9
ISSN 2089-340X Edisi II/LPMH-UH/XVIII/ XI/2013 B uletin Bagi Demokrasi Untuk Keadilan DITERBITKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tertatih Menuju Akreditasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Tertatih Menuju Akreditasi

ISSN 2089-340X

EksepsiEdisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

BuletinBagi Demokrasi Untuk Keadilan

DITERBITK

AN O

LEH

LEMB

AGA

PERS

MAH

ASIS

WA H

UKUM

UNI

VERS

ITAS

HAS

ANUD

DIN

Page 2: Tertatih Menuju Akreditasi

Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013 Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013 3

Redaksi Eksepsi menerima tulisan berupa opini, artikel, essai, cerpen, puisi, karikatur maupun foto dari pembaca. Tulisan dapat diserahkan di sekre-

tariat LPMH-UH, atau dikirim melalui via e-mail ke: [email protected]

2

EKSEPSIISSN 2089-340X

PENERBIT:LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

PELINDUNG :Dekan Fak. Hukum Unhas

PENASEHAT :Wakil Dekan III Fak. Hukum Unhas

PENDAMPING UKMDr. Hamzah Halim, S.H., M.H

DEWAN PEMBINA :Anwar Ilyas, S.H., Muh. Alam Nur, S.H.,

Muh. Sirul Haq, S.H., Muh. Ali Akbar Nur, S.H,. Wiwin Suwandi, S.H., Nurul Hudayanti, S.H., M.H., Muh. Arman KS, S.H., Ahmad Nur, S.H.,

Solihin Bone, S.H., Irfan Amir, S.H., Nasril, S.H., Hardianti Hajrah S, S.H., Ahsan Yunus, S.H.,

Irwan Rum, S.H.

DEWAN PERS :Abdul Azis Dumpa

Ghina Mangala Hadis PutriArfandi Randriadi

PEMIMPIN UMUM :Amiruddin

PEMIMPIN REDAKSI :M. N. Faisal R. Lahay

SEKRETARIS UMUM:Nurul Hasanah

BENDAHARA :Ainil Ma’sura

REDAKTUR PELAKSANA:Ramli

Rezky Pratiwi

REPORTER :A. Azhim Fahreza Aswal

NurjannahWahyudi Sudirman

FOTOGRAFER :A. Asrul Ashari

LAYOUTER:Nurfaika Ishak

DIVISI KADERISASI:Ahmad Junaedi

Andi Sunarto

DIVISI DANA DAN USAHA:Muhammad Syahrul Rahmat

DIVISI JARINGAN KERJA:Ahmad Fauzi

DIVISI PENELITIAN dan PENGEMBANGAN:Icha Satriani Azis

Salam EksepsisRedaksi

Editorial

Salam Pers Mahasiswa! Salam Perjuangan! Salam Perubahan!Teriakan di atas adalah sapaan rutin bagi kami. Baik di saat

rapat, diskusi, mau pun pertemuan lainnya. Sehingga tidak akan asing lagi terdengar gaungan seperti itu dalam ruang sekretariat kami, Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas (LPMH-UH).

Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa. Baha-gia kembali kami rasakan setelah terbitnya buletin Eksepsi Edisi II ini. Betapa tidak, kemoloran yang berlarut-larut mengakibatkan ter-tundanya terus penerbitan edisi ini. Hal itu juga tidak terlepas dari minimnya kuantitas sumber daya kami.

Para kru Eksepsi yang terdiri dari reporter, fotografer, dan lay-outer haru kerja ekstra dalam proses peliputannya. Bahkan redaktur pelaksana pun juga turut ikut ambil bagian dalam proses peliputan berita di lapangan. Itu semua tidak lain demi memberikan kepuasan bagi para pembaca setia Eksepsi.

Kali ini, Eksepsi mengangkat tema utama mengenai penge-lolaan jurnal di Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Sebagaimana diatur, jurnal juga merupakan salah satu unsur penting dalam pe-nilaian akreditasi fakultas. Namun kenyataannya, baik dari segi tek-nis pengelolaan, hingga distribusi dan publikasinya, masih banyak memiliki kendala. Hal itu yang Eksepsi coba angkat guna perbaikan fakultas kita tercinta ini.

Tema utama kami tersebut diperkuat dengan keterangan M. Saleh S. Ali, Ketua Penyunting Jurnal Internasional Pascasarjana Unhas, dalam rubrik Wawancara Khusus (Wansus). Selain itu, Eksepsi kembali mengkritisi polemik kebiasaan membawa parsel oleh para mahasiswa saat ujian akhir maupun skripsi. Masalah tersebut kami ulas dalam rubrik Laporan Khusus (Lapsus). Di samping itu, masih banyak lagi beberapa rubrik lainnya yang di-tunggu oleh para pembaca.

Perasaan bahagia juga kami rasakan dengan hadirnya para ang-gota kokurikuler jurnalistik tahun 2013. Meski masih terlalu dini, namun keakraban di antara pengurus LPMH-UH dan anggota kokurikuler terasa erat. Hal itu juga yang membuat kami terus ber-semangat dalam berkarya dan berbagi.

Terlepas dari itu, dalam terbitan kali ini tentu beberapa kekuran-gan masih ada. Baik dari segi penyusunan kalimat, tata letak de-sain, hingga kesalahan pengetikan. Semua kekeliruan tersebut tidak lepas dari kapasitas kami yang masih berada pada taraf belajar. Maka dari itu, kritik dan saran dari para pembaca sekalian sangat kami harapkan. Akhirnya, kami dari kru Eksepsi mengucapkan, “Selamat Membaca!”

Jaga Eksistensi Lewat Tulisan

Terpikirkah bahwa akreditasi fakultas itu penting? Terlebih bagi keluarga besar Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Bagi mahasiswa, permasalahan

akreditasi mungkin belum menjadi perhatian. Karena dampaknya belum terasa secara langsung.

Namun, bagaimana jika kelak telah lulus dan hen-dak melamar pekerjaan? Akreditasi fakultas dari alum-ni yang akan melamar, sudah barang tentu jadi perha-tian instansi atau perusahaan tempatnya melamar. Hal itu pasti akan menjadi permasalahan alumni nantinya.

Menyoal akreditasi, warga FH-UH kini mung-kin bisa berbangga diri setelah diraihnya akreditasi A fakultas. Tapi seyogyanya, kita menerawang kembali apa yang menjadi penilaian Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dalam menentukan hal tersebut.

Selain sarana prasana fakultas, masih ada hal lain yang sering luput dari perhatian mahasiswa. Yakni ke-beradaan jurnal ilmiah fakultas. Ya, sebagian besar war-ga FH-UH mungkin belum menyadari urgensi jurnal ilmiah terhadap fakultas.

Di FH-UH sendiri, pengelolaan jurnal ilmiah me-mang telah diselenggarakan sejak tahun 1992 silam. Dengan terbitan pertamanya, Jurnal Amanna Gappa. Setelah itu baru diikuti dengan beberapa terbitan jur-nal ilmiah lainnya. Antara lain seperti Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Konstitusi, dan Jurnal Hukum Interna-sional.

Sebagai informasi awal, semua jurnal ilmiah di FH-UH tersebut tidak ada yang terakreditasi. Padahal, mu-lanya Jurnal Amanna Gappa sempat terakreditasi. Itu pun hanya mampu mendapat akreditasi B. Parahnya, kini akreditasi tersebut telah dicabut. Miris memang melihat fenomena tersebut.

Seperti dibahasakan di atas, jurnal ilmiah, sebagai wadah pengembangan ilmu pengetahuan, tentu di-harapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi untuk terus memperkaya khazanah keilmuan dengan isu-isu baru. Serta tanggung jawab moral-intelektual kepada masyarakat luas.

Kemudian akreditasi jurnal sendiri, menjadi bentuk pengakuan akan kualitas sebuah penerbitan jurnal. Na-mun apa jadinya jika keempat jurnal yang dimiliki FH-UH belum terakreditasi?

Hal inilah yang kemudian mengilhami redaksi Eksepsi untuk menelusuri lebih jauh, apa saja yang menjadi kendala yang dihadapi jurnal ilmiah fakultas, sehingga belum mendapat akreditasi. Karena sangat di-sayangkan jika fakultas kita tercinta ini harus terancam turun akreditasinya disebabkan kendala tersebut. Oleh sebab itu, perlu bagi warga FH-UH untuk mengintros-peksi kembali, hal-hal apa yang kiranya harus diperha-tikan dan diperbaiki lagi di fakultas ini.

Jurnal Butuh Perhatian

“Soal kinerja pengelola, bisa dibilang kami sudah bekerja 200% agar jurnalnya bisa

jalan. Mulai dari usaha kiri kanan mencari sumber pembiayaan dan penulis, itu sudah

dilaksanakan dan luar biasa melelahkan. Yang memasukkan tulisan pun kebanya-kan masih mahasiswa S2, S3 dan dos-en. Belum ada mahasiswa S1, padahal mahasiswa S1 disiapkan tempat gratis untuk yang hasil penelitiannya bagus. Tapi sampai sekarang belum ada”

“Jarang ada publikasi ke mahasiswa ataupun dosen Fakultas Hukum un-

tuk dapat memasukkan karya il-miahnya agar dimuat di jurnal. Untuk itu sosialisasi tentang pe-nulisan jurnal agar lebih diser-ingkan, disamping perbaikan sis-

tem pengeloalaan jurnal”

“Ada budaya yang hilang dari akademisi kita, yaitu budaya literasi. Mungkin salah satu akar persoalan bahwa dosen lebih mengarah pada kegiatan-kegiatan di luar. Mereka lupa tentang tri darma perguruan

tinggi, padahal salah satu tri darma pergu-ruan tinggi itu kan penelitian, yang mesti

dituangkan pada jurnal. Yang saya li-hat saat ini dosen itu menulis di jurnal hanya karena persoalan peningkatan golongan, jadi sekedar pemenuhan persyaratan saja tanpa melihat kualitas”

Mereka Bicara Jurnal

M. Zulfan Hakim, S.H, M.H.Penyunting Jurnal Penelitian Hukum FH-UH

Jupri, S.H.Mahasiswa Pascasarjana FH-UH

Andi Surya Nusantara DjabbaMahasiswa FH-UH

Kunjungan media LPMH-UH ke Harian Fajar bersama anggota Kokur Jurnalistik, Sabtu (23/11).

Page 3: Tertatih Menuju Akreditasi

Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013 Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013 54

LaporanUtama

Setiap perguruan tinggi mengem-ban fungsi pendidikan, pene-litian, dan pengabdian kepada

masyarakat. Sebagai wujud pengab-dian kepada masyarakat, akademisi kampus dituntut menyebarluaskan pengetahuannya, seperti melalui tulisan di jurnal. Jurnal merupakan terbitan berkala ilmiah sebagaima-na diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Ta-hun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah. “Jurnal bertujuan menunjuk-kan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan serta mengomunika-sikan gagasan-gagasan baru dalam pengembangan ilmu,” jelas Prof Irwansyah, Ketua Dewan Penyunt-ing Jurnal Penelitian Hukum, Rabu (6/11).

Di Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), sejumlah jurnal dikelola oleh fakultas, yaitu Jurnal Amanna Gap-pa, Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Hukum Internasional, dan Jurnal Konstitusi. Namun, penerbitan Ju-rnal Kontitusi mandek pada tahun 2011. Jurnal Konstitusi merupakan wujud kerja sama FH-UH dengan Mahkamah Konstitusi melalui organ Pusat Kajian Konstitusi.

Meskipun terbit berkala secara rutin, setiap jurnal masih menghada-pi beberapa kendala. Masalah terse-but antara lain adalah sarana dan prasarana yang tidak memadai, su-litnya mendapatkan tulisan, hingga persoalan pendanaan.Sarana & prasarana tidak memadai

Tidak optimalnya sarana dan prasarana, membuat pengelolaan ju-rnal tidak terpusat dan tidak teratur. Saat ditemui, Kamis (7/11), Zulkifli Aspan, Penyunting Pelaksana Jurnal Amanna Gappa, menilai Ruang Da-pur Jurnal sebagai pusat pengelolaan jurnal di FH-UH belum memadai.

Mengenai pengelola yang diten-garai tidak bekerja dengan baik dan terkoordinasi, Zulkifli mengakui ma-salah itu sulit dihindari. Karena pen-gelolaan jurnal hanya tugas tamba-han dosen. Apalagi, memang tidak ada orang profesional yang khusus mengelola jurnal.

Selain itu, Prof Irwansyah me-nilai belum ada keseriusan pengelo-laan jurnal secara kelembagaan. Hal itu mengakibatkan penanganan ti-dak berlangsung secara terkoordinir. “Mestinya dibentuk sebuah lembaga yang mewadahi. Misalnya ada unit penerbitan setiap fakultas. Sehingga tersentralisir semua penerbitan jur-

nal dan pengelolaannya,” jelasnya.Berdasarkan alur pengelolaan-

nya, proses penerbitan jurnal diawali dengan penyeleksian setiap tulisan yang masuk oleh pengelola jurnal. Selanjutnya dikirim ke mitra bestari sebagai penyunting eksternal demi menjamin kualitas tulisan. Setelah itu, akan dilakukan proses pengedi-tan dan penataletakan, pencetakan, lalu didistribusikan.Sulit cari penulis

Pengelola jurnal juga masih ke-sulitan menemukan penulis untuk mengisi jurnal. Zulkifli Aspan men-gakui, masalah tersebut merupakan kendala utama pengelolaan Jurnal Amanna Gappa. Apalagi jika ingin memuat tulisan-tulisan di jurnal ber-dasarkan satu topik tertentu. Oleh karena itu, ia mengharapkan dosen lebih aktif menyumbangkan tulisan-nya. “Saya mengharapkan peran ser-ta dosen untuk menyampaikan nas-kah-naskah penelitian dan konsep pemikirannya. Sehingga kita punya bank data dan naskah yang banyak. Begitu ingin menggolongkan tulisan jurnal berdasarkan satu topik, sudah banyak sumber. Sekarang ini masih terbatas. Bahkan kami harus memin-ta dengan sangat kepada dosen,” un-gkap Zulkifli.

Sesuai ketentuan, penulisan jurnal harus melibatkan penulis eksternal, yaitu penulis dari fakultas hukum universitas lain. Selain mem-buat gagasan beragam, ketentuan itu juga membuat sebuah jurnal dikenal pihak eksternal. Misalnya saja pre-sentase penulis pada Jurnal Amanna Gappa adalah 60% dari internal dan 40% dari eksternal. Penulis jurnal tersebut tidak terbatas pada dosen saja, tetapi juga mahasiswa dari se-luruh program strata. Tolok ukur tulisan jurnal hanyalah memuat ga-gasan yang menarik, serta sesuai kaidah penulisan ilmiah dan format penulisan masing-masing jurnal.

Pelibatan penulis eksternal fakultas memang bertujuan baik, namun di sisi lain dapat membuat penulis internal tidak produktif. Ket-akutan itu ditegaskan oleh Jupri, ma-hasiswa pascasarjana FH-UH. Sebab itu, ia menyarankan pihak pengelola jurnal agar mengadakan sosialisasi dan pelatihan penulisan jurnal ling-kup FH-UH. “Seharusnya diupay-akan bagaimana memotivasi teman-teman mahasiswa belajar menulis di jurnal,” tutur Zulkifli, Kamis (7/11).

Kurang dukungan danaKurangnya dana juga menjadi

kendala pengelolaan jurnal. Saat ini, berdasarkan penuturan dari Zulkifli, dana untuk Jurnal Amanna Gappa sekali terbit sekitar 30 juta untuk 500 eksemplar. Dana tersebut ber-asal dari fakultas. Sedangkan Prof Irwansyah menyatakan, untuk Jur-nal Penelitian Hukum sekali terbit, hanya 5 juta untuk 200 eksemplar. Dana tersebut hanya berasal dari universitas. Ia menilai, butuh dana minimal 15 juta agar pengelolaan ju-rnal maksimal.

Tidak jauh beda dengan Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Hukum Internasional pun mengalami ken-dala pendanaan. Saat ditemui, Jumat (8/11), Maskun, Pemimpin Redaksi Jurnal Hukum Internasional men-gatakan, untuk terbitan pertama ta-hun ini, menggunakan dana sekitar 9 juta untuk 250 eksemplar. Dana tersebut diperoleh dari patungan para dosen pengelola. Menyikapi hal itu, untuk terbitan selanjutnya, pihaknya telah mengajukan surat permohonan bantuan dana ke pihak universitas.

Sokongan dana yang cukup, se-bagaimana diungkapkan Maskun, akan membuat pengelola fokus pada peningkatan kualitas. Terlebih, pelibatan mitra bestari dan dewan penyunting lebih menjamin kuali-tas dan akuntabilitas tulisan jurnal dibandingkan buku.

Senada dengan Maskun, Prof Irwansyah menilai, jurnal harus didukung dan dikembangkan kare-na penting sebagai acuan perkem-bangan ilmu. “Ini butuh komitmen pimpinan sehingga mampu meny-iapkan anggaran. Unhas belum be-gitu,” ungkapnya.

Akhirnya, terkait dengan pub-likasi jurnal, mahasiswa pascasar-jana FH-UH Muhammad Afif Mah-fud menilai publikasi jurnal belum maksimal. Baik dalam bentuk cetak, maupun melalui media internet. “Ju-rnal itu sangat bermanfaat. Maka setiap ada terbitan jurnal yang baru, harus diumumkan kepada maha-siswa. Sehingga jurnal senantiasa dipakai sebagai bahan referensi,” ha-rapnya, Senin, (11/11).

Sampai berita ini diturunkan, meskipun sempat ditemui Kru Eksepsi, Prof Aswanto selaku pen-anggung jawab jurnal lingkup FH-UH belum sempat memberikan ket-erangan.

Jurnal sebagai salah satu unsur penilaian akreditasi fakultas, masih sering terabaikan. Kerja keras pengelola dinilai perlu mendapat perhatian. Karena jika tidak, akreditasi fakultas bisa

turun dikarenakan kualitas jurnal.

JERIH PAYAH PENGELOLA JURNAL

Oleh: Ramli & A. Asrul Ashary

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidi-kan Nasional Nomor 22 Ta-

hun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah. Tulisan dalam jurnal dapat menjadi bahan referensi bagi para akademisi maupun masyarakat umum. Jurnal tentu berdampak pada eksistensi penulis jurnal dan lem-baga yang menerbitkannya. Selain itu, jurnal yang baik bisa menjadi penunjang bagi akreditasi fakultas. “Jurnal penting untuk mendongkrak penilaian terhadap suatu kampus,” ungkap Jupri, mahasiswa pascasarja-na Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), Kamis (7/11).

Pengelolaan sebuah jurnal untuk mendapatkan pengakuan atau akre-ditasi dari Direktorat Jenderal Pendi-dikan Tinggi (Dikti) harus berdasar-kan beberapa aspek yang tertuang dalam Peraturan Dikti Nomor 49/DIKTI/Kep/2011. Aspek tersebut adalah dimensi fisik atau tampilan,

manajemen, dan substansi. Perincian dalam beberapa segi dengan bobot masing-masing, seperti Penamaan Terbitan Berkala Ilmiah (3), Kelem-bagaan Penerbit (5), Penyuntingan (18), Penampilan (8), Gaya Penulisan (13), Substansi Isi (40), Keberkalaan (9), dan Penyebarluasan (4). Selanjut-nya Disinsentif (–20) diberlakukan bila terjadi penyimpangan terha-dap kewajiban yang seharusnya di-penuhi oleh terbitan berkala ilmiah.

Dalam lingkup FH-UH terdapat tiga jurnal, yaitu Jurnal Amanna Gappa, Jurnal Penelitian Hukum, dan Jurnal Hukum Intenasional yang berstatus tidak terakreditasi. Padahal sebelumnya Jurnal Amanna Gappa sempat terakreditasi B selama 6 tahun, yaitu tahun 2004 sampai ta-hun 2010.

Prof Arfin Hamid selaku Pe-nyunting Pelaksana Jurnal Amanna

Gappa periode tahun 2008-2010 men-gungkapkan bahwa jurnal Amanna Gappa terdegradasi menjadi tidak terakreditasi karena kesalahan dalam pengelolaannya. Menurutnya, para pengelola salah dalam memahami prinsip linear dalam pengelolaan jurnal. Prinsip tersebut menetapkan bahwa penulis pada sebuah jurnal harus berlatarbelakang disiplin ilmu sama dengan ilmu yang menjadi kajian khusus jurnal. Akibatnya, be-berapa tulisan yang dimuat di Jurnal Amanna Gappa ditulis oleh orang yang bukan dari disiplin ilmu hu-kum.

“Kita ada salah kaprah tentang aturan main di Dikti. Dalam prinsip linear ada perbedaan pendapat. Itu yang membuat akreditasi kita jatuh,” jelasnya, Rabu (13/11).

Selain itu, Dr Zulkifli Aspan se-laku Penyunting Pelaksana Jurnal Amanna Gappa mengungkapkan

bahwa jurnal tersebut saat ini ti-dak terakreditasi karena poin yang disyaratkan oleh Dikti belum ter-penuhi. “Akreditasi jurnal kan ada standarnya dan kriteria yang dinilai. Kalau poin terpenuhi, kita akan ter-akreditasi. Sekarang kan masih ada beberapa yang belum terpenuhi,” ungkapnya, Kamis (7/11).

Berbeda dengan Jurnal Amanna Gappa, Jurnal Penelitian Hukum yang juga diterbitkan oleh FH-UH, belum mengajukan akreditasi karena persyaratan untuk pengajuan akre-ditasi tersebut belum terpenuhi. Se-bagaimana Peraturan Dikti Nomor 49/DIKTI/Kep/2011, bahwa jurnal baru dapat diakreditasi jika telah ter-bit minimal 6 kali secara berurutan. Yaitu 3 tahun jika terbit 2 kali per-tahun, dan 2 tahun jika terbit 3 kali pertahun.

Diungkapkan Prof Irwansyah,

selaku Ketua Penyunting Pelaksana Jurnal Penelitian Hukum bahwa pengajuan akreditasi Jurnal Peneli-tian Hukum belum dilakukan kare-na jumlah terbit yang disyaratkan untuk akreditasi belum terpenuhi. “Sekarang sudah 5 kali terbit. Sekali lagi terbit, akan diupayakan untu pengajuan akreditasi,” ungkapnya, Rabu (6/11).

Tak jauh berbeda dengan Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Hukum Internasional belum dapat menga-jukan akreditasi karena baru sekali terbit. Sebagai langkah awal mem-peroleh akreditasi, pihak pengelola memulai dengan fokus pada konsis-tensi teknik termasuk dimensi fisik atau tampilan. “Kita biarkanlah Dik-ti atau LIPI yang kemudian menilai apakah kita dengan sekian kali terbit nantinya, layak mendapat akreditasi. Kita berproses saja,” tutur Maskun, Pemimpin Redaksi Jurnal Hukum Internasional, Jumat (8/11).

Selain kuantitas terbit, yang men-jadi persyaratan diberikannya akre-ditasi terhadap sebuah jurnal aspek substansi isi yang memiliki bobot penilaian tertinggi dalam akreditasi jurnal menjadi perhatian utama dari pada pengelola jurnal. Untuk itu, se-tiap tulisan yang akan dimasukkan ke dalam jurnal diperiksa oleh mitra bestari selaku penyunting eksternal yang profesional.

Para mitra bestari tersebut meru-pakan pakar yang berkompeten di bidangnya, terkenal sebagai cendeki-awanan dalam forum ilmiah interna-sional, serta karya dan pandangan yang sering kali dijadikan referensi. Tugasnya ialah untuk menelaah dan menyaring naskah jurnal secara anonim, sesuai bidang keahliannya. Oleh karena itu, pelibatan mitra be-stari dapat menjamin kualitas sub-stansi tulisan jurnal. “Ketentuannya,

Akreditasi adalah pengakuan resmi atas penjamin mutu ilmiah melalui kewajaran penyaringan naskah, kelayakan pengelolaan, dan ketepatan waktu penerbitan berkala ilmiahnya. Terbitan berkala ilmiah ini bertujuan meregistrasi kegiatan kecendekiaan, me-nyertifikasi hasil kegiatan yang memenuhi persyaratan ilmiah, mendiseminasikannya secara meluas kepada khalayak ramai, dan mengarsipkan semua temuan hasil kegiatan kecendekiaan ilmuan dan pandit yang dimuatnya.

JURNAL FH-UH TIDAK TERAKREDITASI

Oleh: Icha Satriani Azis & Nurfaika Ishak

Sumber: Hasil Olah Data Sekunder 2013

LaporanUtama

Page 4: Tertatih Menuju Akreditasi

Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013 Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013 7

Laporankhusus

Wawancarakhusus

6

setiap jurnal memang harus diperik-sa oleh mitra bestari, yaitu pakar dari luar perguruan tinggi yang berkom-peten dan berpengalaman dalam menilai tulisan-tulisan ilmiah,” ung-kap Prof Arfin.

Kualitas tulisan jurnal merupak-an hal yang sangat urgen. Sehingga dalam menjaga kualitas tulisan ju-rnal, upaya pencegahan terhadap tindakan plagiat harus dilakukan.

Menurut Zulkifli Aspan, tindakan plagiat adalah tanggung jawab pen-ulis. Pihak pengelola biasanya hanya melakukan penyuntingan terhadap kesalahan penulisan berdasarkan format penulisan jurnal yang telah ditentukan. Terlebih, ia mengakui bahwa saat ini pengelola belum me-miliki alat untuk mendeteksi dini unsur-unsur plagiat, misalnya kemi-ripan dengan karya milik orang lain.

Senada dengan Zulkifli, Maskun menegaskan bahwa tidakan plagiat harus dicegah dalam upaya mem-peroleh akreditasi jurnal. Untuk itu, penyuntingan secara maksimal ha-rus dilakukan. “Yang penting adalah menghindari plagiat. Itu yang paling penting. Karena kalau plagiat, pasti dicoret. Kalau tidak plagiat, kan ting-gal menunggu proses saja,” ungkap-nya.

Parsel seakan sudah menjadi budaya atau kultur di kalangan mahasiswa. Terutama bagi mereka yang akan mengikuti ujian proposal atau skripsi. Bahkan

parsel ini sudah dianggap menjadi hal wajib bagi maha-siswa yang akan mengikuti ujian.

Hal itu diungkapkan oleh Yuli Moelawati Pratama, mahasiswa FH-UH angkatan 2010, Jumat (29/11). “Se-benarnya ini memang bukan kewajiban. Melainkan tradi-si. Jadi menurut saya, nanti seterusnya kita akan diberat-kan dengan tradisi ini.”

Searah dengan pendapat Yuli, salah seorang maha-siswa FH-UH angkatan 2010 juga mengeluhkan hal serupa. “Sebenarnya parsel memang member-atkan bagi saya. Tapi mau diapa? Banyak te-man lain yang bawa. Kalau tidak bawa, di-rasa tidak enak juga,” ungkapnya sesaat sebelum ujian proposal, Selasa (19/11).

Prof Abrar Saleng, Wakil Dekan I Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), saat ditemui kru Eksepsi di ruangannya mem-berikan keterangan, “Parsel yang dibawa mahasiswa bukan merupakan hal yang wajib un-tuk dibawa. Tetapi kebanyakan mahasiswa sudah ter-biasa untuk membawa parsel tersebut. Tidak ada regu-lasi yang mengatur tentang pelarangan membawa parsel pada saat ujian. Terkadang ada dosen penguji ataupun pembimbing yang enggan menerima parsel tersebut. Lagian, parsel yang dibawa mahasiswa itu bukan hanya untuk dosen penguji atau pembimbing, tetapi ada juga untuk pegawai.”

Saat ditanya hubungan antara parsel dengan gratifi-kasi, dosen yang sudah puluhan tahun mengajar ini turut memberikan berkomentar. “Parsel ini bukan termasuk gratifikasi. Karena parsel ini tidak memengaruhi nilai uji-an, dan biasanya tentengan itu dikasih pada saat setelah ujian. Bukan sebelum ujian, dan parsel ini tidak memen-garuhi nilai.”

Ketiadaan regulasi membuat kebiasaan membawa parsel terus dilakukan. Upaya untuk membuat larangan terkait hal ini pernah terlontar dari Prof Aswanto, Dekan FH-UH pada Seminar Nasional Hasanuddin Law Fair April lalu. Di depan Dikyanmas, staf KPK yang juga ha-dir sebagai pemateri, ia berujar akan memasang larangan di tiap ruang ujian. Kendati demikian hingga kini belum

ada realisasi dari pernyataan tersebut. Sampai berita ini diturunkan Prof Aswanto belum sempat memberikan keterangan. Fakultas Kehutanan larang mahasiswa bawa parsel

Berbeda dengan FH-UH, Fakultas Kehutanan Unhas justru melarang mahasiswa membawa parsel. Tepatnya, saat ujian proposal atau ujian akhir. Parsel ini dinilai memberatkan mahasiswa. Di samping menambah be-ban finansial kepada mahasiswa, parsel ini juga dapat berpengaruh pada kesiapan mahasiswa sendiri dalam

mengikuti ujian.“Tentengan atau parsel atau semacamnya su-

dah dilarang untuk dibawa ke fakultas kami. Karena itu sangat memberatkan mahasiswa kami. Saya selaku pimpinan fakultas juga sudah menghimbau pen-gelola ujian untuk melarang mahasiswa membawa parsel,” aku Prof Muh. Restu

MP, Dekan Fakultas Kehutanan Unhas, saat ditemui oleh kru Eksepsi, Jumat (11/10) di ru-

ang kerjanya.“Saya tidak mau melihat mahasiswa kami tidak konsen-trasi kepada ujiannya. Seharusnya mereka konsentrasi pada ujian, bukan sibuk mengurus parselnya,” tambahn-ya.

Menurut dekan yang terkenal ramah itu, wajar par-sel ini dilarang. Hal itu disebabkan karena pihak mereka (Fakultas Kehutanan, red) sudah menyiapkan anggaran makan dan minum untuk ujian.

Ketentuan tersebut direspons positif oleh salah seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan. “Saya merasa cukup senang dengan adanya larangan membawa parsel saat ujian proposal ini. Saya bisa lebih fokus menghadapi ujian, tanpa dibebani dengan yang namanya parsel,” ujar Adi, Mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 2009 yang hendak mengikuti ujian proposal.

Melihat perbedaan tersebut, salah seorang maha-siswa FH-UH juga memberikan komentar. “Bagusnya mahasiswa tidak usah membawa parsel. Karena memang hal itu tidaklah substansial. Pihak fakultas (FH-UH, red) harusnya melarangnya dengan membuat aturan atau regulasi yang tegas,” harap Muhammad Irwan, maha-siswa FH-UH angkatan 2007.

PARSEL MASIH DIANGGAP ‘WAJIB’Polemik pembawaan parsel berlanjut lagi. Kebiasaan ini seakan semakin membudaya di Fakultas Hu-kum Unhas (FH-UH). Mungkin bagi mahasiswa yang mampu secara finansial, hal tersebut tidak-lah masalah. Namun bagaimana dengan mahasiswa yang kurang mampu? Berikut hasil laporan kru

Eksepsi mengenai hal itu.

Oleh: Ahmad Fauzi & Wahyudi

“Sebenarnya par-sel memang memberatkan

bagi saya. Tapi mau diapa? Banyak teman lain yang bawa.

Kalau tidak bawa, dirasa tidak enak juga,”

LaporanUtama

Bagaimana Anda melihat perkembangan jurnal yang ada di Unhas saat ini?

Unhas saat ini memiliki banyak jurnal, namun masih didominasi oleh jurnal bertaraf nasional. Baru satu jurnal Unhas yang dikategorikan sebagai jurnal internasional. Rata-rata jurnal kita masih jauh dari kategori tersebut, se-bab mencapai status jurnal internasional itu tidak mudah, banyak hal yang harus dikerjakan.Apakah tulisan dalam jurnal Unhas secara umum telah memenuhi aspek kepioneran isi yang orisinil sesuai kategori jurnal yang ideal?

Untuk memuat suatu artkel dalam jurnal memang yang kita lihat pertama adalah muatan isinya. Apakah materi yang dibahas itu masih baru atau sudah tidak baru lagi. Kedua, kira-kira artikel ini punya pengaruh atau ti-dak dalam dunia ilmu pengetahuan, dan yang ketiga technicalnya. Misalnya, sesuai tidak dengan format jur-nal yang kita kelola. Jika ada yang mengirim tidak sesuai dengan format, maka kita tolak, karena kita tidak mem-punyai waktu untuk mengedit. Dari semua aspek-aspek tersebut, jurnal kita belum begitu memadai.Kendala dalam proses penerbitan jurnal sendiri?

Kalau kita mau menerbitkan jurnal internasional maupun nasional, kita harus mempunyai board of editors. Kemudian kita juga harus mempunyai manajemen edi-tor yang akan mengelola semua artikel. Persoalan yang sering dihadapi dalam pembuatan artikel, yang pertama, pada umumnya mahasiswa atau dosen tulisannya ambu-radul. Kedua, penulis artikel tidak sesuai dengan format. Jika tidak sesuai dengan format, langsung ditolak. Ketiga, pada umumnya artikel-artikel itu tidak berbasis pada ju-rnal. Literaturnya menggunakan literatur buku, padahal jurnal yang bagus itu basis literaturnya dari jurnal.Bagaimana menyikapi problem bahasa, yang sering menjadi masalah dalam pengelolaan jurnal, utamanya jurnal internasonal?

Kita bekerjasama dengan lembaga yang ada di luar negeri, seperti Singapura dan Amerika untuk membantu menyelesaikan masalah bahasa. Jadi kalau ada artikel yang bagus kita kirim ke sana, kita bayar sepuluh dol-lar per halaman. Tujuannya semata untuk memperbaiki struktur bahasa dan penulisan jurnal agar benar-benar menampilkan suatu jurnal internasional. Selain mengan-dalkan lembaga yang ada di luar negeri tersebut, kami

pun sering mengadakan workshop penu-lisan jurnal, guna membantu civitas aka-demika Unhas dalam penyusunan jurnal. Faktor-faktor apa saja yang mempen-garuhi konsistensi dari penerbitan jur-nal itu?Ya aturan. Dalam bekerja kami berpato-

kan pada jadwal rutin terbit. Untuk artkel juga, kalau misalnya tidak

sesuai dengan aturan yang kami buat, kita akan tolak. Kami akan keluarkan artikel setelah di-review oleh orang yg ditunjuk. Namun, tidak berarti setelah artikel sesuai format langsung kita terima. Artikelnya akan kita cek lebih dahulu ke ahli, kemudian di-review dan selanjutnya dikembalikan ke pengelola jurnal.Bagaimana dengan jurnal yang baru dirintis?

Untuk memenuhi kebutuhan artkel, kita membuat workshop dimana peserta diajarkan bagaimana cara men-ulis untuk jurnal internasional. Setiap peserta workshop diwajibkan untuk menyiapkan artikel. Setelah itu, artikel yang telah dibawa oleh peserta kita perbaiki, kemudian diperlihatkan bagaimana menulis jurnal yang baik.Pentingnya jurnal bagi institusi pendidikan tinggi dan mahasiswa?

Penting sekali. Because university without research is not university, but research without publication is nothing. Pen-didikan tinggi yang tidak mempunyai penelitian bukan universitas, tapi kalau penelitiannya tidak dipublikasi, itu tidak ada apa-apa, melainkan hanya sebatas sampah.Apa motivasi pengelola jurnal sehingga konsisten dalam penerbitan?

Motivasinya agar Unhas menjadi the best, agar univer-sitas kita mencapai world class university. Kalau kita tidak mempunyai jurnal yang mumpuni, mana bisa kita men-jadi world class.Bagaimana meningkatkan dan mempertahankan nilai jual sebuah jurnal sehingga bisa dilirik oleh penulis?

Pertama, konsistensi, dan yang kedua, kita harus pun-ya standar. Kalau tidak ada standar, maka mustahil akan bisa bertahan dan dilirik oleh penulis jurnal.Sumber pendanaan jurnal sendiri?

Kalau pendanaan jurnal yang ada di Unhas itu ber-asal dari universitas, contohnya jurnal yang kami kelola ini (Jurnal Internasional, red). Tapi Insya Allah ke depan kalau artikel sudah banyak yang masuk, kita sudah bisa lepas dari sumber pembiayaan utama, misalnya dari Unhas ini.Target yang ingin dicapai jurnal Unhas ke depan?

Saya ingin supaya jurnal yang ada di Unhas ini men-jadi jurnal internasional. Saya rasa itu tidak sulit ketika ada kemauan untuk memulai, yang sulit ketika kita tidak mau memulai. Alhamdulillah ketika jurnal yang saya kelola sudah menjadi jurnal internasional, pujian pun datang dari berbagai pihak yang ada di Unhas. Semua ini berkat usaha dan kerjasama semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan jurnal.Apa harapan anda untuk pengembangan jurnal ke de-pannya?

Harapan saya bagaimana jurnal yang ada di Unhas bisa kita miliki bersama, kita bina bersama, hingga men-jadi jurnal kebanggaan Unhas ke depannya.

B I O D A T A :N a m a : Prof. Dr. Ir. H. M. Saleh S. Ali, M.ScTempat/tanggal lahir : Pinrang, 27 November 1953Alamat Rumah : Komp. Antang Jaya Blok B. 6 Telepon : (0411) 445 516Riwayat Pendidikan : S1 Sosial Ekonomi Pertanian Unhas, Makassar S2 Community Development/Rural Sociology, Uplb, Philipines

S3 Agriculture Extension/Sociology Of Development / International Agricultural, Cornell University, USA

Merintis sebuah jurnal bukan perkara mudah, butuh komitmen dari semua pihak agar lahir jurnal yang berkualitas. Berkaitan den-gan itu, Kru Eksepsi berkesempatan menemui Chief Editor International Journal Of Agriculture Systems Hasanuddin University, Prof. Dr. Ir. H. M. Saleh S. Ali, M.Sc, di ruang kerjanya, Rabu (06/11). Berikut petikan wawancara Rezky Pratiwi dan Nurul

Hasanah dengan Guru Besar Fakultas Pertanian Unhas ini.

JURNAL, TOLOK UKUR WORLD CLASS UNIVERSITY

AmrEksepsi

Page 5: Tertatih Menuju Akreditasi

Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013 Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

UlasanHukum

UlasanHukum

8 9

Pemerintah kolonial menggunakan asas domein verklaring dalam konsep pengaturan tanah di Indonesia. Asas

domein verklaring yang menempatkan pemer-intah kolonial sebagai pemilik tanah sangat bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat Indonesia dan bahkan meng-hilangkan hak-hak masyarakat Indonesia atas tanah. Selama lebih dari tujuh puluh ta-hun (1870-1942) domein verklaring telah men-jadi sebuah konsep legal politis yang hegem-onik melayani pemerintah kolonial untuk memfasilitasi perusahaan-perusahaan kapi-talis Eropa dengan hak-hak untuk menggu-nakan tanah (erfpacht recht) selama lebih dari 75 tahun. Penggunaan asas domein verklaring ini jelas telah menim-bulkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia yang merupa-kan pemilik tanah sebenarnya dan terjadinya konsentrasi tanah pada pihak pengusaha asing. Ini menggambarkan terjadinya ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia antara pihak pribumi dan pengusaha asing.

Asas domein verklaring yang jelas-jelas menyengsara-kan rakyat pribumi kemudian dirombak setelah Indone-sia merdeka. Menteri Negara Agraria Sadjarwo dalam pi-datonya tanggal 12 September 1960 yang mengantarkan RUU Pokok Agraria di muka sidang agraria menyata-kan bahwa perjuangan perombakan hukum agraria ko-lonial dan penyusunan hukum agraria nasional berjalin erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkeraman, pengaruh dari sisa-sisa penjajahan khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari kekangan-kekangan sistem feo-dal atas tanah dan pemerasan kaum modal asing sehing-ga landreform Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan revolusi nasional Indonesia1. Salah satu tujuan dari lan-dreform tersebut adalah mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelengga-rakan batas maksimum dan minimum untuk tiap keluar-ga. Dengan demikian, mengikis pula sistem kapitalisme dan liberalisme atas tanah dan memberikan perlindun-gan terhadap golongan ekonomi lemah. Hal ini juga se-jalan dengan tujuan melaksanakan prinsip tanah untuk tani agar tidak terjadi lagi tanah sebagai obyek spekulasi dan objek pemerasan.

Tujuan landreform tersebut menunjukan bahwa se-jatinya landreform mengacu pada penataan kembali pen-guasaan tanah demi kepentingan petani kecil, penyakap (tenants) dan buruh tani tidak bertanah. Inilah yang di-maksud dengan redistribusi yaitu mencakup pemecahan dan penggabungan satuan-satuan usaha tani dan peru-bahan skala kepemilikan. Konsep ini kemudian berkem-1 Boedi Harsono. 1999. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pemben-tukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Ceta-kan 8. Jakarta : Djambatan. Hlm. 351

bang. Landreform diberi arti yang mencakup dua macam sasaran yaitu tenure reform yang artinya sama dengan yang disebut di atas dan tenancy reform yaitu perbaikan atau pemba-ruan dalam hal perjanjian sewa menyewa, bagi hasil, gadai dan sebagainya tanpa harus mengubah distribusi kepemilikan2.

Indonesia sebagai negara yang melak-sanakan landreform telah melaksanakan be-berapa kegiatan yang mendukung program tersebut. Adapun program landreform sebe-lum diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) meliputi penghapusan hak-hak istimewa desa perdikan, penghapusan

hak-hak konversi dalam wilayah pemerintahan otonom di Yogyakarta dan Surakarta dan likuidasi tanah-tanah partikelir. Sedangkan, program landreform setelah diter-bitkannya UUPA meliputi pembatasan luas maksimum penguasaan tanah, larangan pemilikan tanah absentee, redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas mak-simum, tanah-tanah absentee, tanah-tanah bekas tanah swapraja dan tanah-tanah negara serta penetapan luas minimum pemilikan tanah.

Subtansi UUPA dan berbagai peraturan yang berkaitan dengan landreform sebagai politik agraria na-sional sangat ideal terhadap pengembangan sektor perta-nian. Perhatian peraturan-peraturan terhadap pertanian merupakan hal yang wajar jika dipandang dari faktor sosiologis maupun ekonomis. Dari sisi sosiologis, sektor pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja ter-besar di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011, sektor pertanian menyerap 33,51% dari total angkatan kerja nasional atau sejumlah 39,33 juta orang3. Angka ini mengalami pe-nurunan bila dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 41,49 juta orang. Dari sisi ekonomis, sektor pertanian telah berkontribusi positif dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional dan menyumbangkan devisa negara yang cukup besar.

Substansi berbagai peraturan di bidang agraria khu-susnya UUPA yang sangat ideal guna melaksanakan lan-dreform dalam rangka melindungi dan memberdayakan sektor pertanian sebagaimana yang tertuang dalam pasal 7, 10 dan 14 ayat (2)4 ternyata belum terimplementasi den-gan baik. Implikasi utama dari hal tersebut adalah pen-guasaan lahan oleh para petani yang jauh dari ideal. Ber-dasarkan data BPS tahun 2009, 56,5% atau 39 juta petani

2 Gunawan Wiradi. 2000. Reforma Agraria; Perjalanan yang Belum Berakhir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm. 82. 3 http://www.trenggalek.com/jatim-memiliki-jumlah-petani-terbesar-diindonesia-news. Diakses pada tanggal 19 Februari Pukul 12.45 WITA 4 Pasal-pasal tersebut menekankan larangan penguasaan tanah yang melampaui batas serta pengaturan agraria untuk mening-katkan produksi dan kemakmuran rakyat.

Muh. Afif Mahfud, S.H.Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Unhas

LANDREFORM

hanya menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5 ha jauh dari idealnya yaitu 2 ha5. Luas lahan yang dikuasai oleh petani bersifat paralel dengan tingkat kesejahteraan petani. Makin sempit lahan yang dikuasai petani maka makin rendah juga tingkat kesejahteraan petani tersebut.

Sempitnya penguasaan lahan oleh petani disebabkan oleh perubahan orientasi pembangunan dari pertanian menjadi industri. Perubahan orientasi ini dimulai pada masa orde baru hingga kini. Orientasi pembangunan yang cenderung mengejar pertumbuhan dan bertumpu pada strategi industrialisasi tanpa perencanaan penggu-naan tanah yang baik berakibat pada pengalihfungsian tanah-tanah pertanian untuk kegunaan yang lain. Ketim-pangan penguasaan tanah ini terlihat dalam data Konsor-sium Pembaruan Agraria (KPA) yang menyatakan bahwa 0,2% penduduk negeri ini menguasai 56% aset nasional yang sebagian besar dalam bentuk tanah.

Timpangnya penguasaan lahan antara pengusaha dan petani tidak sesuai dengan esensi UUPA. Dalam pasal 7 UUPA dinyatakan bahwa penguasaan tanah yang melampaui batas maksimum tidak diperk-enankan oleh pemerintah. Berdasarkan UU No 56 Prp Tahun 1960 tentang peneta-pan luas penguaan lahan, batas maksimum pengua-saan tanah tersebut adalah 25 ha. Dalam hal ini, pemer-intah dapat mengambil alih penguasaan lahan yang mela-mpaui batas oleh kelompok pen-gusaha tersebut sebagaimana yang diatur dalam pasal 17 ayat (3) UUPA.

Penguasaan lahan oleh hanya sekelompok pen-gusaha mengakibatkan terjadinya polarisasi kekayaan di Indonesia dan memiskinkan kaum tani. Polarisasi ke-kayaan dan kemiskinan kaum tani merupakan hal yang membuktikan bahwa tujuan utama UUPA dan peratu-ran yang berkaitan dengan landreform untuk mencipta-kan kemakmuran rakyat belum tercapai. Di sisi lain, ini juga tidak sesuai dengan prinsip tanah untuk tani dalam UUPA. Realitas tersebut menunjukan bahwa UUPA seba-gai transformasi sistem pertanahan yang feodal menjadi sistem pertanahan bagi bangsa Indonesia belum terwu-jud dalam kehidupan petani.

Penguasaan tanah yang sangat luas oleh pengusaha berbanding terbalik dengan penguasaan lahan oleh para petani. Petani Indonesia saat ini hanya menguasai lahan seluas 8,9 juta ha6. Luas lahan pertanian tersebut sangat 5 Lihat Undang-Undang Nomor 56 Prp tahun 1960 tentang pen-etapan luas lahan pertanian 6 Sri Susyanti Nur. 2010. Bank tanah: Alternatif Penyelesaian Masalah Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Kota Berkelanju-

tidak ideal jika dibandingkan dengan jumlah petani yang mencapai angka 39 juta orang. Makin sempitnya lahan pertanian ini disebabkan oleh makin maraknya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Badan Pertanahan Na-sional (BPN) mencatat bahwa sejak tahun 1992-2002 laju konversi lahan pertanian pertahun adalah 110 ribu ha dan meningkat menjadi 145 ribu ha selama empat tahun terakhir7. Konversi lahan pertanian ini sangat tidak sesuai dengan esensi UUPA. UUPA menghendaki usaha-usaha dalam bidang agraria diatur untuk meninggikan produk-si dan kemakmuran rakyat serta menjamim derajat hidup yang baik bagi setiap WNI8.

Peningkatan konversi lahan pertanian membawa implikasi terhadap berbagai sektor kehidupan berbangsa. Dari sisi ekonomi, hal ini akan menyebabkan bangsa ini kehilangan devisa negara dan tidak mampu menciptakan ketahanan pangan nasional. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor pangan dari negara lain. Suatu hal yang san-

gat ironis karena Indonesia adalah negara yang me-miliki potensi pertanian yang besar tapi

harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dari sisi

sosial, hal ini akan meningkat-kan jumlah pengangguran

dan kemiskinan di Indone-sia. Pertanian merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar di In-donesia. Hal ini akan men-

ciptakan pengangguran yang pada akhirnya menin-

gkatkan angka kemiskinan di Indonesia.

Pemusatan penguasaan lahan pertani-an kepada kelompok tertentu yang berband-

ing terbalik dengan penguasaan tanah oleh petani jelas bertentangan dengan substansi UUPA. Hal ini disebab-kan UUPA telah mengatur mengenai batas minimum kepemilikan lahan untuk satu keluarga petani. Bahkan, batas kepemilikan minimum tanah untuk petani meru-pakan salah satu asas yang mendasari UUPA9. Untuk mengatasi masalah kepemilikan tanah petani ini maka perlu diadakan land reform (reforma agraria). Dalam kondisi sosiologis petani sekarang ini maka land reform tersebut dapat dikaitkan dengan substansi pasal 15 dan pasal 11 ayat 2 UUPA yang menyatakan bahwa pengelo-laan tanah harus memperhatikan dan melindungi pihak ekonomi lemah. Dalam konteks ini, petani merupakan pihak ekonomi lemah yang perlu untuk diperdayakan dan diproteksi.tan. Makassar: A.S. Publishing. Hlm. 2087 Ibid, hlm 205.8 Boedi Harsono. Op. Cit. Hlm. 569 Ali Achmad Chomzah. 2003. Hukum Agraria (Pertanahan di In-donesia) Jilid I. Jakarta: Prestasi Pustaka. Hlm. 15

Oleh:

KRISIS LAHAN PERTANIAN&

“Petani Indonesia saat ini hanya menguasai lahan seluas 8,9 juta ha. Luas

lahan pertanian tersebut sangat tidak ideal jika dibandingkan dengan jumlah petani yang mencapai

angka 39 juta orang. Makin sempitnya lahan pertanian ini disebabkan oleh makin maraknya konversi lahan per-tanian ke non pertanian. Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa sejak tahun 1992-2002 laju

konversi lahan pertanian pertahun adalah 110 ribu ha dan meningkat menjadi 145 ribu ha

selama empat tahun terakhir,”

Page 6: Tertatih Menuju Akreditasi

Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013 Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

Opini

10 11

Terpilihnya Hamdan Zoelva sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru, membawa harapan besar

bagi masyarakat Indonesia umumnya, dan segenap sivitas akademika Fakultas Hu-kum Unhas (FH-UH) pada khususnya. Ket-ua MK yang juga alumni Strata 1 FH-UH ini diharapkan menjadi salah satu tameng pemberantasan praktek suap-suapan para pemangku tahta negeri ini.

Terlepas dari harapan-harapan besar itu, muncul pula pro dan kontra. Suatu hal yang sangat wajar terjadi. Bagaimana tidak, trauma masyarakat pasca kasus Akil masih terus membayangi. Rekam jejak seorang Hamdan Zoelva ternyata memiliki kesa-maan, meskipun memang tak ada gamba-ran apakah jejaknya nanti akan sama den-gan Akil atau tidak.

Menyoal tentang kesamaan jejak terse-but, bukan lagi hal yang baru. Siapa yang tidak tahu kiprah Hamdan dalam kancah politik. Berdasar-kan biodata yang dikutip dari Sindonews, Ham-dan Zoelva memulai karirnya sebagai dosen luar biasa di beberapa universitas (1986-1987), advokat (1987-2010), dan anggota DPR RI (1999-2004) sebelum menjabat sebagai hakim konstitusi. Ketika di DPR, dia dikenal sebagai politikus Partai Bulan Bintang (PBB). Ia bernaung di par-tai tersebut mulai tahun 1998 sampai 2010. Terakhir ia menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PBB dan Wakil Ketua Badan Kehormatan Pusat PBB (2005-2010).

Rekam jejak parpol yang dimiliki Ham-dan Zoelva terakhir tercatat tahun 2010. Rentang waktu yang tidak cukup untuk menjamin kapasitasnya sebagai Ketua MK yang independen. Meski Hamdan sendiri menjamin dirinya telah melepas payung politik yang selama ini menaunginya.

Dalam sebuah situs berita online saya membaca paragraf awalnya. Seperti ini lah yang tertulis di situs itu : Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, meragukan kemampuan Hamdan dalam me-mimpin MK menggantikan Akil Mochtar. Dia yakin Hamdan tidak akan mampu memulihkan nama baik lembaga itu. “Dalam laporan Pen-gamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, tidak hanya Akil yang disorot, tapi juga ada nama Hamdan,” kata Feri, kemarin.

Latar belakang sebagai anggota DPR dan jabatan di parpol yang begitu kuat, ti-

dak mudah untuk mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat. Kepercayaan akan kemampuan untuk mengembalikan mar-wah dan wibawa MK di tangan Hamdan Zoelva tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia harus bekerja ekstra membangun kepercayaan di tengah keraguan sejumlah kalangan akan politikus dan wakil rakyat.Mengapa harus orang partai lagi?

Berbicara mengenai terpilihnya Ham-dan Zoelva yang berlatar belakang partai politik sama seperti Akil Mochtar. Sebuah kata yang sempat terlontar adalah men-gapa? Mengapa Ketua MK kali ini lagi-lagi harus dari parpol. Tak cukupkah Sang Akil membuat kita jera? Mengapa kita tidak total saja berusaha memperbaiki kondisi MK. Ti-dak ada salahnya Ketua MK adalah murni non-parpol. Masalah hutang budi atas per-an parpol terhadap kiprah seseorang cukup menjadi alasan adanya keraguan akan inde-

pendensi Hamdan Zoelva nantinya. Misalnya jika saja nanti parpol

yang menaungi Hamdan selama ini mengalami

sengketa di MK. Lagi-lagi ini menjadi tantan-gan terbesarnya.

Tahun 2014 men-datang juga menjadi

penantang bagi inde-pendensi seorang Ham-

dan. Tahun dan suhu politik yang kian memanas menjelang

Pemilihan Presiden (Pilpres) akan menjadi ajang pembuktian integritas Ham-dan Zoelva. Bukan tidak mungkin, kede-pannya kasus sengketa pemilu akan sema-kin meningkat. Termasuk salah satunya Partai Bulan Bintang (PBB) yang notabene tempat Hamdan Zoelva berkarir dahulu. Secercah harapan

Ada harapan dibalik angin segar yang menyesakkan. Angin segar bahwa MK ma-sih tetap dipertahankan sebagai lembaga penjaga konstitusi Negara Republik Indo-nesia. Sedikit menyesakkan bahwa peng-ganti Akil sebagai Ketua MK adalah Ham-dan Zoelva. Rekam jejak dalam kancah perpolitikan Indonesia yang tidak berbeda jauh dengan Akil. Meskipun demikian ha-rapan tetap ada untuk kemajuan dan ke-maslahatan Negara. MK di tangan Hamdan Zoelva diharapkan bisa membuktikan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat akan mosi tidak percaya masyarakat terha-dap para penegak keadilan. Setiap langkah Hamdan selanjutnya di MK akan menjadi perhatian khusus. Mampukah Hamdan Zoelva membangun kepercayaan itu? Kita lihat saja nanti.

Harapan Baru di Mahkamah Konstitusi

Salam Anti Korupsi!Pemuda-pemudi merupakan generasi muda yang menjadi tumpuan harapan

bangsa dan negara di masa yang akan data-ng. Banyak yang mengatakan bahwa kondi-si pemuda-pemudi saat ini merupakan gam-baran bangsa dan negara ke depannya. Jika pemuda suatu negara berkualitas, maka ne-gara itu akan mengalami kemajuan. Dan be-gitu juga sebaliknya, jika pemuda-pemudi suatu negara tidak berkualitas, maka negara itu akan mengalami keterbelakangan.

Pemuda-pemudi yang berkualitas ada-lah generasi muda yang memiliki potensi pikiran, tenaga, semangat etos kerja, kepem-impinan, keteladanan dan moral yang dapat bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara. Saat ini, banyak pemuda-pemudi yang cenderung melakukan hal-hal yang koruptif, misalnya dalam membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) suatu kegiatan harga yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang dicantumkan dalam LPJ, minta damai dengan cara memberi uang dalam jumlah tertentu kepada oknum kepolisian ketika ditilang, memberikan sesuatu kepada dosen atau pegawai akademik dengan harapan agar nilainya dapat diperbaiki, senior me-malak uang atau barang milik juniornya, nyontek, malas masuk kuliah, menitip absen dan menjadi mafia absensi. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang diang-gap lumrah dan wajar oleh kita. Kebiasaan koruptif ini lama-lama akan menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.

Dalam acara Urun Rembug “Kebang-

krutan Moral Bangsa” pada kegiatan Pekan Konstitusi dalam rangka Dies Natalis Uni-versitas Hasanuddin yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Hasanud-din pada tahun 2011 lalu, dikatakan bahwa kita sekarang mendapati situasi mendekat ke arah konsep negara gagal (failed state). Kesemuanya dipicu oleh krisis moral, dekadensi moral atau demoralisasi. Dari krisis moral inilah, ancaman dan gejala ke-bangkrutan moral bangsa terlihat jelas dan mengerikan.

Gejala kebangkrutan moral bangsa boleh diduga karena hilangnya atau lun-turnya spirit kebangsaan dalam diri pemuda bangsa. Hilangnya spirit itu kalau dibiarkan saja dan tidak dilawan akan membuat gejala kebangkrutan moral terus berlanjut ke arah stadium lanjut yang lebih parah, dan bukan mustahil menjadi awal kehancuran negara ini. Spirit itu ialah mimpi besar bersama, kesepakatan luhur bersama untuk mem-bangun dan mencapai cita-cita dan tujuan negara, sebagaimana yang dituangkan dan disepakati dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan semangat Hari Anti Korupsi Se-dunia, mari kita tetap senantiasa men-junjung tinggi integritas dan tetap memiliki semangat antikorupsi. Semoga kita dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terutama dalam pencegahan tindak pidana korupsi.Salam Anti Korupsi!

Pemuda-Pemudi vs Korupsi

Oleh :

Ainil Ma’sura

Bendahara Umum LPMH-UH Periode 2013-2014

Oleh :

Ketua Divisi Isu & Propaganda GARDA TIPIKOR FH-UH

Hasanuddin Ismail

Kolom

“Rekam jejak parpol yang dimiliki

Hamdan Zoelva terakhir tercatat tahun 2010. Rentang waktu yang tidak cukup untuk menjamin kapa-

sitasnya sebagai Ketua MK yang independen ”

Adult suffrage: Hak untuk melakukan pilihan yang di-berikan kepada semua orang yang telah mencapai usia tertentu, baik hak pilih pasif maupun hak pilih aktif.Asas dominus litis: Asas keaktifan hakim yaitu hakim bersifat aktif dalam peradilan tata usaha negara, untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata.Asas tugas pembantuan: Suatu asas yang menyatakan tugas turut serta dalam pelaksanaaan urusan pemerinta-han yang kepada pemerintah daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang member tugas.Asas staatsbemoenis: Suatu asa yang menuntut agar ne-gara mencampuri kehidupan warga negaranya.Instansi vertical: Departemen-departemen atau lembaga-lembaga pemerintahan bukan departemen yang memiliki lingkungan kerja di wilayah yang bersangkutan.Interest group institusional: Berbagai kelompok manusia yang berasal dari lembaga yang ada, dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan orang-orang yang menjadi anggota lembaga yang dimaksudkan.

Keputusan condemnatoir: Suatu keputusan yang isinya menjatuhkan sanksi atau hukuman terhadap subyek hu-kum tertentu.Onpartijdigheids beginsel: Putusan yang dijatuhkan secara obyektif dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau anggota-anggota instansi per-adilan ataupun didasarkan pada motif-motif yang tidak bersifat zakelijk ataupun adanya kontak secara tersem-bunyi dari salah satu pihak atau diluar perkara dengan hakim, sehingga menyimpang dari prosedur semestinya.Open baar belang: Kepentingan yang berarti juga kepent-ingan umum yang dapat dilihat, ditonton atau dinikmati oleh semua orang.Uang representasi: Uang yang diberikan setiap bulan ke-pada pimpinan dan anggota DPRD sehubungan dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan anggota DPRD.Wetmatig bestuur: Tindakan berdasarkan undang-un-dang

KamusHukum

Sumber: M. Marwan & Jimmy P. 2009. Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher

Page 7: Tertatih Menuju Akreditasi

Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013 Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

Cakrawala membuka mata. Terbangun dari tidurnya. Sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya, ia melihat jam. Pukul empat pagi. Alarm ponselnya

berbunyi. Ternyata itu yang membangunkannya dari mimpi aneh tadi. Sejenak merenung, ia kembali memejamkan mata. Kembali terlelap. Terhanyut dalam mimpi.

***Resah terasa menghantui tubuh Cakra. Kakinya

gemetaran. Keringat dingin keluar dari ubun-ubunnya. Ia memperhatikan pakaiannya sendiri. Seakan tak menyadari apa yang ia kenakan. Kaos putih dan celana pendek jeans dengan robekan kecil di ujungnya. Tulisan “MUNAFIK” terpampang di kaos putihnya.

Ia coba berjalan perlahan ke arah depan. Terus melangkah maju pelan-pelan. Sesekali ia menengok ke kiri dan ke kanan. Agak berhati-hati. Masih terjebak di dunia antah berantah. Sekelilingnya hanya hamparan luas tanah kosong. Tak bertuan. Dalam pikirannya, mungkin ini adalah zaman di mana paham feodalisme akan menjadi cikal bakal.

Suara bising tiba-tiba terdengar. Kepalanya terputar. Ia kini terjebak dalam keramaian. Di tengah kerumunan rakyat. Lelaki, perempuan, tua, muda, anak kecil. Sang anak kembali muncul. Kini tepat di depannya. Dengan luka bakar di sekujur tubuhnya. Spontan Cakra kaget. Anak itu terus memandanginya. Cakra takut. Lututnya bergetar. Ia jatuh pingsan.

***Suara guntur menggelegar. Cakra tersadar. Hatinya

berdegup kencang. Gelap menyelimutinya. Seakan berganti latar. Kini ia terlempar jauh dalam gemerlapnya malam. Ia coba bangkit dari pingsannya. Kilatan-kilatan cahaya sesekali menyambar. Menakutkan memang. Namun setidaknya hanya itu yang menjadi cahaya penerang jalannya.

Dalam gelapnya malam itu, ia melihat pakaian yang dikenakannya. Sekarang tulisan “HEDONISME” terpampang di kaos putihnya. Ia tampak bingung. Namun ia coba kembali berjalan. Seperti orang buta. Hanya sesaat diberi penglihatan. Yakni saat kilatan petir menyambar dari angkasa. Setelah sekitar sepuluh menit berjalan, ia berhenti sejenak. Napasnya tersengal-sengal. Kilatan cahaya kali ini menyala kelap-kelip di depannya.

Anak kecil yang terbakar tadi muncul lagi di hadapannya. Luka bakarnya menghilang. Tubuh mungilnya tak terbalut sehelai kain pun. Telanjang bulat. Kini sang anak hanya menundukkan pandangan. Tak berani menatap ke arah Cakra. Diam membisu. Tak ada sedikit gerak pun nampak dari dirinya. Terpaku.

Demikian juga Cakra.Tapi akhirnya Cakra memberanikan diri memegang

sang anak. Sekadar menunjukkan sisi keprihatinan batinnya terhadap sang anak. Sisi manusiawinya yang tak pernah berdusta. Tulus memang. Tapi tetap tak lepas dari dosa.

Kilauan cahaya muncul dari dari dalam tubuh sang anak. Silau. Cakra hampir tak bisa melihat kejelasan tubuh sang anak lagi. Dia berusaha keras membuka matanya, meskipun harus dipaksa untuk memejamkannya. Kepala Cakra dibuat pening. Saking terangnya cahaya itu. Matanya tak mampu bertahan. Tubuh sang anak meledak. Ledakannya mengenai Cakra. Panas terasa di sekujur tubuh Cakra. Cakra tak sadarkan diri.

***Gelap gulita. Namun kini Cakra sudah tersadar.

Tapi tetap gelap. Kali ini tidak ada sama sekali cahaya penerang. Hitam. Ia buta. Tak bisa melihat apapun. Dadanya terasa panas. Kulitnya mengelupas. Ia coba meraba bagian dadanya yang semakin perih.

Sakit dia rasakan. Nyeri. Terukir pada kulit bagian dadanya yang terkelupas, “DOSA”. Kali ini dia tak bisa berjalan. Kaki dan tangannya terikat dengan rantai. Ia ingin menangis rasanya. Derita apa yang sedang ia alami.

Tiba-tiba suara bising kembali terdengar. Memecah keheningan. Perlahan akhirnya mulai jelas apa yang diserukan oleh kebisingan itu. Berisik memang, namun lebih jelas. “Pergi Kau!” “Tak berguna!” “Hentikan ini!” “Sia-sia!” “Penjilat!” “Jilat ludahmu sendiri kelak!” “Berlagak seperti Tuhan!” “Tak jauh berbeda dengan mereka!”

***Mata Cakra seketika terbuka. Ia kembali bisa melihat.

Jelas sekali. Masih sedikit gelap. Tapi tidak separah tadi. Luka di dadanya sembuh. Ia kembali normal. Normal seperti sedia kala. Normal layaknya tadi sebelum ia terlelap. Ya, ia masih di kamar tidurnya.

Ia bangkit dan memperbaiki posisi duduknya. Sedikit menguap. Mengusap matanya berulang kali. Diambil ponselnya yang sengaja diletakkan di atas meja samping tempat tidurnya. Pukul tujuh malam. Tanggal 9 Desember 2013. Ia tersenyum kecut. Tapi langsung berubah serius. Dahinya dikernyitkan. Matanya terpejam sesaat. Namun langsung terbuka. Karena kantuknya jelas tak terasa lagi padanya.

Otaknya berpikir. Menafsirkan bias-bias mimpi tadi yang masih terputar dalam memorinya. Ia sadari bahwa ia melewatkan salah satu hari besar bagi dirinya dan kawan-kawannya saat itu. Namun ia bergegas mandi. Bersiap menuju ke kediaman kawan-kawannya. Kawan-kawannya yang ia yakini sebagai pejuang.

Sembilan Desember Cakrawala

Oleh: M. N. Faisal R. Lahay

Rakyat kembali berkerumun. Terdengar suara gemuruh. Entah dari mana asalnya. Mengerikan. Seorang anak berteriak-teriak. Tidak keruan. Menyedihkan. Tak hanya itu. Ada api. Api yang berkobar. Membakar hampir seluruh badan sang anak. Rakyat tak mampu berbuat apa-apa. Hanya berkumpul. Tak lebih dari memandang

Menunggu hingga ajal menjemput sang anak

Makassar, 9 Desember 2013

Resensi

Filsafat Hukum: Teori dan PraktikOleh: Muhamad Syahrul Rahmat

Judul : Filsafat Hukum: Teori dan PraktikPenulis : Prof. Dr. Sukarno Aburaera, S.H., M.H. Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.Si. Maskun, S.H., LL.M.Penerbit : Kencana Perdana Media GroupKota Terbit : JakartaTahun Terbit : 2013Tebal : 272 HalamanCetakan Pertama : Mei 2013

Dalam berbagai literatur, filsafat hukum digambarkan sebagai suatu disiplin modern yang

memiliki tugas untuk menganalisis konsep-konsep peskriptif yang berkaitan dengan yurisprudensi.

Secara sederhana, filsafat hukum dapat dikatakan sebagai cabang filsafat yang mengatur tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.

Munculnya aliran-aliran filsafat hukum dalam ranah filsafat sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat pada umumnya. Buku karya Prof Dr Sukarno Aburaera SH MH, Prof Dr Muhadar SH MH, serta Maskun SH LLM ini, menguraikan berbagai aliran tersebut dari kelebihan hingga kekurangannya.

Buku ini dapat dijadikan sumber

untuk lebih memahami seluk beluk tentang sejarah peradaban manusia, pengetahuan, beserta filsafat yang bersinergi dengan hukum. Tidak hanya itu buku ini juga memaparkan keterkaitan antara hukum dengan etik dan moral. Di mana pembahasan etika tersebut dikaitkan dengan disiplin profesi yang ada.

Buku ini secara teknis terbagi atas delapan bagian. Di antaranya adalah Manusia dan Pengetahuan, Filsafat, Hukum, dan Filsafat Hukum, Sejarah Perkembangan Filsafat, Aliran-aliran dalam Filsafat Hukum, Hukum dan Moral, Kerangka Ilmiah Etika Preofesi, Hukum dan Keadilan, dan Hukum dan Kebenaran.

Pemisahan bagian tersebut dalam buku ini dinilai sangat tepat. Mengingat peruntukannya buku ini sebagai buku ajar. Karena pembagian tersebut memudahkan pembaca dalam memahami urutan ilmu dari filsafat. yakni, mulai dari hakikat

manusia dengan ilmu pengetahuan, hingga kaitannya hukum dengan kebenaran.

Tak hanya itu, buku terbitan Kencana Media Group ini juga membagi pemaparan filsafat hukum dari dua sisi, yakni teoritis, dan praktis, sesuai dengan judulnya. Hal itu juga yang membuat pembahasaan isi buku ini tidak membosankan.

Mengingat buku ini juga merupakan edisi revisi dari buku dengan judul serupa yang ditulis oleh para penulis yang sama pada tahun 2010 silam, maka diharapkan kehadirannya dapat menjadi pelengkap. Oleh sebab itu, para penulis juga mengharapkan agar buku ini dapat lebih memperkaya literatur filsafat hukum bagi mahasiswa, dosen, pegiat filsafat, ataupun masyarakat umum yang tertarik untuk mengembara di dunia filsafat.

Cerpen

12 13

Page 8: Tertatih Menuju Akreditasi

Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013 Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/201314 15

Profil

Matahari belum juga tepat di atas kepala, sinarnya menembus celah-celah rimbun pepohonan di Halaman Gedung Pertemuan Alumni (GPA)

Unhas yang kala itu ramai oleh sekelompok anak kecil, Minggu (3/11). Dibantu beberapa orang pengajar, mer-eka tengah belajar mengarang cerita. Pengajar-pengajar muda sukarela tersebut tergabung dalam Komunitas Pe-cinta Anak Jalanan (KPAJ). Pertemuan rutin yang mer-eka sebut sekolah Ahad tersebut memang diperuntukkan bagi anak-anak yang karena keterbatasan ekonomi, ter-paksa mencari penghidupan di jalanan.

Semua berawal dari keresahan beberapa mahasiswa ketika mendapati banyaknya anak jalanan di lingkun-gan mereka. Sadar bahwa usia kanak-kanak seharusnya dinikmati dengan sukacita belajar dan bermain, Nur Fajri Arifin mahasiswa angkatan 2004 Fakultas Teknik Unhas bersama kawan-kawannya terdorong untuk mencari solusi. Dibentuklah KPAJ pada tanggal 15 Februari 2010. “Ide pendirian KPAJ sendiri bermula di dunia maya, te-patnya melalui jejaring sosial grup Facebook. Ketika itu banyak mahasiswa yang merespon ide tersebut dan akh-irnya kami adakan pertemuan pertama itu di Gedung Ipteks,” jelas Nurul Kuratul Hayani, salah satu pengajar yang merupakan alumni Fakultas Farmasi Unhas angka-tan 2009.

Pasukan Bintang, sebutan untuk anak-anak asuhan KPAJ, saat ini berjumlah lima puluh orang, kendati di tiap pertemuannya hanya sekitar tiga puluh anak yang datang. Mereka berasal dari keluarga yang kurang mam-pu. Profesi orangtua mereka pun beragam, mulai dari pembantu rumah tangga hingga pemulung. Dengan kondisi ekonomi yang demikian, hadirnya KPAJ dir-espons baik oleh pihak orangtua, sebab nyatanya masih ada komunitas yang peduli dengan pendidikan anak-anak mereka. Terlebih lagi sudah ada sekitar dua puluh anak yang mendapat beasiswa dari KPAJ. Dana beasiswa tersebut berasal dari sumbangan sejumlah pihak, terma-suk pengajar KPAJ yang telah bekerja. “Tujuan utama dari terbentuknya KPAJ itu, supaya adik-adik yang bi-asa hidup di jalan, agar tidak lagi turun ke jalan, tidak minta-minta lagi, dan mereka kembali bersekolah. Entah itu dengan mencarikan mereka beasiswa atau orang tua asuh,” tambah Nurul.

Saat ini KPAJ diketuai oleh Erniyati Mustakim, alum-ni Fakultas Teknik Unhas. Total pengurus sekitar enam belas orang di luar tenaga pengajar atau volunter. Sedang kan tenaga pengajar atau volunter KPAJ sendiri berasal

dari kalangan mahasiswa yang mempunyai keahlian, baik itu keterampilan maupun pengetahuan pada um-umnya. Mahasiswa yang bergabung sebagai volunter saat ini berasal dari beberapa universitas, yakni Unhas, UNM, UMI. Ada juga dari komunitas-komunitas, seperti Makassar Berkebun dan Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi) Makassar. Sebagai timbal baliknya, anak-anak KPAJ bi-asanya mengisi acara yang diselenggarakan komunitas-komunitas tersebut. Oleh karena itu, anak-anak KPAJ diberikan kelas khusus, mereka diajarkan menari, me-mainkan drama, membuat robot, serta mengaji. Dengan demikian, mereka dapat tampil di pelbagai event.

“Dulu saya masih turun di jalanan, cari uang untuk bantu orang tua. Setelah ikut KPAJ, ada masukan dari ka-kak-kakak, katanya buat apa kita punya uang kalau kita tidak berpendidikan. Saya jadi semangat untuk belajar di KPAJ, apalagi tiap Minggu pelajarannya beda-beda, jadi tidak membosankan,” ungkap Sarinah, siswi kelas 3 SMP Negeri 30 Makassar yang juga mendapat beasiswa dari KPAJ.

Mengajar Pasukan Bintang bukan perkara mudah. Tak jarang para pengajar dibuat kewalahan oleh ulah bocah-bocah polos itu, meski demikian mereka tetap sabar dan memakluminya. Pengurus ataupun pengajar terkadang mendapati beberapa dari Pasukan Bintang masih turun ke jalanan. Jika hal itu dilihat langsung oleh pengurus, maka anak tersebut akan ditegur, sebab tidak turun lagi ke jalanan merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan beasiswa. Ketiadaan rumah belajar juga menjadi salah satu kendala yang diungkapkan Nurul, namun KPAJ akan terus mengusahakannya agar penga-jaran yang KPAJ berikan lebih intensif. Dengan demiki-an, sepulang sekolah Pasukan Bintang dapat singgah di rumah belajar mereka untuk mengulang pelajaran yang telah diberikan di sekolah dengan bimbingan dari pen-gajar KPAJ.

Kerja-kerja pengajaran, pemberian arahan, dukungan materi serta motivasi akan terus dilakukan. Semua itu semata-mata agar anak-anak jalanan dapat memperoleh pendidikan dan berpeluang atas kehidupan yang lebih layak. Kita juga punya peluang yang sama untuk mem-bantu mereka dan membuat hidup lebih bermakna. Mari berkenalan dengan mereka, Pasukan Bintang. Karena kepedulian kita terhadap penerus bangsa merupakan langkah menuju kehidupan berbangsa yang lebih maju dan bermartabat. Kalau bukan kita, siapa lagi? Salam Pendidikan!

KPAJ, Pengawal PendidikanAnak JalananOleh: Nurjannah

Twi/Eksepsi

Aktivitas

Perhelatan Liga Hukum kem-bali berlanjut. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sepak Bola

Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) menggelar kegiatan tersebut mulai dari hari Rabu, (23/10), hingga Se-lasa, (3/12). Meskipun pertandingan pembuka sempat tertunda diakibat-kan kendala teknis, namun acara tersebut dapat berlangsung lancar sampai acara penutupan.

Peserta untuk tahun ini secara kuantitas bertambah dari tahun lalu. Tercatat ada 20 tim yang ikut berla-ga, antara lain; Jantan FC, Sokap FC, HAN 2012, Petitium 2012, Menuju Ganteng FC, Jack D 2009, PMK FC, Akademik FC, Ubur-ubur FC, SPP FC, Aktual 2013, Solid 2013, Senyum FC, Anu FC, IMHB FC, The Red Mar-ginal, Matahari FC, Densus FC, Pro-vide Legal FC, dan Eksepsi FC.

“Sama seperti tahun-tahun sebe-lumya, peserta tahun ini masih ber-asal dari sivitas akademika FH-UH, ”jelas Sumardi, Ketua Panitia Liga Hukum 2013, saat diwawancarai oleh kru Eksepsi setelah acara penu-tupan, Selasa (3/12).

Walaupun acara tersebut suk-ses hingga akhir, tercatat ada em-pat partai yang dihentikan kare-

na kericuhan yang terjadi dalam pertandingan.“Saya cukup me-nyayangkan beberapa insiden terse-but, karena tujuan dari kegiatan ini adalah mempererat tali kekeluar-gaan sesama sivitas akademika FH-UH,” keluh Sumardi.

Kejuaraan ini menobatkan Pro-vide Legal FC sebagai juara pertama, disusul Akademik FC di posisi ked-

ua, dan Eksepsi FC yang harus puas di posisi ketiga. “Saya berharap Liga Hukum tahun-tahun berikutnya bisa berjalan lebih baik lagi. Tentunya berbagai kekurangan selama Liga Hukum tahun ini akan kami jadikan sebagai bahan evaluasi kedepan-nya,” tutup Afandi Haris Rahardjo, Ketua Umum UKM Sepak Bola FH-UH. (Dim)

Liga Hukum Lahirkan Juara Baru

Juara Liga Hukum 2013, Provide Legal FC, berfoto bersama di lapangan , Selasa (03/12)

Menyikapi pragmatisme di kalangan mahasiswa, Badan Ek-sekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas (BEM FH-UH) menggelar Expo Pergerakan dan Recht Volution Night, di

taman FH-UH, Rabu, (27/11). Expo pergerakan yang bertema “Ber-teriak Tanpa Suara, Bermanifesto dengan Ekspresi” ini, berlangsung dari pukul 13.00 WITA. Kegiatan diisi dengan pameran foto, stan isu, serta lapak literasi. Malam harinya, acara dilanjutkan dengan parade ekspresi, berupa pembacaan puisi, monolog, mimbar bebas, stand up comedy, dan pementasan akustik.

Stan isu diisi oleh Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Unhas (UKPM-UH), Komunitas Kretek Makassar, Lingkar Advokasi Mahasiswa (Law) Unhas, dan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas (LP-MH-UH). Adapun isu yang diangkat merupakan isu-isu terkait kepentingan mahasiswa, termasuk polemik Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan fasilitas kampus yang kurang memadai. Selain itu, juga disinggung isu di luar kampus, seperti penggusuran Kampung Bu-loa.

Kendati demikian, respons mahasiswa khususnya di FH-UH ternyata masih minim. Hal tersebut disayangkan Athir, Mahasiswa Sastra Inggris Unhas yang juga terlibat di salah satu stan. “Biasanya ada testimoni dari setiap lembaga untuk memperkenalkan isu atau kasus yang dibawa. Tidak hanya memajang data. Tadi yang saya lihat tidak ada feedback. Jadi, orang hanya datang sambil melihat, tidak lebih,” tuturnya.

Di lain pihak, Presiden BEM FH-UH, Nurdiansah, menaruh harapan besar pada Expo pergerakan ini, ”Mudah-mudahan di pe-riode berikutnya acara ini tetap dipertahankan dan lebih banyak lagi mahasiswa hukum yang tertarik dengan kegiatan seperti ini.”

Selain stan isu, Expo yang baru pertama kali dilaksanakan di FH-UH ini juga mengadakan pemeran buku, bekerjasama dengan Kedai Buku Jenny dan Toko Buku Rausyan Fikr. Sejumlah item acara juga melibatkan sejumlah Unit Kegiatan Mahasiswa lingkup FH-UH. (Asw)

Expo Pergerakan Minim Respons

Salah satu stan isu sepi pengunjung pada Expo Pergerakan, Rabu (27/11)

Ansyar/kontributor

Ansyar/kontributor

Page 9: Tertatih Menuju Akreditasi

Sejauh ini aku selalu berdasar pada kekuatan logika dalam hal apapun

Sampai aku lupa, di luar sana, ada banyak hal yang tidak bisa dijangkau

Termasuk rasa sakit yang diakibatkanoleh logika itu sendiri

Tapi…Aku sangat yakin bahwaAku tak akan selemah ini

Jika logika itu tak pernah adaBahkan…

Aku tak pernah sadarJika ternyata RINDU itu masih tersimpan

Rapat UNTUKMUKalau saja ada kotak kecil

di depan rumahmu.Aku ingin menyimpannyaSebagai pengganti surat

Biar engkau bisa buka kapan sajadan tahu…

Kalau rindu itu selalu ada UNTUKMUSepanjang kau menyimpannya

Kotak Kecil

Oleh: Ahmad ‘Acha’ NurTamalanrea, 15 september 2013

PuisiGaleriFoto

Ansyar/kontributor