Upload
irwan-ipswich
View
282
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Proposal Penelitian Skripsi
TINGKAT KEAMANAN SUSU KAMBING PASTEURISASI KOPERASI PETERNAKAN KAMBING PERAH LAMTUI DAN
PETERNAKAN DARUSSALAM DITINJAU DARI ASPEK MIKROBIOLOGINYA
OLEH :
FAUZAN0605105010009
JURUSAN TEKHNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH2011
Lembar Pengesahan Proposal Penelitian Skripsi
TINGKAT KEAMANAN SUSU KAMBING PASTEURISASI KOPERASI PETERNAKAN KAMBING PERAH LAMTUI DAN PETERNAKAN
DARUSSALAM DITINJAU DARI ASPEK MIKROBIOLOGINYA
PROPOSALSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSARJANA TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
Oleh
Fauzan0605105010009
Menyetujui
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Heru Prono Widyat . M. Sc Dewi Yunita , S. TP . , M. Res NIP. 19620101 198811 001 NIP. 119820514 200604 2 002
MengetahuiKetua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Dr. Ir. Yusya’ Abubakar, M. ScNIP. 19621224 198803 1 004
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesia yang
kemungkinan memiliki prospek pengembangan yang baik. Walaupun belum
terbukti secara ilmiah, anggapan yang berkembang di masyarakat adalah bahwa
susu kambing dapat menyembuhkan berbagai penyakit pernafasan, seperti asma
dan TBC. Oleh karena itu permintaan cenderung semakin meningkat dan harga
yang masih cukup tinggi. Di sisi lain kambing perah dapat berperan ganda sebagai
peghasil susu dan daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing perah
memerlukan investasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan
disamping ini relatif lebih mudah dalam manajemen.
Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia umumya
kambing Peranakan Etawah (PE), yang umumnya masih lebih dominan sebagai
sumber daging dibandingkan dengan sumber air susu. Susu kambing belum
dikenal secara Iuas seperti susu sapi padahal memiliki komposisi kimia yang
cukup baik (kandungan protein 4,3% dan lemak 2,8%) relatif lebih baik
dibandingkan kandungan protein susu sapi dengan protein 3,8% dan lemak 5,0%.
Disamping itu dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing lebih mudah
dicerna, karena ukuran molekul lemak susu kambing lebih kecil dan secara
alamiah sudah berada dalam keadaan homogen.
Saat ini susu kambing belum sepopuler susu sapi, akan tetapi nilai gizi
susu kambing lebih tinggi juga mudah dicerna kerena globula-globola lemak
yang berdiameter kcil (sampai 4,5 nm) lebih banyak yaitu 82,7% sedangkan pada
susu sapi hnya 65,4%. Susu merupakan makanan yang baik bagi pertumbuhan
mikroba sehingga mengakibatkan kerusakan bahkan pembusukan bila tidak
ditangani dengan cepat. Oleh karena itu beberapa cara untuk menekan
pertumbuhan mikroba khususnya bakteri yaitu proses pendinginan, sedangkan
pemanasan bertujuan untuk mempercepat kematian bakteri melalui proses
pasteurisasi.
Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang kaya akan zat
nutrisi dan hampir mendekati kandungan nutrisi ASI. Namun susu cepat
mengalami proses kerusakan (perishable food). Kerusakan ini disebabkan oleh
mikroorganisme, baik dari susu itu sendiri maupun lingkungan saat pemerahan.
Pasteurisasi susu bertujuan membunuh mikroba patogen dengan cara pemanasan
sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.
Untuk mendapatkan hasil yang baik selama proses pasteurisasi berlangsung atau
pemanasan terjadi sebaiknya menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan.
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena
mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Nilai
gizinya yang tinggi juga menyebabkan susu merupakan medium yang sangat
disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga
dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak
ditangani secara benar.
Susu mengandung nilai gizi yang tinggi, namun mudah sekali mengalami
kerusakan terutama oleh mikroba. Dalam keadaan normal, susu hanya bertahan
maksimal 4 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan maupun
penurunan kualitas. Namun dapat pula terjadi kerusakan susu kurang dari 4 jam
setelah pemerahan. Hal ini terutama karena tidak terjaganya kebersihan ambing
atau pemerahnya pada waktu pemerahan berlangsung.
Mikroorganisme yang berkembang didalam susu selain menyebabkan susu
menjadi rusak juga membahayakan kesehatan masyarakat sebagai konsumen
akhir. Disamping itu penanganan susu yang benar juga dapat menyebabkan daya
simpan susu menjadi singkat, harga jual murah yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi pendapatan peternak sebagai produsen susu.
Kerusakan pada susu disebabkan oleh terbentuknya asam laktat sebagai
hasil fermentasi laktosa oleh koli. Fermentasi oleh bakteri ini akan menyebabkan
aroma susu menjadi berubah dan tidak disukai oleh konsumen. Untuk
meminimalkan kontaminasi oleh mikroorganisme dan menghambat pertumbuhan
bakteri pada susu agar dapat disimpan lebih lama maka penanganan sesudah
pemerahan hendaknya menjadi perhatian utama peternak.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kerusakan pada susu
adalah dengan cara pemanasan (pasteurisasi) baik dengan suhu tinggi maupun
suhu rendah yang dapat diterapkan pada peternak. Dengan pemanasan ini
diharapkan akan dapat membunuh bakteri patogen yang membahayakan
kesehatan manusia dan meminimalisasi perkembangan bakteri lain, baik selama
pemanasan maupun pada saat penyimpanan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan
dan kandungan mikrobiologinya terhadap keamanan susu kambing pasteurisasi.
1.3 Hipotesis
Kandungan mikrobiologi dan lama penyimpanan diguga akan
mempengaruhi tingkat keamanan dari susu kambing pasteurisasi Koperasi
Peternakan Kambing Perah Lamtui dan Peternakan Kambing Darussalam.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tingkat keamanan susu
kambing pasteurisasi Koperasi Peternakan Kambing Perah Lamtui dan Peternakan
Kambing Darussalam berdasarkan aspek mikrobiologinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu Segar
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena
mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Nilai
gizinya yang tinggi juga menyebabkan susu merupakan medium yang sangat
disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga
dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak
ditangani secara benar (Azizah, 1986).
Menurut Susilorini dan Sawitri (2006), susu segar yang berkualitas baik
mempunyai ciri-ciri tidak memiliki aroma yang kuat, ada sedikit rasa manis dari
laktosa (gula susu), warnanya putih sampai sedikit kekuningan (akibat larutan zat
karoten dalam lemak susu), belum terpisahnya lemak dengan bagian susu yang
lain, tidak terdapat lendir, serta tidak ada penggumpalan protein susu yang sering
terjadi jika susu mulai mengalami proses pengasaman (Gaman dan Sherrington,
1992).
Diantara jenis susu, susu kambing adalah satu-satunya susu yang paling
banyak manfaatnya bagi kesehatan manusia. Susu kambing yang dikonsumsi
tanpa proses pemanasan terlebih dahulu memiliki kandungan Fluorine yang lebih
tinggi dibandingkan yang dimasak terlebih dahulu. Susu Kambing ditengarai
memiliki antiseptik alami dan diduga dapat membantu menekan pertumbuhan
bakteri dalam tubuh karena mengandung fluorine 10-100 kali lebih besar dari susu
sapi. Susu kambing juga memiliki protein dan efek laksatifnya rendah, sehingga
tidak menyebabkan diare bagi yang mengkonsumsinya (Moeljanto, at all. 2002).
Berdasarkan hasil Penelitian Veteriner Bogor perbandingan komposisi
susu segar antara susu kambing, susu sapi dan ASI dapat dilihat pada tabel
berikut:
Komposisi Kambing Sapi ASIAir 83-87,5 87,2 88,3Hidrat Arang 4,6 4,7 6,9Energi KCL 67 66 69,1Protein 3,3-4,9 3,3 1Lemak 4,0-7,3 3,7 4,4Ca (mg) 129 117 33P (mg) 106 151 14Fe (mg) 0.05 0.05 0,05Vit. A. (mg) 185 138 240Thiamin (mg) 0.04 0,03 0,01Rhiboflamin 0,14 0,17 0,04Niacin (mg) 0,3 0,08 0,2Vit. B-12 0,07 0,36 0,84
Sumber : Hasil Penelitian Veteriner Bogor (Badan Pengkajian Dan Penerapan
Teknologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor, 1996.)
Perbandingan Komposisi Asam Lemak ASI, Susu Sapi dan Susu Kambing
Asam Lemak ASI Sapi KambingASAM LEMAK JENUH
Butyric Acid 0.4 3.1 2.6
Caproic Acid 0.1 1.0 2.3
Caprylic Acid 0.3 1.2 22.7.7
Capric Acid 0.3 1.2 -
Lauric Acid 5.8 2.2 4.5
Myristic Acid 8.6 10.5 11.1
Palmitic Acid 22.6 26.3 28.9
Stearic Acid 7.7 13.2 7.8
Arachidonic Acid 1.0 1.2 0.4ASAM LEMAK TIDAK JENUH
Oleic Acid 36.4 32.3 27.0Linoleic Acid 8.3 1.6 2.6Linolenic Acid 0.4 - -C22-20 Acids 4.2 1.0 0.4Arachidonic Acid 0.8 1.0 1.5
Sumber : Hasil Penelitian Veteriner Bogor (Badan Pengkajian Dan Penerapan
Teknologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor, 1996.)
2.2 Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan salah satu cara pengolahan dengan menggunakan
pemanasan (umumya dilakukan pada suhu dibawah 1000C) dan dilanjuti dengan
pendinginan, untuk mempertahankan mutu dan keamanan dari suatu produk,
biasanya digunakan unruk produk yang berbentuk cair. Susu kambing pasteurisasi
merupakan susu kambing segar yang telah mengalami proses pasteurisasi. Susu
pasteurisasi merupakan bentuk lain dari susu segar dan merupakan salah satu cara
untuk memperpanjang daya tahan susu segar.
Adapun tujuan khusus pada proses pasteurisasi susu, mencakup dua hal
yang sangat penting; yaitu :
1. Menjaga kesehatan publik - untuk menyediakan susu dan produk susu yang
aman untuk konsumsi manusia, yaitu dengan cara menginaktifasikan semua
bakteri patogen (yaitu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit bagi
manusia)
2. Menjaga mutu simpan susu - untuk meningkatkan mutu simpan susu dan
produk susu. Selain menginaktivasikan bakteri patogen, pasteurisasi juga
dapat menginaktifasikan beberapa enzim dan bakteri perusak/pembusuk susu.
Dengan demikian daya simpan susu dapat ditingkatkan sampai 7, 10, 14 atau
bahkan sampai 16 hari, tergantung cara penyimpanannya (Sudono, dkk. 1999).
2.3 Pasteurisasi pada Susu Kambing
Proses pengolahan susu pasteurisasi harus dilakukan dengan efisien.
Kesalahan pada setiap tahapan proses pengolahan menentukan tingkat efisiensi
proses pengolahan. Ketersediaan peralatan pengolahan, teknik perawatan,
pemeliharaan dan kalibrasi peralatan tersebut merupakan faktor pendukung
efisiensi pada proses pengolahan. Penurunan jumlah atau tingkat produk yang
cacat merupakan gambaran efisiensi tidaknya suatu proses pengolahan
(Sediaoetama, 1999).
Menurut Mekir (1986), ciri-ciri susu pasteurisasi antara lain suhu
pemanasan dibawah titik didih, kuman patogen mati, jumlah kuman dikurangi,
enzim inaktif, nilai gizi hampir sama dengan susu segar, spora tetap hidup dan
daya simpan dalam suhu dingin maksimum tujuh hari.
Bersasarkan suhu dan waktu pemanasan, pasteurisasi dapat di bedakan
menjadi tiga, yaitu Pasteurisasi lama (law temperature, long time), pemanasan
susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang
relatif lama (pada temperature 62-65°C selama 1/2-1 jam). Pasteurisasi singkat
(High temperature, Short time), pemanasan susu dilakukan pada temperatur tinggi
dengan waktu yang relatif singkat (pada temperatur 85-95°C selama 1-2 menit
saja). Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT), pemasakan susu
dilakukan pada temperatur tinggi yang segera didinginkan pada temperatur 10°C
(temperature minimal untuk pertumbuhan bakteri susu). Pasteurisasi dengan UHT
dapat pula dilakukan dengan memanaskan susu sambil diaduk dalam suatu panci
pada suhu 81°C selama ±1/2 jam dan dengan cepat didinginkan. Pendinginan
dapat dilakukan dengan mencelupkan panci yang berisi susu tadi ke dalam bak air
dingin yang airnya mengalir terus-menerus (Muchtadi dan Sugiyono. 1992).
Pada Dairy unit UD Lamtui, pasteurisasi dilakukan dengan metode LTLT
(Low Temperature Long Time), yaitu dimana penggunaan suhu sebesar 65oC
selama 35 menit. Pasteurizer ini memiliki kapasitas 35 liter untuk setiap proses
produksinya.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Susu Kambing
Pasteurisasi
Susu yang telah mengalami pengolahan yang benar, misalnya pasteurisasi,
merupakan produk yang aman. Akan tetapi susu segar yang diperoleh dari hewan
sehat bisa terkontaminasi dari hewan yang menyusui atau dari peralatan dan
lingkungan pemerahan susu. Gangguan pencernaan juga kadang-kadang terjadi
karena proses pemanasan susu tidak cukup. Produk-produk susu yang disiapkan
dari susu yang tidak mengalami proses pemanasan merupakan produk yang
potensial mengandung Staphylococus auerus, Bacillus cereus, Yersenia
enterocolitia monocytogenes. Pengasaman susu dan fermentasi susu dapat
menghilangkan atau menghambat mikroorganisme patogen enterik, tetapi
beberapa mikroorganisme masih bisa tahan. Walaupun susu telah mengalami
pemanasan, kontaminasi dapat terjadi selama penanganan produk atau karena
penambahan ingridien yang tidak mengalami perlakuan dekontaminasi (Azizah,
1986).
Penanganan modern dapat mereduksi populasi mikroba dalam susu.
Mikroba yang mengkontaminasi susu berasal dari mikroba flora normal sapi.
Biasanya beberapa mililiter susu perahan pertama mengandung 15000 mikroba
per mililiter. Sementara itu susu perahan akhir sedikit mengandung mikroba,
bahkan bebas mikroba. Mikroba umum dijumpai pada susu perah adalah
Staphylococcus epidermis, Micrococcus, Pseudomonas, Flavobacterium, dan
Erwinia serta beberapa jamur. Pemerahan susu dengan tangan menyebabkan
mikroba flora normal manusia berpindah ke susu. Mikroba flora normal manusia
yang ditemukan di susu adalah Escerichia coli (menyebabkan susu berbau tinja)
dan Acinetobacter johnsoni (menyebabkan susu berlendir) (Mekir, 1986).
2.5 Jenis-jenis Mikroorganisme yang Terdapat dalam Susu Kambing
Bakteri yang terlibat dalam proses pembusukan pada susu adalah bakteri-
bakteri psikotropik. Bakteri yang dapat membuat enzim proteolitik dan lipolitik
ekstraseluler (Pseudomonas fragi dan Pseudomonas fluorescens) juga dapat
menyebabkan kebusukan pada susu. Bakteri psikotropik dapat dimusnahkan
dengan pemanasan pada proses pasteurisasi, namun Pseudomonas fragi dan
Pseudomonas fuorescens tetap stabil pada suhu panas. Bakteri lain yang dapat
hidup setelah proses pasteurisasi adalah Clostridium, Bacillus, Cornebacterium,
Arthrobacter, Lactobacillus, Microbacterium, dan Micrococcus. Bacillus mampu
menggumpalkan susu dengan mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-
butir lemak melalui enzim yang dihasilkannya (Fardiaz, 1989).
Bakteri yang dapat mencemari susu terbagi menjadi dua golongan, yaitu
bakteri patogen (pathogenic bacteria) dan bakteri pembusuk (spoilage bacteria).
Kedua macam bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit yang ditimbulkan
oleh susu (milkborne diseases) seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid
(typhoid fever). Pembusukan susu oleh bakteri dapat menyebabkan degradasi
protein, karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalam susu (Waluyo, 2004).
Bakteri yang paling banyak terdapat pada susu tergolong ke dalam
Lactobacillaceae dan Streptococaceae. Disamping itu Escherichia coli sering
dijumpai tetapi organisme ini tidak dikehendaki dan berapa jauh kehadirannya
adalah bersangkutan langsung dengan kondisi kebersihan produk susu (Volk dan
Wheeler, 1990). Standar Nasional Indonesia (2000) mensyaratkan tidak adanya
bakteri E. Coli dalam susu segar maupun susu olahan.
Berikut jenis-jenis bakteri yang diduga terdapat pada susu.
1. Staphylococcus aureus
Kingdom : Protista
Divisio : Protopyta
Kelas : Schzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterbacteriaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Morfologi : Bentuknya bulat atau lonjong (0,8 sampai 0,9), jenis yang
tidak bergerak, tidak berspora dan gram positif. Tersusun dalam kelompok
seperti buah anggur. Pembentukan kelompok ini terjadi karena pembelahan
sel terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya cenderung dekat dengan sel
induknya. Bersifat aerob dan tumbuh baik pada pembenihan yang sederhana
pada temperatur optimum 37oC dan pH 7,4. Merupakan salah satu bakteri
yang cukup kebal diantara mikroorganisme yang tidak berspora tahan panas
pada suhu 60oC selama 30 menit, tahan terhadap fenol selama 15 menit.
2. Brucella Abortis
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhizobiales
Famili : Brucellaceae
Genus : Brucella
Spesies : Brucella Abortus
Morfologi : Bentuk pada biakan muda berkisar dari kokus sampai
batang dengan panjang 1,2 μm. Yang terbanyak adalah bentuk kokobasil
pendek. Bakteri ini merupakan gram negatif tertapi sering berwarna tidak
teratur, bersifat aerob, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora.
Brucella teradaptasi pada kehidupan intraseluler, dan kebutuhan nutrisinya
kompleks. Beberapa strain dapat ditanam pada perbenihan yang terdiri atas
asam amino, vitamin, garam, dan glukosa. Brucella menggunakan karbohidrat
tetapi tidak menghasilkan asam atau gas dalam jumlah yang cukup untuk
klasifikasi. Katalase dan oksidase di hasilkan oleh empat spesies yang
menginfeksi manusia . brucella secara moderat bersifat peka terhadap panas
dan keasaman . dalam susu, bakterri ini dimatikan dengan pasteurisasi.
3. Brucella Cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri Gram-positif, aerob fakultatif, dan
dapat membentuk spora. Selnya berbentuk batang besar dan sporanya tidak
membengkakkan sporangiumnya. Sifat-sifat ini dan karakteristik-karakteristik
lainnya, termasuk sifat-sifat biokimia, digunakan untuk membedakan dan
menentukan keberadaan B. cereus, walaupun sifat-sifat ini juga dimiliki oleh
B. cereus var. mycoides, B. thuringiensis dan B. anthracis. Organisme-
organisme ini dibedakan berdasarkan pada motilitas/gerakan (kebanyakan B.
cereus motil/dapat bergerak), keberadaan kristal racun (pada B.
thuringiensis ), kemampuan untuk menghancurkan sel darah merah (aktivitas
hemolytic ) ( B. cereus dan lainnya bersifat beta haemolytic sementara B.
anthracis tidak bersifat hemolytic), dan pertumbuhan rhizoid (struktur seperti
akar), yang merupakan sifat khas dari B. cereus var. mycoides .
4. Salmonella thyposa
Ordo : Eubacteriales
Familia : Entebacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella thyposa
Morfologi : Berbentuk batang, gram negatif berukuran 2 sampai 4 x
0,6 bergerak kecuali Salmonella galinarum dan Salmonella pullorum. Tidak
berspora mempunyai fibria. Bersifat aerob dan aerob fakultatif, suhu optimum
untuk pertumbuhannya 37oC dan pH optimum 6 sampai 8. Kuman ini dapat
dibunuh oleh pemanasan pada suhu 60oC selama 15-20 menit, pasteurisasi,
pendidikan serta kionisasi.
5. Eschericia coli
Kingdom : Protista
Divisi : Schizophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Eschericia
Spesies : Eschericia coli
Morfologi : Merupakan suatu golongan bakteri yang menunjukkan
sifat sifat yang mendekati fungi / bakteri. Terdapat dalam tanah maupun dalam
udara dan sebagian parasit pada tumbuhan tingkat tinggi. Koloni berwarna
(tergantung substraknya), mempunyai bau tanah, resisten terhadap penisilin
dan streptomisin.
6. Vibrio cholera
Kingdom : Procaryotae
Phylum : Protophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Eubacteriaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio cholera
Morfologi : Pada pengisolasian berbentuk seperti koma, yang
mempunyai panjang kira-kira 2-4 mikrometer dan sangat aktif bergerak oleh
satu flagella yang terletak polar. Tidak membentuk spora. Apabila telah lama
dibiakan dalam pembenihan, vibrio dapat menjadi bentuk batang gram
negative lainnya dalam usus. Bersifat aerob, suhu optimum 37o C dengan pH
optimum 8-2.
7. Steptococcus mutans
Kingdom : Procaryotae
Phylum : Protophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcus
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans
Morfologi : Sel berupa batang, bersifat aerobic, bergerak dengan
flagel, membentuk endospora tersebar luas dalam tanah dan terbawa oleh
partikel-partikel debu di udara, mempunyai habitat pada tanah, air,
lingkungan akuatik sel pencernaan hewan maupun pada manusia.
8. Staphylococcus epidermidis
Kingdom : Protista
Divisi : Schizophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis
Morfologi : Merupakan suatu golongan bakteri yang menunjukkan
sifat sifat yang mendekati fungi / bakteri. Terdapat dalam tanah maupun
dalam udara dan sebagian parasit pada tumbuhan tingkat tinggi. Koloni
berwarna (tergantung substraknya), mempunyai bau tanah, resisten terhadap
penisilin dan streptomisin.
9. Candida albicans
Regnum : Eucaryotae
Divisio : Thallophyta
Subdivisio : Fungi
Class : Eumycetes
Subclass : Deuteromycetes
Ordo : Cryptococcales
Familia : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Morfologi : Bentuk selnya bermacam-macam. Menghasilkan banyak
pseudomiselium. Dapat terbentuk miselium sejati dan klamidospra.
Blastospora dapat dijumpai pada posisi yang khas pada masing-masing
spesies. Dapat hidup sebagai saprofit pada selaput-selaput lender mulut,
vagina dan saluran pencernaan (Anonim, 2010).
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau
masa zat suatu organisme, misalnya manusia dikatakan tumbuh ketika bertambah
tinggi, bertambah besar atau bertambah berat. Pertumbuhan pada mikroorganisme
diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroorganisme itu sendiri.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam suatu medium mengalami fase-fase yang
berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner, dan fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada
kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat
dengan penambahan zat kimia toksik, panas, atau radiasi.
Pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya akan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan gambaran yang
memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda-beda. Kebutuhan
mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi. Kebutuhan fisik dapat mencakup suhu
dan pH, sedangkan kebutuhan kimiawi meliputi nutrien, air, dan oksigen. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah sebagai
berikut:
1. Nutrien
Mikroorganisme membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan
pertumbuhannya, yakni sebagai: (1) sumber karbon, (2) sumber nitrogen, (3)
sumber energi, (4) dan faktor pertumbuhan, yakni mineral dan vitamin. Nutrien
tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyusun komponen-
komponen sel. Setiap mikroorganisme bervariasi dalam kebutuhannya akan zat-
zat nutrisi tersebut. Mikroorganisme yang tumbuh, yakni menggunakan
karbohidrat sebagai sumber energi dan karbon, walaupun komponen organik
lainnya yang mengandung karbon mungkin juga dapat digunakan.
2. Aktivitas Air (Aw)
Aw adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan mikroorganisme pada
proses reproduksi. Mikroorganisme memerlukan air untuk hidup dan berkembang
biak. Pertumbuhan mikroorganisme di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi oleh
jumlah air yang tersedia. Selain merupakan bagian terbesar komponen sel (70-
80%), air juga dibutuhkan sebagai reaktan dalam berbagai reaksi biokimia. Tidak
semua air yang tersedia dapat digunakan oleh mikroorganisme.
Semua mikroorganisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air
berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat
gizi ke dalam sel atau hasil metabolit ke luar sel. Pengaruh air terhadap
pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan sebagai aktivitas air, yaitu jumlah air
bebas yang tersedia dan dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan makanan. Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah
air yang berbeda untuk pertumbuhannya.
3. Oksigen
Beberapa mikroorganisme memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya,
yang disebut mikroorganisme aerobik. Kebanyakan mikroorganisme dapat
tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Seperti manusia,
mikroorganisme yang berfungsi untuk menguraikan sampah organik juga
membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Untuk menjaga agar pertukaran oksigen
bisa berjalan dengan optimal, maka diperlukan kondisi yang diciptakan
sedemikian rupa sehingga aliran udara bisa mengalir dengan optimal.
Proses penguraian oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan
organik terjadi secara anaerob. Proses anaerob adalah proses biologi yang
berlangsung pada kondisi tanpa oksigen oleh mikroorganisme tertentu. Proses
aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan oksigen. Semua
organisme untuk hidupnya memerlukan sumber energi yang diperoleh dari hasil
metabolisme bahan pangan, di mana organisme itu berada. Pada kebanyakan
tumbuhan dan hewan, respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob. Namun
demikian, dapat saja terjadi respirasi aerobnya terhambat pada sesuatu hal, maka
hewan dan tumbuhan tersebut melangsungkan proses fermentasi tanpa adanya
oksigen atau disebut fermentasi anaerob.
Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang pada prosesnya tidak
memerlukan oksigen. Beberapa mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya
tanpa adanya oksigen. Jadi hanya sebagian bahan energi itu dipecah, yang
dihasilkan adalah sebagian dari energi, karbondioksida dan air, termasuk sejumlah
asam laktat, asetat, etanol, asam volatil, alkohol dan ester.
4. Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang
mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme. Mikroorganisme
mempunyai temperatur optimum, minimum, dan maksimum untuk
pertumbuhannya. Hal ini di sebabkan di bawah temperatur minimum dan di atas
remperatur maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada temperatur
yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim. Berdasarkan temperatur
optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga kelompok,
yaitu:
a. Psikrotropik: temperatur optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat
pada temperatur refrigerator (4oC).
b. Mesofilik: temperatur optimum 30-37oC. temperatur ini merupakan
temperatur normal gudang.
c. Termofilik: temperatur optimum kebanyakan termofilik pada
temperatur 45-60oC. mikroorganisme jenis ini dapat hidup di tempat-
tempat yang panas bahkan di sumber-sumber mata air panas.
Temperatur yang digunakan dalam pembuatan MOL ini termasuk kedalam
golongan mikroorganisme yang tumbuh pada suhu diantara 30-370C dan termasuk
ke dalam kelompok mesofilik yang hidup pada temperatur ruang.
5. Nilai pH
Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih
memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5), dan hanya
beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0 (Iqbal, 2008).
2.7 Fase-fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur
semua komponen di dalam sel hidup. Pada mikroorganisme, yang disebut
pertumbuhan yaitu peningkatan jumlah sel per organisme, dimana pengukuran sel
juga menjadi lebih besar (Fardiaz, 1992).
Menurut Waluyo (2004), Pertumbuhan Mikroorganisme terdiri atas enam
fase yaitu :
1. Fase Adaptasi (Fase Lag)
Fase ini untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan
di sekitarnya. Fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim
mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap, tetapi kadang-
kadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung
dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya. Lamanya fase
adaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah medium dan
lingkungan pertumbuhan, serta jumlah inokulumnya.
2. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan
yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
3. Fase Pertumbuhan Logaritmik
Fase pertumbuhan logaritmik disebut juga fase eksponensial atau fase
pembiakan cepat. Pada fase ini mikroorganisme membutuhkan energi lebih
banyak dari pada fase lainnya. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat
dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH, kandungan nutrisi, dan
temperatur.
4. Fase Pertumbuhan Tetap (Statis)
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh
sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena sel
tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi,
maka kemungkinan sel tersebut mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang
tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel menjadi lebih tahan terhadap
keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi dan bahan kimia.
5. Fase Menuju Kematian dan Fase Kematian
Pada fase ini sebagian populasi mikroorganisme mulai mengalami
kematian karena sebab, yakni: (1) nutrisi di dalam medium sudah habis, (2) energi
cadangan di dalam sel habis. Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin
banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi kondisi nutrisi, lingkungan dan jenis
mikroorganisme.
Gambar 1. memperlihatkan kurva pertumbuhan mikroorganisme dari fase
adaptasi menuju ke fase kematian.
Jumlah
Sel
Hidup
Fase Adaptasi
Fase Logaritmik
Fase Petumbuhan StatisFase Menuju Kematian
Fase Kematian
Waktu
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme
Fase Pertumbuhan Awal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2011
di Laboratorium Mikrobiologi Industri, Laboratorium Analisis Pangan, dan
Laboratorium Organoleptik, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah
Kuala.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan-bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing segar
pasteurisasi yang diperoleh dari Koperasi Kambing Perah Lamtui, Aceh Jaya dan
Peternakan Kambing Darussalam. Bahan kimia yang digunakan dalam proses
analisis ini antara lain larutan buffered pepton water (BPW), tranventol 0,5 ml,
ammonium sulfat kristal 4 gram, methilen blue dan beberapa media agar seperti
PCA, VRB, VJA.
3.2.2. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah inkubator suhu rendah, inkubator,
penangas air, cawan petri, kulkas, autoclave, laminar flow cabinet, mikroskop,
quebec coloni counter, timbangan, needle, spindle. Alat yang digunakan dalam
analisis kimia adalah timbangan analitik erlenmeyer 50 ml, tabung reaksi, , kertas
saring, oven listrik, alat soxhlet, desikator, cawan porselen, cawan pengabuan,
tanur pengabuan, polarimeter.
3.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial yang terdiri atas 2 faktor. Faktor yang diteliti yaitu perbedaan
sumber susu dan waktu penyimpanan. Sumber susu berasal dari L ( Lamtui) dan
D (Darussalam) yang terdiri dari 2 taraf, V1 = 200 ml dan V2 = 600 ml. waktu
penyimpanan (W) terdiri atas 7 taraf yaitu W1= 1 hari, W2= 2 hari, W3= 3 hari,
W4= 4 hari, W5= 5 hari, W6= 6 hari dan W7 = 7 hari. Kombinasi perlakuan dalam
penelitian ini adalah 4 x 7 = 28 (duapuluh delapan) kombinasi perlakuan, dengan
menggunakan 3 (tiga) kali ulangan (U), sehingga diperoleh 84 satuan percobaan.
Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan kombinasi perlakuan
Asal
Volume (V)Waktu Penyimpanan (W)
W1=1 hari
W2=2 hari
W3=3 hari
W4=4 hari
W5=5 hari W6 =6 hariW7=7 hari
L V1 = 200 ml LV1W1 LV1W2 LV1W3 LV1W4 LV1W5 LV1W6 LV1W7
V2 = 600 ml LV2W1 LV2W2 LV2W3 LV2W4 LV2W5 LV2W6 LV2W7
D V1 = 200 ml DV1W1 DV1W2 DV1W3 DV1W4 DV1W5 DV1W6 DV1W7
V2 = 600 ml DV2W1 DV2W2 DV2W3 DV2W4 DV2W5 DV2W6 DV2W7
Penelitian ini menggunakan rancangan linier dengan model :
Yijk = µ + Mi + Wj + (MW)ij + εijk ……………............……………. (1)
Keterangan :
Yijk : Hasil pengamatan pada ulangan ke-k yang memperoleh perlakuan pada
taraf ke-i faktor volume susu (V) dan taraf ke-j faktor waktu
penyimpanan (W)
µ : Pengaruh rata-rata umum
Si : Penyimpangan hasil dari nilai μ yang disebabkan oleh pengaruh perlakuan
faktor suhu pengeringan (S) pada taraf ke-i
Wj : Penyimpangan hasil dari nilai μ yang disebabkan oleh pengaruh perlakuan
faktor waktu pennyimpanan (W) pada taraf ke-j
(SW)ij : Penyimpangan hasil dari nilai μ yang disebabkan oleh pengaruh interaksi
faktor faktor volume susu (V) pada taraf ke-i dan faktor waktu
penyimpanan (W) pada taraf ke-j
εijk : Galat, berupa pengaruh acak dari unit percobaan ke-k dari faktor faktor
volume susu (V) taraf ke-i dan faktor waktu penyimpanan (W) pada taraf
ke-i.
Bila terdapat pengaruh yang nyata antara perlakuan maka akan diteruskan
dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan persamaan sebagai berikut
(Sugandi dan Sugianto, 1994) :
BNT = Tα (V) x Sd ……………………………………………………. (2)
Keterangan :
Tα (V) = Nilai baku t-student pada taraf uji α dan derajat bebas galat
Sd = Nilai galat baku rerata devisi = n
galatKT2 ………........................
(3)
n = Jumlah ulangan
KT = Nilai kuadrat tengah
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Prosedur pengujian di laboratorium
Sampel susu kambing yang diteliti terdiri dari 2 merek susu kambing
pasteurisasi murni yang mempunyai izin dari Departemen Kesehatan dan diproses
secara Low Temperature Long Time (LTLT). Pada masing-masing merek di ambil
4 buah dengan variasi kemasan 200 ml dan 600 ml untuk setiap merek dan
dilakukan pemeriksaan selama tujuh hari serta dilakukan 3 (tiga) kali pengulangan
sehingga sampel berjumlah 84 sampel. Sampel dibawa dalam kotak pendingin
yang diberi es yang suhunya dipertahankan 4 0C. Setelah sampai di laboratorium,
sampel langsung dimasukkan kedalam lemari pendingin yang suhunya telah
disesuaikan yaitu 4 0C. Pengujian sampel status mikrobiologis dimulai sejak
sampel susu diambil sampai dengan waktu daluarsa atau 7 hari dari setiap sampel.
3.4.2. Pengujian Jumlah Total Mikroorganisme
Perhitungna jumlah total mikroorganisme (TPC) dilakukan dengan metode
hitungan cawan. Sampel susu kambing pasteurisasi diambil 1 ml lalu diencerkan
dengan larutan buffered pepton water (BPW) 0,1% sampai dengan pengenceran
10-3. Apabila jumlah koloni yang tumbuh telah melebihi 3,0 x 10-5 maka
pengenceran ditambah sampai 10-5. Selanjutnya dimasukkan masing-masing 1 ml
kedalam cawan petri lalu dituang PCA cair dan di homogenkan dengan cara
menggeserkan cawan horizontal atau membentuk angka delapan. Agar dibiarkan
membeku dan diinkubasi pada suhu 35 sampai 37 0C selama 24 sampai 48 jam.
Semua koloni mikroorganisme yang tumbuh dihitung sebagai jumlah total
mikroorganisme (TPC) (Sudarwanto dan Lukman 1993).
3.4.3. Pengujian Jumlah Koliform
Perhitungan jumlah koliform dalam susu kambing pasteurisasi dilakukan
dengan cara mengambil sampel 1 ml dimasukkan kedalam cawan petri steril lalu
dituang media VRB cair dan dihomogenkan dengan cara menggeserkan horizontal
atau membentuk angka delapan. Agar dibiarkan memadat. Setelah memadat, di
tuang kembali 3 sampai 4 ml media VBR cair diatas permukaan agar (overlai) dan
diinkubasi pada suhu 35 sampai 37 0C selama 24 sampai 48 jam. Koloni koliform
yang dihitung adalah koloni yang berwarna merah keunguan yang dikelilingi oleh
zona zona merah. Apabila jumlah koloni tidak bisa dihitung lagi (TBUD) karena
diperiksa setiap hari maka dilakukan pengenceran 10-3 pada hari berikutnya
(Sudarwanto dan Lukman 1993).
3.4.4. Pengujian Jumlah Staphylococcus aureus
Perhitungan jumlah Staphylococcus aureus dalam susu kambing
pasteurisasi dilakukan dengan mengambil sampel 1 ml dimasukkan kedalam
cawan petri steril lalu dituang media VJA cair dan dihomogenkan dengan cara
menggeserkan horizontal atau membentuk anka delapandan diinkubasi pada suhu
35 35 sampai 37 0C selama 24 sampai 48 jam. Koloni yang dihitung dengan
tanda-tanda yaitu bulat,licin, atau halus, berwarna abu-abu sampai hitam pekat
yang dikelilingi oleh zona opak atau zona luar yang jelas. Apabila jumlah koloni
tidak bisa dihitung lagi (TBUD) karena diperiksa setiap hari maka dilakukan
pengenceran 10-3 pada hari berikutnya (Sudarwanto dan Lukman 1993).
3.4.5. Uji Peroksidase (Uji Traventol)
Uji Peroksidase dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya enzim
peroksidase dalam susu kambing. Reaksi positif menunjukkan susu kambing
belum masak atau terdapat campuran susu kambing mentah sekitar 4%. Uji
Traventol dilakukan dengan cara, 5 ml sampel susu kambing dimasukkan kedalam
tabung reaksi steril dan ditambahkan 0,5 ml peraksi tarventol. Ditunggu lebih
kurang 3 menit kemudian hasil reaksi dapat dinilai. Sampel susu kambing yang
telah kehilangan enzim peroksidase akan bewarna putih dan apabila enzim masih
aktif berada dalam susu kambing akan bewarna sedikit kecoklatan.
3.4.6. Uji kekeruhan
Uji kekeruhan dilakukan untuk mengetahui apakah susu kambing telah
mengalami proses pemanasan yang melebihi suhu pasteurisasi. Uji kekeruhan
dilakukan dengan cara kedalam labu Erlenmeyer (50 ml) dimasukkan 20 ml
sampel susu kambing pasteurisasi dan 4 gram ammonium sulfat kristal. Lalu
dikocok sampai terlarut dan disaring sedikit demi sedikt kedalam tabung reaksi
sampai didapat filtrat sebanyak 5 ml. Tabung berisi filtrat dimasukkan kedalam
penangas air mendidih selama 5 menit. Hasilnya dilihat dengan cara apabila filtrat
jernih berarti albumin tidak ada dalam susu kambing. Dengan perkataan lain
bahwa susu kambing tersebut diolah pada suhu diatas titik didih susu (>100,16 0C)
(Sudarwanto dan Lukman 1993).
3.4.7. Komposisi Susu Kambing
Komposisi susu kambing meliputi kadar lemak, kadar air, kadar protein,
kadar abu yang diuji dengan metode Gerber, Formol, dan rumus Fleischmann.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Drs. 1986. Pengetahuan Bahan Makanan. FKIP-UNSYIAH, Banda Aceh.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Bogor (1996). Informasi Teknologi Budidaya, Pasca Panen dan Analisis Usaha Ternak Kambing Perah.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Gaman, P. M., dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Iqbal, A. 2008. Pertumbuhan Mikroorganisme. Universitas Negeri Malang, Malang.
Mekir, S. 1986. Air Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu Produksi Ternak Perah. Fak. Peternakan Universitas Udayana.
Moeljanto, Rini Damayanti dan Wiryanta, B. T. Wahyu. 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Agromedia Pustaka, Depok.
Muchtadi, T. R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sediaoetama, A. D., 1999. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.
Sudono, A., IK. Abdulgani, H. Najib dan Ratih, A. M., 1999. Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah, Malang.