Upload
vuhanh
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN HIBAH BERSAING
RANCANG BANGUN MESIN PENDINGIN UDARA ALTERNATIFRAMAH LINGKUNGAN YANG MEMANFAATKAN CAIRAN
ANTIBEKU SEBAGAI REFRIJERAN DANTHERMOELECTRIC SEBAGAI SUMBER DINGIN
TIM PENGUSUL
Apollo, S.T., M. Eng. / 0023076901Muh. Yusuf Yunus, S. ST., M. T. / 0020088004
Ir. La Ode Musa, M. T. / 0031126056
Dibiayai oleh DIPA Politeknik Negeri Ujung Pandang, sesuai denganSurat Perjanjian Pelaksanaan Program Penelitian Desentralisasi (Hibah Bersaing)
Tahun Anggaran 2015 Nomor: 098/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/V/2015Tanggal Februari 2015
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2015
431/Teknik Mesin (dan Ilmu Permesinana Lain)
iii
RINGKASAN
Penggunaan jenis refrijeran pada berbagai mesin pendingin saat ini, baik refrijeransintesis yang mengandung CFC (chlorofluorocarbon) maupun refrijeran alternatif yangberbasis hidrokarbon masih berpotensi menimbulkan permasalahan lingkunngan globalyaitu adanya dampak penipisan lapisan ozon (ozone depleting), efek rumahkaca/pemanasan global (global warming) serta penggunaan energi yang relatif besar.Selain itu, harga pengadaan dan biaya operasional setiap unitnya juga relatif mahal.Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dipikirkan pendingin udara alternatif yangmemanfaatkan cairan anti beku sebagai refrijeran ramah lingkungan dan thermoelectricsebagai sumber dingin dengan jumlah komponen yang lebih sedikit. Hasil penelitian inimendapatkan kinerja pendingin udara alternatif yang memenuhi standar suhu udaradalam ruangan bagi kenyamanan manusia yang beraktivitas didalamnya. Untuk tujuanjangka panjang, penelitian ini akan mengatasi permasalahan lingkungan globalsebagaimana tersebut di atas serta dapat memberikan solusi bagi ketersediaan mesinpendingin secara umum untuk wilayah terpencil yang sulit terjangkau aliran listrik PLN,karena mesin pendingin ini dapat dioperasikan dengan sumber listrik arus searah yangdapat disuplai dari sel surya (solar cell). Metode yang digunakan untuk menyelesaikanmasalah di atas adalah dengan melakukan penelitian kinerja pendingin udara alternatifmelalui memodifikasi mesin pendingin udara konvensional, dimana penggunaanrefrijeran konvensional diganti oleh cairan antibeku dalam hal ini air-garam (brine) danglycol, sumber pendinginan memanfaatkan sisi dingin dari thermoelectric, penggunaankompressor digantikan dengan pompa sirkulasi. Kondensor pada mesin pendinginkonvensional tidak akan digunakan lagi pada sistem ini. Bagian evaporator akan dimodifikasi menjadi ventilator yang didinginkan oleh sirkulasi cairan antibeku yangtelah didinginkan oleh thermoelectric. Selama siklus pendinginan, tidak akan terjadiperubahan fasa refrijeran (selalu berfasa cair) sehingga sirkulasi refrijerannya hanyadilakukan oleh pompa. Uji kinerja mesin pendingin alternatif ini memvariasikan:campuran air dan garam untuk mendapatkan refrijeran air-garam yang sesuai danjumlah kepingan thermoelectric sebagai sumber dingin untuk mendapatkan efekpendinginan yang paling efektif dan efisien. Pada penggunaan cairan antibekucampuran NaCL+H2O temperatur rata-rata refrijeran terendah sebesar 6,1oC diperolehtemperatur rata-rata ruangan terendah sebesar 12,2oC dengan nilai COP tertinggisebesar 2,34 dan terendah sebesar 0,70, sedangkan pada penggunaan cairan antibekucampuran Glicol+H2O temperatur rata-rata refrijeran terendah sebesar 3,3oC diperolehtemperatur rata-rata rungan terendah sebesar 8,9oC dengan nilai COP tertinggi sebesar2,10 dan terendah sebesar 0,57. Nilai Coeficient of Performance (COP) yang cenderungterus turun ini disebabkan oleh temperatur ruangan menuju ke keadaan stabil.
Kata kunci: pendingin, thermoelectric, refrijeran, antibeku.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, oleh karena petunjuk dan bimbingan-Nya
sehingga Pelaksanaan dan Penyusunan Laporan Akhir Penelitian dengan judul
“Rancang Bangun Mesin Pendingin Udara Alternatif Ramah Lingkungan yang
Memanfaatkan Cairan Antibeku sebagai Refrijeran dan Thermoelectric sebagai Sumber
Dingin” dapat kami selesaikan, meskipun tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Kegiatan penelitian ini merupakan salah satu wujud partisipasi kami dalam
memberikan kontribusi pada masyarakat dalam rangka membumikan Tri Dharma Perguruan
Tinggi. Namun demikian, kami menyadari bahwa laporan penelitian ini belum begitu
sempurna demikian pula hasilnya, oleh karena itu kami sangat membutuhkan masukan
dalam bentuk saran dan koreksi dari semua pihak yang telah membaca laporan ini.
Kepada semua pihak yang turut membantu terselenggaranya penelitian ini, khususnya
kepada penyandang dana, kami mengucapkan terima kasih. Semoga hasil kegiatan ini
memenuhi fungsi dan manfaatnya secara berkesinambungan kepada pengembahan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Akhirnya kepada Allah SWT kami serahkan untuk menilai kegiatan ini dan semoga
dapat diterima sebagai ibadah disisi-Nya.
Makassar, 11 Nopember 2015
Tim Peneliti
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
RINGKASAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2. 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Ruangan 3
2. 2. Konsumsi Energi Mesin Pendingin Ruangan 6
2. 3. Dampak Lingkungan terhadap Penggunaan Mesin Pendingin Ruangan 7
2. 4. Refrijerasi Thermoelectric 9
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 14
3. 1. Tujuan Penelitian 14
3. 2. Manfaat Penelitian 14
BAB 4. METODE PENELITIAN 14
4. 1. Deskripsi Sistem 14
4. 2. Bagan Alir Penelitian 15
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 16
5. 1. Instalasi Pengujian 16
5. 2. Data Pengamatan dan Analisis Data 16
5. 3. Pembahasan 19
BAB 6. RENCANA PENELITIAN TAHAP BERIKUTNYA 20
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 22
7. 1. Kesimpulan 22
7. 2. Saran-Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN-LAMPIRAN 24
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Pengujian Kinerja Mesin Pendingin dengan RefrijeranAntibeku (Campuaran Air-Garam 25%)
27
Tabel 2. Pengujian Kinerja Mesin Pendingin dengan Refrijeran Antibeku(Campuaran Air-Glicol 50%)
28
Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji Kinerja Mesin Pendingin dengan RefrijeranAntibeku (Campuaran Air-Garam 25%)
29
Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Kinerja Mesin Pendingin dengan RefrijeranAntibeku (Campuaran Air-Glicol 50%)
30
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Komponen-komponen sistem refrijerasi kompressi uap 3
Gambar 2. Diagram T-s dan p-h siklus refrijerasi kompressi uap 4
Gambar 3. Skematik diagram sistem thermoelectric 10
Gambar 4. Modul pendinginan thermoelectric yang merekatkan sebuahthermoelectric cooler (TEC) dengan sebuah pendingin udara heatsink (Chang, 2008).
13
Gambar 5. Instalasi mesin pendingin udara alternatif yang akan diteliti 15
Gambar 6. Bagan alir penelitian yang telah dilaksanakan 16
Gambar 7. Grafik perubahan temperatur ruangan & refrijeran versus waktuoperasi mesin
19
Gambar 8. Grafik perubahan temperatur ruangan versus waktu operasi mesin 20
Gambar 9. Bagan alir penelitian yang telah dan akan dilaksanakan (RoadmapPenelitian)
21
Gambar 10. Termoelektrik sumber dingin 24
Gambar 11. Power suplai DC, pompa sirkulasi, bak pendingin termoelektrik,& alat ukur
24
Gambar 12. Instalasi pengukuran temperatur dengan sistem data logger 25
Gambar 13. Proses pengerjaan bak pendingin termoelektrik 25
Gambar 14. Instalasi Pengujian Lengkap 26
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian 24
Lampiran 2. Tabel Pengujian Kinerja Mesin Pendingin Alternatif 27
Lampiran 3. Tabel Hasil Perhitungan Uji Kinerja Mesin Pendingin Alternatif 29
Lampiran 4. Sifat-sifat Termodinamika Refrijeran Antiibeku 31
Lampiran 5. Dokumen Diseminasi Internal Politeknik 32
1
BAB I. PENDAHULUAN
Penggunaan jenis refrijeran pada berbagai jenis mesin pendingin saat ini,
baik refrijeran sintesis yang mengandung CFC (chlorofluorocarbon) maupun
refrijeran alternatif yang berbasis hidrokarbon masih berpotensi menimbulkan
permasalahan lingkunngan global yaitu adanya dampak penipisan lapisan ozon
(ozone depleting), efek rumah kaca/pemanasan global (global warming) serta
penggunaan energi yang relatif besar. Selain itu, harga pengadaan dan biaya
operasional setiap unitnya juga relatif mahal. Berbagai penelitian bidang
refrijerasi telah dilakukan sebagai upaya untuk melakukan penghematan energi
pada mesin refrijerasi diantaranya: Pengaruh Kecepatan Putar Poros Kompresor
Terhadap Prestasi Kerja Mesin Pendingin AC (Effendi, 2005), Pengaruh Variasi
Massa Refrigeran R-12 dan Putaran Blower Evaporator Terhadap COP pada
Sistem Pengkondisian Udara Mobil (Wibowo dan Subri, 2006), dan Penghematan
Energi pada Sistem Pendingin Bangunan dengan Menggunakan Kendali Logika
Fuzzy (Nasution, 2007), akan tetapi peneletian-penelitian tersebut masih seputar
bagaimana meningkatkan kinerja siklus refrijerasi kompressi uap, yang notabene
masih menggunakan refrijeran sebagai media penyerapan kalor. Padahal
penggunaan refrijeran yang beredar saat ini khususnya di Indonesia, masih
mengandung bahan yang berpotensi merusak lapisan ozon dan meningkatkan
pemanasan global. Sedangkan dalam penelitian: Analisis Kinerja Pendingin
Udara Alternatif yang Memanfaatkan Energi Laten Es dengan Dua Heat
Exchanger (Jamal dan Firman, 2011) mengklaim sebuah mesin pendingin yang
tidak menggunakan kompressor dan freon sebagai fluida kerja sehingga ramah
lingkungan. Akan tetapi penggunan kalor laten es (es batu) sebagai sumber
pendinginan air yang bersirkulasi anatara dua alat penukar kalor (heat exchanger)
justru menunjukkan bahwa klaim mesin ini masih belum mampu melepaskan
ketergantungan terhadap mesin refrijerasi konvensional yang menggunakan
refrijeran, karena es (es batu) tersebut tentunya tidak tercipta secara alamiah
sebagaimana di wilayah kutub utara dan selatan permukaan bumi.
Pada dasarnya penggunaan refrijeran yang ramah lingkungan telah banyak
digunakan, tetapi masih sebagai refrijeran sekunder yaitu cairan antibeku yang
2
biasanya digunakan pada pabrik es balok, misalnya air-garam (brine) dan glicol.
Untuk jenis air-garam, Sumardi (2011) telah melakukan reformulasi cairan
antibeku dari air-garam sebagai refrijeran sekunder pada sistem refrijerasi dengan
konsentrasi larutan garam optimal adalah 25% dengan titik beku -20oC.
Sedangkan pada proses pendinginan udara tanpa menggunakan refrijeran atau
mesin refrijerasi kompressi uap –yang dapat menimbulkan dampak kerusakan
lingkungan global–, Chang, et al. (2008) telah melakukan penelitian
eksperimental untuk modul pendingin udara thermoelectric, pada penelitiannya
Chang, et al. (2008) mampu mendapatkan pendingin udara yang dapat memenuhi
kebutuhan kenyamanan temperatur ruangan.
Untuk mengatasi masalah serta memanfaatkan peluang tersebut di atas,
akan dilakukan penelitian mesin pendingin udara alternatif, yang memanfaatkan
cairan anti beku (air-garam) sebagai pengganti refrijeran ramah lingkungan serta
sistem thermoelectric sebagai sumber dingin dengan judul “Rancang Bangun
Mesin Pendingin Udara Alternatif yang Memanfaatkan Cairan Antibeku sebagai
Refrijeran Ramah Lingkungan dan Thermoelectric sebagai Sumber Dingin”.
Secara umum hasil penelitian ini mendapatkan kinerja pendingin udara yang
memenuhi standar suhu udara dalam ruangan bagi kenyamanan manusia yang
beraktivitas didalamnya. Untuk tujuan jangka panjang, penelitian ini akan
mengatasi permasalahan lingkungan global sebagaimana tersebut di atas serta
dapat memberikan solusi bagi ketersediaan mesin pendingin secara umum untuk
wilayah terpencil yang sulit terjangkau aliran listrik PLN, karena mesin pendingin
ini dapat dioperasikan dengan sumber listrik arus searah yang dapat disuplai
dengan sel surya (solar cell).
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 5. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Ruangan
Komponen utama mesin yang menerapkan siklus kompressi uap terdiri
dari empat unit, yaitu kompressor, kondensor, alat ekspansi, dan evaporator.
Susunan ke empat unit komponen tersebut secara skematik ditunjukkan pada
Gambar 1. Serangkaian komponen tersebut merupakan komponen proses pada
refrijeran sehingga dapat mengalami siklus termodinamika (siklus kompressi uap).
Apabila ireversibilitas di dalam evaporator, kompressor, dan kondensor diabaikan,
tidak ada penurunan tekanan akibat gesekan aliran, refrijeran yang mengalir pada
alat penukar kalor tekanannya konstan, dan proses kompressinya secara
isentropik, maka siklus kompressi uap tersebut dikatakan sebagai siklus ideal
kompressi uap.
Gambar 1. Komponen-komponen sistem refrijerasi kompressi uap
Siklus ideal kompressi uap (refrijerasi & pompa kalor) terdiri dari
serangkaian proses sebagai berikut:
Proses 1-2s : Kompressi isentropik refrijeran dari keadaan 1 menuju tekanankondensor keadaan 2s.
Proses 2s-3 : Perpindahan kalor dari refrijeran yang mengalir pada tekanankonstan di dalam kondensor hingga keadaan 3.
Proses 3-4 : Proses pencekikan (throttling process) dari keadaan 3 ke fasacampuran uap-cairan keadaan 4.
Proses 4-1 : Perpindahan kalor ke refrijeran yang mengalir melalui evaporatorpada tekanan konstan hingga mencapai siklus yang lengkap.
Diagram T-s dan p-h untuk siklus refrijerasi kompressi uap di atas ditunjukkan
pada Gambar 2 berikut ini.
4
T
s
11'
22s
33'
4
Daerah temperaturtinggi, TH
Daerah temperaturrendah, TC
1
23 3' 2ss =ko
snta
n
T = konstan4
p
h(a) (b)
1'
Gambar 2. Diagram T-s dan p-h siklus refrijerasi kompressi uap
Berdasarkan uraian Gambar 2 dan Gambar 2 di atas, dan dengan
menerapkan persamaan kesetimbangan laju massa dan energi pada volume atur
untuk setiap komponen disertai dengan asumsi-asumsi rasional yang
menyertainya, akan diperoleh transfer energi baik dalam bentuk kerja maupun
dalam bentuk kalor pada setiap komponen mesin refrijerasi tersebut. Oleh karena
ke empat komponen proses pada Gambar 1 tersebut merupakan suatu volume atur
dengan masing-masing satu saluran masuk dan satu saluran keluar, dan dianggap
bekerja pada keadaan tunak, maka persamaan kesetimbangan laju massa untuk
siklus ini berlaku persamaan:
mmmmm 4321
Transfer energi dalam bentuk kerja dan kalor pada masing-masing
komponen proses pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 di atas, ialah sebagai berikut.
Kerja Input pada Kompressor
Refrigeran meninggalkan evaporator dalam wujud uap jenuh atau uap
panas lanjut dengan temperatur dan tekanan yang relatif rendah, kemudian oleh
kompressor, uap tersebut dinaikkan tekanannya (tekanan kondensor). Kompressi
ini diperlukan untuk menaikkan temperatur refrijeran, sehingga temperatur
refrijeran di dalam kondensor lebih tinggi daripada temperatur lingkungannya.
Kerja input kompressor persatuan massa refrijeran dihitung dengan persmaan:
)( 12c hh
m
W
(1)
5
Pelepasan Kalor pada Kondensor
Setelah mengalami proses kompressi, refrijeran berada dalam fasa panas
lanjut dengan temperatur dan tekanan tinggi. Untuk mengubah wujudnya
menjadi cair, kalor refrijeran harus dilepas ke lingkungan melalui alat penukar
kalor (kondensor). Kalor refrijeran berpindah untuk memanaskan fluida
pendingin (udara atau air), sebagai konsekuensinya refrijeran mengalami
penurunan temperatur dari keadaan uap panas lanjut ke uap jenuh, selanjut
mengembun menjadi wujud cair. Kalor yang dilepas per satuan massa refrijeran
dihitung dengan persamaan:
)( 32out hhm
Q
(2)
Ekspansi pada entalpi konstan
Refrijeran dalam wujud cair mengalir melalui alat ekspansi. Ekspansi pada
alat ini menyebabkan tekanan turun tetapi entalpinya tetap ( h3 = h4 ) sehingga
keadaannya berubah menjadi campuran uap-cair pada tekanan dan temperatur
rendah. Selama proses ini tidak terjadi perpindahan kalor maupun kerja antara
refrijeran dengan sekitarnya.
Penyerapan Kalor pada Evaporator
Refrijeran dalam fasa campuran uap-cair mengalir melalui sebuah penukar
kalor yang disebut evaporator. Pada tekanan evaporator ini, temperatur jenuh
refrijeran lebih rendah daripada temperatur sekitarnya –media kerja atau media
yang didinginkan– sehingga dapat terjadi penyerapan kalor oleh refrijeran
terhadap sekitarnya. Kalor yang diserap oleh refrijeran per satuan massa
refrijeran dihitung dengan persamaan:
)( 41in hh
m
Q
(3)
Daya bersih pada siklus kompressi uap semata-mata merupakan daya input
kompressor, karena ekspansi pada Proses 3-4 tidak melibatkan daya masukan atau
daya keluaran. Oleh karena itu ukuran unjuk kerja siklus kompressi uap, baik
sebagai siklus refrijerasi maupun sebagai siklus pompa kalor, pembanding atau
penyebutnya adalah daya input kompressor.
6
Unjuk kerja siklus kompressi uap yang digunakan sebagai siklus refrijerasi
adalah rasio antara kalor yang diserap oleh siklus dengan daya input kompressor,
yang diistilahkan sebagai coeficient of performance refrigeration (COPref = ),
secara matematis dituliskan:
12
41
c
inref. /
/COP
hh
hh
mW
mQβ
(4a)
Sedangkan unjuk kerja siklus kompressi uap yang digunakan sebagai
siklus pompa kalor adalah rasio antara kalor yang dilepas oleh siklus dengan daya
input kompressor, yang diistilahkan sebagai coeficient of performance heat pump
(COPhp = ), secara matematis dituliskan:
12
32
c
ohp. /
/COP
hh
hh
mW
mQ ut
(4b)
Pada Gambar 2 juga ditunjukkan siklus aktual refrijerasi kompressi uap,
perbedaan siklus ideal (1-2s-3-4-1) dan siklus aktual (1-2-3-4-1) tersebut, semata
pada kerja kompressor yang memungkinkan adanya irreverbilitas, sehingga
dengan menggunakan bentuk efisiensi isentropik pada kompressor maka pengaruh
irreversibilitas proses kompressi dapat diketahui:
12
12s
c
scc /
/
hh
hh
mW
mWη
(5)
2. 6. Konsumsi Energi Mesin Pendingin Ruangan
Pemakaian energi khsusunya energi listrik untuk memenuhi kebutuhan
mesin-mesin pendingin ruangan yang menerapakan sistem refrijerasi kompressi
uap terhadap pasokan listrik secara global cukup signifikan, sehingga usaha
penghematan energi yang dilakukan terhadap mesin refrijerasi akan berdampak
signifikan terhadap usaha penghematan energi dunia. Sebagaimana diungkap oleh
Jamal (2011): di Indonesia misalnya, Suwono (2005 dalam Indartono, 2008)
menyebut sekitar 60% konsumsi listrik hotel di Jakarta digunakan untuk memasok
energi mesin refrijerasi. Sedangkan di Shanghai, Saito (2002 dalam Indartono,
2008) menyebut bahwa pada beban puncak di musim panas, mesin refrijerasi
mengkonsumsi 1/3 suplai listrik. Suzuki dkk (2005 dalam Indartono, 2008)
7
memperkirakan bahwa beban listrik untuk mesin refrijerasi mengkonsumsi tidak
kurang dari 1/5 suplai listrik di Jepang. Untuk belahan Amerika Utara, Todesco
(2005 dalam Indartono, 2008) menyatakan bahwa kebutuhan listrik untuk mesin
refrijerasi pada beban puncak mencapai 3,6-9,2 GW. Hal ini akan menjadi ironi
jika dibandingkan dengan kemampuan PT PLN untuk menyuplai listrik di
Indonesia sekitar 39,5 GW (Seymour, 2002 dalam Indartono, 2008). Dengan
persentase diatas terlihat bahwa pemakaian energi untuk mesin refrijerasi
sangatlah besar, dan 90% dari pemakaian energi tersebut dikosumsi oleh
kompresor (Tojo 1984 dalam Nasution, 2007).
Selain pada kompressor, mesin pendingin konvensional khususnya
pendingin udara (air conditioning) juga banyak menggunakan energi listrik pada
sisi kondensor yakni adanya motor listrik untuk penggerak kipas/fan penghembus
udara dingin menuju kondensor. Pada sebuah pendingin ruangan (AC split)
dengan kapasitas 1 kW, daya untuk motor penggerak kompressor dan kipas
kondensornya masing-masing 500 Watt dan 250 Watt. Hal ini menunjukkan
bahwa pada kedua komponen inilah penggunaan daya/energi listrik terbesar. Oleh
karena itu penelitian-peneitian yang berupaya untuk menggantikan dan atau
meminimalisasi penggunaan daya listrik pada kedua komponen ini menjadi sangat
menarik dan menantang untuk saat ini dan di masa-masa mendatang, mengingat
kebutuhan mesin pendingin sudah hampir menjadi kebutuhan primer bagi rumah-
rumah tangga sedangkan untuk perkantoran sudah menjadi kebutuhan primer.
2. 7. Dampak Lingkungan terhadap Penggunaan Mesin Pendingin Ruangan
CFC adalah singkatan dari Chloroflourocarbon yang terbentuk dari atom
chlor, flour, dan carbon. CFC merupakan gas yang berwarna biru tua, stabil, tidak
mudah terbakar, mudah disimpan, dan murah harganya. Karena sifat-sifat itulah
penggunaan CFC yang dikembangkan oleh Dr. Thomas Midgley pada tahun 1928
meluas dimana-mana hingga tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Tetapi di
sisi lain, aspek lingkungan yang kronis tidak dipertimbangkan di awal-awal
penggunaannya. CFC belakangan ini diketahui bertanggung jawab terhadap
penipisan lapisan ozon yaitu dengan dilepaskannya atom klorin ke atmosfer. CFC
8
merupakan salah satu gas rumah kaca yang melepas emisi secara langsung
maupun tidak langsung yang menjadi masalah lingkungan yang menjadi perhatian
bersama.
Pada tahun 1974, sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Prof.
Sherwood Rowland dan Prof. Mario Molina dari University of California,
mengatakan bahwa gas-gas CFC menimbulkan penipisan lapisan Ozon.
Peningkatan radiasi sinar ultraviolet yang disebabkan oleh penipisan lapisan Ozon
akibat CFC bukan hanya memberikan efek yang tidak baik terhadap kesehatan
seperti kanker kulit dan katarak, tetapi juga merusak gen dan membahayakan
keselamatan hewan dan tumbuhanan.
Pada tahun 1987, ditandatangani protocol Montreal, suatu perjanjian untuk
perlindungan terhadap lapisan ozon. Protokol ini kemudian diratifikasi oleh 36
negara termasuk Amerika Serikat. Pelarangan total terhadap penggunaan CFC
sejak 1990 diusulkan oleh Komunitas Eropa (sekarang Uni Eropa) pada tahun
1989, yang juga disetujui oleh Presiden AS George Bush. Pada Desember 1995,
lebih dari 100 negara setuju untuk secara bertahap menghentikan produksi
pestisida metil bromida di negara-negara maju. Bahan ini diperkirakan dapat
menyebabkan pengurangan lapisan ozon hingga 15 persen pada tahun 2000. CFC
tidak diproduksi lagi di negara maju pada akhir tahun 1995 dan dihentikan secara
bertahap di negara berkembang hingga tahun 2010. Hidrofluorokarbon atau
HCFC, yang lebih sedikit menyebabkan kerusakan lapisan ozon bila dibandingkan
CFC, digunakan sementara sebagai pengganti CFC, hingga 2020 pada negara
maju dan 2016 di negara berkembang. Untuk memonitor berkurangnya ozon
secara global, pada tahun 1991, National Aeronautics and Space Administration
(NASA) meluncurkan Satelit Peneliti Atmosfer. Satelit dengan berat 7 ton ini
mengorbit pada ketinggian 600 km (372 mil) untuk mengukur variasi ozon pada
berbagai ketinggian dan menyediakan gambaran jelas pertama tentang kimiawi
atmosfer di atas.
Pada bulan Desember 1995 diadakan Vienna conference yang merupakan
kelanjutan dari Montreal Protocol. Pada konferensi tersebut ditetapkan skenario
penghentian pemakaian CFC dan HCFC dan pencarian atas refrigeran-refrigeran
9
alternatif yang ramah lingkungan. Hidrokarbon sebagai salah satu refrigeran
alternatif memiliki banyak keuntungan, antara lain tidak diperlukan perubahan
peralatan utama yang sudah ada atau pembelian peralatan baru, hidrokarbon biasa
dipakai dengan pelumas mineral maupun sintetis serta tidak menyebabkan
kerusakan ozon dan pemanasan global karena ODP yang dimiliki nol dan GWP-
nya kecil. Kebutuhan pengisian hidrokarbon dalam mesin pendingin kurang dari
separuh (+40%) dibandingkan CFC. Refrigeran halokarbon yang paling banyak
dipakai adalah refrigeran CFC terutama CFC–12 yang diperkenalkan pada tahun
1931, telah digunakan secara luas pada sistem refrigerasi
Saat ini, berdasarkan pantauan menggunakan instrumen Total Ozone
Mapping Spectrometer (TOMS) pada satelit Nimbus 7 dan Meteor 3, kerusakan
ini telah menimbulkan sebuah lubang yang dikenal sebagai lubang ozon (ozone
hole) di kedua kutub bumi (Yusuf, 2008). Kerusakan ozon disebabkan
meningkatnya pelepasan Bahan Perusak Ozon (BPO) ke atmosfer. Sekitar 100
jenis BPO yang terdaftar berdasarkan Protokol Montreal 1987. Diantara BPO ada
beberapa jenis umum digunakan di Indonesia yaitu chlorofluorocarbons (CFCs)
dan hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) yang banyak digunakan pada pendingin
AC dan lemari es (Yusuf, 2008). Konvensi Wina dan Protokol Montreal pada
tahun 1992 dan menetapkan kebijakan agar masyarakat dunia aktif dalam upaya
perlindungan lapisan ozon. Upaya aktif yang harus ditempuh adalah pengurangan
pemakaian BPO terutama CFC, menggantikannya dengan yang ramah lingkungan
(refrigeran hidrokarbon) sampai penghentian penggunaannya (Yusuf, 2008).
Dengan kondisi di atas, maka salah satu upaya untuk menghasilkan mesin
refrijerasi yang ramah lingkungan adalah dengan menggantikan refrigeran CFC
dengan cairan antibeku yang mudah diperoleh.
2. 8. Refrijerasi Thermoelectric
Pendinginan thermoelectric menggunakan komponen yang menerapkan
efek Peltier, dengan cara pengaliran arus searah (DC) langsung yang melalui
sambungan dua material yang tidak sejenis sehingga menyebabkan pada dua sisi
sambungan tersebut menjadi dingin (dapat menyerap kalor) dan panas (dapat
10
melepaskan kalor), yang mana tergantung pada besarnya arus yang mengalir pada
komponen tersebut.
Gambar 3. Skematik diagram sistem thermoelectric
Pada Gambar 3, memperlihatkan sepasang elemen-termo yang
ditempelkan pada masing-masing ujungnya dengan lembaran logam yang
berdempetan di salah satu ujung oleh strip logam sehingga membentuk
sambungan antara kaki. Kaki membentuk rangkaian seri elektrik tetapi secara
termal membentuk rangkaian paralel. Unit ini disebut sebagai pasangan
termoelektrik dan merupakan blok bangunan dasar dari sebuah modul pendingin
termoelektrik (atau Peltier). Material termo-elemen adalah semikonduktor yang
ditambahkan dengan satu tipe-n sebagai pembawa muatan negatif (elektron)
mayoritas dan yang lainnya tipe-p sebagai pembawa muatan positif (hole)
mayoritas.
Bahan yang digunakan sebagai elemen kopel sitem pendingin
termoelektrik adalah campuran bismuth, tellurium dan antimony sebagai elemen
p, dan campuran bismuth, tellurium dan selenium sebagai elemen n. Nilai
parameter elemen termoelektrik tertentu adalah sebagai berikut: Daya
termoelektrik a = 0.00021 volt/K Konduktivitas termal k = 0.015W/cm.K,
Resistivitas listrik r = 0.001 ohm.cm, dan
Tahanan kontak listrik r = 0.00001 ~ 0.0001 ohm.cm2
Termoeletrik memanfaatkan salah satu efek pada termokopel yang dialiri
arus. Jika arus dilewatkan melalui suatu termokopel maka akan terjadi 5 efek
sebagai berikut:
a) Efek Seebeck; yaitu efek yang mendefinisikan mekanisme pengukuran suhu
dengan termokopel. Jika dua konduktor A dan B yang berbeda disambungkan
11
dan kedua ujung sambungan tersebut diletakkan pada suhu yang berbeda,
maka akan dihasilkan gaya gerak listrik (GGL). Sebaliknya, jika GGL
tersebut disediakan, maka akan terjadi suhu berbeda pada kedua ujung
tersebut. Hubungan antara beda suhu dengan GGL tersebut adalah:= ( − ) (6)
dimana a adalah daya termoelektrik atau koefieisen Seebeck (V/K)
b) Efek Joulean; yaitu efek pembentukan panas sebagai akibat dari arus yang
mengalir karena terbentuknya GGL pada efek Seebeck di atas. Panas Joulean
yang terbentuk adalah sebesar:= (7)
dimana qj adalah panas joulean (W), I adalah arus (A) dan R adalah total
tahanan pada rangkaian (ohm).
c) Efek Konduksi; yaitu jika salah satu ujung jembatan termokopel tersebut
dipertahankan pada suhu yang lebih tinggi dari ujung lainnya, maka akan
terjadi aliran panas dari ujung yang lebih panas ke ujung lebih dingin. Efek
ini bersifat tak-mampu balik, dan besarnya adalah:= ( − ) (8)
dimana U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan.
d) Efek Peltier; yaitu jika arus dilewatkan melalui termokopel yang pada
mulanya suhu kedua ujungnya adalah sama, maka sejumlah panas akan
dilepas pada salah satu ujungnya dan sejumlah lain panas akan diserap pada
ujung lainnya sehingga terjadi perbedaan suhu pada kedua ujung tersebut.
Perpindahan panas tersebut dipengaruhi oleh arus yang mengalir, dengan
hubungan seperti persamaan:= ∅ (9)
dimana ∅ adalah koefisien Peltier (volt). Efek Peltier ini menjadi dasar utama
sistem pendinginan efek termoelektrik.
e) Efek Thomson; jika arus mengalir melalui konduktor termokopel yang pada
mulanya bersuhu seragam, maka panas Joulean akan menyebabkan gradien
suhu sepanjang termokopel tersebut, dengan hubungan:
12
= (10)
dimana τ adalah koefisien Thomson (V/K) dan dT/dx adalah gradien suhu
yang terjadi pada konduktor.
Secara termodinamik koefisien Seebeck ( ), Peltier (∅) dan Thomson (τ)
adalah saling berhubungan. Besaran dan ∅ sangat tergantung pada sifat kedua
konduktor pada termokopel tersebut sehingga harus dinyatakan dalam nilai beda
( = A - B dan ∅ = ∅A - ∅B). Dengan demikian, hubungan ketiga koefisien
tersebut dapat dinyatakan dengan dua persamaan berikut:∅ = ( − ) (11)= − ( )(12)
Efek Peltier di atas dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendinginan dengan
memilih secara tepat dua jenis material konduktor. Konduktor dipilih sedemikian
hingga terjadi daya termoelektrik positip dan negatip. Jembatan dingin direkatkan
dengan lempeng metal atau jenis permukaan pindah panas lainnya, yang
kemudian dipaparkan pada ruang atau benda yang akan didinginkan. Sedangkan
jembatan panas direkatkan dengan permukaan pindah panas untuk dapat
melepaskan panas ke atmosfir atau media lain.
Pada kondisi tunak (steady), penyerapan dan pelepasan panas dapat
dianggap terjadi hanya pada jembatan tersebut, dan sifat lain bahan tetap. Dengan
demikian, keseimbangan panas yang terjadi adalah:= − − ( − ) − (12)= − − ( − ) − (13)
Dari persamaan efek konduksi, diperoleh:− = (14)
Hal ini menunjukkan bahwa beda suhu (T1 – T0) maksimum terjadi saat efek
pendinginan q0 sama dengan nol. Tenaga baterai (w) yang diperlukan sebagai
kompensasi kehilangan daya karena efek Joulean dan counteract pembangkitan
daya oleh efek Seebeck, adalah:= − ( − ) + (15)
13
Sehingga koefisien penampilan sistem pendingin tersebut menjadi:= = ( )( ) (16)
Untuk sistem termoelektrik yang mampu balik secara sempurna, tanpa efek
Joulean dan konduksi, maka nilainya akan sama dengan COP siklus Carnot.
Nilai , ( − ), dan COP dapat dimaksimalkan, dan nilainya diperoleh
dengan menurunkan masing-masing persamaan yang berkaitan terhadap I dan
menyamakan dengan nol, yaitu:= (17)( − ) = (18)
Dimana = disebut sebagai figure of merit.
, = − ( − ) (19)
Untuk COP maksimum, maka= ( )(20)
dan = (21)
Contoh modul pendingin udara thermoelectric dapat diperhatikan pada
Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Modul pendinginan thermoelectric yang merekatkan sebuahthermoelectric cooler (TEC) dengan sebuah pendingin udara heat sink(Chang, 2008).
14
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3. 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang bangun mesin pendingin ruangan yang tidak menerapkan siklus
refrijerasi kompressi uap.
2. Mendapatkan komposisi cairan antibeku (campuran air-garam) yang dapat
menggantikan fungsi refrijeran konvensional sebagai refrijeran primer.
3. Mendapatkan sumber dingin tanpa melibatkan adanya mesin refrijerasi
kompressi uap konvensional.
3. 2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat berkontribusi langsung pada kampanye permasalahan
lingkungan global tentang pembatasan penggunaan refrijeran sintesis yang
mengandung CFC (chlorofluorocarbon) maupun refrijeran alternatif yang
berbasis hidrokarbon karena masing-masing kelompok refrijeran tersebut dapat
menyebabkan penipisan lapisan ozon (ozone depleting) dan efek rumah
kaca/pemanasan global (global warming).
Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti bidang
refrijerasi berikutnya yang berminat mengembangkan mesin pendingin tanpa
melibatkan penggunaan refrijeran yang mengandung bahan perusak ozon dan
bahan yang dapat meningkatkan pemanasan global.
BAB 4. METODE PENELITIAN
4. 3. Deskripsi Sistem
Penelitian ini dilakukan secara bertahap, dengan tahapan yang dimulai
dengan pembuatan peralatan uji mesin pendingin ruangan yang memanfaatkan
cairan antibeku dan thermoelectric. Selanjutnya dilakukan pengujian kinerja
peralatan uji dan diakhiri dengan evaluasi hasil kinerja. Alat uji yang digunakan
adalah memodifikasi mesin pendingin ruangan (AC) yang ada dipasaran dengan
hanya memanfaatkan bagian sistem evaporatornya yang terdiri dari fan
15
penghembus, alat penukar kalor dan rangkanya, bagian ini disebut sebagai
ventilator dingin. Cairan antibeku dari bak penampungan (telah didinginkan oleh
kepingan thermoelectric yang disuplai dari sumber tegangan 12 V DC)
disirkulasikan oleh pompa (pompa akuarium) menuju ke ventilator dingin dan
kemabli ke bak penampungan. Cairan antibeku yang digunakan ialah campuran
25% NaCL dalam larutan air (H2O) dan campuran 50% Etilen Glicol dalam
larutan air (H2O) Rancangan instalasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Instalasi mesin pendingin udara alternatif yang akan diteliti
4. 4. Bagan Alir Penelitian
Bagan alir penelitian Rancang Bangun Mesin Pendingin Udara Alternatif
Yang Memanfaatkan Cairan Anti Beku Sebagai Refrijeran Ramah Lingkungan
Dan Thermoelectric Sebagai Sumber Dingin untuk tahun I sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 6. Sedangkan rangkaian penelitian yang terkait dengan
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 7.
16
Gambar 6. Bagan alir penelitian yang telah dilaksanakan
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 4. Instalasi Pengujian
Pelaksanaan penelitian hingga saat ini telah mencapai pada rancang
bangun instalasi penelitian sebagaimana ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.
5. 5. Data Pengamatan dan Analisis Data
Berdasarakan tabel data pengamatan Lampiran 2a, maka parameter kinerja
mesin pendingin ruangan alaternatif hasil rancang bangun dapat diuraikan dengan
mengambil sampel data nomor 1 yakni:
a. Kalor yang diterima refrijeran antibeku di indoor sistem mesin pendingin.
Temperatur refrijeran antibeku masuk ke indoor sistem mesin
pendingin, TRin = 4,0 oC, temperatur refrijeran antibeku keluar dari indoor
17
sistem mesin pendingin, TRout = 15,0 oC. Jadi temperatur rata-rata refrijeran
yang melewati indoor sistem mesin pendingin,= = = 9,5 [oC]
Untuk keadaan refrijeran masuk dan keluar indoor sistem mesin pendingin;
selisih temperatur refrijeran ∆ = − = 15,0 − 4,0 = 11,2 [K],debit refrijeran [ ] = = 1 72 = 0,1389 x =
0,1389 x10-3 .
Dari tabel nilai sifat-sifat termodinamika refrijeran antibeku dalam hal ini
larutan air-garam (brine: 20%NaCl-H2O) pada temperatur rata-rata
pencampuran 15oC sebagaimana terlampir (Lampiran 4) diperoleh: nilai
kalor spesifik cR = 3,310 [kJ/kg.K] dan nilai densitas = 1152 [kg/m3].
Jadi kalor yang diterima refrijeran antibeku di indoor sistem mesin
pendingin,= ̇ ∆ atau = [ ] ∆ [kJ/s],= 1152 3,310 11,0 [ ] = 0,583 [kJ/s].
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan data selanjutnya dirangkum
pada tabel hasil perhitungan (Lampiran 3a).
Parameter dan persamaan yang sama dengan di atas, juga digunakan
untuk perhitungan hasil pengujian mesin pendingin yang menggunakan
cairan antibeku dari bahan campuran air (H2O) dengan 50% ethylene-glycol,
dengan sifat-sifat termodinamika sebagaimana terlampir (Lampiran 4),
dengan nilai kalor spesifik cR = 3,570 [kJ/kg.K] dan nilai densitas =
1066 [kg/m3].
b. Keadaan Udara Ruangan Pengujian.
Perubahan temperatur udara ruangan pengujian yang merupakan
obyek pendinginan mesin pendingin alternatif ini dipantau pada lima titik
pengukuran, dengan tujuan untuk mengetahui efek penurunan temperatur
yang disebabkan oleh penyerapan kalor oleh refrijeran antibeku pada indoor
sistem mesin pendingin ini. Temperatur rata-rata ruangan adalah:
18
= + + + +5= 20,0 + 23,2 + 23,5 + 22,4 + 22,05= 22,22 oC
c. Penggunaan Energi Listrik pada Sistem
Berdasarakan tabel data pengamatan (Lampiran 3a) suplai tegangan
arus pada blower 'evaporator' atau indoor mesin pendingin yang merupakan
mekanisme sirkulasi udara dari permukaan pipa 'Evaporator' atau indoor
mesin pendingin menuju ke ruangan yang didinginkan, merupakan salah
satu input kerja sistem yakni Kerja Blower (Wb-ev).
Wb-ev = Vb-ev . Ib-ev = 220 Volt . 1,5 Ampere = 330 Watt = 0,33 kJ/s
Suplai tegangan dan arus pada pompa sirkulasi refrijeran antibeku
yang bersirkulasi antara kontainer atau bak penampungan dengan indoor
mesin pendingin, juga merupakan salah satu input kerja sistem yakni Kerja
Pompa (Wp). Pompa yang digunakan adalah pompa akuarium.
Wp = Vp . Ip = 220 Volt . 0,15 Ampere = 33 Watt = 0,033 kJ/s
Kerja utama yang menjadi sumber efek dingin pada sistem ini ialah
supali tegangan dan arus pada sistem sumber dingin termoelektrik. Sistem
suplai listrik arus searah ini terdiri dari suplai untuk elemen
termoelektriknya sendiri sehinggga menimbulkan efek dingin di satu sisi
dan efek panas di sisi yang lain, pada sisi panasnya diperlukan suplai listrik
untuk kipas/fan pelepasan kalor agar sisi dinginnya terjaga. Kerja ini disebut
sebagai Kerja Termoelektrik (WTE).
WTE = VTE . ITE = 12 Volt . 8 Ampere = 216 Watt = 0,216 kW
Daya(AC) Pompa sirkulasi refrijeran antibeku dari bak pendingin
menuju ke indoor system pendingin:
WP = VP . Ip = 220 Volt . 0,15 Ampere = 33 Watt = 0,033 kW
Daya suplai ke blower evaporator untuk menghembuskan udara yang
telah didinginkan di indoor system menuju ke ruangan:
WE = VE . IE = 220 Volt . 1,5 Ampere = 330 Watt = 0.33 kW
Daya suplai ke blower evaporator ini berpotensi untuk direduksi.
19
5. 6. Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil perhitungan yang selanjutnya diplot dalam grafik
hubungan antara perubahan temperatur ruangan & refrijeran versus waktu operasi
mesin pendingin, serta hubungan antara perubahan temperatur ruangan versus
kinerja mesin, dalam hal ini coefficient of performance (COP) untuk masing-
masing jenis refrijeran yang menggunakan cairan antibeku baik larutan air dan
garam (25%NaCl-H2O) maupun glicol dan air (50% EtilenGlicol-H2O)
sebagaimana dapat diperhatikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Pada Gambar 7 berikut, menunjukkan bahwa semakin lama waktu operasi
mesin maka temperatur ruangan dapat terus diturunkan menuju ke temperatur
minimum (stabil) yang mendekati temperatur rata-rata refrijeran sebagai sumber
dingin yang telah didinginkan oleh sistem termoelektrik. Pada penggunaan cairan
antibeku campuran NaCL+H2O temperatur rata-rata refrijeran terendah sebesar
6,1oC diperoleh temperatur rata-rata ruangan terendah sebesar 12,2oC, sedangkan
pada penggunaan cairan antibeku campuran Glicol+H2O temperatur rata-rata
refrijeran terendah sebesar 3,3oC diperoleh temperatur rata-rata rungan terendah
sebesar 8,9oC.
Gambar 7. Grafik perubahan temperatur ruangan & refrijeran versus waktuoperasi mesin
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0Tem
pera
tur R
uang
an/R
efrij
eran
(o C)
Waktu Operasi (menit)
Grafik Perubahan Temperatur Ruangan & Refrijeranversus Waktu Operasi
Tu:Nacl+H2O
Tu:Glicol+H2O
TR:NaCl+H20
TR:Glicol+H2O
20
Pada Gambar 8, menunjukkan bahwa coefficient of performance (COP)
sistem pendingin akan terus turun sesuai dengan penurunan temperatur ruangan
menuju temperatur terendah (jenuh). Untuk penggunaan cairan antibeku
campuran NaCl+H2O diperoleh COP tertinggi sebesar 2,34 dan terendah sebesar
0,70, sedangkan untuk penggunaan campuran Glicol+H2O diperoleh COP
tertinggi sebesar 2,10 dan terendah sebesar 0,57. Nilai COP tertinggi diperoleh
pada saat awal operasi mesin pendingin karena besarnya efek pendinginan pada
saat tersebut.
Gambar 8. Grafik perubahan temperatur ruangan versus waktu operasi mesin
Rendahnya nilai coefficient of performance (COP) ini lebih disebabkan
oleh besarnya daya listrik yang dibutuhkan untuk memutar blower evaporator
(indoor sistem) yang mana hal ini masih memungkinkan untuk direduksi pada
penelitian selanjutnya.
BAB 6. RENCANA PENELITIAN TAHAP BERIKUTNYA
Untuk tahap berikutnya, penelitian akan dititik beratkan pada upaya
mendapatkan sumber dingin semaksimal mungkin (dengan temperatur seminimal
mungkin) melalui variasi susunan termoelektrik serta optimalisasi penggunaan
energi listrik untuk mejalankan sistem pendingin ini, dengan target temperatur
pendinginan termoelektrik mencapai titik beku masing-masing cairan antibeku.
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
Coef
icie
nt o
f Per
form
ance
(CO
P)
Temperatur Rungan (oC)
Grafik COP versus Perubahan Temperatur Ruangan
NaCl-H2O
Glicol-H2O
22
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7. 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah dicapai disimpulkan:
1. Rancang bangun mesin pendingin ruangan yang tidak menerapkan siklus
refrijerasi kompressi uap telah tercapai.
2. Pada penggunaan cairan antibeku campuran NaCL+H2O temperatur rata-
rata refrijeran terendah sebesar 6,1oC diperoleh temperatur rata-rata
ruangan terendah sebesar 12,2oC, sedangkan pada penggunaan cairan
antibeku campuran Glicol+H2O temperatur rata-rata refrijeran terendah
sebesar 3,3oC diperoleh temperatur rata-rata rungan terendah sebesar 8,9oC
3. Untuk penggunaan cairan antibeku campuran NaCl+H2O diperoleh COP
tertinggi sebesar 2,34 dan terendah sebesar 0,70, sedangkan untuk
penggunaan campuran Glicol+H2O diperoleh COP tertinggi sebesar 2,10
dan terendah sebesar 0,57
4. Coeficient of Performance (COP) yang cenderung terus turun ini
disebabkan oleh temperatur ruangan menuju ke keadaan stabil.
7. 2. Saran-Saran
Adapun saran-saran yang penting dikemukakan dari hasil penelitian ini
ialah:
1. Penting menguji cairan antibeku lainnya yang sifat-sifat
termodinamikanya telah diteliti sebelumnya melalui studi literatur.
2. Penting memvariasikan susunan termoelektrik untuk untuk
mendapatkan target temperatur pendinginan dengan daya listrik yang
optimal.
3. Penting dilakukan reduksi daya blower evaporator untuk meningkatkan
Coeficient of Performance (COP) sistem.
23
DAFTAR PUSTAKA
Bayanullah, A. 2011. Penghematan Energi Pada Sistem Air Conditioning UntukKapal Penumpang http://digilib.its.ac.id/.../ITS-Undergraduate-9466-42011.Diakses 28 Mei 2013
Cengel, Y.A. dan Boles, M.A., 2002. Thermodynamics. 4th edition. Boston-USA:Mc. Graw Hill.
Chang, Yu-Wei. et al., 2008. An Experimental Investigation of ThermoelectricAir-Cooling Module. International Journal of Engineering and AppliedSciences Vol 4:3.
Effendy,M. 2005. Pengaruh Kecepatan Putar Poros Kompresor Terhadap PrestasiKerja Mesin Pendingin AC, Jurnal. Surakarta: Jurnal Media Mesin Vol.6No.2 2005.
Huang, B. J., Chin, C.J., Duang, C.L. 2000. A design method of thermoelectriccooler. International Journal of RefrigerationVolume 23, Issue 3, May 2000,Pages 208–218.
Indartono, Y. S. 2006. Pendingin Alami City of The Viking King (III), Internet.http: //www.indeni.org, 23 Maret 2008, Berita Iptek.
Indartono, Y. S. 2006. Perkembangan Terkini Teknologi Refrijerasi (I), Internet.http: //www.beritaiptek.com, 23 Maret 2008.
Jamal & Firman. 2011. Analisis Kinerja Pendingin Udara Alternatif yangMemanfaatkan Energi Laten Es dengan Dua Heat Exchanger. Jurnal TeknikMesin SINERGI No. 1, Tahun 9, April 2011.
Martinez, Isidoro. 2015. Properties of Secondary Refrigerant. Personal Blogspot:isidoro_martinez.com. diakses pada tanggal 15 Agustus 2015.
Nasution, H. 2007. Aplikasi Kendali Logika Fuzzy pada Sistem PendinginBangunan Sebagai Upaya Penghematan Energi, Jurnal. Jogja: Jurnal AES,2007.
Nasution, H. 2007. Penghematan Energi pada Sistem Pendingin BangunanDengan Menggunakan Kendali Logika Fuzzy, Jurnal. Bandung: Jurnal Race,2007.
Sumardi, K. 2011. Reformulasi Larutan Antibeku sebagai Refrigeran Sekunderpada Sistem Refrigerasi. http://repository.upi.edu/operator/upload/kamin_reformulasi_larutan_anti_beku.pdf. Diakses pada 28 Mei 2013
Wibowo, D.B. dan Subri, M. 2006. Pengaruh Variasi Massa Refrigeran R-12 danPutaran Blower Evaporator Terhadap COP pada Sistem PengkondisianUdara Mobil, Jurnal. Bandung: Jurnal Traksi, Vol.4 No.1 2006.
Yusuf, M.S. 2008. Lapisan Ozon Menipis Kehidupan Diambang Bahaya, Internet.http://www.bekasinews.com, 23 Maret 2008.
24
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
Gambar 10. Termoelektrik sumber dingin
Gambar 11. Power suplai DC, pompa sirkulasi, bak pendingintermoelektrik, & alat ukur
25
Gambar 12. Instalasi pengukuran temperatur dengan sistem data logger
Gambar 13. Proses pengerjaan bak pendingin termoelektrik
27
Lampiran 2. Tabel Pengujian Kinerja Mesin Pendingin Alternatif
Tabel 1. Tabel Pengujian Kinerja Mesin Pendingin dengan Refrijeran Antibeku (Campuaran Air-Garam 25%)
No.
Wak
tu (
men
it) Temp.
RefrijeranAntibeku
(oC)
Debit / AliranRefrijeran
Temp. Udara di'Evaporator' (oC)
Temperatur Udara Ruangan(oC)
Daya(AC)
Blower'Evaporator'
Daya(AC)
PompaDaya
Termoelektrik
TRin TRout V (ltr) t (s)TUev_in TUev_out TUr1 TUr2 TUr3 TUr4 TUr5 VE
(V)IE (A)
Vp
(V)Ip (A)
VT
(V)IT (A)
1 0.0 4.0 15.0 1.0 72.0 24.1 19.5 20.0 23.2 23.5 22.4 22.0 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.02 10.0 4.2 14.6 1.0 72.0 22.5 17.8 19.4 21.5 21.8 20.7 20.3 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.03 20.0 4.1 13.0 1.0 75.0 20.8 16.1 17.7 19.8 20.1 19.0 18.6 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.04 30.0 4.5 13.2 1.0 72.0 19.3 14.8 16.4 18.5 18.5 17.7 17.3 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.05 40.0 4.3 12.8 1.0 74.0 18.7 14.1 15.7 17.8 17.8 17.0 16.6 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.06 50.0 4.2 12.7 1.0 72.0 18.0 13.2 14.8 16.9 16.9 16.1 15.7 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.07 60.0 4.1 11.0 1.0 73.0 17.2 12.8 14.4 16.5 16.5 15.7 15.3 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.08 70.0 4.4 10.2 1.0 72.0 15.9 10.4 12.0 14.1 14.1 13.3 12.9 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.09 80.0 4.5 9.2 1.0 72.0 14.9 9.3 10.9 13.0 13.0 12.2 11.8 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.0
10 90.0 4.5 8.1 1.0 72.0 14.7 9.4 11.0 13.1 13.1 12.3 11.9 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.011 100.0 4.6 7.7 1.0 72.0 14.8 9.3 10.9 13.0 13.0 12.2 11.8 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.0
12 110.0 4.4 7.7 1.0 72.0 14.7 9.3 10.9 13.0 13.0 12.2 11.8 220.0 1.5 220.0 0.15 12.0 18.0
28
Tabel 2. Tabel Pengujian Kinerja Mesin Pendingin dengan Refrijeran Antibeku (Campuaran Air-Glicol 50%)
No.
Wak
tu(m
enit
)Temp.
RefrijeranAntibeku (oC)
Debit / AliranRefrijeran
Temp. Udara di'Evaporator'
(oC)Temperatur Udara Ruangan (oC)
Daya(AC)
Blower'Evaporator'
Daya(AC)
PompaDaya
Termoelektrik
TRin TRout V (ltr) t (s)TUev_in TUev_out TUr1 TUr2 TUr3 TUr4 TUr5 VE
(V)IE
(A)Vp (V)
Ip
(A)VT
(V)IT
(A)1 0.0 3.0 14.2 1.0 80.0 24.0 18.4 23.5 22.4 20.0 22.0 23.2 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.02 10.0 3.2 13.7 1.0 83.0 23.5 17.3 21.0 22.3 22.1 21.6 19.2 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.03 20.0 3.1 13.5 1.0 85.0 21.2 16.0 19.7 17.9 21.0 20.8 20.3 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.04 30.0 3.5 12.5 1.0 83.0 19.5 15.0 18.7 16.9 20.0 18.5 19.3 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.05 40.0 3.3 11.8 1.0 87.0 18.4 14.1 17.8 16.0 19.1 17.6 18.4 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.06 50.0 3.2 11.7 1.0 89.0 17.9 13.2 16.7 17.5 15.1 16.9 18.2 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.07 60.0 3.1 10.0 1.0 88.0 17.2 11.9 15.4 16.2 13.8 15.6 16.9 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.08 70.0 3.4 9.2 1.0 90.0 16.0 10.5 14.0 14.8 12.4 14.2 15.5 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.09 80.0 3.5 7.8 1.0 87.0 14.9 9.3 11.0 12.4 11.5 13.0 14.0 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.010 90.0 3.5 7.1 1.0 87.0 14.7 9.4 10.0 10.3 10.7 11.0 12.1 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.011 100.0 3.6 6.7 1.0 87.0 14.8 9.3 9.7 9.8 9.0 9.5 11.0 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.0
12 110.0 3.4 6.7 1.0 87.0 14.7 9.3 8.8 8.7 8.9 9.0 10.0 220.0 1.5 220.0 0.17 12.0 18.0
29
Lampiran 3. Tabel Hasil Perhitungan Uji Kinerja Mesin Pendingin Alternatif
Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji Kinerja Mesin Pendingin dengan Refrijeran Antibeku (Campuaran Air-Garam 25%)
W te W p W B_ev
(oC) (K) (kg/m
3) (kJ/kgK) (kg/s) (kJ/s) Tur (
oC) (kW) (kW) (kW) COP
9.5 11.0 1152 3.310 1.21E-08 0.583 22.2 0.216 0.033 0.33 2.349.4 10.4 1152 3.310 1.21E-08 0.551 22.1 0.216 0.033 0.33 2.218.6 8.9 1152 3.310 1.16E-08 0.452 19.0 0.216 0.033 0.33 1.828.9 8.7 1152 3.310 1.21E-08 0.461 17.7 0.216 0.033 0.33 1.858.6 8.5 1152 3.310 1.17E-08 0.438 17.0 0.216 0.033 0.33 1.768.5 8.5 1152 3.310 1.21E-08 0.450 16.1 0.216 0.033 0.33 1.817.6 6.9 1152 3.310 1.19E-08 0.360 15.7 0.216 0.033 0.33 1.457.3 5.8 1152 3.310 1.21E-08 0.307 13.3 0.216 0.033 0.33 1.236.9 4.7 1152 3.310 1.21E-08 0.249 12.2 0.216 0.033 0.33 1.006.3 3.6 1152 3.310 1.21E-08 0.191 12.3 0.216 0.033 0.33 0.776.2 3.1 1152 3.310 1.21E-08 0.164 12.2 0.216 0.033 0.33 0.666.1 3.3 1152 3.310 1.21E-08 0.175 12.2 0.216 0.033 0.33 0.70
Kalor diserap oleh Refrijeran antibeku KinerjaSistem
Temp.RerataUdara
Suplai Energi Listrik
30
Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Kinerja Mesin Pendingin dengan Refrijeran Antibeku (Campuaran Air-Glicol 50%)
W te W p W B_ev
(oC) (K) (kg/m
3) (kJ/kgK) (kg/s) (kJ/s) Tur (
oC) (kW) (kW) (kW) COP
8.6 11.2 1066 3.570 1.17E-08 0.533 22.0 0.216 0.0374 0.33 2.108.5 10.5 1066 3.570 1.13E-08 0.481 21.7 0.216 0.0374 0.33 1.908.3 10.4 1066 3.570 1.1E-08 0.466 19.5 0.216 0.0374 0.33 1.848.0 9.0 1066 3.570 1.13E-08 0.413 18.5 0.216 0.0374 0.33 1.637.6 8.5 1066 3.570 1.08E-08 0.372 17.6 0.216 0.0374 0.33 1.477.5 8.5 1066 3.570 1.05E-08 0.363 16.6 0.216 0.0374 0.33 1.436.6 6.9 1066 3.570 1.07E-08 0.298 15.3 0.216 0.0374 0.33 1.186.3 5.8 1066 3.570 1.04E-08 0.245 13.9 0.216 0.0374 0.33 0.975.7 4.3 1066 3.570 1.08E-08 0.188 12.0 0.216 0.0374 0.33 0.745.3 3.6 1066 3.570 1.08E-08 0.157 10.5 0.216 0.0374 0.33 0.625.2 3.1 1066 3.570 1.08E-08 0.136 9.5 0.216 0.0374 0.33 0.545.1 3.3 1066 3.570 1.08E-08 0.144 8.9 0.216 0.0374 0.33 0.57
KinerjaSistem
Kalor diserap oleh Refrijeran antibeku Temp.RerataUdara
Suplai Energi Listrik