Upload
deddy-be-te
View
137
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
NILAI MORAL NOVEL KETIKA CINTA BERTASBIH (KCB) KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
THE MORAL VALUES OF THE NOVEL “WHEN LOVE READING PRAYER BEADS” BY HABIBURRAHMAN
EL SHIRAZY
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Master
Pendidikan (S-2) Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
ZAHRINI YAHYA, S.Pd. 04.03.452.2009
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAM MAKASSAR
ii
PESETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan
judul
: Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) Karya Habiburrahman El Shirazy
Oleh Mahasiswa : ZAHRINI YAHYA
Stambuk : 04.03.452.2009
Setelah diperiksa dan diteliti ulang, Tesis ini dinyatakan telah
memenuhi persyaratan untuk diujikan di hadapan Tim Penguji ujian Tesis
Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, Mei 2014
Disetujui Oleh:
Pembimbing I
Prof. Dr. Muhammad Rapi Tang, M.S.
Pembimbing II
Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar
Prof. Dr. H. M. Ide Said DM., M. Pd.
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAM MAKASSAR
iii
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Zahrini Yahya Stambuk : 04.03.452.2009 Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Judul Tesis : Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB)
Karya Habiburrahman El Shirazy Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya tesis ini, saya
menyusunnya sendiri dan tidak dibuatkan oleh siapa pun.
2. Selama penyusunan tesis ini saya akan selalu berkonsultasi
dengan pembimbing yang telah ditetapkan.
3. Saya tidak melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan
tesis ini
4. Apabila saya melanggar perjanjian sebagaimana pada butir 1, 2,
dan 3, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang
berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran
Makassar, Mei 2014 Yang membuat pernyataan
Zahrini Yahya
Diketahui Oleh,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAM MAKASSAR
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zahrini Yahya Stambuk : 04.03.452.2009 Program Studi
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Tesis : Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) Karya Habiburrahman El Shirazy
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya ajukan di depan Tim
Penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau
dibuatkan oleh siapa pun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima
sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, Mei 2014
Yang membuat Pernyataan,
Zahrini Yahya
Disetujui Oleh:
Pembimbing I
Prof. Dr. Muhammad Rapi Tang, M.S.
Pembimbing II
Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum.
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Pendidikan, Pengetahuan, dan Pengalaman adalah harta yang tidak akan habis dicari dan tidak akan habis dibagi ….
Manusia berhenti belajar hanya ketika jasad dan jiwa telah terpisah, dan tak ada warisan yang lebih berharga ketimbang ilmu yang bermanfaat …
Kupersembahkan karya ini, sebagai sebuah bukti bakti dan terima kasih bagi orang-orang terhebat yang diciptakan dan diutus oleh Allah Swt., untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya dalam menjawab doa-doaku sehingga setiap kerja kerasku dalam mencapai cita-cita dapat terwujud …
vi
ABSTRAK
Zahrini Yahya, 2014. Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB)
Karya Habiburrahman El Shirazy. Tesis Magister Bahasa dan Sastra
Indonesia Unismuh Makassar. Dibimbing oleh Muhammad Rapi
Tang dan Abd. Rahman Rahim
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, berdasarkan
pendekatan mimetis. Sumber data penelitian ini adalah Novel Ketika
Cinta Bertasbih bagian pertama Karya Habiburrahman El Shirazy.
Data yang diperoleh dari kalimat atau paragraf dalam novel Ketika
Cinta Bertasbih, yang dianggap memiliki kandungan nilai moral.
Data dianalisis dengan mengidentifikasi kalimat dan paragraf,
mengklasifikasi kalimat dan ungkapan berdasarkan ciri dan nilai
moralnya, menganalisis nilai moral dalam setiap kalimat dan
ungkapan, kemudian mendeskripsikan nilai moral secara
keseluruhan.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa novel KCB
mengusung tema romansa cinta islami dan perjuangan meraih cita-
cita. Setting atau latar novel KCB ini adalah Mesir pada masa per
gantian musim dingin ke musim semi. Adapun tokoh utamanya ber
nama Khairul Azzam. Nilai moral yang temukan dalam novel KCB,
diklasifikasikan berdasarkan empat persoalan hidup manusia yakni:
1) Moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri; menjaga
kehormatan, berakhlak mulia, menjaga kesucian diri dengan men
jauhi perbuatan-perbuatan tercela, menghindari berprasangka buruk,
menuntut ilmu setinggi mungkin. 2) Moral dalam hubungan manusia
dengan manusia lain; mengakui kesalahan dan meminta maaf,
ikhlas saling memaafkan, tolong menolong tanpa pamrih. 3) Moral
dalam hubungan manusia dengan lingkungan sosial; menjauhi
fitnah, saling menghargai sesama manusia, setiap manusia memiliki
derajat yang setara, menjalin silaturahmi yang luas akan memper
banyak rizki. 3) Moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan;
ketundukan penuh kepada Allah dan hanya menghamba kepada
Allah, keyakinan bahwa Allah telah mengatur segala sesuatunya
vii
sementara tugas manusia hanyalah berusaha dan berdoa. Pesan
moral novel KCB disampaikan secara langsung, yakni melalui
penuturan pengarang, dan secara tidak langsung, yakni melalui
cerita, konflik, ucapan/dialog tokoh, serta sikap tokoh dalam
menghadapi persoalan hidupnya.
Kata Kunci: Nilai Moral, Novel, Ketika Cinta Bertasbih
viii
ABSTRACT
Zahrini Yahya, 2014. The Moral values of the Novel “When Love Rading Prayer Bead”, by Habiburrahman EL Shirazy. The Master Thesis of Indonesian Language and Litarure Education Graduate Program, University of Muhammadiyah Makassar. (Supervised by Muhammad Rapi Tang, and Abd. Rahman Rahim.
The research was compiled by qualitative descriptive research design based on mimetic approach. The data source of this thesis “When Love Reading Prayer Beads” part 1 by Habiburrahman El Shirazy. Data obtained from the from the sentence or paragraph in the novel which are considered to contain moral values. Data were analyzed by identifying sentences and paragraph, sentences and phrases based on the classifying traits and moral values, analyzing the moral values in every sentence and phrases, the describe the overall moral values.
Based on the result of the found that the novel theme of love and the struggle for Islamic ideals. The setting or background of this novel is Egypt at turn of winter into spring. The main character is named Khairul. The moral values found in the novel is classified based on the four on the four human life namely 1) moral human relationship with oneself; maintain the honor, noble, keeping away from the sanctity of themselves with moral turpitude, to avoid prejudice, studying high as possible. 2) morals in human relationship with other humans; admitting mistakes and apologizing, sincere mutual forgiveness, please help unconditionally. 3) moral human relationship with the social environment: avoid slander, mutual respect for fellow human beings, every human being has equal degree, to establish relationship will multiply good luck. 4) moral in man‟s relationship with God: full submission to God and Him servile, the belief that God has set everything while human tasks simply struggle and pray.
The moral of the novel delivered directly through the narrative of the author, and indirectly through the story. Conflict also conveyed in speech or dialogue of the characters, as in speech of dialogue of the characters as well as the attitudes of the characters to characters to face the life of issues.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhana wa ta‟ala, Sang Maha
Pencipta lagi Maha Penyayang, pemilik segala ilmu pengetahuan
yang telah menganugerahkan kemampuan berpikir dan bernalar
kepada manusia untuk dapat membedakan baik dan buruk dalam
menjalani kehidupan. Salam dan Shalawat bagi baginda Rasulullah
Muhammad saw., utusan pembawa pesan terakhir penyempurna
pesan-pesan surgawi dari kitab-kitab sebelumnya dalam
sempurnanya kitab suci Al-Quran, karya sastra tiada tandingan,
yang menuntun manusia dunia akhirat.
Tesis dengan judul “Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih
(KCB) Karya Habiburrahman El Shirazy” ini merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar S-2 pada Program Pasca
sarjana Universitas Muhammadiyah Makassar. Tesis ini akhirnya
rampung setelah melalui serangkaian penelitian pustaka yang cukup
menyita waktu dan tenaga. Meski demikian, karya tulis sederhana ini
dapat diselesaikan tepat pada waktu yang diharapkan.
Tentu saja, penulis tidak akan mampu menyelesaikan tesis
ini tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan yang tidak
x
ternilai harganya dari berbagai pihak. Untuk itu rasa syukur yang
tidak terkira penulis panjatkan kepada Sang Maha Kuasa lagi Maha
Mengetahui kelemahan hambanya, yang telah mengutus hamba-
hambanya yang berhati ikhlas untuk membantu dan mendukung
penulis selama proses penyusunan hingga terselesaikannya tesis
ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
pembimbing, Prof. Dr. Muhammad Rapi Tang, M.S., pembimbing I
dan Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum., pembimbing II, yang telah
dengan sabar memberi bimbingan dan arahan sejak penyusunan
proposal hingga terselesaikannya tesis ini.
Terima kasih dan penghormatan setinggi-tingginya kepada
pihak Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan
menyelesaikan studi S-2 di “Kampus Biru” yang selalu saya
banggakan, kepada yang terhormat Rektor Unismuh Makassar,
Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Direktur Program Pascasarjana Unismuh
Makassar, Prof. Dr. Ide Said DM.,M.Pd., Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia, Dr. Abd .Rahman Rahim, M.Hum.
Kepada pihak-pihak yang telah turut memberi sumbangsih
baik dalam bentuk tenaga, pikiran, maupun dukungan moral, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besar
xi
nya. Kepada segenap keluarga besar, terkhusus kepada Ayahanda
H. Muh Hayat dan Ibunda Hj. Bachriah Tadja tercinta, saudaraku
terkasih Siti Yammani Yahya, Hasnawiyah Yahya, dan Agusnaedi
Putra Yahya, yang selalu setia mendampingi dan mendoakan
penulis dalam mengejar cita-cita. Terima kasih kepada Ibu
Khuldiana, S.Pd., M.Pd., dan Asrianti, S.Pd., kepada suami dan
anak terkasih, serta sahabat-sahabat terbaik yang tidak sempat
penulis sebutkan satu-persatu, yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberi arahan dan semangat selama penyusunan
tesis ini.
Demikian penulis ungkapkan rasa syukur dan terima kasih
yang sebesar-besarnya dan penghormatan yang setinggi-tingginya,
kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan tesis ini,
serta rasa syukur yang tidak terkira kepada Allah Swt, atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang tidak ternilai sehingga tesis ini
terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Semoga tesis ini
memberi manfaat yang berarti bagi bangsa Indonesia pada
umumnya, dan dunia pendidikan di Indonesia pada khususnya.
Makassar, Juni 2014
Zahrini Yahya
xii
DAFTAR ISI
Halaman
PESETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ii
SURAT PERJANJIAN ........................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN .....................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................... v
ABSTRAK ..........................................................................................vi
ABSTRACT ...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..........................................................................ix
DAFTAR ISI ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ....................... 11
A. Kajian Pustaka ......................................................................... 11
1. Penelitian yang Relevan ...................................................... 11
2. Konsep Nilai Moral ............................................................... 11
3. Hubungan Nilai Moral dan Pendidikan ................................. 18
4. Pengertian dan Unsur-Unsur Novel ..................................... 20
xiii
5. Bentuk Penyampaian Pesan Moral dalam Karya Sastra ..... 32
B. Kerangka Pikir .......................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 37
A. Desain Penelitian ..................................................................... 37
B. Definisi Istilah ........................................................................... 38
C. Data dan Sumber Data ............................................................ 39
1. Data ...................................................................................... 39
2. Sumber Data ........................................................................ 39
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 39
E. Teknik Analisis Data ................................................................ 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 42
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 42
1. Unsur Intrinsik Novel Ketika Cinta Bertasbih ....................... 42
2. Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih ............................. 82
3. Bentuk Penyampaian Pesan Moral Novel KCB ................... 99
B. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................ 104
1. Gambaran Umum Novel KCB ............................................ 104
2. Nilai Moral Novel KCB........................................................ 105
3. Bentuk Penyampaian Nilai Moral Novel KCB .................... 107
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................... 108
A. Simpulan ................................................................................ 108
B. Saran...................................................................................... 109
xiv
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 111
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu
berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu.
Sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat, berguna
mengarahkan pola hidup dan kehidupan masyarakat ke arah yang
lebih baik. Sastra merupakan bagian dari kehidupan yang sering
dikaji untuk menyingkap misteri kehidupan. Sastra adalah karya
seni, seperti karya seni yang lainnya, mempunyai tujuan membantu
manusia menyingkap rahasia keadaannya, memberi makna pada
eksistensinya serta membuka jalan menuju kebenaran (Semi, 1990:
39).
Seni sastra sejak awal kehadirannya sebagai jejak sejarah,
dan mengandung informasi tentang apa yang terjadi dan bermakna
dalam skala luas dan sempit. Melalui karya sastra, rekaman
peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau memberi informasi
sebagai bahan dokumenter yang dapat dijadikan pelajaran untuk
kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu, selain mengandung
suatu keindahan tersendiri yang dapat menimbulkan rasa senang,
2
terharu dan menarik perhatian para penikmatnya, karya sastra juga
diharapkan dapat menggerakkan pembaca kepada kegiatan yang
bertanggungjawab, sekaligus menuntut suatu kejelian di dalam
menangkap segala fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Karya sastra adalah pengejawantahan kehidupan, hasil
pengamatan sastrawan atas kehidupan sekitarnya, kehidupan yang
diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikan,
keyakinan dan sebagainya (Suharianto, 1982:11). Karya sastra
sebagai suatu karya seni diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati
dan berusaha menampilkan nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual
dan imajinatif sehingga mampu memberikan hiburan dan kepuasan
rohaniah pembacanya (Aminuddin, 2002:37).
Sebagai bentuk seni, karya sastra bersumber dari kehidupan
sehari-hari yang dipadukan dengan imajinasi pengarang.
Singkatnya, sebuah karya sastra diilhami oleh pengalaman sehari-
hari. Tetapi, seorang pencipta sastra tidak hanya ingin
mengekspresikan pengalaman jiwanya, melainkan juga bermaksud
mendorong, mempengaruhi, dan menyadarkan penikmatnya tentang
permasalahan serta ide yang dituangkan di dalam karyanya.
Sastra banyak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia,
sebagaimana yang dikatakan oleh Sumardjo (2008: 16) bahwa,
"dengan membaca karya sastra, pengetahuan yang dimiliki akan
3
lebih hidup dan berdaya guna. Rohani akan lebih kaya sehingga
pembaca akan lebih mampu menjadi manusia yang berbudaya".
Karya sastra dapat membuka mata pembaca untuk mengetahui
realitas sosial, politik dan budaya dalam bingkai moral dan estetika.
Tidak heran jika kemudian karya sastra dianggap sebagai medium
yang paling efektif untuk membina moral dan kepribadian suatu
kelompok masyarakat (Semi, 1990:49).
Sumardjo (1991: 14) menyatakan, "Sastra dihargai karena ia
berguna bagi hidup manusia. Sastra mengungkapkan berbagai
pengalaman manusia, agar manusia lain dapat memetik pelajaran
baik daripadanya, agar manusia lebih mengerti manusia lain. Agar
manusia menjadi lebih baik hidupnya. Ini tidak berarti bahwa sastra
yang baik adalah sastra yang penuh nasihat. Sastra yang baik kalau
ia berhasil menunjukkan suatu pengalaman sehingga manusia dapat
belajar daripadanya". Artinya, Karya sastra dianggap bermutu tinggi
jika mengandung nilai moral yang tinggi dan dapat membina
kepribadian suatu masyarakat.
Pesan moral dalam karya sastra atau amanat yang diperoleh
pembacanya, selalu dalam pengertian yang baik, sekalipun dalam
karya sastra tersebut ditampilkan tokoh-tokoh dengan tingkah laku
yang tidak terpuji. Untuk menemukan nilai luhur itu diperlukan suatu
analisis dengan melalui suatu pendekatan tertentu. Analisis tidak
4
dapat dipisahkan dengan penafsiran dan evaluasi, karena ketiganya
merupakan aspek-aspek pokok dalam kritik sastra. Analisis
merupakan salah satu sarana penafsiran atau interpretasi.
Untuk menganalisis, menafsirkan, dan menilai karya sastra
ada beberapa pendekatan yang sering digunakan, pendekatan yang
dimaksud yakni: (1) pendekatan mimesis; pendekatan ini bertolak
dari pemikiran bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan
nyata; (2) pendekatan pragmatik, yaitu pendekatan yang menganut
prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat
memberikan kesenangan dan faedah bagi pembaca; (3)
pendekatan ekspresif. Pendekatan ini menitikberatkan perhatian
kepada pengarang yang mengekspresikan idenya ke dalam karya
sastra; (4) pendekatan Objektif. Pendekatan ini membatasi diri pada
penelahan karya sastra itu sendiri, terlepas dari soal pengarang dan
pembaca; (5) pendekatan semiotik, yakni penelahan sastra dengan
memelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, tanpa ada yang
dianggap tidak penting; (6) pendekatan kemasyarakatan;
pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan
pencerminan kehidupan masyarakat; (7) pendekatan psikologis.
Pendekatan ini menekankan pada segi psikologis yang terdapat
dalam suatu karya sastra (Wahid 1993: 24).
5
Karya sastra khususnya novel dapat digunakan sebagai alat
untuk mengembangkan wawasan berpikir bangsa. Di satu pihak,
melalui membaca novel, masyarakat dapat menyadari masalah-
masalah penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa mereka
lah yang bertanggung jawab terhadap perubahan diri mereka
sendiri. Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi
kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan
dirinya dan masyarakat serta mendorong munculnya kepedulian,
keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Novel sebagai salah satu karya sastra pada hakikatnya adalah
suatu bagian karya sastra yang menceritakan atau melukiskan
kejadian yang melingkupi kehidupan manusia baik dalam kondisi
sedih, gembira, cinta, benci, bahagia, sengsara, dan derita. Novel
merupakan pancaran kehidupan sosial dan gejolak kejiwaan
pengarang. Pengarang berhadapan langsung dengan kenyataan
yang ditemukannya dalam masyarakat (realitas objektif) yang dapat
berbentuk peristiwa, norma (tata nilai), ajaran-ajaran agama, dan
pandangan hidup yang ada dalam masyarakat.
Novel merupakan sarana yang cukup efektif dalam
menyampaikan pesan dan amanat dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Novel merupakan sarana yang cukup efektif dalam
menyampaikan pesan dan amanat dari satu generasi ke generasi
6
selanjutnya. Sebagai bentuk penuturan yang tumbuh dan menyebar
dikalangan masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang
memberikan pesan moral kepada pembaca dan senantiasa
menghadirkan yang terbaik sehingga mampu tampil sebagai sarana
pendidikan moral (Heriyanto, 2008: 73).
Membaca novel mendorong orang untuk menerapkan moral
yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia
akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk
sosial dan memiliki kepribadian yang luhur. Selain melestarikan nilai-
nilai peradaban bangsa juga mendorong penciptaan masyarakat
modern yang beradab (masyarakat madani) dan memanusiakan
manusia dan dapat memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yang
universal, melatih kecerdasan emosional, dan mempertajam
penalaran seseorang.
Salah satu novel yang menarik dikaji, adalah novel karya
Habiburrahman EL Shirazy yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih.
Novel ini merupakan salah satu novel Best Seller di Asia Tenggara.
Novel karya Habiburrahman EL Shirazy ini disuguhkan dalam
bahasa yang transparan, serta alur ceritanya yang ringan, sehingga
mudah dicerna dan dapat dinikmati oleh pembaca dari berbagai
kalangan. Meski demikian, Habiburrahman melalui novel Ketika
Cinta Bertasbih, menyajikan sebuah dunia imajinatif yang realistis, di
7
mana watak tokoh-tokohnya dan konflik yang dialami tokoh-
tokohnya merupakan sebuah fenomena yang sangat mungkin
ditemukan dalam kehidupan nyata.
Novel Ketika Cinta Bertasbih, mengisahkan kehidupan
seorang tokoh bernama Azzam, yang telah sembilan tahun menimba
ilmu di Al Ahzar namun ta kunjung memeroleh gelar S1-nya sekali
pun. Bukan karena malas, bukan pula karena tidak mampu bersaing,
melainkan karena keterbatasan ekonomi dan keadaan keluarganya
yang memaksanya harus “mengubah haluan” dari mahasiswa yang
kompeten dan berprestasi menjadi seorang pengusaha tempe demi
menghidupi ibunya dan membiayai sekolah adik-adiknya di
Indonesia. Keadaan yang demikian bermula ketika ayahnya
meninggal dalam sebuah kecelakaan. Azzam dalam menghadapi
realita kehidupannya, dengan latar belakang pendidikannya,
terbentuk menjadi sosok pemuda yang tangguh, pantang menyerah,
penyayang dan peduli terhadap sesama. Seorang pemuda berakat
dan berakhlak mulia yang mampu mengubah tantangan menjadi
peluang keberhasilan.
Mengiringi perjalanan tokoh Azzam, disajikan konflik-konflik
yang dialami tokoh-tokoh lain, yang membentuk suatu tema cerita
tersendiri. Sebuah kisah cinta ala mahasiswa-mahasiswi Al Azhar
asal Indonesia yang dideskripsikan sebagai pemuda-pemudi yang
8
menjalani hidup sehari-hari mengikuti tuntunan ajaran Islam.
Romansa cinta tokoh-tokoh ini membentuk konflik-konflik sosial yang
unik, yang membedakannya dengan novel-novel percintaan lainnya.
Habiburrahman mampu memanfaatkan romansa cinta yang sangat
digandrungi kalangan remaja, sebagai sebuah media
menyampaikan pesan-pesan islami yang mendidik. Novel ini
memberikan gambaran tentang cinta yang sesungguhnya, sejati
antar dua insan yang beradab, dan bermoral sebagaimana yang
diimpikan dan di-harapkan oleh masyarakat mana pun.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka muncul inisiatif untuk
menyikapi, menanggapi, dan menganalisis nilai-nilai moral yang ter
dapat dalam salah satu novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Sebuah
novel populer yang sarat dengan pesan-pesan islami, tentang kerja
keras, dan cinta sejati yang menempatkan Allah SWT., sebagai
objek cinta sejati di atas segala-galanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang
ada sekarang adalah upaya yang perlu dilakukan agar novel
tersebut sebagai salah satu karya sastra tidak hanya sekedar benda
mati, tetapi dapat mengungkapkan sesuatu. Oleh karena itu, upaya
penggalian, penganalisisan, dan pengungkapan nilai-nilai moral
9
dalam novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) perlu dilakukan secara
mendalam.
Berdasarkan uraian di atas, dalam novel Ketika Cinta
Bertasbih (KCB) maka rumusan masalah yang akan diangkat
adalah:
1. Bagaimanakah nilai moral yang terdapat di dalam novel Ketika
Cinta Bertasbih (KCB) karya Habiburrahman El Shirazy?
2. Bagaimanakah bentuk penyampaian pesan moral di dalam novel
Ketika Cinta Bertasbih (KCB) Habiburrahman El Shirazy?
C. Tujuan Penelitian
Pada hakikatnya, tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan
jawaban terhadap masalah yang dirumuskan. Adapun tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel
Ketika Cinta Bertasbih (KCB) karya Habiburrahman El Shirazy.
2. Untuk mendeskripsikan bentuk penyampaian pesan moral dalam
novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) Karya Habiburrahman El
Shirazy.
10
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah
dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini diupayakan untuk
memperoleh hasil yang memadai agar dapat dijadikan bahan
pengetahuan mengenai nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra
pada umumnya. Selain itu, penulis juga mengharapkan para
pembaca untuk dapat:
1. Memberikan sumbangan pikiran akan eksistensi sastra sebagai
media dakwah dan bukan sekedar bacaan hiburan belaka.
2. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami
kandungan isi dan amanat yang disampaikan pengarangnya.
3. Bagi peneliti, sekiranya peneliti dapat menjadikan hasil penelitian
nya sebagai penyejuk jiwa dan mengambil contoh-contoh positif
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang analisis nilai moral novel sudah dilakukan
oleh beberapa peneliti seperti Rifaldi (2010) dengan judul, Analisis
Nilai Moral Dan Etika Novel Sukresi Gadis Bali. Penelitian serupa
juga dilakukan Triyastuti (2009) dengan judul, Nilai-Nilai Moral dal-
am Novel Tanah Baru, Tanah Air Kedua Karya N. H. Dini dan
Kemungkinannya sebagai Bahan Ajar di SMPN 2 Semarang.
Sejalan dengan itu Armani (2011) dengan judul Analisis Intrinsik
Novel Ketika Cinta Bertasbih.
2. Konsep Nilai Moral
a. Pengertian Nilai
Nilai berasal dari bahasa latin, dari kata value yang artinya
berdaya guna, dan berlaku (Tilman, 2004). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia nilai diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang
penting atau berguna bagi kemanusiaan (Depdikbud, 1998: 615).
Nilai merupakan kualitas yang tidak riil, dimana nilai suatu objek
merupakan sifat atau kualitas yang dimiliki objek tersebut (Frondizi,
12
2001:8). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sesuatu
dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara intrinsik
memang berharga, berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai
estetis).
Nilai dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan sebagai
sifat, kualitas, harga, ukuran, kadar, mutu, banyak sedikitnya isi dan
sebagainya yang dapat dijadikan pembanding antara satu objek
dengan objek lainnya. Sesuatu yang memiliki nilai tidak hanya
sesuatu yang terwujud benda material, melainkan juga sesuatu yang
berwujud benda immaterial (Novia, 2007:615).
Dalam kehidupan sosial, nilai merupakan seperangkat ide,
gagasan, serta sesuatu yang berharga menurut standar logika,
estetika, etika, agama, dan hukum yang menjadi orientasi motivasi
dalam berperilaku dan bersikap maka nilai yang dianut dapat
dijadikan standar dalam mengukur suatu aktivitas (Djahiri, 1996 :
23). Sementara itu, Suriasumantri, (1998:263) mengartikan nilai
sebagai keyakinan yang dipilih dan dipergunakan untuk
mempertimbangkan semua tindakan seseorang yang berbeda pada
setiap orang atau masyarakat. Dengan kata lain, nilai merupakan
suatu konsepsi yang secara eksplisit maupun implisit menjadi milik
atau ciri khas seseorang atau masyarakat berfungsi mendorong dan
mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Sebagai konsepsi umum
13
yang terorganisasi, nilai mempengaruhi perilaku yang berhubungan
dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang
dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tidak diingini
yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan
dan sesama manusia (Koentjaraningrat, 1981:85).
Nilai lahir dan terbentuk di tengah-tengah masyarakat,
menjadi landasan, alasan, atau motivasi dalam segala perbuatan,
standar tingkah laku, dan kebenaran yang mengikat, yang secara
umum digunakan untuk mengorganisasikan sistem tingkah laku
suatu masyarakat (Prayitno, 1989:1). Nilai bersumber pada akal budi
yang berfungsi untuk mendorong dan mengarahkan sikap dan
perilaku manusia. Sejalan dengan hal tersebut, Mulyana (2004:78)
menambahkan bahwa nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan dan bertindak. Rujukan tersebut dapat berupa
norma, etika, peraturan undang-undang, adat kebiasaan, aturan
agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan
berharga bagi seseorang. Artinya, nilai adalah standar tingkah laku,
dan kebenaran yang bersumber pada budi pekerti yang mengikat
masyarakat manusia, sehingga menjadi kepatutan untuk dijalankan
dan dipertahankan.
Nilai dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu nilai-nilai nurani
(values of being) dan nilai-nilai memberi (values of giving) (Linda,
14
1995: xxvii). Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri
manusia dan berkembang menjadi perilaku serta cara manusia
memperlakukan orang lain. Termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah
kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin,
tahu batas, dan kemurnian. Sedangkan nilai-nilai memberi adalah
nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian secara
langsung ataupun tidak langsung akan diterima sebanyak yang
diberikan. Yang termasuk nilai-nilai memberi di antaranya adalah
setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak
egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.
Selanjutnya Kemendiknas (2010:148) memetakan nilai baik-
buruk dan benar-salah, diklasifikasikan menjadi lima yaitu:
1. Nilai-nilai yang terkait dengan hubungan manusia dengan
Tuhan YME,
2. Nilai-nilai yang terkait dengan adab terhadap diri sendiri,
3. Nilai-nilai tentang hubungan dengan sesama,
4. Nilai-nilai kebangsaan, dan
5. Nilai-nilai yang terkait dengan lingkungan
Bertitik tolak dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
merupakan suatu kualitas atau ukuran, yang bersifat abstrak dan
menjadi standar yang mengikat atas tingkah laku manusia dalam
bermasyarakat, sehingga setiap individu dalam melaksanakan
15
aktifitas sosialnya, bertindak dan menentukan pilihan berdasarkan
atau berpedoman kepada nilai-nilai atau sistem nilai yang ada dan
hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya, nilai memengaruhi
tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok
atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar
salah, patut atau tidak patut, etis atau tidak etis.
b. Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata
moral yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang
masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat,
atau tabiat. Moral menurut Salam (2000: 12) adalah ilmu yang
mencari keselarasan perbuatan-perbuatan manusia (tindakan
insani) dengan dasar-dasar yang sedalam-dalamnya yang diperoleh
dengan akal budi manusia yang sesuai ukuran (nilai-nilai)
masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang
disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan)
tersebut. Tindakan ini haruslah mendahulukan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi.
Menurut Hurlock (1990) moral adalah tata cara, kebiasaan,
dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya. Sedangkan pengertian moral menurut
16
Wantah (2005) adalah sesuatu yang berkaitan atau ada
hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan
baik buruknya tingkah laku. Sementara Chaplin (2006) menjelaskan
bahwa moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan
sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur
tingkah laku.
Dari tiga pengertian moral di atas, dapat disimpulkan bahwa
moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk,
yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan
atau pemikiran. Moral sangat berhubungan dengan benar salah,
baik buruk, keyakinan, diri sendiri, dan lingkungan sosial.
Seorang pribadi yang taat pada aturan-aturan, kaidah-kaidah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai
dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi,
maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam
perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar,
baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat,
negara, dan bangsa.
Moral memiliki kesamaan arti dengan Etika dan akhlak.
Ketiganya memiliki objek yang sama, yakni membahas tingkah laku
manusia, yang terbagi ke dalam kategori baik dan buruk.
17
Perbedaannya terletak pada sumber yang dijadikan dasar ukuran
tentang baik dan buruk tersebut. Etika berdasarkan akal pikiran,
akhlak berdasarkan al-Quran dan hadits, sedangkan moral
berlandaskan pada kebiasaan umum yang berlaku umum di
masyarakat secara general ataupun terbatas pada kelompok
masyarakat tertentu. Seseorang dikatakan bermoral, bilamana orang
tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat
dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa moral
adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar
atau salah. Acuan moral adalah sistem nilai yang hidup dan
diberlakukan dalam masyarakat.
Jenis moral dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan,
bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup
dan kehidupan, seluruh persoalan hidup manusia. Menurut Suseno
(dalam Dirgantara, 2012:99), secara garis besar persoalan hidup
dan kehidupan manusia tersebut dapat dibedakan kedalam
persoalan;
1) Hubungan manusia dengan diri sendiri
2) Hubungan manusia dengan manusia lain.
3) Hubungan manusia dalam lingkup sosial dan lingkungan alam
18
4) Hubungan manusia dengan Tuhannya.
3. Hubungan Nilai Moral dan Pendidikan
Moral dan pendidikan adalah suatu yang tidak dapat
dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pendidikan budi
pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan
moral dan pendidikan karakter. Tujuannya adalah membentuk
karakter atau pribadi seseorang, agar menjadi manusia yang baik,
warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Sejalan dengan empat kategori moral berdasarkan garis besar
persoalan hidup manusia yang diutarakan oleh Suseno dalam
Dirgantara (2012:99), dan pembagian nilai baik dan buruk oleh
Kemendiknas (2010:148), Megawangi (2005:95) mengajukan
sembilan nilai moral universal yang menjadi pilar pembentuk
karakter, meliputi:
1) Cinta Tuhan dengan segala ciptaannya (love Allah, trust,
reverence, loyalty),
2) Kemandirian dan tanggung jawab (responsibility, excellence, self-
reliance, discipline, orderliness),
3) Kejujuran, amanah dan bijaksana (trustworthiness, reliability and
honesty),
4) Hormat dan santun (respect, courtesy, obedience),
19
5) Dermawan suka menolong dan gotong royong (love compassion,
caring empathy, generosity, moderation, cooperation),
6) Percaya diri kreatif dan pekerja keras (confidence, assertiveness,
creativity, resourcefulness, courage, determination, and
enthusiasm),
7) Kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership,
8) Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty),
9) Toleransi, kedamaian dan persatuan (tolerance, flexibility,
peacefullness, unity).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan nilai adalah
suatu ukuran atau standar yang berlaku atas suatu objek, dalam hal
ini manusia beserta sikap dan tingkah lakunya dalam bersosialisasi,
sementara moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat
atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah,
baik atau buruk. Dengan demikian, nilai moral mengandung
pengertian prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri
individu/seseorang tentang kebaikan/kebenaran, sehingga manusia
dengan sengaja melakukan yang baik berdasarkan kualitas atau
standar tertentu yang diakui dan diyakini kebenarannya dalam
kelompok masyarakat tertentu.
20
4. Pengertian dan Unsur-Unsur Novel
a. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella yang berarti
kabar atau berita atau pemberitahuan Mambo (dalam Saharuddin,
1995:9). Pengertian ini lama kelamaan mengalami perubahan
menjadi suatu prosa cerita yang berisikan humor mengandung sinis,
pengertian ini sudah jauh berbeda artinya dengan pengertian novel
sekarang.
Novel adalah cerita prosa tentang kehidupan manusia seperti
halnya roman. Hanya novel isinya lebih terbatas dari-pada roman.
Novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan
orang-orang. Luar biasa karena kejadian ini lahir suatu konflik,
sesuatu pertikaian yang menimbulkan pergolakan jiwa tokoh-
tokohnya, sehingga mengubah jalan hidup tokoh-tokoh tersebut.
Novel lebih ditekankan pada peristiwa yang terjadi pada diri
sendiri, pengembangan tokoh cerita, keberpihakan atau
ketidakberpihakan pada beberapa kejadian dan banyak lagi
penekanan lainnya. Novel adalah jenis prosa yang mengandung
unsur tokoh, alur, latar, rekaan yang menggelarkan kehidupan
manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan mengandung
nilai dasar konvensi penulisannya (Zaidan dalam Lubis, 1981). Novel
tidak sekedar merupakan serangkaian tulis-an yang menarik ketika
21
dibaca, tetapi merupakan struktur pikir-an yang tersusun dari unsur-
unsur yang padu.
Berbeda halnya dengan roman. Roman pada mulanya
mengandung cerita yang ditulis dalam bahasa roman, yaitu bahasa
rakyat di Prancis pada abad pertengahan. Pengertian roman
sekarang adalah cerita prosa yang menggambarkan pengalaman
baik lahir maupun batin dari beberapa orang yang berhubungan satu
dengan yang lain dalam suatu keadaan. Roman menceritakan
seluruh kehidupan pelaku-pelakunya dari kecil hingga matinya, dari
ayunan hingga ke kubur. Novel lebih banyak melukiskan satu saat
dari kehidupan seseorang mengenai suatu episode (bagian cerita
seakan berdiri-sendiri).
Menurut Jassin (1991: 64-65), novel adalah suatu karya prosa
yang bersifat cerita, yang menceritakan suatu kejadian luar biasa
dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita), dari kejadian ini muncul
konflik suatu pertikaian yang mengalihkan jurusan nasib mereka,
wujud dari novel adalah konsentrasi, pemusatan atau memfokuskan
kehidupan dalam suatu krisis yang menentukan.
Oleh karena itu novel menceritakan sesuatu kejadian yang
luar biasa dari kehidupan orang-orang, maka terjadilah digresi, yaitu
peristiwa-peristiwa lain yang tidak langsung berhubungan dengan
peristiwa pokok. Novel hanya menceritakan salah satu segi
22
kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang
mengakibatkan terjadinya perubahan nasib. Apakah itu dari segi
ceritanya, kerakusannya, dan Iain-lain. Sudah barang tentu di
dalamnya menceritakan peristiwa kehidupan tokoh-tokohnya.
Berdasarkan isinya, novel dapat dibedakan menjadi:
a) Novel sosial, adalah novel yang isinya menceritakan corak
kehidupan dan penghidupan masyarakat, adat istiadat,
kepercayaan masyarakat kota dan masyarakat desa. Dapat pula
menceritakan kepincangan masyarakat.
b) Novel bertendens, adalah novel yang isinya mengungkapkan
tendensi atau tujuan tertentu untuk membuat keadaan men-jadi
baik atau lebih baik.
c) Novel psikologi, adalah novel yang mengutamakan
pengungkapan tokoh-tokoh pelaku dari aspek kejiwaannya,
mengungkapkan penggolongan jiwa, batin dan penderitaan yang
dialami tokoh dalam cerita.
d) Novel sejarah, adalah novel yang ceritanya erat atau
berhubungan dengan peristiwa sejarah, baik tahunnya maupun
mengenai pelakunya.
e) Novel detektif, adalah novel yang isinya mengungkapkan
peristiwa yang bersifat detektif, menceritakan kelihaian pelaku
23
dalam melakukan teknik terpadu untuk membaca dan
memenangkan pihak yang benar.
f) Novel adat, adalah novel yang berisi masalah adat, biasanya
mengisahkan pertentangan adat istiadat dengan perubahan yang
diinginkan kaum muda-mudi sebagai upaya tradisi untuk
kemajuan.
g) Novel percintaan, adalah novel yang mengisahkan hubungan
percintaan antara pria dan wanita dengan berbagai rintangan dan
cobaan.
h) Novel anak-anak, adalah novel yang isinya menceritakan dunia
anak-anak, kecerdikannya, pengalamannya dan suka dukanya.
b. Unsur-Unsur Novel
1) Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang secara langsung
membangun cerita dari dalam novel itu sendiri, seperti tema, alur,
tokoh, latar, sudut pandang (point of view), amanah, dan gaya
bahasa.
a) Tema
Istilah tema menurut Seharbach (dalam Saharuddin, 1995:19)
berasal dari bahasa latin yang berarti tempat me-letakkan suatu
perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang
24
mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal
tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
Tema menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000:88) adalah
makna yang terkandung oleh sebuah cerita. Senada dengan itu,
tema menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2000:
142) adalah: "gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis
dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan".
Pada hakikatnya, tema adalah permasalahan yang merupakan
titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra
tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan
pengarang dengan karya sastra itu.
Tema suatu karya sastra dapat tersurat dan dapat pula
tersirat. Disebut tersurat apabila tema tersebut dengan jelas
dinyatakan oleh pengarangnya. Disebut tersirat apabila tidak secara
tegas dinyatakan, tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat
pengarang.
Menurut jenisnya tema dapat dibedakan atas dua macam,
yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor ialah tema pokok,
yakni permasalahan yang paling dominan menjiwai suatu karya
sastra, sedangkan tema minor yang sering juga disebut sebagai
tema bawahan ialah permasalahan yang merupakan cabang dari
25
tema mayor. Sebagai contoh dapat kita ambil misalnya buku Siti
Nurbaya, tema mayor novel ini adalah pertentangan antara adat
timur dan adat barat, sementara itu tema minornya adalah Kawin
Paksa.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tema adalah inti permasalahan dalam sebuah cerita, yang
mendominasi sebuah karya.
b) Alur (plot)
Istilah Iain untuk alur ialah plot, yakni cara mengarang
menjalin kejadian-kejadian secara berurutan dengan memperhatikan
hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu,
bulat dan utuh.
Djunaedie (1995:8), mengemukakan bahwa alur adalah
rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa sehingga
membentuk satu kesatuan yang utuh. Hubungan unsur cerita yang
satu dengan peristiwa yang lain bersifat logis, juga mengandung
hubungan kualitas, yaitu peristiwa yang satu menjadi penyebab
timbulnya peristiwa yang lain. Cara menentukan alur cerita dilakukan
dengan menguji sebab akibat peristiwa pokok. Sebab alur cerita
adalah sambung-sinambung. peristiwa berdasarkan hubungan
sebab akibat.
26
Dilihat dari cara penyusunan-bagian-bagian plot tersebut, plot
atau alur cerita dapat dibedakan menjadi alur lurus atau alur sorot
balik. Suatu cerita disebut beralur lurus apabila cerita tersebut
disusun mulai kejadian awal diteruskan dengan kejadian-kejadian
berikutnya dan berakhir pada pemecahan permasalahan. Apabila
suatu cerita disusun secara sebaliknya, yakni dari bagian akhir dan
bergerak ke muka menuju titik awal cerita, alur cerita demikian
disebut alur sorot balik. Contoh novel dengan alur jenis ini adalah
Atheis karangan Acdhiat K. Mihardja dan Keluarga Permata oleh
Ramadhan K.H.
Selain itu, ada pula cerita yang menggunakan kedua alur
tersebut secara bergantian, maksudnya sebagian ceritanya
menggunakan alur lurus dan sebagian menggunakan alur sorot
balik. Akan tetapi, keduanya dijalin dalam kesatuan yang padu
sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau
peristiwa yang terpisah baik waktu maupun tempat kejadiannya.
c) Tokoh dan Penokohan
Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai
tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat
berupa pandangan hidup, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya,
dan sebagainya.
27
Penokohan adalah penggambaran tokoh baik secara fisik
maupun psikis, yang dapat diketahui melalui penggambaran
pengarang secara langsung maupun berdasarkan sikap dan
tindakan tokoh tersebut dalam kaitannya dengan keadaan maupun
tokoh lainnya, melalui dialog antar tokoh maupun komentar dari
tokoh lainnya. Dengan demikian, penokohan dapat diartikan sebagai
cara pengarang menampilkan tokoh fiksinya.
Ada tiga cara yang sering digunakan oleh pengarang untuk
menggambarkan tokoh ceritanya yaitu:
(1) Cara langsung (cara analitik), yaitu pengarang secara terurai
menggambarkan ceritanya, bagaimana perwatakan tokoh cerita
itu. Jadi, diceritakan secara langsung watak yang dikehendaki
pengarang. Bilamana pengarang hendak menggambarkan orang
yang lemah lembut, di-katakanlah ia lemah lembut atau yang
keras kepala di-gambarkan langsung dengan kata-kata
pengarang sendiri dan seterusnya.
(2) Cara tidak langsung, yaitu pengarang secara tersamar dalam
memberitahukan wujud atau keadaan tokoh ceritanya. Termasuk
ke dalam cara tidak langsung ini adalah:
(a) Dengan gambaran tentang lingkungan atau tindakan dan
sifat-sifat lainnya; untuk menggambarkan watak orang yang
28
ceroboh digambarkan dengan pakaiannya yang tidak rapi,
rambutnya yang tidak disisir, dan lain sebagainya.
(b) Dengan melukiskan sikap tokoh dalam menanggapi suatu
kejadian atau peristiwa dan sebagainya; melalui cara ini
pembaca dapat mengetahui apakah tokoh cerita tersebut
seorang yang berpendidikan, acuh tak acuh, yang besar rasa
kemanusiaannya, dan sebagainya.
(c) Dengan melukiskan bagaimana tanggapan tokoh-tokoh lain
dalam cerita tersebut.
(3) Secara campuran, yaitu pengarang secara bergantian
atau bahkan mencampurkan antara cara langsung dan cara
tidak langsung, jadi dengan kata lain dalam sebuah novel atau
cerpen umumnya tidak akan dijumpai pelukisan tokoh secara
langsung atau tidak langsung saja.
d) Setting (latar)
Setting adalah penempatan mengenai waktu dan tempat
termasuk lingkungannya. Yang dimaksud dengan lingkungan ialah
kebiasaan, adat istiadat, latar belakang alam atau keadaan
sekitarnya. Suatu cerita pada hakikatnya tidak lain adalah lukisan
peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau
beberapa orang tokoh pada suatu waktu di suatu tempat karena
29
manusia atau tokoh cerita itu tidak pernah lepas dari ruang dan
waktu, maka tidak mungkin ada cerita tanpa ada latar atau setting.
Kegunaan latar atau setting dalam cerita biasanya bukan hanya
sekadar sebagai petunjuk kapan dan di mana cerita itu terjadi,
melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin di
ungkapkan pengarang melalui cerita tersebut.
Waktu terjadinya cerita dapat semasa dengan kehidupan
pembaca dan dapat pula sekian bulan, tahun, atau abad yang lalu.
Sementara itu, tempatnya dapat di suatu desa, kantor, kota, bahkan
akan dijumpai pelukisan tokoh secara langsung atau tidak langsung
saja.
e) Sudut pandang
Abrams dalam Nurgiyantoro (2000: 142), mengatakan bahwa
sudut pandang menyarankan pada sebuah cerita dikisahkan. la
merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang
sebagai sarana untuk menyajikan tokoh tindakan latar, dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada
pembaca.
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para
pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang atau biasa
diistilahkan dengan sudut pandang atau titik kisah meliputi narator
30
omniscient dan narator observer. Nara-tor omniscient adalah narator
atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita, karena
pelaku juga adalah pengisah, maka akhirnya pengisah atau penutur
serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama
maupun sejumlah pelaku lainnya, baik secara fisik maupun
psikologis. Narator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi
sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya
tahu dalam batas tertentu dalam perilaku batiniah para pelaku
narator observer pengarang menyebutkan nama pelaku dengan ia,
dia, nama-nama lain maupun dengan mereka.
Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan
strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih oleh pengarang
untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
f) Amanat
Pada dasarnya karya sastra adalah perwujudan pengarang,
ekspresif tanggapan terhadap suatu permasalahan yang menarik
bagi karya itu. Pengarang menuangkan ide, tanggapan, kesan dan
pesan bahkan melalui karya sastra, sastrawan menggambarkan
solusi dari sebuah permasalahan.
Esten (1990: 92) mengemukakan bahwa amanat merupakan
hasil akhir dari pemecahan berbagai persoalan yang terkandung
31
dalam tema sentral. Amanat adakalanya diungkapkan secara implisit
merupakan sesuatu yang kurang jelas dan kabur. Adakalanya
kekaburan memungkinkan mengandung makna satu sama lainnya
sesuai dengan kadar kemampuan yang dimiliki setiap orang dalam
menghayati setiap persoalan. Sedangkan amanat yang diungkapkan
secara eksplisit memungkinkan setiap orang berada dalam kadar
keputusan yang sejalan atau satu dengan yang lain-nya.
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa dalam karya sastra ada
pesan khusus penulis yang dimaksud dalam hal ini adalah pesan
yang dapat dijadikan pegangan agar lebih arif dalam meniti hidup,
seandainya pembaca mengalami, menemui, dan menghadapi
permasalahan yang sama dengan cerita dalam karya itu, pesan
khusus itulah yang disebut amanat.
2) Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2001:23) adalah unsur
yang berada di luar karya fiksi yang memengaruhi lahirnya karya
namun tidak menjadi bagian di dalam karya fiksi itu sendiri.
Sebelumnya Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2001: 23)
juga berpendapat bahwa unsur ekstrinsik merupakan keadaan
subjektivitas pengarang yang tentang sikap, keyakinan, dan
pandangan hidup yang melatarbelakangi lahirnya suatu karya fiksi,
32
dapat dikatakan unsur biografi pengarang menentukan ciri karya
yang akan dihasilkan.
5. Bentuk Penyampaian Pesan Moral dalam Karya Sastra
Kebenaran dan moral dalam novel bukanlah yang seperti
keadaan hidup sehari-hari, tetapi kebenaran dan moral yang dituju
adalah yang tidak hanya bertumpu pada kehidupan nyata melainkan
yang sepatutnya terjadi dan diinginkan.
Dari sisi tertentu karya sastra, fiksi, dapat dipandang sebagai
bentuk manifestasi keinginan pengarang untuk mendialog,
menawarkan, dan menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu mungkin
berupa pandangan tentang suatu hal, gagasan, moral atau amanat.
Dalam pengertian ini, karya sastra pun dapat dipandang sebagai
sarana komunikasi yang lain, tertulis ataupun lisan, karya sastra
yang merupakan salah satu wujud karya seni yang notabene
mengemban tujuan estetik, tentunya mempunyai kekhususan sendiri
dalam menyampaikan pesan-pesan moralnya. Secara umum dapat
dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi
bersifat langsung dan tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005:335).
a. Bentuk Penyampaian Langsung
Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung,
boleh dikatakan identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang
33
bersifat uraian, telling, atau penjelasan. Jika dalam teknik uraian
pengarang secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-
tokoh cerita yang bersifat “memberitahu” atau memudahkan
pembaca untuk memahaminya, hal yang demikian juga terjadi dalam
penyampaian pesan moral. Artinya, moral yang ingin disampaikan
atau diajarkan kepada pembaca itu dilakukan secara langsung.
Pengarang dalam hal ini tampak bersifat menggurui pembaca,
secara langsung memberikan nasihat dan petuahnya (Nurgiyantoro,
2005:335).
b. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
Jika dibandingkan dengan bentuk sebelumnya, bentuk
penyampaian pesan moral di sini tidak bersifat langsung. Pesan itu
hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan
unsur-unsur cerita yang lain. Walau betul pengarang ingin
menawarkan dan menyampaikan sesuatu, ia tidak melakukannya
secara serta-merta dan vulgar. Karya yang terbentuk cerita
bagaimanapun hadir kepada pembaca pertama-tama haruslah
sebagai cerita, sebagai sarana hiburan untuk memperoleh berbagai
kenikmatan. Kalaupun ada yang ingin dipesankan dan yang
sebenar-benarnya justru hal inilah yang mendorong ditulisnya cerita
34
itu, hal itu hanyalah lewat siratan saja dan terserah kepada
penafsiran pembaca. (Nurgiyantoro, 2005:339).
B. Kerangka Pikir
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi
bukan semata-mata sebuah imitasi. Karya sastra sebagai bentuk
dan hasil sebuah pekerjaan kreatif. Pada hakikatnya karya sastra
adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk meng-
ungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah
karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang
melingkupi kehidupan manusia.
Karya sastra merupakan salah-satu medium yang paling
efektif untuk membina moral dan kepribadian suatu kelompok
masyarakat (Semi, 1990:49). Hal tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan moral sebagai perekam keperluan
zaman, yang akan mampu menggerakkan masyarakat ke arah budi
pekerti luhur dan terpuji. Karya sastra dianggap bermutu tinggi jika
mengandung nilai moral yang tinggi dan dapat membina kepribadian
suatu masyarakat.
Pesan moral dalam karya sastra atau amanat yang diperoleh
pembacanya, selalu dalam pengertian yang baik, sekalipun dalam
karya sastra tersebut ditampilkan tokoh-tokoh dengan tingkah laku
35
yang tidak terpuji. Membaca novel mendorong orang untuk
menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan
menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai
makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur.
Sehubungan dengan hal di atas, Hill (dalam Pradopo, 1995:
93) bahwa untuk memahami sebuah karya sastra perlu adanya
analisis yang merupakan penguraian terhadap bagian atau
unsurnya.
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang cukup
efektif dalam menyampaikan pesan dan amanat dari satu generasi
ke generasi selanjutnya. Novel yang baik adalah novel yang
memberikan pesan moral kepada pembaca dan senantiasa
menghadirkan yang terbaik sehingga mampu tampil sebagai sarana
pendidikan moral (Heriyanto, 2008: 73).
Dalam penelitian ini karya sastra yang akan dianalisis adalah
novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) bagian pertama karya Habibur-
rahman Al Shirazy. Novel ini akan dianalisis hingga mendapatkan
suatu temuan. Adapun bagan kerangka pikir dapat dilihat berikut:
36
BAGAN KERANGKA PIKIR
Karya Sastra
Puisi Prosa Fiksi Drama
Novel Cerpen
Analisis Nilai Moral KCB
Temuan
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pada hakikatnya desain penelitian merupakan strategi yang
mengatur ruang dan teknis agar suatu penelitian memperoleh data
maupun kesimpulan penelitian dengan kemungkinan munculnya
kontaminasi yang paling kecil sekalipun dari variabel lain.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Rancangan yang
digunakan adalah rancangan deskriptif karena mendeskripsikan
nilai-nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB), di mana
data yang diuraikan berupa kata-kata.
Langkah awal yang bisa memudahkan peneliti untuk
memperoleh data dan kesimpulan secara objektif mengenai analisis
nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB), adalah melalui
studi pustaka. Adapun metode yang digunakan adalah metode
analisis deskriptif dengan pendekatan mimetik, yakni suatu
pendekatan apresiasi sastra yang memandang sastra sebagai
bentuk tiruan kehidupan nyata.
38
B. Definisi Istilah
Untuk menghindari adanya salah penafsiran mengenai
variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis perlu
mengemukakan definisi istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini.
Istilah-istilah yang dimaksud, adalah sebagai berikut:
1. Novel adalah karya prosa yang menceritakan suatu kejadian luar
biasa dari kehidupan tokoh-tokoh fiksi tertentu.
2. Novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB), adalah novel Karya
Habiburrahna El Shurazy, bagian pertama yang terdiri dari 483
halaman yang diterbitkan oleh Republika pada tahun 2007. Pada
bab berikutnya, istilah ini disingkat menjadi Novel KCB.
3. Nilai Moral adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam yang mengatur
tingkah lakunya dalam bersikap dan berinteraksi dengan
seseorang atau kelompok lain.
4. Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur pembangun dalam novel,
dalam hal ini Novel Ketika Cinta Bertasbih bagian Pertama Karya
Habiburrahman El Shurazy, yang terdiri dari 483 halaman yang
diterbitkan oleh Republika pada tahun 2007. Unsur-Unsur intrinsik
yang dimaksud meliputi tema, latar, tokoh dan penokohan, dan
amanat.
39
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini adalah, kalimat, ungkapan yang
mengandung nilai moral dalam novel pertama (I) Ketika Cinta
Bertasbih (KCB) Karya Habiburrahman El Shirazy.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Ketika Cinta
Bertasbih (KCB) Karya Habiburrahna El Shirazy, terdiri dari 483
halaman yang diterbitkan oleh Republika pada tahun 2007.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari dan mengumpulkan data sebagai standar, acuan, dan
rujukan yang dapat dijadikan pedoman dalam meneliti secara
sistematis.
2. Membaca secara berulang-ulang novel Ketika Cinta Bertasbih
Karya Habiburrahman El Shirazy,sampai betul-betul mendapat-
kan data yang akurat.
40
3. Menentukan bagian-bagian yang sesuai dengan masalah yang
akan diteliti, yaitu kata, kalimat, dan ungkapan-ungkapan yang
dapat mendukung data.
4. Mengelompokkan data-data yang di dalamnya mengandung
nilai-nilai moral.
Data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu:
1. Data primer adalah data yang diangkat dalam objek yang dikaji
atau diteliti yaitu novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) Karya
Habiburrahna El Shirazy,.
2. Data sekunder adalah data penunjang berupa literatur yang
relevan dengan penelitian ini.
E. Teknik Analisis Data
Data yang membangun masalah penelitian dianalisis sesuai
dengan perangkat teori dan metode yang digunakan. Hasil penelitian
dianalisis dengan menggunakan urutan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasikan data berupa kalimat atau alinea menjadi
bagian-bagian yang selanjutnya dapat dianalisis. Identifikasi
41
dilakukan dengan pembacaan dan pengamatan secara cermat
terhadap novel yang di dalamnya terkandung nilai-nilai moral
2. Mengklasifikasikan kalimat atau ungkapan-ungkapan berdasar-
kan ciri atau bentuk nilai moralnya, sehingga ditemukan deskripsi
nilai-nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) Karya
Habiburrahman El Shirazy secara menyeluruh.
3. Menganalisis kalimat atau ungkapan-ungkapan yang memuat
nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) Karya
Habiburrahman El Shurazy,
4. Mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel Ketika Cinta
Bertasbih (KCB Karya Habiburrahman El Shirazy.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Unsur Intrinsik Novel Ketika Cinta Bertasbih
a. Tema
Sebagaimana telah diuraikan pada bab III, tema adalah inti
permasalahan dalam sebuah cerita, novel KCB secara keseluruhan
bercerita tentang kehidupan beberapa mahasiswa asal Indonesia
yang menuntut ilmu di Mesir. Dalam kesehariannya, mahasiswa-
mahasiswa ini diceritakan hidup dan berinteraksi dengan sesama
mahasiswa maupun dengan penduduk lokal berlandaskan ajaran
agama Islam. Selain itu, mereka juga digambarkan sebagai
mahasiswa yang sangat tekun, cerdas, memiliki motivasi dan
semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu, menyayangi keluarga
dan menghormati sesama manusia, serta menempatkan Sang
Pencipta di atas segala-galanya.
Novel ini secara umum berkisah tentang petualangan cinta ala
remaja yang hidup dengan gaya Islami, sehingga menimbulkan
konflik batin dan konflik sosial yang lebih rumit dan menarik jika
dibandingkan dengan cerita percintaan semisal kisah Romeo dan
43
Juliet, yang rela mengorbankan apa saja, menghadapi siapa saja
demi lawan jenis yang dicintainya, maka novel KCB ini
menyuguhkan kisah yang berlawanan. Dalam novel ini, tokoh-
tokohnya yang tetap digambarkan sebagai manusia biasa yang juga
merasakan sesuatu yang dinamakan “cinta” kepada lawan jenis,
tetapi tetap berusaha menjalaninya sesuai dengan tuntunan agama.
Tema yang diusung novel KCB tidaklah begitu jauh dari
judulnya sendiri, yakni tentang rasa cinta kepada lawan jenis, yang
dialami oleh tokoh-tokohnya. Novel KCB menyuguhkan suatu model
berbeda dalam ungkapan kata “cinta” itu sendiri. Dalam novel ini
digambarkan sifat dan cara mencintai yang sesuai dengan ajaran
agama Islam. Model percintaan yang dimaksud, sebagaimana yang
terlihat dalam kutipan-kutipan berikut:
Ia (Azzam) tersenyum sendiri. Entah kenapa tiba-tiba berkelebat pikiran, andai yang berjalan itu adalah dirinya dan Eliana. Alangkah indahnya. Astaghfirullal! la beristighfar. Ia merasa apa yang berkelebat dalam pikirannya itu sudah tidak dianggap benar. (KCB: 6)
Kutipan di atas menggambarkan bagaimana Azzam merasa
bersalah dan berdosa ketika tanpa sadar telah terpikat akan pesona
Eliana, sehingga iapun membayangkan dirinya dan Eliana tengah
berjalan berdua di sebuah pantai. Dengan segera ia sadar dan
44
beristigfar. Kutipan cerita ini mengacu pada ayat Alquran yang
berbunyi;
ولا تقربوا الزنا إنه كان فاحشة وساء سبيلا
Artinya: Dan jangan kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al- Israa: 32)
Hal serupa kembali terungkap ketika Azzam menolak hadiah
“ciuman ala prancis” dari Eliana. Menanggapi tawaran Eliana
tersebut, Azzam berujar;
Azzam memutus pembicaraan dan meletakkan gagang telponnya sambil mendesis kesal, "Dasar perempuan didikan Prancis tidak tahu adab kesopanan. Sudah tahu aku ini mahasiswa Al Azhar mau disamakan sama bule saja! Sinting kali!" (KCB: 28)
Lebih lanjut, model percintaan yang ideal dalam pandangan
Islam kembali terungkap ketika Azzam menjelaskan alasan
penolakannya yang menyinggung perasaan Eliana yang memang
menyelesaikan kuliahnya di Prancis, dan sangat akrab dengan
pergaulan “ala barat”.
Islam sama sekali tidak membolehkan ada persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami isteri yang sah. Dan ciuman gaya Prancis itu bagi saya sudah termasuk kalegori sentuhan sangat intim. Yang dalam Islam tidak boleh dilakukan kecuali oleh pasangan suami isteri. Ini demi menjaga kesucian. Kesucian kaum pria dan kaum wanita. (KCB: 65)
45
Diceritakan bahwa kutipan di atas yang merupakan ucapan
Azzam, adalah prinsipnya dalam menjalani hubungan dengan lawan
jenis.
Tokoh lainnya, Fadhil, menunjukkan sikap serupa ketika ia
merelakan dan menyarankan Tiara, seorang yang ia idamkan
menjadi istri dan akan ia lamar begitu ia mendapat gelar S.1-nya.
Sayangnya, sebelum cita-citanya tercapai, ia didahului oleh kawan
akrabnya sendiri. Sementara Tiara yang juga sangat
mengidamkannya sebagai pendamping hidupnya, mencoba
meminta pertimbangan pertimbangan kepada Fadhil apakah harus
menerima atau menolak, dengan harapan Fadhil segera
menyatakan perasaannya dan melamarnya. Namun Fadhil justru
menunjukkan sikap seorang muslim sejati, sebagaimana terlihat
pada kutipan berikut:
Fadhil tersadar. Ia harus berani menghadapi realita …. Ia merasa sangat jahat jika meminta kepada Tiara menolak lamaran itu, agar ia bisa melamarnya setelah ujian. Ia merasa jika melakukan hal itu, ia seperti menikam temannya sendiri. Ia merasa kebesaran jiwa dan kesabarannya benar-benar sedang diuji. Ia harus bisa memberikan jawaban sebagai seorang Muslim sejati. (248)
Sikap Fadhil dalam kutipan di atas mengacu pada hadis
Rasulullah Muhammad SAW:
أخيه سوم على يسوم ولا أخيه خطبة على الرجل يخطب لا
46
"Janganlah meminang wanita yang telah dipinang saudaranya, dan janganlah menawar barang yang telah ditawar saudaranya “ (HR Muslim, no : 2519 )
Akan tetapi, kemudian Fadhil ragu dan menyesali
keputusannya. Sehubungan dengan sikap Fadhil yang demikian,
Azzam berkomentar:
Mencintai makhluk itu sangat berpeluang menemui kehilangan. Kebersamaan dengan makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak. (KCB: 338)
Lebih lanjut, Azzam mengingatkan sahabatnya itu dengan
mengutip perkataan Ibnu Athaillah,
“tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati, atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana! (KCB: 337)
Di sisi lain, Tiara, yang masih belum juga bisa menerima
pernikahannya, tetap berusaha membujuk Fadhil, dan memintanya
segera melamar dirinya dan berencana membatalkan pernikahannya
dengan Zulkifli yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Dalam
suratnya, Tiara berkata:
Jika kakak mau dan jika kakak berani. Sebab risiko selanjutnya adalah aku dan kakak yang akan menghadapi. Memang kita akan menantang badai. Tapi bukankah pencinta sejati selalu siap menantang badai. Aku yakin kakak adalah seorang pencinta sejati. Ya,
47
kakak adalah seorang pencinta sejati yang gagah berani, yang siap mengarungi perjalanan panjang hidup dengan gagah berani pula: demi orang-orang yang dicintai.
Membaca surat dari Tiara tersebut, keyakinan Fadhil kembali
diuji, bahkan nyaris runtuh. Beruntung, Azzam selalu kembali
mengingatkan sahabatnya bahwa adalah kesalahan besar
memenuhi permintaan Tiara yang dianggapnya sudah kehilangan
akal sehat. Pernyataan Azzam mengenai keraguan Fadhil adalah
sebagai berikut:
"Pesanku hanya satu, kau jangan jadi pecundang, jangan jadi pengkhianat! Jadilah kau lelaki sejati. Kau jangan kalah oleh perasaan. Sebagian perasaan itu datangnya dari nafsu yang mengajak dosa. Tapi ikutilah petunjuk Nabi.(KCB:346)
Apa bangganya kita mendapatkan cinta dari orang yang kita damba, namun kita kehilangan cinta Allah 'Azza wa Jalla. Apa bangganya?(KCB:347)
Dua kutipan di atas menunjukkan bahwa cinta yang sejati
terutama hanya kepada Sang Pencipta, bukan kepada ciptaanNya.
Dengan demikian, Fadhil pun kembali meneguhkan keyakinan, dan
pendiriannya sebagai seorang muslim sejati. Dalam surat
balasannya kepada Tiara, Fadhil mengutarakan ungkapan yang
akhirnya menyadarkan Tiara atas kekhilafannya.
48
Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak mau kehilangan cinta- Nya. Aku mendamba hidup bersamamu, tapi aku lebih mendamba hidup bersama ridha-Nya.(KCB:348) Demikianlah Fadhil meneguhkan keimanannya untuk tetap
berpegang dan tunduk kepada Allah Swt., dan menolak menghianati
Sang Pencipta demi makhluk ciptaanNya. Menerima surat balasan
dari Fadhil, Tiara pun sadar atas kekhilafannya, sebagaimana
digambarkan dalam kutipan di bawah ini:
Ia merasa bahwa Fadhil benar. Kata-katanya benar. Seorang Muslim tidak boleh menzalimi Muslim yang lain. Apapun alasannya dalam Islam kezaliman tidak dibenarkan. Termasuk kezaliman dengan alasan cinta. Sungguh naif, cinta macam apa yang mendatangkan kezaliman? (KCB:349)
Tema cinta islami ini semakin dipertegas dengan kutipan
berikut:
Yang kucari adalah yang agamanya baik dan aku yakin bisa mencintainya. Aku bisa berbakti padanya dengan penuh rasa suka, rasa cinta dan ikhlas. (193)
Tokoh lain yang menunjukkan cerita berbeda, dan harus
menerima akibat yang tidak menyenangkan, adalah Pak Ali. Dalam
Novel KCB, Pak Ali mengisahkan kisah hidupnya kepada Azzam.
Kepada Azzam ia bercerita tentang mantan istrinya, yang akhirnya
menghancurkan hidupnya dan keluarganya sebagaimana terlihat
dalam kutipan berikut:
49
"Demi cintaku padanya segala yang kumiliki aku korbankan. Harta orangtuaku aku habiskan untuk membiayai hidup di London. Kau tahu sendiri kan, betapa mahal hidup di London. Sekaya-kayanya orang Pedan yang mengandalkan hasil pertanian mampu kuat berapa lama hidup di London? Akhirnya harta orang tuaku ludes. Aku sendiri menanggung utang tidak sedikit. Aku benar-benar tidak memiliki apa-apa. Aku hanya bisa kerja part time di sebuah toko swalayan di London.
Berdasarkan kisah cinta Pak Ali yang kontras dengan model
cinta yang disuguhkan dalam kisah Azzam dan Fadhil, dapat
disimpulkan bahwa Novel KCB berusaha menonjolkan model cinta
Islami, sebagai salah satu tema yang diusung dalam rangkaian kisah
cinta tokoh-tokohnya.
Tema lainnya yang dapat diangkat ke permukaan dari novel
KCB, juga terlihat dari tokoh Azzam. Latar belakang dan perjalanan
hidup pribadinya sebagai tokoh utama dalam novel KCB memiliki ciri
tersendiri terlepas dari tema cinta islami, yang melibatkan beberapa
tokoh lainnya. Hidup dan kehidupan pribadi tokoh Azzam secara
khusus berkisah tentang perjuangan seorang pemuda asal
Indonesia yang menuntut ilmu di Mesir, yang terpaksa menunda
mengejar gelar sarjananya karena ayahnya meninggal ketika ia baru
satu tahun menimba ilmu. Musibah tersebut kemudian memaksanya
mengabaikan kepentingan dan ambisi pribadinya untuk mengejar
gelar sarjana karena tanggung jawab keluarga untuk menghidupi ibu
dan membiayai pendidikan dua adiknya. Di tengah tanggung jawab
50
yang besar itu, ia tetap tidak lantas mengabaikan teman-temanya
yang membutuhkan bantuannya.
Bagian-bagian novel yang menceritakan kisah pribadi Azzam
dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut:
"Ah Pak Ali terlalu perhatian pada saya. Saya memang harus bekerja keras Pak. Bagi saya ini bukan beban. Saya tidak merasakannya sebagai beban. Meskipun orang lain mungkin melihatnya sebagai beban. Saya memang harus bekerja untuk menghidupi adik-adik saya di Indonesia. Ayah saya wafat saat saya baru satu tahun kuliah di Mesir. Saya punya tiga adik. Semuanya perempuan. Saya tidak ingin pulang dan putus kuliah di tengah jalan. Maka satu-satunya jalan adalah saya harus bekerja keras di sini. Jadi itulah kenapa saya sampai jualan tempe, jualan bakso, dan membuka jasa katering." (KCB: 25)
Kutipan di atas merupakan sebagian kecil kehidupan Azzam
yang diceritakannya kepada Pak Ali. Berdasarkan kutipan di atas,
diketahui bahwa Azzam, walau bagaimanapun tidak ingin putus
kuliah, ia rela menunda menunggu, dan tetap mendahulukan
keluarganya di Indonesia.
Mengetahui kebenaran di balik sosok Azzam yang tertutup itu,
Pak Ali berkomentar;
"Aku sama sekali tak menyangka bahwa kau menghidupi adik-adikmu di Indonesia. Aku sangat salut dan hormat padamu Mas. Sungguh. Ketika banyak mahasiswa yang sangat manja dan menggantungkan kiriman orangtua, kau justru sebaliknya. Teruslah bekerja keras Mas. Aku yakin engkau kelak akan meraih kejayaan dan
51
kegemilangan. Teruslah bekerja keras Mas, setahu saya yang membedakan orang yang berhasil dengan yang tidak berhasil adalah kerja keras. Dan nanti kalau kau sudah sukses jagalah kesuksesan itu. Setahu saya, dari membaca biografi orang-orang sukses, ternyata hal paling berat tentang sukses adalah menjaga diri yang telah sukses agar tetap sukses." (KCB: 26)
Kutipan lainnya yang menguraikan inti cerita kehidupan
Azzam adalah sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut:
Ia (Azzam) menancapkan tekadnya untuk bekerja lebih keras lagi. Dan ia akan belajar lebih keras. (KCB: 72)
Dalam kutipan tersebut di atas, digambarkan sosok Azzam
yang memang pantang menyerah. Ia tidak gampang berputus asa.
Ia meyakini pepatah Cina kuno, yang selalu berhasil memicu
semangatnya untuk terus berjuang dan berusaha lebih keras untuk
mendapatkan apa yang dikehendakinya, sebagaimana yang
tertuang dalam kutipan berikut:
Ia teringat satu ajaran dari Cina kuno: "Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, jika kamu bekerja keras dan tidak keburu mati dulu" (KCB:130)
Kutipan lainnya, yang merupakan prinsip hidupnya adalah
sebagai berikut:
Ajaran itu senada dengan kata mutiara bangsa Arab yang sangat dahsyat: Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh sungguh berusaha akan mendapatkan yang diharapkannya. (KCB:130)
52
Kalau kamu ingin menciptakan sesuatu, kamu harus melakukan sesuatu! Demikianlah kata Johann Wolfgang von Goethe yang pernah disitir Prof. Dr. Hamdi Zaqzuq dalam kuliahnya. (131)
Dua kutipan di atas menjadi prinsip hidup Azzam dalam
berusaha dan terus berusaha, sebagaimana yang tertuang dalam
kutipan berikut:
Sekali lagi ia harus melakukan sesuatu. Yaitu bekerja lebih serius, belajar lebih serius, dan berdoa lebih serius. Tak ada yang lain. (KCB: 132)
Kehidupan Azzam yang memang pejuang keras yang
berjuang demi keluarganya, kembali dipertegas dalam kutipan
berikut:
Dalam kondisi seletih apapun, ia harus tetap sabar dan tegar melakukan itu semua. Jika tidak, ia takkan hidup layak, juga adik-adiknya di Indonesia. Namun karena sudah biasa, itu semua sudah tak lagi menjadi sesuatu yang berat baginya. (KCB: 154)
Kemudian, tema perjuangan mengejar cita-cita terlukis pada
karakter Azzam, ditegaskan kembali dalam kutipan berikut,
Dan yang paling penting bagi dirinya, dengan kerja keras yang sudah biasa ia lakukan, ia sama sekali tak khawatir akan masa depannya. (KCB:154)
Kutipan di atas merupakan bentuk optimisme tokoh Azzam
dalam mengejar cita-cita. Baginya, selama tetap berusaha dan
53
bekerja keras, masa depannya bukanlah sesuatu yang harus
dikhawatirkan. Ia akan mendapatkan apa yang pantas untuknya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa novel
KCB mengusung tema romansa cinta islami dan perjuangan meraih
cita-cita.
b. Latar
Latar atau setting adalah tempat waktu ataupun suasana
terjadinya peristiwa dalam sebuah karya sastra. Secara umum,
dikisahkan bahwa cerita yang ada dalam novel KCB berlangsung di
Mesir, pada saat menjelang pergantian musim dingin ke musim
semi. Tetapi secara spesifik beberapa nama tempat di negara Mesir
disebutkan sebagai latar terjadinya cerita dan kisah yang dialami
tokoh-tokoh dalam novel KCB. Tempat dan waktu tersebut
diungkapkan dalam kutipan-kutipan berikut;
1) Tempat
Hotel Al Haram
Dari jendela kamarnya yang terletak di lantai lima Hotel Al Haram,
ia menyaksikan sihir itu. Di matanya, Alexandria sore itu telah membuatnya seolah tak lagi berada di dunia. Namun di sebuah alam yang hanya dipenuhi keindahan dan kedamaian saja. (KCB:2)
54
Pantai El Mumtazah
Ia berkata begitu karena nanti malam ada jadwal makan malam bersama seluruh staf KBRI di Pantai El Mumtazah. la yakin akan
bertemu lagi dengara Eliana disana. (KCB: 7)
El Ghaish Street dan Pusat Perbelanjaan El Manshiya
Eliana memberi instruksi kepada Pak Ali agar membawa ke kedai penjual bumbu secepat mungkin. Pak Ali langsung tancap gas melintas di atas El Ghaish Street menuju ke arah pusat perbelanjaan di kawasan El Manshiya. (16)
Hay El Asher
Azzam langsung meluncur pulang kerumahnya di Hay El Asher. (KCB:67)
Hadiqah Dauliyah di Nasr City
Mereka lalu berjalan ke selatan menuju Hadiqah Dauliyah. Sebuah taman kota di Nasr City yang sangat dibanggakan oleh orang Mesir. Taman yang terdiri hanya atas beberapa hektar itu, mereka sebut Hadiqah Dauliyah, artinya International Garden, Taman Internasional. (KCB:87-88)
Pasar Sayyeda Zaenab
Pasar Sayyeda Zaenab masih ramai meskipun tak seramai ketika pagi hari, sebelum Zuhur.(KCB:133)
Selain beberapa tempat yang disebut secara detail di atas,
juga disebutkan beberapa tempat lain di kota-kota negara Mesir.
2) Waktu
Kisah fiktif dalam novel Ketika Cinta Bertasbih ini, diceritakan
berlangsung pada masa pergantian musim dingin ke musim semi,
sebagaimana yang tertuang dalam kutipan berikut:
55
Peralihan dari musim dingin ke musim semi. Sisa-sisa musim dingin masih terasa. (KCB: 33) Malam itu Kota Cairo terasa sejahtera. Angin musim semi mengalir semilir. Pelan. Berhembus dari utara ke selatan. Menerobos sela-sela pintu dan jendela apartemen. Menebarkan kesejukan-kesejukan.(KC:75) Musim semi kali ini ia tidak ingin diganggu siapa saja, termasuk apa saja yang berkenaan dengan Furqan.(100)
c. Tokoh dan Penokohan
Berikut diuraikan tokoh dan penokohan dalam novel Ketika
Cinta Bertasbih. Analisis tokoh dan penokohan ini, difokuskan
terutama tokoh utama dan beberapa tokoh-tokoh pembantu yang
banyak terlibat konflik sepanjang cerita, yang sikap, sifat, kehidupan,
serta dialog-dialognya dianggap memiliki pesan moral. Tokoh-tokoh
yang dimaksud adalah Azzam selaku tokoh utama, Eliana, Anna,
Furqan dan Fadhil. Setiap tokoh yang dimaksud dianalisis
berdasarkan kutipan-kutipan dari novel KCB, baik secara fisik
maupun wataknya masing-masing, kemudian dibandingkan satu
sama lain untuk mempermudah penulis dalam menganalisis nilai
moral yang diusung oleh Habiburrahman dalam setiap tokoh
novelnya.
56
1) Khairul Azzam
Khairul Azzam merupakan tokoh utama dalam novel KCB.
Diceritakan bahwa ia adalah seorang pemuda yang bertanggung
jawab terhadap keluarga dan atas setiap perbuatannya. Serta
menjaga kesucian dirinya. Azzam dikenal sebagai seorang pemuda
yang ulet dan pekerja keras.
Secara fisik, Azzam dideskripsikan sebagai seorang pemuda
bertubuh kurus, sebagaimana komentar tokoh Eliana tentangnya.
"Saya dari jalan jalan menghirup udara pantai. Biar segar. Tukang masak kurus itu yang Mbak Eliana maksud siapa? Si Romi?"
"Bukan si Romi. Itu si Khairul." (55)
Selengkapnya karakter Azzam dideskripsikan sebagaimana
kutipan-kutipan novel KCB berikut:
Meskipun ia di kalangan mahasiswa Cairo dikenal sebagai penjual tempe, ia tidak mau diperlakukan seenaknya. Ia sangat sensitif terhadap hal-hal yang terasa melecehkan harga dirinya. Memberi perintah seenaknya kepadanya adalah bentuk dari penjajahan atas harga dirinya. Azzam adalah orang yang sangat menghargai kemerdekaannya sebagai manusia yang hanya menghamba kepada Allah SWT. (KCB: 13)
Dalam kutipan novel KCB di atas, Azzam dilukiskan sebagai
tokoh yang sangat menjaga kehormatan dirinya. Sekalipun ia dikenal
sebagai seorang penjual tempe oleh kalangan mahasiswa Cairo, ia
57
tetaplah seorang yang cerdas dan berpendidikan, ia tahu posisinya
dalam masyarakat sebagai makhluk yang merdeka.
Ketegasan Azzam dalam menjaga harga diri kehormatannya
memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia tidak takut
berhadapan dengan siapa pun selama ia merasa benar. Dikisahkan
bahwa Azzam bahkan berani beradu mulut dengan mabahits
(intelijen Mesir) yang seenaknya masuk ke kediamannya tanpa izin.
"Kapten, meskipun kalian mabahits, kalian tidak bisa seenaknya masuk rumah kami tanpa ijin. Tidak bisa seenaknya menginjak-injak kehormatan kami.(KCB:197)
Kutipan di atas merupakan sikap Azzam yang cerdas dan
berpendidikan, yang selalu berpegang teguh pada kebenaran.
Baginya ia tidak ada yang patut ditakuti selama yang dilakukannya
adalah sesuatu yang benar. Memang “sudah menjadi watak Azzam
untuk sebuah kebenaran ia siap berduel sampai mati”(KCB:203).
Azzam bukanlah seorang manusia munafik yang hanya
menjaga kehormatannya di hadapan sesama manusia, ia pun selalu
menjaga kesucian dirinya sebagai seorang muslim dengan menjauhi
hal-hal yang terlarang menurut keyakinan yang dianutnya,
sebagaimana tampak ketika ia dengan geram menolak hadiah
ciuman ala prancis dari Eliana. Terkait tawaran itu, Azzam berkata:
"Dasar perempuan didikan Prancis tidak tahu adab kesopanan. Sudah tahu aku ini mahasiswa Al Azhar mau disamakan sama bule saja! Sinting kali!"(KCB: 28)
58
Lebih lanjut sikap Azzam yang sangat menjaga kesucian
imannya ditekankan dalam kutipan berikut:
Dan ia ditawari untuk jadi lelaki ke sekian yang berciuman dengannya. Ini jelas bertentangan dengan apa yang ia jaga selama ini. Yaitu kesucian. Kesucian jasad, kesucian jiwa, kesucian hati, kesucian niat, kesucian pikiran, kesucian hidup dan kesucian mati.(KCB:31)
Dalam kutipan di atas, dikisahkan bahwa Azzam yang sangat
“anti” dengan perbuatan-perbuatan tidak terpuji, karena hal-hal yang
demikian adalah haram baginya, sesuatu yang terlarang dalam
pandangan agama Islam, yang diyakininya.
Dilukiskan pula bagaimana seorang Azzam adalah seorang
pemuda yang patut diacungi jempol, yang pantas dikagumi, seorang
muslim yang ideal, yang begitu cinta kepada Allah dan rasulNya.
Berikut kutipannya,
Azzam sendiri hanyut dalam keindahan ayat demi ayat yang dibaca sang imam. Hati dan pikirannya terbetot dalam tadabbur yang dalam. Ia merasakan seolah-olah Tuhan yang menurunkan Al-Quran mengabarkan kepadanya bagaimana Rasulullah menerima wahyu yang diturunkan.(35)
Demikianlah Azzam dilukiskan sebagai sosok yang mencintai
Allah dan selalu menempatkan Allah di atas segala-galanya. Dengan
iman yang demikian tebal, ia mampu menaklukkan syahwatnya, dan
menolak mentah-mentah tawaran dari seorang Eliana, gadis cantik
nan cerdas lulusan salah satu universitas Prancis, yang dikagumi
59
bukan hanya oleh mahasiswa Indonesia melainkan juga mahasiswa
dari negara-negara lain. Sedemikian cintanya kepada Pemilik setiap
nafasnya, sehingga ia mampu mengabaikan godaan dari seorang
gadis yang dikaguminya, yang dengan kecantikan dan
kecerdasannya membuat Azzam begitu terpesona bahkan sebelum
bertemu.
Azzam memang termasuk pemuda yang berselera tinggi
dalam hal mencari pasangan. Maksud dari selera tinggi ini tentu saja
tidak terbatas pada kualitas fisik semata, sebagaimana yang tampak
pada sosok Eliana, melainkan juga kualitas keimanannya. Selera
tinggi Azzam dalam memilih pendamping hidup ini pun diakui oleh
Eliana.
"Wow. Tak kusangka. Mas Insinyur ternyata benar-benar pemuda berselera tinggi …. (KCB: 19)
Kutipan di atas merupakan bentuk rasa tidak percaya Eliana
akan tipikal calon istri idaman Azzam, meskipun komentar tersebut
terkesan mengejek karena Azzam di matanya hanyalah seorang
mahasiswa gagal yang hanya menghabiskan hari-hari produktifnya
dengan berjualan tempe.
Selera Azzam dalam mencari pasangan, memang tidak main-
main, baginya seberapapun cantiknya, “…. tapi kalau tidak bisa
60
menjaga aurat, tidak memiliki rasa malu, tidak memakai jilbab, tidak
mencintai cara hidup yang agamis ….”, bukanlah gadis yang ia
idamkan (KCB: 30). Tipikal gadis idaman Azzam ini adalah tipe
langka jika melihat kondisi jaman yang semakin merosot.
Sebagaimana tampak di berbagai media cetak maupun televisi, di
mana hampir semua kalangan telah terpengaruh idealisme
pergaulan liberal yang mengabaikan norma-norma agama dan
budaya ketimuran.
Dalam lingkungan keluarga, Azzam adalah seorang anak yang
berbakti kepada orang tua dan sangat penyayang dan perhatian
kepada adik-adiknya. Ia rela menunda mengejar gelar sarjananya
setelah Ayahnya meninggal karena kecelakaan, sehingga tanggung
jawab menghidupi ibu serta adik-adiknya pun menjadi miliknya.
Meski demikian, tidak sedikitpun ada keluh kesah Azzam
dalam menghadapi keadaan yang dihadapinya adalah sebuah
beban yang berat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Pak Ali
berikut:
"Kalau aku perhatikan, gurat wajahmu lebih tua sedikit dari umurmu. Kayaknya kau memikul sebuah beban yang lumayan berat. Aku perhatikan kau lebih banyak bekerja daripada belajar di Mesir ini. Boleh aku tahu tentang hal ini?"(KCB: 25)
61
Sehubungan dengan komentar Pak Ali tersebut, Azzam
berujar:
"Ah Pak Ali terlalu perhatian pada saya. Saya memang harus bekerja keras Pak. Bagi saya ini bukan beban. Saya tidak merasakannya sebagai beban. Meskipun orang lain mungkin melihatnya sebagai beban. Saya memang harus bekerja untuk menghidupi adik adik saya di Indonesia. Ayah saya wafat saat saya baru satu tahun kuliah di Mesir. Saya punya tiga adik. Semuanya perempuan. Saya tidak ingin pulang dan putus kuliah di tengah jalan. Maka satu-satunya jalan adalah saya harus bekerja keras di sini. Jadi itulah kenapa saya sampai jualan tempe, jualan bakso, dan membuka jasa katering." (KCB: 25)
Kutipan di atas memperjelas watak Azzam yang pekerja
keras, yang membedakannya dengan mahasiswa lain yang
menggantungkan hidupnya pada kiriman bulanan dari orang tua.
Melihat watak Azzam yang demikian, sekali lagi Pak Ali
berkomentar:
Ketika banyak mahasiswa yang sangat manja dan menggantungkan kiriman orangtua, kau justru sebaliknya. (KCB: 26)
Karakter Azzam yang mengagumkan, tidaklah terbatas
ketegasannya dalam menjaga kehormatan, ia juga adalah seorang
pemuda yang mampu menempatkan diri pada tempatnya. Azzam
mampu mengukur apa yang pantas dan apa yang tidak pantas untuk
dimilikinya. Hal ini tampak ketika Azzam berbesar hati ketika
lamarannya kepada Anna, ternyata telah ada yang mendahului.
62
Walaupun sempat merasakan kekecewaan yang teramat dalam,
Azzam tetap mampu berpikir positif.
Menanggapi penolakan tersebut, dalam hatinya ia berkata
kepada diri sendiri:
Saya ini S.1 saja sudah sembilan tahun belum juga selesai. Dan apa prestasi saya? Apa yang bisa saya andalkan? Membuat tempe? Apa ada kiai yang mau anaknya menikah dengan penjual tempe?"(KCB: 48)
Dalam berinteraksi dengan teman-teman maupun masyarakat
di mana ia berada, Azzam termasuk pemuda yang selalu siap
menolong serta ikhlas dengan apapun yang ia korbankan untuk
membantu orang lain. Hal ini tampak dari penuturan pengarang
novel KCB tentang karakter Azzam berikut:
Ia memang tidak ingin namanya diketahui dua mahasiswi itu. Ia mau menjaga keikhlasannya. Maka meskipun mahasiswi cantik berjilbab biru itu bertanya namanya, ia tidak gantian menanyakan namanya. (145)
Kutipan di atas menggambarkan keikhlasan Azzam ketika
membantu sesama. Bahkan ia enggan menyebutkan namanya
ataupun menanyakan nama orang yang ia tolong demi menjaga
keikhlasannya.
Selanjutnya, tokoh Azzam sebagai tokoh utama, semakin
ditonjolkan sebagai sosok yang ideal yang patut ditiru dan
63
ditauladani tidak terbatas hanya dalam mengejar kepentingan
duniawi. Azzam ternyata adalah seorang pemuda yang mampu
menyeimbangkan kepentingan akhirat dengan kepentingan duniawi.
Terlepas, dari cintanya kepada Allah, terlepas dari baktinya kepada
keluarga, dan keikhlasannya kepada sesama, Azzam memiliki jiwa
pekerja keras, dan memiliki bakat bisnis yang tidak bisa dipandang
sebelah mata.
Jiwa pekerja kerasnya diuraikan dalam kutipan beberapa
kutipan berikut:
"Benar kata kakak, dia seorang pekerja keras. Wajahnya adalah wajah lelah pekerja keras," kata gadis itu dalam hati.(KCB: 237)
Ia tidak menyangka orang yang tadi duduk di sampingnya dengan wajah begitu lelah adalah seorang petarung yang mati-matian menghidupi keluarganya jauh di Indonesia sana. (KCB: 246).
Jiwa pekerja kerasnya ini didukung oleh bakat serta semangat
dan pengalaman bisnis tidak bisa diremehkan. Sebagaimana ketika
ia ditawari untuk menjalin kerja sama oleh Pak Amrun.
Pak Amrun langsung paham dengan siapa ia berhadapan. Azzam sudah cukup kenyang berbisnis. Meskipun tempe dan bakso. Tapi pengalaman itu sangat membedakan Azzam dengan Aan. (361)
Bakatnya dalam berbisnis pun ia tegaskan dalam kutipan
berikut:
64
…. Ini bisnis Nang. Bisnis! Nyawa bisnis itu keberanian Nang. Dalam dunia bisnis yang berhasil adalah mereka yang memahami bahwa, hanya ada perbedaan sedikit antara tantangan dan peluang, dan mereka bisa mengubahnya menjadi keuntungan. (KCB: 170)
Prestasinya di bidang akademik pun, tidaklah kalah dengan
mahasiswa sekaliber Furqan, Anna, dan Eliana. Hanya keterbatasan
dan keadaan keluarganya yang membuat prestasinya menurun
dibandingkan teman-temanya. Sementara telah banyak kawannya
sudah mulai mendapat gelar S.2, ia bahkan belum mampu
menggenggam gelar S.1.
Hal ini diakui oleh orang-orang terdekatnya, sebagaimana
pengakuan dari salah satu adiknya berikut:
Sebab kami tahu mental kakak sejatinya adalah mental berkompetisi dan berprestasi.(KCB: 259)
Pengakuan lainnya datang dari adik Fadhil yang juga
mengenalnya dari cerita-cerita kakaknya tentang Azzam, berikut:
…. Kang Azzam itu sangat cerdas. Tak kalah dengan dirimu. Dulu, tahun pertama di Al Azhar ia jayyid jiddan. Ia juga dapat beasiswa dari Majlis A'la. Namun tahun kedua ayah beliau meninggal. Sementara ibunya sering sakit sakitan. Ia akhirnya mengalihkan konsentrasinya. Dari belajar ke bekerja. Ia di Cairo ini untuk bekerja sambil belajar. Sejak itu prestasinya menurun. Beberapa kali tidak naik tingkat. Ia sudah sembilan tahun di Mesir tapi masih juga belum lulus S.1.(245)
65
Demikianlah kutipan demi kutipan novel KCB ini melukiskan
karakter Azzam yang merupakan tokoh utama, sebagai tokoh
percontohan, sosok yang ideal yang disodorkan oleh Habiburrahman
kepada para pembaca novelnya. Berdasarkan analisis di atas,
karakter Azzam dirangkum sebagai seorang pemuda yang memiliki
iman sekeras baja, berhati lembut dan penyayang kepada keluarga
dan orang-orang di sekitarnya, ikhlas membantu sesama, cerdas
dan berprestasi, pantang menyerah, memiliki semangat yang keras
dalam bekerja, serta berbakat dalam dunia bisnis.
2) Eliana Pramesthi Alam
Eliana adalah seorang Gadis Putri dari Dubes Indonesia untuk
mesir, yang dikenal cantik parasnya dan pendidikannya yang tinggi.
Keberadaanya di Mesir adalah untuk melanjutkan studi S.2-nya,
sebagaimana dikutip dari novel Ketika Cinta Bertasbih Berikut.
Dialah Eliana Pramesthi Alam. Putri satu-satunya Bapak Duta Besar Republik Indonesia di Mesir. Hampir genap satu tahun gadis itu tinggal di Mesir. Selain untuk menemani kedua orangtuanya, keberadaannya di Negeri Pyramid itu untuk melanjutkan S.2-nya di American University in Cairo (AUC). (KCB: 3)
Secara fisik, Eliana dideskripsikan langsung oleh
Habiburrahman sebagai berikut:
Wajahnya yang takkalah pesonanya dengan diva pop dari Lebanon, Nawal Zoughbi, dianggap layak tampil di layar kaca. (KCB: 4)
66
Bagaimana tidak, gadis jelita itu (Eliana) seolah begitu menghormatinya. (KCB: 5)
Gadis berpostur tubuh indah itu berbalut kaos lengan panjang ketat berwarna merah muda dan celana jeans putih ketat. Balutan khas gadis-gadis aristokrat Eropa itu membuatnya tampak langsing, padat, dan berisi. Parfumnya menebarkan aroma bunga-bungaan segar dan sedikit aroma apel. Wajahnya yang putih dengan mata yang bulat jernih memancarkan pesona yang mampu menghangatkan aliran darah setiap pemuda yang menatapnya. (KCB:11)
Dalam tiga kutipan di atas, secara detail pengaran novel
Ketika Cinta Bertasbih melukiskan tampilan fisik tokoh Eliana. Eliana
adalah seorang gadis yang cantik mempesona, dengan postur tubuh
yang menawan, memiliki suara yang jernih, wajah putih, dan mata
yang indah. Bukan hanya pesona fisik yang membuat Eliana
menjadi pusat perhatian, ia pun adalah seorang gadis yang cerdas
dan berprestasi, sebagaimana yang diutarakan langsung oleh
pengarang dalam kutipan berikut:
Gadis itu adalah kilau matahari di musim semi. Sosok yang sedang menjadi buah bibir di kalangan mahasiswa dan masyarakat Indonesia di Mesir. Gadis yang pesonanya dikagumi banyak orang. Dikagumi tidak hanya karena kecantikan fisiknya, tapi juga karena kecerdasan dan prestasi-prestasi yang telah diraihnya. Lebih dari itu, gadis itu adalah putri orang nomor satu bagi masyarakat Indonesia di Mesir.
Akan tetapi di balik status sosialnya seorang anak orang
pejabat, kaya, cerdas, dan cantik (KCB: 39), Eliana memiliki akhlak
67
yang berkebalikan jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh
perempuan lainnya yang juga dideskripsikan sebagai mahasiswi-
mahasiswi yang cantik, cerdas, dan berprestasi seperti Anna, Cut
Mala, Maupun Tiara.
Eliana di balik kecantikan dan prestasi-prestasinya, adalah
seorang gadis yang sombong dan arogan. Watak Eliana
selengkapnya diuraikan dalam kutipan-kutipan berikut:
Anak muda Indonesia yang punya impian mengendarai mobil BMW saya rasa tidak banyak. Apalagi yang bermimpi mengendarainya bersama isterinya di kota ini. Jangankan bermimpi seperti itu, BWM saja mungkin ada yang belum tahu apa itu dan ada yang belum pernah lihat bentuknya. Lha bagaimana bisa bermimpi? Bahkan, mungkin di antara anak muda Indonesia, terutama di daerah terbelakang masih ada yang beranggapan bahwa BMW itu merk sepeda, sejenis dengan BMX." (16)
Kutipan di atas merupakan ujaran Eliana terhadap mahasiswa
sebangsanya, yang dianggapnya masih terbelakang. Hanya karena
ia menyelesaikan studi S.1-nya di Prancis, dianggapnya pemuda-
pemuda di Indonesia bahkan tidak mengenal, dan tidak sanggup
membeli mobil BMW. Selain sifatnya yang sombong dan cenderung
memandang sebelah mata orang lain, Eliana juga digambarkan
sebagai sosok yang arogan.
"Dasar pemuda kampungan kolot! Pemuda konservatif! Pemuda bahlul bin tolol! Awas nanti ya!" Geramnya.(29)
68
Ia menanti Azzam untuk dilabraknya. Ia hendak memarahinya seperti ia memarahi pembantu-pembantunya yang melakukan sesuatu yang membuatnya murka. (KCB:50) Ia ingin segera menumpahkan segala murkanya. Ia ingin segera melumatnya jika bisa.(KCB:51)
Eliana mendengus. Wajah yang biasanya putih cemerlang itu tampak merah padam. (KCB: 55) "Kenapa tidak dia sendiri yang memberikan pada saya!?" Tanya Eliana ketus (KCB: 57)
Dalam empat kutipan di atas, arogansi Eliana ditonjolkan oleh
pengarang. Selain arogansi dan kesombongannya, Eliana lebih jauh
dilukiskan sebagai seorang muslim yang mengesampingkan urusan-
urusan akhirat.
Gadis berpostur tubuh indah itu berbalut kaos lengan panjang ketat berwarna merah muda dan celana jeans putih ketat. (KCB:11)
Kutipan di atas mendeskripsikan cara berpakaian Eliana yang
tidak menutup aurat, sebagaimana mahasiswa lain asal Indonesia
yang menuntut ilmu di Mesir. Dalam hal beribadah, Eliana pun
bukanlah sosok muslimah yang tidak taat, dan selalu mengabaikan
perintah melaksanakan Shalat. Hal ini tampak dalam dua kutipan
berikut:
"Ah shalat itu gampang! Yang penting itu. Ada tugas penting untuk Mas Khairul malam ini. Tugas terakhir. Aku janji!" sahut Eliana nyerocos tanpa rasa dosa karena menggampangkan shalat. (KCB:12)
69
“Aduh, shalat lagi, shalat lagi. Shalat itu gampang!" (KCB:14)
Kutipan di atas menunjukkan watak Eliana dalam beragama,
shalat yang merupakan tiang agama, hanyalah masalah sepele
baginya. Lebih jauh, Furqan, sahabat Azzam memberikan
penjelasan lebih lanjut tentang Eliana yang tidak menjaga akhlak
sebagai seorang muslimah.
"Benar. Aku tidak bohong. Kau tahu sendirilah Rul. Eliana itu bukan mahasiswi Al Azhar yang sangat menjaga akhlak …. Ia telah menceritakan semua hubungannya dengan pacar-pacarnya yang gagal. Ia sudah pernah ganti pacar lima kali. Sekali waktu di SMA. Empat kali waktu di Prancis. Dua pacarnya yang terakhir adalah orang bule." (KCB:60)
Kutipan di atas merupakan pernyataan dari Furqan yang
sudah lama mengenal Eliana. Di matanya, Eliana bukanlah tipe
gadis yang pantas diidamkan khususnya bagi seorang muslim yang
mendambakan pendamping yang berakhlak mulia.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, secara keseluruhan,
Eliana digambarkan sebagai seorang putri tunggal Dubes Indonesia
untuk Mesir yang sedang menempuh studi S.2 di Cairo. Eliana
adalah seorang gadis cantik mempesona dan berprestasi, tetapi
memiliki banyak kekurangan sebagai makhluk sosial maupun
sebagai makhluk bertuhan. Eliana, selain arogan dan sombong di
hadapan sesama manusia, ia juga sombong di hadapan Sang
70
Pencipta. Enggan melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT.,
dengan melaksanakan shalat 5 waktu maupun menutup auratnya.
3) Anna Altafunnisa
Seorang gadis yang sangat sempurna di mata semua orang,
selain pintar dan cantiknya, dia juga mempunyai budi pekerti yang
baik. Anna dalam novel KCB ini adalah saingan berat Eliana dalam
hal kecantikan fisik maupun prestasi akademik. Deskripsi fisiknya
diutarakan oleh Pak Ali sebagaimana dialognya dengan Azzam yang
dikutip berikut:
Pak Kiai Luffi punya anak gadis yang sangat cerdas. Dan sangat cantik. Sungguh sangat cantik. Kecantikannya ibarat permata maknun yang mengalahkan semua permata yang ada di dunia. Aku berani bertaruh kecantikannya bisa mengatasi Eliana. (KCB:46) Kutipan di atas merupakan deskripsi fisik Anna yang sulit
untuk digambarkan, sehingga kecantikan parasnya disamakan
dengan batu permata yang sangat indah. Dalam dialog lainnya, Pak
Ali lebih lanjut memberikan perbandingan pencapaian prestasi Anna
dengan Eliana.
Jika Eliana bisa bahasa Prancis dan Inggris. Maka Putri Pak Kiai Lutfi ini bisa bahasa Arab, Inggris dan Mandarin. Saat di Madrasah Aliyah dia pernah ikut program pertukaran pelajar ke Wales,U.K. (KCB :46-47)
Dan masih dalam perbandingan pencapaian akademik antara
Anna Eliana, Pak Ali lanjut menjelaskan:
71
"Dia sekarang ada di Carro. Sedang menempuh S.2 di Kuliyyatul Banat, Al Azhar. Dia sedang mengajukan judul tesisnya."
Lebih lanjut diterangkan oleh Ustadz Mujab, paman Anna.
Anna adalah bintangnya Pesantren Daaru Quran. Sejak kecil ia menghiasi dirinya dengan prestasi, dan prestasi selain dengan akhlak mulia tentunya. (KCB:70)
Kutipan-kutipan memberikan deskripsi fisik dan watak Anna,
yang cantik dan soleha (KCB:47), berprestasi dan berakhlak mulia.
Seorang gadis yang lahir dan tumbuh besar dalam keluarga yang
taat beragama. Putri dari Kiyai Luthfi pendiri pesantren Daaru Quran.
Dalam novel KCB bagian pertama ini, Anna dikisahkan sebagai
calon istri yang diidamkan oleh Azzaam dan Furqan.
4) Furqan
Pemuda yang berasal dari keluarga mewah, pendidikan yang
tinggi dan sangat ingin untuk menikahi Anna Althafunnisa serta
menjadi suami Anna yang pertama. Furqan adalah sahabat dekat
Azzam, yang dalam hal ketaatan beribadah dan prestasi akademik,
memiliki kesamaan dengan Azzam. Selain itu kedua tokoh ini
diceritakan memiliki tipikal calon istri idaman yang sama, yakni
cantik dan Soleha. Hal ini dikarenakan keduanya memang sama-
sama adalah muslim yang selalu menjaga kesucian dan
kehormatannya baik di hadapan sesama manusia maupun di
72
hadapan Sang Pencipta. Kesamaan ini pula yang kemudian
mengantarkan keduanya jatuh hati pada satu sosok yang sama pula,
yakni Anna Althafunnisa.
Perbedaan keduanya terletak pada strata sosial, dan
kesabarannya dalam menghadapi cobaan. Jika Azzam berasal dari
keluarga yang biasa-biasa saja, maka Furqan adalah seorang anak
pengusaha. Jika Azzam mampu bertahan menghadapi berbagai
cobaan yang menimpanya, Furqan justru sering ragu dalam
mengambil keputusan serta lebih rentan dan mudah kehilangan
kepercayaan diri bahkan kehilangan imannya.
Lebih lanjut karakter dan watak Furqan diuraikan dalam
kutipan-kutipan berikut:
Azzam jadi ingat kalau Furqan memang memiliki darah Sulawesi. Meskipun ia lahir dan besar di Jakarta. Ayahnya asli Makasar. Ibunyalah yang asli Betawi. Karena memiliki dua darah itulah, darah Betawi dan Makasar, ia dulu bisa terpilih menjadi Ketua Umum PPMI. Sebab ia mendapat dukungan penuh dari KPJ dan KKS.(KCB: 278)
Dalam kutipan di atas, pengarang menjelaskan asal usul
keluarga Furqan yang berdarah campuran Makassar dan Betawi,
Furqan memperkenalkan dirinya sebagai mahasiswa pascasarjana Cairo University, jurusan tarikh wal hadharah, sejarah dan peradaban.(KCB: 103)
73
Furqan lebih dikenal sebagai intelektual muda yang sering diminta menjadi narasumber di pelbagai kelompok kajian …, (KCB: 23)
Kutipan di atas memberikan gambaran tokoh Furqan adalah
seorang mahasiswa pascasarjana Cairo University, jurusan tarikh
wal hadharah yang memiliki prestasi akademik yang tidak bisa
dipandang sebelah mata. Bahkan Anna yang sebenarnya masih
belum siap menikah, kesulitan menemukan alasan untuk menolak
lamarannya sebagaimana dideskripsikan dalam kutipan berikut
Namun lamaran dari Furqan, Mantan Ketua Umum PPMI, dan kandidat M.A. dari Cairo University, ia rasakan agak lain.(KCB: 99)
Dengan prestasi yang demikian, Furqan tidak lantas
menyombongkan diri, malah menjadikan segala pencapaiannya
sebagai sebuah cambuk yang memacunya untuk terus berprestasi.
Dengan semua pencapaiannya, dengan sendirinya ia menjadi
seorang yang optimis.
Ia sangat optimis. Dan selama ini, jika ia optimis, ia selalu berhasil meraih apa yang diinginkannya. (KCB: 294)
Optimisme yang dimiliki Furqan dalam meraih apa yang
diinginkannya ini memiliki kesamaan dengan apa yang diyakini oleh
Azzam. Namun di sisi lain. Kesamaan lainnya adalah ketika Furqan
berhadapan dengan gadis cantik asal Jepang bernama Fujita, ia
74
memalingkan wajah bahkan memilih pergi karena “Imannya tidak
akan kuat berhadapan dengan gadis secantik Fujita” (KCB: 181-
182).
Namun kualitas Furqan tak mampu menyangi Azzam tatkala
menghadapi sebuah cobaan berat. Seperti yang diungkap
pengarang dalam kutipan berikut:
Ia tak tahu harus berbuat apa saat itu. Dan ia tidak kuat membayangkan jika hasil test darah itu memvonisnya positif terkena HIV. Hancur sudah masa depannya. Jika itu yang terjadi, ia merasa akan menjadi bangkai yang berjalan. Ia akan dianggap lebih menjijikkan dari kotoran dan lebih busuk dari sampah yang paling busuk. Jika itu yang terjadi, ia merasa riwayatnya telah tamat sebelum ia mati.(KCB:300)
Dalam kutipan di atas, Furqan diceritakan “kalah sebelum
berperang”, ia tidak siap menghadapi kenyataan kalau ia telah
terjangkit virus HIV, akibat perbuatan seorang intelijen Israel.
Ia baru merasa betapa lemah, kerdil dan tiada berdaya dirinya. Semua rasa optimisnya lenyap. Kalkulasi-kalkulasi dan prediksi-prediksinya yang selama ini ia agungkan sebagai pilar paling vital untuk menentukan hukum-hukum takdir yang diyakininya sama sekali sirna. Tak ada lagi kalkulasi matematis. Tak ada lagi hitung-hitungan strategis. Tak ada lagi prediksi-prediksi logis. Semua lenyap di hadapan rasa cemas, takut dan sedih tiada terkira. Semuanya lenyap di hadapan kenyataan yang dialaminya. (KCB:300)
Berdasarkan kutipan di atas, Furqan tidak mampu
menggunakan akal sehatnya di mana ia selalu berpikir logis atas
75
keyakinannya pada hukum sebab akibat, dalam menjalani hidup
karena cobaan yang diterimanya. Lebih lanjut diuraikan runtuhnya
optimisme Furqan dalam kutipan berikut.
Jika akhirnya ia benar-benar mengidap HIV, habis sudah masa depannya. Ia merasa menjadi orang paling malang dan paling sengsara di dunia. Ia merasa menjadi manusia paling hina dan paling tiada berguna. Ia akan dipandang sebagai makhluk yang menjijikkan oleh siapa saja. Bahkan juga oleh keluarganya.
Bukan hanya keyakinan dan optimismenya yang runtuh
karena cobaan yang dihadapinya, bahkan ia kehilangan
keimanannya kepada Allah SWT., sebagaimana reaksinya ketika
harus menerima kenyataan bahwa dirinya positif HIV. Furqan
merasa telah sia-sia menyembah Allah SWT.
"Aku tak percaya lagi Allah Maha Penyayang. Aku tak percaya lagi hi... hi...!" Hati Furqan benar-benar terguncang. Ia merasa dunianya telah kiamat. Belajar kerasnya selama ini sia-sia. Gelar masternya sia-sia. Hidupnya sia-sia. Dan ibadahnya menyembah Allah selama ini ia rasakan sia-sia. (KCB:313)
"Aku tak percaya lagi Allah Maha Penyayang. Aku tak percaya lagi...!" Furqan kembali mengulang apa yang baru saja diucapkannya sambil menangis. (KCB:314)
Dua kutipan di atas, mempertegas mental Furqan yang lemah,
dan hanya optimis menjalani hidup ketika semua keinginannya
tercapai dengan mudah. Dengan demikian karakter dan Watak
Furqan adalah seorang anak orang kaya, berdarah Makassar-
76
Betawi, memiliki prestasi cemerlang dalam bidang akademik, tetapi
lemah dalam menghadapi kesulitan.
5) Fadhil
Teman satu serumah dan satu perkuliahan dengan Azzam di
Mesir. Ia asli orang Aceh, bingung bersikap ketika di hadapkan
dengan soal cintanya. Fadhil dideskripsikan sebagai seorang
mahasiswa yang cerdas, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Azzam dalam percakapannya dengan Cut Mala berikut:
"Jangan kuatir. Kakakmu itu termasuk orang cerdas yang bisa meresapi soal ujian dengan baik. Dia selalu naik tingkat dengan predikat jayyid tiap tahun. Semoga sakitnya kali ini menjadi penebus dosanya sehingga ia bisa lulus ujian akhir dengan nilai terbaik."(KCB: 238)
Kutipan di atas merupakan pengakuan Azzam tentang
prestasi salah satu sahabat dekatnya itu. Di matanya, Fadhil adalah
seorang yang cerdas dan selalu mampu melewati ujian dengan baik.
Watak Fadhil digambarkan tidak jauh berbeda dengan dua tokoh
laki-laki lainnya yang telah dibahas sebelumnya, yakni Azzam dan
Furqan. Fadhil adalah salah satu sosok yang ideal seorang muslim
sejati yang ditawarkan pengarang. Sebagaimana Azzam dan
Furqan, Fadhil pun selalu mendasarkan segala sikap dan
tindakannya di jalan yang diridhai oleh Allah SWT.
77
Hal ini dinyatakan ketika Fadhil yang terlibat cinta lama harus
menghadapi merelakan Tiara, seorang gadis yang sudah
diimpikannya menjadi istrinya kelak, dilamar oleh salah satu teman
dekatnya sendiri.
Fadhil tersadar. Ia harus berani menghadapi realita …. Ia merasa sangat jahat jika meminta kepada Tiara menolak lamaran itu, agar ia bisa melamarnya setelah ujian. Ia merasa jika melakukan hal itu, ia seperti menikam temannya sendiri. Ia merasa kebesaran jiwa dan kesabarannya benar-benar sedang diuji. Ia harus bisa memberikan jawaban sebagai seorang Muslim sejati. (KCB: 248)
Ya, seorang Muslim sejati. Yaitu Muslim yang gentle, yang berani melepaskan Muslimah yang dicintainya kepada saudara Muslim lainnya yang lebih siap darinya dalam urusan menikah. (KCB: 248)
Kutipan di atas mengisahkan sikap Fadhil tatkala Tiara
meminta pertimbangannya apakah harus menerima atau menolak
lamaran yang ditujukan kepadanya. Saat itu Fadhil harus
berhadapan dengan perasaannya sendiri. Karena bagaimanapun,
Fadhil berencana akan melamar Tiara begitu ia lulus kuliah. Tanpa
keraguan sedikitpun, ia tidak mendahulukan kepentingannya, dan
meminta Tiara menolak lamaran tersebut, apalagi ia sendiri memang
belum pernah menyatakan perasaan dan niatnya.
78
Sehubungan dengan keputusan Fadhil tersebut, pengarang
sendiri lebih lanjut menegaskan watak Fadhil dalam kutipan di
bawah ini:
Cut Mala menangkap ketegasan dari ucapan kakaknya itu. Ia tidak menangkap sedikit pun keraguan dari kata -katanya. (KCB: 249)
Kakaknya (Fadhil) adalah pemuda yang tegas, yang selalu mengutamakan ilmu dan belajar di atas segalanya. (KCB: 249)
Ketegasan dalam mengambil sikap inilah yang membedakan
Fadhil dengan Furqan yang pada saat yang sama tengah bimbang
memutuskan akan melamar Anna atau Eliana. Ketegasan dalam
bersikap ini pun diakui oleh Cut Mala, adiknya yang tidak bisa
berbuat banyak untuk membujuk Fadhil merubah keputusannya.
Ia tahu persis watak kakaknya (Fadhil) yang tidak mungkin mencabut apa yang dikatakannya. (KCB:252)
Kutipan di atas melengkapi ketegasan Fadhil dalam bersikap
dengan sebuah prinsip laki-laki sejati, yang didasarkan pada
tuntunan agama. Prinsip “pantang menelan ludah sendiri” ini
walaupun dinyatakan oleh pengarang sebagai watak tinggi hati yang
dimiliki Fadhil, namun demikian, Fadhil memiliki alasan yang jelas
dalam mengambil sikap saat menghadapi suatu permasalahan,
bahkan watak tinggi hati inilah yang menghindarkan Fadhil dari
79
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT., sebagaimana
yang diuraikan pengarang dalam kutipan berikut:
Ia merasa, sebenarnya ia bisa meralat perkataannya secepatnya. Namun rasa tinggi hatinyalah yang mencegahnya. Ia berteduh di bawah alasan seorang lelaki tidak akan mencabut apa yang telah dikatakannya.(KCB: 280)
Dengan demikian watak Fadhil yang terangkum berdasarkan
analisis dari kutipan novel KCB di atas, di antaranya adalah cerdas,
berprestasi, tegas, memiliki pendirian yang teguh. Selain yang telah
diketahui di atas, Fadhil juga digambarkan sebagai sosok yang baik
hati dan ramah, serta selalu mendahulukan ilmu dan belajar
sebagaimana yang dijelaskan dalam kutipan berikut:
Kakaknya adalah pemuda yang tegas, yang selalu mengutamakan ilmu dan belajar di atas segalanya.
"Fadhil itu kan temannya Zulkifli sejak dulu. Saya beberapa kali bertemu dengan dia di pesantren dulu. Dia itu baik, ramah dan sangat perhatian. Saya masih ingat saat saya ke pesantren dulu sandal saya hilang di-ghosob oleh para santri, saat itu Fadhil-lah yang bingung ke sana kemari mencari sandal saya.(KCB: 350-351)
d. Amanat
Berdasarkan novel KCB dibaca dan dikaji berulang-ulang,
khususnya berdasarkan tema cerita, tokoh dan penokohan, serta
konflik yang dialami setia tokoh dalam novel KCB, maka dapat
disimpulkan bahwa pengarang menitip 2 pesan utama yang sarat
80
dengan nilai-nilai islami dalam kisah fiksi gubahannya sebagai
berikut:
1. Cinta sejati adalah cinta kepada Sang Pencipta, dan mencintai
ciptaan Allah, haruslah sesuai dengan petunjuk-petunjukNya,
sebagaimana yang ditanamkan dalam sebuah dialog singkat
berikut:
Mencintai makhluk itu sangat berpeluang menemui kehilangan. Kebersamaan dengan makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak. (KCB: 338) Apa bangganya kita mendapatkan cinta dari orang yang kita damba, namun kita kehilangan cinta Allah 'Azza wa Jalla. Apa bangganya? (KCB: 347)
Bahkan pada bagian awal novel, pengarang menegaskan
bahwa cinta yang tidak pada tempatnya atau tidak seusai dengan
segala kehendakNya, akan dipertanggungjawabkan oleh masing-
masing yang menjalani. Penegasan tersebut berbunyi sebagai
berikut:
Ya, kelak ketika masa muda mereka harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Sang Pencipta Cinta. Dan jatuh cinta mereka pun harus dipertanggung jawabkan kepada-Nya: Di hadapan pengadilan Dzat Yang Maha Adil, yang tidak ada sedikit pun kezaliman dan ketidakadilan di sana.
2. Setiap usaha dan kerja keras yang dikerjakan dengan penuh
kesungguhan dengan jalan yang benar, akan membuahkan hasil
yang memuaskan.
81
Amanat ini disisipkan pengarang melalui tokoh utamanya,
yakni Azzam, yang digambarkan memiliki jiwa pekerja keras yang
selalu berusaha tanpa ragu akan apa yang akan diperolehnya kelak,
sebagaimana yang dikutip berikut:
Dan yang paling penting bagi dirinya, dengan kerja keras yang sudah biasa ia lakukan, ia sama sekali tak khawatir akan masa depannya. (KCB: 154)
Selain itu, pengarang mengutip pula dalam novelnya beberapa
kutipan terkenal sebagai salah satu pegangan Azzam dalam setiap
usaha dan kerja kerasnya. Kutipan-kutipan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Untuk menjaga hal itu memang perlu keseriusan dan kerja keras. Tidak hanya konsep dalam pikiran atau di atas kertas. Ia teringat satu ajararan dari Cina kuno: "Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, jika kamu bekerja keras dan tidak keburu mati dulu" (KCB:130) Ajaran itu senada dengan kata mutiara bangsa Arab yang sangat dahsyat: Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh sungguh berusaha akan mendapatkan yang diharapkannya. (KCB:130)
Lalu sebelum mengakhiri khutbah pertamanya, Syaikh Muda itu menyitir nasihat James Allen, "Jangan biarkan orang lain lebih tahu banyak tentang dirimu. Bekerjalah dengan senang hati dan dengan ketenangan jiwa, yang membuat kamu menyadari, bahwa muatan pikiran yang benar dan usaha yang benar akan mendatangkan hasil yang benar!"(156)
82
2. Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih
Pada kajian teori, telah diuraikan bahwa pesan moral memiliki
ruang lingkup yang tidak terbatas, dan berkaitan dengan seluruh
persoalan hidup dan kehidupan manusia. Secara garis, persoalan
hidup tersebut dapat dibedakan ke dalam 4 hal, di antaranya:
1) Hubungan manusia dengan diri sendiri
2) Hubungan manusia dengan manusia lain.
3) Hubungan Manusia dengan Lingkungan Sosial
4) Hubungan manusia dengan Tuhannya.
Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam analisis novel
ini, yakni pendekatan mimetik, yang menekankan pada peneladanan
sesuai kenyataan, yang berarti bahwa yang ditampilkan dalam karya
sastra adalah hal-hal yang mengandung kebenaran yang dapat
diteladani dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai moral dalam
novel KCB diuraikan berdasarkan keempat poin di atas, yang
masing-masing terdiri atas nilai moral yang baik dan nilai moral yang
buruk.
a. Nilai Moral dalam Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri
Novel ini banyak bercerita tentang kehormatan dan harga diri.
Di mana tokoh-tokoh di dalamnya digambarkan tingkah laku yang
83
kemudian menjadi penggambaran watak dirinya masing-masing.
Dalam kehidupan nyata, sikap dan perbuatan seseorang semisal
kehormatan dan harga diri, tak lepas dari cara dan sikap seseorang
tersebut dalam berinteraksi dengan orang individu atau kelompok
lain.
Beberapa kutipan novel yang memuat nilai moral dalam
hubungannya diri sendiri adalah sebagai berikut:
"Cantik iya. Tapi kalau tidak bisa menjaga aurat, tidak memiliki rasa malu, tidak memakai jilbab, tidak mencintai cara hidup yang agamis, berarti bukan gadis yang aku idamkan!"(KCB: 30)
Kutipan di atas mengacu pada kaum wanita dalam menjaga
kehormatan dan harga dirinya. Dalam sudut pandang islam, tidak
menutup aurat adalah salah satu perbuatan yang memalukan, dan
muslimah yang tidak menutup aurat adalah perempuan yang tidak
memiliki rasa malu. Sehingga bisa dipandang sebagai muslimah
yang tidak menjaga kehormatan dirinya.
Selanjutnya, pengarang menuturkan pentingnya menjaga
kesucian diri dari perbuatan-perbuatan tercela, sebagaimana yang
ditampilkan dalam sosok Azzam tatkala ia dengan tegas menolak
ciuman “ala prancis” dari Eliana.
Dan ia ditawari untuk jadi lelaki ke sekian yang berciuman dengannya. Ini jelas bertentangan dengan apa yang ia jaga selama ini. Yaitu kesucian. Kesucian jasad,
84
kesucian jiwa, kesucian hati, kesucian niat, kesucian pikiran, kesucian hidup dan kesucian mati.(KCB:31)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa bersentuhan secara
“fisik” dengan lawan jenis yang bukan muhrim adalah perbuatan
yang merusak kesucian diri. Kedua kutipan di atas mengacu pada
tokoh Eliana yang digambarkan sebagai seorang gadis berprestasi
lulusan salah satu universitas di Prancis yang terbiasa dengan
“kehidupan bebas” ala barat.
Eliana adalah tokoh yang merepresentasikan moral buruk
terhadap diri sendiri. Hal ini dijelaskan ketika akhirnya Eliana
menyadari bahwa perilakunya adalah sesuatu yang tidak baik dan
berdampak buruk pada citranya sebagai seorang muslimah,
sebagaimana dikutip berikut:
Tiba-tiba ia (Eliana) merasa dirinya sangat kotor. Bibirnya entah berapa kali bercium dengan pria yang belum menjadi suaminya. Ia tidak bisa menghitungnya. Untuk pertama kalinya ia merasa menjadi perempuan yang tidak berharga. (KCB:66)
Tokoh Eliana sebagai tokoh yang tidak menjaga kehormatan
diri, yang berarti tidak bermoral dengan dirinya sendiri, dipertegas
oleh pengarang dalam sebuah dialog antara Azzam dan dan Pak Ali
(KCB:38)
"Itu tak penting. Yang penting Bapak ingin memberi saran sama kamu. Ini serius, sebaiknya orang seperti kamu
85
jangan jatuh cinta sama sekali pada Eliana, dan orang seperti kamu jangan sekali-kali memimpikan isteri model Eliana. Itu saja! ".
Penegasan bahwa tokoh Eliana bukanlah sosok yang patut
ditiru, diperjelas dalam dialog antara Azzam dan Furqan.
Kau tahu sendirilah Rul. Eliana itu bukan mahasiswi Al Azhar yang sangat menjaga akhlak. Ia lulusan Prancis. Ia langsung saja bicara terus terang padaku. Tadi malam dia menanyakan lagi jawabanku. Aku belum jawab. Eliana aku lihat sudah berusaha fair dan jujur. Ia telah menceritakan semua hubungannya dengan pacar-pacarnya yang gagal. Ia sudah pernah ganti pacar lima kali. Sekali waktu di SMA. Empat kali waktu di Prancis. Dua pacarnya yang terakhir adalah orang bule. Eliana menyadari tidak cocok dengan mereka. Ia ingin hidup yang lurus-lurus saja. Dia bilang ingin memiliki suami yang bisa membimbingnya. Jujur saja Rul. Aku tertarik padanya. Aku tertarik tidak semata-mata karena kecantikan wajahnya. Tapi aku tertarik karena potensi yang ada dalam dirinya yang jika diarahkan di jalur yang benar bisa sangat bermanfaat bagi umat." (KCB: 60)
Selain Eliana, tokoh lainnya yang mewakili moral buruk dalam
hubungannya dengan diri sendiri, adalah istri Pak Ali yang dengan
perbuatannya bukan hanya merusak kehormatan diri, melainkan
juga kehormatan suaminya di mata orang lain. Hal itu diceritakan
sebagai berikut:
Tapi ia tanpa risih sedikit pun mengatakan kepadaku, 'Ali di rumah aku isterimu, tapi di luar rumah aku milik banyak orang. Kau jangan cemburu ya. Kau justru harus bangga memiliki isteri yang disukai banyak orang!'
86
Dalam kutipan di atas, digambarkan bahwa Istri Pak Ali adalah
seorang istri yang tidak bermoral. Yang tidak menghormati diri
sebagai seorang istri dengan bergaul dengan banyak laki-laki lain,
dan mengabaikan rumah tangga dan suaminya. Dalam novel KCB,
Habiburrahman bukan hanya mengangkat tokoh-tokoh sebagai
representasi nilai moral baik maupun buruk. Dalam salah satu
bagian novelnya, pengarang mencontohkan bintang-bintang
Hollywood sebagai contoh orang-orang yang bermoral buruk.
Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Aku katakan: jangan mengagumi orang yang suka bermaksiat terangterangan itu! (KCB:40)
Kutipan di atas, menunjukkan bahwa, seorang muslimah yang
tidak menjaga kehormatan dan harga dirinya, seberapa pun
cantiknya, tidak ada nilainya di mata orang lain. Di bagian lain novel
KCB, pengarang pada saat yang sama memberikan tauladan
perilaku bermoral baik terhadap diri sendiri melalui penceritaan,
maupun konflik serta watak tokoh-tokoh lainnya. Salah satunya
adalah kutipan berikut.
Alangkah indahnya. Astaghfirullal! la beristighfar. Ia merasa apa yang berkelebat dalam pikirannya itu sudah tidak dianggap benar. (KCB:6)
87
Kutipan di atas merupakan bagian cerita, ketika Azzam
membayangkan dirinya tengah berduaan dengan Eliana, ia segera
sadar bahwa yang dipikirkannya adalah sesuatu yang tidak benar.
Kutipan ini memiliki pesan tersendiri bahwa menjaga pikiran dari hal-
hal tercela adalah salah satu contoh perbuatan yang tidak baik bagi
diri sendiri. Selanjutnya, pengarang memberi salah satu bentuk
moral yang baik pada diri sendiri, yakni dengan menuntut ilmu
setinggi-tingginya.
"Abah dulu berpesan agar kakak dan kamu menuntut ilmu setinggi mungkin. Ilmulah yang membuat derajat seseorang dan derajat suatu bangsa terangkat.(KCB: 244)
Dalam kutipan di atas, dikatakan bahwa menuntut ilmu adalah
salah satu perbuatan yang bernilai moral baik bagi diri, dan tentu
saja pada akhirnya jika digunakan dengan baik, akan berguna pula
bagi orang lain.
"Yang paling penting, saat kamu bermasyarakat jagalah akhlak muliamu agar kamu dimuliakan oleh orang lain. Ingat pesanku ini baik-baik ya Mas." Kata Pak Ali sambil menepuk-nepuk pundak Azzam. (362) Contoh lainnya adalah kutipan di bawah ini
Namun Cut Mala tidak mau terlalu jauh menduga dan berprasangka. Bukankah sebagian prasangka adalah dosa? (236)
88
Kutipan di atas menegaskan bahwa menjaga prasangka
adalah perbuatan yang bermoral, selain menghindarkan diri dari
perbuatan dosa memfitnah orang lain, perbuatan tersebut juga
menghindarkan orang lain dari akibat prasangka tersebut.
Selanjutnya, dalam salah satu dialog antara Azzam dan Eliana,
pengarang menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesucian diri
ini dalam pandangan Islam. Kutipannya sebagai berikut:
Islam sama sekali tidak membolehkan ada persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami isteri yang sah. Dan ciuman gaya Prancis itu bagi saya sudah termasuk kategori sentuhan sangat intim. Yang dalam Islam tidak boleh dilakukan kecuali oleh pasangan suami isteri. Ini demi menjaga kesucian. Kesucian kaum pria dan kaum wanita. (KCB:65)
Dalam kutipan di atas, ditunjukkan bahwa sentuhan intim
antara pria dan wanita hanya dibenarkan jika keduanya adalah
suami istri. Sehingga bagi yang melakukan hal tersebut di luar syarat
yang ditentukan, dianggap sebagai tidak menjaga kehormatan diri,
atau dengan kata lain merendahkan harga dirinya sendiri.
Selain menjaga kehormatan, pengarang juga berusaha
menyampaikan kepada pembaca, bahwa belajar dengan sungguh-
sungguh adalah salah satu perbuatan yang bernilai moral baik
terhadap sendiri. Hal ini disampaikan melalui sebuah dialog singkat
berikut:
89
"Kalau saya dulu serius belajar dan mau kuliah, pasti sudah jadi pegawai bank dengan gaji tinggi dan tidak susah seperti sekarang. Kalau saja..." (136)
Kutipan tersebut, merupakan bentuk penyesalan Pak Ali yang
tidak belajar dengan serius ketika masih muda. Perbuatannya
tersebut kemudian berakibat buruk bagi dirinya sendiri di kemudian
hari. Ia berasal dari keluarga kaya raya, dan di masa mudanya
karena pendidikannya yang rendah, ia hanya bekerja sebagai
seorang supir.
Sehubungan dengan penyesalan Pak Ali pada kutipan di atas,
pentingnya menuntut ilmu dengan serius, disuguhkan oleh
pengarang dalam kutipan berikut:
"Abah dulu berpesan agar kakak dan kamu menuntut ilmu setinggi mungkin. Ilmulah yang membuat derajat seseorang dan derajat suatu bangsa terangkat.(KCB: 244)
b. Nilai Moral dalam Hubungan Manusia dengan Manusia Lain
Salah satu bagian terpenting dalam menjalani kehidupan
sehari-hari, adalah adanya interaksi antar individu, di mana setiap
individu memiliki pandangan yang berbeda perihal baik buruknya
sesuatu, meskipun ada nilai-nilai yang secara global dipandang baik
atau buruk dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam kaitannya
dengan individu lain. Novel ini melandaskan nilai-nilai moral pada
ajaran Islam. Sehingga selain menganalisis nilai moral yang tertuang
90
dalam novel ini dari sudut pandang umum, secara khusus nilai moral
yang dibahas, juga dipandang dari perspektif islami.
Tokoh-tokoh dan kehidupannya serta konflik-konflik yang
terjadi dalam novel KCB memang dibuat layaknya apa yang terlihat
dalam kehidupan sehari-hari, meski tentu saja pengarang
memberikan sedikit bumbu-bumbu yang merupakan refleksi dari
idealismenya yang kemudian disisipkan pada karakter-karakter
tertentu.
Adapun nilai-nilai moral yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan manusia lainnya dalam artian antar individu,
ditonjolkan dalam novel ini dalam kutipan-kutipan berikut:
Eliana yang pernah sekian tahun tinggal di Prancis agaknya langsung menyadari kekhilafannya. Ia buru buru meralat ucapannya dan meminta maaf. (KCB:13)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa manusia cenderung
melakukan kesalahan, dan hal tersebut adalah sesuatu yang wajar.
Menyadari kesalahan dan meminta maaf, adalah salah satu nilai
moral yang disuguhkan oleh pengarang dalam kutipan tersebut.
Kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang rentan berbuat
salah, ditegaskan dalam kutipan berikut:
Tidak ada manusia yang sempurna di atas muka bumi ini kecuali Rasulullah Saw.(248)
91
Meminta maaf atas kesalahan, baik yang disengaja maupun
tidak, adalah salah satu perbuatan yang dipandang baik dalam
kebudayaan maupun ajaran agama manapun.
"Saranku. Sebaiknya kau minta maaf. Lalu jelaskan dengan detil dan baik-baik kenapa menolak ciuman itu. Tidak usah dihadapi dengan emosi. Api bertemu api akan semakin panas. Emosi lebih banyak merugikannya daripada menguntungkannya (KCB:54)
Pada kutipan di atas, selain meminta maaf atas kesalahan,
ditunjukkan pula bahwa dalam kehidupan sehari-hari, dalam
berinteraksi dengan orang lain, kesediaan mengalah adalah sesuatu
yang bernilai moral baik. Kemudian, keikhlasan dan kesediaan untuk
saling memaafkan ditekankan dalam pernyataan yang dilontarkan
oleh ayah Fadhil,
"Jangan menyimpan dendam. Jadilah Muslim sejati!" (KCB:198)
Selanjutnya masih pada Bab yang sama, pengarang
menunjukkan salah satu perilaku ideal dalam bermasyarakat, dan
sudah lama dikenal dalam kebudayaan Indonesia. Perbuatan yang
dimaksud adalah tolong menolong.
“Ya sebagai sahabat yang harus saling tolong menolong. Saling bantu membantu.” (KCB:13)
92
Hal ini erat kaitannya dengan kenyataan bahwa manusia
adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya.
Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihannya, sehingga
dengan kelebihan dan kekurangan itu, setiap manusia saling
menutupi satu sama lain. Dalam ajaran islam, tolong menolong ini
sangat ditekankan agar dilakukan dengan ikhlas tanpa harap
pamrih. Sikap seperti ini banyak ditonjolkan dalam diri tokoh Azzam
sebagaimana dalam kutipan berikut.
"Baiklah, sekarang masalah bantu membantu. Bukan bisnis. Saya (Azzam) ingin murni membantu, jadi saya tidak akan mengharapkan apapun dari Mbak." (KCB:15)
Keikhlasan dalam menolong sesama kembali ditonjolkan
dalam karakter Azzam ketika ia menolong seorang mahasiswi asal
Indonesia yang bukunya tertinggal di atas Bus. Ia kemudian
membantunya mengejar Bus tersebut kemudian mengambil dan
mengembalikan buku yang dibeli dengan harga yang tidak sedikit.
Ia memang tidak ingin namanya diketahui dua mahasiswi itu. Ia mau menjaga keikhlasannya. Maka meskipun mahasiswi cantik berjilbab biru itu bertanya namanya, ia tidak gantian menanyakan namanya. (KCB:145)
Dalam kutipan di atas pengarang menunjukkan salah satu
sikap ideal seseorang dalam hal tolong menolong. Sikap Azzam
yang diperlihatkan dalam kutipan di atas merupakan bentuk
93
keikhlasan membantu tanpa berharap apa-apa. Tolong-menolong
yang dimaksud tentu saja dalam hal kebaikan, sebagaimana dalam
kutipan berikut:
"Ingat Kak, kita harus saling tolong menolong dalam kebaikan. Tolonglah panitia Kak!" desak Wan Aina.(268)
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menunjukkan bahwa
tolong menolong antara sesama yang baik dan yang tentu saja
diharapkan oleh siapa pun adalah tolong menolong dalam hal
kebajikan.
c. Moral dalam Lingkungan Sosial
Dalam lingkungan sosial, pembahasan nilai moral merupakan
sesuatu yang sifatnya sensitif, yang lebih luas dari nilai moral antar
individu. Dalam kehidupan sehari-hari nilai moral dalam menjalani
kehidupan sebagai makhluk sosial, setiap individu hidup
berdasarkan aturan-aturan yang berlaku dalam lingkungan sosial
tertentu maupun berdasarkan ajaran agama tertentu. Dalam novel
ini, lingkungan sosial yang dimaksud adalah lingkungan sosial di
mana orang-orang yang hidup di dalamnya meyakini ajaran islam
sebagai landasan moral, atau dalam islam sendiri lebih dikenal
dengan sebutan akhlak.
94
Novel KCB tentu saja sarat dengan pesan-pesan islami
tentang bagaimana sebenarnya seseorang harus berperilaku dalam
kehidupan sosialnya. Pesan moral ini diawali dengan menghindar
fitnah, sebagaimana dalam kutipan berikut:
"Pak jangan membuka aib orang, jangan memfitnah orang dong!" (KCB: 39)
Kutipan di atas memang sejalan dengan ajaran islam yang
melarang dengan keras perbuatan yang bersifat merugikan orang
lain. Fitnah adalah salah satu perbuatan yang merugikan korbannya,
sehingga dengan tegas dinyatakan bahwa memfitnah sama dengan
memakan bangkai saudara sendiri.
Perbuatan-perbuatan bernilai moral mulia juga disisipkan
dalam sosok Haji Luthfi yang dikisahkan sebagai orang yang ikhlas
dan tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan “harta atau
strata duniawinya”, sebagaimana dalam kutipan berikut:
Pak Kiai Lutfi itu tidak pernah memandang dunia. Dunia itu remeh bagi beliau. (KCB: 48)
Dalam kutipan di atas, pengarang menyodorkan sebuah
contoh sikap hidup seseorang, yang idealnya tidak membeda-
bedakan orang atau pilih kasih dalam menjalin silaturahmi dengan
sesama. Hal ini tentu sejalan dengan ajaran islam bahwa setiap
manusia memiliki derajat yang sama, hanya ketakwaan yang
95
membedakannya di mata Sang Pencipta. Sejalan dengan kutipan di
atas, pengarang menegaskan dalam salah satu kutipan berikut,
tentang pentingnya silaturahmi. Silaturahmi merupakan salah satu
pintu rizki, baik bagi diri sendiri, maupun bagi orang lain.
Tanpa banyak silaturrahmi seorang pebisnis tidak akan banyak memiliki jalan dan peluang. Benarlah anjuran Rasulullah Saw., agar siapa saja yang ingin diluaskan rezekinya, hendaklah ia melakukan silaturrahmi.(KCB: 163)
Kemudian, dalam menjalin silaturahmi, saling menghargai dan
menghormati merupakan salah satu elemen yang penting. Hal ini
dinyatakan dalam salah satu konflika antara Azzam dan polisi Mesir,
yang dikutip berikut:
"Kapten, meskipun kalian mabahits, kalian tidak bisa seenaknya masuk rumah kami tanpa ijin. Tidak bisa seenaknya menginjak-injak kehormatan kami.(KCB: 197)
Kutipan di atas merupakan salah satu contoh bahwa jabatan
ataupun kekuasaan bukanlah alat yang pantas digunakan untuk
menjadikan diri berhak atas hak orang lainnya. Jabatan haruslah
dimanfaatkan sebagaimana mestinya tanpa merugikan orang lain.
Lebih lanjut, pengarang menunjukkan bahwa dalam menjalin
silaturahmi, seharusnya dijalani sewajarnya.
Jangan sok terlalu akrab. Bergaul sewajarnya selain membuat kita waspada juga membuat kita lebih dihormati di negeri orang. (KCB: 214)
96
Dari sisi lain silaturahmi, pengarang juga menekankan
pentingnya berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan sesama.
Silaturahmi yang baik, adalah silaturahmi yang dijalani sewajarnya
tanpa mengabaikan keselamatan diri sendiri.
d. Hubungan manusia dengan Tuhannya
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa novel KCB
sarat dengan pesan-pesan moral Islami, maka novel ini tentu saja
tidak lepas dari hubungan yang erat manusia dengan Penciptanya.
Hal ini terbukti dengan tokoh-tokohnya yang kebanyakan
digambarkan sebagai hamba-hamba yang taat dan melandaskan
segala pola hidupnya berdasarkan tuntunan agama.
Azzam adalah orang yang sangat menghargai kemerdekaannya sebagai manusia yang hanya menghamba kepada Allah Swt. (KCB:13)
Dalam kutipan di atas, digambarkan bahwa seorang manusia
yang beriman, hanya menghamba kepada Allah, bukan kepada hal-
hal seperti harta, pangkat maupun jabatan. Tentu saja menjalin
hubungan dengan Sang Pencipta tidak dapat disamakan dengan
hubungan dengan manusia. Tetapi hubungan ini berbentuk
ketundukan dan kepatuhan penuh terhadap apa yang diperintahkan
dan menjauhi yang tidak dibenarkan, hal ini terlihat dari sikap Azzam
menolak ciuman dari Eliana karena keduanya tidak memiliki
97
hubungan yang sah. Perbuatan seperti ini dalam islam, disebut
sebagai perbuatan zinah yang bahkan mendekatinya sekalipun
tidaklah dibenarkan.
Islam sama sekali tidak membolehkan ada persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami isteri yang sah. Dan ciuman gaya Prancis itu bagi saya sudah termasuk kalegori sentuhan sangat intim. Yang dalam Islam tidak boleh dilakukan kecuali oleh pasangan suami isteri. (KCB:65)
Sikap yang ditunjukkan oleh Azzam merupakan salah satu
bentuk kepatuhan kepada Allah SWT., kepatuhan yang dilandasi
kesadaran penuh bahwa setiap perbuatannya akan
dipertanggungjawabkan kelak, sebagaimana yang diungkapkan
secara langsung oleh pengarang berikut:
Ya, kelak ketika masa muda mereka harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta Cinta. Dan jatuh cinta mereka pun harus dipertanggung jawabkan kepada-Nya: Di hadapan pengadil an Dzat Yang Maha Adil, yang tidak ada sedikit pun kezaliman dan ketidakadilan di sana (KCB:2)
Berikutnya, dalam novel KCB, beberapa kali diuraikan
pentingnya keikhlasan dalam menjalani kehidupan. Baik dalam
keadaan senang maupun ketika menghadapi keadaan yang sulit,
dengan tetap berkeyakinan, bahwa Allah Maha Penyayang kepada
hambaNya.
98
"Ah semua sudah ada yang mengatur. Yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika saatnya ketemu nanti akan ketemu juga." Gumamnya (Azzam) dalam hati. (KCB: 73)
"Sudahlah diihklaskan saja. Semoga diganti yang lebih baik oleh Allah. (KCB:140)
Tak ada yang mereka lakukan kecuali menyerahkan semuanya kepada Allah yang Maha Menentukan Takdir. (KCB:142) Kutipan di atas merupakan salah satu sikap seorang muslim
yang diidealkan sebagai tauladan oleh pengarang. Keikhlasan dalam
kutipan di atas merupakan bentuk kepatuhan kepada Allah, dengan
keyakinan bahwa Allah-lah yang mengatur segalanya, tugas
manusia hanyalah berusaha.
"Begini Anakku, jika suatu ketika kau dimurkai ibumu misalnya, carilah sebab kenapa kau dimurkai ibumu. Hayati perasaanmu saat itu, saat kau dimurkai. Ibumu murka kemungkinan besar karena kau melakukan suatu kesalahan, yang karena kesalahamnu itu ibumu murka. Dan saat kau dimurkai pasti kau merasakan kesedihan, bercampur ketakutan dan juga penyesalan atas kesalahanmu. Itulah yang kau temui dan kau rasakan, saat itu. Lalu hayati hal itu sungguh sungguh, dan hubungkan dengan akhirat. Bagaimana rasanya jika yang murka kepadamu adalah Allah. Murka atas perbuatan-perbuatanmu yang membuat-Nya murka. Bagaimana perasaanmu saat itu. Mampukah kau menanggungnya. Jika yang murka adalah ibumu, kau bisa meminta maaf. Karena kau masih ada di dunia. Jika di akhirat bisakah minta maaf kepada Allah saat itu? " (KCB: 94)
Kutipan di atas merupakan nasihat Hj. Luthfi kepada putrinya.
Kutipan tersebut mengandung pesan sederhana yang penuh makna,
99
bahwa jika murka seorang ibu sudah cukup menakutkan bagi
seorang anak, maka murka Allah adalah sesuatu yang tidak akan
pernah bisa dibayangkan akibatnya.
"Hikmahnya sudah aku dapatkan. Ini jadi teguran Allah atas kebakhilanku selama ini. Sebenarnya uang itu tadi pagi mau dipinjam Mbak Hanum dua ratus dollar tapi aku tidak boleh. Aku sungguh menyesal,'' Jawab Erna sambil menundukkan kepalanya. (KCB: 150)
Kutipan di atas memberikan tauladan bagaimana cara
seorang muslim menyikapi suatu musibah. Kutipan di atas
merupakan salah satu cuplikan ketika seorang mahasiswi bernama
Erna menjadi korban pencopetan. Bukannya menyesali ataupun
berkeluh kesah, kejadian yang menimpanya justru dijadikan sebagai
bahan refleksi diri, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang
pantas ia terima atas kesalahan yang pernah diperbuatnya.
3. Bentuk Penyampaian Pesan Moral Novel KCB
Sebagaimana telah dijelaskan pada kajian pustaka, bahwa
bentuk penyampaian pesan moral merupakan cara pengarang untuk
menyalurkan atau mengirimkan pesan-pesan yang dimaksudkan
untuk direnungkan oleh pembaca. Dalam menyampaikan pesan
kepada pembaca, terdapat dua cara yang ditempuh oleh pengarang,
yaitu penyampaian secara langsung dan secara tidak langsung.
100
Bentuk penyampaian pesan moral secara langsung adalah
cara di mana pengarang secara langsung memberikan simpulan
atau komentar atas isi cerita, karakter tokoh, konflik yang dialami
tokoh tersebut, maupun cara tokoh tersebut menyikapi
permasalahan yang dihadapinya. Bentuk penyampaian pesan moral
secara tidak langsung adalah cara penyampaian pesan, di mana
pengarang membebaskan pembaca menyimpulkan sendiri tentang
baik atau buruknya sesuatu yang ditampilkan dalam karyanya.
Dalam novel KCB, pengarang menampilkan berbagai tokoh dengan
karakter berbeda, konflik berbeda, serta sikapnya masing-masing
dalam menghadapi persoalan yang dihadapinya. Sehingga dengan
memahami tema sebagai konteks yang melatarbelakangi konflik
yang terjadi, pembaca akan mampu menangkap pesan-pesan yang
dimaksud.
Novel ini dilatarbelakangi oleh kehidupan islami, watak tokoh
dan sikap yang ditunjukkan oleh setiap tokoh dalam menjalani
kehidupannya dinilai dari perspektif Islam. Meski demikian, nilai-nilai
moral baik buruk dalam novel ini tentu saja juga mampu
merepresentasikan nilai-nilai moral secara universal.
101
a. Bentuk Penyampaian Secara langsung
Pengarang novel KCB memposisikan diri sebagai pencerita
yang serba tahu termasuk yang dipikirkan oleh toko-tokoh di
dalamnya. Pengarang sendiri tidak melibatkan diri dalam setiap
cerita. Sehubungan dengan setiap tokoh serta konflik yang
dialaminya, pengarang sering menyisipkan komentar-komentar
pribadinya, sebagaimana yang terdapat pada bagian awal novel.
Tak terlintas sedikit pun bahwa senja yang indah yang mereka lalui itu akan menjadi saksi sejarah bagi mereka kelak. Ya, kelak ketika masa muda mereka harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta Cinta. Dan jatuh cinta mereka pun harus dipertanggung jawabkan kepada-Nya: Di hadapan pengadilan Dzat Yang Maha Adil, yang tidak ada sedikit pun kezaliman dan ketidakadilan di sana (KCB:2). Kutipan di atas merupakan pernyataan pengarang sendiri
untuk menyampaikan kepada pembaca bahwa setiap perbuatan
manusia kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Sang Pencipta.
Dengan demikian hendaklah manusia menjaga diri dari perbuatan-
perbuatan yang dilarangNya, dalam hal ini yang dimaksud adalah
mencintai makhlukNya dengan mengabaikan segala perintah dan
larangannya.
Sebab, jika Tuhan itu lebih dari satu pastilah terjadi kerusakan di alam semesta ini. Sebab masing-masing akan merasa paling berkuasa. Masing-masing akan memaksakan keinginan-Nya. Mereka akan berkelahi. Misalnya satu menghendaki matahari terbit dari timur, sementara yang satu menghendaki matahari terbit dari
102
barat. Terjadilah perseteruan. Dan rusaklah alam (KCB:8). Dalam kutipan di atas, pengarang menyampaikan kepada
pembaca kemahatunggalan Allah sebagai pencipta, tiada tuhan
selain Allah. Sesuatu yang harus diyakini, dan landasan utama
umat Islam dalam lafaz Lailaha Illallah.
Ia membenarkan tindakannya itu dengan berpikir bahwa datangnya azan yang memanggilnya itu lebih dulu dari datangnya dering telpon itu. Dan ia harus mendahulukan yang datang lebih dulu. Ia harus mengutamakan undangan yang datang lebih dulu. Apalagi undangan yang datang lebih dulu itu adalah undangan untuk meraih kebahagiaan akhirat. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal (KCB: 11). Kutipan di atas merupakan komentar pengarang atas sikap
Azzam yang lebih mendahulukan melaksanakan kewajibannya
kepada Allah dan mengabaikan urusan dunia. Karena
bagaimanapun, Allah telah lebih dahulu mengundangnya untuk
melaksanakan shalat ketimbang dering teleponnya.
Contoh lain dari bentuk penyampaian langsung oleh
pengarang adalah kutipan berikut.
Sebab tak ada yang baik di dunia ini kecuali datangnya dari Allah Subhanahu wa ta'ala (KCB: 62). Jika yang jadi landasannya adalah kebaikan, jalannya adalah kebaikan, dan tujuannya adalah kebaikan.(KCB: 152)
103
Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan di atas,
pengarang menggunakan cara penyampaian pesan moral secara
langsung kepada pembacanya.
b. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
Selain menyampaikan secara langsung pesan-pesan
moralnya, pengarang juga menggunakan cara tidak langsung, yakni
melalui watak tokoh, serta sikap tokoh-tokoh tersebut dalam
menyikapi persoalan hidupnya.
Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa kutipan berikut:
"Wah kamu itu Nang, penakut. Tak punya nyali. Ini bisnis Nang. Bisnis! Nyawa bisnis itu keberanian Nang. Dalam dunia bisnis yang berhasil adalah mereka yang memahami bahwa, hanya ada perbedaan sedikit antara tantangan dan peluang, dan mereka bisa mengubahnya menjadi keuntungan. (KCB: 170) Kutipan di atas merupakan dialog Azzam dengan Nanang,
teman sekamarnya. Dalam dialog tersebut, melalui tokoh Azzam,
pengarang menyisipkan pesan optimisme dalam bekerja. Pesan ini
kemudian di pertegas dalam dialog selanjutnya,
"Aku tahu yang paling penting aku yakin bisa."(KCB: 171)
Kutipan ini dimaksudkan untuk menyampaikan bahwa,
keberhasilan hanya bisa diketahui dan diperoleh dengan berusaha.
Selanjutnya, nilai moral yang sangat penting dalam hidup
104
bermasyarakat adalah komitmen, dan ketegasan, yang disisipkan
dalam sikap Fadhil terhadap permintaan Tiara untuk melamarnya
sementara ia sendiri saat itu telah dilamar oleh Zulkifli.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam novel
Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman menggunakan kedua bentuk
penyampaian pesan moral, yakni secara langsung dan secara tidak
langsung.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Novel KCB
Berdasarkan hasil analisis di atas, diketahui bahwa novel KCB
mengusung tema romansa cinta islami dan perjuangan meraih cita-
cita. Cerita dalam novel KCB ini berlangsung di Mesir pada masa
pergantian musim dingin ke musim semi.
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam novel KCB di antaranya
adalah Azzam sebagai tokoh utama, yang bertubuh kurus,
sederhana, pekerja keras, ikhlas, cerdas, dan melandaskan hidup
dan kehidupannya pada ajaran Islam; Eliana, seorang putri Dubes,
berparas cantik, cerdas, kaya, emosional, arogan, dan berakhlak
buruk; Furqan, sahabat Azzam, seorang mahasiswa S2, anak
pengusaha yang taat dan tunduk kepada Allah, tidak tegas dalam
menentukan sikap, serta tidak mampu menghadapi cobaan yang
105
berat; Anna Alfathunnisa, seorang putri pendiri pesantren, berakhlak
mulia, cerdas dan berprestasi, serta memiliki paras yang sangat
cantik; Fadhil, Sahabat Azzaam, seorang mahasiswa yang taat
beragama, selalu mendahulukan pendidikan di atas segala-galanya,
tegas dan teguh pada pendirian.
Berdasarkan tema, karakter dan konflik tokoh-tokoh dalam
novel KCB, secara keseluruhan novel KCB menyampaikan dua
pesan/amanat utama yakni, 1) cinta sejati adalah cinta kepada Sang
Pencipta, dan 2) setiap usaha dan kerja keras yang dikerjakan
dengan penuh kesungguhan di jalan yang benar, akan membuahkan
hasil yang memuaskan.
2. Nilai Moral Novel KCB
Novel KCB sangat sarat akan nilai-nilai moral islami. Nilai-nilai
moral yang telah dikaji tersebut dikelompokkan berdasarkan kategori
yang merupakan persoalan-persoalan pokok yang dihadapi manusia
dalam kesehariannya sebagaimana yang diutarakan oleh Suseno
(dalam Dirgantara, 2012:99) dan Kemendiknas (2010:148), yakni
dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia
dengan orang lain, hubungan manusia dengan lingkungan sosial,
serta hubungan manusia dengan Tuhan.
106
Moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, di
antaranya adalah menjaga kehormatan, berakhlak mulia, menjaga
kesucian diri dengan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela,
menghindari berprasangka buruk, menuntut ilmu setinggi mungkin.
Dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, di antaranya
adalah, mengakui kesalahan dan meminta maaf, ikhlas saling
memaafkan, tolong menolong tanpa pamrih. Dalam lingkungan
sosial, nilai moral yang disajikan dalam novel KCB, di antaranya,
menjauhi fitnah, jujur, saling menghargai sesama manusia, setiap
manusia memiliki derajat yang setara, dan menjalin silaturahmi.
Dalam hubungan dengan Tuhan, nilai moral yang disajikan dalam
novel KCB, di antaranya ketundukan penuh kepada Allah dan hanya
menghamba kepada Allah, keyakinan bahwa Allah telah mengatur
segala sesuatunya sementara tugas manusia hanyalah berusaha
dan berdoa.
Nilai moral novel KCB sejalan dengan sembilan nilai moral
menurut Megawangi (2005:95), yaitu1) Cinta Tuhan dengan segala
ciptaannya, 2) Kemandirian dan tanggung jawab, 3) Kejujuran,
amanah dan bijaksana, 4) Hormat dan santun, 5) Dermawan suka
menolong dan gotong royong, 6) Percaya diri kreatif dan pekerja
keras, 7) Kepemimpinan dan keadilan, 8) Baik dan rendah hati,
9)Toleransi, kedamaian dan persatuan
107
3. Bentuk Penyampaian Nilai Moral Novel KCB
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nurgiyantoro (2005),
bahwa pesan atau nilai dalam novel dapat disampaikan secara
langsung atau tidak langsung, pesan atau nilai moral dalam novel
KCB disampaikan secara langsung dan secara tidak langsung oleh
pengarang secara bergantian. Pesan secara langsung disampaikan
dalam bentuk komentar atau kesimpulan pengarang sendiri,
sementara bentuk penyampaian pesan secara tidak langsung
disisipkan melalui watak tokoh, serta sikap tokoh dalam menghadapi
persoalan hidupnya.
108
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Nilai moral yang disajikan dalam novel KCB mewakili empat
persoalan utama yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-
hari, yakni dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan
manusia dengan orang lain, hubungan manusia dengan lingkungan
sosial, serta hubungan manusia dengan Tuhan.
Moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, di
antaranya adalah menjaga kehormatan, berakhlak mulia, menjaga
kesucian diri dengan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela,
menghindari prasangka buruk, menuntut ilmu setinggi mungkin.
Dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, di antaranya
adalah, mengakui kesalahan dan meminta maaf, ikhlas saling
memaafkan, tolong menolong tanpa pamrih. Dalam lingkungan
sosial, nilai moral yang disajikan dalam novel KCB, di antaranya,
menjauhi fitnah, saling menghargai sesama manusia, setiap
manusia memiliki derajat yang setara, menjalin silaturahmi yang luas
akan memperbanyak rizki. Dalam hubungan dengan Tuhan, nilai
moral yang disajikan dalam novel KCB, di antaranya ketundukan
109
penuh kepada Allah dan hanya menghamba kepada Allah,
keyakinan bahwa Allah telah mengatur segala sesuatunya
sementara tugas manusia hanyalah berusaha dan berdoa.
Berdasarkan uraian tersebut, maka nilai moral novel Ketika
Cinta Bertasbih (KCB) merupakan nilai moral yang pantas diteladani
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pesan atau nilai moral dalam novel KCB disampaikan secara
langsung dan secara tidak langsung oleh pengarang secara
bergantian. Pesan secara langsung disampaikan dalam bentuk
komentar atau kesimpulan pengarang sendiri, sementara bentuk
penyampaian pesan secara tidak langsung disisipkan melalui watak
tokoh, serta sikap tokoh dalam menghadapi persoalan hidupnya.
B. Saran
1. Kepada Pembaca
Analisis ini dilakukan berdasarkan pendekatan mimetik, yang
memandang karya sastra sebagai peneladanan, di mana karya
sastra menyajikan hal-hal diharapkan dapat diteladani dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga hasil analisis hanya terbatas pada
hal-hal yang dianggap pantas diteladani baik dari isi cerita maupun
dari watak tokoh serta sikap tokoh-tokoh tersebut dalam
menghadapi persoalan hidupnya. Berdasarkan hasil analisis
110
ditemukan berbagai nilai moral yang sangat bermanfaat. Sehingga
pembaca diharapkan membaca dan mempelajari nilai-nilai moral
dalam novel Ketika Cinta Bertasbih.
2. Kepada Guru Bahasa Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa novel KCB
sarat dengan nilai-nilai pendidikan islam, novel KCB ini dapat
dijadikan salah satu media pembelajaran yang menghibur dan
mampu membentuk karakter peserta didik.
3. Kepada Peneliti Lain
Kepada peneliti lain di masa yang akan datang, yang tertarik
untuk mengkaji novel KCB, disarankan agar menggunakan
pendekatan berbeda, sehingga memberikan hasil yang lebih lengkap
dan terperinci.
111
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Suatu Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
_________. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra Sekitar Masalah Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
_________. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Agesindo.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: Rhineka Cipta.
Armani, Ahmad. 2011. Analisis Intrinsik Novel Ketika Cinta Bertasbih. Tesis. UIN Ciputat. Tidak Diterbitkan.
Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar Ilmu Sastra (Teori Sastra). Surabaya: Usaha Nasional.
Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikolog. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Depdikbud. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dirgantara, Y.A. 2012. Pelangi Bahasa Sastra dan Budaya Indonesia: Kumpulan Apresiasi dan Tanggapan. Yogyakarta: Garudhawaca.
Djahiri, A.K. 1996. Menelusuri Dunia Afektif: Pendidikan Nilai dan Moral Edisi Pembaharuan. Bandung: IKIP Bandung.
Djunaedie, Moha. 1995. Apresiasi Sastra Indonesia. UP Putra Maspul Offset.
Drijarkoro, N. 1980. Drijarkoro Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
El Shirazy, Habiburrahman. 2007. Ketika Cinta Bertasbih I. Jakarta: Republika.
______________________. 2008. Ketika Cinta Bertasbih II. Jakarta: Republika.
112
Enre, Fachruddin Ambo. 1990. Teori Sastra. Diktat. IKIP UP.
Esten, Mursal. 1980. Sastra Indonesia dan Tradisi. Bandung: Angkasa.
___________. 1990. Sastra Indonesia dan Tradisi Sub Kultur. Bandung: Angkasa.
Gaffar, F. M. 2005. Perencanaan Pendidikan, Teori dan Metodologi. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti Depdikbud
Hardjana, Andrea. 1996. Pengantar Apresiasi Sastra. Jakarta: Pustaka.
Hardjana, Andrea. 1991. Kritik Sastra : Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Heriyanto. 2008. Pendekatan Sastra Kontekstual. Jakarta: Raja Wali.
Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan. Edisi 5.
Jassin, H.B. 1991. Pengarang Indonesia dan Dunianya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kamisa, 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika.
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Nilai
Koentjaraningrat.1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Lasijo, 2000. Ilmu Budaya Dasar. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Solusi yang Tepat Membangun Bangsa. Jakarta: Star Energy.
Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung. CV. Alfabeta.
Linda & Eyre, R. 1995. Mengajarkan Nilai-Nilai Kepada Anak. Jakarta: Gramedia.
Lubis, Mochtar. 1981. Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa.
Nensilianti. 2003. Teori Sastra (Diktat) UNM Makassar.
113
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
__________________. 2001. Menulis secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
__________________. 2005. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Novia, Windi. 2007. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: PT Kashiko Publihser.
Novita. 2008. Analisis Nilai Moral dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Skripsi. FKIP Unismuh Makassar.
Nurjannah. 2006. Analisa Nilai Moral Dalam Novel Bunda Karya Puthut EA. Skripsi. FKIP Unismuh Makassar.
Nursamsul. 2006. Analisis Nilai Moral Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu. Skripsi. FKIP Unismuh Makassar.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadja Mada.
____________________. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Jakarta: Pustaka Pelajar.
____________________. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hinindita.
Prayitno, 1989. Motivasi dalam belajar . Jakarta: PPPLPTK.
Rifaldi. 2010. Analisis Nilai Moral dan Etika Novel Sukreni Gadis Bali. Tesis. Tidak Diterbitkan.
Rosidi, Ajip. 1968. Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Bina Cipta.
Saharuddin. 1995. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Badai Pustaka
Salam, Burhanuddin H. 2000. Etika Sisoal Asasa Moral Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Semi, Atar. 1990. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Sofa. 2008. Pengertian Etika, Moral, dan Etiket. http:/www.google.com.
114
Suharianto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta
Sumaatmadja, N. 2005. Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. Alfa Beta. Bandung.
Sumardjo dan Saini, K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Jaya.
Suriasumantri, J.S. 1998. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Syamsuri. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Sinar Baru.
___________________. 1994. Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: Sinar Baru.
Teeuw, Anrea. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Pustaka Jaya.
Tilman, Diane. 2004. Living Values Activities for Children. PT. Gramedia Widyasarana Indonesia
Triyastuti. 2009. Nilai-Nilai Moral dalam Novel Tanah Baru, Tanah Air Kedua Karya NH. Dini dan Kemungkinannya sebagai Bahan Ajar di SMPN 2 Semarang. Jurnal Vol. 3 No. 2.
Wantah, M.J. 2005. Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta. Depnaker.
Wahid, Sugira. 1993. Pengantar Kritik Sastra. Diktat. FBPS. IKIP Ujung Pandang.
115
116
Lampiran 1. Sinopsis Novel Ketika Cinta Bertasbih
117
SINOPSIS NOVEL
KETIKA CINTA BERTASBIH
Azzam adalah seorang pemuda sederhana yang memilih untuk
menuntut ilmunya di Kampus Al Azhar, Cairo. Azzam dikenal
sebagai sosok yang tegas dan dewasa. Dia sangat memegang
teguh prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Di
kalangan teman-temannya pun Azzam menjadi panutan dan sosok
yang bisa diandalkan. Setelah bapaknya meninggal, sebagai anak
tertua dalam keluarganya, dialah yang menanggung kehidupan
keluarganya di Solo. Oleh karena itu, selain sebagai mahasiswa, dia
juga bekerja keras sebagai pembuat tempe dan bakso untuk
menghidupi ibu dan adik-adik perempuannya di Indonesia serta
kehidupannya sendiri di Cairo. Bahkan Azzam, rela meninggalkan
kuliahnya untuk sementara dan lebih berfokus untuk mencari rezeki.
Meski terkadang ada rasa iri melihat teman-teman satu angkatannya
yang sudah terlebih dahulu lulus, bahkan ada yang hampir
menyelesaikan S2-nya tapi Azzam segera sadar kalau dia tidak
sama dengan teman-temannya yang lain. Azzam lebih dikenal
sebagai tukang tempe di kalangan mahasiswa Indonesia yang
sedang kuliah di Al Azhar. Azzam juga sering mendapatkan
undangan dari duta besar Indonesia yang ada di Mesir untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi pada acara-acara kebesaran. Jadi,
selain terkenal di kalangan mahasiswa sebagai tukang tempe,
Azzam juga terkenal di kalangan para duta besar.
Saat bekerja itulah Azzam mengenal sosok Eliana. Eliana
adalah sosok yang sempurna secara fisik. Putri duta besar, cantik,
dan salah seorang lulusan Universitas di Jerman. Akan tetapi,
prinsip-prinsi keislaman yang Azzam pegang teguh membuat Azzam
mampu menepis perasaannya.
Saat bekerja juga Azzam secara tidak sengaja bertemu dengan
Anna Althafunnisa. Dialah perempuan yang memikat hatinya dan
hendak ia lamar. Namun, status sosialnya membuat Azzam ditolak.
Yang lebih mencengangkan Azzam adalah Anna justru menerima
lamaran dair Furqan, sahabat Azzam sendiri yang memiliki status
sosial lebih tinggi daripada Azzam.
118
Azzam akhirnya mampu melanjutkan kuliahnya setelah adiknya
menyelesaikan pendidikan. Setelah dia lulus dari Al Azhar dengan
nilai yang cukup memuaskan, akhirnya setelah 9 tahun terpisah
dengan keluarganya, dia pun kembali ke tengah-tengah keluarga
tercintanya.
Lampiran 2. Riwayat Hidup Pengarang
119
RIWAYAT HIDUP
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Habiburrahman El Shirazy yang lebih dikenal dengan panggilan Kang Abik adalah seorang dai, novelis, dan penyair yang karya-karyanya terkenal tidak hanya di Indonesia tetapi di negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei. Nama Kang Abik mulai melambung ketika karya novelnya yang berjudul “Ayat-ayat Cinta” tampil di layar kaca. Sejak itulah banyak karya-karyanya yang juga difilmkan dan diminati
oleh khalayak ramai. Kang Abik lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September 1976.
Habiburrahman el-Shirazy adalah sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Ia memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan K.H. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 ia merantau ke kota budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist Universitas Al-Azhar, Kairo dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun 2001 lulus Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies di Kairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri.
Ketika menempuh studi di Kairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Kairo (1996-1997). Pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti “Perkemahan Pemuda Islam Internasional Kedua” yang diadakan oleh WAMY (The World Assembly of Moslem Youth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (Juli 1996). Dalam perkemahan itu, ia berkesempatan memberikan orasi berjudul Tahqiqul Amni Was Salam Fil „Alam Bil Islam (Realisasi Keamanan dan Perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai orasi terbaik kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan tersebut. Pernah aktif di Mejelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orsat Kairo (1998-2000). Pernah menjadi koordinator Islam ICMI Orsat Kairo selama dua periode (1998-2000 dan 2000-2002). Sastrawan muda ini pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual
120
Nahdhatul Ulama yang berpusat di Kairo. Dan sempat memprakarsai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kairo.
Setibanya di tanah air pada pertengahan Oktober 2002, ia diminta ikut mentashih Kamus Populer Bahasa Arab-Indonesia yang disusun oleh KMNU Mesir dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, (Juni 2003). Ia juga diminta menjadi kontributor penyusunan Ensiklopedi Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Pemikirannya, (terdiri atas tiga jilid ditebitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, 2003).
Antara tahun 2003-2004, ia mendedikasikan ilmunya di MAN I Jogjakarta. Selanjutnya sejak tahun 2004 hingga 2006, ia menjadi dosen Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash Shiddiq UMS Surakarta. Saat ini ia mendedikasikan dirinya di dunia dakwah dan pendidikan lewat karya-karyanya dan pesantren Karya dan Wirausaha Basmala Indonesia bersama adik dan temannya.
Kang Abik, demikian novelis ini biasa dipanggil adik-adiknya, semasa di SLTA pernah menulis teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara II lomba menulis artikel se-MAN I Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang I dalam lomba baca puisi relijius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair‟94 dan ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994). Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Keresidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS Surakarta, 1994). Ia juga pemenang pertama lomba pidato bahasa Arab se- Jateng dan DIY yang diadakan oleh UMS Surakarta (1994). Meraih Juara I lomba baca puisi Arab tingkat Nasional yang diadakan oleh IMABA UGM Jogjakarta (1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syharil Quran Setiap Jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja. Beberapa penghargaan bergengsi lain berhasil diraihnya antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF Award 2006. Dari novelnya yang berjudul “Ayat-ayat Cinta” dia sudah memperoleh royalti lebih dari 1,5 Milyar, sedangkan dari buku-bukunya yang lain tidak kurang ratusan juta sudah dia kantongi.
Lampiran 3. Klasifikasi Nilai Moral Novel Ketika Cinta Bertasbih
121
Nilai Moral dalam Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
KUTIPAN Hal.
Ia tersenyum sendiri. Entah kenapa tiba-tiba berkelebat pikiran, andai yang berjalan itu adalah dirinya dan Eliana. Alangkah indahnya. Astaghfirullal! la beristighfar. Ia merasa apa yang berkelebat dalam pikirannya itu sudah tidak dianggap benar.
6
Meskipun ia di kalangan mahasiswa Cairo dikenal sebagai penjual tempe, ia tidak mau diperlakukan seenaknya. Ia sangat sensitif terhadap hal-hal yang terasa melecehkan harga diriya. Memberi perintah seenaknya kepadanya adalah bentuk dari penjajahan atas harga dirinya. Azzam adalah orang yang sangat menghargai kemerdekaannya sebagai manusia yang hanya menghamba kepada Allah Swt.
13
Tiba tiba rasa tinggi hatinya muncul. Ia tidak mau mengakui begitu saja kecantikan Putri Duta Besar itu. Ia tidak mau menyanjungnya sebagaimana orang-orang banyak menyanjungnya.
19
Saya tidak ingin pulang dan putus kuliah di tengah jalan. Maka satu-satunya jalan adalah saya harus bekerja keras di sini. Jadi itulah kenapa saya sampai jualan tempe, jualan bakso, dan membuka jasa katering."
25
Ketika banyak mahasiswa yang sangat manja dan menggantungkan kiriman orangtua, kau justru sebaliknya. Teruslah bekerja keras Mas. Aku yakin engkau kelak akan meraih kejayaan dan kegemilangan. Teruslah bekerja keras Mas, setahu saya yang membedakan orang yang berhasil dengan yang tidak berhasil adalah kerja keras. Dan nanti kalau kau sudah sukses jagalah kesuksesan itu. Setahu saya, dari membaca biografi orang-orang sukses, ternyata hal paling berat tentang sukses adalah menjaga diri yang telah sukses agar tetap sukses."
26
"Cantik iya. Tapi kalau tidak bisa menjaga aurat, tidak memiliki rasa malu, tidak memakai jilbab, tidak mencintai cara hidup yang agamis, berarti bukan gadis yang aku idamkan!"
30
122
Dan ia ditawari untuk jadi lelaki ke sekian yang berciuman dengannya. Ini jelas bertentangan dengan apa yang ia jaga selama ini. Yaitu kesucian. Kesucian jasad, kesucian jiwa, kesucian hati, kesucian niat, kesucian pikiran, kesucian hidup dan kesucian mati.
31
Tapi ia tanpa risih sedikit pun mengatakan kepadaku, 'Ali di rumah aku isterimu, tapi di luar rumah aku milik banyak orang. Kau jangan cemburu ya. Kau justru harus bangga memiliki isteri yang disukai banyak orang!'
42
Dan Anna lebih memilih menutup diri dari kegiatan-kegiatan yang bersifat glamour.
47
Ia (Eliana) memang orang yang mudah emosi jika ada sedikit saja hal yang tidak sesuai dengan suasana hatinya.
50
"Setiap orang punya prinsip. Dan prinsip seseorang itu biasanya berdasar pada apa yang diyakininya. Iya kan Mbak?" Kata Azzam mengawali jawabannya.
64
Tiba-tiba ia (Eliana) merasa dirinya sangat kotor. Bibirnya entah berapa kali bercium dengan pria yang belum menjadi suaminya. Ia tidak bisa menghitungnya. Untuk pertama kalinya ia merasa menjadi perempuan yang tidak berharga.
66
Sejak kecil selalu memakai jilbab. Saat diajak salaman ayahnya saja tidak mau. Ayahnya sempat tersinggung. Tapi sepupunya yang sekarang menjadi pengajar di sebuah Madrasah Ibtidaiyyah itu bersikukuh dengan pendiriannya. Tidak mau bersentuhan kecuali denganlelaki yang halal baginya.
66
"Tidak usah malu. Jika kebaikan yang dicari tidak usah malu."
68
Ia (Azzam) berusaha meneguhkan hatinya bahwa hidup ini terus bergulir dan berproses.
71
Ia (Azzam) menancapkan tekadnya untuk bekerja lebih keras lagi. Dan ia akan belajar lebih keras.
72
Dalam kondisi sangat letih, ia harus tetap bekerja. Ia tak mau kalah oleh keadaan. Ia (Azzam) tak mau semangatnya luntur begitu saja oleh rasa kantuk yang
76
123
terus menderanya.
Tingkah laku dan perangainya yang halus, sopan, dan sangat menjaga diri. Prestasi prestasinya yang selalu terukir dengan gemilang. Bahkan pendapat-pendapatnya yang tertuang dalam pelbagai buletin kemahasiswaan di Cairo.
79
"Kau harus berhasil mengatasi dirimu. Kau harus bisa mengatasi perasaanmu.
87
"Itulah bedanya orang Indonesia dengan orang Mesir. Orang Indonesia terlalu rendah diri, terlalu minder dengan kemampuannya, dan tidak bisa memotivasi diri. Sedangkan orang Mesir selalu percaya diri. Selalu bisa memotivasi diri! Kita bisa menginternasionalkan yang kecil."
88
"Anakku, alangkah indahnya jika apa saja yang kau temui. Apa saja yang kaurasakan. Suka, duka, nikmat, musibah, marah, lega, kecewa, bahagia. Pokoknya apa saja, Anakku. Bisa kau hubungkan derngan akhirat, dengan hari akhir. Dengan begitu hatimu akan sangat peka menerima cahaya hikmah dan hidayah. Hatimu akan lunak dan lembut Selembut namamu. Dan tingkah lakumu juga akan tertib setertib namamu!"
93
AKU TAK AKAN PULANG KE INDONESIA SEBELUM MENGONDOL DOKTOR. DAN AKAN AKU BIKIN REKOR SEBAGAI DOKTOR TERCEPAT DI AL AZHAR!
116
"Tetaplah puas melakukan perbuatan yang baik. Dan biarkanlah orang lain membicarakan dirimu sesuka mereka. "
118
Ia teringat satu ajararan dari Cina kuno: "Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, jika kamu bekerja keras dan tidak keburu mati dulu"
130
Ajaran itu senada dengan kata mutiara bangsa Arab yang sangat dahsyat: Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh sungguh berusaha akan mendapatkan yang diharapkannya.
130
Kalau kamu ingin menciptakan sesuatu, kamu harus melakukan sesuatu! Demikianlah kata Johann Wolfgang von Goethe yang pernah disitir Prof. Dr. Hamdi Zaqzuq
131
124
dalam kuliahnya.
Sekali lagi ia harus melakukan sesuatu. Yaitu bekerja lebih serius, belajar lebih serius, dan berdoa lebih serius. Tak ada yang lain.
132
"Kalau saya dulu serius belajar dan mau kuliah, pasti sudah jadi pegawai bank dengan gaji tinggi dan tidak susah seperti sekarang. Kalau saja..."
136
Jika yang jadi landasannya adalah kebaikan, jalannya adalah kebaikan, dan tujuannya adalah kebaikan.
142
"Jangan isenglah Nang. Kalo bikin cerpen mbok ya yang serius. Menulis ya yang serius. Kalau iseng itu percuma! Komputernya bukan milik sendiri, listrik juga bayar, waktu habis, lha kok masih iseng!" (152)
152
Ia memang tidak ingin namanya diketahui dua mahasiswi itu. Ia mau menjaga keikhlasannya. Maka meskipun mahasiswi cantik berjilbab biru itu bertanya namanya, ia tidak gantian menanyakan namanya.
154
Dalam kondisi seletih apapun, ia harus tetap sabar dan tegar melakukan itu semua. Jika tidak, ia takkan hidup layak, juga adik-adiknya di Indonesia. Namun karena sudah biasa, itu semua sudah tak lagi menjadi sesuatu yang berat baginya.
154
Lalu sebelum mengakhiri khutbah pertamanya, Syaikh Muda itu menyitir nasihat James Allen, "Jangan biarkan orang lain lebih tahu banyak tentang dirimu. Bekerjalah dengan senang hati dan dengan ketenangan jiwa, yang membuat kamu menyadari, bahwa muatan pikiran yang benar dan usaha yang benar akan mendatangkan hasil yang benar!"
156
"Wah kamu itu Nang, penakut. Tak punya nyali. Ini bisnis Nang. Bisnis! Nyawa bisnis itu keberanian Nang. Dalam dunia bisnis yang berhasil adalah mereka yang memahami bahwa, hanya ada perbedaan sedikit antara tantangan dan peluang, dan mereka bisa mengubahnya menjadi keuntungan.
170
"Aku tahu yang paling penting aku yakin bisa." 171
Lha bagaimana lagi? Masak harus menjilat ludah sendiri. 187
125
Ya sudah akhirnya saya ajak dia."
"Jangan menyimpan dendam. Jadilah Muslim sejati! Jadilah orang Aceh sejati!"
198
Sudah menjadi watak Azzam untuk sebuah kebenaran ia siap berduel sampai mati.
203
Ia berusaha mengendalikan dirinya. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia adalah seorang lelaki. Ya. Seorang lelaki sejati tepatnya. Seorang yang berani menghadapi masa-lah yang ada di hadapannya. Ia adalah Mantan Ketua PPMI yang disegani. Ia harus bisa menguasai diri. Harus bisa bertindak tepat, cepat dengan akal sehat.
209
"Abah dulu berpesan agar kakak dan kamu menuntut ilmu setinggi mungkin. Ilmulah yang membuat derajat seseorang dan derajat suatu bangsa terangkat.
244
Ia ingin dirinya hanya dikenal sebagai mahasiswa kawakan yang tidak lulus, dan dikenal sebagai pembuat tempe dan bakso. Itu saja. Ini amanah lho Dik!"
246-247
Kakaknya (Fadhil) adalah pemuda yang tegas, yang selalu mengutamakan ilmu dan belajar di atas segalanya.
249
Ia tahu persis watak kakaknya (Fadhil) yang tidak mungkin mencabut apa yang dikatakannya.
252
Sebab kami tahu mental kakak sejatinya adalah mental berkompetisi dan berprestasi.
259
Ia merasa, sebenarnya ia bisa meralat perkataannya secepatnya. Namun rasa tinggi hatinyalah yang mencegahnya. Ia berteduh di bawah alasan seorang lelaki tidak akan mencabut apa yang telah dikatakannya.
280
Ia sangat optimis. Dan selama ini, jika ia optimis, ia selalu berhasil meraih apa yang diinginkannya.
294
"Aku tahu berita ini sangat berat bagimu Furqan. Tapi kamu harus tegar menghadapinya.
299
Bersabarlah. Ujian Allah bisa datang dalam bentuk apa saja. Bersabarlah!"
314
"Sabarlah saudaraku. Sabarlah. Tenangkan pikiranmu. 314
126
Tapi kau harus dewasa menghadapi sesuatu yang di luar harapan kita. Dan sebelum aku memberitahu kamu apa hasilnya kamu jangan banyak tanya ya?"
328
"Pesanku hanya satu, kau jangan jadi pecundang, jangan jadi pengkhianat! Jadilah kau lelaki sejati. Kau jangan kalah oleh perasaan. Sebagian perasaan itu datangnya dari nafsu yang mengajak dosa. Tapi ikutilah petunjuk Nabi.
346
Nilai Moral dalam Hubungan dengan Manusia Lain (Individu)
KUTIPAN HAL
"Mbak Eliana sudah shalat?" tanya Azzam pelan. Ia mencoba menguasai dirinya, yang sesaat sempat oleng. Ia memanggilnya 'Mbak', meskipun ia tahu Eliana lebih muda tiga tahun dari dirinya. Tak lain, hal itu karena rasa hormatnya pada gadis itu sebagai Putri Pak Duta Besar.
12
“Ya sebagai sahabat yang harus saling tolong menolong. Saling bantu membantu.”
13
"Baiklah, sekarang masalah bantu membantu. Bukan bisnis. Saya ingin murni membantu, jadi saya tidak akan mengharapkan apapun dari Mbak."
15
Saya tidak merasakannya sebagai beban. Meskipun orang lain mungkin melihatnya sebagai beban.
25
Azzam memutus pembicaraan dan meletakkan gagang telponnya sambil mendesis kesal, "Dasar perempuan didikan Prancis tidak tahu adab kesopanan. Sudah tahu aku ini mahasiswa Al Azhar mau disamakan sama bule saja! Sinting kali!"
28
"Demi cintaku padanya segala yang kumiliki aku korbankan. Harta orangtuaku aku habiskan untuk membiayai hidup di London
42
Yang menyakitkan, isteriku yang cantik itu kerja di Club Malam. Ia bisa menari ala India. Dan tiap malam ia pulang diantar pasangan barunya. Ia hidup tanpa menganggapku sebagai suaminya. Saat itu aku nyaris gila.
42
127
Tidak usah dihadapi dengan emosi. Api bertemu api akan semakin panas. Emosi lebih banyak merugikannya daripada menguntungkannya
54
"Kedelainya biar saya angkat Kang." Nanang menawarkan diri. Azzam yang sangat lelah menurunkan karungnya yang berisi kedelai. Nanang langsung memanggulnya. Mereka berdua menaiki tangga.
239
Nilai Moral dalam Hubungan dengan Lingkungan Sosial
KUTIPAN HAL.
"Dasar pemuda kampungan kolot! Pemuda konservatif! Pemuda bahlul bin tolol! Awas nanti ya!" Geramnya.
29
"Pak jangan membuka aib orang, jangan memfitnah orang dong!"
39
"Untungnya ada seorang kiai yang menyelamatkan nyawaku. Kiai itu memiliki pesantren tak jauh dari tempat aku mencuri. Di tangan kiai itu aku insyaf. Kiai itu begitu baik. Ia bagai malaikat. (KCB:43)
43
'Tidak apa-apa. Kalau kau mau kau berarti menolong janda dan dua anaknya. Kalau ikhlas besar pahalanya. Dan kau di Mesir sana akan langsung dapat pekerjaan. Jangan kuatir.'
44
Aku tahu betul kualitas Anna, ayahnya, dan keluarganya. Mereka dari golongan orang-orang yang ikhlas.
47
Eliana mondar-mandir di lobby hotel. Ia memperhatikan dengan seksama orang-orang yang duduk dan lalu lalang di situ. Ia menanti Azzam untuk dilabraknya. Ia hendak memarahinya seperti ia memarahi pembantu-pembantunya yang melakukan sesuatu yang membuatnya murka.
50
Marahnya orang kaya sering membuat susah orang miskin. Marahnya pejabat sering membuat susah rakyat.
51
"Mas Khairul. Saya sarankan kau damai saja sama putrinya Pak Dubes itu. Tidak usah cari penyakit. Aku tidak tahu masalahmu dengannya. Tapi damai adalah hal
53
128
yang disukai oleh fitrah umat manusia di mana saja." Saran Pak Ali.
"Semestinya Mbak Eliana harus berterima kasih pada Mas Khairul. Enam hari ini tenaga dan waktunya ia curahkan untuk membantu Mbak Eliana. Bahkan dalam kondisi sangat letih, dia masih mau membakarkan ikan untuk membantu Mbak Eliana. Dan pagi ini, dia mengirim sesuatu yang sangat Mbak suka. Semestinya Mbak berterima kasih sama dia. Saya dengar orang Barat yang terdidik itu mudah mengucapkan terima kasih pada orang yang membantunya." Sambung Pak Ali.
58
Islam sama sekali tidak membolehkan ada persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami isteri yang sah. Dan ciuman gaya Prancis itu bagi saya sudah termasuk kalegori sentuhan sangat intim. Yang dalam Islam tidak boleh dilakukan kecuali oleh pasangan suami isteri. Ini demi menjaga kesucian. Kesucian kaum pria dan kaum wanita.
65
Tingkah laku dan perangainya yang halus, sopan, dan sangat menjaga diri. Prestasi prestasinya yang selalu terukir dengan gemilang. Bahkan pendapat-pendapatnya yang tertuang dalam pelbagai buletin kemahasiswaan di Cairo.
79
"Keinginan menikah itu baik. Keinginan melamar seseorang juga tidak salah. Namun jika waktunya tidak tepat, yang didapat bisa hal yang tidak diinginkan.
86
Dalam hati ia istighfar, ia berdoa semoga suatu kali nanti perempuan itu tahu adab memakai pakaian dan parfum. Mengenai bule yang menggandengnya ia tidak mau berpurbasangka. Mungkin itu adalah suaminya.
102
"Maaf, kalau kita tidak bisa banyak berbicara seperti biasa. Waktunya memang sempit. Jangan lupa doakan kami. Doa penuntut ilmu dari jauh yang ikhlas sepertimu pasti di dengar Allah," tukas Ibrahim.
135
Ia merasakan benar bahwa rezeki yang didatangkan oleh Allah dari silaturrahmi sangat dasyat. Ia bisa sampai belajar di Al Azhar University juga bermula dari silatur-rahmi.(162)
162
129
Tanpa banyak silaturrahmi seorang pebisnis tidak akan banyak memiliki jalan dan peluang. Benarlah anjuran Rasulullah Saw., agar siapa saja yang ingin dililuaskan rezekinya, hendaklah ia melakukan silaturrahmi
163
Yang kucari adalah yang agamanya baik dan aku yakin bisa mencintainya. Aku bisa berbakti padanya dengan penuh rasa suka, rasa cinta dan ikhlas.
193
"Kapten, meskipun kalian mabahits, kalian tidak bisa seenaknya masuk rumah kami tanpa ijin. Tidak bisa seenaknya menginjak-injak kehormatan kami.(KCB: 197)
197
"Jangan menyimpan dendam. Jadilah Muslim sejati! Jadilah orang Aceh sejati!"
198
Jangan sok terlalu akrab. Bergaul sewajarnya selain membuat kita waspada juga
membuat kita lebih dihormati di negeri orang.
214
Fadhil tersadar. Ia harus berani menghadapi realita …. Ia merasa sangat jahat jika meminta kepada Tiara menolak lamaran itu, agar ia bisa melamarnya setelah ujian. Ia merasa jika melakukan hal itu, ia seperti menikam temannya sendiri. Ia merasa kebesaran jiwa dan kesabarannya benar-benar sedang diuji. Ia harus bisa memberikan jawaban sebagai seorang Muslim sejati.
248
"Fadhil itu kan temannya Zulkifli sejak dulu. Saya beberapa kali bertemu dengan dia di pesantren dulu. Dia itu baik, ramah dan sangat perhatian. Saya masih ingat saat saya ke pesantren dulu sandal saya hilang di-ghosob oleh para santri, saat itu Fadhil-lah yang bingung ke sana kemari mencari sandal saya.
350-351
"Ingat Kak, kita harus saling tolong menolong dalam kebaikan. Tolonglah panitia Kak!" desak Wan Aina.
268
Di negeri orang, kawan satu bangsa beda pulau ibarat saudara. Apalagi kawan satu daerah dan satu alumni.
334
Kalau kau mau jadi pahlawan jangan setengah- setengah. Jadilah pahlawan yang benar benar pahlawan, meskipun harus mengorbankan sesuatu yang kau anggap pa ling berharga. Tidak ada pahlawan yang tidak berkorban apa-apa!
337-338
130
"Yang paling penting, saat kamu bermasyarakat jagalah akhlak muliamu agar kamu dimuliakan oleh orang lain. Ingat pesanku ini baik-baik ya Mas." Kata Pak Ali sambil menepuk-nepuk pundak Azzam.
362
Nilai Moral dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan
KUTIPAN HAL.
Tuhan Yang Menciptakan alam semesta ini adalah satu. Yaitu „Allah Wa Jalla, Tuhan Yang Maha Kuasa.
14
Jika Tuhan itu lebih dari satu, bisa saja terjadi pembagian tugas. Ada yang bertugas mencipta matahari, ada yang bertu - gas mencipta bumi, ada yang bertugas mencipta langit dan seterusnya. Jika demikian, mereka bukan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebab pembagian tugas itu menunjukkan kelemahan, menunjukkan ketidak-mahakuasaan.
16
Ia membenarkan tindakannya itu dengan berpikir bahwa datangnya azan yang memanggilnya itu lebih dulu dari datangnya dering telpon itu. Dan ia harus mendahulukan yang datang lebih dulu. Ia harus mengutamakan undangan yang datang lebih dulu. Apalagi undangan yang datang lebih dulu itu adalah undangan untuk meraih kebahagiaan akhirat. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal
11
"Sebentar. Apa tidak sebaiknya Mbak shalat Maghrib dulu kalau belum shalat?"
15
“Aduh, shalat lagi, shalat lagi. Shalat itu gampang!" 15
"Lho jangan meremehkan shalat dong Mbak. Kalau bak belum shalat mending Mbak shalat saja. Biar saya dan Pak Ali saja yang belanja."
15
Pak Kiai Lutfi itu tidak pernah memandang dunia. Dunia itu remeh bagi beliau.
48
"Ah semua sudah ada yang mengatur. Yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika saatnya ketemu nanti akan ketemu juga." Gumamnya (Azzam) dalam hati.
73
131
Bagaimana rasanya jika yang murka kepadamu adalah Allah. Murka atas perbuatan-perbuatanmu yang membuat-Nya murka. Bagaimana perasaanmu saat itu. Mampukah kau menanggungnya. Jika yang murka adalah ibumu, kau bisa meminta maaf. Karena kau masih ada di dunia. Jika di akhirat bisakah minta maaf kepada Allah saat itu? "
94
Tak ada yang mereka lakukan kecuali menyerahkan semuanya kepada Allah yang Maha Menentukan Takdir.
142
"Hikmahnya sudah aku dapatkan. Ini jadi teguran Allah atas kebakhilanku selama ini. Sebenarnya uang itu tadi pagi mau dipinjam Mbak Hanum dua ratus dollar tapi aku tidak boleh. Aku sungguh menyesal,'' Jawab Erna sambil menundukkan kepalanya.
150
Apa yang perlu dicemaskan oleh seorang manusia yang diberi pikiran sehat, anggota badan yang genap, dan mengimani adanya Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang?
154
"Kenapa Allah mengaruniakan kepada kita dua tangan, dua kaki, dua mata, dua telinga, jutaan syaraf otak, tapi hanya mengaruniakan kepada kita satu mulut saja? Jawabnya, karena Allah menginginkan agar kita lebih banyak bekerja, lebih banyak beramal nyata daripada bicara. Maka ada ungkapan, man katsura kalamuhu katsura khatauhu. Siapa yang banyak bicaranya maka banya dosanya! Dan karenanya Rasulullah Saw. Menasihati kita semua, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam saja!' Umat dan bangsa yang besar adalah umat dan bangsa yang lebih banyak kerjanya daripada bicaranya. Orang orang besar sepanjang sejarah adalah mereka yang lebih banyak bekerja daripada bicara!" kata Syaikh Muda itu.
155
Ia hanya mengatakan dalam hati bahwa kezaliman sekecil apapun akan ada hisabnya kelak. Biarlah pengadilan Allah kelak yang memutuskan.
232
"Semoga dia bisa menerima kenyataan yang ada. Bukankah Al-Quran menjelaskan tidak semua yang diharap manusia itu akan ia dapat. Insya Allah, Zulkifli
284
132
akan menjadi yang terbaik baginya."
Takdir itu mengikuti aturan sebab dan akibat. Ia merasa telah menemukan kebenaran pendapat-nya itu lewat ratusan kejadian yang telah ia alami selama ini. Juga kejadian yang dialami oleh orang lain.
292
Manusia sama sekali tidak bisa sombong bisa menentukan takdirnya. Kewenangan yang diberikan Tuhan untuk manusia hanyalah berikhtiar dan berusaha. Adapun takdir sepenuhnya ada-lah hak dan keputusan Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhan-lah yang berhak memutuskan segala-galanya. Dan Dialah Yang Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.(301)
301
Bersabarlah. Ujian Allah bisa datang dalam bentuk apa saja. Bersabarlah!"
314
"Sabarlah saudaraku. Sabarlah. Tenangkan pikiranmu. Percayalah Allah Maha Pengasih dan Penyayang."
314
Hati Furqan benar-benar terguncang. Ia merasa dunianya telah kiamat. Belaiar kerasnya selama ini sia-sia. Gelar masternya sia-sia. Hidupnya sia-sia. Dan Ibadahnya menyembah Allah selama ini ia rasakan sia-sia.
314
"Aku tak percaya lagi Allah Maha Penyayang. Aku tak percaya lagi...!" Furqan kembali mengulang apa yang baru saja diucapkannya sambil menangis.
315
Mencintai makhluk itu sangat berpeluang menemui kehilangan. Kebersamaan dengan makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak.
338
Apa bangganya kita mendapatkan cinta dari orang yang kita damba, namun kita kehilangan cinta Allah 'Azza wa Jalla. Apa bangganya?
347
RIWAYAT HIDUP PENULIS
133
ZAHRINI YAHYA, lahir dari pasangan H. Muh.
Hayat dan Hj. Bachriah Tadja pada tanggal 9
Oktober 1980. Mulai menempuh pendidikan formal
tingkat dasar, di SD No. 94 Katampuan, Kabupaten
Takalar pada tahun 1988 dan tamat pada tahun
1993. Pendidikan tingkat lanjutan pertama dimulai pada tahun yang
sama di SMP Negeri 1 Bontoramba, Kabupaten Jeneponto, dan
tamat pada tahun 1996, kemudian pada tahun itu melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Binamu, dan tamat pada tahun 1996.
Pendidikan pada perguruan tinggi mulai ditempuh pada tahun
1996, di Universitas Muhammadiyah Makassar, dan memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan pada tahun 2003, dan melanjutkan studi Pascasarjana di
Universitas yang sama pada tahun 2009. Pada tahun yang itu juga,
Zahrini Yahya mulai mengabdikan diri pada dunia pendidikan
dengan bertugas sebagai tenaga pengajar di SMA Negeri 1
Bontolempangang sampai sekarang. Setahun kemudian, pada tahun
2010, selain tetap mengabdikan diri di SMA Negeri
Bontolempangang, tugas sebagai dosen di Universitas
Muhammadiyah Buton (UMB) Kendari. Masih dengan menyandang
tugas guru di SMA Negeri 1 Bontolempangang dan dosen di UMB,
pada tahun tugas lainnya dalam rangka mencerdaskan anak bangsa
juga diemban di Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan (STIP) Bombana
Kondari.
Dengan sebuah tesis berjudul, “Nilai Moral Novel Ketika Cinta
Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy”, pendidikan pada tingkat
pascasarjana akhirnya terselesaikan dan memperoleh gelar Master
134
Pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar pada tahun 2014.