89
BAB I PENDAHULUAN 1.1.  Latar Belakang Masalah Ber bag ai org ani sasi internasio nal ant ara lain PBB, Ban k Dunia dan World T ou rism Org ani zati on (WTO), tela h men gak ui bah wa par iwi sata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan social dan ekonomi Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang!orang yang relati" kaya pada awal abad ke!#$, ki ni tel ah men% adi bagian dari hak aza zi manusia, sebagaimana dinyatakan oleh &ohn 'aisbitt dalam bukunya lobal Parado yakni bahwa *where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basic human right  +al ini ter%adi tidak hanya di negara ma%u tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang termasuk pula ndonesia Dal am hub ung an ini , ber bagai neg ara termasuk ndone sia pun turut menikmati dampak dari peningkatan pariwisata dunia terutama pada periode -..$ / -..0 Badai krisis ekonomi yang melanda ndonesia se%ak akhir tahun -..1, me rupakan peng ala man ya ng sangat be rhar ga ba gi ma syara ka t  pariwisata ndonesia untuk melakukan re-positioning sekaligus re-vitalization kegiat an pariwi sata ndon esia Disamp ing itu berdasa rkan 2ndan g!und ang  'o #3 Tahun #$$$ tentang Program Perencanaan 'asional pariwisata mendapatkan penugasan baru untuk turut mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan memulihkan citra ndonesia di dunia internasional Penugasan ini makin rumit teru tama sete lah dih adapkan pad a tan tangan bar u aki bat ter%adinya tragedi -- 4eptember #$$- di 5merika 4erikat 5set pari wi sata ba gi daera h adala h men% adi salah sat u "acto r ya ng menun%ang pembangunan daerah Betapa tidak, di era otonomi daerah yang memung kin kan sat u dae rah memili ki kewena nga n bes ar unt uk men gat ur rumah tangganya, sector pariwisata men%adi salah satu sumber pendapatan asli dae rah (P 5D) ya ng u%ungnya dig una kan untuk pembangunan dae rah tersebut 4ystem desentralis asi pemerin tahan semacam ini terdap at keunt unga n dan mengikuti pula beberapa kerugian 6euntungan yang dimaksud adalah

Tesis Pariwisata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilmu Pariwisata

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang MasalahBerbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan social dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azazi manusia, sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basic human right. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang termasuk pula Indonesia.

Dalam hubungan ini, berbagai negara termasuk Indonesia pun turut menikmati dampak dari peningkatan pariwisata dunia terutama pada periode 1990 1996. Badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997, merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat pariwisata Indonesia untuk melakukan re-positioning sekaligus re-vitalization kegiatan pariwisata Indonesia. Disamping itu berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Perencanaan Nasional pariwisata mendapatkan penugasan baru untuk turut mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan memulihkan citra Indonesia di dunia internasional. Penugasan ini makin rumit terutama setelah dihadapkan pada tantangan baru akibat terjadinya tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat. Aset pariwisata bagi daerah adalah menjadi salah satu factor yang menunjang pembangunan daerah. Betapa tidak, di era otonomi daerah yang memungkinkan satu daerah memiliki kewenangan besar untuk mengatur rumah tangganya, sector pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang ujungnya digunakan untuk pembangunan daerah tersebut.System desentralisasi pemerintahan semacam ini terdapat keuntungan dan mengikuti pula beberapa kerugian. Keuntungan yang dimaksud adalah setiap daerah memiliki hak prerogative untuk mengatur rumah tangga pariwisatanya sendiri dan berhak atas hasil dari manajemen kepariwisataan yang dikelolanya. Sistem semacam ini juga memungkinkan daerah untuk dapat berkembang kepariwisataannya karena untuk menggenjot pendapatan dari sector ini, kreativitas dan inovasi pemerintah daerah sangat dibutuhkan agar mampu menyedot wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.Disamping peluang yang dimaksud, beberapa kelemahan juga mengikuti perubahan system, terutama pada aspek sumber daya manusia dan pola penerapan system baru tersebut terhadap objek yang ada. Kelemahan sumber daya manusia yang dimaksud adalah, masih terdapat perangkat pengelola asset pariwisata yang mengikuti cara lama dengan hanya membiarkan tempat wisata berjalan dengan normative, tidak ada kreativitas yang muncul dengan kesadaran keharusan meraup pendapatan asli daerah setinggi-tingginya dari sector wisata.Di Kabupaten Wonosobo, asset pariwisata sangat banyak yang harus mendapatkan perhatian serius dari semua elemen. Menurut tugas pokok dan fungsi Pemerintah Kabupaten Wonosobo, pihak yang paling bertanggungjawab atas perkembangan bidang kepariwisataan ini adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Sebagai badan usaha pemerintah yang bertanggungjawab atas hal tersebut, tentulah didalamnya proses kreativitas pengembangan manajemen pariwisata harus diterapkan untuk dapat menunjang suksesi pemerintahan secara umum.Diruntut secara ringkas, keberadaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan adalah penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi setelah penghabusan Departemen Kebudayaan yang tadinya merupakan satu kesatuan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Susuan rganisasi dan tata kerja dinas-dinas daerah memberikan legitimasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk menjadi pihak yang menjadi garda depan pembangunan sector kepariwisataan.Perubahan yang terjadi pada system tersebut, disamping terjadinya berbagai kejadian besar di Indonesia sempat membuat sector kepariwisataan nasional mengalami penurunan jumlah pengunjung dalam angka yang cukup drastic. Aksi terror yang terjadi disejumlah tempat wisata membuat pengunjung, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara enggan menyambangi tempat-tempat wisata yang ada. Disinilah hal tersebut memberi pengaruh besar terhadap sector kepariwisataan dalam skala kecil di masing-masing daerah. Di Wonosobo contohnya, angka kunjungan di tempat-tempat wisata selama tiga tahun terakhir (terhitung sampai 2009), jumlah pengunjung wisata hanya mengalami kenaikan yang normatif. Dari enam objek wisata besar yang ada, masing-masing Dieng Plateau, Lembah Dieng, Telaga Menjer, Kalianget, Gelanggang Renang Mangli dan Waduk Wadaslintang, pada tahun 2007 jumlah pengunjung 205.598 orang yang terdiri dari 9,665 wisatawan mancanegara dan 195.933 wisatawan nusantara. Setahun berikutnya angkanya naik menjadi 219.748 pengunjung dan pada tahun 2009 kenaikan terjadi hingga menembus 326.551 pengunjung yang 23.235 orang merupakan wisatawan mancanegara.Padahal, untuk sekelas objek wisata alam yang sangat indah itu, setidaknya jumlah pengunjung harus mampu digenjot dengan angka sedikitnya dua kali lipat dari jumlah tersebut agar kepariwisataan nasional melonjak tinggi. Tantangan inilah yang harus dihadapi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo untuk membangun sector kepariwisataan menjadi lebih baik. Namun, untuk mencapai target idealitas semacam itu, beberapa tantangan harus dilewati di internal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Pembenahan baik dari sector sumber daya manusia dan penerapan system menjadi langkah awal untuk pembenahan tersebut. Keberadaan sumber daya manusia harus menyadari sepenuhnya bahwa pembangunan sector ini lebih mengutamakan kreativitas sumber daya manusia sendiri dibandingkan harus menjalankan kepariwisataan dengan alur yang normative.Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo harus berani mengambil kebijakan yang proaktif, antisipatif dan fleksibel. Kebijakan proaktif adalah kebijakan yang dikeluarkan tidak hanya disandarkan pada reaksi terhadap perubahan yang terjadi saat itu, tetapi juga melakukan diagnosis terhadap pencapaian hasil yang diinginkan secara objektif. Langkah antisipasif mengarah pada kebijakan yang ditempuh adalah diproyeksikan terhadap situasi masa depan berdasarkan analisis kondisi yang sedang terjadi. Sementara fleksibilitas berarti kebijakan yang diambil sangat memperhatikan kemampuan dan peluang yang tersedia bagi organisasi.Untuk mencapai hal tersebut, beberapa langkah awal yang perlu diperhatikan agar menjadi dasar pemikiran selanjutnya harus benar-benar diperhitungkan. Pertama, Sumber daya manusia yang memadai, kedua, anggaran program kepariwisataan yang cukup dan sarana, ketiga sarana dan prasarana kepariwisataan yang memadai dan terakhir organisasi dan manjemen kepariwistaan yang baik.Landasan diatas selaras dengan prinsip dasar teori manajemen, dimana penempatan hal tersebut adalah merupakan bagian inti dari proses berlangsungnya sebuah system yang ideal. Namun demikian, pengembangan terhadap factor tersebut mutlak diperlukan, apalagi untuk menunjang program perencanaan yang melibatkan pengembangan berbagai bidang kepariwisataan. Munculnya staff, planning, organizing, directing dan controlling dalam teori dasar manajemen oleh Hendri Fayol dapat dikembangkan untuk langkah persiapan setelah landasan tersebut dikaji.Factor pertama yakni pengembangan sumber daya manusia kepariwisataan. Factor ini menempati unsure vital karena sebuah system tanpa dilakukan sumber daya manusia yang mumpuni dapat menjadi mentah dan tidak berjalan. Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, sumber daya manusia yang tersedia adalah :

NoNamaPendidikanPelatihanJabatan 1Drs. Aziz Wijaya, M.SiAdministrasiX2Drs. Edy RiyantoKomunikasiX3Suprayudhi, S.SosSospolX4Muh Chamim, S.SosAdministrasi NegaraX5Drs. Sapitya CoentjoroAdministrasi NegaraX6Drs. Rully Esmono BasukiEkonomiX7Elias Sumar, S.PdPendidikanX8SupiniSMEA/SekretarisX9Retno MardiningsihBahasa InggrisX10Suradi, SHIlmu HukumX11Sri Setiyawati, SEEkonomiX12Widi HarsonoSMA/IPSX13Sulistriyaningsih, BASeni TariX14Fadholi, S.SosSospolX15DaldiriSMEA/Tata NiagaX16Edi SAntoso, S.STPPemerintahanX17Bambang Triyono P, SEEkonomi

18Riana Twindar Astuti, SEManajemen

19Sri HandayaniSMA/IPAX20M. ZakrohManajemen

21Subuh Oni Wiyono, SEEkonomi

22Sulastri, S.PdPendidikanX23TukijoSMA/IPS

24Sri Mulyono BasukiSTM/ListrikX25Muazaroh, A.MdBahasa Inggris

26Sri Ariyanti, S.IPAPMD

27SuwignyoSMEA/Perdagangan

28Sri Uneng LuswiyatiPeternakan

29Esti UtamiAkpari

30Uswatun Khasanah, A.MdBahasa Inggris

31SuwarnoSMP

32MuhabinSMU

33SumarnoMAN

34Slamet RumadiSTM

35Bolot SuparmanSD

36QomarSD

37KandarSMEA/Perkantoran

38UntungSMEA

39LiwonSMEA/Keuangan

40FarikhunSMA

41Heli IrtiqoMAN

42SukmowatiSMA

43Lia SusianaSMA

44SabanSMP

45NgahadSD

46LukmanMAN

47SabarSD

Dari data jumlah sumber daya manusia kepariwisataan yang ada, 19 diantara mereka merupakan sumber daya manusia yang telah melewati pelatihan profesi jabatan. Artinya, 58,3 persen diantara jumlah tersebut masih belum mendapatkan pelatihan serupa. Namun ketika dilihat dari tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh masing-masing sumber daya manusia yang ada, prosentase itu sudah terbilang lebih dari cukup karena setengah atau lebih sumber daya manusia yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan atau tenaga teknis langsung telah mendapat pelatihan profesi yang memungkinkan pendalaman terhadap bidang yang diembannya. Untuk pengelolaan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas dan kapabilitas sesuai standar kompeten, menurut Firdaus (1999:20) setidaknya dua cara memandang persoalan pengelolaan sumber daya manusia kaitannya dengan pengorganisasian sumber daya manusia, masing-masing pendekatan proses dan pendekatan kebijakan.Pendekatan proses mengarah pada pengelolaan sumber daya manusia focus pada proses pencapaian output, kinerja, produktivitas, kapasitas, ketrampilan dan keahlian sumber daya manusia yang bersangkutan. Sedangkan dalam pendekatan kebijakan, maka kepentingan organisasi menjadi focus utama. Artinya, pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kepentingan organisasi seperti penyatuan elemen organisasi dan kelenturan organisasional. Dalam teorinya tersebut, Firdaus (1999:7) sangat menyadari bahwa perubahan teknologi informasi telah memberikan peluang kepada organisasi dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada. ARtinya, perubahan di luar organisasi menjadi factor penting dalam menentukan kebijakan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi tertentu. Ditambahkan Firdaus, kehadiran system informasi memberkan peluang baru untuk lebih mengoptimalkan berbagai kegiatan organisasi. Penataan system informasi memungkinkan adanya kesamaan persepsi dari semua sumber daya manusia sehingga hal yang sifatnya parsialitis dapat dihindari. Hal ini juga harus diperhatikan adalah pemanfaatan system informasi yang ada untuk mengarah pada aspek masa depan yang membawa instansi atau perusahaan mencapai tujuannya.Kebijakan menyangkut sumber daya manusia, manusia dalam organisasi tidak lepas dari situasi lingkungan di luar organisasi maupun yang ada dalam organisasi, sehingga pengembangan sumber daya manusia melalui: (a) Sistem manajemen sumber daya manusia komprehensif (mulai rekruitmen hingga pemeliharaan sumber daya manusia), (b) Proses pengembangan sumber daya manusia berkesinambungan, berjenjang dan berlandaskan stakeholder total values, dengan menggunakan pendekatan continuous learning dan pengembangan kompetensi (knowledge and skill), attitude (motivasi, etika, budaya kerja) dan intellectual ability (inovasi, adaptasi, immitasi). Sumber : diadaptasi Silabus Mata Kuliah Pengembangan SDM; STIE WW (2007).Pentingnya analisis mengenai situasi lingkungan dimana organisasi berada dan kondisi organisasi itu sendiri bagi pengembangan sumber daya manusia, dengan kata lain audit situasional sangat penting bagi semua organisasi. Tidak hanya penting bagi organisasi swasta yang berorientasi profit, melainkan juga birokrasi pemerintahan yang memberikan pelayanan public. Dengan audit situasional, maka organisasi dapat mengambil sebuah kebijakan yang tepat dalam pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki.Ketika diterapkan dalam kasus Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai pengelola kepariwisataan di Wonosobo, untuk menciptakan sumber daya manusia kepariwisataan yang sesuai standar kompetensi, maka audit situasional adalah sangat penting. Asil dari kegiatan audit situasional tersebut akan memberikan bahan kajian untuk menentukan alternative kebijakan dan program yang tepat dengan tujuan organisasi (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan), ujung dari semua itu, maka kepariwistaaan yang kompeten di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan akan tidak mustahil terwujud.Selain persoalan mengenai sumber daya manusia sebagaimana telah disebutkan dimuka, problem juga terjadi pada kondisi anggaran daerah untuk program kepariwisataan. Hal ini menjadi masalah penting, mengingat setelah mampu mewujudkan sumber daya manusia yang sesuai standar, apabila tidak didukung dengan anggaran yang memadai maka akan menjadi percuma dan tidak bermanfaat untuk pengembangan kepariwisataan.Bupati Wonosobo, Drs. Kholiq Arief, M.Si dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Wonosobo denganagenda PembahasanKUA dan PPAS perubahan tahun 2010 pada 18 Agustus 2010 menunjukkan. Prioritas anggaran, dalam APBD Perubahan tahun anggaran 2010 ini akan memfokuskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wonosobo tahun 2006-2010. Berdasarkan RPJMD tersebut, Kholiq memprioritaskan pada program pembangunan.Menurutnya beberapa program dan kegiatan yang belum dipenuhi dan patutmenjadi prioritas dalam perubahan yakni khususnya untuk memenuhikekurangan Belanja Tidak Langsung (Belanja Pegawai untuk Guru nonSertifikasi), Belanja Langsung khususnya Eks. BAU untuk RSU, DanaPercepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan (DPPIP). Disamping itu, Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan PercepatanPembangunan Daerah (DPDF & PPD) dan Percepatan PembangunanInfrastruktur Perdesaan (PPIP).Melihat keadaan keuangan, khususnya pada APBD Perubahan 2010 ini, hal yang menjadi catatan adalah, sector pengembangan pariwisata ternyata tidak menjadi prioritas utama RPJMD Kabupaten Wonosobo yang ditetapkan. Hal ini berarti bahwa kondisi keuangan daerah tidak memungkinkan untuk pengembangan sector pariwisata secara lebih optimal, kendati sector ini juga tidak sedikit menyetorkan PAD untuk kepentingan pembangunan daerah secara umum.Faktor selanjutnya, adalah sarana dan prasarana kepariwisataan yang memadai. Secara umum, di Wonosobo sumber daya pariwisata sudah tidak diragukan lagi, adanya tempat-tempat wisata, baik wisata alam maupun wisata buatan sudah memiliki daya tarik tersendiri, apalagi didukung dengan kondisi alam yang memungkinkan wisatawan betah berlama-lama di kota pegunungan ini. Dieng Plateau misalnya, di daerah wisata alam dan wisata sejarah ini, merupakan salah satu area tujuan wisata besar, baik untuk skala nasional maupun internasional. Potensi ini seharusnya menjadi salah satu bentuk daya tarik wisata tersendiri.Belum lagi tempat wisata budaya seperti Desa Wisata Giyanti (Janti) dan Desa Wisata Sendangsari yang berpotensi menarik wisatawan untuk study wisata budaya khas Wonosobo. Pengembangan pariwisata regional, khususnya untuk kawasan wisata meliputi pula pengembangan sarana dan prasarana pendukung, pengembangan jaringan kunjungan wisata melalui kerja sama pengembangan produk wisata, jalur wisata pemasaran dan promosi. Untuk mendukung pengembangan produk wisata, diperlukan pembagian daerah pengembangannya.Daerah pengembangan wisata secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, masing-masing pengembangan wisata keagamaan, ekologi dan budaya pedesaan, selanjutnya pengembangan wisata budaya kerajaan-kerajaan Jawa (grand culture) dan pengembangan kegiatan wisata alam dan minat khusus (nature and special interest tourism).Pengembangan wisata ini, ditekankan pada ptensi wisata yang dimiliki dan permintaan pasar wisata. Dengan mengarahkan peningkatan pada obyek yang bersifat wisata budaya, wisata alam dan wisata buatan. Di Wonosobo, objek wisata alam dan grand culture memiliki daya pikat kuat, khususnya di Kawasan Dieng Plateau yang lengkap pula dengan wisata budaya dan ekologi.Faktor terakhir, organisasi dan manajemen kepariwisataan yang baik. Factor keempat ini lebih lari pada penanganan pascapenanganan pertama yakni mengenai sumber daya manusia. Apabila sumber daya manusia telah berkembangan sesuai dengan standar yang diharapkan, maka dalam mengorganiser dan memanage perkembangan pariwisata akan mengikuti. Hal ini juga berkaitan dengan factor lain seperti masalah anggaran daerah untuk pengembangan wisata dan kondisi tempat wisata yang ada.Sesuai latar belakang dan penjabaran yang peneliti jabarkan dimuka, empat hal yang peneliti tekankan dalam hal ini adalah kondisi sumber daya manusia, kondisi anggaran daerah, kondisi tempat wisata dan manajemen serta organisasi kepariwisataan. Namun dari keempat factor tersebut, hal utama yang akan peneliti dalami lebih pada factor sumber daya manusia. Mengingat factor sumber daya manusia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan tiga factor lain setelahnya. Peneliti dalam hal ini akan menggali lebih dalam dan mendetail mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang harus dihadapi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam menghadapi problem kepariwisataan Wonosobo, lebih spesifik lagi mengenai pengembangan sumber daya manusia yang ada didalamnya. Hal ini juga yang kemudian mendorong peneliti untuk melakukan riset dengan mengambil judul STRATEGI PENINGKATAN POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA PADA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN WONOSOBO. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rencana strategis pengembangan sumber daya kepariwisataan yang berujung pada peningkatan potensi sumber daya wisata Kabupaten Wonosobo.

Rumusan MasalahBerdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan yang telah penulis ungkapkan dimuka, untuk mempermudah pembahasan serta menghindari overleap dalam pembahasan, penulis menetapkan rumusan permasalahn yang akan dibahas dalam penelitian ini, yakni:

Bagaimana strategi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo dalam rangka meningkatkan sumber daya Pariwisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam rangka pengembangan kepariwisataan daerah?.

Tujuan PenelitianPenelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk:

Mendiskripsikan kondisi internal dan kondisi eksternal yang berkaitan langsung dan tidak langsung terhadap pengengembangan potensi sumber daya manusia pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo dalam upaya pengembangan kepariwisataan secara umum.Menelaah keadaan, menyusun hipotesis serta mendapatkan isu-isu strategis untuk pengembangan kepariwisataan Wonosobo dari sisi pengembangan sumber daya manusia.Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Wonosobo berdasarkan hasil penelitian dalam rangka menyusun rencana strategi pengembangan potensi pariwisata.

Manfaat PenelitianSetelah dilakukan penelitian berdasarkan kondisi lapangan yang ada, penulis mengharapkan hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

Bagi ilmu pengetahuan, khususnya manajemen sumber daya manusia pariwisata. Maka hasil penelitian ini akan menjadi pengayaan dan pengembangan studi kompetensi sumber daya manusia dan analisis SWOT Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.Bagi peneliti, mendalami dan menambah wawasan, konsep-konsep serta permasalah pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam bidang kompetensi sumber daya manusia pariwisata.Bagi pemerintah, lebih khusus Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi maupun bahan tambahan dalam kebijakan pengembangan sumber daya manusia di masa mendatang.

BAB IILANDASAN TEORI

Penelitian TerdahuluCatatan dan hasil penelitian ilmiah mengenai strategi pengembangan pariwisata sudah sangat banyak, bahkan terbilang berlebih untuk sebuah konsep yang dapat diterapkan di salah satu institusi yang mengembangkan kepariwisataan. Namun sepanjang pengetahuan penulis, belum tampak hasil penelitian ilmiah yang membidik langsung secara spesifik pada factor sumber daya manusia. Rata-rata, hasil penelitian tersebut mengarah pada pengembangan sector pariwisata secara umum, dan terlalu luas skala penelitiannya.

Dari data yang penulis himpun, terdapat beberapa hasil penelitian ilmiah yang hampir sama dengan yang penulis ajukan, yakni:

Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan oleh XXXXXXXXX, pada tahun 2009 dengan judul STRATEGI MENGEMBANGKAN POTENSI SUMBER DAYA PARIWISATA PADA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN WONOSOBOSekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Widya Wiwaha. Penelitian ini ingin mengetahui potensi secara umum mengenai sumber daya wisata dan menentukan strategi yang akan diterapkan dalam pengembangan sector wisata secara umum.

Dari hasil penelitian diatas, diketahui bahwa apa yang dijabarkan dalam penelitian tersebut masih bersifat global dan tidak spesifik mengarah pada salah satu factor pengembangan sector pariwisata. Untuk itu, penulis hendak mengarahkan penilitian ini lebih spesifik kepada factor sumber daya manusia berikut potensi yang ada di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Perencanaan Pengembangan PariwisataPengembangan konsep kepariwisataan tidak lepas dari proses perencanaan yang melibatkan semua unsur dalam pariwisata itu sendiri. Perencanaan pembangunan sector pariwisata yang melibatkan semua unsure pariwisata akan menghasilkan out put yang mengakomodir semua unsur. Unsur-unsur yang dimaksud selain sumber daya manusia yang ada, adalah unsur tempat wisata itu sendiri, unsur materi berupa anggaran pembangunan dan system yang digunakan untuk pengembangan.

Mengenai perencanaan pengembangan pariwisata, Yoeti (1997:5-6) memiliki alasan tersendiri, menurutnya perencanaan menempati posisi vital apabila sektor pariwisata akan benar-benar dioptimalkan. Beberapa penjelasan Yoeti terkait pentingnya hal tersebut antara lain:Memberi pengarahan.Membimbing kerjasama.Menciptakan koordinasi.Menjalin tercapainya kemajuan.Untuk memperkecil resiko.Mendorong dalam pelaksanaan

Menurut Yoeti, perencanaan menempati posisi yang paling depan dan dilakukan dengan optimal sebelum mengambil tindakan penanganan pengembangan. Fungsi perencanaan yang akan memberikan pengarahan terhadap tindakan yang akan diambil memungkinkan minimalisasi kegagalan dalam proses pengembangan yang terlalu over leap. Dengan minimnya kegagalan tersebut, secara otomatis memperkecil resiko atau dampak negative atas usaha yang dilakukan.Program pengembangan pariwisata yang merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh, untuk itu dalam program ini, perencanaan harus dilakukan dengan matang. Dengan perencanaan yang matang, sukses pembangunan pariwisata daerah memberi andil besar dalam rangka pembangunan nasional. Beberapa tahapan yang harus dipahami dalam perencanaan pengembangan sektor pariwisata menurut Yoeti adalah:Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan potensi yang dimiliki.Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi lalu lintas wisatawan pada masa yang akan datang.Sesuai dengan mekanisme hukum pasar, Memperhatikan di daerah belahan dunia mana permintaan (demand) adalah lebih besar dari pada persediaan atau penawaran (supply).Melakukan riset kemungkinan perlunya penanaman modal, baik modal dari investor dalam negeri maupun investor asing untuk pengembangan.Melakukan tindakan konkrit terhadap kekayaan alam yang dimiliki dan memelihara warisan budaya bangsa serta adat istiadat suatu bangsa yang ada.

Mengingat bahwa pengembangan pariwsata harus direncanakan dengan baik agar terintegarsi dengan rencana pembangunan nasional, maka kebijakanpengembangan pariwsata harus cocok dengan tujuan-tujuan umum pemerintah dan Rencana Pembangunan Nasional. Tujuan-tujuan ini, sebagaimana diterapkan dalam bidang pariwisata seperti dikatakan Wahab (1997:191-192) hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:Menarik modal dan keahlian asing (misalnya dalam usaha perhotelan)Meningkatkan pendapatan valuta asing.Memperoleh suatu hasil ganda (multiplier effect) dalam kegiatan ekonomi Negara penerima wisatawan.Mengurangi angka pengangguran atau setengah penganggur, khususnya pada bidang pertanian dengan cara menciptakan lapangan kerja baru.Melestarikan tradisi budaya dan mengurangi lunturnya budaya bangsa.Melindungi lingkungan hidup yang baik dan mencegah terjadinya polusi.Memperluas daerah kunjungan wisata dan mengarahkannya ke pusat-pusat atraksi wisata, di daerah yang penghasilan masyarakat masih rendah.Meningkatkan dan mempertahankan suatu tingkat angka pengembangan modal yang ditanam dalam dalam industry pariwsata yang memadai.Mengembangkan suatu produk wisata kelas satu atau kelas elite atau produk wisata untuk masyarakat biasa secara missal.Mengawasi tingkat inflasi musiman, karena terjadinya peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata pada bulan-bulan tertentu.Membatasi jumlah kunjungan wisatawan dalam prosentase tertentu seimbang dengan jumlah penduduk untuk menghindarkan pencemaran penduduk setempat dan kebudayaannya. Mengindari perluasan industry melanggar atas kawasan industry yang ditentukan, khususnya ke daerah yang bernilai wisata (misalnya daerah wisata pantai yang baik untuk daerah wisata).Mengawasi spekulasi real estate dan menjaga keindahan kualitas sarana-sarana wisata (sehingga para wisatawan tidak merasa kecdewa berlibur disana).

Dipaparkan Wahab (1997:185), perencanaan harus dilakukan secara menyeluruh secara deduktif, dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. Artinya, perencanaan harus dimulai dari hal yang global kemudian diturunkan pada hal yang lebih sektoral. Dalam hal ini, perencanaan pembangunan pariwisata harus dilakukan dari pembuatan rencana secara nasional, yang berujung pada penurunan ke daerah-daerah, bahkan objek-objek tertentu. Sumber-sumber kekayaan yang diteliti itu harus ada kaitannya dengan industry pariwisata dan maksud penyusunannya ke dalam suatu daftar yakni untuk mempersiapkan langkah berikutnya:Untuk menentukan tantangan yang dapat menghambat pencapaian tujuan pariwisata nasional.Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan kita pada taraf nasional dalam mikat calon wisatawan.

Sumber-sumber wisata yang telah didaftar tadi, dapat digolongkan menjadi:Sumber-sumber ekonomi makro-tantangan-tantangan.Sumber-sumber wisata kekuatan dan kelemahannya. (Wahab, 1997:185).

Menjabarkan apa yang dimaksudkan oleh Wahab, dalam pariwisata setidaknya terdapat lima pembedaan tingkat perencanaan yang berbeda, masing-masing:Tingkat I : Rencana Nasional yang menyeluruh

Rencana nasional yang menyeluruh ini menentukan peruntukan sumber-sumber yang dimiliki dan menetapkan tujuan pada taraf nasional, yang siklus perencanaan pariwisata biasanya berada pada keempat tingkat perencanaan berikut.Tingkat II : Rencana Induk Pariwisata Nasional

Biasanya siklus sama lamanya dengan perencanaan nasional yang menyeluruh (biasanya antara empat sampai dengan enam tahun). Tingkat perencanaan ini biasanya disusun oleh Organisasi Pariwsata Nasional (departemen, lembaga, komisi-komisi dan sebagainya) sesuai dengan pedoman garis-garis besar bidang pariwisata yang tertera dalam rencana nasional tadi.Tingkat III : Rencana Tngkat Provinsi atau sektoral

Tingkat ProvinsiDisusun untuk suatu daerah provinsi atau kawasan tertentu oleh suatu organisasi pariwisata tingkat nasional, atau suatubadan campuran atau badan konsultan swasta.Tingkat SektoralDikembangkan untuk suatu sektor kegiatan tertentu atau yang berkaitan dengan pariwisata (misalnya : pusat ski, marina, olahraga berkuda, kawasan pantai, budaya setempat). Biasanya tenggang waktunya lebih singkat sedikit dari suatu perencanaan nasional.Tingkat IV : Program-Program

Pada tahap ini biasanya ditentukan proyek-proyek khusus yang akan dilaksanakan atau diselesaikan khusus untuk tahun anggaran tertentu.Tingat V : Proyek-Proyek

Suatu proyek adalah komponen terpisah dan beridir sendiri dari suatu program tahunan.Perlu ditekankan disini bahwa siklus perencanaan yang telah diuraikan dapat dan harus dipakaipada semua tingkatan perencanaan. Justru sungguh layak dan patans jika suatu perencanaan dikembangkan dengan mencakup didalamnya tujuan, metode, analisis untung rugi, tanggung jawab, batas-batas waktu, pendanaan dan pengawasan.Sebagaimana telah dijabarkan dimuka, pada era otonomi daerah semacam ini, pemerintah kabupaten memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat. Kewenangan yang diatur oleh daerah salah satunya adalah kewenangan bidang pariwisata yang menjadi salah satu pintu diantara pintu lainnya untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk pembangunan daerah secara luas.Kabupaten Wonosobo yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup banyak harus menyadari pentingnya pengembangan potensi pada setiap objek wisata yang ada. Pengembangan sektor pariwisata akan berdampak langsung pada penerimaan PAD setiap tahunnya yang pada akhirnya berujung dengan semakin meluasnya pembangunan dari berbagai arah. Untuk melakukan pengembangan, sekali lagi, perencanaan harus mendapatkan posisi terdepan.Perencanaan pengembangan pariwsata yang baik itu harus melibatkan seluruh stakeholder yang ada didaerah sehingga hasil yang akan diperoleh akan bermanfaat dalam menunjang pelaksanaan pembangunan daerah dan dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Pada gilirannya, kesejahteraan masyarakat akan meingkat ke arah yang lebih baik.Membiacarakan konsep perencanaan, erat kaitannya dengan sumber daya manusia yang ada di Dinas Pariwsata dan Kebudayaan sebagai pelaksana langsung kegiatan pengembangan pariwisata. Beberapa hal yang harus ditekankan antara lain adalah bahwa sumber daya manusia pariwisata yang ada di Dinas Pariwsata dan Kebudayaan harus sudah benar-benar siap dan memiliki pengalaman dan pengetahuan luas mengenai konsep kepariwisataan. Disamping itu, sumber daya manusia yang ada juga harus mengendapankan prinsip pengembangan, bukan prinsip pekerjaan standar tanpa pengembangan kearah yang lebih baik.Sumber daya manusia harus dikembangkan melalui berbagai system pengayaan pengetahuan dan ketrampilan. Upaya ini ditempuh dengan seringnya sumber daya manusia yang ada mengikuti pelatihan, pendidikan dan praktek lapangan terkait dengan keparwisataan. Hal ini juga akan diikuti dengan praktek secara nyata dilapangan yang kemudian mengundang pertanyaan mengenai etos kerja dan kreativitas sumber daya manusia tersebut berbenturan dengan fakta di lapangan.Beberapa catatan mengenai pengembangan sumber daya manusia, secara umum, optimalisasi sumber daya manusia harus dilihat pula pada faktor pendidikan. Problem yang terjadi saat ini berdasarkan data sumber daya manusia yang ada, dari sebagian besar tenaga kepariwisataan yang ada hanya 58,3 persen atau sejumlah 19 orang dari 47 tenaga yang telah mengikuti pelatihan kepariwisataan. Disamping itu, dari jumlah tersebut, rata-rata jurusan pendidikan mereka hanya beberapa yang berkaitan langsung dengan kepariwisataan. Problem semacam ini akan menjadi kendala yang cukup berarti dalam upaya pengembangan kepariwisataan secara umum.Untuk meminimalisir ketidakberhasilan pengembangan sektor pariwisata karena lemahnya pendidikan kepariwisataan, beberapa hal yang dapat ditempuh antara lain dengan menggiatkan sumber daya manusia yang ada dalam praktek di objek wisata dengan pemahaman yang mendalam serta dibekali dengan teori-teori kreativitas untuk pengembangan objek wisata. Tindakan semacam ini perlu dilakukan juga dengan diikuti system pertandingan antar sumber daya manusia dilihat dari keberhasilan pengembangan melalui system perencanaan yang baik dan penerapan atas perencanaan yang telah disusun tadi dengan kreativitas dan inovatif. Konsep Pengembangan Sumber Daya PariwisataUntuk mengetahui pembangunan dan pengembangan sektor wisata secara umum, harus diketahui pula secara mendetail mengenai potensi sumber daya manusia yang ada. Sebelum sampai peningkatan pengembangan secara global, penelitian terhadap aspek-aspek spesifiki sangat diperlukan dalam rangka mengukur kemampuan dan potensi yang dimiliki.

Syamsu, dkk (2001) mengatakan bahwa perencanaan pengembangan suatu kawasan wisata memerlukan tahapan-tahapan pelaksanaan seperti: Marketing Research, Situational Analysis, Marketing Target, Tourism Promotion, pemberdayaan masyarakat dan swasta dalam promosi dan Marketing.Lebih lanjut dijelaskan, untuk menjadikan suatu kawasan menjadi objek wisata yang berhasil haruslah memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut. (1) Faktor kelangkaan (Scarcity) yakni: sifat objek/atraksi wisata yang tidak dapat dijumpai di tempat lain, termasuk kelangkaan alami maupun kelangkaan ciptaan. (2) Faktor kealamiahan (Naturalism) yakni: sifat dari objek/atraksi wisata yang belum tersentuh oleh perubahan akibat perilaku manusia. Atraksi wisata bisa berwujud suatu warisan budaya, atraksi alam yang belum mengalami banyak perubahan oleh perilaku manusia. Selanjutnya, (3) Faktor Keunikan (Uniqueness) yakni sifat objek/atraksi wisata yang memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan objek lain yang ada di sekitarnya. (4) Faktor pemberdayaan masyarakat (Community empowerment). Faktor ini menghimbau agar masyarakat lokal benar-benar dapat diberdayakan dengan keberadaan suatu objek wisata di daerahnya, sehingga masyarakat akan memiliki rasa memiliki agar menimbulkan keramahtamahan bagi wisatawan yang berkunjung. Kemudian, (5) Faktor Optimalisasi lahan (Area optimalsation) maksudnya adalah lahan yang dipakai sebagai kawasan wisata alam digunakan berdasarkan pertimbangan optimalisasi sesuai dengan mekanisme pasar. Tanpa melupakan pertimbangan konservasi, preservasi, dan proteksi. (6) Faktor Pemerataan harus diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat terbesar untuk kelompok mnasyarakat yang paling tidak beruntung serta memberikan kesempatan yang sama kepada individu sehingga tercipta ketertiban masyarakat tuan rumah menjadi utuh dan padu dengan pengelola kawasan wisata.Di Kabupaten Wonosobo, sebenarnya factor-faktor tersebut telah terpenuhi, dimana semua unsur yang ada didalamnya telah ada dan berkembang. Namun perkembangan kepariwisataan Wonosobo justru kurang begitu optimal pengembangannya. Hal ini perlu diselidiki lebih lanjut mengenai factor penyebab dan kemungkinan terjadinya kesalahan tindakan yang dilakukan oleh sumber daya pariwisata yang lain selain potensi objek yang ada.Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah, bahwa keberadaan objek wisata serta sumber daya pariwisata lainnya harus mendapatkan perhatian secara menyeluruh dan bekerlanjutan. Selama ini, kenyataan menunjukkan adanya objek wisata hanya dilihat dari faktor objeknya dan mengesampingkan multiple effect yang ditimbulkan akibat adanya area wisata tersebut. Untuk itu, konsep pengembangan berkelanjutan harus benar-benar dioptimalkan.Menutut Ardiwidjaja (2003), berkelanjutan dapat diartikan kelestarian yang menyangkut aspek fisik, sosial, dan politik dengan memperhatikan pengelolaan sumber daya alam (resources management) yang mencakup hutan, tanah, dan air, pengelolaan dampak pembangunan terhadap lingkungan, serta pembangunan sumber daya manusia (human resources development).Sedangkan Swarbrooke (1998), mengatakan bahwa pada hakekatnya pariwisata berkelanjutan harus terintegrasi pada tiga dimensi. Tiga dimensi tersebut adalah, (1) dimensi lingkungan, (2) dimensi ekonomi, dan (3) dimensi sosial.Selanjutnya berdasarkan konteks pembangunan berkelanjutan, pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai: pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian (conservation, environmental dimention), memberi peluang bagi generasi muda untuk memanfaatkan (economic dimention) dan mengembangkannya berdasarkan tatanan social (social dimention) yang telah ada.Mengutip UU Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, disebutkan bahwa pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan; (1) kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya. (2) nilai-nilai agama, adat istiadat serta pandangan da nilai0nilaiyang hidup dalammasyarakat. (3) kelestarian mutu lingkungan hidup. (4) Kelangsunganusaha pariwsata itu sendiri.Untuk mengjelaskan pengemnai pengembangan pariwsata, Yoeti (2002:52) menetapkan sasaran pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata sebagai berikut:Pertama, mempersiapkan aksesbilitas, fasilitas dan daya tarik pariwisata sedemikian ruap sehingga bila wisatawan berkunjung ke daerah tempat wisata tersebut merasa puas, senang dan sesuai harapannya, harapan tentang alas an ia melakukan perjalanan wisata.Kedua, supaya perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok industry pariwisata memperoleh hasil keuntungan yang berimbang atau proposional dengan volume kunjungan wisatawan ke daerah itu, apalagi bagi pengusaha yang telah menginvestasikan modalnya dalam sector pariwisata untuk pengembalian relative cukup lama.Ketiga, pengembangan yang dilakukan hendaknya sekaligus dapat memberikan perlundungan terhadap kerusakan lingkungan, pencemaran seni dan budaya, kerusakan moral dan kepribadian bangsa, kehancuran kehidupan beragama dan terhindar dari perdagangan narkotika internsional. Ia menekankan pada ekonomi, namun sasaran akhirnya mengingatkan agar sasaran ketiga dianggapnya lebih penting diperhatikan.Daerah biasanya memiliki banyak gagasan atau ide bagaimana meningkatkan peranan pariwisata tersebut, akan tetapi sering dihadapkan pada keterbatasan sumber daya dan keuangan. Bila demikian halnya, karena da keterbatasan-keterbatasan maka harus memilah-milah proyek mana saja yang harus diprioritaskan untuk dikembangkan pertama kali dan proyek mana saja yang dapat dikerjakan belakangan. Istilahnya menyusun skala prioritas pembangaunan pengembangan potensi pariwisata.

Perencanaan StrategisPerencanaan strategis merupakan unsur yang cukup penting dalam rangka pemberdayaan sumber daya pariwisata. Seberapa penting unsur ini tergantung dari seberapa dalam mampu menganalisis fungsi dan manfaat rencana strategis. Menurut Olsen dan Eadie (dalam Bryson 2000:184) perencanaan strategis adalah upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaiman menjadi organisasi (atau entitas lainnya) apa yang dikerjakan organisasi (atau entitas lainnya) dan mengapa organisasi (atau entitas lainnya) mengerjakan hal seperti itu.

Dalam perencanaan pariwsata dilaksankan diberbagai tingkat, dari tingkat makro sampai local atau lebih detil. Tiap level berfokus pada pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang tak jarang pertimbangan tersebut merupakan pertimbangan khusus. Dalam kerangka umum, level tersebut terdiri dari perencanaan pariwisata tingkat internasional (WTO, IATA, WTTC, IFTO, IH&RA, ICCL dan lainnya), di tingkat regional muncul PATA, TCSP dan IOTO sebagai salah satu penggiat rencana strategis (renstra) tersebut.Pada tingkat nasional, kebijakan nasional wisata, rencana structural, pencapaian internasional ke dalam ngeri, fasilitas di tingkat nasional, standar pelayanan, kebijakan penanaman modal dan kebijakan pemasaran merupakan bagian penting dalam renstra. Pada tingkat provinsi, renstra tersusun atas jaringan pencapaian dan kendaraan, fasilitas dan standar pelayanan dan sebagainya. Sementara lebih spesifik lagi pada tingkat objek lebih mengarah pada lokasi bangunan dan fasilitas yang tersedia.Teori perencanaan tidak hanya berdasar pada satu paradigma Perencanaan adalah fasilitasi, atau advokasi, atau intervensi yang bertujuan mengubah proses yang sudah ada. Makin kompleks dan tidak pastinya keberpihakan perencana antara sektor publik dan sektor swasta, antara menuruti atasan, kolega perencana lain, dan publik. Umumnya perencana dituntut untuk dapat mewujudkan keinginan publik/masyarakat.Beberapa pendekatan yang umumnya dilakukan (untuk semua sector dan level, tidak hanya pariwisata) adalah;Pendekatan systemPendekatan komprehensif,Pendekatan integrativePendekatan lingkungan dan bekelanjutanPendekatan strategisDapat diimplementasikan,Perencanaan terpusatPerencanaan dari bawahPenyediaan dan permintaanDalam pendekatan perencanaan tersebut, acapkali beberapa pendekatan digunakan dalam satu upaya penyusunan renstra sekaligus. Hasilnya memang cukup efektif dan tepat sasaran, namun ditengah melakukan analisis mengenai hal tersebut berhadapan pula dengan beberapa problem analisis, khususnya tentang kerumitan processing data. Dalam proses perencanaan, beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain; (1) Analisis, mengenai penyediaan dan permintaan, (2) sintesis, tentang penentuan visi dan misi strategis, (3) Penentuan, mengenai tujuan, sasaran dan pemilihan strategi, (4) Pembuatan rencana dan cara implementasi dan (5) penentuan cara monitoring, evaluasi dan koreksi.

Menurut cara pandang Olsen dan Eadie (dalam Bryson 2000:189), dalam proses perumusan perencanaan strategis harus meliputi komponen-komponen dasar yang teridir dari :Pernyataan misi dan tujuan umum (overall mission and goals statement), yang dirumuskan oleh para pimpinan (eskekutif) manajemen dan menekankan pemikiran strategis yang dikembangan dengan target-target kedepan.Analisis lingkungan (environmental scan or analiysis), dengan menidentifikasi dan menilai serta mengatisipasi faktor-faktor eksternal dan kondisi yang harus diperhitungkan untuk bahan memformulasikan strategi organisasi.Memeriksa keadaan dan sumber daya internal (internal profile and resource audit), dengan menevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi, sehingga dapat dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan strategis.Melaksanakan dan mengawasi rencana strategis (the implementation and control of the strategic plan).

Selain komponen-komponen diatas dalam proses perencanaan strateigs ada pula tahapan-tahapan dalam proses perencanaan strategis yang dapat pula dikatakan seabgai komponen yang peril diperhatikan dalam upaya menyuns renstra. Osborne dan Gaebler (1999:43) memandang beebrapa hal terkait dengan ini:Analisis situasi, baik internal maupun ekstrenal (analysis of the situation, both internal and eksternal).Diagnosis, atauidentifikasi isu-isu kunci (diagnosis, or identification of the key issues facing the organization).Mendefinisikan misi organisasi (definition of the organizations fundamental mission).Mengartikulasian tujuan dasar organisasi (articulation of the organizations basic goals).Menciptakan sebuah visi: keberhasilan seperti apa yang diinginkan (creation of a vision: what success looks like).Mengembangkan suatu strategi untuk meralisasikan visi dan tujuan-tujuan (development of a strategy to realize the vsion and goals).Mengembangkan jadwal untuk melaksanaan strategi (development of a timetable for that strategy).Mengukur dan mengevaluasi hasil (measurement and evaluation of results)

Dalam rangka penyusunan perencanaan strategis tersebut, beberapa proses yang diperlukan antara lain:Merumuskan visi dan misi organisasi.Melakukan analisis SWOT dalam rangka identifikasi lingkungan internal dan eksternal.Mengidentifikasi isu strategisMerumuskan strategi untung mengelola isu.Implementasi.

Visi menempati urutan pertama karena keberadaan visi sangat penting, khususnya untuk langkah kesuksesan masa depan yang menjadi impian realistis. Visi merupakan sesuatu yang dicita-citakan, nilai yang hendak dikejar atau kondisi ideal di masa depan yang ingin diwujudkan. Bryson (1995:184) mengemukanan tentang visi sebagai suatu deskripsi yang jelas dan ringkas tentang organisasi atau komunitas harus seperti apa ketika organisasi tersebut berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya.Fungsi visi bagi suatu organisasi adalah memberikan arahan kepada organisasi, kemana arah organisasi akan menuju. Visi yang jelas juga akan mendorong anggota organisasi melakukan perubahan untuk menuju kepada visi, atau dengan katalain visi merupan driving forces perubaha. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi menjadi langkah-langkah strategis yang kemudian harus diambil dalam upaya merealisasikan visi. Misi memberi gambaran global mengenai langkah-langkah strategis seperti apa yang perlu diambil.Perumusan suatu rencana strategi untuk pengembangan potensi pariwisata harus mencakup semua strategi, baik untuk daerah tujuan wisata itu sendiri maupun untuk perusahaan-perusahaan yang berkegar dalam usaha pariwata yang terlibat dalam kegiatan pariwisata di daerah. Rencana strategi hendaknya mencakpu program dan kegiatan yang kini sedang dilaksanakan dengan memperhatikan, apakahah kegiatan dan program tersebut relevan dengan kondisi yang terjadi di daerah.Kolter dan Fox (dalam Yoeti, 2002:1) mengingatkan perumusan suatu strategi harus berdasarkan dan berpedoman kepada: environment analysis, resource analysis dan goal formulation steps. Dalam perumusan strategi suatu daerah tujuan wisata, dianjurkan untuk melakukan tiga tingkatan, yaitu: pertama, melakukan analisis terhadap perusahan-perusahaan kelompok industry pwariwsata ang terdapat di daerah tujuan wisata tersebut. Kedua, penyusunan strategis yang menyangkut kebijakan pemerintah daerah tentang pengembangan pariwisata, dan ketiga, strategi pengembangan pariwisata secara regional menyangkut aksesibilitas, fasilitas, objek dan atraksi wisata dan sarana pendukung lainnya.

Konsep Perumusan Strategis dalam Pengembangan Sumber Daya ParwisataDari teori perumusan strategis yang telah dikemukakan dimuka, untuk menjabarkannya pada dataran teknis, perlu dilakukan pengonsepan perumusan strategis dalam pengembangan sumber daya pariwisata. Konsep tersebut merupakan unsur turunan yang akan menjadi pemandu menyusun program-program teknis dalam rangka pengembangan pariwisata secara umum.

Untuk membuat suatu rumusan strategi bagi Pemerintah Kabupaten Wonosobo, khususnya untuk Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam mengembangkan potensi pariwisata sebagaimana yang penulis harapkan dalam penyusunan tesis ini, penulis menggunakan pendekatan perencanaan strategis pada langkah-langkah proses perencanaan strategis yang dikemukan oleh Bryson (1995:55) yakni:Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis.Mengidentifikasi mandate organisasi.Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi.Menilai lingkungan ekstrnal : peluang dan ancaman.Menilai lingkungan internal : kekuatan dan kelemahan.Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi.Merumuskan strategi untuk mengelola isu.Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan.

Adapun terkait dengan langkah-langkah yang dirumuskan Bryson tersebut, secara umum akan digunakan oleh penulis sebagai pendekatan untuk perumusan perencanaan strategis. Langkah-langkah tersebut apabila dijabarkan dalam skema besar adalah:Mengidentifikasi mandat organisasiAnalisis terhadap lingkungan strategis, berupa; Penilaian LIngkungan Internal Mengacu pada 3 kategori utama, yaitu:Sumber Daya (input)

Merupakan kumpulan dari faktor-faktor yang tersedia yang dikendalikan atau dimiliki oleh suatu organisasi. Sumber daya merupakan input proses produksi organisasi seperti kemampuan staf, anggaran serta sarana dan prasaran pendukung. Kelangkaan sumber daya tetap merupakan hambatan bagi pelaksanaan kegiatan organisasi. Suatu rencana apabila tidak didukung oleh mobilisasi sumber daya yang layak, tidak akan dapat diubah menjadi suatu tindakan. Perkiraan sumber daya akan terutama memperhatikan implikasi financial, sebagai kondisi apriori dari karakter investasi dalam rencana tindakan.

Strategi sekarang (proses)

Strategi sekerang menyangkut strategi yang telah dilakukan sekarang. Untuk itu makan perumusan strategi yang dilkaukan tersebut pada dasarnya perlu memedomani para pemimpin dalam menetapkan aktivitas yang akan ditekuni organisasi, tujuan akhir yang ingin dicapai. Ancangan formulasi strategi merupakan penyempurnaan dari ancangan perencanaan jangka panjang. Proses untuk membuat strategi biasanya perlu diawali dengan menetapkan visi-misi organisasi sampai penetapan strategi.

Kinerja (output)

Kinerja suatu organisasi public khususnya pemerintah merupakan hasil kerja dan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan atau dengan kata lain kemajuan dan kinerja suatu organisasi public sangat tergantung kepada kemampuan dan etos kerja para stakeholders yang berkepentingan dengan organisasi. Kemampuan dan etos kerja dimaksud adalah kemampuan dan etos kerja di dialam mengoptimalkan dimensi-dimensi territorial aktivitas organisasi public baik pada aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan teknologi, implicit kemampuan menciptakan kesejahteraan setiap warga masyarakat maupun stakeholders.

Penilaian lingkungan eksternal mengacu pada 4 kategori, yaitu:Faktor Politik

Dalam faktor ini perlu mendapatkan perhatian dan harus disimak dan dinilai degan cermat meliputi; (a) kondisi kestabilan politik dalam negeri, stabilitas politik dalam negeri memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendapatkan otonomi yang lebih luas dan nyata. Pada tingkat internasional, perlu dipelajari tentang iklim politik internasional, di kawasan-kawasan tertentu dan beberapa Negara yang tekait dengan kegaitan pembangunan. (b) Konsistensi dari kebijakan dan peraturan daerah, konsistensi dari kebijakan dan peraturan pemerintah sangat diharapkan agar proses manajerial organisasi public pada tingkat di bawahnya akan berjalan sesuai dengan yang direncankan. Konsistensi yang dimaksud adalah kebijakan, peraturan-peraturan maupun undang-undang.

Faktor Ekonomi

Yang dimaksud engan faktor ekonomi adalah berbagai faktor di bidang ekonomi dalam lingkungan mana suatu organisasi bergerak atau beroperasi. Karena pola konsumsi dipengaruhi oleh kesejahteraan relative berbagai segmen pasar, dalam perencanaan strategis setiap organisasi harus mempertimbangkan kecenderungan ekonomi di segmen-segmen yang mempengaruhinya.Dalam faktor ekonomi yang perlu disimak dan dinilai adalah: a) situasi ekonomi saat ini dan arah perubahan pada masan yang akan dating, ditngkat nasional, regional dan internasional. b) Kondisi saat ini dan arah perubahan dari tingkat pertumbuhan ekonomi yangmeliputi antara lain: produk domestic regional buto (PDRB), ketersediaan modal dan tingkat pendapatan.

Faktor Sosial

Dalam bidang sosial, faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dan dinilai antara lian yang berkaitan dengan: nilai0nilai yang dianut, sikap, pandangan dan pola hidup dan kebudayaan. Pada aspek lain perubahan sosial yang merupakan suatu perubahan yang dinamis, yang terus menerus terjadi sebagai hasil suatu usaha manusia untuk mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan faktor-faktor lainnya, agar dapat memuaskan kebutuhan (need) dan keinginan (want) mereka. Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dinilai adalah; jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, pendidikan dan pola hidup.

Faktor Teknologi

Untuk menghindari keusangan dan mendorong inovasi, organisasi harusmewaspadai perubahan teknologi yang mungkin mempengarhuinya. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat membuka kemungkinan terciptanya produk baru, penyempurnaan produk yang sudah ada atau penyempurnaan dalam teknik produksi dan pemasaran. Terobosan teknologi dapat mempunyai dampak segera dan dramatic atas lingkungan organisasi, terobosan teknologi dapat membuka pasar dan produk baru yang canggih. Dengan perubahan teknologi yang pesat, adalah penting bagi organisasi untuk segera teliti mengamati elemen yang berbeda dalam segmen teknologi.

Identifikasi isu-isu strategis

Langkah ketiga ini merupakan langkah yang paling penting dalam rangka merumuskan strategi pengembangan sector pariwisata, karena menurut Bryson (2000: 161) mengidentifikasi isu-isu strategis adalah jantung dalam proses perencanaan strategis.Dari beberapa isu yang telah teidentifikasi, maka untuk mengetahui ukuran tentang bagaiman stragisnya suatu isu dengan menggunakan litmus test. Untuk lebih jelas, dapat dilihat dari table dibawah ini:Tabel II.1Litmus Test untuk Isu-isu StrategisPemerintah Kabupaten Wonosobo dalam Pengembangan Potensi PariwisataNoPertanyaanSkor 1Skor 2Skor 31Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada dihadapan organisasi?SekarangTahun depanDua tahun atau lebih dari sekarang2Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada organisasi?Instansi tunggalBeberapa instansiSeluruh instansi3Seberapa banyak resiko keuangan/eluang keuangan instansi andaKecil (kurang dari 10 persen)Sedang (antara 10-25 persen)Besar (lebih dari 25 persen)4Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan memerlukan:Pengembangan sasaran dan program pelayanan baru?Perubahan signifikan dalam sumber-sumber keuangan/anggaran?Perubahan signifikan dalam peraturan perundang-undangan?Penambahan atau modifikasi fasilitas utama?Penambahan staf yang signifikan?

Tidak

Ya5Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan isu?Jelas siap diimplemntasikanParameter luas agak terperinciTerbuka luas6Tingkat manajemen terendah manakah yang dapati menetapkan bagaimana menaggulangi isu?Staf liniKepala sub dinasKepala dinas7Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini tidak diselesaikan?Ada gangguan inefisiensiKekacauan pelayanan, kehilangan sumber danaKekacauan pelayanan jangka panjang dan biaya besar/penghaislan merosot8Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang dipengarhui dan dilibatkan dalam pemecahan?Tidak adaSatu sampai tigaEmpat atau lebih9Bagaimana sensivitas atau charged isu ini terhadap nilai-nilai sosial, politik, religious dan cultural komunitas?LunakSedang kerasSumber: Bryson (2000: 184)

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

Jenis PenelitianDalam penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan metodologi ini memungkinkan untuk menyajikan data yang dapat memberikan gambaran atau mendeskripsikan secara sistematis, factual dan akurat terhadap objek yang diteliti. Metode ini merupakan salah satu dari beberapa jenis penelitian yang dinilai paling cermat dalam mengukur fenomena tertentu.

Menurut Jazuli Akhmad dan Nur Widiastuti (2010:13) penelitian deskriptif adalah pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertannyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian. Tipe yang palin gumum adalah penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan atau prosedur.Dari pengertian diatas, ada dua kemungkinan yang dapat diambil dalam penelitian menggunakan metode ini, yakni mengumpulkan data untuk diuji hipotesis dan menjawab pertanyaan mengenai situasi terakhir dari obyek penelitian. Dalam penulisan ini, penulis mengembangkan konsep menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Terkait dengan penelitian ini, yang dimaksud orang dalam lingkungan hidupnya adalah mereka yang terlibat dalam pengembangan potensi pariwsata, yaitu pemerintah daerah, stakeholders, yang terkait dengan pariwisata dan masyarakat yang mengenal dampak dari pengembangan pariwisata.Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka penlis akan melakukan penelitian terhadap bagaiman aupaya-upaya yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam rangka mengembangkan sector pariwisata, dimana potensi pariwsata sangat besar tetapi tidak dikelola secara professional sehingga akan mendatngkan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Aspek yang DitelitiDalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pembahasan pada aspek sebagai berikut;Misi dan Mandat Organisasi

Misi adalah tujuan yang hendak diwujudkan pemerintah Kabuaten Wonosobo dalam upayanya mengembangkan potensi pariwisata di daerahnya. Sementara pengamatan terhadap faktor misi adalah apa yang hendak diwujudkan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo apabila mandate tersebut dilaksanakan.Sedangkan madat adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam pengembangan potensi pariwisata. Faktor yang diamati adalah seluruh tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo.

Lingkungan Internal

Lingkungan internal yaitu berbagai faktor lingkungan yang berada di dalam tubh organisasi pemerintah daerah yang berkaitan dengan pariwsata yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap pencapaian visi, misi dan mandate organisasi yang merupakan kekuatan dan kelemahan organisasi yang meliputi antara lain;Faktor Sumber Daya (Input) yaitu gambaran sumber daya, anggaran/dana, fasilitas/sarana dalam rangka pengembangan potensi pariwisata oleh Pemerintah Daerah.Faktor Strategi (proses), yaitu gambaran strategi pengembangan potensi parwisata yang telah ditetapkan di Kabupaten Wonosobo yang dapat dikaji melluik kebijakan apa yang telah dilakukan pemerintah kabuapten dalam memanfaatkan sumber daya, dana, SD,M, fasiltas yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk pengembangan potensi pariwisata.Faktor Kinerja (output), yaitu gambaran hasil yang telah dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam rangka melakukan pengembangan potensi pariwisata.

Lingkungan Eksternal

Yang dimaksudkan dengan lingkungan eksternal adalah berbagai fkator lingkungan yang berda di luar organisasi Pemerintah Kabupaten Wonosobo yang dapat mempengarhui secara langsung atau tidak langsung terhadap pencapaian visi dan misi di sector pariwisata.Faktor Politik, yaitu menyangkut berbagai kebijakan pemerintah, khususnya di bidang pariwisata atau yang memiliki keterkaitan dengan bidang tersebut dimana dapat memberikan dampak langsung atau tidak langsung terhadap pengembangan potensi pariwisata, yaitu komitmen-komitmen politik, perungang-undangan, pemgbanungan dan sebagainya.Faktor Ekonomi, yaitu berbagai kecenderungan dinamika perekonomian di luar sector pariwisata yangmemberikan dampak langsung atau tidak langsung terhadap pengembangan sector pariwisata.Faktor Sosial, yaitu berbgai gambaran keadaan sosial budaya masyarakat yang memberikan dampak langsung atau tidak langsung terhadap pengembangan potensi pariwisata berupa kebiasaan hidup (lifestyle) maupun budaya masyarakat.Faktor Teknologi, yaitu perkembangan teknologi yang memberikan dampak langsung atau tidak langsung tehadap pengembangan potensi pariwisata.

Teknik Pengumpulan DataUntuk kepentingan pengumpulan data, beberapa pendekatan yang penulis lakukan adalah:

Pengamatan (Obeservasi)

Yaitu melakukan pengamatan secara langsung berkaitan dengan kondisi lokasi penelitian maupun terhadap hal-hal lain yang terkait dengan tujuan penelitian, untuk mendapatkan data yang obyektif.

Wawancara (interview)

Teknik wawancara atau interview merupakan teknik dalam pengumpulan data yang dilakukan dengan Tanya jawab secara bebas namun tetap terarah, maksudnya bahwa dalam melakukan wawancara, peneliti tetap berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan. Tidak terlepas dari itu peneliti juga akan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya spontan untuk menunjang data-data penelitian ini. Wawancara diarahkan kepada pihak-pihak yang memiliki keterlibatan langsung dengan penelitian ini.

Studi Dokumenter

Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan denganpenelitian ini berupa catatan-catatan, arsip-arsip dan kumpulan peraturan perundang-undangan, sertalaporan-laporan dari dinas-dinas terkait dengan penelitian ini.

Sumber DataDalam rangka pengumpulan data yang menunjang penelitian ini, maka peneliti akan menetapkan sumber data sesuai dengan data yang dibutuhkan. Untuk itu maka peneliti menetapkan beberap aorang sebagai sumber data sebagai berikut : Kepala Bagian Pemasaran Sekreatiat Daerah Kabuapaten Wonosobo, Kelaa Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Dinas Perhubungan, Kepala Bappeda, Kepala Cabang PT Telkom, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan sebagainya.

Teknik Analisis DataDalam menganalisis data yang akan diperoleh dalam penelitian ini, maka penulis akan mempergunakan teknik analisis kualititatif, yaitu teknik analisis yang dilakukan mellaui pemikiran logis, baik secara induktif, deduktif, analogi, maupun komparatif dengan tujuan untuk memperoleh suatulangkah strategis dalam pengembangan pariwisata.

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diproses dengan analisis data yang mengacu pada model perencanaann strategis dan dalam hal ini dibagi dalam pbeberapa tahapan proses, yakni;Mengidentifikasi visi, misi dan madat organisasi, dengan menanalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku.Analisis SWOT : yaitu dengan menganalisis data sekunder maupun data primer untuk menilai lingkungan internal berupa kekuatan dan kelemahan denganmemantau sumber daya (input), strategi (proses) dan kinerja (output). Lingkungan kesternal berupa peluang dan ancaman dengan memantau berbagai kekuatan kecenederungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi.Mengidentifikasi isu-isu strategis; dalam proses identifikasi isu strategis selain berpegang pada hasil analisis SWOT juga harus tidak terlepas dari visi dan misinya sehingga strategi yang akan dikembangkan akan menuju pada pencapaian visi dan misi tersebut.

Bryson mengemukakakn ada empat pendekatan untuk merumuskan isu strategis yaitu: 1) Pendekatan langsung (the direct approach); 2) pendekatan sasaran (the goals approach) dan 3) Pendekatan visi kebehrasilan (the vision of the success approach).Pendekatan langsung meliputi jalna lurus dari ulasan terahdap mandate, misi dan SWOT (kekuatan-kelemahan-peluang dan ancaman) hingga identifikasi isu-isu strategis. Pendekatan ini merupakan yang tebaik ketika tidak adak kesepakatan tetnang sasaran (goals), atau jika ada kesepakatan tentang sasaran, maka sasaran itu sendiri terlalu abstrak untuk digunakan. Dengan kata lain pendekatan langsung akan bekerj sangat baik ketika tidak ada kesesuaian nilai. Pendekatan langsung akan sangat baik jika tidak ada visi keberhasilan sebelumnya dan megembangkan visi berdasarkan konsensus akan terlalu sulit.Pendekatan sasaran dapat bekerja jika kesepakatan yang agak luas dan mendalam tentang sasaran dan tujuan organisasi serta jika sasaran dan tujuan itu cukup terperinci dan spesifik untuk memandu pengembangan strategi. Pendekatan ini juga dapat diharapkan bekerja ketika ada struktur otoritas herarkis dengan para pemimin di puncak dapat memksakan ssaran itu pada keseluruhan system. Pendekatan ini lebih mungkin bekerja dalam organisasi public yang berfungsi tunggal dari pada dalam situasi multi organisasi atau multi fungsi.Pendekatan visi keberhasilan menjadi sangat berguna jika organisasi kesulitan mengidentifikasi isu-isu strategis secara langsung. Jika tidak ada kesepakatan sasaran dan tujuan yang terperinci dan spesifik serta akan sulit mengembangkan strategi, dan jika perubahan drastic mngkin diperlukan. Pendekatan ini lebih mungkin bekerja dalam organisasi nirlaba ketimbang organisasi public.Mengingat bahwa Pemerintah Kabupaten Wonosobo adalah organisasi public, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan langsung yaitu setelah identifikasi imisi,mandate dan SWOT langusng melakukan identifikasi isu-isu strategis.Mengevaluasi isu strategis, berdasarkan isu-isu strategis yang telah ditetapkan pada tahap ketiga, maka tahap ini bertujuan untuk mengukur tingkat kestrategisan suatu isu dengan mempergunakan alat ukur berupa litmus test.Merumuskan Program Strategis: program strategis disusun sebagai respon terhadap isu-isu strategis yaitu apa yang akan dilakukan oleh organisasi untuk menanggulangi isu. Pada tahap ini dirumuskan rencana langkah-langkah strategis, alternatif kebijakan mendasar yang akan dilalkukan untuk menanggulangi atau menjawab isu strategis.

BAB IVHASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Visi, Misi, Mandat Kabuaten Wonosobo dan Strategi Kebijakan Sektor PariwisataMenjabarkan visi, misi dan mandate Kabupaten Wonosobo terkait dengan perihal pengembangan sumber daya pariwisata merupakan langkah awal sebelum melakukan analisis mendalam mengenai hal tersebut yang selanjutnya akan digunakan sebagai kerangka acuan dalam rangka menyusun program dan teknis pelaksanaan pengembangan pariwisata.

Perihal pembangunan pariwisata ini, Kabupaten Wonosobo memiliki visi Mewujudkan Wonosobo sebagai daerah tujuan wisata utama (main tourism destination) di Indonesia yang berkualitas dan bernilai ekonomis tinggi, dengan cirri khas wisata alam (natural tourism) yang mampu menampilkan inovasi dan kreasi baru berdasarkan indigenous value dari potensi yang ada.Dengan adanya visi tersebut, Pemerintah Kabupaten Wonosobo terus melakukan berbagai upaya kegiatan agar visi tersebut secara bertahap dapat terealisasi. Dalam penerapan visi tersebut, Pemerintah Kabupaten Wonosobo kemudian menurunkan visi tersebut kedalam konsep-konsep yang lebih teknis berupa misi pengembangan pariwisata. Spillane, James (2001:21) mengemukanan misi adalah tujuan (prupose) yang unik yang membedakan dari perusahaan/organisasi lain yang sejenis dan mengidentifikasi cakpuan operasinya.Pengembangan pariwisata di Kabupaten Wonosobo merupakan bagian dari pembangunan pariwisata nasional dan wilayah pengembangan wisata. Hal ini berarti misi yang akan dilaksanakan disusun dalam kerangka misi pengembangan pariwisata nasional dan wilayah. Namun demikian, penyusunan misi pengembangan pariwisata Kabupaten Wonosobo tetap akan mempertimbangkan karakteristik wisata yang ada serta visi pengembangan pariwisata akan dicapai.Hasil dari analisis penyusunan misi tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo adalah:Mengembangkan produk wisata yang variatif dengan tingkat pelayanan tinggi sehingga mampu menarik dan menahan wisatawan yang dating berkunjung.Memperbesar penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari sector pariwisata.Mampu berperan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.Memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat luas.Berorientasi pada pengembangan usaha skala kecil dan menengah.Menjadikan pariwisata sebagai agen pelestari adat dan budaya serta lingkungan. Mampu mendukung kegiatan pembangunan dan pengembangan wilayah seara umum.Membentuk suatu kesadaran dari stakeholders, pengusaha di bidang pariwisata dan masyarakat untuk mengembangkan pariwisata yang ramah lingkungan baik fisik maupun non fisik sehingga pengembangan pariwsata dapat diterima secara sosial (sosiocultural acceptable) dan ekologis (ecologically sustainable).

Analisis Lingkungan InternalAspek Input (Sumber Daya)

Aspek sumber daya merupakan aspek yang paling penting, gabungan dari unsur ini merupakan energy yang menentukan apakah kepariwisataan dapat berjalan sesuai dengan harapan atau tidak. Aspek input sendiri meliputi sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya sarana dan prasarana, informasi dan budaya organisasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam rangka pengembangan potensi.

Sumber Daya Manusia

Aspek sumber daya manusia (SDM) adalah aparartur yang ada di jajaran Pemerintah Kabupaten Wonosobo, lebih spesifik tenaga yang dimiliki Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Saat ini secara kuantitas, jumlahnya masih harus diperhitungkan ulang untuk kabupaten yang memiliki potensi wisata cukup besar. Betapa tidak, SDM yang dimiliki oleh instansi tersebut apabila dibandingkan dengan beban kerja yang harus ditanggung memiliki jarak yang cukup jauh, akibatnya satu SDM diwajibkan untuk mengerjakan pekerjaan yang seharusnya untuk dua atau tiga orang tenaga. Pada instansi-instansi tersebut, jumlah pengawainya kurang memenuhi target, kekurangan jumlah pegawai ini diakibatkan oleh Kabupaten Wonosobo merupakan kabupaten yang baru dimekarkan. Untuk itu pemerintah daerah berupaya untuk memenuhi target jumlah pegawai dengan melakukan rekrutmen sesuai dengan kemampuan yang tersedia.Sementara itu, apabila ditinjau dari sisi kualitas, kondisinya tidak kalah memprihatinkan, betapa tidak dari jumlah SDM yang ada, masih banyak egawai yang mempunyai latar belakang pendidikan kurang memadai. Sesuai hasil obeservasi yang dilakukan pada masing-masing dinas, kantor, instansi maupun badan di Kabupaten Wonosobo, dimana pegawai yang berlatar belakang pendidikan sarjana S1 pada masing-masing instansi hanya sebanyak 15 persen dari jumlah pegawai yang ada.Spesifik ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, sumber daya aparatur khusus di bidang kepariwsataaan sampai dengan saat ini belum ada. Hal init erlihat dari seluruh jumlah pegawai di Kabupaten Wonosobo hanya satu orang yang mempunya latar belakang pendidikan kepariwsataan. Akibatnya dalam rangka upaya pengembangan pariwisata maupun dalam rangka penyusunan rencana pengembangan pariwisata masih mengalami banyak kendala.Untuk mengubahnya, tampaknya Pemerintah Kabupaten Wonosobo harus melakukan langkah antisipasi dengan dengan mengikutsertakan para pegawai khusus untuk menangani urusan kepariwisataan dengan mengikuti pendidikan maupun pelatihan bidang kepariwisataan.Terkait dengan persoalan sumber daya manusia tersebut, maka di Bagian Pesaran Sekretariat Daerah Kabupaten Wonosobo yang diserahi keewenangan untuk menangani urusan kepariwsataan di Kabupaten Wonosobo dari sisi kuantitas hanya diperkuat dengan 15 orang pegawai yang melakukan aktivitas sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Komposisi 15 orang pegawai yang ada pada bagian tersebut dibagi menjadi empat sub bagian.Secara kuantitas, jumlah tersebut juga sangat tidak memadai apabila dibandingkan dengan volume kerja dan rutinitas yang begitu padat. Sementara ditilik dari sisi kualitas, rata-rata pegawai yang ada pada bagian tersebut belum memdai pula. Hal ini dikarenakan Dinas Pariwsata dan Kebudayaan merupakan hasil gabungan dari dua macam dinas, masing-masing Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Sub Bdinas Kebudayaan yang tadinya berada di bawah Dinas Pendidikan. Kemudian, berbagai macam mutasi pegawa dan wajar apabila dilihat dari kedua tolok ukur tersebut keberadaan sumber daya manusia tidak memenuhi target.Menilik pada internal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, ternyata sumber daya manusia yang ada secara kualitas juga masih belum memadai, hal ini akan tampak jelas pada table dibawah ini:Tabel IV.1Susunan Kepegawaian Menurut Tingkat PendidikanPada Dinas Pariwisata dan KebudayaanKabupaten WonosoboTahun 2010

NoPendidikanJenis KelaminJumlahProsentase

LP

Pendidikan Formal1SD5-510,632SMP2-24,253SMA1341736,174Sarjana Muda/Diploma26817,025S.1951429,786S.21-12,12Jumlah321547100Latihan Jabatan1Diklat Pim IV1061634,042Diklat Pim III

336,383Diklat Pim II---0Jumlah1091940,42Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, diolah

Berdasarkan table diatas, diketahui bahwa tingkat pendidikan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo sangat tidak memadahi karena didominasi oleh lulusan SMA sederajat sebanyak 36,17 persen. Disamping itu, tenaga yang belum mengikuti pelatihan jabatan juga terbilang cukup banyak yang prosentasenya mencapai 59,68 persen.Pengalaman pendidikan dan pelatihan dibidang pariwisata yang belum memadai tersebut, membuat para pegawai bekerja hanya berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang harus dikerjakan. Sementara kreativitas dan inovasi tidak terlalu Nampak kental dalam nuansa kerja para pegawai. Fakta tersebut membuat sangsi ketika harus menyusun perencanaan pengembagan pariwisata sesuai dengan target dan tujuan yang dikehendaki.

Sumber Dana/Anggaran

Anggaran adalah salah satu sumber daya yang cukup vital untuk mendapatkan perhatian. Operasional tugas-tugas rutin maupun pembangunan yang harus dilakukan tergantung dari jumlah faktor ini, apabila mendapatkan prosi yang kecil, maka rencana pembangunan yang sudah tertata sedemikian bagusnya akan runtuh dengan sendirinya. Ketersediaan anggaran dan kemamuan mengelola dan memanfaatkannya secara optimal sangat mempengaruhi produktivitas bahkan bermuara pada keberhasilan kinerja organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang berkaitan langsung harus terlibat aktif dalam menentukan anggaran yang dibutuhkan untuk realisasi perencanaan.Dalam program pembangunan daerah (Properda) Kabupaten Wonosobo 2006-2010, disebutkan bahwa kebijakan sector pariwisata menjadi bagian dari pembangunan bidang ekonomi. Arah kebijakan pariwisata dan kebudayaan adalah meningkatnya peran pariwiasata sebagai sector andalan yang mampu menggalakkan ekonomi termasuk kegatan sector lain, sehingga dapat meningkatkan lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, pendapatan Negara dan meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan potensi kepariwisataan.Properda tersebut mengisyaratkan dilakukannya program-program teknis, seperti :Program pengembangan obyek wisataProgram pengembangan penyuluhan tenaga kepariwisataanProgram pengembangan promosi dan pemasaran wisataProgram pengembangan sarana dan prasarana pariwisata, danProgram pelestarian dan pengembangan budaya Wonosobo.

Sementara itu, dari data yang dilansir Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam tahun anggaran 2010, sedikitnya ada lima program besar yang akan diusung. Masing-masing dapat dilihat dari table berikut;Tabel IV.2.Rincian Program dan REalisasiDinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten WonosoboTahun Anggaran 2010NoPROGRAMREALISASI ANGGARAN1Program Pengembangan Pemasaran PariwisataRp. 330.000.000,-2Program Perencanaan Pembangunan DaerahRp 750.000.000,-3Program Peningkatan Sarana dan Prasarana AparaturRp 50.000.000,-4Program Pengembangan Nilai BudayaRp. 150.000.000,-5Program Pelayanan Administrasi KantorRp. 276.369.750,-JumlahRp. 1.556.369.750,-Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, diolahMelihat anggaran jumlah tersebut, maka dana yang disediakan oleh pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam upaya pembangunan sumber daya pariwisata dinilai telah mencukupi. Hal ini menunjukkan, Pemerintah Kabupaten Wonosobo sudah mulai memahami betapa pentingnya upaya pengembangan pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta multiple effect yang ditimbulkan karenanya untuk masyarakat disekitarnya.Pada model pemerintahan otonomi daerah, peran legeslatif dalam menentukan angka-angka penganggaran sangat terlihat paling mencolok. Dimana setiap angka yang ditetapkan adalah bagian dari campur tangan mereka sejak mulai pengusulan anggaran dari masing-masing dinas. Untuk itu, komitmen para anggota dewan dalam upaya pengembangan pariwisata di Kabupaten Wonosobo sangat diharapakan.

Sarana dan Prasarana

Pengembangan pariwisata adalah kegiatan yang tidak dapat terpisah dari sarana dan prasarana umum dan berperan sebagai faktor penunjang produk wisata. Gambaran kondisi sarana dan prasarana umum mencakup sarana fasilitas kesehatan, keamanan dan peribadatan, sedangkan gambaran kondisi prasarana mencakup transportasi, air serta telekomunikasi.Dalam hal sarana umum berupa fasilitas kesehatan, keamanan, peribadatan dan lainnya di Kabupaten Wonosobo sudah terbilang cukup baik. Iklim keamanan yang kondusif serta fasilitas kesehatan yang cukup dan tempat peribadatan yang ada hampir disetiap tempat wisata memberi dampak positif terhadap upaya pengembangan pariwisata.Sayangnya, prasarana yang ada kurang begitu mendukung, terutama dalam hal transportasi. Di beberapa objek wisata, tidak ada jalur trasportasi umum yang memungkinkan wisatawan dapat mengunjungi beberapa tempat sekaligus dengan satu kendaraan. Disamping itu, terbelit pula dalam hal sarana berupa jalan aspal yang belum menjangkau atau terdapat banyak kerusakan untuk mengakses tempat wisata tersebut.Sementara itu diinternal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, beberapa hal yang perlu mendapatkan evaluasi antara lain keberadaan gedung yang terpisah antara Bidang Pariwisata dan Bidang Kebudayaan. Terpisahnya gedung meski tidak terpaut jauh, namun memberi dampak besar terhadap pola komunikasi yang dibangun. Sementara itu, gedung tourist information center (TIC) kurang begitu terawat keberadaannya kendati tempatnya sudah sangat strategis, yakni tepat di depan alun-alun kota Wonosobo.

Informasi

Untuk melakukan perencanaan strategis dalam pengembangan pariwisata memerlukan informasi yang mendalam dan akurat. Informasi tersebut diperlukan dalam upaya pengambilan keputusan dalam rangka pengembangan pariwisata dan dalam rangka mengantisipasi perubahan-perubahan yang cepat beruba di masa yang akan datang.Dengan kemampuan mengakses informasi yang cepat, valid dan actual sangat mendukung pelaksanaan kinerja para pegawai sehingga nantinya memudahkan dalam pengambilan kebijakan dan kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Informasi mengenai potensi wisata yang ada di kabupaten Wonosobo saat ini mulai diupayakan dengan menysun data-data mengenai profil kepariwisataan yang ada, membuat stiker-stiker, brosur, maupun iklan-iklan yang terkait dengan potensi wisata yang ada.Selain itu, langkah promo juga dilakukan melalui internet dan penggunaan pihak ketiga untuk memasarkan produk wisata. Pihak ketiga yang dimaksud adalah perhotelan, biro perjalanan wisata, serta pihak lain yang memiliki andil besar dalam pengembangan potensi wisata. Secara umum, pemasaran produk wisata sudah cukup bagus.Problem yang terjadi justru di internal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sendiri yang seringkali kurang dapat mengakses informasi melalui internet, dimana dengan media ini perkembangan kepariwisataan dunia dapat diperoleh dengan cepat dan akurat. Pemantauan informasi hanya sebatas pada media massa yang ada. Budaya Organisasi

Budaya organisasi lebih mengarah kepada buday akerja, kecenderungan yang muncul pada setiap organisasi public adalah buday kerja berdasarkan rutinitas pekerjaan dan hanya menunggu perintah atasan, sebagian besar pegawai menganggap bahwa pekerjaan yang diberikan harus ada imbalan, sehingga setiap pekerjaan yang tidak ada imbalannya merek aenggan untuk mengerjakannya.Kendati para pegawai telah diberikan gaji setiap bulannya, namun mereka hanya melakukan pekerjaan rutin saja tana ada pemikiran untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang segar dalam rangka kemajuan daerah, khususnya sector pariwisata. Etos kerja yang rendah serta pengaruh budaya lain juga menjadi kendala mencapai kemajuan organisasi. Para pegawai tersebut acap kali enggan memberikan kritikan secara terbuka, usulan atau gagasan-gagasan baru kepada rekan kerja maupun kepada atasan mereka. Parahnya, budaya kerja semacam ini sudah berlangsung lama dan mengakar seolah menjadi bagian dari profesionalitas kerja mereka, meskipun sebenarnya menjadi batu sandungan dalam rangka pengembangan sumber daya pariwisata.Budaya kerja tersebut sudah hampir merupakan hal yang lazim terjadi dalam lingkup Pemerintahan Kabupaten Wonosobo di semua instansi. Tak jarang, tugas dan tanggungjawab pokok para pegawai seringkali diabaikan karena mereka mencoba menyibukkan diri pada hal yang beroientasi proyek, yang diidentikkan dengan uang. Begitupun kritikan-kritikan yang seharusnya dilontarkan oleh pimpinan kepada bawahan, apabila melakkan pelanggaran-pelanggaran kepegawaian, hal tersebut tidak pernah dilakukan, apalagi kepada sesame rekan kerja dalam satu unit kerja yang sama.

Strategi yang dilakukan (Proses)

Strategi yang dilakukan adalah berbagai gambaran strategi untuk pengembangan potensi pariwisata yang telah ditetapkan di Kabupaten Wonosobo, yang dapat dikaji melalui kebijakan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam memanfaatkan sumber daya, dana/anggaran, sumber daya manusia dan srana dan prasarana yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk melaksankan pengembangan potensi pariwisata.Salah satu karakteristik dari pariwisata adalah produk yang dijual bersifat abstrak, tidak nyata hanya berupa pengalaman. Semakin beragam pengalaman yang dapat diperoleh di tempat wisata, akan semakin tinggi nilai jual area tempat wisata tersebut. Pemahaman mengenai hal ini juga harus menjadi dasar pemikiran pengelola wisata agar memiliki kreativitas dalam pengelolaan aspek pariwisata agar dapat tercipta banyak pengalaman-pengalaman yang dirasakan pengunjung.Untuk memberikan pengalaman kepada wisatawan, maka sumber daya wisata tersebut harus dikemas dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan berbagai jenis kegiatan wisata sesuai dengan ketersediaan sumber daya wisata tersebut. Dengan pengembangan sumber daya wisata yang ada melalui penciptaan jenis kegiatan serta didukung dengan faktor pelengkap kepariwisataan yang lain, maka diharapkan dapat memberi nilai dari sumber daya tersebut yang berdampak langsung pada peningkatan dan dapat dimanfaatkan secara optimal.Pada dasranya pengembangan sumber daya wisata bertujuan untuk menarik serta menahan wisatawan untuk data serta tinggal lebih lama di Kabupaten Wonosobo. Dengan kondisi tersebut maa sasaran pengembangan pariwisata berupa peningkatan jumlah kunjungan serta tingkat lama tinggal (length of stay), dapat tercapai. Untuk mendukung tujuan tersebut, strategi pengembangan sumber daya wisata yang ditetapkan adalah dengan (1) Diversifikasi jenis kegaiatan wisata yang akan dikembangkan dengan mengeksplorasi sesuatu yang baru serta pengaturan rute wisata, dan (2) Intessifikasi dan revitalisasi objek-objek wisata yang telah ada.Strategi diversifikasi jenis kegiatan wisata dan pengaturan rute wisata diarahkan untuk dapat memberikan keragaman pengalaman dan pilihan kepada wisatawan yang melakukan kegiatan wisata di Kabupaten Wonosobo. Dengan kreativitas di dalam penciptaan dan pengembangan jenis kegiatan wisata baru maka diharapkan dapat dihasilkan suatu jenis kegiatan yang berkualitas dan bernilai jual tinggi. Sedangkan strategi pengaturan rute wisata dimaksudkan untuk mempertinggi daya dukung pada masing-masing titik sumber daya wisata.Beberapa tindakan yang diambil untuk mendukung strategi tersebut adalah:Pembuatan film dokumentasi mengenai alam dan budaya masyarakat Kabupaten Wonosobo yang ditayangkan di Dieng Plateau Theatre.Mendokumentasikan sumber daya wisata yang ada.Menciptakan berbagai alternative paket jenis kegiatan wisata.Mengembangkan atraksi wisata budaya melalui event-event wisata yang menggunakan akar budaya tradisional Wonosobo.Pengembangan spiritual tourism.Merencanakan dan menyusun rute wisata.Pengembangan proyek percontohan desa wisata di setiap wilayah adat.

Sedangkan strategi intensifikasi dan revitalisasi objek-objek wisata merupakan strategi pemanfaatan produk yang telah ada dalam arti lebih terfokus kepada pemanfaatan kapasitas yang telah dimiliki untuk melayani wisatawan. Dengan demikian diperlukan upaya-upaya untuk pengembangan objek yang telah ada tersebut. Upaya pengembangan tersebut dimaksudkan untuk dapat lebih meningkatkan kualitas objek, meningkatkan daya tarik serta mampu menciptakan variasi bagi wisatawan yang melakukan kunjungan ulang.Strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan popularitas dari objek bersangkutan yang telah terbentuk sebelumnya. Hal ini berarti pembangungan dilakukan di lokasi-lokasi yang telah dikenal oleh wisatawan. Dalam strategiini terkandung pula makna pertimbangan daya dukung untuk pengembangan dan pencegahan degradasi kualitas objek wisata yang ada.Tindakan yang dilakukan untuk mendukung strategi ini adalah:Penelitian untuk mengevaluasi kondisi objek yang ada untuk menentukan tindakan yang perlu diambil.Revitalisasi objek wisata yang telah ada berdasarkan penelitian tersebut.Perbaikan sarana dan prasarana yang rusak di objek wisata yang bersangkutan.Menyusun site plan dan mengembangkan rencana pengelolaan.Penyempurnaan system ticketing yang handal dan berkeadilan.Menjadwalkan kembali event-event pariwisata yang telah ada.Optimalisasi kualitas pelayanan.

Hasil yang telah dicapai/Kinerja (Output)

Penilaian hasil kinerja merupaka suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk itu maka kinerja yang dimaksudkan disini adalah gambaran hasil yang telah dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam melakukan upaya pengembangan potensi pariwisata.Walaupun kondisi eksitting kunjungan wisatawan yang datang ke Kabupaten Wonosobo, baik wisatawan mancanegara mupun wisatwan nusantara menunjkkan angka yang sangat rendah. Yang terjadi baru pergerakan wisatawan local, namun demikian, kondisi ini tidak menyrutkan semangat pemerintah kabupaten untuk menghidupkan sector pariwisata di daerahnya.Hasil kerja keras dari pemerintah kabupaten dalam rangka pengembangan potensi pariwisata adalah dengan dikembangakannya beberapa objek wisata, antara lain Dieng Plateau Theatre (DPT), Desa Wisata Giyanti, Desa Wisata Sendangsari, serta objek wisata lainnya. Dalam menunjang program-program pariwisata, disamping pembangunan lokasi wisata, juga dalam tahun anggaran 2010 ini telah dilakukan studi kelayakan dalam rangka pembangunan lokasi wisata kecil dalam jalur transportasi arus lalu lintas dari dan ke Banyumas.Beberapa capaian yang dari kinerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam kaitannya mengenai pengembangan pariwisata sedikitnya ada enam unsur berdasarkan laporan akuntabilitas kinerja dinas tersebut, masing-masing adalah;Program pengembangan nilai budaya.Program pengelolaan keragaman budayaProgram pengelolaan kekayaan budayaProgram pengembangan destinasi pariwisataProgram pengembangan pemsaran pariwisataProgram pengembangan kemitraan

Analisis Lingkungan EksternalFaktor ekstrnal memiliki pengaruh besar dalam upaya pengembangan sumber daya pariwisata. Analisis terhadap faktor ini memungkinkan pengembangan sumber daya pariwisata dapat dilakukan dengan cermat dan tepat sasaran. Selain itu, analisis terhadap faktor ini juga akan dapat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisata.Faktor Politik

Faktor politik memiliki pengaruh yang cukup besar dalam upaya pengembangan sumber daya pariwisata, apalagi ditengah berlangsungnya system otonomi daerah, yang memungkinkan pemerintah daerah menjadi raja-raja kecil dalam mengatur rumah tangganya. Faktor politik mempengarhi dalam hal menyangkut berbagai kebijakan pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Wonosobo di sector pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan pariwisata dan memberikan dampak terhadap pengembangan potensi pariwisata berupa Peraturan Daerah, Perundang-Undangan, komitmen-komitmen politik serta regulasi lain, baik formal maupun informal.Namun pada sisi yang lain anggaran untuk pembangunan daerah yang selama ini sebagain besar merupakan subsidi dari pemerintah pusat melalui APBD I, APBD II, APBN serta paket bantuan lainnya dengan dipraktekkannya system otonomi daerah berkurang secara drastic. Penurunan ini akan berpengaruh besar terhadap pembangunan sumber daya pariwisata di Kabupaten Wonosobo. Dapat disimpulkan, bahwa system otonomi daerah selain memberikan peluang untuk mengatur rumah tangganya sendiri, juga menjadi ancaman sector pariwisata yang kehilangan beberapa sumber pokok pengembangan potensi sumber daya pariwisata.

Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dalam lingkungan eksternal dimaksudkan adalah berabgai kecenderungan dinamika pereknomia di luar sector pariwisata yang memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap pengembangan potensi wisata yang tercermin antara lain melalui fluktuasi produk domestic regional brutto (PDRB)., pengaruh krisis ekonomi dan moneter terhadap perkembanganpariwisata serta perkembangan ekonomi diluar sector pariwisata.Faktor ekonomi apabila dikaitkan memiliki kaitan erat dengan tingkat kunjungan wisata, yang hal itu berarti berpengaruh pula terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Sejak krisis ekonomi pada medio 1997 hingga krisis keuangan dunia pada awal 2010 lalu memberi dampak besar terhadap peningkatan aspek pengembangan sumber daya pariwisata. Salah satu indikatornya adalah menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar mata uang luar negeri lainnya. Dalam skala lebih detil, pengaruh ini juga berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat dari berbagai sector. Sedikit banyak kejadian ini memberi pengeruh terhadap kunjungan wisatawan baik local maupun mancanegara karena menurunnya kemampuan pada aspek tersebut tadi akan memperhitungkan ulang biaya untuk parwisata keluarga.

Faktor Sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi lingkungan eksternal yaitu berbagai gambaran keadaan sosial budaya masyarakat berupa nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, sikap, pola hidup, kebudayaan, jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan yang memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap pengembangan potensi pariwisata.Perbaikan lingkungan non fisik akan sangat terkait dengan tindakan penjagaan dan perbaikan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Seperti telah diketahui, pariwisata missal (mass tourism) telah meberikan dampak negative yang sangat besar dan signifikan terhadap adat dan budaya suatu masyarakat pada suatu daerah yang menjadi tujuan wisata.Dari sisi negative, dengan berkembangnya parwiisata telah banyak terjadi kerusakan/degradasi nilai budaya, sehingga banyak budaya masyarakat yang tidak jelas lagi akarnya, stabilitas sosial terganggu, seta terjadi pola konsumerisme pada masyarakat di daerah tujuan wisata. Dengan demikian, sasaran perbaikan lingkungan non fisik di dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Wonosobo adalah meminimalisir dampak negative tersebut.

Faktor Teknologi

Faktor teknologi yang mempengarhui lingkungan eksternal organisas