12
TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI Mintarsih, Subandi Universitas Negeri Surabaya, [email protected] Universitas Negeri Surabaya, [email protected] Abstract This paper attempts to submit an evaluation plan based on word naming tes perspectives. The uniqueness of the evaluation of this perspective is the use of psycholinguistic norms to identify inhibiting factors as well as supporting kanji recognition by learners. In addition, a detailed analysis of the kanji constituents is to be tested. The psycholinguistic norms and characteristics of the kanji constituents are exemplified in the design of the evaluation in this paper, including: frequency effects, cumulative frequency effects, family size effects, word complexity, and so on. While the kanji constituent seen from the visual form of kanji graphics on the phonetic and semantic radicals; and consistency of compound kanji pronunciation. This evaluation is based on a study of how information processing takes place in the mind of the learners. In the field of visual recognition of words, the task commonly used to test cognitive learning abilities is the word naming test. In this test the learners are asked to pronounce the visible kanji on the computer monitor quickly and accurately within the specified response time limit. Learners' answers will be recorded and then analyzed offline. Advantage of this evaluation is teacher or lecturer can identify factors causing learners difficulties in recognizing kanji. Keywords: word naming tes, ability to read kanji, evaluation PENDAHULUAN Tes penamaan kata atau membaca bersuara ( word naming/reading aloud) biasa dilakukan untuk mengukur kemampuan pemelajar dalam mengenali kanji (kanji word recognition). Tugas penamaan kata dilakukan dengan cara memperlihatkan stimulus visual kepada mahasiswa pemelajar kanji. Stimulus visual berupa konfigurasi grafis kanji dengan karakteristik tertentu. Stimulus visual ini merupakan kata kanji target yang harus dibaca oleh mahasiswa. Tes penamaan kata berfungsi untuk mengobservasi apakah pemelajar dapat mengenali kata kanji target yang ditampilkan, dilihat dari mampu tidaknya pemelajar tersebut melafalkan

TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

Mintarsih, Subandi

Universitas Negeri Surabaya, [email protected] Universitas Negeri Surabaya, [email protected]

Abstract

This paper attempts to submit an evaluation plan based on word naming tes perspectives. The uniqueness of the evaluation of this perspective is the use of psycholinguistic norms to identify inhibiting factors as well as supporting kanji recognition by learners. In addition, a detailed analysis of the kanji constituents is to be tested. The psycholinguistic norms and characteristics of the kanji constituents are exemplified in the design of the evaluation in this paper, including: frequency effects, cumulative frequency effects, family size effects, word complexity, and so on. While the kanji constituent seen from the visual form of kanji graphics on the phonetic and semantic radicals; and consistency of compound kanji pronunciation. This evaluation is based on a study of how information processing takes place in the mind of the learners. In the field of visual recognition of words, the task commonly used to test cognitive learning abilities is the word naming test. In this test the learners are asked to pronounce the visible kanji on the computer monitor quickly and accurately within the specified response time limit. Learners' answers will be recorded and then analyzed offline. Advantage of this evaluation is teacher or lecturer can identify factors causing learners difficulties in recognizing kanji. Keywords: word naming tes, ability to read kanji, evaluation

PENDAHULUAN

Tes penamaan kata atau membaca bersuara (word naming/reading

aloud) biasa dilakukan untuk mengukur kemampuan pemelajar dalam

mengenali kanji (kanji word recognition). Tugas penamaan kata dilakukan

dengan cara memperlihatkan stimulus visual kepada mahasiswa

pemelajar kanji. Stimulus visual berupa konfigurasi grafis kanji dengan

karakteristik tertentu. Stimulus visual ini merupakan kata kanji target yang

harus dibaca oleh mahasiswa. Tes penamaan kata berfungsi untuk

mengobservasi apakah pemelajar dapat mengenali kata kanji target yang

ditampilkan, dilihat dari mampu tidaknya pemelajar tersebut melafalkan

Page 2: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

ASA, Vol. 4, September 2017

52 | E-ISSN: - http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa

bunyi dari kata target tersebut. Yap dan Balota (2012) menyebut teknik

word naming/reading aloud dengan nama speeded pronunciation,

sedangkan Kess dan Miyamoto menyebutnya dengan istilah speech

recording view.

Pengenalan kata atau word recognition itu sendiri dalam

oxforddictionaries.com didefinisikan sebagai “the process or faculty

whereby a reader perceives and correctly understands word”. Dalam

Ed.gov, word recognition didefinisikan sebagai berikut, “the ability of a

reader to recognize written words correctly and virtually effortlessly. It is

sometimes referred to as “isolated word recognition” because it entails a

reader’s ability to recognize words individually -from a list, for example-

without the benefit of surrounding words for contextual help”. Sedangkan

dalam EMSTAC.org dinyatakan bahwa, “word recognition refers to the

ability of students to develop automaticity when reading isolated words”.

Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa word recognition

atau pengenalan kata adalah kemampuan pembaca untuk memahami

kata tertulis, secara benar tanpa usaha atau berlangsung secara otomatis

tanpa dipengaruhi konteks.

Selanjutnya Cooper (2000) dalam EMSTAC.Org (Elementary and

Middle Schools Technical Assistance Center) menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan otomatisasi adalah keakuratan dan kecepatan siswa

dalam menyempurnakan tugas pengenalan kata. Otomatisasi dalam

pengenalan kata penting karena seberapa baik siswa dapat mengenali

kata dapat mempengaruhi seberapa lancar dalam membaca, dan

kelancaran adalah fondasi kearah pemahaman. Mengkonstruksi makna

adalah tujuan utama dari keterpahaman ‘literacy experience’. Untuk

mengenali kata secara otomatis, siswa memerlukan keterampilan yang

baik dalam memahami dan mengembangkan kemampuan penguasaan

kosa kata. Dengan demikian, dapat dipahami pentingnya rekognisi kata

dalam keberhasilan kemampuan membaca.

Page 3: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

Mintarsih, Tes Penamaan Kata...

http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa E-ISSN: - | 53

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian

kepustakaan, yaitu menelaah secara teoritis berbagai teks-teks, referensi,

catatan, dan literatur ilmiah, serta hasil-hasil penelitian sebelumnya yang

sejenis sebagai landasan konseptual guna menyusun rancangan konsep

yang ingin dilaporkan pada makalah ini.

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan kajian konseptual yang didasarkan pada

teori psikologi kognitif dan psikolinguistik. Psikologi kognitif membahas:

persepsi terhadap informasi, pemahaman terhadap informasi, alur pikiran,

dan membahas formulasi dan produksi jawaban. Jadi psikologi kognitif

adalah ilmu yang menyelidiki pola pikir manusia. Dapat juga dipandang

sebagai studi terhadap proses-proses yang melandasi dinamika mental

(Solso, 2015, p.2). Psikologi kognitif terutama berkaitan dengan

bagaimana pengetahuan direpresentasikan dalam pikiran. Psikologi

kognitif merupakan ilmu mengenai pemrosesan informasi, yang berarti

psikologi kognitif berkutat dengan cara memperoleh dan memproses

informasi mengenai dunia, cara informasi tersebut disimpan dan diproses

oleh otak, cara menyelesaikan masalah, berpikir dan menyusun bahasa,

dan bagaimana proses-proses itu ditampilkan dalam perilaku yang dapat

diamati. Neisser (dalam Solso, 2015) menyatakan:”…istilah kognisi

mengacu pada seluruh proses dimana input sensorik diubah, dikurangi,

dimaknai, disimpan, diambil kembali, dan digunakan…jelaslah bahwa

kognisi dilibatkan dalam keseluruhan hal yang mungkin dilakukan

manusia; bahwa seluruh fenomena psikologis adalah fenomena kognitif”

(p.10). Psikologi kognitif mencakup keseluruhan proses psikologis dari

sensasi ke persepsi, pengenalan pola, atensi, kesadaran, belajar, memori,

formasi konsep, berpikir, imajinasi, bahasa, kecerdasan, emosi, dan

bagaimana keseluruhan hal tersebut berubah sepanjang hidup (terkait

Page 4: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

ASA, Vol. 4, September 2017

54 | E-ISSN: - http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa

perkembangan manusia) dan bersilangan dengan berbagai bidang

perilaku yang beragam.

Darjowidjojo menjelaskan bahwa pada saat proses berbicara atau

menulis terjadi, tanpa disadari kata-kata yang diperlukan untuk

menyampaikan informasi pada umumnya keluar otomatis seolah tanpa

melalui proses apapun. Demikian halnya ketika menjadi pendengar, atau

pembaca, informasi yang disampaikan lawan bicara atau yang tertulis

dengan mudah dapat dipahami seolah tanpa berpikir. Proses ini

kelihatannya sangat natural tetapi jika diselami lebih mendalam dapat

diketahui bahwa untuk mengeluarkan atau untuk memahami satu kata

diperlukan proses yang rumit (2014, p.84).

Leksikon mental itu sendiri adalah tempat penyimpanan kata dalam

diri manusia yang seringkali dirujuk sebagai ‘mental dictionary’ atau lebih

umum dikenal dengan sebutan leksikon mental ‘mental lexicon’. Leksikon

mental mempunyai sistem yang memungkinkan individu memanggil

kembali kata-kata secara cepat. Selain itu, isinya selalu berubah dan

memungkinkan manusia menciptakan kata sesuai aturan yang ada pada

bahasanya. Leksikon mental mampu menyimpan informasi yang lebih

banyak, lengkap, dan rinci daripada kamus biasa. Aitchison menegaskan

perbedaan utama antara mental leksikon dengan kamus adalah kata-kata

dalam kamus hanya memberikan sejumlah kecil informasi dari setiap

itemnya, sedangkan mental leksikon lebih luas dan kompleks (1990, p.14).

Dardjowidjojo (2014, p.7) mendefinisikan psikolinguistik sebagai ilmu

yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam

aktivitas berbahasa. Dardjowidjojo menyimpulkan definisi psikolinguistik

tersebut berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan Aitchinson,

Harley, Clark dan Clark. Secara jelas Aitchinson (1998) mendefinisikan

psikolinguistik sebagai suatu “studi tentang bahasa dan minda”. Harley

(2001) menyebutnya sebagai suatu “studi tentang proses-proses mental

dalam pemakaian bahasa”. Sementara itu, Clark dan Clark (1977)

menyatakan psikologi bahasa berkaitan dengan tiga hal utama:

Page 5: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

Mintarsih, Tes Penamaan Kata...

http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa E-ISSN: - | 55

komprehensi, produksi, dan pemerolehan bahasa.

Selanjutnya, secara rinci Dardjowidjojo menjelaskan keempat topik

utama dalam psikolinguistik sebagai berikut: (a) komprehensi, yakni,

proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga manusia dapat

menangkap apa yang dikatakan lawan bicara dan memahami apa yang

dimaksud, (b) produksi, yakni, proses-proses mental pada diri manusia

yang membuat manusia dapat berujar seperti yang diujarkan, (c) landasan

biologis serta neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (d)

pemerolehan bahasa, yakni, bagaimana anak memperoleh bahasanya.

Berdasarkan kajian teoritis yang telah dilakukan serta kajian

penelitian-penelitian terdahulu, rekognisi pemelajar melalui tes penamaan

kata dapat mendeskripsikan bagaimana pemrosesan informasi

berlangsung dalam pikiran pemelajar bahasa Jepang. Bagaimanakah

pemelajar bahasa Jepang di Indonesia memproses kanji dalam upaya

pemerolehan bahasa Jepang?

Dardjowidjojo (2014, p.178-179) menjelaskan sedikitnya ada tiga

aspek untuk menyatakan individu mengetahui suatu kata, yaitu: aspek

semantik, kategori sintaktik, dan aspek fonologis dari kata tersebut. Dalam

aspek semantik individu dituntut tidak hanya mengetahui makna dasarnya

saja tetapi juga nuansa-nuansa lain yang terkait dengan makna itu. Aspek

kedua yaitu kategori sintaktik dimana pengetahuan tentang aspek ini

diperlukan karena susunan kalimat ditentukan oleh penempatan kategori

sintaktik pada tempat-tempat yang benar. Aspek ketiga yaitu fonologi

diperlukan guna mengetahui bunyi dari kata tersebut dan bagaimana

bunyi-bunyi tersebut diatur dalam susunan yang benar menurut sistem

bahasanya.

Kajian literatur terhadap penelitian-penelitian terdahulu ihwal

pemerolehan kata dan kanji menunjukkan bahwa proses akses leksikal

dalam merekognisi kanji melibatkan berbagai informasi yang ada pada

leksikon mental pemelajar. Pengaktifan informasi tersebut yakni grafis,

Page 6: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

ASA, Vol. 4, September 2017

56 | E-ISSN: - http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa

bunyi, ataupun makna dalam pikiran pemelajar terjadi karena adanya

stimulus visual yaitu konfigurasi grafis kanji secara tertulis maupun tugas

tertentu yang diberikan untuk melihat bagaimana pikiran memprediksi.

Aspek-aspek visual tersebut mengakibatkan berbagai komponen dalam

ketiga informasi ini berinteraksi melalui rute-rute tertentu yang

berkemungkinan saling mendukung atau menghambat. Secara teoritis

proses penyimpanan, pengaksesan, dan pengintegrasian yang terjadi

dalam leksikon mental berlangsung dalam rentang waktu yang tidak

sebentar dan mengikuti suatu model tertentu. Apakah mengikuti model

berurutan, model pararel ataukah model lainnya. Prosedur dalam model-

model tersebut melibatkan proses pengolahan aspek morfologis, aspek

semantik, kategori sintaktik, dan aspek fonologis secara interaktif. Dalam

hal proses pengenalan kanji, prosedur yang berlainan ini dipengaruhi

berbagai faktor lain misalnya pengaturan kontekstual untuk kanji yang

diberikan, fitur spesifik dari keakraban, frekuensi, kompleksitas kanji, dan

sebagainya. Disisi lain, karakteristik kanji itu sendiri sebagai ideograf,

menyebabkan proses akses leksikal yang terjadi berbeda dengan proses

akses kana maupun alfabet.

Lupker (2005, p.39) menyatakan, “... any successful model of visual

word recognition needs to incorporate the assumption of “interactivity,” that

is, that the various components of the visual word recognition system (i.e.,

orthographic, phonological, semantic) mutually activate and inhibit each

other while a word is being processed”. Pengenalan kata visual perlu

menggabungkan asumsi "interaktivitas," yaitu, bahwa berbagai komponen

dari sistem pengenalan kata visual (yaitu ortografi, fonologi, semantik)

saling mengaktifkan dan menghambat satu sama lain sementara kata

sedang diproses.

Berdasarkan pendekatan join efek dari beberapa variabel, yang

digunakan dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa variabel-variabel

penjelas yang digunakan dalam variabel independen akan saling

mempengaruhi, baik diantara variabel-variabel penjelas itu sendiri maupun

Page 7: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

Mintarsih, Tes Penamaan Kata...

http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa E-ISSN: - | 57

antar variabel independen. Kemudian, berdasarkan model aktivasi

interaktif huruf dan model kecepatan pengucapan, peneliti berasumsi

bahwa variabel independen akan mempengaruhi variabel dependen yaitu

kemampuan mahasiswa dalam merekognisi kanji akan dipengaruhi fitur

visual dan konsistensi pelafalan dari kanji gabungan.

Penelitian ini didasari kesulitan mahasiswa pemelajar bahasa

Jepang dalam mempelajari kanji. Kesulitan mahasiswa dalam mengenali

kanji dapat disebabkan karena banyaknya jumlah kanji, kanji memiliki

coretan garis pembentuk yang banyak, detail, dan rumit, kanji memiliki

banyak cara baca/pengucapan karena karakteristik kanji itu sendiri yang

disebut morphografic multiple reading (bentuk grafis kanji memiliki banyak

cara baca), serta disebabkan polysemi kanji memiliki banyak makna

terutama ketika kanji tunggal membentuk kanji gabungan. Kesulitan-

kesulitan tersebut tidak mungkin semuanya diobservasi dalam satu

penelitian ini. Dengan asumsi bahwa kesulitan menulis huruf kanji, saat ini

banyak terbantu dengan kecanggihan teknologi yaitu adanya kamus

elektronik bahkan aplikasinya sudah dapat diunduh pada telephone pintar,

dan kesulitan yang disebabkan polysemi dapat dipahami dari konteks

wacana, maka pada penelitian ini akan difokuskan pada kesulitan

mengenali kanji yang disebabkan karakteristik kanji yang memiliki banyak

cara baca morphographic multiple reading sehingga sering

membingungkan pemelajar terhadap cara baca/pengucapan yang mana

dan kapan digunakan. Istilah morphographic sering juga disebut dengan

logographic atau ideographic (Sasanuma, 1986; Wydell, Patterson &

Humphreys, 1993 dalam Fushimi, Ijuin, Patterson, dan Tatsumi, 1999,

p.383). Verdonschot (2011) menggunakan istilah multiple reading untuk

kanji, dan multiple pronunciation untuk hanzi. Fushimi, dkk (1999, p.383),

menggunakan istilah multiple pronunciation untuk istilah multiple reading.

Karakeristik kanji morphographic multiple reading dalam penelitian ini

berkaitan dengan: pertama, bunyi onyomi (pelafalan/cara baca Cina) dan

Page 8: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

ASA, Vol. 4, September 2017

58 | E-ISSN: - http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa

kunyomi (pelafalan/cara baca Jepang) pada kanji tunggal individual kanji

baik kanji sederhana maupun kompleks simple and complex kanji, dan

kanji gabungan compound kanji (jukugo), jumlah stroke (coretan garis

pembentuk kanji), serta komponen-komponen pembentuk konfigurasi

grafis kanji yaitu radikal fonologi, radikal semantik, serta komponen bentuk

grafis lainnya. Kedua, konsistensi pelafalan kanji gabungan yang terdiri

dari dua huruf kanji.

Disisi lain, proses rekognisi kata termasuk kanji dipengaruhi banyak

faktor misalnya efek frekuensi kata, efek kata-bukan kata, efek

imageability kata, efek kekonkritan kata, efek keakraban dengan kata

familiarity, banyaknya jumlah kata yang sama bunyi homophone density,

jumlah formasi kata, jumlah makna kata, jumlah komponen, jumlah

coretan garis pembentuk grafis kanji, efek kedekatan kata neighborhood

effect, regularity, usia belajar, usia pemerolehan dan sebagainya. Dengan

demikian, selain dari sisi karakteristik kanji yang morphografic multiple

reading akan diobservasi juga bagaimana faktor-faktor tersebut

mempengaruhi proses rekognisi.

Dengan mempertimbangkan karakteristik karakter kanji yaitu

morfografis multiple reading dan kedalaman analisis hasil penelitian, maka

pada penelitian ini akan difokuskan pada aspek, yaitu: 1) fitur visual

(konfigurasi komponen visual grafis kanji), dan 2) konsistensi pelafalan,

serta 3) rekognisi kata kanji pada mahasiswa pemelajar bahasa Jepang.

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan join efek untuk melihat

hubungan antar variabel independen yaitu fitur visual dan konsistensi

pelafalan, maupun variabel-variabel penjelas dari variabel-variabel

independen. Variabel-variabel penjelas yang tersebut dalam penelitian ini

merupakan karakteristik kata target. Variabel-variabel penjelas pada vitur

visual grafis kanji tunggal, yaitu: efek frekuensi, efek family size, efek

frekuensi kumulatif, kompleksitas kata yang terdiri dari jumlah stroke dan

jumlah komponen, dan efek semantik imageability (kata konkrit dan kata

abstrak). Sedangkan, variabel-variabel penjelas pada konsistensi

Page 9: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

Mintarsih, Tes Penamaan Kata...

http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa E-ISSN: - | 59

pelafalan kata kanji gabungan yaitu: efek frekuensi kata kanji gabungan,

efek frekuensi karakter (frekuensi setiap kata tunggal dari kanji gabungan),

efek mora, efek friends, efek neighbor, efek enemies, dan semantik

imageability (kata konkrit dan kata abstrak). Variabel-variabel tersebut

akan dianalisis menggunakan analisis cluster, sehingga akan

menghasilkan sejumlah kluster (kelompok). Analisis ini diawali dengan

pemahaman bahwa sejumlah data tertentu sebenarnya mempunyai

kemiripan diantara anggotanya; karena itu dimungkinkan untuk

mengelompokkan anggota-anggota yang ‘mirip’ atau mempunyai

karakteristik yang serupa tersebut dalam satu atau lebih dari satu kluster.

Dengan kata lain, tujuan analisis kluster yakni mengelompokkan objek-

objek berdasarkan kesamaan karakteristik diantara objek-objek tersebut.

Penelitian ini menggunakan kerangka kajian teoritis dari teori

rekognisi kata yaitu: model aktivasi interaktif huruf (McClelland dan

Rumelhart, 1981), model kecepatan pengucapan, dan pendekatan joint

efek dari beberapa variabel. Berdasarkan kajian teori tersebut, peneliti

mengajukan hipotesis bahwa kemampuan mahasiswa pemelajar bahasa

Jepang akan dipengaruhi secara signifikan oleh karakter kanji morfografis

multiple reading pada saat proses pengenalan kata kanji berlangsung.

Peneliti memprediksikan bahwa (1) efek fitur visual (konfigurasi visual

grafis kanji) yaitu kompleksitas grafis kanji, radikal fonologi dan

transparency dari radikal semantik pada kanji tunggal akan mempengaruhi

proses rekognisi pada mahasiswa berkemampuan baik dan kurang

terhadap kanji dengan cara berbeda; (2) efek konsistensi pelafalan

dengan kriteria konsisten-on, inkonistensi-on, dan inkonsistensi-kun akan

mempengaruhi proses rekognisi pada mahasiswa berkemampuan baik

dan kurang terhadap kanji dengan cara berbeda; (3) norma-norma

psikolinguistik yang ditetapkan dalam penelitian ini sebagai karakteristik

kanji juga akan mempengaruhi proses rekognisi pada mahasiswa

berkemampuan baik dan kurang terhadap kanji dengan cara berbeda.

Page 10: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

ASA, Vol. 4, September 2017

60 | E-ISSN: - http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa

Selanjutnya guna menguji prediksi tersebut akan dilakukan tes

simulasi dengan teknik pemberian tugas penamaan kata atau membaca

bersuara (word naming/reading aloud). Tugas penamaan kata dilakukan

dengan cara memperlihatkan stimulus visual kepada mahasiswa

pemelajar kanji. Stimulus visual berupa konfigurasi grafis kanji dengan

karakteristik tersebut diatas. Stimulus visual ini merupakan kata kanji

target yang harus dibaca oleh mahasiswa. Tugas penamaan kata

berfungsi untuk mengobservasi apakah pemelajar dapat mengenali kata

kanji target yang ditampilkan, dilihat dari mampu tidaknya pemelajar

tersebut melafalkan bunyi dari kata target tersebut. Kata kanji target yang

diuji dalam proses rekognisi dapat dikumpulkan misalnya dari kata-kata

kanji dalam buku teks pembelajaran bahasa Jepang untuk mahasiswa

yaitu Minna no Nihongo Shokyu jilid I dan II, Kanji jilid I dan II, Shokyu

Dokkai jilid I dan II, serta kanji pada buku-buku referensi lainnya yang

digunakan dalam perkuliahan. Kemudian faktor-faktor tersebut dianalisis

menggunakan analisis cluster, sehingga akan menghasilkan sejumlah

kluster (kelompok).

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara memperlihatkan

kata kanji target kemudian mahasiswa menyebutkan kata tersebut dengan

cepat dan benar. Jawaban akan direkam melalui audiotape, kemudian

ditranskripsikan untuk dianalisis. Stopwatch digunakan untuk mencatat

respon time pemelajar terhadap kata target. Penampilan kata target

dibatasi dalam jangka waktu tertentu (misalnya 2 menit), dan tayangan

akan dihentikan jika siswa dapat menyebutkannya sebelum waktu habis.

Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Pada saat analisis data

dilakukan, jawaban salah dan waktu respon yang terlalu lama akan

dikeluarkan (tidak dianalisis), demikian juga hasil tes dari partisipan tes

yang jumlah jawaban salahnya terlalu banyak tidak dianalisis. Data tes

penamaan kata berupa respon time (RT) dan kesalahan dianalisis

menggunakan analisis regresi linear berganda, sehingga dapat diketahui

bagaimana efek morfografis multiple reading dengan karakteristik tertentu

Page 11: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

Mintarsih, Tes Penamaan Kata...

http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa E-ISSN: - | 61

berpengaruh terhadap rekognisi kata kanji target pada pemelajar bahasa

Jepang hikanjiken.

SIMPULAN

Berdasarkan kajian tes penamaan kata kanji secara konseptual

diperoleh simpulan bahwa evaluasi penguasaan pemelajar terhadap kanji

melalui tes penamaan kata dapat memberikan deskripsi bagaimana

pemrosesan kata kanji berlangsung dalam leksikon mental pemelajar.

Banyak penelitian rekognisi kata telah dilakukan terutama di luar negeri,

tetapi masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam agar informasi

pemrosesan kata pada pemelajar hikanjiken dapat menunjukan kejelasan

sehingga hasil penelitiannya dapat digunakan sebagai landasan teoritis

dalam penyusunan bahan ajar dan model pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Aitchison, Jean. (1990). Word in The Mind: An Intruduction to the Mental

Lexicon. Great Britain: T.J. Press, Ltd.

Dardjowidjojo, Soenjono. (2014). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman

Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Evason, Fusaeda. (2011). Nihonjin gakudou to no gotou taishou bunseki o

chuushin ni shita suweedenjin nihongo gakushuusha no kanji shuutoku

teidou no ninchiteki kenkyuu. Ryuugakusei kyouiku, 8, 93-101.

Fushimi, Takao., Ijuin, Mutsui., Patterson, Karalyn., Tatsumi, F. Itaru.

(1999). Consistency, Frequency, and Lexicality Effects in Naming

Japanese Kanji. Journal of Experimental Psychology: Human

Perception and Performance, 25 (2), 382-407.

Kess, F. Joseph and Miyamoto, Tadao. (1999). The Japanese Mental

Lexicon: Psycholinguistic Studies of Kana and Kanji Processing.

Amsterdam: John Benjamin Publishing Company.

Solso, Robert., dan Maclin & Maclin. (2015). Psikologi Kognitif. Edisi

Page 12: TES PENAMAAN KATA DALAM EVALUASI PENGUASAAN KANJI

ASA, Vol. 4, September 2017

62 | E-ISSN: - http://journal.unesa.ac.id/index.php/asa

delapan. Jakarta: Erlangga.

www. Emstac.org >literacy>overview. (Elementary & Middle Schools

Technical Assistance Center). (2017, April 17).

www. Oxforddictionary.com>browse>recognition word definition. (2017,

April 17).