Upload
harisaryono
View
31
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Chrom Hexavalent is treated using new methods described here
Citation preview
The Treatment of Chromium Hexavalent from Electroplating Wastewater
by UV/TiO2 Photocatalysis
Tedi Hudaya*, Susiana Prasetyo, Alvina Marsha, dan Eveline Paramita
Chemical Engineering Department, Parahyangan Catholic University
Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Telp/Fax: (022) – 2032 700; email: [email protected]; [email protected]
Abstract
Chromium electroplating wastewater contains toxic Cr6+ ions, which is normally treated by reductive
treatment followed by precipitation. However, in the small-medium scale industries, these processes are often
ineffective since they are rather complicated to apply. Batch-wise UV/TiO2 photocatalysis offers a more
effective and easy-to-use process. A widely used photocatalyst is TiO2 since it is inexpensive, stable, and non
toxic. In a photocatalysis process, UV irradiation upon TiO2 surface results in electron excitations. Hence,
electrons (e-) and holes (h+) are generated, which then act as reductor and oxidator, respectively, foradsorbed species on catalyst surface. In this study, Cr6+ containing wastewater from chromium
electroplating process is treated by UV/TiO2 photocatalysis, in which photogenerated electrons may reduce
heavy metal Cr6+ to relatively non-toxic Cr3+. The photoreactor used in this investigation was a 3 L bubble
column photoreactor with a 64-Watt low pressure UV amalgam lamp (20 W at 254 nm). Preliminary
experiments showed 150 minutes irradiation was required per batch, and 3 L/min aeration was found to be
optimum, resulting approximately 90% removal of hexavalent chromium. The reductive treatment was notpossible without a hole-scavenger (such as EDTA, oxalic acid, citric acid) presence due to the fast
recombination of electrons and holes. This study, in particular, focused on the two main factors affecting the
effectiveness of Cr6+reductive process, which were photocatalyst concentration (0.5 – 2 g/L) and pH (1 – 3).
Under the experimental range, the removal Cr (VI) was 76.5% - 94.2 %. The most effective condition for the
reduction of Cr6+ was found at pH 1 and 2 g/L TiO2.
Keywords: elektroplating, Cr6+, UV/TiO2, bubble-column, photoreactor
Pendahuluan
Elektroplating adalah suatu proses pelapisan atau
penyepuhan logam dengan logam lainnya dengan
bantuan arus listrik (Hiskia Ahmad, 2001). Sekarang
ini elektroplating dapat dijumpai secara luas dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dari
elektroplating ialah untuk mendapatkan sifat yang
berbeda dengan logam yang dilapisi. Industri
elektroplating atau penyepuhan logam merupakan
industri yang jumlahnya cukup banyak dan vital bagi
perekonomian Indonesia. Sebagian besar (84%)
industri elektroplating merupakan industri skala
kecil-menengah dan berada di pulau Jawa yang padat
penduduk (Sugiharto dkk., 2003). Limbah cair yang
dihasilkan mengandung logam-logam berat
berbahaya seperti kromium dan sianida. Limbah cair
yang dihasilkan oleh industri elektroplating
berbahaya bagi kesehatan manusia dan juga
organisme lainnya yang tinggal di perairan
sekitarnya, maka dari itu limbah tersebut perlu diolah
secara tepat sehingga tingkat bahayanya dapat
diminimalkan.
Sebagian besar industri elektroplating kromium
skala kecil-menengah hanya mengolah limbahnya
secara sederhana dengan penambahan bahan kimia
pereduksi (FeSO4) diikuti penambahan basa untuk
mengendapkan logam Cr dalam air limbah. Namun
pengolahan sederhana ini belum efektif dan
seringkali tidak memenuhi baku mutu lingkungan.
Akibatnya, potensi pencemaran dari industri sektor
ini sangat besar dan dampaknya sangat merugikan
bagi ekosistem perairan dan berbahaya bagi
kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi
alternatif tepat guna yang efektif namun relatif
sederhana dengan biaya yang terjangkau sehingga
industri kecil-menengah dapat mengolah limbahnya
dengan lebih baik.
Penelitian ini merupakan kajian awal pengolahan
limbah Cr6+
dengan menggunakan fotokatalisis
UV/TiO2 dalam fotoreaktor berukuran 3 L secara
batch. Percobaan dibagi menjadi 2 bagian yaitu
percobaan pendahuluan dan percobaan utama.
Percobaan pendahuluan bertujuan untuk menentukan
waktu reaksi, laju aerasi optimum, dan jenis holescavenger yang digunakan pada percobaan utama.
Percobaan utama bertujuan untuk menentukan
kondisi operasi optimum dalam proses reduksi Cr6+
.
Kondisi operasi yang paling berpengaruh dalam
fotokatalisis adalah konsentrasi katalis TiO2 dan pH
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 – 4393
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Yogyakarta, 22 Februari 2011
C01-1
limbah (Tang, 2004), yang dalam percobaan
divariasikan dalam rentang 0.5 – 2 gr/L dan 1 – 3.
Sebelum dilakukan percobaan, dilakukan survei
limbah ke PT. Nusantara Turbin dan Propulsi,
Bandung. Dari hasil survei dibuat limbah sintetis
dengan karakteristik serupa yang nantinya digunakan
dalam percobaan. Kandungan Cr(VI) awal dan
setelah diolah kemudian diukur untuk menentukan %
konversi Cr6+
.
Landasan Teori
Limbah logam berat heksavalen kromium atau
Cr(VI) merupakan salah satu jenis limbah berbahaya.
Cr(VI) bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan
iritasi pada kulit manusia, serta dapat berefek buruk
pada organ hati, yaitu menimbulkan terjadinya
peradangan pada hati (hepatitis). Disamping itu
Cr(VI) juga bersifat toksik (racun) dan terlebih harus
diperhatikan bahwa keracunan Cr(VI) ini dapat
menyerang sel-sel genetik. Sementara itu, toksisitas
Cr(III) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan
Cr(VI), yaitu sekitar 1/100 kalinya, sehingga untuk
mengolah limbah krom maka Cr(VI) harus direduksi
terlebih dahulu menjadi Cr(III).
Di antara beberapa jenis katalis, TiO2 merupakan
katalis yang paling banyak digunakan karena tidak
beracun, stabil, dan paling aktif di antara
semikonduktor yang lain. TiO2 memiliki 2 jenis
allotrop yaitu anatase dan rutile. Anatase memiliki
luas permukaan yang lebih luas dan pusat aktif yang
lebih rapat dibanding rutile. TiO2 memiliki pH
isoelektrik sebesar 3.9 – 8.2 (Marek Kosmulski,
2001).
Sifat fotokatalisis UV/TiO2 merupakan hasil dari
proses penyinaran sinar berenergi tinggi UV ke
permukaan katalis TiO2. TiO2 merupakan suatu
semikonduktor di mana tiap semikonduktor memiliki
batas celah energi tertentu untuk dapat mengeksitasi
elektron yang ada dari pita konduksi ke pita valensi
dengan tingkat energi yang lebih tinggi (Schiavello,
1988). Absorpsi foton atau cahaya berenergi tinggi
dapat mengakibatkan terjadinya eksitasi elektron
pada permukaan semikonduktor. Penyinaran dengan
energi di atas energi ambang batas (energy band gap)
semikonduktor dapat mengeksitasi elektron sehingga
membentuk pasangan fotoelektron dan juga hole
(Pareek, 2003).
Gambar 1. Proses fotokatalisis: (a), reaksi di permukaan,
(b), reaksi di fasa curah, (c), fotoelektron sebagai reduktor,
(d), hole sebagai oksidator.
Fotoelektron dan hole hasil radiasi dapat
bereaksi satu sama lain. Reaksi ini disebut sebagai
reaksi rekombinasi di mana antara fotoelektron dan
hole saling menetralkan satu sama lain sambil
melepaskan panas. Pada permukaan semikonduktor,
fotoelektron dapat menjadi reduktor sementara hole
dapat menjadi oksidator. Reaksi rekombinasi harus
diminimalkan agar penyinaran menjadi efektif.
Reaksi rekombinasi ini dapat dicegah dengan
melakukan penambahan hole scavenger. Hole
scavenger adalah suatu senyawa yang dapat mengikat
hole sehingga fotoelektron dapat digunakan untuk
reduksi Cr(VI) secara optimum. Senyawa holescavenger yang biasa digunakan antara lain asam
sitrat, asam oksalat , dan juga EDTA (Min Huang
dkk.,1996; T. Tan dkk., 2003; Maurizio Addamo; P.
Kajitvichyanukul dkk., 2006).
Jaekyung Yoon dkk. sebelumnya telah
melakukan percobaan reduksi heksavalen kromium
dengan variasi pH asam dan basa, yaitu pH 3, 5, 7,
dan 9. Dari keempat variasi pH tersebut diperoleh
kondisi pH optimum untuk reduksi Cr6+
sebesar 3
dengan % removal sebesar 98%. Selain itu, ada
percobaan reduksi heksavalen kromium dengan
variasi pH 2, 7, dan 10 yang dilakukan oleh Slamet
dkk. Dari ketiga variasi pH tersebut diperoleh kondisi
pH optimum untuk reduksi Cr6+
adalah pH 2. Dari
kedua percobaan yang telah dilakukan tersebut
menunjukkan bahwa logam Cr6+
dapat tereduksi
dengan baik pada kondisi asam.
Metodologi
Larutan limbah sintetik dibuat dengan
menggunakan larutan kalium dikromat (K2Cr2O7)
dengan konsentrasi Cr6+
sebesar 50 mg/L. Kemudian
ditambahkan katalis dengan jumlah tertentu
(divariasikan antara 0.5 – 2 g/L) dan juga sejumlah
tertentu hole scavenger. Katalis TiO2 yang digunakan
pada percobaan ini merupakan jenis Merck yang
memiliki struktur anatase. Untuk mengatur pH awal
limbah, digunakan larutan H2SO4 atau larutan NaOH
2 M. Fotoreaktor yang digunakan adalah sebuah
C01-2
fotoreaktor 3 L dengan satu buah lampu UV NNI
60/35 XL yang dilengkapi dengan pH meter,
termometer, kompresor, kerangan pengatur laju
aerasi, dan jaket pendingin. Sebelum dimasukkan
ke dalam fotoreaktor, pH limbah disesuaikan
sampai pH yang dikehendaki (pH 1, 2, dan 3).
Sebelum lampu dinyalakan, sampel diambil sekali
untuk pengukuran kondisi awal. Setelah lampu UV
dinyalakan sejumlah sampel diambil setiap 30
menit selama 150 menit penyinaran.
Analisis kandungan Cr6+
dalam sampel limbah
dilakukan dengan menggunakan LW Scientific UV-
Vis Spectrophotometer tipe UV-200-RS. Sebelum
dianalisis sampel harus dipreparasi terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan DPC untuk
pembentukan kompleks warna. Larutan DPC yang
digunakan dibuat dari 50 mg 1,5 diphenylcarbazide
yang dilarutkan dalam 250 ml aseton. (Standard
Methods For The Examination of Water and
Wastewater 20th
ed., 1998). Dengan menggunakan
metode spektrofotometri konsentrasi Cr6+
dapat
ditentukan secara terpisah dari Cr3+
hasil reduksi.
Gambar 2. Skema fotoreaktor UV/TiO2: (a), fotoreaktor, (b), tangki penampung, (c), flowmeter,
(d), rotatometer, (e), pressure regulator, (f), kompresor.
Hasil dan Pembahasan
Hasil percobaan reduksi heksavalen kromium
ini dapat ditinjau secara kualitatif dan secara
kuantitatif. Secara kualitatif dapat diamati adanya
perubahan warna larutan limbah dari kuning hingga
mendekati bening (Gambar 3).
Gambar 3. Perbandingan warna larutan Cr(VI) setelah
proses reduksi pada waktu tertentu.
Warna kuning di awal menunjukkan masih
tingginya konsentrasi heksavalen kromium dalam
larutan limbah, sementara itu semakin lama warna
kuning semakin memudar yang menandakan
konsentrasi heksavalen kromium yang semakin
lama semakin menurun setelah direduksi.
Sementara secara kuantitatif hasil percobaan
dapat ditinjau dari nilai tetapan laju reduksi (k) dan
juga besar % removal. Harga k menunjukkan
seberapa cepat proses reduksi Cr(VI) berlangsung,
sementara % removal menunjukkan seberapa
banyak heksavalen kromium yang dapat direduksi
selama 150 menit penyinaran.
Tetapan laju reduksi Cr6+
ditentukan dengan
model reaksi orde satu semu. Nilai tetapan orde
satu semu (first order pseudo rate constant)
diperoleh dari hasil linearisasi dari persamaan
neraca massa reaktor batch dan kinetika orde satu.
(d)
(e)
(f)
(b)
(c)
(a)
C01-3
(1)
(2)
Dari persamaan tersebut, dibuat kurva yang
menghubungkan antara ln C/C0 dan t. Nilai tetapan
laju reduksi merupakan gradien garis regresi data
percobaan dalam kurva tersebut.
Penentuan Hole Scavenger. Hole scavenger
berperan untuk mencegah terjadinya reaksi
rekombinasi dengan elektron. Pada penelitian ini
digunakan beberapa jenis hole scavenger yaitu
EDTA, asam oksalat, dan asam sitrat. Dari ketiga
jenis hole scavenger tersebut kemudian dipilih holescavenger yang dapat membantu proses reduksi
Cr(VI) agar berjalan dengan optimum.
Tabel 1. Perbandingan tetapan laju reduksi pada
berbagai jenis hole scavenger.
Dapat diamati pada Tabel 1 bahwa nilai k pada
percobaan dengan EDTA dan asam sitrat lebih
tinggi dibandingkan dengan penggunaan asam
oksalat sebagai hole scavenger. Perbedaan nilai k
antara EDTA dan asam sitrat tidak terlalu besar.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kedua
hole scavenger tersebut mengikat kelebihan hole
sama baiknya. Namun dari kedua jenis hole
scavenger tersebut, dipilih asam sitrat sebagai hole
scavenger karena harga asam sitrat relatif lebih
murah dibandingkan EDTA.
Penentuan Waktu Reaksi. Pada penentuan
waktu reaksi, parameter yang digunakan ialah laju
aerasi sebesar 3 L/min, konsentrasi katalis 2 gr/L,
dan pH 3. Selama penyinaran lama kelamaan
konsentrasi heksavalen kromium semakin menurun,
akan tetapi setelah beberapa waktu tertentu laju
reduksi mulai tidak signifikan. Waktu reaksi yang
ditentukan dalam percobaan adalah waktu di mana
laju reduksi heksavalen kromium sudah tidak
signifikan lagi.
Gambar 4. Profil konsentrasi Cr(VI) terhadap waktu.
Dalam percobaan penentuan waktu reaksi ini
dilakukan penambahan asam sitrat sebagai hole
scavenger yang fungsinya untuk menangkap hole
yang terbentuk sehingga reaksi rekombinasi dapat
dicegah. Dari percobaan nampak bahwa setelah
menit ke-150 laju reduksi sudah tidak signifikan
lagi yang ditunjukkan dari besar C/C0 yang mulai
konstan terhadap waktu. Oleh karena itu, pada
percobaan penentuan kondisi optimum pH dan
konsentrasi TiO2 dilakukan pengolahan selama 150
menit.
Penentuan Laju Aerasi Optimum. Dalam
percobaan harus ditentukan besarnya laju aerasi
yang optimum. Besarnya laju aerasi sangat
berpengaruh terhadap tahanan perpindahan massa
yang terjadi di permukaan katalis. Semakin besar
laju aerasi yang diberikan maka akan semakin tipis
film yang terbentuk di permukaan katalis sehingga
tahanan perpindahan massa semakin kecil. Akan
tetapi, laju aerasi harus dijaga agar tidak berlebih.
Dalam kondisi aerasi berlebih maka akan terjadi
kelebihan oksigen. Oksigen sebagai electron
scavenger dapat mengikat elektron yang seharusnya
digunakan dalam proses reduksi Cr6+
dan apabila
hal ini terjadi maka proses reduksi akan menjadi
terhambat.
Pada percobaan ini, divariasikan laju aerasi
sebesar 1, 2, 3, dan 4 L/min. Dari keempat hasil
percobaan tersebut dapat diperoleh nilai tetapan laju
reduksinya (k).
Tabel 2. Perbandingan tetapan laju reduksi pada
berbagai variasi laju aerasi.
Dapat dilihat pada Tabel 2, semakin besar laju
aerasi maka semakin besar pula besar k. Hal ini
menunjukkan bahwa proses reduksi akan
berlangsung secara lebih baik pada laju aerasi yang
semakin besar. Namun, dapat dilihat pula bahwa
Hole scavengerk
(menit-1
)
EDTA 0.01423
asam oksalat 0.00517
asam sitrat 0.0191
Laju aerasi ( L/menit) k (menit-1
)
1 0.01499
2 0.0179
3 0.02142
4 0.01739
C01-4
harga k menurun pada laju aerasi 4 L/min. Hal ini
mengindikasikan bahwa perfoma reduksi mulai
menurun karena adanya kelebihan oksigen yang
mengikat elektron. Karena sebagian elektron telah
diikat oleh oksigen, maka proses reduksi Cr6+
menjadi lebih lambat.
Penentuan Kondisi Optimum Reduksi
Cr(VI). Pada penelitian kali ini digunakan variasi
pH pada kondisi asam yaitu pH 1, 2, dan 3. Dari
ketiga variasi tersebut hendak dicari kondisi pH
yang paling optimum untuk reduksi heksavalen
kromium. Dalam percobaan reduksi Cr6+
ini perlu
dicari kondisi pH optimum karena pH larutan
memegang peranan yang penting dalam adsorbsi
partikel Cr6+
oleh katalis. Adsorbsi partikel Cr6+
pada permukaan katalis harus cukup kuat sehingga
elektron yang terbentuk pada permukaan katalis
dapat langsung digunakan dalam reaksi reduksi
Cr6+
(reaksi terjadi pada permukaan katalis).
Semakin baik adsorbsi Cr6+
di permukaan katalis
maka reduksi Cr6+
pun akan meningkat.
Suatu padatan semikonduktor memiliki kondisi
isoelektrik yakni suatu kondisi dimana permukaan
zat tersebut bermuatan netral. Katalis TiO2 anatase
memiliki pH isoelektrik sekitar 6.6 (Chen dkk.,
2008). Di bawah pH 6.6 permukaan partikel
bermuatan positif, sementara pada pH di atas 6.6
permukaan katalis bermuatan negatif. Apabila
permukaan katalis bermuatan positif, maka akan
terjadi tolak menolak antara permukaan katalis dan
juga partikel Cr6+.
Apabila hal ini terjadi maka
adsorbsi Cr6+
pada permukaan katalis menjadi
kurang baik.
Selain pH, konsentrasi katalis TiO2 yang
optimum untuk reduksi heksavalen kromium juga
perlu ditentukan. Variasi konsentrasi katalis TiO2
yang digunakan adalah 0.5, 1, dan 2 gr/L.
Konsentrasi katalis menentukan jumlah pusat aktif
yang menghasilkan elektron akibat penyinaran
dengan UV. Semakin besar konsentrasi katalis yang
digunakan maka akan semakin banyak elektron
yang dihasilkan. Akan tetapi, konsentrasi katalis
yang berlebihan akan mempengaruhi kekeruhan
larutan. Semakin keruh larutan maka penetrasi sinar
UV akan terganggu (shielding effect), sehingga
absorpsi UV oleh katalis tidak optimal.
Dari masing-masing variasi pH dan konsentrasi
katalis TiO2 tersebut kemudian dibuat grafik
konsentrasi Cr6+
terhadap waktu. Dari grafik
tersebut dapat diamati penurunan konsentrasi Cr6+
terhadap waktu. Kondisi optimum untuk reduksi
logam Cr(VI) dapat diamati dari grafik dan nilai
tetapan laju reduksinya. Selain itu dapat juga dilihat
dari nilai % removal Cr6+
.
Gambar 5. Kurva perbandingan pH pada konsentrasi
katalis TiO2 0.5 gr/L.
Dari Gambar 5 dapat diamati secara visual
bahwa pada pH 1 dan konsentrasi katalis TiO2 0.5
gr/L, laju reduksi Cr6+
lebih signifikan
dibandingkan pada pH 2 dan 3. Nilai % removal
Cr6+
yang paling besar dari perbandingan ketiga
variasi pH ini adalah pada pH 1 yaitu sebesar
90.86% dengan nilai tetapan laju reduksi yang
paling besar pula yaitu 0.0134016 menit-1
. Selain
pada konsentrasi katalis TiO2 sebesar 0.5 gr/L,
dialurkan pula kurva perbandingan berbagai variasi
pH pada konsentrasi katalis TiO2 sebesar 1 dan 2
gr/L.
Gambar 6. Kurva perbandingan pH pada konsentrasi
katalis TiO2 1 gr/L.
Dari Gambar 6 di atas dapat ditarik kesimpulan
yang serupa dengan yang sebelumnya yakni laju
reduksi terjadi lebih signifikan pada pH 1. Nilai
tetapan laju reduksi Cr6+
pada pH 1 lebih besar
daripada pH 2 dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa
laju reduksi Cr(VI) pada pH 1 lebih cepat
dibandingkan dengan pH 2 dan 3, dan juga pH 1
dapat mereduksi Cr6+
lebih banyak dibandingkan
dengan kedua pH lainnya dilihat dari besar %
removal sebesar 89.08%.
C01-5
Gambar 7. Kurva perbandingan pH pada konsentrasi
katalis TiO2 2 gr/L.
Pada kurva perbandingan pH pada konsentrasi
katalis TiO2 sebesar 2 gr/L dapat dilihat pula bahwa
pada pH 1 laju reduksi Cr6+
lebih signifikan
dibandingkan pada kedua kondisi pH lainnya. Nilai
tetapan laju reduksi pada pH 1 adalah sebesar
0.0173 menit-1
dengan % removal sebesar 94.19%.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada reaksi
reduksi Cr6+
terjadi secara signifikan pada pH 1.
Dari hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa
reaksi reduksi terjadi di luar permukaan katalis,
karena pada pH yang lebih asam permukaan katalis
cenderung bermuatan positif sehingga adsorpsi
partikel Cr6+
ke permukaan lebih sulit terjadi.
Reaksi reduksi Cr6+
menjadi Cr3+
dapat pula
terjadi karena adanya suatu electron carrier yang
membawa elektron keluar dari permukaan katalis.
Dalam hal ini reaksi reduksi terjadi di luar
permukaan katalis. Electron carrier yang ada di
dalam larutan berupa oksigen yang terbawa di
dalam udara aerasi. Mula-mula oksigen mengikat
elektron dan membawa elektron keluar dari katalis.
Kemudian setelah itu elektron kembali dilepaskan
ke fasa curah sehingga dapat digunakan untuk
mereduksi Cr6+
.
Tabel 3. Perbandingan nilai tetapan laju reduksi dan
% removal pada berbagai variasi pH dan konsentrasi
katalis TiO2.
pHkonsentrasi
TiO2 (gr/L)
k x 102
(menit-1)% removal
1
0.5 1.3402 90.86
1 1.3482 89.08
2 1.7291 94.19
2
0.5 1.2618 81.44
1 1.1507 78.89
2 1.0864 76.54
3
0.5 0.9175 78.55
1 0.8526 78.73
2 0.9464 77.78
Hasil seluruh percobaan disajikan pada Tabel
3. Dapat diamati bahwa efektivitas reduksi Cr6+
tidak dipengaruhi oleh besar pH saja melainkan
juga oleh konsentrasi katalis TiO2. Selain itu,
teramati bahwa konsentrasi TiO2 optimum berbeda-
beda pada masing-masing pH.
Tabel 3 menunjukkan bahwa reduksi Cr6+
terjadi paling optimum terjadi pada pH 1 dengan
konsentrasi katalis TiO2 sebesar 2 gr/L. Pada
kondisi tersebut nilai tetapan laju reaksi nya paling
besar yakni sebesar 0.0173 menit-1
dan besar %
removal sebesar 94.19%.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,
dapat ditarik beberapa kesimpulan. Fotokatalisis
UV/TiO2 dapat mereduksi limbah Cr(VI) dengan
efisien dengan daya lampu 20 Watt/Liter dengan
removal Cr6+
sebesar 94.19% pada kondisi
optimumnya. Selain itu laju reduksi Cr(VI)
bergantung pada laju aerasi, pH, dan konsentrasi
katalis TiO2 yang digunakan. Laju aerasi optimum
reaktor untuk reduksi Cr(VI) sebesar 3 L/min dan
hole scavenger yg paling baik adalah asam sitrat.
Kondisi optimum untuk pengolahan limbah Cr(VI)
pada pH awal larutan 1 dan konsentrasi katalis TiO2
sebanyak 2 gr/L.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini didanai oleh Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan
Nasional, Surat Perjanjian No:
062/SP2H/PP/DP2M/III/2010.
Daftar Notasi
C = konsentrasi Cr6+
, gr/L
C0 = konsentrasi awal Cr6+
, gr/L
kobs = tetapan laju reduksi pada percobaan, menit-1
t = waktu, menit
Daftar Pustaka
Addamo, M., Augugliaro, V., Garcı´a-Lo´pez, E.,
Loddo, V., Marcı‘, G., Palmisano, L.,
Oxidation of Oxalate Ion in AqueousSuspensions of TiO2 by Photocatalysis and
Ozonation.
Ahmad, H., 2001, Elektrokimia dan Kinetika
Kimia, Citra Adiya Bakti, Bandung.
Chen, X. Q., Shen, W. H., 2008, Preparation &
Properties of Stable Nanocrytalline Anatase
TiO2 Colloids, Chemical Engineering &
Technology, 31 (9), 1277-1281.
Huang, M., Tso, E., K. Datye, A., 1996, Removal
of Silver in Photographic Processing Waste by
TiO2 Based Photocatalysis, American
Chemical Society.
Kajitvichyanukul, P., Sungkaratana, T., 2006,
Photocatalytic Removal of Zinc(II) in UV
irradiated Titania Suspensions, Asian Journal
on Energy and Environment.
C01-6
Marek Kosmulski, 2001, Chemical Properties of
Material Surfaces, Marcel Dekker.
Pareek, V.K., Adesina, A. A., 2003, Handbook ofPhotochemistry and Photobiology, American
Scientific Publishers, H.S. Nalwa, Editor,
Stevenson Ranch, CA, 345-412.
Schiavello, M., 1988, Basic Concepts in
Photocatalysis, Photocatalysis and
Environment: Trends and Applications, M.
Schiavello, Editor, Kluwer Academic
Publishers, Dordrecht, The Netherlands.
Slamet, Syakur, R., Danumulyo, W., 2003,
Pengolahan Limbah Logam Berat
Chromium(VI) dengan Fotokatalisis TiO2,
Makara, Teknologi, 27-32.
Sugiharto, A., Setiawan, Y., Saleh, A. A., 2003,
Chromium Waste Water Treatment of
Electroplating Industries in Indonesia, HWTM
Newsletter, 5, 8-9.
Tan, T., Beydoun, D., Amal, R., 2003, Effects of
Organic Hole Scavengers on The
Photocatalytic Reduction of Selenium Anions,
Elsevier.
Tang, Walterz, 2004, Physicochemical Treatment
of Hazardous Wastes, CRC Press, Florida.
Yoon, J., Shim, E., Bae, S., Joo, H., 2009,
Application of Immobilized Nanotubular TiO2
Electrode for Photocatalytic Hydrogen
Evolution: Reduction of Hexavalent Chromium
(Cr(VI)) in Water, Journal of Hazardous
Materials, 161, 1069-1074.
-------, 1998, Standard Methods For The
Examination of Water and Wastewater, 20th
ed.
C01-7