Upload
dewi-purnamasari
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
A. Nama : Tn. R
B. Umur : 60 tahun
C. Jenis kelamin : Laki-laki
D. Alamat : Jl. Mrican
E. Agama : Islam
F. Pekerjaan : Tidak bekerja (mantan supir)
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 8 Mei 2013
pukul 08.00 WIB di RS. Muhammadiyah Semarang
A. Keluhan utama
Pasien mengeluh demam
B. Riwayat penyakit sekarang :
± 1 minggu yang lalu pasien mengeluh demam nglemeng. Demam dirasakan
terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai pusing cekot-cekot, badan pegal-pegal
dan lemes yang dirasakan terus menerus hingga mengganggu aktivitas. Keluhan
berkurang saat pasien minum obat panadol. Air kencing pasien berwarna gelap seperti
teh. BAB normal dan tidak berwarna dempul. Mual (+), muntah (+) 1 kali sehari
sebanyak 1 gelas belimbing, muntahan seperti makanan yang dimakan pasien.
Keluhan disertai nafsu makan menurun, muntah darah dan buih (-), bau mulut (-),
kembung (-).
± 3 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut di sebelah kanan atas. Nyeri
hilang timbul seperti di tusuk-tusuk. penjalaran nyeri (-), hilang kesadaran (-) dan
gangguan BAB (-).
C. Riwayat penyakit dahulu :
1. Riwayat keluhan seperti ini : disangkal
2. Riwayat darah tinggi : disangkal
3. Riwayat sakit gula : disangkal
4. Riwayat sakit maag : disangkal
5. Riwayat tranfusi darah : disangkal
6. Riwayat operasi dan mondok RS : disangkal
2
7. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
1. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
2. Riwayat darah tinggi : disangkal
3. Riwayat sakit gula : disangkal
4. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
E. Riwayat pribadi :
1. Kebiasaan jajan di warung : diakui
2. Riwayat obat tradisional : disangkal
3. Riwayat minum alkohol : disangkal
F. Riwayat sosial ekonomi :
1. Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh Jamsostek
2. Pasien tinggal bersama 1 istri dan 1 anak
3. Lingkungan rumah agak kotor
4. Di lingkungan rumah dan kerja tidak ada yang menderita sakit kuning
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Mei 2013, Pukul 08.00 WIB
A. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
B. Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4,V5,M6)
C. Vital sign
1. TD : 120/80 mmHg
2. Nadi : 72 x/menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
3. RR : 19 x/menit (reguler)
4. Suhu : 37,2º C (aksiler)
D. Status Gizi
1. TB : 163 cm
2. BB : 55 kg
3. BMI : 20,7
4. Kesan : Normal
E. Status generalisata
1. Kulit : warna sawo matang, turgor kulit turun (-), ikterik (-), petekie (-)
2. Kepala : kesan mesosefal, rambut hitam lurus
3
3. Mata : pupil bulat, central, reguler dan isokor 3mm, sklera ikterik (+/+),
konjungtiva anemis (-/-)
4. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)
5. Telinga :serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
6. Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), mukosa ikterik (-), tonsil T1-1, faring hiperemis (-)
7. Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)
F. Status internus
1. Thorax :
a. Paru
Paru depan Paru belakang
Inspeksi Statis
Dinamis
Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut arcus costa dalam batas normal, ICS dalam batas normalPengembangan pernafasan paru Normal
Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-)
Pengembangan pernapasan paru normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal
Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal
PerkusiKanan
Kiri
Sonor seluruh lapang paruBatas paru-hati
Sonor seluruh lapang paru.
Sonor seluruh lapang paruPeranjakan paru
Sonor seluruh lapang paruPeranjakan paru
AuskultasiSuara dasarSuara Tambahan
Vesicular Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
VesicularRonki (-/-), Wheezing (-/-)
4
Tampak anterior paru Tampak posterior paru
SD : vesikuler SD : vesikulerST : ronki (-), wheezing (-) ST : ronki (-), wheezing (-)
b. Jantung
Inspeksi ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi
Kesan
Batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra
Konfigurasi jantung (dalam batas normal)
Auskultasi Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler,
suara jantung tambahan (-)
Tekanan vena jugular : R+0 cm HO
2. Abdomen
Inspeksi Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik
(-), striae (-), spider angioma (-), venectasi (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal 9x/ menit
Perkusi Pekak di regio hipokondrium dekstra dan lumbalis
dekstra
Pekak sisi (-), pekak alih (-)
Pekak hepar : liver span 16 cm
Pekak limpa (-)
Tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
5
Palpasi Nyeri tekan seluruh lapang paru (-)
Pembesaran hepar 3 cm dibawah arcus costa, tepi
tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri (-)
Refluks hepatojugular (-)
lien dan ginjal tidak teraba,
Ekstremitas
Superior Infereior
Akral dingin
Capilary refill
Edema
Sianosis
Gerak
-/-
<2”/<2”
-/-
-/-
+/+
-/-
<2”/<2”
-/-
-/-
+/+
IV. RESUME
± 1 minggu yang lalu pasien mengeluh subfebris yang dirasakan terus menerus
sepanjang hari. Keluhan disertai cephalgia, athralgia dan malaise yang dirasakan terus
menerus hingga mengganggu aktivitas. Keluhan berkurang saat pasien minum obat
panadol. Air kencing pasien berwarna gelap seperti teh. Pasien merasa nausea dan
vomittus. Vomitus 1 kali sehari sebanyak 1 gelas belimbing berupa makanan yang
dimakan pasien. Keluhan disertai anoreksi dan nyeri regio hipokondrium dekstra
seperti tertusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul dan terutama saat berbaring.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu 370C, sklera ikterik (+/+).
Pemeriksaan abdomen perkusi ditemukan pekak di regio hipokondrium dekstra dan
lumbalis dekstra, liver span 16 cm. Palpasi teraba pembesaran hepar 3 cm dibawah
arcus costa, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri (-)
.
V. DAFTAR ABNORMALITAS
ANAMNESIS
1. Febris
2. Cephalgia
3. Nausea
PEMERIKSAAN FISIK
8. Suhu 37,20C
9. Mata : sklera ikterik (+/+)
10. Perkusi abdomen : pekak di regio
6
4. Vomitus 1 kali sehari sebanyak 1
gelas belimbing berupa makanan
yang dimakan
5. Athralgia
6. Urin gelap seperti teh
7. Nyeri di regio hipokondrium dekstra
hipokondrium dekstra dan lumbalis
dekstra, liver span 16 cm
11. Palpasi abdomen : teraba pembesaran
hepar 3 cm dibawah arcus costa, tepi
tajam, permukaan rata, konsistensi
kenyal.
VI. PROBLEM
1. Febris 7 hari : 1,8
2. Hepatomegali : 2,3,4,5,6,7,9,10,11
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Hepatitis akut
2. Leptospirosis
3. Malaria
VIII. DIAGNOSIS
Suspek hepatitis akut
IX.INISIAL PLAIN
Suspek Hepatitis Virus Akut
1.IpDx
a. S :
i. Menanyakan tempat tinggal sering banjir dan terdapat tikus
ii. Menanyakan pernah ke daerah endemis malaria
b. O :
i. pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin
Serologi
Kimia darah (ureum, kadar bilirubin direct & indirect)
Enzim hati : SGPT, SGOT, Gama GT
Seromarker (igM anti HAV, HBsAg, lgM anti HBc, anti HCV, ig M
anti HEV
Urinalisa
7
Serologi
ii. USG Hepar
2. IpTx
a.Tirah baring
b.Infus Asering 20 tetes/menit
c.Paracetamol PO 500 mg x 3 tab perhari
d.Curcuma 1 x 200mg
e.Vitamin B kompleks 1 tablet perhari
f.Diet :
Kalori 1650 kkal/hari
Karbohidrat 825 kkal
Protein 55 g
3. IpMx
a. Monitoring keadaan umum, kesadaran dan tanda vital
b. Monitoring fungsi hati
4. IpEx
a. Menjelaskan kepada pasien penyebab, cara penularan, komplikasi dan prognosis
b. Menjelaskan pencegahan penyakit dan menjelaskan pasien bahwa penyakit
tersebut menular
c. Menjelaskan kepada pasein untuk tidak berganti-ganti alat makan dan menjaga
kebersihan diri
d. Menjelaskan kepada pasein untuk meminum obat secara teratur
e. Menjelaskan kepada pasein untuk tidak minum obat sembarangan
f. Menjelaskan kepada pasein untuk istirahat yang cukup
PEMBAHASAN
A. FAAL HEPATOBILIER
8
Fungsi utama hati adalah pembentukan ekskresi empedu. Unsur utama dari empedu
adalah 97% air, elektrolit dan garam empedu. Walaupun bilirubin merupakan hasil
akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tetapi penting
sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu. Karena bilirubin dapat
memberikan warna pada jaringan yang terkena. 1
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan
disimpan dihati (glukogenesis) dari depot glukogen ini disuplai glukosa secara
konstan kedarah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa
di metabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan energi dan tenaga dan sisanya
diubah menjadi glokogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan
dalam jaringan subkutan). Fungsi metabolisme karbohidrat :
1. Menyiman glikogen
2. Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
3. Glukoneogenesis
4. Pembemtukan banyak senyawa kimia dari produk anatara metabolisme
karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolism protein adalah :
1. Menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang digunkan untuk
mempertahankan tekanan osmotic),
2. Protrombin,
3. Fibrinogen
4. Dan faktor pembekuan lainnya.
5. Deaminasi asam amino
6. Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amino
7. Interkonversi beragam asam amino
Fun g si hati dalam metabolism lemak adalah :
9
1. Dihasilkan lipoprotein, kolestrol, fosfolipid, dan asam asetoasetat.
2. Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain
3. Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Regenerasi Hepar
Ketika kemampuan regenerasi sudah terbatas, maka sekelompok sel pluoripotensial
oval yang berasal dari duktus - duktus empedu akan berpoliferasi sehingga terbentuk
kembali sel hepatosit dan sel-sel billier yang tetap meiliki kemampuan untuk
regenerasi. Kemmapuan hati untuk regenerasi cukup tinggi. Sehingga jika dilakukan
laparotomi sampai 2/3 dari hati masih mungkin bias dilakukan.2
Fisiologi Eskresi Empedu
Empedu disekresi hati dalam 2 tahap :
1. Bagian awal disekresikan oleh sel-sel fungsional utama hati yaitu sel hepatosit ;
sekresi awal ini mengendung jumlah besar asam empedu, kolestrol dan zat
orgonik lainnya. Kemudian empedu disekresiakan ke dalam kanalikulus billiaris
kecil yang terletak diantara sel-sel hati.
2. Empedu dialirkan, empedu mengalir didalam kanalikuli menuju septa interlobaris,
tempaty kanalikuli mengeluarkan empedu kedalam duktus terminal dan kemudian
secara progresif kedalam duktus yag lebih besar, akhirnya mencapai duktus
hepatikus dan duktus billiaris komunis. Dari empedu langsung dikeluarkan
kedalam dudodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam
melalui duktus sistikus kedalam kantong empedu.
Penyimpanan dan pemekatan empedu didalam kantong empedu.
Empedu disekresikan secara terus menerus oleh hati, namun sebagian besar
normalnya disimpan didalam kantontong empedu sampai doperlukan oleh duodenum.
Volume maksimal yang dapat ditampung dalam kantong emepedu hanya 30-60 ml.
sekresi yang empedu yang dihasilkan selama 12 jam biasanya dapat mencapai 450 ml.
tapi kantong empedu masih bias menampungnya karena elektrolit kecil masih isa
diserap oleh tubuh. Sehingga memekatkan cairan empedu.
Kebanyakan absorpsi empedu ini disebabkan oleh transport aktif natrium
melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini yang diikuti oleh absorpsi sekunder
ion klorida, air dan kebanyakan zat lainnya yang dapat berdifusi.
Fungsi-fungsi garam empedu pada pencernaan dan absorpsi lemak :
1. Garam-garan ini bekerja sebagai pelarut pada partikel lemak dan makan. Hal ini
mengurangi tgangan permukaan partikel dan memungkinkan adanya agitasi dalam
10
traktus intestinal untuk memecahkan tetesan-tetesan lemak menjadi bentul kecil.
Proses ini disebut emulsisfikasi dari garam empedu.
2. Membantu absorpsi :
a. Lemak
b. Monogliserida
c. Kolestrol
d. Lemak lain dalam intestinal
B. IKTERUS
Ikterus (hiperbilirubinemia) adalah peningkatan kadar bilirubin plasma
melebihi batas normal 0,8 mg/dl. Bilirubin barasal dari pemecahan hemoglobin oleh
sistem retikuloendotelial.Ikterus dapat diklasifikasikan menurut jenis bilirubin yang
tertimbun, hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tak terkonjugasi.Atau atas dasar
penyebab hemolitik, hepatoseluler, atau obstruksi.
Etiologi
1. Hemolisis
Adalah peningkatan pemecahan sel darah merah, hemolisis yang berlebihan
mengakibatkan produksi bilirubin meningkat dan ikterus terjadi jika muatan
melebihi kapasitas hati untuk konjugasi (biasanya menandakan hemolisis berat).
Bilirubin tak terkonjugasi (tak larut air) tertimbun dalam plasma, berikatan dengan
albumin, dan tidak dijumpai pada urin (ikterus alkholurik). Peningkatan ekskresi
bilirubin ke usus menyebabkan peningkatan jumlah urobilinogen didalam tinja
dan urin.
2. Kelainan hepatoseluler
a. Ganguan ambilan bilirubin di hati.
Bilirubin tak terkonjugasi di dalam plasma dibawa ke sel hati oleh protein
transport intra seluler. Tidak adanya protein ini berakibat kegagalan
pengambilna bilirubin, menimbulka hiperbilirubinemia yang tak terkonjugasi.
b. Kelainan konjugasi bilirubin
Konjugasi bilirubin menjadi bilirubin glukoronid dilakukan oleh UDP-
glukoronil transferase.Kekurangan enzim ini menyebabkan hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi.
c. Kerusakan hepatoseluler
11
Kerusakan hepato seluler akut atau kronis akan menyebabkan ikterus bila
pengurangan sel hati yang terjadi cukup banyak sehigga timbul kelainan
metabolisme bilirubin.
3. Obstruksi atau gangguan ekskresi bilirubin
a. Gangguan ekskresi
Setelah konjugasi, bilirubin diekskresikan oleh hati ke kanalikulus biliaris
dan selanjutnya menjadi duktus biliaris dan usus halus.
b. Obstruksi tingkat hepatik (kolestasis)
Empedu tertimbun di lobulus di kanalikulus biliaris yang berdilatasi dan
hepatosit. Duktulus biliaris di dalam traktus porta dan duktus biliaris yang
lebih besar berada dalam keadaan normal. Penyebab penyakit ini tidak
diketahui.9
Kolestasis intra hepatik terjadi:
i. Pada hepatitis virus.
ii. Pada penyakit hati alkoholik.
iii. Sebagai reaksi toksik terhadap obat mencakup androgen. (metiltestosteron).
iv. Pada ikterus kolestasis familial jinak.
v. Selama kehamilan (ikterus berulang selama kehamilan), paling sering pada
trisemester terakhir.
c. Obstruksi ektra hepatic
Obstruksi harus melibatkan kedua duktus hepatik utama (duktus bliaris
komunis/duktus hepatikus komunis). Obstruksi pada duktus yang lebih kecil
didalam lobus hati tidak akan mengalami ikterus karena mengalami
kompensasi. Obstruksi parsial menyebabkan peningkatan alkali fosfatase.
Ikterus obstruksi total mencegah masuknya bolirubin kedalam usus sehingga
tinja berwarna pucat seperti tanah liat atau kapur. Tidak adanya bilirubin dala
usus juga menyebabka urobilinogen tidak terdapat di tinja dan urin.
Rugurgitasi bilirubin terkonjugasi kedalam plasma menimbulkan
hiperbiirubinemia terkonjugasi, yang sebaliknya mengekskresi urin berwarna
coklat gelap mengandung bilirubin.
Secara histologis, obstruksi duktus biliaris yang besar menyebabkan dilatasi
duktulus biliaris, yang tersumbat oleh empedu dan sering kali rupture,
sehingga menimbulkan danau empedu di dalam lobulus. Empedu yag tertahan
ini biasanya terinfeksi, menimbulkan kolangitis dengan sebukan netrofil dan
12
fibrosis yang progresif disekeliling duktus empedu yang berdilatasi didalam
daerah porta.
Efek Ikterus
Ikterus didiagnosa secara klinis melalui perubaghan warna kuning yang disebabkan
oleh deposisi pigmen bilirubin didalam serabut elastik jaringan intestinal, yang paling
mudah dilihat di sklera.
Kolestasis dan ikterus obstruktif menyebabkan pruritus hebat yang diyakini akibat
asam empedu, yang juga meningkatkan kadarnya didalam plasma.
Bilirubin berbahaya bila melalui sawar dara otak karena efek toksiknya pada sel otak
menimbulkan kernikterus. Kenikterus hanya terdapat peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi.
Patofisiologi Ikterus
1. Fase Prehepatik
a. Pembentukan Bilirubin.
Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan
terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah
yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled billirubin) datang
dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan
hati.Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara
biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin
reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama
dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis).Peningkatan
hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan
pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada
beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis
kurang penting.
b. Transport plasma
Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonyugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albuinin dan tidak dapat melalui
membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.Ikatan melemah
dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti
antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.
2. Fase Intrahepatik
a. Liver uplakc.
13
Proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
b. Konjugasi.
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi
dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konyugasi atau bilirubin direk.Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim
mikrosomal glukuronil-transferase yang menghasilkan bilirubin yang larut
dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin
monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam
saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak
dianggap fisiologik.
3. Fase Pasca hepatik
c. Eskresi Bilirubin.
Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalilculus bersama bahan lainnya.
Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks
ini. Di dalam usus flora bakteri men"dekonyugasi" dan mereduksi bilirubin
menjadi sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja
yang memberi wama coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke
dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin
unkonyugasi. Hal ini menerangkan wama air seni yang gelap yang khas pada
gangguan liepatoselular atau kolestasis intrahepatik.Bilirubin tak terkonyugasi
bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak.Karenanya bilirubin tak
terkonyugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta.
Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi mengalami proses konyugasi dengan
gula melaltii enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.3
C. HEPATITIS
Hepatitis A
Tipe A (infeksi atau hepatitis dengan inkubasi pendek) banyak diderita kaum
homoseksual dan penderita virus HIV.Masa inkubasi adalah 15-50 hari, rata-rata
adalah 30 hari.Merupakan penyakit non kronik.
Hepatitis B
14
Tipe B (serum atau hepatitis dengan masa inkubasi panjang) juga banyak diderita oleh
pengidap virus HIV-positif.Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan dapat mengurangi
kasus yang disebabkan oleh transfusi.Hepatitis B seringkali tidak menimbulkan
gejala.Bila ada gejala, keluhan yang khas dirasakan adalah nyeri dan gatal di
persendian, mual, kehilangan nafsu makan, nyeri perut, dan jaundis.
Hepatitis C
Adalah penyakit yang diderita oleh 20% dari penderita hepatitis virus dan selebihnya
pada kasus transfusi darah.Inkubasi selama 14-182 hari, rata-rata 42-49 hari.Penularan
virus hepatitis C (HCV) juga dimungkinkan melalui hubungan seksual dan dari ibu ke
anak saat melahirkan, tetapi kasusnya lebih jarang.Seperti halnya pada hepatitis B,
banyak orang yang sehat menyebarkan virus ini tanpa disadari.
Hepatitis D
Tipe D (hepatitis delta) merupakan 50% hepatitis tiba-tiba dan parah, dengan angka
kematian yang tinggi. Di Amerika serikat, 1% dari penderita hepatitis D mati dengan
gagal hati dalam waktu 2 minggu dan infeksi kebanyakan menyerang para pemakai
obat-obatan intravena dan penderita hemofilia. Masa inkubasi adalah 1-90 hari.
Tingkat keparahan mencapai 2-70%.Virus hepatitis D (HDV) adalah yang paling
jarang tapi paling berbahaya dari semua virus hepatitis.
Pola penularan hepatitis D mirip dengan hepatitis B. Diperkirakan sekitar 15 juta
orang di dunia yang terkena hepatitis B (HBsAg +) juga terinfeksi hepatitis D. Infeksi
hepatitis D dapat terjadi bersamaan (koinfeksi) atau setelah seseorang terkena
hepatitis B kronis (superinfeksi).Orang yang terkena koinfeksi hepatitis B dan
hepatitis D mungkin mengalami penyakit akut serius dan berisiko tinggi mengalami
gagal hati akut.
Hepatitis E
Tipe E, banyak menyerang orang yang kembali dari daerah endemis seperti India,
Afrika, Asia, Amerika Tengah. Dan lebih banyak diderita oleh anak-anak dan wanita
hamil.Masa inkubasi 15-60 hari, rata-rata adalah 40 hari.Merupakan penyakit non-
kronik.Hepatitis E menyebabkan penyakit akut tetapi tidak menyebabkan infeksi
kronis.Secara umum, penderita hepatitis E sembuh tanpa penyakit jangka
panjang.Pada sebagian sangat kecil pasien (1-4%), terutama pada ibu hamil, hepatitis
E menyebabkan gagal hati akut yang berbahaya.
Hepatitis F
15
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan.Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F
merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.Jenis Hepatitis F ini disebabkan oleh jenis
virus yang terkait dengan penyakit hepatitis lainnya.Beberapa calon hepatitis F
muncul pada 1990-an, tapi tak satu pun dari laporan-laporan itu telah terbukti.Pada
tahun 1994, Deka et.al. melaporkan bahwa partikel virus baru telah ditemukan dalam
tinja pasca transfusi, yang bukan merupakan virus hepatitis A, B, C maupun E.
Kemudian partikel virus tersebut disuntikkan kepada seekor monyet Indian dan
akhirnya monyet tersebut menderita penyakit hepatitis yg dinamakan Hepatitis F atau
Virus Toga.
Hepatitis G
GB virus C (GBV-C), sebelumnya dikenal sebagai virus hepatitis G (HGV), adalah
virus dalam keluarga Flaviviridae yang belum ditetapkan ke genus, diketahui
menginfeksi manusia, tetapi tidak diketahui menyebabkan penyakit pada manusia.
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C.
Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui
transfusi darah jarum suntik.8
Etiologi dan Faktor Resiko
1. Virus :
a. Hepatitis A
i. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak
berselubung berukuran 27 nm.
ii. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara
manusia, dibawah oleh air dan makanan
iii. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
iv. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi
yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
b. Hepetitis B (HBV)
i. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang
memiliki ukuran 42 nm
ii. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita
infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu
kepada bayinya.
16
iii. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
iv. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi,
perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis
serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam
hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko.
c. Hepatitis C (HCV)
i. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak
yang diameternya 30 – 60 nm.
ii. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga
oleh kontak seksual.
iii. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
iv. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
d. Hepatitis D (HDV)
i. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
ii. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang memiliki
iii. kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemovilia
iv. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
v. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
e. Hepatitis E (HEV)
i. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya +
32 – 36 nm.
ii. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia
dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
iii. Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
iv. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan
makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi.
f. Hepatitis F (HFV)
Sampai sekarang belum ditemukan. Masih dalam penelitin para ahli.
g. Hepatitis G (HGV)
Virus yang dapat menyebabkan virus mumps, rubella, cytomegalovirus,
epstein-barr, dan herpes.5
2. Alkohol :
17
Minuman alkoholik yang dikonsumsi secara berlebih dan dapat menyebabkan
alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
3. Obat-obatan
Menyebabkan toksin untuk hati.
Hepatitis karena obat dapat dibedakan menjadi 4 :
i. Hepatotoksin direks
ii. Hepatotoksin indireks
iii. Reaksi hipersensitif terhadap obat
iv. Idiosinkratif metabolik
Manifestasi Klinik
Pada umumnya gambaran klinik dari hepatitis tidak jauh berbeda hanya masa
inkubasi.
Gejala hepatitis akut terbagi 4 tahap :
1. Fase inkubasi
Waktu antar masuknya virus dan timbulnya gejala ikterus.
2. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Keluhan : anoreksia, nause, muntah-muntah. Lemas, lesu, atralgia, demam, sakit
kepala.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5- 10 hari, tetapi dapat juga bersama dengan munculnya
gejala.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan gejala lainnya, tetapi hepatomegali
dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.1
Diagnosis
Uji Fungsi hati, empedu dan pakreas – lanjutan
Uji Nilai normal Makna Klinis
ENZIM 5-35 unit/ml Asparte aminotrasferase (AST)
18
SERUM
AST
(SGOT)
ALT
(SGPT)
LDH
(Frankel)
5-35 unit/ml
(Frankel)
200-450 unit/ml
(Wrobleski)
atau serum
Gultamic oxsaloasetic
transaminase (SGOT),
Alanine aminotransferase (ALT),
atau serum glutmic pyruvic
tranaminase (SGPT) dari latic
dehyrogenase (LDH) adalah
enzim intrasel yang terutama
berada di jantung, hati dan
jaringan skelet yang dilepaskan
dari jaringan yang rusak (seperti
nekrosis atau terjadinya
perubahan permeabilita sel),
meningkatkan pada kerusakan sel
hati dan pada keadaan lain
terutama infark miokardium
Fosfalase
alkali
30-120 (U/L atau 2-
4 unit/dl (Bodansky)
Dibentuk dalam tulang, hati,
ginjal, usus halus dan
diekskresikan ke dalam empedu.
Kadarnya meningkat pada
obstruksi billaria
Meningkat juga pada penyakit
tulang dan metastasis hati.
Uji
sekretin-
CKK
Vol : 2-4 ml/kg
dalam 80 menit
HC03 90-130
Meg/L
Amilase : 6.5-35.2
U/kg
Stimulasi langsung pancreas
dengan infuse IV sekretin CKK
diikuti dengan
Pengumpulan isi duodenum
memungkinkan penilaian
keluaran enzim pancreas dan
bikarbonat.
Uji abnormal mengesankan
kerusakan
Pancreas kronis
19
Uji
Imunologik
Uji diagnosstik yang penting
untuk hpatits
Virus (Lihat table 27-5)
Metode radiologis untuk mengakkan diagnosis penyakit hati, saluran empedu dan
pankreas
Uji Keterangan
Foto polos abdomen Dapat memperlihatkan densitas kalsifikasi
pada kandung
Empedu, cabang-cabang saluran empedu (batu
empedu),
Pancreas dan hati, juga dapat memperlihatkan
adanya
Splenomegali atau asites nyata.
Ultrasonografi Metode yang disukai untuk mendeteksi batu
empedu, dapat diandalkan untuk mendeteksi
diatasi saluran empedu dan massa padat atau
kistik di dalam hati dan pancreas non invasive
dan murah
CT SCAN Pencitraan bersolusi tinggi pada hati , kandung
empedu, pancreas dan limpa, menunjukkan
adanya batu, massa padat atau kista, abses dan
kelainan struktur, sering dipakai dengan bahan
kontras
MRI Pemakaiannya sama dengan CT SCAN tetapi
memiliki kepekaan yang lebih tinggi, juga
dapat mendeteksi aliran darah dan sumbatan
pembuluh darah, non invasive tetapi mahal.
Barrium meal (lihat gambar
27-3A)
Dapat menunjukkan varises esofagus pada
lebih dari 70%
Kasus, tumor sering menyebabkan pergeseran
duodenum (sering ditemukan tanda angka 3
terbalik)
20
Kolesistografi oral dan eksresi zat warna oleh hati memugkinkan
terlihatnya kandung empedu dan saluran
empedu, sehingga terlihat adanya batu empedu,
bahan kontras yang sukar atau tidak terlihat
dapat disebabkan oleh adanya penyakit sel hati
atau obstruksi empedu, sering digunakan
dengan gelombang syok ekstra, orporeal dan
terapi disolusi untuk pengobatan koloitiasis.
Kolangiogram
Transhephatika perkutan
(HTC, transhepatic
cholangiogram) (Lihat
gambar 27-3B)
Zat warna diberikan melalui suntukan perkutan
dari secara buta dimasukkan ke dalam saluran
empedu, memantu membedakan duktus
intrahepatik dan menyebabkan obstruksi
billiaris atau kolestasis, bahaya berupa
kebocoran pendarahan dan sepsis
Kolangiopankreatografi
Retrograde endoskopik
retrograde
Cholanngiopancreatography)
(lihat gambar 27-3B)
Scan radio isotop billaris
Technetium 99mm
Kateter endoskopik di masukkan ke dalam
papilla duodeni-
Suntikan media kontras melalui kateter
tersebut ke pancreas atau diklulus billiarus
sehingga strukturnya dapat terlihat.
Memperlihatkan adanya kolestatis, obstruksi
akut kronis, kebocoran empedu, fistula dan
kista.
Scan hati radio isotop
Dengan sel darah berlabel
Radioaktif koloid sulfa
Berlabel TC atau Scan
Galium (lihat gambar 27-
3C)
Menunjukkan perubahan anatomi pada
jaringan hati, lesi tampak sebagai defek
pengisan (tumor, kista, abses).
Angiografi seliak selektif
(Lihat gambar 27-3D)
Memungkinkan visualisasi sirkulasi pancreas
dan portal, menunjukkan massa tumor
kerusakan seperti pada sirosis dan sirkulasi
portal termasuk lesi hepatic.
Pengukuran tekanan portal Tindakan utama berupa pengukuran langsung
21
(lihat gambar 27-3E) melalui katerisasi vena portak atau secara tidak
langsung melalui penentuan tekanan
intrasplenaik atau tekanan hepatic bentuk baji,
tekanan portal meningkat pada sirosis,
tindakan sering dikombinasikan dengan
penyuting bahan kontras.
Splenopologran (lihat
gambar 2-3E)
Menunjukkan ukuran dari kepatenan kolateral
limpa.8
Pengobatan
Infeksi hepatitis yang sembuh sepontan
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual, atau anoreksia berat yang menyebabkan
dehidrasi berat
2. Mempertahankan asupn kalori dan airan yang adekuat
3. Aktifitas yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. Pembatasan aktifitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A,E,D. pemberian interferon alfa pada
hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronis. Peran lamivudin
atau adefovir pada hepatitis B akutmasih belum jelas. Kortikosteroid tidak
bermanfaat.
6. Obat obat yang tidak perlu harus dihentikan
Pencegahan
1. Pencegahan terhadap infeksi heptitis dengan penularan seara enterik HAV
a. Imunoprofilaktik sebelum paparan
i. Vaksin HAV yang dilemahkan
Efektifitas tinggi
Sangat imunogenik
Antibodi protektif terbentuk bdalam 15 hari pada 85-90% ubjek
Aman, toleransi baik
Efek samping utama adalah nyeri ditempat penyuntikan
ii. Dosis dan jadual vaksin HAV
< 19th 2 dosis of HAVRIK (140 Unit Elisa) dengan interval6-12 bulan
22
Anak < 2th. 3 dosis HAVRIX (360 Unit Elisa) 0, 1, dan 6-12 bulan
atau 2 dosis (720 Unit Elisa) 0,6-12 bulan.
iii. Indikasi vaksin
Pengunjung ke daerah resiko tinggi
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dewasa muda pada daerah yg pernah bmengalami KLB
Pasien yang rentan terhadap penyakit hqati kronik
Pekerja yang menangani HAV
Pekerja pada bagian pembuangan air.
b. Imunoprofilaktik pasca paparan
Keberhasilan vaksin HAV pasca paparan belum jelas
Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
Dosis dan jadwal imunoglobulin
Dosis 0,02 mg ml/kg , suntikan ke daerah deltoid seaegera
mungkin setelah paparan.
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi: kontak erat dan kontak dalanm rumah tanggadengan
infeksi HAV akut
2. HEV
Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat bersifat
proteksi, akan tetapi efektifitas dari imunoglobulin yang mengandung anti HEV masih
belum jelas.
1) Pengembangan imunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan
2) Vaksin HEV swdang dalam penelitian klinis pada daerah endemik
3. HBV
Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan
1) Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
Vaksin rekombinasi ragi
Mengandug HbsAg sebagai imunogen
Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg
pada > 95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3
dosis.
23
Efektifitas sebesar 85-95%
Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15th imunisasi awal
Efek nyeri di daerah suntikan
Dosis dan jadual vaksinasi HBV
. pemberian IM (deltoid) dosis dewasa, untuk bayi, anak sampai mur 19th dg
dosis anak (1/2 dosis dewasa), diulang pada 1 dan 6 blan kemudian.
Indikasi
- Imunisasi universal
- Vaksinasi cacth up untuk anak sampai umur 19 th (bila belu di vaksinasi)
2) Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin
hepatitis B (HBIG)
Indikasi:
- Kontak sekual dengan individu yang terinfeksi akut: 1)dosis 0,04-0,07
ml/kg HBIG sesegera mungki setelah paparan 2)vaksin HBV pewrtama
diberikan saat atau hari yang sama pada deltoid sisi lain 3)vaksin kedua
dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
- Neonatus yang diketahui mengidap HbsAg positif:’1)1/2 ml HBIG
diberikan dlam waktu 12 jam setelah ;lahir dibagian anterolateral otot paha
atas 2)vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam
pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 blan.
- Efektifitas perlindungn melampaui 95%.1
Komplikasi
1. Kegagalan hati yang fulminal(sangat berat) terutama hepatitis B
2. Kerusakan jaringan parenkim hati (sirosis hati)
3. Gagal jantung
4. Sumsum tulang belakang (trombositopenia, leukopenia)
5. Limpa (splenomegali)
6. intestinal (perfosari usus)
7. ensefalopati hepatik
8. asites8
Prognosis
Pengobatan yang segera akan memberikan hasil yang baik pada penyakin hepatitis. Pada
hepatitis A 40 % akan menjadi hepatitis fulminan, pada hepatitis B lebih sering
menyebabkan kronik karena lebih serius dari hepatitis A, dan pada hepatitis C jarang
24
diketahui awa paparan sehingga saat diketahui sudah 20- 30 terpapar dan sudah terjadi
komplikasi.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Arif W dkk. 1992. Ilmu penyakit Dalam jilid I edisi 1V. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
2. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik. EGC : Jakarta
3. Chandrasoma, Parakrama. Taylor, Clive R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. EGC.
Jakarta
4. Robbins dan kumar . 1995. Buku Ajar Patologi II edisi 4. EGC : Jakarta
5. Sherlock, S. 1997. Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Oxford : England
6. Mansjoer, Arif dkk.2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Medika
Aesculapicus : Jakarta
7. Price, Wilson . 2005. Patofisiologi : konsep klinik proses-proses penyakit . EGC :
Jakarta
8. Waspadji, Sarwono dkk. 1995. Ilmu Penyakit Dalam . Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
25