7
The Treatment of Chromium Hexavalent from Electroplating Wastewater by UV/TiO 2 Photocatalysis Tedi Hudaya * , Susiana Prasetyo, Alvina Marsha, dan Eveline Paramita Chemical Engineering Department, Parahyangan Catholic University Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 Telp/Fax: (022) – 2032 700; email: [email protected] ; [email protected] Abstract Chromium electroplating wastewater contains toxic Cr 6+ ions, which is normally treated by reductive treatment followed by precipitation. However, in the small-medium scale industries, these processes are often ineffective since they are rather complicated to apply. Batch-wise UV/TiO 2 photocatalysis offers a more effective and easy-to-use process. A widely used photocatalyst is TiO 2 since it is inexpensive, stable, and non toxic. In a photocatalysis process, UV irradiation upon TiO 2 surface results in electron excitations. Hence, electrons (e - ) and holes (h + ) are generated, which then act as reductor and oxidator, respectively, for adsorbed species on catalyst surface. In this study, Cr 6+ containing wastewater from chromium electroplating process is treated by UV/TiO 2 photocatalysis, in which photogenerated electrons may reduce heavy metal Cr 6+ to relatively non-toxic Cr 3+ . The photoreactor used in this investigation was a 3 L bubble column photoreactor with a 64-Watt low pressure UV amalgam lamp (20 W at 254 nm). Preliminary experiments showed 150 minutes irradiation was required per batch, and 3 L/min aeration was found to be optimum, resulting approximately 90% removal of hexavalent chromium. The reductive treatment was not possible without a hole-scavenger (such as EDTA, oxalic acid, citric acid) presence due to the fast recombination of electrons and holes. This study, in particular, focused on the two main factors affecting the effectiveness of Cr 6+ reductive process, which were photocatalyst concentration (0.5 – 2 g/L) and pH (1 – 3). Under the experimental range, the removal Cr (VI) was 76.5% - 94.2 %. The most effective condition for the reduction of Cr 6+ was found at pH 1 and 2 g/L TiO 2 . Keywords: elektroplating, Cr 6+ , UV/TiO 2 , bubble-column, photoreactor Pendahuluan Elektroplating adalah suatu proses pelapisan atau penyepuhan logam dengan logam lainnya dengan bantuan arus listrik (Hiskia Ahmad, 2001). Sekarang ini elektroplating dapat dijumpai secara luas dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dari elektroplating ialah untuk mendapatkan sifat yang berbeda dengan logam yang dilapisi. Industri elektroplating atau penyepuhan logam merupakan industri yang jumlahnya cukup banyak dan vital bagi perekonomian Indonesia. Sebagian besar (84%) industri elektroplating merupakan industri skala kecil-menengah dan berada di pulau Jawa yang padat penduduk (Sugiharto dkk., 2003). Limbah cair yang dihasilkan mengandung logam-logam berat berbahaya seperti kromium dan sianida. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri elektroplating berbahaya bagi kesehatan manusia dan juga organisme lainnya yang tinggal di perairan sekitarnya, maka dari itu limbah tersebut perlu diolah secara tepat sehingga tingkat bahayanya dapat diminimalkan. Sebagian besar industri elektroplating kromium skala kecil-menengah hanya mengolah limbahnya secara sederhana dengan penambahan bahan kimia pereduksi (FeSO 4 ) diikuti penambahan basa untuk mengendapkan logam Cr dalam air limbah. Namun pengolahan sederhana ini belum efektif dan seringkali tidak memenuhi baku mutu lingkungan. Akibatnya, potensi pencemaran dari industri sektor ini sangat besar dan dampaknya sangat merugikan bagi ekosistem perairan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi alternatif tepat guna yang efektif namun relatif sederhana dengan biaya yang terjangkau sehingga industri kecil-menengah dapat mengolah limbahnya dengan lebih baik. Penelitian ini merupakan kajian awal pengolahan limbah Cr 6+ dengan menggunakan fotokatalisis UV/TiO 2 dalam fotoreaktor berukuran 3 L secara batch. Percobaan dibagi menjadi 2 bagian yaitu percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Percobaan pendahuluan bertujuan untuk menentukan waktu reaksi, laju aerasi optimum, dan jenis hole scavenger yang digunakan pada percobaan utama. Percobaan utama bertujuan untuk menentukan kondisi operasi optimum dalam proses reduksi Cr 6+ . Kondisi operasi yang paling berpengaruh dalam fotokatalisis adalah konsentrasi katalis TiO 2 dan pH Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 – 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 22 Februari 2011 C01-1

The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Chrom Hexavalent is treated using new methods described here

Citation preview

Page 1: The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

The Treatment of Chromium Hexavalent from Electroplating Wastewater

by UV/TiO2 Photocatalysis

Tedi Hudaya*, Susiana Prasetyo, Alvina Marsha, dan Eveline Paramita

Chemical Engineering Department, Parahyangan Catholic University

Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141

Telp/Fax: (022) – 2032 700; email: [email protected]; [email protected]

Abstract

Chromium electroplating wastewater contains toxic Cr6+ ions, which is normally treated by reductive

treatment followed by precipitation. However, in the small-medium scale industries, these processes are often

ineffective since they are rather complicated to apply. Batch-wise UV/TiO2 photocatalysis offers a more

effective and easy-to-use process. A widely used photocatalyst is TiO2 since it is inexpensive, stable, and non

toxic. In a photocatalysis process, UV irradiation upon TiO2 surface results in electron excitations. Hence,

electrons (e-) and holes (h+) are generated, which then act as reductor and oxidator, respectively, foradsorbed species on catalyst surface. In this study, Cr6+ containing wastewater from chromium

electroplating process is treated by UV/TiO2 photocatalysis, in which photogenerated electrons may reduce

heavy metal Cr6+ to relatively non-toxic Cr3+. The photoreactor used in this investigation was a 3 L bubble

column photoreactor with a 64-Watt low pressure UV amalgam lamp (20 W at 254 nm). Preliminary

experiments showed 150 minutes irradiation was required per batch, and 3 L/min aeration was found to be

optimum, resulting approximately 90% removal of hexavalent chromium. The reductive treatment was notpossible without a hole-scavenger (such as EDTA, oxalic acid, citric acid) presence due to the fast

recombination of electrons and holes. This study, in particular, focused on the two main factors affecting the

effectiveness of Cr6+reductive process, which were photocatalyst concentration (0.5 – 2 g/L) and pH (1 – 3).

Under the experimental range, the removal Cr (VI) was 76.5% - 94.2 %. The most effective condition for the

reduction of Cr6+ was found at pH 1 and 2 g/L TiO2.

Keywords: elektroplating, Cr6+, UV/TiO2, bubble-column, photoreactor

Pendahuluan

Elektroplating adalah suatu proses pelapisan atau

penyepuhan logam dengan logam lainnya dengan

bantuan arus listrik (Hiskia Ahmad, 2001). Sekarang

ini elektroplating dapat dijumpai secara luas dalam

kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dari

elektroplating ialah untuk mendapatkan sifat yang

berbeda dengan logam yang dilapisi. Industri

elektroplating atau penyepuhan logam merupakan

industri yang jumlahnya cukup banyak dan vital bagi

perekonomian Indonesia. Sebagian besar (84%)

industri elektroplating merupakan industri skala

kecil-menengah dan berada di pulau Jawa yang padat

penduduk (Sugiharto dkk., 2003). Limbah cair yang

dihasilkan mengandung logam-logam berat

berbahaya seperti kromium dan sianida. Limbah cair

yang dihasilkan oleh industri elektroplating

berbahaya bagi kesehatan manusia dan juga

organisme lainnya yang tinggal di perairan

sekitarnya, maka dari itu limbah tersebut perlu diolah

secara tepat sehingga tingkat bahayanya dapat

diminimalkan.

Sebagian besar industri elektroplating kromium

skala kecil-menengah hanya mengolah limbahnya

secara sederhana dengan penambahan bahan kimia

pereduksi (FeSO4) diikuti penambahan basa untuk

mengendapkan logam Cr dalam air limbah. Namun

pengolahan sederhana ini belum efektif dan

seringkali tidak memenuhi baku mutu lingkungan.

Akibatnya, potensi pencemaran dari industri sektor

ini sangat besar dan dampaknya sangat merugikan

bagi ekosistem perairan dan berbahaya bagi

kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi

alternatif tepat guna yang efektif namun relatif

sederhana dengan biaya yang terjangkau sehingga

industri kecil-menengah dapat mengolah limbahnya

dengan lebih baik.

Penelitian ini merupakan kajian awal pengolahan

limbah Cr6+

dengan menggunakan fotokatalisis

UV/TiO2 dalam fotoreaktor berukuran 3 L secara

batch. Percobaan dibagi menjadi 2 bagian yaitu

percobaan pendahuluan dan percobaan utama.

Percobaan pendahuluan bertujuan untuk menentukan

waktu reaksi, laju aerasi optimum, dan jenis holescavenger yang digunakan pada percobaan utama.

Percobaan utama bertujuan untuk menentukan

kondisi operasi optimum dalam proses reduksi Cr6+

.

Kondisi operasi yang paling berpengaruh dalam

fotokatalisis adalah konsentrasi katalis TiO2 dan pH

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 – 4393

Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia

Yogyakarta, 22 Februari 2011

C01-1

Page 2: The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

limbah (Tang, 2004), yang dalam percobaan

divariasikan dalam rentang 0.5 – 2 gr/L dan 1 – 3.

Sebelum dilakukan percobaan, dilakukan survei

limbah ke PT. Nusantara Turbin dan Propulsi,

Bandung. Dari hasil survei dibuat limbah sintetis

dengan karakteristik serupa yang nantinya digunakan

dalam percobaan. Kandungan Cr(VI) awal dan

setelah diolah kemudian diukur untuk menentukan %

konversi Cr6+

.

Landasan Teori

Limbah logam berat heksavalen kromium atau

Cr(VI) merupakan salah satu jenis limbah berbahaya.

Cr(VI) bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan

iritasi pada kulit manusia, serta dapat berefek buruk

pada organ hati, yaitu menimbulkan terjadinya

peradangan pada hati (hepatitis). Disamping itu

Cr(VI) juga bersifat toksik (racun) dan terlebih harus

diperhatikan bahwa keracunan Cr(VI) ini dapat

menyerang sel-sel genetik. Sementara itu, toksisitas

Cr(III) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan

Cr(VI), yaitu sekitar 1/100 kalinya, sehingga untuk

mengolah limbah krom maka Cr(VI) harus direduksi

terlebih dahulu menjadi Cr(III).

Di antara beberapa jenis katalis, TiO2 merupakan

katalis yang paling banyak digunakan karena tidak

beracun, stabil, dan paling aktif di antara

semikonduktor yang lain. TiO2 memiliki 2 jenis

allotrop yaitu anatase dan rutile. Anatase memiliki

luas permukaan yang lebih luas dan pusat aktif yang

lebih rapat dibanding rutile. TiO2 memiliki pH

isoelektrik sebesar 3.9 – 8.2 (Marek Kosmulski,

2001).

Sifat fotokatalisis UV/TiO2 merupakan hasil dari

proses penyinaran sinar berenergi tinggi UV ke

permukaan katalis TiO2. TiO2 merupakan suatu

semikonduktor di mana tiap semikonduktor memiliki

batas celah energi tertentu untuk dapat mengeksitasi

elektron yang ada dari pita konduksi ke pita valensi

dengan tingkat energi yang lebih tinggi (Schiavello,

1988). Absorpsi foton atau cahaya berenergi tinggi

dapat mengakibatkan terjadinya eksitasi elektron

pada permukaan semikonduktor. Penyinaran dengan

energi di atas energi ambang batas (energy band gap)

semikonduktor dapat mengeksitasi elektron sehingga

membentuk pasangan fotoelektron dan juga hole

(Pareek, 2003).

Gambar 1. Proses fotokatalisis: (a), reaksi di permukaan,

(b), reaksi di fasa curah, (c), fotoelektron sebagai reduktor,

(d), hole sebagai oksidator.

Fotoelektron dan hole hasil radiasi dapat

bereaksi satu sama lain. Reaksi ini disebut sebagai

reaksi rekombinasi di mana antara fotoelektron dan

hole saling menetralkan satu sama lain sambil

melepaskan panas. Pada permukaan semikonduktor,

fotoelektron dapat menjadi reduktor sementara hole

dapat menjadi oksidator. Reaksi rekombinasi harus

diminimalkan agar penyinaran menjadi efektif.

Reaksi rekombinasi ini dapat dicegah dengan

melakukan penambahan hole scavenger. Hole

scavenger adalah suatu senyawa yang dapat mengikat

hole sehingga fotoelektron dapat digunakan untuk

reduksi Cr(VI) secara optimum. Senyawa holescavenger yang biasa digunakan antara lain asam

sitrat, asam oksalat , dan juga EDTA (Min Huang

dkk.,1996; T. Tan dkk., 2003; Maurizio Addamo; P.

Kajitvichyanukul dkk., 2006).

Jaekyung Yoon dkk. sebelumnya telah

melakukan percobaan reduksi heksavalen kromium

dengan variasi pH asam dan basa, yaitu pH 3, 5, 7,

dan 9. Dari keempat variasi pH tersebut diperoleh

kondisi pH optimum untuk reduksi Cr6+

sebesar 3

dengan % removal sebesar 98%. Selain itu, ada

percobaan reduksi heksavalen kromium dengan

variasi pH 2, 7, dan 10 yang dilakukan oleh Slamet

dkk. Dari ketiga variasi pH tersebut diperoleh kondisi

pH optimum untuk reduksi Cr6+

adalah pH 2. Dari

kedua percobaan yang telah dilakukan tersebut

menunjukkan bahwa logam Cr6+

dapat tereduksi

dengan baik pada kondisi asam.

Metodologi

Larutan limbah sintetik dibuat dengan

menggunakan larutan kalium dikromat (K2Cr2O7)

dengan konsentrasi Cr6+

sebesar 50 mg/L. Kemudian

ditambahkan katalis dengan jumlah tertentu

(divariasikan antara 0.5 – 2 g/L) dan juga sejumlah

tertentu hole scavenger. Katalis TiO2 yang digunakan

pada percobaan ini merupakan jenis Merck yang

memiliki struktur anatase. Untuk mengatur pH awal

limbah, digunakan larutan H2SO4 atau larutan NaOH

2 M. Fotoreaktor yang digunakan adalah sebuah

C01-2

Page 3: The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

fotoreaktor 3 L dengan satu buah lampu UV NNI

60/35 XL yang dilengkapi dengan pH meter,

termometer, kompresor, kerangan pengatur laju

aerasi, dan jaket pendingin. Sebelum dimasukkan

ke dalam fotoreaktor, pH limbah disesuaikan

sampai pH yang dikehendaki (pH 1, 2, dan 3).

Sebelum lampu dinyalakan, sampel diambil sekali

untuk pengukuran kondisi awal. Setelah lampu UV

dinyalakan sejumlah sampel diambil setiap 30

menit selama 150 menit penyinaran.

Analisis kandungan Cr6+

dalam sampel limbah

dilakukan dengan menggunakan LW Scientific UV-

Vis Spectrophotometer tipe UV-200-RS. Sebelum

dianalisis sampel harus dipreparasi terlebih dahulu

dengan menggunakan larutan DPC untuk

pembentukan kompleks warna. Larutan DPC yang

digunakan dibuat dari 50 mg 1,5 diphenylcarbazide

yang dilarutkan dalam 250 ml aseton. (Standard

Methods For The Examination of Water and

Wastewater 20th

ed., 1998). Dengan menggunakan

metode spektrofotometri konsentrasi Cr6+

dapat

ditentukan secara terpisah dari Cr3+

hasil reduksi.

Gambar 2. Skema fotoreaktor UV/TiO2: (a), fotoreaktor, (b), tangki penampung, (c), flowmeter,

(d), rotatometer, (e), pressure regulator, (f), kompresor.

Hasil dan Pembahasan

Hasil percobaan reduksi heksavalen kromium

ini dapat ditinjau secara kualitatif dan secara

kuantitatif. Secara kualitatif dapat diamati adanya

perubahan warna larutan limbah dari kuning hingga

mendekati bening (Gambar 3).

Gambar 3. Perbandingan warna larutan Cr(VI) setelah

proses reduksi pada waktu tertentu.

Warna kuning di awal menunjukkan masih

tingginya konsentrasi heksavalen kromium dalam

larutan limbah, sementara itu semakin lama warna

kuning semakin memudar yang menandakan

konsentrasi heksavalen kromium yang semakin

lama semakin menurun setelah direduksi.

Sementara secara kuantitatif hasil percobaan

dapat ditinjau dari nilai tetapan laju reduksi (k) dan

juga besar % removal. Harga k menunjukkan

seberapa cepat proses reduksi Cr(VI) berlangsung,

sementara % removal menunjukkan seberapa

banyak heksavalen kromium yang dapat direduksi

selama 150 menit penyinaran.

Tetapan laju reduksi Cr6+

ditentukan dengan

model reaksi orde satu semu. Nilai tetapan orde

satu semu (first order pseudo rate constant)

diperoleh dari hasil linearisasi dari persamaan

neraca massa reaktor batch dan kinetika orde satu.

(d)

(e)

(f)

(b)

(c)

(a)

C01-3

Page 4: The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

(1)

(2)

Dari persamaan tersebut, dibuat kurva yang

menghubungkan antara ln C/C0 dan t. Nilai tetapan

laju reduksi merupakan gradien garis regresi data

percobaan dalam kurva tersebut.

Penentuan Hole Scavenger. Hole scavenger

berperan untuk mencegah terjadinya reaksi

rekombinasi dengan elektron. Pada penelitian ini

digunakan beberapa jenis hole scavenger yaitu

EDTA, asam oksalat, dan asam sitrat. Dari ketiga

jenis hole scavenger tersebut kemudian dipilih holescavenger yang dapat membantu proses reduksi

Cr(VI) agar berjalan dengan optimum.

Tabel 1. Perbandingan tetapan laju reduksi pada

berbagai jenis hole scavenger.

Dapat diamati pada Tabel 1 bahwa nilai k pada

percobaan dengan EDTA dan asam sitrat lebih

tinggi dibandingkan dengan penggunaan asam

oksalat sebagai hole scavenger. Perbedaan nilai k

antara EDTA dan asam sitrat tidak terlalu besar.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kedua

hole scavenger tersebut mengikat kelebihan hole

sama baiknya. Namun dari kedua jenis hole

scavenger tersebut, dipilih asam sitrat sebagai hole

scavenger karena harga asam sitrat relatif lebih

murah dibandingkan EDTA.

Penentuan Waktu Reaksi. Pada penentuan

waktu reaksi, parameter yang digunakan ialah laju

aerasi sebesar 3 L/min, konsentrasi katalis 2 gr/L,

dan pH 3. Selama penyinaran lama kelamaan

konsentrasi heksavalen kromium semakin menurun,

akan tetapi setelah beberapa waktu tertentu laju

reduksi mulai tidak signifikan. Waktu reaksi yang

ditentukan dalam percobaan adalah waktu di mana

laju reduksi heksavalen kromium sudah tidak

signifikan lagi.

Gambar 4. Profil konsentrasi Cr(VI) terhadap waktu.

Dalam percobaan penentuan waktu reaksi ini

dilakukan penambahan asam sitrat sebagai hole

scavenger yang fungsinya untuk menangkap hole

yang terbentuk sehingga reaksi rekombinasi dapat

dicegah. Dari percobaan nampak bahwa setelah

menit ke-150 laju reduksi sudah tidak signifikan

lagi yang ditunjukkan dari besar C/C0 yang mulai

konstan terhadap waktu. Oleh karena itu, pada

percobaan penentuan kondisi optimum pH dan

konsentrasi TiO2 dilakukan pengolahan selama 150

menit.

Penentuan Laju Aerasi Optimum. Dalam

percobaan harus ditentukan besarnya laju aerasi

yang optimum. Besarnya laju aerasi sangat

berpengaruh terhadap tahanan perpindahan massa

yang terjadi di permukaan katalis. Semakin besar

laju aerasi yang diberikan maka akan semakin tipis

film yang terbentuk di permukaan katalis sehingga

tahanan perpindahan massa semakin kecil. Akan

tetapi, laju aerasi harus dijaga agar tidak berlebih.

Dalam kondisi aerasi berlebih maka akan terjadi

kelebihan oksigen. Oksigen sebagai electron

scavenger dapat mengikat elektron yang seharusnya

digunakan dalam proses reduksi Cr6+

dan apabila

hal ini terjadi maka proses reduksi akan menjadi

terhambat.

Pada percobaan ini, divariasikan laju aerasi

sebesar 1, 2, 3, dan 4 L/min. Dari keempat hasil

percobaan tersebut dapat diperoleh nilai tetapan laju

reduksinya (k).

Tabel 2. Perbandingan tetapan laju reduksi pada

berbagai variasi laju aerasi.

Dapat dilihat pada Tabel 2, semakin besar laju

aerasi maka semakin besar pula besar k. Hal ini

menunjukkan bahwa proses reduksi akan

berlangsung secara lebih baik pada laju aerasi yang

semakin besar. Namun, dapat dilihat pula bahwa

Hole scavengerk

(menit-1

)

EDTA 0.01423

asam oksalat 0.00517

asam sitrat 0.0191

Laju aerasi ( L/menit) k (menit-1

)

1 0.01499

2 0.0179

3 0.02142

4 0.01739

C01-4

Page 5: The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

harga k menurun pada laju aerasi 4 L/min. Hal ini

mengindikasikan bahwa perfoma reduksi mulai

menurun karena adanya kelebihan oksigen yang

mengikat elektron. Karena sebagian elektron telah

diikat oleh oksigen, maka proses reduksi Cr6+

menjadi lebih lambat.

Penentuan Kondisi Optimum Reduksi

Cr(VI). Pada penelitian kali ini digunakan variasi

pH pada kondisi asam yaitu pH 1, 2, dan 3. Dari

ketiga variasi tersebut hendak dicari kondisi pH

yang paling optimum untuk reduksi heksavalen

kromium. Dalam percobaan reduksi Cr6+

ini perlu

dicari kondisi pH optimum karena pH larutan

memegang peranan yang penting dalam adsorbsi

partikel Cr6+

oleh katalis. Adsorbsi partikel Cr6+

pada permukaan katalis harus cukup kuat sehingga

elektron yang terbentuk pada permukaan katalis

dapat langsung digunakan dalam reaksi reduksi

Cr6+

(reaksi terjadi pada permukaan katalis).

Semakin baik adsorbsi Cr6+

di permukaan katalis

maka reduksi Cr6+

pun akan meningkat.

Suatu padatan semikonduktor memiliki kondisi

isoelektrik yakni suatu kondisi dimana permukaan

zat tersebut bermuatan netral. Katalis TiO2 anatase

memiliki pH isoelektrik sekitar 6.6 (Chen dkk.,

2008). Di bawah pH 6.6 permukaan partikel

bermuatan positif, sementara pada pH di atas 6.6

permukaan katalis bermuatan negatif. Apabila

permukaan katalis bermuatan positif, maka akan

terjadi tolak menolak antara permukaan katalis dan

juga partikel Cr6+.

Apabila hal ini terjadi maka

adsorbsi Cr6+

pada permukaan katalis menjadi

kurang baik.

Selain pH, konsentrasi katalis TiO2 yang

optimum untuk reduksi heksavalen kromium juga

perlu ditentukan. Variasi konsentrasi katalis TiO2

yang digunakan adalah 0.5, 1, dan 2 gr/L.

Konsentrasi katalis menentukan jumlah pusat aktif

yang menghasilkan elektron akibat penyinaran

dengan UV. Semakin besar konsentrasi katalis yang

digunakan maka akan semakin banyak elektron

yang dihasilkan. Akan tetapi, konsentrasi katalis

yang berlebihan akan mempengaruhi kekeruhan

larutan. Semakin keruh larutan maka penetrasi sinar

UV akan terganggu (shielding effect), sehingga

absorpsi UV oleh katalis tidak optimal.

Dari masing-masing variasi pH dan konsentrasi

katalis TiO2 tersebut kemudian dibuat grafik

konsentrasi Cr6+

terhadap waktu. Dari grafik

tersebut dapat diamati penurunan konsentrasi Cr6+

terhadap waktu. Kondisi optimum untuk reduksi

logam Cr(VI) dapat diamati dari grafik dan nilai

tetapan laju reduksinya. Selain itu dapat juga dilihat

dari nilai % removal Cr6+

.

Gambar 5. Kurva perbandingan pH pada konsentrasi

katalis TiO2 0.5 gr/L.

Dari Gambar 5 dapat diamati secara visual

bahwa pada pH 1 dan konsentrasi katalis TiO2 0.5

gr/L, laju reduksi Cr6+

lebih signifikan

dibandingkan pada pH 2 dan 3. Nilai % removal

Cr6+

yang paling besar dari perbandingan ketiga

variasi pH ini adalah pada pH 1 yaitu sebesar

90.86% dengan nilai tetapan laju reduksi yang

paling besar pula yaitu 0.0134016 menit-1

. Selain

pada konsentrasi katalis TiO2 sebesar 0.5 gr/L,

dialurkan pula kurva perbandingan berbagai variasi

pH pada konsentrasi katalis TiO2 sebesar 1 dan 2

gr/L.

Gambar 6. Kurva perbandingan pH pada konsentrasi

katalis TiO2 1 gr/L.

Dari Gambar 6 di atas dapat ditarik kesimpulan

yang serupa dengan yang sebelumnya yakni laju

reduksi terjadi lebih signifikan pada pH 1. Nilai

tetapan laju reduksi Cr6+

pada pH 1 lebih besar

daripada pH 2 dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa

laju reduksi Cr(VI) pada pH 1 lebih cepat

dibandingkan dengan pH 2 dan 3, dan juga pH 1

dapat mereduksi Cr6+

lebih banyak dibandingkan

dengan kedua pH lainnya dilihat dari besar %

removal sebesar 89.08%.

C01-5

Page 6: The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

Gambar 7. Kurva perbandingan pH pada konsentrasi

katalis TiO2 2 gr/L.

Pada kurva perbandingan pH pada konsentrasi

katalis TiO2 sebesar 2 gr/L dapat dilihat pula bahwa

pada pH 1 laju reduksi Cr6+

lebih signifikan

dibandingkan pada kedua kondisi pH lainnya. Nilai

tetapan laju reduksi pada pH 1 adalah sebesar

0.0173 menit-1

dengan % removal sebesar 94.19%.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada reaksi

reduksi Cr6+

terjadi secara signifikan pada pH 1.

Dari hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa

reaksi reduksi terjadi di luar permukaan katalis,

karena pada pH yang lebih asam permukaan katalis

cenderung bermuatan positif sehingga adsorpsi

partikel Cr6+

ke permukaan lebih sulit terjadi.

Reaksi reduksi Cr6+

menjadi Cr3+

dapat pula

terjadi karena adanya suatu electron carrier yang

membawa elektron keluar dari permukaan katalis.

Dalam hal ini reaksi reduksi terjadi di luar

permukaan katalis. Electron carrier yang ada di

dalam larutan berupa oksigen yang terbawa di

dalam udara aerasi. Mula-mula oksigen mengikat

elektron dan membawa elektron keluar dari katalis.

Kemudian setelah itu elektron kembali dilepaskan

ke fasa curah sehingga dapat digunakan untuk

mereduksi Cr6+

.

Tabel 3. Perbandingan nilai tetapan laju reduksi dan

% removal pada berbagai variasi pH dan konsentrasi

katalis TiO2.

pHkonsentrasi

TiO2 (gr/L)

k x 102

(menit-1)% removal

1

0.5 1.3402 90.86

1 1.3482 89.08

2 1.7291 94.19

2

0.5 1.2618 81.44

1 1.1507 78.89

2 1.0864 76.54

3

0.5 0.9175 78.55

1 0.8526 78.73

2 0.9464 77.78

Hasil seluruh percobaan disajikan pada Tabel

3. Dapat diamati bahwa efektivitas reduksi Cr6+

tidak dipengaruhi oleh besar pH saja melainkan

juga oleh konsentrasi katalis TiO2. Selain itu,

teramati bahwa konsentrasi TiO2 optimum berbeda-

beda pada masing-masing pH.

Tabel 3 menunjukkan bahwa reduksi Cr6+

terjadi paling optimum terjadi pada pH 1 dengan

konsentrasi katalis TiO2 sebesar 2 gr/L. Pada

kondisi tersebut nilai tetapan laju reaksi nya paling

besar yakni sebesar 0.0173 menit-1

dan besar %

removal sebesar 94.19%.

Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,

dapat ditarik beberapa kesimpulan. Fotokatalisis

UV/TiO2 dapat mereduksi limbah Cr(VI) dengan

efisien dengan daya lampu 20 Watt/Liter dengan

removal Cr6+

sebesar 94.19% pada kondisi

optimumnya. Selain itu laju reduksi Cr(VI)

bergantung pada laju aerasi, pH, dan konsentrasi

katalis TiO2 yang digunakan. Laju aerasi optimum

reaktor untuk reduksi Cr(VI) sebesar 3 L/min dan

hole scavenger yg paling baik adalah asam sitrat.

Kondisi optimum untuk pengolahan limbah Cr(VI)

pada pH awal larutan 1 dan konsentrasi katalis TiO2

sebanyak 2 gr/L.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini didanai oleh Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan

Nasional, Surat Perjanjian No:

062/SP2H/PP/DP2M/III/2010.

Daftar Notasi

C = konsentrasi Cr6+

, gr/L

C0 = konsentrasi awal Cr6+

, gr/L

kobs = tetapan laju reduksi pada percobaan, menit-1

t = waktu, menit

Daftar Pustaka

Addamo, M., Augugliaro, V., Garcı´a-Lo´pez, E.,

Loddo, V., Marcı‘, G., Palmisano, L.,

Oxidation of Oxalate Ion in AqueousSuspensions of TiO2 by Photocatalysis and

Ozonation.

Ahmad, H., 2001, Elektrokimia dan Kinetika

Kimia, Citra Adiya Bakti, Bandung.

Chen, X. Q., Shen, W. H., 2008, Preparation &

Properties of Stable Nanocrytalline Anatase

TiO2 Colloids, Chemical Engineering &

Technology, 31 (9), 1277-1281.

Huang, M., Tso, E., K. Datye, A., 1996, Removal

of Silver in Photographic Processing Waste by

TiO2 Based Photocatalysis, American

Chemical Society.

Kajitvichyanukul, P., Sungkaratana, T., 2006,

Photocatalytic Removal of Zinc(II) in UV

irradiated Titania Suspensions, Asian Journal

on Energy and Environment.

C01-6

Page 7: The Treatment of Chromium Hexavalent From Electroplating Wastewater

Marek Kosmulski, 2001, Chemical Properties of

Material Surfaces, Marcel Dekker.

Pareek, V.K., Adesina, A. A., 2003, Handbook ofPhotochemistry and Photobiology, American

Scientific Publishers, H.S. Nalwa, Editor,

Stevenson Ranch, CA, 345-412.

Schiavello, M., 1988, Basic Concepts in

Photocatalysis, Photocatalysis and

Environment: Trends and Applications, M.

Schiavello, Editor, Kluwer Academic

Publishers, Dordrecht, The Netherlands.

Slamet, Syakur, R., Danumulyo, W., 2003,

Pengolahan Limbah Logam Berat

Chromium(VI) dengan Fotokatalisis TiO2,

Makara, Teknologi, 27-32.

Sugiharto, A., Setiawan, Y., Saleh, A. A., 2003,

Chromium Waste Water Treatment of

Electroplating Industries in Indonesia, HWTM

Newsletter, 5, 8-9.

Tan, T., Beydoun, D., Amal, R., 2003, Effects of

Organic Hole Scavengers on The

Photocatalytic Reduction of Selenium Anions,

Elsevier.

Tang, Walterz, 2004, Physicochemical Treatment

of Hazardous Wastes, CRC Press, Florida.

Yoon, J., Shim, E., Bae, S., Joo, H., 2009,

Application of Immobilized Nanotubular TiO2

Electrode for Photocatalytic Hydrogen

Evolution: Reduction of Hexavalent Chromium

(Cr(VI)) in Water, Journal of Hazardous

Materials, 161, 1069-1074.

-------, 1998, Standard Methods For The

Examination of Water and Wastewater, 20th

ed.

C01-7