operasi, luka harus diperluas secara
proksimal dan distal untuk memperjelas area cedera.
Jaringan lunak, termasuk kulit, lemak subkutan, dan otot
di sekitarnya harus didebridemen dengan teliti.
Fraktur dapat distabilkan sementara atau definitif
dengan fiksasi eksternal atau internal tergantung dari
kasusnya dan keahlian ahli bedah. Dalam melakukan
stabilisasi fraktur awal penggunaan gips sebagai
temporary splinting dianjurkan sampai penanganan luka
yang adekuat, kemudian bisa dilanjutkan dengan
pemasangan gips sirkuler atau diganti internal fixation
dengan plate dan screw, intramedullary nail atau
external fixator device sebagai terapi stabilisasi definitif.
Adanya kekhawatiran adanya infeksi dalam akibat
penggunaan fiksasi internal terjadi pada fraktur Gustillo
tipe III, sehingga penggunaan fiksasi internal seringkali
dihindari. Namun demikian fiksasi internal dapat
dipasang setelah luka jaringan lunak baik dan diyakini
tidak ada infeksi lagi. Penggunaan external fixation
device pada fraktur terbuka derajat III adalah salah satu
pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur
tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka
harian.
70 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Imobilisasi Gips (Plaster of Paris) & traksi
skeletal
Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen
fraktur tidak bergeser setelah dilakukan
manipulasi/reposisi atau sebagai pertolongan yang
bersifat sementara agar tercapai imobilisasi dan
mencegah fragmen fraktur tidak merusak jaringan lunak
di sekitarnya. Traditional casts digunakan pada fraktur
terbuka tipe I dan low-grade tipe II dengan konfigurasi
fraktur yang stabil dan fiksasi eksternal atau internal
tidak diperlukan, yakni biasanya pada fraktur distal dari
siku dan lutut. Rehabilitasi awal dari sendi dan otot
sangat direkomendasikan. Latihan isometrik dilakukan
pada otot yang diimobilisasi.
Traksi skeletal dapat digunakan pada fraktur diafisis
femur pada pasien yang tidak memiliki cedera multipel
dan direncanakan untuk delayed nailing. Sebagian besar
fraktur terbuka dari femur dapat dilakukan nailing
sesegera mungkin.
Pada tipe III C, stabilisasi skeletal segera hampir selalu
diindikasikan. Traksi skeletal biasanya digunakan
sebagai imobilisasi sementara sampai closed
intramedullary nailing selesai dilakukan. Traksi skeletal
juga bermanfaat pada beberapa kasus fraktur seperti
fraktur humerus dan tibia, dimana cedera jaringan lunak
tidak terlalu berat dan fiksasi internal direncanakan.
Traksi skeletal tidak direkomendasikan sebagai terapi
definitif pada kasus fraktur tibia karena tingginya
insidens nonunion. Meskipun traksi skeletal dapat
dijadikan terapi definitif pada fraktur humerus, namun
karena kebutuhan perawatan rumah sakit yang lama
71 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
dan insiden nonunion yang tinggi, maka fiksasi eksternal
dan internal lebih dipilih. 18,44
Pemasangan fiksasi eksternal
Fiksasi eksternal memberikan stabilitas yang sempurna
tanpa kebutuhan plaster dressings. Dibandingkan fiksasi
internal, fiksasi eksternal memiliki beberapa keuntungan
yakni:
Relatif lebih mudah untuk dipasang dan lebih
mudah disesuaikan saat proses penyembuhan
Tidak ada implan metalik pada tempat fraktur
Mempermudah akses ke luka
Sedangkan kerugiannya antara lain:
Adanya kemungkinan pin dapat melukai struktur
neurovaskular atau mengikat unit otot-tendon
sehingga dapat mempersulit gerak sendi dan
rehabilitasi
Dapat terjadi interferensi antar pin pada prosedur
bedah plastik
Dapat terjadi pin loosening dan infeksi sekunder
Insidens delayed dan nonunion yang tinggi (terutama
pada tibia)
Indikasi primer dari fiksasi eksternal ialah fraktur
terbuka tipe III yang berat dan kontaminasi tinggi,
dimana tidak memungkinkan untuk dilakukan
pemasangan plate atau nail. Fraktur terbuka yang tidak
stabil dari pelvis biasanya sangat baik jika dilakukan
stabilisasi awal dengan fiksasi eksternal. Fraktur
intraartikular memerlukan fiksasi internal, akan tetapi
fiksasi eksternal dapat dilakukan apabila fiksasi internal
72 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
dikontraindikasikan atau sulit dilakukan. Hybrid frame
seringkali digunakan untuk fraktur energy tinggi dari
metafisis (biasanya pada proksimal dan distal tibia),
begitu pula dengan fiksator ring dan Ilizarov-type,
terutama dimana terdapat segmental bone loss.45 Pada
beberapa kasus fraktur terbuka, khususnya pada femur
dan tibia, ahli bedah seringkali memilih pemasangan
awal fiksasi eksternal yang /kemudian digantikan
intramedullary nail atau plate.
Kasus-kasus fraktur yang kurang tepat dilakukan fiksasi
eksternal antara lain yang tidak stabil. Tebalnya lapisan
otot pada femur dan humerus mengakibatkan fiksasi
eksternal juga kurang tepat dan pemasangan fiksasi
internal dianggap lebih aman. Begitu pula pada kasus
dimana fiksasi harus terletak menyilang terhadap sendi,
sehingga tidak memungkinkan pemasangan fiksasi
eksternal.
Pemasangan fiksasi Internal
Penggunaan fiksasi internal pada fraktur terbuka hingga
kini masih kontroversial. Dalam beberapa tahun
terakhir, banyak trauma center yang melaporkan
kesuksesan penggunaan primary internal fixation pada
kasus fraktur terbuka. Beberapa indikasi untuk
pemasangan fiksasi internal antara lain:
Fraktur pada pasien dengan multiple injury dimana
fiksasi eksternal tidak praktis dan dibutuhkan
stabilisasi yang maksimal
Pasien dengan cedera amputasi berat yang akan
menjalani reimplantasi
Fraktur intraartikular
73 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka dari tulang panjang pada pasien
lanjut usia
Cedera pembuluh darah besar
Fraktur terbuka dari shaft femur, tibia, humerus,
radius, dan ulna yang umumnya distabilisasi dengan
reamed intramedullary nails, atau unreamed
intramedullary nails pada femur dan tibia, plat pada
humerus dan lengan bawah, kecuali apabila
kontaminasi tinggi dan tidak memungkinkan
dilakukan pemasangan fiksasi internal
Fraktur intraartikular
8. Amputasi 44
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi.
Immediate amputation biasanya diindikasikan pada
keadaan berikut:
Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat
diperbaiki dan iskemia sudah terjadi >8 jam
Anggota gerak yang mengalami crush berat dan
jaringan viable yang tersisa untuk revaskularisasi sangat
minimal
Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat,
dimana hasil akhir repair tidak lebih baik dari
penggunaan prosthesis.
Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol
perdarahan dan mengurangi efek sistemik/life saving
Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening
dengan adanya penyakit kronik yang berat, seperti
diabetes mellitus dengan gangguan vaskular perifer
berat dan neuropati
Kondisi bencana / mass disaster
74 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Tabel V.5. Mangled Extremity Severity Score
5.9 Komplikasi Fraktur Terbuka
1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan
yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah trauma
dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi
gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme.
Komplikasi umum yang lain dapat berupa emboli lemak,
trombosis vena dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.
2. Komplikasi Lokal Dini
Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut
sebagai komplikasi lokal dini dan bila lebih dari 1 minggu
pasca trauma disebut komplikasi lokal lanjut. Macam
komplikasi lokal dini dapat mengenai tulang, otot, jaringan
lunak, sendi, pembuluh darah, saraf, organ viseral maupun
timbulnya sindrom kompartemen atau nekrosis avaskuler.
3. Komplikasi Lokal Lanjut
Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan
sendi, degenerasi sendi, maupun nekrosis pasca trauma.
Dalam penyembuhan fraktur dapat juga terjadi komplikasi
75 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang kurang
baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion,
delayed union, dan malunion.
BAB VI
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK DAN IMPLIKASINYA PADA
FRAKTUR TERBUKA
6.1 PENDAHULUAN
Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan aplikasi dari pemberian
tekanan absolut >1 atmosfer pada oksigen murni (oksigen 100%).46
Hal ini akan mengakibatkan tekanan oksigen (PO2) meningkat dalam
perbandingannya dengan tekanan lingkungan sekitar. Terapi
hiperbarik oksigen yang sebenarnya ialah terapi pemberian oksigen
secara sistemik lewat paru, bukannya topikal. 47
Terapi HBO dilakukan dalam hyperbaric chamber, yang terdiri
dari multiplace chambers yang dapat memuat lebih dari 1 pasien
secara bersamaan, serta monoplace chambers yang memuat
hanya1 pasien dalam sesi terapi. 47
Gambar 6.1 Monoplace Chambers
Berikut ini keuntungan dan kerugian dari monoplace chambers:
KEUNTUNGAN KERUGIAN
76 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Penanganan pasien individu
privat & pada kasus infeksi.
Balk untuk perawatan intensif
Masker muka tidak
dibutuhkan, lebih nyaman.
Ideal untuk membatasi
perawatan pasien dalam masa
akut dari penyakitnya atau
luka-luka, kelumpuhan.
Mudah untuk mengobservasi
pasien.
Dapat mudah dioperasikan
dan ditempatkan dimana saja
di rumah sakit
Membutuhkan sedikit tenaga
operator
Sangat mudah terbakar
dalam lingkungan oksigen
Hubungan langsung dengan
pasien terbatas, kecuali pada
chamber yang mempunyai
ruangan tambahan disisinya
Terapi fisik tidak nyaman
karena keterbatasan tempat
Sedangkan keuntungan dari Multiplace chambers antara lain: 48
Memberikan terapi dalam jumlah banyak .
Bahaya kebakaran kurang.
Terapi fisik dapat dilaksanakan dalam chamber
Tekanan dapat dinaikan sampal 6 ATA untuk situasi khusus,
seperti dalam emboli udara dan penyakit dekompresi.
Prosedur bedah minor dapat dikerjakan di Multiplace
Hyperbaric Chamber,
77 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Gambar 6.2 Multiplace chambers 70
6.2 Prinsip Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik 49,50,51
Tekanan atmosfer diukur menggunakan beberapa satuan unit
yang setara, seperti 1 atm = 760 mmHg , atau Torr 760. Satu
atmosfer sama dengan tekanan yang diberikan dalam 10 meter air
laut. Dalam kedalaman 10 meter atau 33 kaki, seorang penyelam
terekspos 2 ATA (yakni 1 atmosfer dari atas permukaan laut dan 1
dari tekanan 10 meter air laut). Kebanyakan terapi hiperbarik
menggunakan tekanan 2.0 sampai dengan 3.0 ATA (1 atmosfer dari
atmosfer bumi ditambah 1 atau 2 atmosfer dari tekanan hyperbaric
chamber).
Prinsip fisika dibalik terapi HBO ialah hukum gas ideal. Hukum
Dalton mengemukakan bahwa tekanan total dari berbagai macam
campuran gas sama dengan total tekanan parsial dari masing-
masing gas.
78 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Udara yang kita hirup berasal dari campuran gas, yang terdiri
dari 21% oksigen dan 78% nitrogen, dan 1 % ialah campuran gas-
gas lainnya. Oleh karena total tekanan udara lingkungan ialah 760
mm Hg, maka tekanan parsial nitrogen sama dengan 0.78 x 760
atau 593 mm Hg, dan PO2 = 0.21 x 760 atau 160 mm Hg. Seiring
tekanan total campuran gas meningkat, tekanan parsial masing-
masing gas juga ikut meningkat.
Hukum Henry menyatakan bahwa tekanan parsial gas yang
bercampur dalam cairan setara dengan tekanan yang dikeluarkan
oleh gas. Terapi HBO meningkatkan PO2 lingkungan dan
mengakibatkan peningkatan yang signifikan dari jumlah oksigen
yang larut dalam darah. Pasien yang berada pada hyperbaric
chamber yang diberi tekanan 2 ATA akan menghirup 21% oksigen
dua kali lebih banyak molekul oksigen dalam setiap napas. Hal ini
akan ekuivalen dengan menghirup 42% oksigen pada 1 ATA.
Kadar Oksigen dalam darah ialah total oksigen yang dibawa
oleh hemoglobin dan oksigen yang larut dalam plasma.
Hemoglobin akan tersaturasi dalam PO2 sekitar 100 mm Hg. Dalam
kondisi normobarik, oksigen yang larut hanya 0.3 mL oxygen per
100 mL darah (vol%), dibandingkan dengan 20% vol yang dibawa
oleh hemoglobin.
Pada tekanan 3 ATA di hyperbaric chamber, PaO2 mendekati
2200 mmHg. Tekanan ini cukup tinggi untuk meningkatkan
oksigen yang larut hingga 5.4 vol%. Sehingga dengan kata lain,
terapi HBO dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk
mempertahankan fungsi metabolik basal tanpa adanya
hemoglobin.
Hukum Boyle menyatakan bahwa, gas-gas yang disimpan
dalam temperatur yang konstan, volumenya berbanding terbalik
terhadap tekanan yang diberikan padanya. Dengan kata lain,
79 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
seiring peningkatan tekanan, maka volume gas akan menurun,
dan sebaliknya. Prinsip inilah yang digunakan dalam terapi
Decompression sickness dan emboli gas-udara.
Kondisi Normobarik
Jumlah oksigen = oksigen yang dibawa oleh hemoglobin + oksigen yang
larut dalam plasma
Jumlah oksigen arterial = 1.34 (hemoglobin)(%saturasi) + 0.003 (PaO2)
= 1.34 (15)(100%) + 0.003 (100)
= 20.1 + 0.3 = 20.4 vol%
Jumlah oksigen vena = 1.34 (15)(70%)
= 14 vol%
Kondisi Hiperbarik—3 atmosfir absolut
Jumlah oksigen arterial = 1.34 (15)(100%) + 0.003 (2200)
= 20.1 + 6.6 vol%
= 26.7 %
Tabel 6.1 Konten oksigen arterial pada kondisi normobarik VS kondisi
hiperbarik46
80 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
6.2 EFEK FISIOLOGIS DARI TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN 46,51,52
Terdapat 2 efek mendasar yang terjadi pada jaringan yang
diterapi HBO, yakni efek yang berhubungan dangan peningkatan PO2
serta efek yang terkait dengan daya mekanik tekanan itu sendiri.
1. Efek dari peningkatan tekanan oksigen:
a. Hiperoksigenasi
Kondisi hiperbarik memungkinkan oksigen dalam
jumlah yang signifikan larut dalam darah. Plasma yang
ter-hiperoksigenasi akan mentranspor oksigen pada
area yang kekurangan akses dari sel darah merah atau
jaringan yang hipoksik. Oksigen terlarut dalam plasma
dapat dikirim ke jaringan pada jarak sedikitnya tiga
sampai empat kali yang dapat dihantarkan oleh
hemoglobin. Selain itu, sel darah merah menjadi lebih
lentur dan dapat masuk ke sirkulasi mikrovaskuler
secara lebih efisien. Sehingga dapat lebih
memungkinkan peningkatan pengantaran oksigen.
b. Vasokonstriksi
Pada keadaan hiperbarik, terjadi vasokonstriksi, yang
membatasi aliran oksigen dan transportasi oksigen.
Hal ini terjadi hanya pada jaringan yang normoksik dan
bukan pada jaringan yang sebelumnya hipoksik.
c. Peningkatan kecepatan proses penyembuhan
pada luka yang hipoksik
Terapi HBO memfasilitasi proses pembunuhan bakteri,
resistansi terhadap infeksi, sintesis kolagen, dan
proses epitelialisasi. Namun pada jaringan yang cukup
81 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
vaskularisasinya dan normoksik, terapi HBO memiliki
efek yang minimal terhadap penutupan
lukanya.sebaliknya pada jaringan yang iskemik dan
vaskularisasi yang buruk, terapi HBO secara signifikan
mempercepat penutupan luka.
d. Efek sinergis terhadap penggunaan
antimikrobial
Lingkungan yang hiperoksik pada terapi HBO
memfasilitasi perubahan fisiologis dan biokimiawi yang
berkontribusi terhadap pemberian antimikrobial
standar.
82 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
AKSI KETERANGAN
Menurunkan produksi
toksin clostridial alpha
pada kasus gas
gangren
—
Meningkatkan efisiensi
kerja dari leukosit dan
mensupresi bakteri
Granulosit bersifat oxygen-independent
dan oxygen-dependent.. Leukosit kehilangan
efektifitasnya dalam mengeradikasi kuman gram-
positif dan gram-negatif manakala tekanan
oksigen turun di bawah 30 - 40 mm Hg.
Turunnya efektifitas granulosit di bawah kondisi
hipoksik ini mengakibatkan mekanisme
pertahanan tubuh menurun karena hanya leukosit
yang bersifat oxygen-independent saja yang
tersisa untuk mengeradikasi bakteri pathogen.
Pada lingkungan yang kaya akan oksigen, proses
fagositosis bakteri pathogen menghasilkan
sebuah “ledakan oksidatif” atau "oxidative burst"
yang terdiri dari radikal oksigen (hydroxyl radical,
peroxides, and superoxide). Produksi radikal O2 ini
berbanding lurus terhadap jumlah O2.
Peningkatan
efektifitas antibiotik
efektifitas dari beberapa antibiotik, termasuk
aminoglikosida dan antimetabolit trimethoprim,
sulfamethoxazole, dan sulfasoxazole, meningkat
pada lingkungan yang hipoksik. Namun antibiotik
golongan lain seperti vancomycin dan
fluorokuinolon menjadi lebih lemah pada kondisi
hipoksik.
83 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Saat tekanan oksigen turun di bawah 30 mm Hg,
bakteri dengan cepat membunuh jaringan.
Berbagai penelitian mendukung adanya efektifitas
dan sinergisme antara hiperoksigenasi dengan
pemberian antibiotik
Stimulasi produksi
granulosit dari
antimikrobial endogen
yang dihasilkan tubuh
(cth:radikal oksigen
bebas)
Bakteri anaerob memiliki tahanan yang lemah
terhadap radikal oksigen bebas.
Tabel 6.1 Perubahan fisiologis dan kimiawis dalam penggunaan
terapi HBO dengan pemberian antimikroba (aksi sinergistik).46
e. Supresi Radikal Oksigen yang Toksik
Terapi HBO melindungi jaringan terhadap efek yang
membahayakan dari radikal oksigen yang toksik. Efek
yang menguntungkan ini dikatakan dapat terjadi dalam
beberapa mekanisme.
Pertama, terapi HBO bersifat antagonis terhadap
lipid peroksidase dari membran sel dengan cara
mencegah konversi dari endothelial xanthine
dehydrogenase menjadi xanthine oxidase, tahap
yang paling penting dalam produksi lipid
peroksidase.
Kedua, terapi HBO menghambat inisiasi dari
reperfusion injury karena mencegah sekuestrasi
neutrofil ke jaringan yang cedera. Reperfusion
injury mengacu pada kerusakan jaringan oleh
84 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
karena ketika suplai darah kembali ke jaringan
setelah masa iskemia, pemulihan aliran darah
sebenarnya mengarah ke kerusakan vaskular
progresif dan memperluas area dengan aliran
darah yang buruk.
Ketiga, terapi HBO memungkinkan oksigen yang
cukup untuk reperfusi jaringan
2. Efek Mekanis dari Tekanan Oksigen yang
Meningkat
Terapi hiperbarik menurunkan ukuran gelembung udara
sesuai peningkatan tekanan atmosfer dari chamber (Hukum
Boyle). Pada peningkatan tekanan, oksigen akan berdifusi ke
dalam gelembung dan menggantikan nitrogen ke dalam
larutan. Hal ini memungkinkan resolusi dari gelembung
nitrogen yang terbentuk pada Decompression Sickness dan
gelembung udara pada emboli gas vena atau arteri. Pada
kasus gas gangrene, terapi HBO menurunkan ukuran
gelembung sehingga memungkinkan perfusi yang lebih baik
dan mengurangi rasa nyeri.
85 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
6.3 TEKNIK OKSIGENASI HIPERBARIK 48,52
Berikut ini tabel klasifikasi penggunaan tekanan sesuai
kegunaannya:
Sampai 1,5 ATA Gangguan iskemi serebral,
kardiak, gangguan vaskular
perifer, terapi adjuvant dalam
kedokteran olahraga, trauma
akustik, skin flaps.
2 – 3 ATA Gas gangrene, luka bakar,
fraktur terbuka,crush
injury¸penanganan darurat
pada penyakit dekompresi
Sampai 6 ATA Emboli udara, penyakit
dekompresi
Teknisi hiperbarik mengikuti instruksi-instruksi dari dokter
hiperbarik mengenai tekanan, waktu, dan frekwensi terapi.
Kebanyakan pengobatan di pusat hiperbarik diberi tekanan antara
1,5 sampai 2,5 ATA dan waktunya biasanya 45 menit. Sebagai
contoh pada tekanan 1,5 ATA diperlukan 10 menit untuk kompresi
dan 5 menit dekompresi. Jadi maksimum oksigen saturasi (jenuh)
dipertahankan selama 30 menit. Jika ada infeksi waktu terapi dilipat
dua kali. Untuk kondisi kronis, terapi dilakukan setiap hari, termasuk
Sabtu/Minggu.
Pada chamber multiple pasien dikelompokan sesuai indikasinya.
Misalnya, semua pasien stroke dikelompokan pada sesi yang sama
dan disertai fisioterapis atau dokter jika dilakukan penelitian. Teknisi
membuat catatan lengkap mengenai sesi tersebut, datanya dicatat
dan dapat ditampilkan oleh komputer.
86 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Kompresi dan dekompresi berlangsung mulus dan jika pasien
mengeluh misalnya sakit kuping, prosedurnya dapat dihentikan. Jika
ada masalah, pasien tersebut dapat dipindahkan ke ruang lain
dilanjutkan bagi pasien-pasien lain.
Pada chamber Monoplace, dipakai masker oksigen dan menghirup
oksigen dimulai bila chamber sudah diberi tekanan tertentu.
Tekanan partial oksigen tidak dicatat secara rutin, hanya jika
diperlukan bagi riset. Umumnya nilai Pa02 adalah sekitar
1000mmHg pada 1,5 ATA.
PERALATAN TAMBAHAN UNTUK HYPERBARIC CHAMBER48
1. Masker oksigen.
2. Respirator dan ventilator
3. Peralatan untuk terapi.
a. Alat resusitasi kardiopulmonal
b. Tabung Endotrakeal
c. Alat penyedot ( penghisap)
d. Infus intra venus.
4. Peralatan untuk diagnostik
a. Baki untuk pemeriksaan medis.
b. Alat monitor transkutan oksigen
c. EEG
d. ECG
e. Alat monitor tekanan intra kranial dan tekanan intra kranial
dan tegangan oksigen CSF.
5. Alat neurologis
a. Optalmoskop
87 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
b. Dynamometer untuk mengukur spastisitas.
6. Alat latihan : Treadmill.
7. Alat terapi seperti traksi cervical untuk cedera servikal
MASKER OKSIGEN
Masker oksigen hanya diperlukan dalam multiplace chamber.
Masker Angkatan Udara USA (Gambar 6.3) bila dipakai secara tepat,
memberikan kadar oksigen sebesar 96,9% - 99% dan Pa02 sebesar
1640 mmHg tercapai pada 2,4 ATA
Gambar 6.3 Masker Angkatan Udara USA
ALAT DIAGNOSTIK
Alat dasar medikal diagnostik seperti Reflek Hammers, stetoskop,
opthalmoskop, harus ada dalam chamber.
PENGAWASAN PASIEN DALAM HYPERBARIC CHAMBER
88 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Pasien dan pengawas didalam hyperbaric chamber dapat dimonitor
dengan mengikuti cara (Deauphince et al. 1985):
Penglihatan CCTV didalam Multiplace Chamber.
Komunikasi Untuk Monoplace dan Multiplace Chamber
menggunakan sistem komunikasi satu arah.
Tingkat pengawasan atas keparahan dan tipe penyakit.
Dengan pasien gawat, pengawasan ICU dapat berlangsung
dalam chamber.
6.4 TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN PADA FRAKTUR
TERBUKA46,51,52,53,54,55,56,57
Fraktur terbuka merupakan cedera yang tergolong iskemia
dan hipoksia perifer akut.Terapi HBO dalam kasus fraktur terbuka
bersifat adjuvant. Terapi ini harus dipertimbangkan manakala
terjadi komplikasi atau hasil terapi dari fraktur terbuka kurang
optimal, meskipun sudah menjalani prosedur bedah dan perawatan
medis yang layak.
Kriteria obyektif ditambah dengan orthopaedic
grading systems harus digunakan untuk membuat
keputusan dilakukan atau tidaknya terapi HBO. Selain itu,
kemampuan dari host dalam menanggapi cedera harus
dipertimbangkan (tabel 6.2 dan 6.3). Klasifikasi Gustilo
untuk fraktur terbuka, ditambah dengan status pasien
memberikan obyektifitas yang jelas untuk menggunakan
terapi HBO. Seringkali penggunaan terapi HBO dilakukan
setelah edema dan iskemia berlanjut dan mengarah ke
perubahan yang ireversibel sehingga waktu yang paling
efektif dari penggunaan terapi HBO telah lewat. Oleh
karena itu, waktu pelaksanaan terapi HBO ialah harus
89 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
dimulai sesegera setelah diagnosis fraktur terbuka, grading
dan indikasi obyektif untuk penggunaannya telah dibuat.
Tabel 6.2. Penilaian Status Host / Pasien
Tabel 6.3. Indikasi Obyektif dari penggunaan Terapi Hiperbarik Oksigen
(HBO) pada Fraktur Terbuka
Terapi HBO disarankan untuk dilakukan dalam 4-6 jam setelah
cedera, untuk hasil terbaik dari terapi ini. Banyaknya terapi harus bersifat
logis (tabel 6.4). Pada sebagian besar penelitian dan penggunaan terapi
HBO pada fraktur terbuka dan crush injury, diberikan tekanan 2.0 - 2.5
atmosfer absolut dan eksposur oksigen selama 1 ½ hingga 2 jam.
Tabel 6.4. Terapi dan Peninjauan/ Peer Review dari Penggunaan Terapi
HBO
90 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Menurut tabel indikasi obyektif (tabel 6.3), didapati bahwa
terapi HBO justru direkomendasikan pada fraktur terbuka tipe III,
tanpa melihat kondisi pasien. Crush Injury dikaitkan langsung
dengan trauma sementara sindrom kompartemen otot
rangka timbul dari iskemia, obstruksi aliran vena, tenaga,
kompresi eksternal maupun trauma. Pada crush injuries
dan compartment syndrome terdapat kesamaan hal
berikut:
1) iskemia dan hipoksia di lokasi cedera,
2) gradien cedera
3) potensi cedera yang bertahan lama
Penanganan dari bentuk paling parah dari kondisi ini
hampir selalu memerlukan pembedahan. Oksigen
hiperbarik merupakan intervensi efektif yang melawan
peristiwa patofisiologi yang terjadi dengan kondisi ini.
Studi menunjukkan penurunan secara statistik dan
91 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
signifikan pada hilangnya fungsi otot, metabolit terkait
dengan cedera otot, edema, dan nekrosis otot ketika HBO
digunakan dalam crush injury dan kompartemen sindrom.
Ancaman langsung ke jaringan yang hidup setelah
fraktur terbuka dengan crush injury maupun sindrom
kompartemen adalah apakah perfusi sudah cukup atau
tidak untuk mempertahankan kelangsungan hidup jaringan
tersebut. Edema vasogenik pasca-trauma berkembang
sebagai akibat dari cedera dan diperbesar oleh edema
sitogenik, dimana sel yang hipoksia tersebut kehilangan
kemampuan untuk mempertahankan cairan intraseluler.
Rintangan untuk proses difusi oksigen meningkat oleh
karena adanya edema dan runtuhnya mikrosirkulasi
sekunder karena tekanan dari cairan edema (seperti terjadi
pada sindrom kompartemen), sehingga akan semakin
mengurangi ketersediaan oksigen ke jaringan yang cedera.
Ketika tekanan oksigen jaringan turun di bawah 30 mmHg,
respon host terhadap infeksi dan iskemia akan menumpul.
Dalam lingkungan hipoksia, neutrofil yang oxygen-
dependent menjadi rusak atau tidak ada, dan proses
perbaikan host seperti migrasi fibroblas, proliferasi, dan
sekresi kolagen berkurang. Oleh karena itu,
neovaskularisasi terganggu karena kurangnya kolagen
matriks yang diperlukan sebagai substrat untuk
angiogenesis kapiler.
Alasan utama untuk menggunakan terapi HBO pada
fraktur terbuka dan luka-luka crush injury dan sindrom
kompartemen ialah pertama, pasokan oksigen ke jaringan
lain yang mungkin mati dari hipoksia selama periode awal
pasca-cedera kemungkinan besar tidak memadai sebagai
92 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
akibat langsung dari cedera. Kedua, terapi HBO
meningkatkan tekanan oksigen jaringan ke tingkat yang
memungkinkan respon host yang disebutkan di atas
berfungsi. Dengan terapi HBO sebesar tekanan 2 atmosfer
absolut, kandungan oksigen darah (yaitu kombinasi
hemoglobin dan plasma yang mengandung oksigen)
meningkat sebesar 125%. Tekanan oksigen dalam plasma,
serta cairan jaringan, meningkat 10 kali lipat (yaitu
1000%). Efeknya adalah peningkatan 3 kali lipat dalam
difusi oksigen melalui cairan jaringan. Hal ini membantu
untuk mengkompensasi efek edema yang merugikan pada
penurunan ketersediaan oksigen ke sel. Oksigen yang
cukup akan terlarut dalam plasma untuk menjaga jaringan
hidup tanpa bantuan hemoglobin.
Pengurangan edema adalah efek sekunder dari
hyperoksigenasi jaringan. Oksigen hiperbarik menginduksi
vasokonstriksi yang mengurangi aliran darah sebesar 20%
(12). Pengurangan edema terjadi karena penurunan filtrasi
cairan dari kapiler ke ruang ekstraseluler sebagai
konsekuensi dari vasokonstriksi sementara resorpsi cairan
ekstraselular pada tingkat kapiler dipertahankan.
Hiperoksigenasi mempertahankan pengiriman oksigen pada
vasokonstriksi yang diinduksi oleh terapi HBO tersebut.
Selain itu, aliran darah di mikrosirkulasi ditingkatkan
melalui penurunan tekanan cairan interstisial dari
pengurangan edema.
Oksigen hiperbarik melawan interaksi antara oksigen
radikal beracun dan mencegah peroksidasi lipid dari
membran sel. Oksigen hiperbarik secara khusus melawan
sistem beta2 integrin (cluster-designation-11) yang
93 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
menginisiasi respon perlengketan neutrofil pada
endotelium kapiler venul.
Dengan mengurangi anion superoksida yang dihasilkan,
reaksinya dengan molekul nitrit oksida untuk membentuk radikal
peroksinitrit yang reaktif juga dikurangi. Mekanisme lain dari
terapi HBO terhadap cedera reperfusi ialah adanya oksigen
tambahan untuk mereperfusi jaringan sehingga menghasilkan
scavengers. Scavengers yang dimaksud ialah superoxide
dismutase, catalase, peroxidase dan glutathione yang akan
mendetoksifikasi radikal oksigen yang destruktif sebelum
mereka menghancurkan jaringan.
Pada tahun 1980-an pengaruh terapi HBO pada
sindrom kompartemen otot-rangka dilaporkan dalam
serangkaian artikel dengan menggunakan model anjing.
Terapi HBO secara signifikan mengurangi jumlah otot
rangka yang nekrosis dibandingkan dengan kontrol.
Bowersox et al menunjukkan tingkat penyembuhan 90%
ketika terapi HBO digunakan untuk mengelola kulit yang
dilakukan flap dan atau cangkok yang sebelumnya gagal.
Pada tahun 1987 Shupak dilaporkan menyelamatkan
anggota tubuh dari 75% dari pasien yang berisiko amputasi
setelah trauma dengan cedera iskemik yang bersamaan.
Penyembuhan fraktur pada pasien lebih dari 40 tahun
secara signifikan diperbaiki dengan terapi HBO (p value
<0,05). Para peneliti juga mempelajari pengukuran oksigen
transkutan dan menemukan oksigen transkutan lebih
ditingkatkan dalam kelompok yang diperlakukan terapi
HBO dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu,
pasien yang telah sembuh dari patah tulang memiliki hasil
pembacaan oksigen transkutan lebih tinggi secara
94 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
signifikan dibandingkan mereka yang bahkan tidak
mengalami patah tulang.
Melalui data yang diperoleh dari Hyperbaric Oxygen Therapy
Facilitates Surgery in Complex Open Elbow Injuries dalam Journal of
Shoulder and Elbow Surgery (2007), ditemukan bahwa
menambahkan terapi HBO untuk fiksasi internal dan flap jaringan
lunak setelah debridemen radikal kompleks cedera siku terbuka
dapat menjadi alternatif pengobatan yang sangat baik.
Dari jurnal ini diperoleh 12 kasus patah tulang terbuka pada
siku, sembilan kasus ialah patah tulang terbuka jenis IIIA, enam
adalah jenis IIIB, satu tipe IIIC. Delapan pasien mengalami cedera
nervus perifer, termasuk delapan cedera nervus radial, dua cedera
nervus median, dan dua cedera nervus ulnar. Satu pasien juga
memiliki laserasi dari arteri brakialis. Semua operasi untuk
pengobatan fraktur dimulai dalam waktu 30 menit sampai 2 jam
tiba di unit gawat darurat. Protokol pengobatan bedah terdiri dari
irigasi, fasiotomi, dan debridemen luas, diikuti oleh fiksasi internal
dengan atau tanpa dukungan eksternal. Semua pasien menjalani 2
sesi terapi HBO (2,5 bar, oksigen 100%, 120 menit) dalam 48 jam
setelah operasi. Fraktur terbuka kompleks pada siku biasanya
berhubungan dengan cedera jaringan lunak yang berat, yang
diperberat dengan nekrosis jaringan, edema jaringan progresif,
hipoksia, kontaminasi bakteri yang tidak terelakkan. Karena terapi
HBO yang bersifat adjuvan dapat meningkatkan konsentrasi oksigen
secara signifikan di semua jaringan tubuh oleh karena
hiperoksigenasi, penurunan edema pada jaringan melalui
vasokonstriksi, dan penurunan insidens infeksi oleh karena adanya
peningkatan fagositosis sel darah putih dan sinergisme antibiotik
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada subbab ini. Terapi
95 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
HBO sebagai adjuvan ini dilakukan pada kasus dengan fiksasi
internal dan terbukti dapat memperbaiki hasil klinis pasien.
Hasilnya, 12 pasien (75% kasus) mencapai hasil memuaskan
yakni secara fungsional baik, 3 (18,75%) mencapai hasil fungsional
yang cukup, dan 1 (6,25%) hasil fungsional yang buruk. Lima puluh
pasien tidak mengalami nyeri siku, sedangkan sisanya hanya sakit
ringan. Empat pasien tidak memiliki pembatasan kegiatan sehari-
hari, 11 pasien keterbatasan ringan sampai sedang. Tidak ada
infeksi dalam yang terjadi pada semua kasus. Infeksi superfisial
terjadi pada 3 pasien, namun bersifat ringan dan berhasil diterapi
dengan local dressing dan antibiotik. Osteomyelitis kronis tidak
terjadi.
Coulson et al di tahun 1966 sudah menuliskan pula manfaat
dari terapi HBO pada komplikasi fraktur berupa delayed union
maupun non union. Pada studi yang dilakukan pada binatang juga
didapatkan bahwa terapi HBO dapat mempercepat pertumbuhan
tulang dan mempercepat removal sel-sel mati atau sel-sel yang
abnormal. Kerwin et al (2000) pada uji eksperimental pada kucing
yang sengaja dibuat non union membuktikan adanya peningkatan
pembentukan tulang secara radiologis maupun histologis pada
penggunaan terapi HBO, namun vaskularisasi tidak ditingkatkan.
6.4 KONTRAINDIKASI TERAPI HBO 46,47,48,51
HBO hanya mempunyai satu kontraindikasi absolut yaitu
Pneumothorax yang tidak diobati. Diusahakan pengobatan
pneumothorax dengan operasi sebelum pemberian terapi
HBO.
96 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Daftar di bawah ini merupakan kontraindikasi relatif yang
harus dipertimbangkan manfaat dan kerugiannya terhadap
kondisi pasien:
Infeksi respirasi Atas.
Kejang-kejang.
Empisema dengan retensi CO2.
Pasien dengan keadaan ini dapat mengembangkan
pneumothoraks oleh karena rupturnya bula
empisema selama HBO. DIlakukannya foto rontgen
thoraks sebelum terapi dapat menghindarkan kejadian
tersebut.
Lesi pulmo simptomatik pada foto rontgen thorax.
Riwayat bedah thoraks atau bedah telinga.
Demam tinggi yang tidak terkontrol.
Demam merupakan predisposisi dari kejang. Jika
terapi OHB merupakan indikasi pada infeksi dengan
demam, suhu tubuh harus diturunkan dulu sebelum terapi
dilaksanakan.
Penyakit keganasan.
Ada beberapa kontroversi berkenaan dengan efek dari HBO,
pada pertumbuhan tumor. Eltorai et al (1987) melaporkan 3
kasus karsinoma yang tersembunyi, timbul secara klinis
setelah dimulainya HBO dan dianggap memicu proliferasi dari
tumor pada 3 kasus tersebut. Hingga kini mekanismenya
masih belum jelas, namun HBO umumnya dipertimbangkan
sebagai kontraindikasi pada keganasan, meskipun dalam
beberapa literatur, terapi HBO justru menjadi terapi adjuvant
dalam radioterapi atau kemoterapi.
Kehamilan
Ada bukti eksperimental, bahwa hewan yang terekspos
HBO selama kehamilan muda meningkatkan insiden
97 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
malformasi kongenital. Terapi HBO pada kehamilan tua
tidak menimbulkan efek merugikan. Pertanyaan mengenai
keselamatan terapi hiperbarik pada kehamilan di diskusikan
oleh Jennings (1987). Jika keselamatan ibunya yang
diperlukan, contohnya keracunan CO, ibunya harus
menerima prioritas terapi OHB dibandingkan fetusnya. Banyak
terapi-terapi HBO berhasil dilaksanakan dengan baik
selama kehamilan di Amerika tanpa membahayakan fetus .
6.5 KOMPLIKASI TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN 46,47,48,51
Meskipun komplikasi dari terapi hiperbarik oksigen sangat jarang
ditemui, namun harus diketahui dan dipertimbangkan. Komplikasi
yang dapat terjadi antara lain:
Toksisitas Oksigen pada Paru-paru
Oksigen tambahan dengan fraksi oksigen inspirasi>
50% yang diberikan pada pasien dalam jangka waktu
yang lama dapat menghasilkan cedera paru yang
progresif, termasuk penurunan kecepatan absorpsi
mukus, penurunan lung compliance, kapasitas vital, dan
kapasitas difusi. Akan tetapi kadar oksigen tinggi yang
diberikan untuk jangka waktu yang pendek (90 sampai
120 menit) dalam kondisi hiperbarik (pada 2,0-2,4 ATA)
dan bahkan setiap hari sampai 6 minggu, belum terbukti
berbahaya bagi paru-paru.
Toksisitas oksigen pada sistem saraf pusat dan
sistem saraf perifer
Keracunan sistem saraf pusat dapat terjadi ketika
pasien menghirup oksigen 100% pada tekanan> 2.0
ATA. Kejadian kejang tonik-klonik selama pengobatan
HBO diperkirakan sebesar 0,3% pada 2,4 ATA dan
98 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
sampai dengan 2,5% pada 3,0 ATA. Faktor yang terkait
dengan kejadian kejang selama terapi HBO termasuk
hipertermia [> 37,8 ° C (100 ° F)], hipertiroidisme,
PaCO2 tinggi, asidosis, trauma otak atau iskemia,
riwayat kejang yang ada sebelumnya, hipoglikemia,
kekurangan vitamin E, dan obat-obatan tertentu
(vasodilator, insulin, inhibitor karbonat anhydrase,
mafenide asetat (Sulfamylon), epinefrin / norepinefrin,
steroid, dan aspirin). Beberapa pusat pelayanan terapi
HBO menggunakan profilaksis benzodiazepin untuk
mencegah kejang pada pasien berisiko tinggi. Tidak ada
efek sisa dari kejang akibat keracunan oksigen yang
telah dilaporkan.
Keracunan sistem saraf perifer bermanifestasi sebagai
parestesia yang muncul setelah sesi perawatan dalam
jangka panjang.
99 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Masalah penglihatan
Myopia progresif dan reversibel dapat terjadi setelah
terapi yang panjang. Akan tetapi kondisi ini akan pulih
seperti semula dalam kurang lebih 6 minggu. Katarak
idiosinkrasi juga dapat terjadi namun merupakan
komplikasi dari pemakaian yang kronis.
Barotrauma
Barotrauma dapat terjadi pada telinga tengah, telinga
bagian luar, telinga bagian dalam, sinus, gigi, saluran
gastrointestinal dan sistem paru. Barotrauma pada
telinga tengah terjadi pada 2% dari pasien yang
menerima HBO. Gambaran klinis termasuk edema,
perdarahan, kongesti mukosa, bulging atau penonjolan
dari membran timpani, dan yang jarang terjadi, ialah
pecahnya membran timpani. Masalah biasanya
menghilang secara spontan dalam 1-2 minggu.
Pencegahan dan atau pengobatan bagi barotraumas di
telinga tengah meliputi penentuan patensi tuba
estachius sebelum terapi, pengajaran teknik autoinflasi
yang benar, myringotomy dengan jarum, serta
penggunaan pressure equalization tubes.
100 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
Klaustrofobia
Oleh karena kecilnya ukuran monoplace chamber,
pasien seringkali mengalami ansietas. Akan tetapi efek
ini biasanya dapat membaik dengan pemberian
anxiolitik.
101 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
BAB VII
KESIMPULAN
Melalui studi pustaka yang telah dilakukan oleh penulis, disimpulkan
bahwa terapi hiperbarik oksigen merupakan terapi adjuvan yang efektif
dalam kasus fraktur terbuka. Melalui mekanisme hiperoksigenasi,
penurunan edema jaringan, peningkatan fagositosis dan fungsi leukosit,
serta sinergisme dengan antimikroba yang telah dijelaskan dalam bab
sebelumnya dalam referat ini, terapi hiperbarik mampu memfasilitasi
proses penyembuhan pada fraktur terbuka, serta meningkatkan respon
host terhadap infeksi, yang merupakan masalah paling ditakutkan dalam
kasus-kasus fraktur terbuka.
Terapi HBO dapat dilakukan pada semua derajat fraktur terbuka,
namun paling direkomendasikan untuk fraktur terbuka derajat III.
Meskipun waktu terbaik untuk menjalani terapi hiperbarik ialah dalam 4-6
jam pasca cedera, namun penggunaannya hingga saat ini patut
dipertimbangkan manakala terjadi komplikasi atau hasil terapi fraktur
terbuka kurang optimal, meskipun sudah menjalani pembedahan dan
perawatan medis sesuai standar prosedur.
102 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
REFERENSI
1. A.L. Gill dan C.N.A. Bell. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of
action and outcomes. QJM. 2004;7:385-95
2. Latham E, et al. Hyperbaric Oxygen Therapy. E medicine [online]. 2010
[cited 2011 Jan 20]. Available from:URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview
3. Atlantic Hyperbaric Associates. Hyperbaric Oxygen Therapy and Crush
Injury, Compartment Syndrome and Other Acute Traumatic
Ischemias.1999[cited 2011 Jan 20]. Available from:URL:
http://www.atlantichyperbaric.com/health/crush-injuries.htm
4. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-20.Jakarta: EGC.2003.
Bab 21.Hal 325-70
5. Anonym. Bone Structure. 2011[cited 2011 Jan 20]. Available from:URL:
http://www.cliffsnotes.com/study_guide/topicArticleId-22032,articleId-
21902.html
6. Nather A, Ong HJ. Bone Grafts and Bone Substitutes - Basic Science and
Clinical Applications. Available from:URL:
http://www.worldscibooks.com/etextbook/5695/5695_chap01.pdf
7. Hill PA. Bone Remodelling. British Journal of Orthodontics.1998;25:101-7
8. Ito K dan Parren SM. Biology of fracture healing. Available from:URL
http://www.aopublishing.org/"><img src="./ao bone
heal_files/MyPortalFiles"
9. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL:
depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html
10.Buckley R dan Panaro CD. General Principles of Fracture Care.2010 [cited
2011 Jan 22] Available from:URL
http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview
11.Sjamsuhidayat R dan Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC:Jakarta.
2004. Bab 40,hal.841-89.
12.Evans FG. Relation of the physical properties of bone to fractures. Instr
Course Lect. 1961;18:110-21.
13.Erkonen WE dan Smith WL. Radiology 101:The Basics and Fundamentals
of Imaging. 2009. Lippincott Williams & Wilkins. Hal.181-5
103 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
14.Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone.
Makassar: 2007. p. 352-489.
15.Greenspan A. Imaging Modalities in Orthopedics in Chapman’s
Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1. 2001. Lippincott Williams &
Wilkins.Ch.4,185-96
16.Ruedi TP, Buckley R, Moran CG. AO Principles of Fracture Management
Vol.1.2007.Thieme.p,108-25
17.Otto C dan Touquet E. General Principles: How to Interpret Radiograph.
Available from:URL:
http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/
Sample_chapter/9780727915283/9780727915283_4_001.pdf
18.Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of Musculoskeletal System 3rd
ed.1999. Ch.3,p.416-27
19.American Academy of Orthopaedic Surgeons .Fractures.Available from:
[URL]: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00097
20.McRae R. Practical Fracture Treatment, 3rd ed, Churcill Livingstone.
London: 1999. p. 285-290.
21.Ludwig O, Bisschop P, Veer TJ. A System of Orthopaedic Medicine Vol. 1.
Elsevier Health Sciences.p.68-72
22.Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. Apley's Concise System of
Orthopaedics and Fractures 3rd ed. 2005.USA:Oxford University Press.
23.Tintinalli JE. Stapczynski S, et al. Tintinalli's Emergency Medicine: A
Comprehensive Study Guide, 7th ed.2004. Philadelphia:McGraw Hill
Company.
24.Wade R, Juan F, et al. Immediate Management of Musculoskeletal Trauma
in CURRENT Diagnosis & Treatment in Orthopedics. 2011.
Philadelphia:McGraw Hill Company.
104 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
25.Ramesh C, Tolhurst S, et al. Orthopedic Surgery in CURRENT Diagnosis
and Treatment: Surgery 13th ed. 2011. Philadelphia:McGraw Hill Company.
26.Canale, S. Terry, and James H. Beatty, eds. "Fractures and Dislocation,
Part XV." Campbell's Operative Orthopaedics. 11th ed. Philadelphia: Mosby
Elsevier, 2007.
27.Braddom, Randolph L. Physical Medicine and Rehabilitation. 3rd ed.
Philadelphia: W.B. Saunders, 2006.
28.Anonym. Reduction of Fracture or Dislocation. Available from:
[URL]:http://www.mdguidelines.com/reduction-of-fracture-or-dislocation
29.Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation.
2009[cited 2011 Feb 2]. Available
from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview
30.American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and
External Fixations for Fractures. Available from:URL:
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00196
31.Kaleidoscope Executive Advisory Group. Traction. 2008. Available
from:URL: http://www.kaleidoscope.org.au/docs/GL/Traction_Kal.pdf
32.Bennet MH. Hyperbaric Oxygen Therapy for Promoting Fracture Healing
and Treating Nonunion Fracture.Available
from:URL
:http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacion/hyperbaric_oxygen_the
rapy_for_promoting_fracture_healing_a%85.pdf
33.Brien PJO dan Mosheiff R.Open Fractures-Principles. Available From:[URL]:
http://www.aopublishing.org/
34.Fraktur Terbuka. Browsed: http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fraktur-
Terbuka.html
35. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of open
fractures. Court-Brown CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of
open fractures. London: Martin Dunitz, 25-35.
36.Patel M dan Herzenberg J.Open Tibial Fractures.2009[cited 2011 Feb 3].
Available from:[URL]:http://emedicine.medscape.com/article/1249761-
overview
105 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
37.Norvell JG dan Steele M.Fracture Tibia and Fibula. 2009[cited 2011 Feb 3].
Available from:[URL]:http://emedicine.medscape.com/article/826304-
overview
38.Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D. The management of open fractures.
J Bone Joint Surg Am. Feb 1990;72(2):299-304.
39.Tscherne H, Oestern HJ. A new classification of soft-tissue damage in open
and closed fractures. 1982;85(3):111-5
40.Rotondo N. Approach to the Trauma Patient in Merck Manual Online. 2009.
Available from:[URL]:
http://www.merckmanuals.com/professional/sec21/ch307/ch307a.html
41.Basar C, Sadik G, et al. The effectiveness of analgesics in traumatic
injuries of the ex tremities. ADVANCES IN THERAPY; 22(5), 462-6
42.Zalavras CG, Patzakis MJ . Open Fractures: evaluation and
management. 2003. J Am Acad Orthop Surg; 11(3):212-219.
43.Hoff WS, Bonadies JA, Cachecho R, et al. East Practice Management
Guidelines Work Group:Update to Practice Management Guidelines for
Prophylactic Antibiotic Use in Open Fractures.2008. Eastern Association for
the Surgery of Trauma.
44.Chapman MW. Open Fractures in in Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd ed
Vol 1. 2001[online database]. Lippincott Williams & Wilkins.
45.Paley, Dean C, et al. Ilizarov Bone Transport Treatment for Tibial Defects.
2000.JOT; 14(2);pp 76-85
46.Khandelwal S, Kaide CG. Hyperbaric Oxygen Therapy in Tintinalli JE,
Stapczynski JS, Cline DM,et al: Tintinalli's Emergency Medicine: A
Comprehensive Study Guide 7th ed(online database). Available from:[URL]:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6349284.
47.Latham E, Hare MA, Neumeister M. Hyperbaric Oxygen Therapy.2010
[cited 2011 Feb 3]. Available from:[URL]:
http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview
48.Sutarno, Riyono A, dkk. Kedokteran Hiperbarik Edisi I. 2000. Jakarta:RS AL
Mintohardjo Hiperbarik Senter.
49.Setiawan HW. Pengantar Ilmu Kesehatan Penyelaman. 2000. Perhimpunan
Kesehatan Hiperbarik Indonesia. Ch.3,p.11-31.
50.Bennet P and Elliot D. The Physiology and Medicine of Diving 4th ed.
106 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka
51.Feldmeier JJ. Hyperbaric Oxygen: Indication and Results. 2003. The
Hyperbaric Oxygen Therapy Committee Report.
52.Manaf, E.Understanding Challenges through HBO Therapy-From Pathology
to Clinical Implication. On symposium “Update on Hyperbaric Oxygen
Therapy”. 2005, October 1-2nd . Jakarta.
53.Huang KC , Tsai YT, Wei RW. Hyperbaric oxygen therapy facilitates surgery
on complex open elbow injuries: Preliminary results. 2007. Journal of
Shoulder and Elbow Surgery;16(4);454-60.
54.Buettner MF, Wolkenhauer D. Hyperbaric Oxygen Therapy in the
Treatment of Open Fractures and Crush Injuries. 2007. Radiology
source;25(1);p.177-88
55.Strauss M. Crush injury, compartment syndrome and other acute
traumatic peripheral ischemias. In: Hyperbaric Medicine Practice. Kindwall
EP and Whelan HT, eds. Best Publishing, Flagstaff, AZ 1999;753-778.
56.Strauss MB. Crush injury and Skeletal Muscle Compartment Syndromes.
2003. The Hyperbaric Oxygen Therapy Committee Report.
57.Jain KK.Hyperbaric Oxygenation in Traumatology and Orthopedics in
Textbook of Hyperbaric Medicine 2nd ed. 1996. Kirkland: Hogrefe & Huber
Publisher.
107 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011