75
ABSTRAK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Desember 2009 Ahmad Nur Hidayah, NIM: 105104003444 Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang Pencegahan DBD Di Rw 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009 xv + 71 halaman + 15 tabel, 3 gambar, 5 lampiran Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sangat meresahkan bagi masyarakat, karena belum ada vaksin yang dapat mencegah penyakit ini. Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan, karena vektor penyebab penyakit DBD dapat berkembang biak pada kondisi lingkungan yang tidak mendapat perhatian dari keluarga. Keluarga dapat melakukan gerakan pencegahan DBD jika keluarga tersebut mempunyai pengetahuan, sikap dan praktek yang baik terhadap pencegahan DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan praktek keluarga tentang pencegahan DBD di Rw 09 Kelurahan Kramatpela. Jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional, variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga tentang pencegahan DBD. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2009. Sampel penelitian berjumlah 73 responden yang berasal dari lingkungan Rw 09 kelurahan Kramatpela, tekhnik pengambilan sampel menggunakan tekhnik systematic random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk variabel pengetahuan dan sikap, lembar observasi digunakan untuk pengambilan data praktek. Data yang telah diperoleh lalu dianalisa menggunakan software komputer dengan analisis yang digunakan adalah analisis univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 37 tahun, sebagian besar responden (42,5%) memiliki tingkat pendidikan sampai SLTA dan sebanyak 50,7% responden adalah ibu rumah tangga. Sebanyak 90,4% responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang DBD dan pencegahannya, 98,6% responden memiliki sikap positif terhadap pencegahan DBD. Sebanyak 57,5% responden memiliki tingkat praktek yang cukup terhadap pencegahan DBD, 24,7% responden memiliki tingkat praktek yang kurang, dan hanya sebesar 17,8% responden yang memiliki tingkat praktek yang baik terhadap penceghan DBD. Kata kunci : pengetahuan, sikap, praktek, DBD Daftar bacaan : 26 (1987-2009)

Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

ABSTRAK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Desember 2009

Ahmad Nur Hidayah, NIM: 105104003444

Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang Pencegahan DBD

Di Rw 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan

Tahun 2009

xv + 71 halaman + 15 tabel, 3 gambar, 5 lampiran

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sangat meresahkan bagi

masyarakat, karena belum ada vaksin yang dapat mencegah penyakit ini. Penyakit ini

sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan, karena vektor penyebab

penyakit DBD dapat berkembang biak pada kondisi lingkungan yang tidak mendapat

perhatian dari keluarga. Keluarga dapat melakukan gerakan pencegahan DBD jika

keluarga tersebut mempunyai pengetahuan, sikap dan praktek yang baik terhadap

pencegahan DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan, sikap dan praktek keluarga tentang pencegahan DBD di Rw 09

Kelurahan Kramatpela. Jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross

sectional, variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap

dan praktek keluarga tentang pencegahan DBD. Penelitian dilakukan pada bulan

Agustus 2009. Sampel penelitian berjumlah 73 responden yang berasal dari

lingkungan Rw 09 kelurahan Kramatpela, tekhnik pengambilan sampel menggunakan

tekhnik systematic random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan kuesioner untuk variabel pengetahuan dan sikap, lembar observasi

digunakan untuk pengambilan data praktek. Data yang telah diperoleh lalu dianalisa

menggunakan software komputer dengan analisis yang digunakan adalah analisis

univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 37

tahun, sebagian besar responden (42,5%) memiliki tingkat pendidikan sampai SLTA

dan sebanyak 50,7% responden adalah ibu rumah tangga. Sebanyak 90,4% responden

memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang DBD dan pencegahannya, 98,6%

responden memiliki sikap positif terhadap pencegahan DBD. Sebanyak 57,5%

responden memiliki tingkat praktek yang cukup terhadap pencegahan DBD, 24,7%

responden memiliki tingkat praktek yang kurang, dan hanya sebesar 17,8% responden

yang memiliki tingkat praktek yang baik terhadap penceghan DBD.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, praktek, DBD

Daftar bacaan : 26 (1987-2009)

Page 2: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus

yang dilaporkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan daerah

penyebarannya bertambah luas. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena

menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian dalam anggota keluarga, dan

tentu saja berkurangnya usia harapan hidup penduduk Indonesia. Dampak

ekonomi langsung yang ditimbulkan pada penderita DBD adalah biaya

pengobatan, kerugian disebabkan karena rata-rata lama dirawat untuk kasus DBD

di rumah sakit sekitar 5-10 hari untuk kasus berat. Perawatan intensif diperlukan

untuk pasien yang sakit berat berupa cairan intravena, tranfusi darah atau plasma,

obat-obatan dan semua itu pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit (WHO,

1999).

Dampak ekonomi tidak langsung yang ditimbulkan akibat DBD adalah

kehilangan waktu kerja, waktu untuk pendidikan dan biaya lain yang dikeluarkan

selain untuk pengobatan seperti biaya untuk transportasi dan akomodasi selama

perawatan penderita. Dampak yang paling berat yang ditimbulkan oleh DBD

tentu saja kematian, karena penderita DBD yang tidak ditangani secara tepat dan

cepat akan sangat meningkatkan resiko terjadinya kematian. Penyakit DBD juga

merupakan salah satu penyakit yang meresahkan bagi masyarakat, karena sampai

Page 3: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

saat ini belum ada obat atau vaksin untuk mencegah penyakit ini (Dirjen P2PL

Depkes RI, 2007).

Sejak pertama kali ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan

Jakarta) pada tahun 1968 jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah

penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke

seluruh propinsi di Indonesia. Kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di

berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi kejadian luar biasa dengan

jumlah penderita sebanyak 72.133 orang dan merupakan kejadian luar biasa

terbesar sejak pertama kali penyakit DBD ditemukan di Indonesia dengan 1.411

kematian (case fatality rate / CFR) sebesar 2%. Pada tahun 2006 selama periode

Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami kejadian luar biasa, yaitu Jawa

Barat, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat dengan jumlah kasus 1.323 orang,

21 orang diantaranya meninggal dunia (CFR: 1,59%). Jumlah pasien DBD di

Indonesia tahun 2007 sebanyak 156.767 orang dengan jumlah kematian 1.570

orang (Dirjen P2PL Depkes RI, 2007).

Kasus penyakit DBD di propinsi DKI Jakarta sejak tahun 1968 sampai

tahun 2002 cenderung meningkat, bahkan berdasarkan data tahun 2002 diketahui

bahwa propinsi DKI Jakarta merupakan salah satu propinsi yang angka kasus

penderita DBD tertinggi di Indonesia. Menurut data dari Dinas Kesehatan DKI

Jakarta pada tahun 2009 pada periode Januari sampai Februari di DKI Jakarta

sudah tercatat 2.940 pasien yang dirawat akibat DBD dan lima orang diantaranya

meninggal dunia. Peningkatan kejadian DBD di Jakarta saat ini terbilang ironis,

Page 4: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

karena Jakarta merupakan ibukota Indonesia yang menjadi tolak ukur tingkat

derajat kesehatan untuk Indonesia.

Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk

menekan angka kejadian penyakit DBD dan akibat yang ditimbulkannya

diantaranya memerintahkan semua rumah sakit baik negeri atau swasta untuk

tidak menolak pasien yang menderita DBD, melakukan foging atau pengasapan

secara masal dan membagikan bubuk abate secara gratis pada daerah yang

penduduknya banyak terkena DBD, penyebaran pamflet dan poster tentang

pentingnya melakukan pencegahan DBD dengan melakukan kegiatan 3M (Dirjen

P2PL Depkes RI, 2007). Salah satu kebijakan pemerintah DKI Jakarta dalam

upaya pencegahan DBD adalah setiap keluarga wajib untuk melakukan gerakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3M selama 30 menit

setiap hari jumat yang dimulai pada pukul 09.00 – 09.30 WIB.

Tentu saja kebijakan pemerintah tentang anjuran setiap rumah sakit (RS)

untuk menerima pasien DBD mempunyai beberapa kendala, Pemerintah Provinsi

DKI misalnya telah meminta 17 RS untuk tidak menarik biaya bagi penderita

DBD dari keluarga miskin tanpa harus menunjukkan surat keterangan tidak

mampu, sedangkan 56 RS lainnya dihimbau untuk memberikan pelayanan gratis

asalkan korban DBD menunjukkan kartu tidak mampu. Kenyataan di lapangan

menunjukkan, ada sejumlah RS tetap meminta bayaran untuk menangani kasus

DBD. Agar jumlah korban akibat DBD bisa ditekan sekecil mungkin, Pemerintah

Provinsi DKI sebaiknya perlu memantau pelaksanaan kebijakan di lapangan guna

menunjukkan sikap konsistensi pemerintah terhadap penderita DBD, terutama

Page 5: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

dari keluarga miskin (Martinah, 2005). Pelaksanaan kebijakan pemerintah berupa

pengasapan atau fogging untuk menekan kejadian DBD ternyata masih

mempunyai kelemahan, karena pengasapan hanya akan membunuh nyamuk

dewasa saja dan tidak dapat membunuh jentik nyamuk. Menurut Wuryadi (2001)

dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI

bahwa pengasapan hanya bersifat psikologis dan mahal, bahkan fogging

mempunyai dampak yang buruk terhadap lingkungan.

Upaya-upaya pemerintah untuk menekan angka kejadian DBD akan

tercapai apabila ada peran dari keluarga. Keluarga mempunyai peran yang sangat

penting dalam menjaga kebersihan lingkungannya, karena penyakit DBD sangat

erat hubungannya dengan keadaan lingkungan. Keluarga merupakan suatu sistem

dimana keluarga mempunyai kesempatan untuk memperhatikan kebersihan

lingkungannya dan menjaga kesehatan anggota keluarga. Informasi masalah

kesehatan khususnya tentang DBD akan mempengaruhi tugas keluarga di bidang

kesehatan yang meliputi pertama adalah mengenal masalah kesehatan, kedua

adalah membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, tugas kesehatan

keluarga yang ketiga adalah memberi perawatan pada anggota keluarga yang

sakit, tugas kesehatan keluarga yang keempat adalah keluarga dapat

menggunakan fasilitas kesehatan yang ada, dan tugas kesehatan keluarga yang

kelima adalah menciptakan lingkungan rumah yang sehat.

Hal ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya pendidikan

kesehatan yang diberikan perawat komunitas kepada keluarga. Peran dari

keperawatan komunitas terhadap keluarga sangat besar dalam upaya pencegahan

Page 6: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

DBD karena keperawatan komunitas merupakan suatu bentuk pelayanan

kesehatan yang dilakukan sebagai upaya dalam pencegahan dan peningkatan

derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan keperawatan langsung (direction)

terhadap individu, keluarga, dan masyarakat (Mahyudin, 2009). Grout (1958,

dalam Machfoedz, 2003) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan adalah

upaya menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam

perilaku yang diinginkan dari perorangan ataupun masyarakat melalui proses

pendidikan. Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah tercapainya perubahan

perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam membina dan memelihara

perilaku sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam upaya

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pendidikan kesehatan sangat

penting untuk meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap serta mengarahkan

keluarga kepada perilaku yang dapat mencegah DBD (Setiawan, 2008).

Pengetahuan merupakan domain terendah dalam perubahan sikap dan

praktek. Menurut Roger (1974, dalam Notoadmodjo, 2003) sikap dan praktek

yang tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada

kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi

oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna

yang berarti bagi kehidupan. Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan, sikap, dan praktek merupakan 3 komponen penting yang harus

dimiliki oleh keluarga untuk mencegah penyakit DBD.

Penanganan masalah DBD di Indonesia pada dasarnya tidak bisa hanya

mengandalkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi harus juga

Page 7: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

melibatkan keluarga untuk melakukan upaya pencegahan. Berdasarkan hal

tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan

praktek keluarga tentang pencegahan DBD.

B. Identifikasi Masalah

1. Rumusan Masalah

Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menekan angka

kejadian DBD, untuk daerah Jakarta Selatan pemerintah daerah sudah

mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menekan angka kejadian DBD seperti

kegiatan PSN setiap hari jumat dan pengasapan / fogging. Meskipun upaya

pencegahan DBD telah dilakukan, namun berdasarkan data dari Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Selatan tahun 2008 bahwa kejadian DBD yang terjadi di

daerah Kelurahan Kramatpela dalam satu tahun masih cukup tinggi jika

dibandingkan dengan kelurahan lain yang ada dalam wilayah Kecamatan

Kebayoran Baru, yakni sebanyak 40 kasus DBD. Melihat upaya pemerintah

sudah maksimal untuk mencegah DBD, maka peneliti ingin mengetahui sejauh

mana pengetahuan, sikap dan praktek keluarga tentang pencegahan DBD.

2. Batasan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, tujuannya hanya untuk mengetahui gambaran

tingkat pengetahuan, sikap, dan praktek keluarga tentang pencegahan DBD di

RW 09 kelurahan Kramatpela kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan

tahun 2009.

Page 8: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran perilaku keluarga

tentang pencegahan DBD di RW 09 kelurahan Kramatpela kecamatan

Kebayoran Baru Jakarta Selatan tahun 2009.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi data demografi keluarga di RW 09 kelurahan Kramatpela

kecamatan Kebayoran Baru tahun 2009.

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan keluarga tentang pencegahan DBD

di RW 09 kelurahan Kramatpela kecamatan Kebayoran Baru tahun 2009.

c. Mengidentifikasi sikap keluarga tentang pencegahan DBD di RW 09

kelurahan Kramatpela kecamatan Kebayoran Baru tahun 2009.

d. Mengidentifikasi tingkat praktek keluarga tentang pencegahan DBD di RW

09 kelurahan Kramatpela kecamatan Kebayoran Baru tahun 2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

a. Menambah wawasan bagi peneliti mengenai tingkat pengetahuan, sikap,

dan praktek keluarga tentang pencegahan DBD untuk ikut terlibat dalam

upaya peningkatan pencegahan primer penyakit DBD.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lanjutan bagi

peneliti dan peneliti lain.

Page 9: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

2. Bagi institusi pendidikan keperawatan

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan

keperawatan komunitas dalam mengembangkan program pembelajaran

keperawatan komunitas.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan

untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.

3. Bagi perawat komunitas

Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan praktek keluarga tentang

pencegahan DBD untuk meningkatkan kualitas dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada keluarga khususnya dalam pencegahan DBD sebagai

pertimbangan dasar bagi perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan

tentang upaya pencegahan DBD dan memberikan pelayanan keperawatan

keluarga.

4. Bagi Puskesmas Kelurahan Kramatpela

Dapat membantu puskesmas dalam menurunkan jumlah kasus penderita DBD

melalui data dan informasi yang diperoleh mengenai pengetahuan, sikap dan

praktek keluarga di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran

Baru, sehingga dapat menjadi perhatian serius bagi puskesmas dalam usaha

pencegahan DBD dan pengembangan sasaran pelayanan kesehatan kepada

masyarakat di masa mendatang.

Page 10: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri

manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang

ada dalam diri manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya

kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan (Purwanto, 1999). Robert Kwick

(1974, dalam Notoadmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan

atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

Skinner (1938, dalam Notoadmodjo, 2003) mengatakan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang

bersangkutan. Beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku

manusia adalah semua kegiatan yang dilakukan baik yang dapat diamati secara

langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2003)

Skinner (1938, dalam Notoatmodjo, 2003) membedakan dua respon

perilaku terhadap suatu rangsangan, yaitu:

1. Respondent response atau reflexive response, ialah suaatu respon yang timbul

akibat rangsangan-rangsangan tertentu dan rangsangan ini disebut eliciting

stimuli dan akan menimbulkan respon yang relatif tetap. Contohnya suatu

Page 11: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

cahaya yang kuat akan menyebabkan mata secara otomatis akan tertutup.

Respon ini juga mencakup respon emosi yang timbul akibat hal yang kurang

menyenangkan bagi individu.

2. Operant response atau instrumental response, yaitu respon yang timbul dan

berkembang akibat adanya rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut

reinforcing stimuli. Rangsangan ini bersifat menguatkan respon yang telah

dilakukan oleh manusia. Contohnya jika sebuah keluarga mendapatkan

penghargaan atas upaya yang dilakukan untuk mencegah DBD di lingkungan

rumahnya dengan teratur mengikuti gerakan pemberantasan sarang nyamuk,

maka keluarga tersebut akan lebih giat dan rajin lagi untuk melakukan

gerakan pemberantasan sarang nyamuk. Operant response atau instrumental

response merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia dalam kehidupan

sehari-hari dan kemungkinan untuk memodifikasi respon tersebut sangatlah

besar bahkan dapat dikatakan tidak terbatas (Notoatmodjo, 1997).

Perilaku kesehatan adalah suatu respon individu terhadap suatu

rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, diantaranya:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), perilaku ini

menggambarkan usaha-usaha individu untuk menjaga kesehatannya dan

upaya yang dilakukan individu untuk untuk penyembuhan jika individu

tersebut sakit.

2. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, adalah respon individu terhadap

Page 12: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup upaya individu pada saat

menderita penyakit mulai dari pengobatan sendiri sampai berobat keluar

negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan, adalah upaya seseorang untuk merespon

rangsangan yang berasal dari lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya

agar lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku ini

menggambarkan upaya individu mengelola lingkungannya sehingga tidak

mengganggu kesehatannya.

Becker (1979, dalam Notoadmodjo,2003) membagi tiga kelompok perilaku

kesehatan, diantaranya:

1. Perilaku hidup sehat, yaitu perilaku individu untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya.

2. Perilaku sakit (illness behavior), mencakup respon seseorang terhadap sakit

dan penyakitnya, persepsinya terhadap sakit dan pengetahuannya terhadap

penyakit.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), perilaku ini meliputi tindakan

untuk memperoleh kesembuhan, mengenal sarana pelayanan untuk

penyembuhan penyakit dan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai

individu yang sedang sakit.

Dilihat dari bentuk respon manusia terhadap rangsangan ini, maka perilaku dibagi

menjadi dua yaitu perilaku tertutup (bentuk pasif) dan perilaku terbuka (bentuk

aktif).

1. Perilaku tertutup (covert behavior) adalah respon internal, yaitu respon yang

Page 13: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

terjadi di dalam diri manusia dan tidak dapat diamati secara langsung oleh

orang lain. Respon ini masih terbatas terhadap perhatian, persepsi,

pengetahuan dan sikap individu terhadap suatu rangsangan.

2. Perilaku terbuka (overt behavior) yaitu apabila perilaku tersebut dapat secara

langsung diamati oleh orang lain.

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap

merupakan respon individu terhadap suatu rangsangan dan masih bersifat perilaku

tertutup (covert behavior), sedangkan tindakan nyata seseorang merupakan respon

individu terhadap suatu rangsangan yang bersifat perilaku terbuka (overt

behavior).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku

Terbentuknya suatu perilaku ditentukan oleh faktor-faktor baik yang

terdapat dari dalam maupun dari luar. Green (1980) menjelaskan dalam teorinya

bahwa terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi terjadinya suatu perilaku,

yaitu:

1. Faktor predisposisi, yaitu merupakan faktor-faktor yang mempermudah

terjadinya perilaku seseorang yang meliputi pengetahuan dan sikap terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kesehatan, usia, kerampilan, tingkat pendidikan dan social ekonomi.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasillitasi terjadinya suatu tindakan. Dalam hal

ini adalah sarana dan prasarana seperti air bersih, tempat pembuangan

Page 14: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

sampah, puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcing factor), adalah faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terbentuknya suatu perilaku seperti contoh perilaku dari tokoh

masyarakat, perilaku tokoh agama, peraturan, undang-undang, surat

keputusan, dan sebagainya.

C. Domain Perilaku

Bloom (1987, dalam Notoatmodjo, 2003) mengatakan bahwa aspek

perilaku yang dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah yaitu:

ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor.

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang didapatkan dari lima

penginderaan individu seperti indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

perabaan, dan perasa terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar

pengetahuan manusia didapat melalui indera penglihatan dan pendengaran

(Notoatmodjo, 1997).

Menurut taksonomi Bloom (1987) pengetahuan mencakup enam

tingkat domain kognitif, yaitu :

a. Mengetahui (knowledge), tingkat ini merupakan tingkat terendah dari

domain kognitif. Pada tingkat ini individu mampu mengingat kembali

materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk hal-hal dari fakta yang

spesifik sampai suatu teori lengkap tetapi penekanannya hanya sebatas

informasi yang sesuai.

Page 15: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

b. Memahami (comprehension), pada tingkat ini individu mampu

menjelaskan tentang objek yang diketahuinya dan menyerap arti dari

informasi serta menginterpretasikan objek tersebut secara benar.

c. Mengaplikasikan (application), pada tingkat ini individu mampu

menggunakan informasi yang didapatnya dalam situasi nyata. Perilaku

pada tingkat domain ini meliputi aplikasi prinsip atau aturan, metode,

konsep, hukum, dan teori.

d. Menganalisa (analysis), pada tingkat ini individu mampu menjabarkan

materi suatu objek ke dalam komponen-komponen yang saling berkaitan

dalam situasi yang teroganisasi. Perilaku yang termasuk pada domain ini

antara lain identifikasi komponen, analisa menyangkut hubungan antara

komponen.

e. Mensisntesis (synthesis), pada tingkat ini individu mampu untuk

menyusun komponen yang ada secara bersama-sama untuk membentuk

sesuatu yang baru.

f. Mengevaluasi (evaluation), tingkat ini merupakan tingkat tertinggi pada

hierarki domain kognitif. Pada tingkat ini individu mampu membuat

penilaian terhadap suatu objek, penilaian ini berdasarkan pada

kemampuan untuk mengorganisasi dan menentukan keterkaitan dengan

informasi yang ada.

Menurut Rogers (1974, dalam Notoatmodjo, 2003) sebelum seseorang

mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut sudah terjadi proses

berurutan, yaitu:

Page 16: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini

sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

d. Trial (mencoba) dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut Hendra (2008), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:

a. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia maka akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya

semakin membaik. Semakin tua umur seseorang maka proses – proses

perkembangan mentalnya bertambah baik., akan tetapi pada umur tertentu

bertambahnya proses perkembangan mental seperti ini tidak secepat

seperti ketika berumur belasan tahun.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Page 17: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan dengan pendidikan dimana

diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa

seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan

rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di

pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non-

formal.

c. Pekerjaan

Hurlock (1998) mengatakan bahwa pekerjaan merupakan suatu kegiatan

atau aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna kebutuhan

hidupnya sehari-hari. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang

akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan kehidupannya sehari-

hari.

2. Sikap (attitude)

Notoatmodjo (2003) mengatakan sikap adalah respon individu yang

masih bersifat tertutup terhadap suatu rangsangan dan sikap tidak dapat

diamati secara langsung oleh individu lain. Sikap belum merupakan suatu

tindakan, tetapi sikap merupakan suatu faktor pendorong individu untuk

melakukan tindakan. Proses terbentuknya suatu sikap pada individu dapat

dijelaskan pada diagram ini:

Page 18: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Gambar 2.1. Proses terbentuknya sikap

Menurut Allport (1954, dalam Notoadmodjo, 2003) sikap mempunyai tiga

komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk suatu sikap

yang utuh (total attitude) dan dipengaruhi oleh pengetahuan, pikiran,

keyakinan dan emosi. Sikap mempunyai beberapa tingkatan, diantaranya :

a. Menerima (receiving), pada tingkat ini individu mau memperhatikan

stimulus yang diberikan berupa objek atau informasi tertentu.

b. Merespon (responding), pada tingkat ini individu akan memberikan

jawaban apabila ditanya mengenai objek tertentu dan menyelesaikan tugas

yang diberikan. Usaha individu untuk menjawab dan menyelesaikan tugas

yang diberikan merupakan indikator bahwa individu tersebut telah

menerima ide tersebut terlepas dari benar atau salah usaha yang dilakukan

oleh individu tersebut.

c. Menghargai (valuing), pada tingkat ini individu sudah mampu untuk

Stimulus

Rangsangan

Proses Stimulus

Reaksi

Tingkah laku

(terbuka)

Sikap

Page 19: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah, berarti individu sudah mempunyai sikap positif terhadap suatu

objek tertentu.

d. Bertanggung jawab (responsible), pada tingkat ini individu mampu

bertanggung jawab dan siap menerima resiko dari sesuatu yang telah

dipilihnya.

3. Praktek atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan,

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan

terwujudnya suatu tindakan, diantaranya adalah faktor fasilitas dan faktor

dukungan dari pihak lain. Beberapa tingkatan dalam praktek antara lain:

a. Persepsi (perception), merupakan praktek pada tingkat pertama. Pada

tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai objek terkait

dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini adalah

individu mampu untuk melakukan sesuatu dengan urutan yang benar.

c. Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah menjadikan

suatu tindakan yang benar menjadi suatu kebiasaan.

d. Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu tindakan

tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan cara

wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh individu sebelumnya,

Page 20: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

dan secara langsung dengan cara mengobservasi tindakan atau kegiatan

individu tersebut (Notoadmodjo, 2003).

D. Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Pengertian

Suhendro (2006) mengatakan bahwa DBD adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri

otot dan atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan hemoragik. Hadinegoro (1999) mengatakan DBD adalah

penyakit penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Menurut WHO (1999) DBD adalah

penyakit yang ditandai oleh empat manifestasi klinis utama yaitu demam

tinggi, fenomena perdarahan, sering disertai oleh hepatomegali, dan pada

keadaan berat terjadi tanda-tanda kegagalan sirkulasi.

2. Etiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)

DBD disebabkan oleh virus dengue yang merupakan bagian dari

falimi flaviviridae. Virus ini terbagi menjadi empat, yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN-3 dan DEN-4, untuk mengetahui jenis virus dapat dilakukan melalui uji

serologi.

3. Bionomik Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bionomik vektor adalah tata cara atau perilaku vektor. Vektor

penyakit DBD adalah nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini memiliki

kemampuan jarak terbang sejauh 40-100 meter dan tidak dapat hidup diatas

Page 21: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut dan kurang dapat berkembang

biak dengan baik didaerah bersuhu rendah (Tapan, 2004).

Pada dasarnya dalam kehidupan nyamuk terdapat 3 macam tempat

yang dibutuhkannya, yaitu tempat untuk beristirahat (resting places), tempat

untuk mendapatkan makanan (feeding places), dan tempat untuk berkembang

biak (breeding places). Tempat berkembang biak nyamuk aedes berupa

genangan air yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, jernih dan gelap

baik yang berada di dalam ruangan ataupun di luar ruangan.

Dalam kehidupan di air, perkembangan nyamuk aedes dari telur

sampai mencapai nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7-14 hari, yaitu 2-3

hari untuk perkembangan dari telur menjadi jentik, 4-9 hari dari jemtik

menjadi pupa, 1-2 hari dari pupa menjadi nyamuk dewasa. Berdasarkan

kesenangan untuk mendapatkan darah, nyamuk aedes biasanya menggigit

manusia pada pukul 09.00-10.00 pagi dan antara pukul 16.00-17.00 petang.

4. Manifestasi Klinik Demam Berdarah Dengue (DBD)

Manifestasi klinik yang khas pada penderita DBD adalah demam

tinggi, fenomena perdarahan, pembesaran hati (hepatomegali), dan terjadi

kegagalan sirkulasi. Perubahan patofisiologis utama yang menentukan

penyakit DBD adalah terjadinya peningkatan permeabilitas membran kapiler

sehingga terjadi kebocoran cairan plasma yang ditandai oleh peningkatan

hematokrit. WHO (1997) membagi derajat DBD menjadi empat derajat, yaitu:

a. Derajat I : demam mendadak 2-7 hari diikuti gejala tidak spesifik. Satu

satunya manifestasi perdarahan adalah tes tourniquet positif.

Page 22: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

b. Derajat II : gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan

spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau tempat lain.

c. Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan

lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita

gelisah.

d. Derajat IV : syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah

tidak dapat diperiksa.

5. Patogenesis Demam Berdarah Dengue (DBD)

Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, virus

memasuki aliran darah manusia untuk kemudian melakukan replikasi

(memperbanyak diri). Bentuk perlawanan yang akan dilakukan oleh tubuh

adalah tubuh akan membentuk antibodi dan selanjutnya akan terbentuk

kompleks antigen antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.

Kompleks antigen antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak

sel-sel pembuluh darah, proses ini disebut proses autoimun. Proses tersebut

menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditandai

dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Akibatnya tubuh akan

mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit,

saluran pencernaan (muntah darah), saluran pernapasan (epistaksis), dan

organ vital seperti jantung, ginjal dan hati yang sering mengakibatkan

kematian (Widoyono, 2008).

6. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)

Page 23: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

WHO (1997, dalam Sardjana, 2007) menyebutkan diagnosis demam

berdarah dengue dapat ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:

a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet

positif, terdapat petekie, perdarahan mukosa atau perdarahan dari bagian

tubuh lain dan hematemesis atau melena

c. Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul)

d. Terdapat minimal satu tanda dari kebocoran plasma seperti peningkatan

hematokrit lebih dari 20%, penurunan hematokrit lebih dari 20% setelah

mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

dan tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites, atau

hipoproteinemia.

Seorang penderita DBD dikatakan mengalami Sindrom Syok Dengue (SSD)

apabila seluruh kriteria diatas terjadi ditambah tanda-tanda kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun sampai

diastolik dibawah 20 mmHg, kulit dingin serta pasien gelisah.

7. Penanganan Keperawatan untuk Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tindakan mandiri perawat:

a. Kaji saat timbulnya demam, rasional tindakan ini adalah untuk

mengidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan

selanjutnya.

b. Observasi tanda – tanda vital klien seperti suhu, nadi, tensi, pernapasan,

tiap 4 jam atau lebih sering, rasional tindakan ini adalah sebagai pedoman

Page 24: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

/ acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

c. Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla, rasional tindakan ini

adalah untuk membantu menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami

demam.

d. Catat intake dan output, rasional tindakan ini adalah untuk mengetahui

adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.

e. Observasi adanya tanda – tanda syok, rasional tindakan ini adalah agar

dapat segera dilakukan tindakan apabila klien mengalami shock.

f. Anjurkan klien untuk banyak minum, rasional tindakan ini adalah untuk

menambah volume cairan tubuh klien.

g. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare,

kehausan, turgor kulit buruk), rasional tindakan ini adalah untuk

mengetahui penyebab defisit volume cairan.

Tindakan kolaborasi:

a. Pemberian antipiretik, rasional tindakan ini adalah untuk mengurangi

demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

b. Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, rasional tindakan ini adalah

untuk mengatasi defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk.

8. Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berikut ini akan diuraikan cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat

untuk mencegah DBD menurut Dirjen P2PL Depkes RI tahun 2007 adalah:

a. Fogging focus. Salah satu upaya efektif untuk pencegahan DBD adalah

dengan cara memutuskan mata rantai kehidupan nyamuk aedes aegypti.

Page 25: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Pengasapan (fogging) adalah salah satu cara yang cukup banyak dipakai di

Indonesia, walaupun sebenarnya cara ini kurang efektif. Pengasapan

hanya dapat membunuh nyamuk dewasa pada suatu wilayah dengan

radius 100-200 meter di sekitarnya dan efektif hanya untuk satu sampai

dua hari. Pengasapan tidak dapat membunuh larva nyamuk.

b. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD. Pencegahan

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sangat tepat dilakukan dengan

program 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur). Menguras bak mandi,

bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan, menutup rapat

tempat penampungan air serta mengubur barang-barang bekas yang sudah

tidak terpakai yang kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai

tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor

penyakit DBD sangat perlu dilakukan.

c. Abatisasi. Dilaksanakan dengan cara menaburi bubuk abate di semua

tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang mempunyai resiko

sebagai tempat perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti.

d. Memasang kawat nyamuk halus pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi

diseluruh bagian rumah.

e. Tidur menggunakan kelambu atau menggunakan obat nyamuk (bakar atau

gosok) untuk mencegah gigitan nyamuk.

f. Mengganti air vas bunga, minuman burung dan temapt lainnya yang dapat

dijadikan tempat perkembangbiakan vektor DBD minimal satu minggu

sekali.

Page 26: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

g. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

h. Menggunakan obat nyamuk (lotion atau obat nyamuk bakar) untuk

mencegah gigitan nyamuk.

E. Perilaku Keluarga Terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Duvall (1985, dalam Iqbal, 2006) menyatakan bahwa keluarga adalah

sekumpulan orang ysng dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran

yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Undang-

Undang No. 10 tahun 1992 manyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil

dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak atau ayah atau ibu dan

anak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998) menyebutkan bahwa

keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan terhadap DBD adalah

keluarga pertama kali harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan

penyakit DBD, keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa cara

seperti penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari majalah atupun peran

aktif keluarga untuk mencari tahu informasi mengenai DBD. Kesadaran akan

tumbuh pada tiap anggota keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan

terhadap DBD jika keluarga sudah dapat mengenal masalah kesehatan yang

berhubungan dengan DBD.

Page 27: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluraga harus mampu

memutuskan tindakan yang tepat jika ada salah satu anggota keluarga yang

terkena penyakit DBD, keluarga harus dengan cepat memutuskan tindakan yang

tepat untuk anggotanya yang terkena DBD dengan memutuskan untuk segera

membawa anggota keluarganya yang terkena DBD ke rumah sakit. Keputusan

harus segera diambil oleh keluarga karena keluarga yang dapat memantau

keadaan anggota keluarganya yang terkena DBD.

Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus mampu

merawat anggota keluarganya yang terkena DBD. Keluarga harus mempunyai

kemampuan untuk memberikan perawatan pertama pada anggotanya yang terkena

DBD karena penyakit DBD akan sangat fatal akibatnya jika keluarga tidak segera

memberikan perawatan pertama pada penderita DBD.

Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus dapat

menciptakan lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga ini sangat erat

hubungannya dengan pencegahan penyakit DBD karena nyamuk penyebab DBD

dapat berkembangbiak di lingkungan rumah yang tidak diperhatikan oleh

keluarga. Keluarga dapat melakukan tindakan 3M pada lingkungan rumahnya

untuk mencegah terjadinya DBD.

Tugas kesehatan keluarga yang terakhir adalah keluarga harus dapat

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk membantu anggota keluarganya

yang terkena DBD. Pemerintah Indonesia telah membebaskan biaya untuk pasien

DBD, jadi tidak ada alasan bagi keluarga untuk tidak membawa anggotanya yang

Page 28: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

terkena DBD karena penyakit ini akan menimbulkan kematian yang sangat cepat

jika penderitanya tidak segera dibawa ke rumah sakit.

Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah

keterlibatan semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan

emosional. Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara

sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakkan vektor penyakit DBD.

Maironah (2005) dan Yatim (2001) mengatakan bahwa dalam melakukan

pencegahan DBD keluarga perlu melakukan beberapa metode yang tepat

diantaranya:

1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan

nyamuk tersebut antara lain dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk

(PSN), memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan

nyamuk penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan kelambu saat

tidur, merapikan pakaian kotor yang bergantungan dibalik pintu.

2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga dapat

memelihara ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat kolam.

3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi antara

lain keluarga dapat memberikan bubuk abate pada tempat-tempat

penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air

dan keluaraga dapat juga melakukan pengasapan atau fogging dan

menggunakan obat nyamuk (obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot dan

lotion anti nyamuk).

Page 29: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif yang dapat

dilakukan keluarga untuk pencegahan DBD adalah dengan kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta

tindakan lainnya seperti memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk,

melakukan pemeriksaan jentik berkala (Yatim, 2001).

F. Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue

1. Pengertian Keperawatan Komunitas

Menurut WHO (1959, dalam Mahyudin, 2009), keperawatan

komunitas adalah bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan

keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan

sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara

keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial,

perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya

yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai

masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.

Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan

profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada

kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang

optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan

menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan

melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi pelayanan keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987

Page 30: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

dalam Mahyudin 2009).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan

kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang

merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat

dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan

promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan

pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan

kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan

fungsi kehidupan manusia secara optimal.

2. Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan DBD

a) Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Sasaran pencegahan primer dapat ditujukan pada faktor penyebab

terjadinya DBD, lingkungan serta faktor pejamu. Pencegahan primer yang

dapat dilakukan oleh seorang perawat komunitas adalah dengan cara

memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang pencegahan

penyakit DBD. Tujuan dari pencegahan primer adalah agar tidak terjadi

penyakit DBD di masyarakat.

b) Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

Peran perawat komunitas dalam pencegahan sekunder adalah

melakukan diagnosis dini pada penderita DBD dan memberikan

pengobatan yang tepat kepada penderita DBD agar dapat dicegah

meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah DBD dan agar

Page 31: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

tidak timbul komplikasi pada penderita yang ditimbulkan oleh penyebab

DBD.

c) Pencegahan Tersier (Tertiary Prevention)

Peran perawat komunitas dalam pencegahan tersier adalah

mencegah bertambah parahnya suatu penyakit, dan mencegah penderita

DBD mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. Perawat

juga berperan dalam proses rehabilitasi untuk mencegah terjadinya efek

samping dari proses penyembuhan penyakit DBD.

G. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dadang Fitrajaya tahun 2002 dengan judul

penelitian “Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Kelurahan Tanjung Hulu

Terhadap PSN DBD Tahun 2002”. Penelitian ini menghasilkan bahwa

masyarakat yang melaksanakan program PSN DBD sebesar 71,3% dan

masyarakat yang tidak melakukan PSN DBD sebanyak 28,7%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Wirawan Sakti tahun 2004 dengan judul

penelitian “Gambaran perilaku PSN DBD Kepala Keluarga di Kecamatan

Curup Kabupaten Lebong Tahun 2004”. Dari hasil penelitian diketahui

sebanyak 55,5% perilaku kepala keluarga terhadap PSN DBD termasuk

kedalam kategori baik dan sebanyak 44,5% perilaku kepala keluarga terhadap

PSN DBD termasuk kategori kurang baik.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Marlina tahun 2007 dengan judul

penelitian “Perilaku Keluarga terhadap Usaha Pencegahan Penyakit DBD di

Page 32: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Lingkungan Rumah di Desa Suka Makmur Kecamatan Delitua Tahun 2007”.

Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat perilaku responden terhadap usaha

pencegahan penyakit DBD mayoritas baik (78%), kategori sedang (21 %), dan

buruk (1,0%)

H. Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka teori berdasarkan Green (1980), Bloom (1987), Depkes RI

(2007), Hurlock (1998)

Perilaku keluarga

untuk tindakan

pencegahan DBD

Faktor Pemungkin:

- Ketersedian sarana dan

prasarana

- Tempat pembuangan

sampah

- Puskesmas

- Rumah sakit

Faktor Penguat:

Contoh perilaku dari

tokoh masyarakat, adanya

peraturan, surat

keputusan.

Faktor Predisposisi:

- Pengetahuan

- Sikap

- Praktek

- Karakteristik individu

- Tradisi dan kepercayaan

Page 33: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat deskriptif atau

menggambarkan variabel yang akan diteliti yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan

praktek keluarga terhadap pencegahan DBD, maka kerangka konsep pada

penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian tentang tingkat pengetahuan, sikap, dan

praktek keluarga tentang pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Jakarta

Selatan Tahun 2009

Variabel:

a. Karakteristik individu: - Umur

- Pendidikan

- Pekerjaan b. Pengetahuan responden mengenai DBD

- Penyebab

- Bionomik vektor - Tanda dan gejala

- Pengobatan

- Pencegahan

c. Sikap responden mengenai pencegahan DBD - Kecenderungan untuk melakukan gerakan

pencegahan 3M (menguras, menutup,

mengubur) di tempat yang menjadi sarana perkembangbiakan vektor DBD

d. Praktek responden tentang pencegahan DBD

- Menguras

- Menutup - Mengubur

- Menaburkan bubuk abate

- Menggunakan kelambu - Memelihara ikan pemakan jentik

Page 34: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

B. Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

Pengetahuan Pengetahuan yang

dimaksud dalam

penelitian ini

adalah keluarga

mengetahui

tentang penyakit

DBD meliputi

penyebab,

bionomik vektor, tanda dan gejala,

pengobatan serta

pencegahan

penyakit demam

berdarah dengue

Wawancara Kuisioner

B1-B10

1. Pengetahuan

tinggi jika total

nilai 7-10

2. Pengetahuan

sedang jika

total nilai 4-6

3. Pengetahuan

rendah jika

total nilai 0-3

Ordinal

Sikap Sikap yang

dimaksud dalam

penelitian ini

adalah

kecenderungan

keluarga untuk

melakukan

tindakan pencegahan DBD

seperti melakukan

gerakan 3M

(menutup,

menguras dan

mengubur)

tempat-tempat

yang dapat

menjadi sarana

perkembangbiaka

n vektor DBD

Wawancara Kuisioner

C1-C10

1. Sikap negatif

jika total skor

kurang dari

nilai median

(<25)

2. Sikap positif

jika total skor

lebih dari nilai median (≥25)

Ordinal

Praktek Aktifitas keluarga dalam upaya

pencegahan

terhadap demam

berdarah dengue

seperti melakukan

gerakan 3M+

yaitu menutup,

menguras,

mengubur serta

menaburkan

bubuk abate,

menggunakan kelambu pada

waktu tidur,

memasang obat

Observasi Lembar Obsversasi

D1-D10

1. Praktek keluarga baik

jika total skor

7-10

2. Praktek

keluarga cukup

jika total skor

4-6

3. Praktek

keluarga

kurang jika

total skor 0-3

Ordinal

Page 35: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

nyamuk,

menyemprotkan

insektisida,

menggunakan

lotion,

memelihara ikan

pemakan jentik

Usia Banyaknya angka

dalam tahun yang

dihitung sejak

responden lahir

Wawancara Kuisioner Data numerik Interval

Pendidikan Jenjang pendidikan formal

terakhir yang

berhasil

diselesaikan oleh

responden

Wawancara Kuisioner 1. Tidak sekolah 2. SD

3. SLTP

4. SLTA

5. Perguruan

Tingggi

Ordinal

Pekerjaan Pekerjaan

responden saat

dilakukan

penelitian

Wawancara Kuisioner 1. IRT

2. Wiraswasta

3. Buruh

4. PNS

5. Karyawan

Swasta

6. TNI

7. Polisi

Nominal

Page 36: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional. Tujuannya

untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan praktek keluarga

tentang pencegahan DBD dengan cara mengajukan pertanyaan tertutup melalui

kuisioner yang akan dijawab oleh kepala keluarga atau penanggung jawab dalam

keluarga dan lembar observasi yang akan diisi oleh peneliti.

B. Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian dilakukan RW 09 kelurahan Kramat Pela Jakarta

Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2009. Penentuan RW 09

kelurahan Kramat Pela sebagai lokasi penelitian adalah karena menurut data yang

diperoleh dari Puskesmas kelurahan Kramatpela, pada daerah ini masih

ditemukan kasus DBD sebanyak 40 kasus pada tahun 2008 dan belum pernah

dilakukannya penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan

praktek keluarga tentang pencegahan DBD di RW 09 kelurahan Kramat Pela

Jakarta Selatan.

Page 37: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota keluarga di

lingkungan RW 09 kelurahan Kramat Pela kecamatan Kebayoran Baru Jakarta

Selatan.

Sampel merupakan gambaran dari populasi yang telah ditetapkan

berdasarkan kriteria penelitian dan perhitungan besar sampel menggunakan rumus

yang sesuai. Kriteria sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Merupakan keluarga di wilayah RW 09 kelurahan Kramat Pela kecamatan

Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

2. Dapat membaca dan menulis.

3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.

Tekhnik pengambilan sampel menggunakan systematyc random sampling yaitu

pengambilan sampel berdasarkan urutan anggota populasi yang telah diberi

nomor urut. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai

dengan ketentuan rumus besar sampel yang sesuai dengan rancangan penelitian

yaitu rumus sampel uji estimasi proporsi.

Rumus : n = (Z1-α/2)2.P (1-P)

d2

n = jumlah sampel

Z1- α/2 = confident interval = 95% = 1,96

d = presisi = 10% = 0,1

P = 78% = 0,78 (proposi penelitian terdahulu Marlina, 2007)

n = 1,962 . 0,78 . (1 - 0,78) = 66 keluarga

0,12

Page 38: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Untuk mengantisipasi adanya kemungkinan hilangnya data atau ketidaklengkapan

pengisian kuisioner, maka perhitungan sampel ditambahkan 10% dari jumlah

sampel yang telah ditentukan sebelumnya.

n2 = n1 + 10% . n1

= 66 + 6,6= 72,6 = 73 keluarga

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan

lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur berdasarkan teori dan

berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari

empat bagian yaitu data demografi meliputi inisial nama, umur, jenis kelamin,

pekerjaan, dan pendidikan. Bagian kedua kuisioner untuk tingkat pengetahuan

keluarga berisi 10 pertanyaan tertutup tentang DBD dan pencegahan penyakit

DBD meliputi penyebab, transmisi vektor, tanda dan gejala, pengobatan dan

pencegahan DBD. Penilaian untuk pertanyaan positif tentang pengetahuan

menggunakan skala diskontinu yaitu jika jawaban benar mendapatkan nilai 1 dan

jika jawaban salah tidak mendapat nilai (0).

Bagian ketiga kuisioner berisi 10 pernyataan tertutup tentang sikap

keluarga mengenai pencegahan DBD dan penilaiannya menggunakan skala

Likert. Penilaian untuk pernyataan positif sikap keluarga yaitu:

Sangat setuju : 4

Setuju : 3

Tidak setuju : 2

Page 39: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Sangat tidak setuju : 1

Sedangkan penilaian pernyataan negatif sikap keluarga tentang pencegahan DBD

juga menggunakan skala Likert, yaitu:

Sangat tidak setuju : 4

Tidak setuju : 3

Setuju : 2

Sangat setuju : 1

Bagian keempat lembar kuisioner berisi 10 lembar observasi yang diisi

oleh peneliti tentang praktek keluarga tentang pencegahan DBD dengan

menggunakan skala diskontiniu yaitu jika keluarga melakukan praktek

mendapatkan nilai 1 dan jika tidak malakukan praktek mendapat nilai (0).

Kuesioner yang digunakan sebelumnya telah diuji coba dan dilakukan uji

validitas dan reabilitasnya pada 30 keluarga di tempat yang berbeda dengan

karakteristik yang sama dengan ketentuan pada penelitian ini. Hasil uji validitas

menunjukkan bahwa terdapat 4 pertanyaan yang tidak valid, akan tetapi peneliti

tetap mengikutsertakan pertanyaan tersebut ke dalam penelitian karena

pertanyaan tersebut sangat diperlukan untuk proses analisis. Hasil uji realibilitas

didapatkan hasil Alpha Crombach sebesar 0,770 yang berarti pertanyaan yang

berada dalam kuesioner dapat dikatakan realibel.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, maka dilanjutkan dengan

mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan

Page 40: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Menyerahkan surat permohonan ijin penelitian kepada Puskesmas Kelurahan

Kramat Pela kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

3. Menyeleksi calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan

sebelumnya oleh peneliti.

a. Peneliti menentukan calon responden dengan terlebih dahulu melihat

kerangka sampel yang ada.

b. Dengan menggunakan tekhnik systematic random sampling peneliti

menentukan calon responden sebanyak 73 keluarga sesuai dengan besar

sampel yang telah ditentukan.

4. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan, peneliti melakukan pendekatan dengan cara mendatangi satu

persatu rumah responden serta memberikan penjelasan mengenai penelitian

ini. Kemudian jika calon responden bersedia menjadi responden dapat

membaca lembar persetujuan kemudian menandatanganinya.

5. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden selanjutnya

akan diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuisioner dan responden

dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang

jelas.

6. Peneliti memberikan waktu kira-kira 15 menit kepada responden untuk

menjawab pertanyaan dalam kuisioner.

7. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam kuisioner,

setelah selesai lembar kuisoner dikembalikan kepada peneliti.

Page 41: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

8. Kuisioner yang telah diisi selanjutnya akan diolah dan dianalisa oleh peneliti.

F. Pengolahan Data

Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap-tahap sebagai

berikut:

1. Mengkode data (data coding)

Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk

memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut.

2. Menyunting data (data editing)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap

jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.

3. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data dalam program software komputer berdasarkan klasifikasi.

4. Membersihkan data (data cleaning)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data

tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah

siap diolah dan dianalisis.

G. Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas

responden, melindungi dan menghormati hak responden dengan mengajukan

surat pernyataan persetujuan (informed consent). Sebelum menandatangani surat

Page 42: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan menjelaskan kepada responden bahwa penelitian tidak akan

membahayakan bagi responden. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas

responden, dimana data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan

penelitian dan apabila penelitian telah selesai maka data tersebut akan

dimusnahkan.

H. Analisa Data

Dalam analisa data dilakukan / diolah secara statistik untuk data

kuantitatif dengan menggunakan perangkat komputer dan dianalisa secara

deskriptif dengan menggunakan analisa univariat. Pada analisa univariat setiap

variabel dari hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi

dan prosentase.

Page 43: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

BAB V

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisa univariat yang

menggambarkan distribusi frekuensi dari responden.

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kelurahan Kramatpela sebagian besar merupakan daerah tempat tinggal yang

teratur, kecuali di lingkungan RW 09 yang merupakan daerah pemukiman padat

penduduk. Kelurahan kramatpela tidak ada daerah sawah dan rawa juga tidak

memiliki daerah industry berat. Luas daerah Kramatpela adalah 124 hektar

dengan jumlah penduduk sebanyak 19.232 jiwa, kepala keluarga berjumlah 3.786

jiwa. RW 09 sendiri mempunyai kepala keluarga sebanyak 501 jiwa. Batas dari

kelurahan ini adalah:

1. Utara: berbatasan dengan Jl. Kyai Maja dan Kelurahan Gunung

2. Timur: berbatasan dengan Jl. Panglima Polim dan Kelurahan Melawai

3. Selatan: berbatasan dengan Kelurahan Gandaria dan Kelurahan Pulo

4. Barat: berbatasan dengan kali grogol dan wilayah Kecamatan Kebayoran

Lama

Page 44: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

B. Karakteristik Responden

1. Umur

Data umur responden disajikan dalam bentuk tabel dan menggunakan

data numerik.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di RW 09 Kelurahan

Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Variabel

Mean Median SD Minimum Maksimum

Umur

37.52 36 10.032 22 73

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata umur responden adalah 37

tahun. Umur termuda responden adalah 22 tahun dan umur tertua responden

adalah 73 tahun.

2. Pendidikan

Pada penelitian ini peneliti membagi tingkat pendidikan responden

yaitu SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi. Tabel 5.2 menunjukkan

distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikannya.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di RW

09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Tingkat Pendidikan Frekuensi Prosentase %

SD 15 20,5

SLTP 24 30,9

Page 45: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

SLTA 31 42,5

Perguruan Tinggi 3 4,1

Total 73 100

Tabel 5.2. menunjukkan sebagian besar responden mempunyai tingkat

pendidikan setingkat SLTA yaitu sebesar 42,5% dan hanya sebagian kecil

responden yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak

3 orang responden atau 4,1%.

3. Pekerjaan

Pada penelitian ini, peneliti membagi pekerjaan responden menjadi

beberapa jenis pekerjaan seperti ibu rumah tangga, pegawai negeri sipil,

karyawan swasta, wiraswasta, polisi, dan TNI. Dibawah ini merupakan tabel

distribusi frekuensi responden menurut jenis pekerjaannya.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di RW 09

Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Jenis Pekerjaan Frekuensi Prosentase %

PNS 3 4,1

Ibu Rumah Tangga 37 50,7

Karyawan Swasta 11 15,1

Wiraswasta 20 27,4

Polisi 2 2,7

TNI 0 0

Total 73 100

Tabel diatas dapat menunjukkan bahwa sebagian besar responden

adalah sebagai seorang ibu rumah tangga yaitu sebanyak 37 responden atau

sebesar 50,7%. Sebanyak 27,4% responden memiliki pekerjaan sebagai

Page 46: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

seorang wiraswasta dan 15,1% responden bekerja sebagai karyawan swasta.

Responden yang bekerja sebagai PNS hanya berjumlah 3 orang (4,1%) dan

responden yang bekerja sebagai polisi sebanyak 2 orang (2,7%).

C. Pengetahuan Responden

Tabel dibawah ini menggambarkan seberapa jauh pengetahuan responden

mengenai DBD dan pencegahannya.

Tabel 5.4. Pengetahuan Responden Mengenai DBD Dan Pencegahannya di RW

09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Pengetahuan Responden Frekuensi Prosentase

Penyebab DBD adalah virus dengue

1. Benar

2. Salah

42

31

57,5 %

42,5 %

Nama nyamuk penyebab DBD adalah Aedes Aegypti 1. Benar

2. Salah

66

7

90,4 %

9,6 %

Nyamuk Aedes hanya menggigit ketika malam hari

1. Benar 2. Salah

70 3

95,9 % 4,1 %

Jarak terbang nyamuk Aedes 100M

1. Benar

2. Salah

29

44

39,7 %

60,3 %

Ciri nyamuk DBD adalah loreng hitam putih 1. Benar

2. Salah

71

2

97,3 %

2,7 %

Tanda awal DBD adalah demam tinggi dan timbul bintik merah pada kulit

1. Benar

2. Salah

72

1

98,6 %

1,4 %

DBD dapat menyebabkan kematian jika terlambat ditangani 1. Benar

2. Salah

72

1

98,6 %

1,4 %

Tindakan pertolongan pertama pada pasien DBD adalah

berikan minum yang banyak dan kompres air dingin 1. Benar

2. Salah

63

10

86,3 %

13,7 %

Sampai saat ini belum ada obat untuk DBD 1. Benar

2. Salah

35

38

47,9 %

52,1 %

3M adalah cara efektif untuk pencegahan DBD

Page 47: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

1. Benar

2. Salah

73

0

100 %

0 %

Tabel 5.4. dapat menunjukkan bahwa responden yang belum mengetahui

penyebab DBD adalah virus dengue sebanyak 31 orang (42,5 %) dan 42

responden (57,5 %) mengetahui bahwa penyebab DBD adalah virus dengue.

Pertanyaan mengenai nama nyamuk penyebab DBD, sebagian besar responden

(90,4 %) sudah mengetahui nama nyamuk penyebab DBD dan hanya 9,6 %

responden yang belum mengetahui nama nyamuk penyebab DBD. Pertanyaan

mengenai waktu nyamuk penyebab DBD menggigit ketika malam hari, sebagian

besar responden (95,9 %) sudah menjawab dengan tepat dan mengetahui bahwa

nyamuk penyebab DBD menggigit tidak pada malam hari, sedangkan responden

yang tidak mengetahui waktu nyamuk DBD menularkan virus dengue sebanyak 3

orang responden (4,1 %).

Tabel 5.4. juga menunjukkan masih banyak responden (60,7 %) yang

belum mengetahui jarak terbang nyamuk penyebab DBD adalah 100M dari

tempat perkembangbiakannya, sedangkan sebanyak 29 responden (39,3 %)

mengetahui jarak terbang nyamuk penyebab DBD. Pertanyaan mengenai ciri-ciri

nyamuk penyebab DBD, sebanyak 71 responden (97,3 %) mengetahui bahwa ciri-

ciri nyamuk Aedes adalah loreng hitam putih di seluruh tubuh dan hanya 2

responden (2,7 %) yang tidak mengetahui ciri dari nyamuk Aedes. Pertanyaan

tentang tanda dan gejala awal pada penderita DBD, sebagian besar responden

mengetahui tanda dan gejala penderita DBD yaitu sebanyak 72 responden

(98,6 %) dan hanya 1 responden yang tidak mengetahui tanda dan gejala yang

dialami oleh penderita DBD.

Page 48: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Tabel 5.4. menunjukkan sebanyak 72 responden (98,6 %) mengetahui

bahwa DBD dapat menyebabkan kematian pada penderitanya jika tidak segera

mendapatkan pertolongan dan hanya 1 responden (1,4 %) yang tidak mengetahui

bahwa DBD dapat menyebabkan kematian jika tidak segera mendapatkan

pertolongan. Tabel 5.4. juga menunjukkan sebanyak 63 responden (86,3 %)

mengetahui tindakan pertolongan pertama yang harus diberikan kepada penderita

DBD dan 10 responden (13,7 %) tidak mengetahui tindakan pertolongan pertama

yang harus diberikan kepada penderita DBD.

Tabel 5.4. menunjukkan masih banyak responden (38 responden) yang

belum mengetahui bahwa sampai saat ini belum ada obat untuk penyakit DBD

dan sebanyak 35 (47,9 %) responden mengetahui bahwa sampai saat ini tidak ada

obat untuk DBD. Seluruh responden mengetahui bahwa 3M adalah cara paling

efektif untuk pencegahan DBD.

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok,

yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan nilai titik potong dimana nilai

terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 10. Kategori pengetahuan responden

dapat dilihat pada tabel 5.5. dibawah ini.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan di

RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Prosentase %

Rendah 0 0

Sedang 7 9,6

Tinggi 66 90,4

Total 73 100

Page 49: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Tabel 5.5. menunjukkan sebagian besar responden atau sebanyak 66

responden (90,4 %) mempunyai tingkat pengetahuan baik, 7 responden (9,6 %)

mempunyai tingkat pengetahuan sedang dan tidak ada responden yang

mempunyai tingkat pengetahun yang rendah.

D. Sikap Responden Tentang Pencegahan DBD

Tabel dibawah ini akan menggambarkan sikap responden tentang

pencegahan DBD.

Tabel 5.6. Sikap Responden Tentang Pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan

Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Sikap Responden Frekuensi Prosentase

Lingkungan rumah yang bersih akan mengurangi

resiko terkena DBD 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju

55

17

1 0

75,3 %

23,3 %

1,4 % 0 %

Jika ada kegiatan 3M di lingkungan saya tidak akan

mengikuti kegiatan tersebut

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

0 1

41

31

0 % 1,4 %

56,2 %

42,5 %

Tempat yang dapat menampung air harus selalu dalam keadaan tertutup

1. Sangat setuju

2. Setuju 3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

32

36 5

0

43,8 %

49,3 % 6,8 %

0 %

Barang bekas yang dapat menampung air hujan akan

dibiarkan saja 1. Sangat setuju

2. Setuju

1

1

1,4 %

1,4 %

Page 50: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

19

52

26 %

71,2 %

Air dalam vas bunga harus diganti minimal satu kali

seminggu 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju

20

38

11 4

27,4 %

52,1 %

15,1 % 5,5 %

Bak tempat penampungan air dikuras satu bulan

sekali

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

4

11 38

20

5,5 % 15,5 %

52,1 %

27,4 %

Tidur siang lebih baik menggunakan kelambu

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

14 52

7

0

19,2 % 71,2 %

9,6 %

0 %

Menguras bak mandi jika sudah kotor saja 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju

2

2

25 44

2,7 %

2,7 %

34,2 % 60,3 %

Barang bekas yang dapat menjadi tempat

perkembangbiakkan nyamuk harus dikubur

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

48 22

1

2

65,8 % 30,1 %

1,4 %

2,7 %

Saya tidak akan menggerakkan keluarga saya untuk

melakukan 3M

1. Sangat setuju

2. Setuju 3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

2

1 35

35

2,7 %

1,4 % 47,9 %

47,9 %

Sikap responden tentang pencegahan DBD selanjutnya dibagi menjadi 2

kategori, yaitu positif dan negatif berdasarkan nilai median yang dicapai. Kategori

sikap positif terdiri dari responden yang nilainya lebih besar atau sama dengan

nilai median dan sikap negatif terdiri dari responden yang nilainya kurang dari

nilai median. Kategori sikap dapat dilihat pada tabel 5.7.

Page 51: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Terhadap

Pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran

Baru Tahun 2009

Sikap Responden Tentang

Pencegahan DBD

Frekuensi Prosentase

%

Positif 72 98,6

Negatif 1 1,4

Total 73 100

Tabel 5.7. menggambarkan hampir semua responden (72 responden)

memiliki sikap positif terhadap pencegahan DBD dan hanya 1 responden yang

memiliki sikap negatif terhadap pencagahan DBD.

E. Praktek Responden Tentang Pencegahan DBD

Tabel 5.8. menggambarkan praktek yang dilakukan oleh responden dalam

upaya pencegahan DBD.

Tabel 5.8. Praktek Responden Terhadap Pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan

Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Praktek Responden Terhadap Pencegahan

DBD

Ferkuensi Prosentase

Menutup bak tempat penampungan air

1. Ya

2. Tidak

28

45

38,4 %

61,6 %

Memberikan bubuk abate pada bak mandi

Page 52: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

1. Ya

2. Tidak

22

51

30,1 %

69,9 %

Menguras bak penampungan air minimal satu

minggu sekali 1. Ya

2. Tidak

42

31

57,5 %

42,5 %

Mengganti air dalam vas bunga satu minggu sekali 1. Ya

2. Tidak

60

13

82,2 %

17,8 %

Memasang kawat kassa pada ventilasi udara

1. Ya 2. Tidak

59 14

80,8 % 19,2 %

Tidak membiarkan pakaian kotor bergantungan

dibelakang pintu

1. Ya 2. Tidak

6 67

8,2 % 91,8 %

Memelihara ikan pemakan jentik

1. Ya 2. Tidak

15 58

20,5 % 79,5 %

Menyemprotkan insektisida atau memasang obat

nyamuk bakar atau menggunakan kelambu saat

tidur 1. Ya

2. Tidak

68

5

93,2 %

6,8 %

Menelungkupkan barang bekas seperti ember bekas

dan kaleng bekas 1. Ya

2. Tidak

38

35

52,1 %

47,9 &

Tidak membuang sampah plastik dan kaleng bekas sembarangan

1. Ya

2. Tidak

47

26

64,4 %

35,6 %

Tabel 5.8. menggambarkan praktek yang dilakukan oleh keluarga tentang

pencegahan DBD, hampir semua responden (91,8 %) membiarkan pakaian kotor

bergantungan di belakang pintu dan hanya 8,2 % responden yang tidak

membiarjan pakaian kotor bergantungan di belakang pintu.

Praktek responden terhadap pencegahan DBD dalam penelitian ini

selanjutnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kurang, cukup, dan baik berdasarkan

Page 53: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

titik potong yang dicapai dengan nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 10. Kategori

tingkat praktek responden terhadap pencegahan DBD dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9. Distribusi Responden Menurut Tingkat Prakteknya Terhadap

Pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran

Baru Tahun 2009

Praktek responden terhadap

pencegahan DBD

Frekuensi Prosentase

%

Kurang 18 24,7

Cukup 42 57,5

Baik 13 17,8

Total 73 100

Tabel 5.9. menggambarkan 42 responden (57,5 %) mempunyai tingkat

praktek yang cukup terhadap pencegahan DBD, 18 responden (24,7%)

mempunyai tingkat praktek yang kurang terhadap pencegahan DBD dan hanya

sebagian kecil responden (13 responden/ 17,8 %) yang mempunyai tingkat

praktek yang baik terhadap upaya pencegahan DBD.

F. Distribusi Proporsi Pengetahuan berdasarkan Pendidikan Responden Tentang

DBD

Tabel 5.10. distribusi proporsi pengetahuan berdasarkan pendidikan responden

tentang DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru

Tahun 2009

Tingkat Pengetahuan

Pendidikan Rendah Sedang Tinggi

Total

Page 54: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

n % n % n % n %

SD 0 0 5 33,3 10 66,7 15 100

SLTP 0 0 2 8,3 22 91,7 24 100

SLTA 0 0 0 0 31 100 31 100

Perguruan Tinggi 0 0 0 0 3 100 3 100

Total 0 0 7 9,6 66 90,4 73 100

Tabel 5.10. menggambarkan bahwa hampir sebagian besar responden

yang berasal dari tingkat pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi

mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tentang DBD. Dari 15 responden

yang tingkat pendidikannya adalah sekolah dasar hanya 5 responden yang

memiliki tingkat pengetahuan yang sedang, 10 responden memiliki tingkat

pengetahuan yang baik tentang DBD dan tidak ada responden yang tingkat

pendidikannya sekolah dasar memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang

DBD. Responden yang tingkat pendidikannya SLTP dalam penelitian ini

berjumlah 24 orang, hampir sebagian besar dari responden yang tingkat

pendidikannya SLTP memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang DBD yaitu

sebesar 22 orang (91,7%) dan hanya 2 (8,3%) responden yang memiliki tingkat

pengetahuan yang sedang mengenai DBD.

Responden yang tingkat pendidikannya SLTA dalam penelitian ini

berjumlah 31 orang dan semuanya memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi

mengenai DBD. Responden yang tingkat pendidikannya mencapai perguruan

tinggi dalam penelitian ini berjumlah 3 orang dan semuanya memiliki

pengetahuan yang tinggi tentang DBD.

Page 55: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

G. Distribusi Proporsi Sikap Berdasarkan Pendidikan Responden Tentang

Pencegahan DBD

Tabel 5.11. akan menggambarkan distribusi proporsi sikap berdasarkan

pendidikan responden mengenai pencegahan DBD.

Tabel 5.11. distribusi proporsi sikap berdasarkan pendidikan responden tentang

DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Tahun

2009

Sikap

Negatif Positif

Total

Pendidikan

n % n % n %

SD 1 6,7 14 93,3 15 100

SLTP 0 0 24 100 24 100

SLTA 0 0 31 100 31 100

Perguruan Tinggi 0 0 3 100 3 100

Total 1 1,4 72 98,6 73 100

Tabel 5.11. menggambarkan bahwa hampir sebagian besar responden

yang berasal dari tingkat pendidikan sekolah dasar sampai tingkat perguruan

tinggi mempunyai sikap positif terhadap usaha pencegahan DBD. Hanya satu

responden (1,4%) yang berasal dari tingkat pendidikan sekolah dasar memiliki

sifat negatif terhadap usaha pencegahan DBD.

H. Distribusi Proporsi Praktek Berdasarkan Pendidikan Responden Tentang

Pencegahan DBD

Tabel 5.12. akan menggambarkan distribusi proporsi praktek berdasarkan

Page 56: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

pendidikan responden tentang pencegahan DBD.

Tabel 5.12. distribusi proporsi praktek berdasarkan pendidikan responden

tentang DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru

Tahun 2009

Praktek

Kurang Cukup Baik

Total

Pendidikan

n % n % n % n %

SD 8 53,3 6 40 1 6,7 15 100

SLTP 6 25 11 45,8 7 29,2 24 100

SLTA 3 9,7 25 80,6 3 9,7 31 100

Perguruan Tinggi 1 33,3 0 0 2 66,7 3 100

Total 18 24,7 42 57,5 13 17,8 73 100

Tabel 5.12. menggambarkan bahwa responden yang memiliki tingkat

pendidikan sekolah dasar berjumlah 15 responden dan hampir separuhnya

(8 responden / 53,3%) mempunyai tingkat praktek yang kurang terhadap

pencegahan DBD, 6 responden (40%) mempunyai tingkat praktek yang cukup

terhadap pencegahan DBD dan hanya 1 responden yang memiliki tingkat praktek

yang baik terhadap pencegahan DBD. Responden yang memiliki tingkat

pendidikan SLTP dalam penelitian ini berjumlah 24 responden dengan 6

responden (25%) mempunyai tingkat praktek yang kurang terhadap pencegahan

DBD, 11 responden (45,8%) mempunyai tingkat praktek yang cukup terhadap

Page 57: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

pencegahan DBD dan sebanyak 7 responden (29,2%) memiliki tingkat praktek

yang baik terhadap pencegahan DBD.

Tabel 5.12. juga menggambarkan dari 31 responden yang memiliki tingkat

pendidikan SLTA sebanyak 25 responden (80,6%) mempunyai tingkat praktek

yang cukup terhadap pencegahan DBD, 3 responden (9,7%) mempunyai tingkat

praktek yang kurang terhadap pencegahan DBD dan sisanya sebanyak 3

responden (9,7%) mempunyai tingkat praktek yang baik terhadap pencegahan

DBD.

I. Distribusi Proporsi Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan Responden Tentang

Pencegahan DBD

Tabel 5.13. akan menggambarkan distribusi proporsi pengetahuan

berdasarkan pekerjaan responden tentang pencegahan DBD.

Tabel 5.13. distribusi proporsi pengetahuan berdasarkan pekerjaan responden

tentang DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru

Tahun 2009

Tingkat Pengetahuan

Rendah Sedang Tinggi

Total

Pekerjaan

n % n % n % n %

PNS 0 0 0 0 3 100 3 100

Karyawan Swasta 0 0 0 0 11 100 11 100

Wiraswasta 0 0 4 20 16 80 20 100

Ibu Rumah Tangga 0 0 3 8,1 34 91,9 37 100

Polisi 0 0 0 0 2 100 2 100

Total 0 0 7 9,6 66 90,4 73 100

Page 58: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Tabel 5.13. menggambarkan responden yang mempunyai pekerjaan

sebagai PNS sebanyak 3 responden, karyawan swasta sebanyak 11 responden dan

polisi sebanyak 2 responden semuanya memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi

tentang DBD dan pencegahannya. Responden yang mempunyai pekerjaan sebagai

seorang wiraswata sebanyak 20 responden, 4 responden (20%) mempunyai

tingkat pendidikan yang sedang tentang DBD dan sisanya sebanyak 16 responden

(80%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang DBD. Responden yang

bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 37 responden, hanya 3 responden

(8,1%) yang memiliki tingkat pengetahuan yang sedang tentang DBD dan sisanya

sebanyak 34 responden (91,9%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi

tentang DBD dan pencegahannya.

J. Distribusi Proporsi Sikap Berdasarkan Pekerjaan Responden Tentang Pencegahan

DBD

Tabel 5.14. akan menggambarkan distribusi proporsi sikap berdasarkan

pekerjaa responden tentang pencegahan DBD.

Tabel 5.14. distribusi proporsi sikap berdasarkan pekerjaan

responden tentang pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela

Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2009

Sikap

Negatif Positif

Total

Pekerjaan

n % n % N %

PNS 0 0 3 100 3 100

Karyawan swasta 0 0 11 100 11 100

Page 59: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Wiraswasta 0 0 20 100 20 100

Ibu rumah tangga 1 2,7 36 97,3 37 100

Polisi 0 0 2 100 2 100

Total 1 1,4 72 98,6 73 100

Tabel 5.14. menggambarkan bahwa responden yang bekerja sebagai PNS,

karyawan swasta, wiraswasta, dan polisi mempunyai sikap yang positif terhadap

pencegahan DBD. Responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah

37 responden, hanya 1 responden (2,7%) yang mempunyai sikap negatif terhadap

pencegahan DBD dan sisanya sebanyak 36 responden (97,3%) mempunyai sikap

yang positif terhadap pencegahan DBD.

K. Distribusi Proporsi Praktek Berdasarkan Pekerjaan Responden Tentang

Pencegahan DBD

Tabel 5.15. akan menggambarkan distribusi proporsi praktek berdasarkan

pekerjaan responden tentang pencegahan DBD.

Tabel 5.15. distribusi proporsi praktek berdasarkan pekerjaan responden

tentang pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan

Kebayoran Baru Tahun 2009

Praktek

Kurang Cukup Baik

Total

Pekerjaan

n % n % n % n %

PNS 0 0 1 33,3 2 66,7 3 100

Karyawan swasta 2 18,2 9 81,8 0 0 11 100

Wiraswasta 7 35 9 45 4 20 20 100

Ibu rumah tangga 9 24,3 21 56,8 7 18,9 37 100

Page 60: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Polisi 0 0 2 100 0 0 2 100

Total 18 24,7 42 57,5 11 17,8 73 100

Tabel 5.15. menggambarkan dari 3 responden yang bekerja sebagai PNS

hanya 1 responden (33,3%) yang memiliki tingkat praktek yang cukup tentang

pencegahan DBD dan 2 responden (66,7%) memiliki tingkat praktek yang baik

tentang pencegahan DBD. Responden yang bekerja sebagai karyawan swasta

pada penelitian ini berjumlah 11 responden, 2 responden (18,2%) mempunyai

tingkat praktek yang kurang tentang pencegahan DBD, 9 responden (81,8%)

mempunyai tingkat praktek yang cukup tentang pencegahan DBD dan tidak ada

responden yang bekerja sebagai karyawan swasta mempunyai tingkat praktek

yang baik tentang pencegahan DBD.

Tabel 5.15. juga menggambarkan dari 20 responden yang bekerja sebagai

seorang wiraswasta, 7 orang responden (35%) memiliki tingkat praktek yang

kurang tentang pencegahan DBD, 9 responden (45%) memiliki tingkat praktek

yang cukup tentang pencegahan DBD dan hanya 4 responden (20%) yang

memiliki tingkat praktek yang baik tentang pencegahan DBD. Responden yang

bekerja sebagai ibu rumah tangga dalam penelitian ini sebanyak 37 responden

dan sebagian besar (21 responden / 56,8%) mempunyai tingkat praktek yang

cukup tentang pencegahan DBD, 9 responden (24,3%) mempunyai tingkat

praktek yang kurang tentang pencegahan DBD dan hanya sebanyak 7

responden (18,9%) mempunyai tingkat praktek yang baik tentang pencegahan

DBD. Responden yang bekerja sebagai polisi dalam penelitian ini hanya

berjumlah 2 responden dan semuanya mempunyai tingkat praktek yang cukup

Page 61: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

tentang pencegahan DBD.

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi dari

hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan selanjutnya akan dibahas juga tentang

bagaimana implikasi dari hasil penelitian untuk pelayanan keperawatan dan penelitian

yang berhubungan dengan DBD.

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil

Penelitian ini seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bertujuan

untuk mengidentifikasi dan menggambarkan perilaku keluarga tentang

pencegahan penyakit DBD. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Agustus

2009 di daerah RW 09 kelurahan Kramatpela dengan pengumpulan data

menggunakan tekhnik wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti

kepada 73 responden. Perilaku yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari 3

domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan praktek, berikut uraian hasil penelitian dari

3 domain tersebut.

Page 62: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

1. Pengetahuan Keluarga Tentang DBD dan Pencegahannya

Notoadmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan

hasil tahu yang didapatkan dari lima penginderaan individu seperti indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasa terhadap suatu

objek tertentu. Pengetahuan keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga

mampu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penyakit DBD dan cara-

cara pencegahannya.

Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir sebagian besar keluarga

atau sebanyak 66 keluarga (90,4 %) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi

terhadap DBD dan pencegahannya, sebanyak 7 keluarga (9,6 %) memiliki

tingkat pengetahuan yang sedang terhadap DBD dan pencegahannya dan tidak

ada keluarga yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap DBD

dan pencegahannya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata keluarga di

RW 09 Kelurahan Kramatpela mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi

tentang DBD. Peneliti berpendapat bahwa tingginya tingkat pengetahuan

keluarga disebabkan karena pemerintah dalam hal ini adalah Depkes RI

melakukan sosialisasi informasi tentang DBD dan pencegahannya yang

berupa penyuluhan melalui media cetak, media elektronik dan penyuluhan

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Upaya pemerintah tersebut membuat

keluarga mendapatkan informasi mengenai DBD dan pencegahannya dan

secara langsung akan meningkatkan tingkat pengetahuan keluarga mengenai

DBD.

Page 63: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Tingginya tingkat pengetahuan keluarga tentang DBD dan

pencegahannya juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pendidikan mayoritas responden

adalah SLTA (42,5%) dimana pengetahuan dan pemahaman responden

tentang usaha pencegahan penyakit DBD kemungkinan lebih baik daripada

pendidikan SD dan SLTP. Muzaham (1995) menyatakan bahwa pendidikan

formal pada dasarnya akan memberikan kemampuan kepada seseorang untuk

berpikir rasional dan objektif dalam menghadapi masalah hidup terutama yang

berkaitan dengan penyakit DBD. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

diharapkan diikuti oleh semakin tingginya tingkat pengetahuan dan

pemahaman seseorang.

Tingkat pengetahuan keluarga yang tinggi tentang DBD dan

pencegahannya akan sangat mempengaruhi tugas kesehatan yang dimiliki

oleh keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan yang ada

didalam keluarga. Dengan tingkat pengetahuan yang tinggi diharapkan

keluarga mampu mengenali dan mengidentifikasi masalah kesehatan yang

terjadi di dalam keluarga. Kesadaran akan tumbuh pada tiap anggota keluarga

untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap DBD jika keluarga sudah

dapat mengenal masalah kesehatan yang berhubungan dengan DBD (Wahit,

2006).

Tingkat pengetahuan keluarga tentang DBD dan pencegahannya di

RW 09 Kelurahan Kramatpela rata-rata sudah cukup tinggi, tetapi angka

Page 64: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

kejadian DBD di daerah ini pada tahun 2008 masih cukup tinggi yaitu

sebanyak 40 kasus. Hal ini disebabkan karena keluarga yang memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi terhadap DBD dan pencegahannya belum tentu

memiliki tingkat ketrampilan yang baik untuk melakukan tindakan

pencegahan DBD. Bloom (1987, dalam Notoadmodjo 2003) mengatakan

domain perilaku dibentuk oleh 3 ranah, yaitu ranah kognitif (pengetahuan),

ranah attitude (sikap), dan ranah psikomotor (praktek). Jadi pengetahuan

hanya merupakan dasar atau domain terendah keluarga untuk membentuk

suatu perilaku yang berkaitan dengan upaya pencegahan DBD.

WHO (1999, dalam Notoadmodjo, 2003) mengatakan bahwa

pendekatan edukasi berupa pendidikan kesehatan akan lebih tepat bila

digunakan untuk pembinaan dan peningkatan kesehatan di dalam keluarga

karena dapat meningkatkan pengetahuan dan menimbulkan kesadaran tentang

kesehatannya serta perubahan yang dicapai dapat bertahan lebih lama. Peran

perawat komunitas dalam hal ini sangat diperlukan karena perawat

mempunyai peran dalam upaya pencegahan primer terhadap penyakit DBD.

Pencegahan primer yang dapat dilakukan oleh seorang perawat komunitas

adalah dengan cara memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga secara

berkala tentang pencegahan penyakit DBD. Promosi kesehatan juga dapat

dilakukan melalui media atau gerakan masyarakat seperti kampanye jumat

bersih dan program-program yang mengarah ke peningkatan kesadaran

masyarakat akan kesehatan khususnya tentang pencegahan DBD. Tujuan dari

Page 65: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

pencegahan primer adalah agar tidak terjadi penyakit DBD di masyarakat

ataupun di dalam keluarga.

2. Sikap Keluarga Tentang Pencegahan DBD

Notoatmodjo (2003) mengatakan sikap adalah respon individu yang

masih bersifat tertutup terhadap suatu rangsangan dan sikap tidak dapat

diamati secara langsung oleh individu lain. Dalam penelitian ini sikap

keluarga adalah bagaimana keluarga bersikap terhadap pencegahan DBD.

Dari hasil penelitian diketahui hampir seluruh responden (72

responden) atau sekitar 98,6 % yang memiliki sikap yang positif tentang

pencegahan DBD. Sikap pencegahan ini meliputi kecenderungan keluarga

untuk melakukan tindakan pencegahan DBD seperti melakukan gerakan 3M

(menutup, menguras dan mengubur) tempat-tempat yang dapat menjadi sarana

perkembangbiakan vektor DBD, menggunakan kelambu saat tidur dan ikut

berpartisipasi dalam gerakan 3M yang diadakan di lingkungannya. Dengan

demikian masyarakat RW 09 Kelurahan Kramatpela sudah memiliki sikap

yang positif terhadap pencegahan DBD.

Tingginya angka kejadian DBD di RW 09 Kelurahan Kramat Pela

kemungkinan karena sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan

predisposisi tindakan dan sesuatu yang belum tentu akan dikerjakan jika tidak

mendapatkan dukungan dari masyarakat dan lingkungan sekitar, dan

dipengaruhi oleh situasi atau kondisi yang memungkinkan keluarga untuk

melakukan praktek pencegahan DBD.

Page 66: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

3. Praktek Keluarga Terhadap Pencegahan DBD

Robert Kwick (1974, dalam Notoadmodjo, 2003) menyatakan bahwa

perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati

dan bahkan dapat dipelajari. Skinner (1938, dalam Notoadmodjo, 2003)

mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Praktek dalam penelitian ini adalah tindakan

yang dilakukan oleh keluarga yang berhubungan dengan kegiatan PSN DBD

melalui pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) dalam upaya

pencegahan penyakit DBD. Dalam hal ini cara yang terbaik untuk

mendapatkan informasi mengenai praktek yang dilakukan oleh keluarga

adalah dengan cara mengobservasi secara langsung pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah RW 09

Kelurahan Kramatpela diketahui 17,8% keluarga termasuk dalam kategori

praktek baik, 57,5% keluarga termasuk dalam tingkat kategori praktek cukup,

dan 24,7% keluarga termasuk dalam tingkat kategori praktek kurang.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar (57,5%) keluarga termasuk

dalam tingkat kategori cukup.

Hal ini menyebabkan masih tingginya angka kejadian DBD yang

terjadi di daerah RW 09 Kelurahan Kramatpela karena masih banyak keluarga

yang tidak melaksanakan kegiatan PSN DBD secara sungguh-sungguh. Hal

ini dapat dibuktikan bahwa sebagian besar responden (91,8%) membiarkan

pakaian kotor bergantungan di belakang pintu, padahal hal tersebut dapat

Page 67: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

mendorong terjadinya kejadian DBD karena nyamuk penyebab DBD

menjadikan tempat tersebut sebagai tempat transmisinya. (Dirjen P2PL

Depkes RI)

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden adalah seorang

ibu rumah tangga (50,7%) dan jika dilihat dari distribusi frekuensi proporsi

antara jenis pekerjaan dengan tingkat praktek didapatkan hasil bahwa

responden yang bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga sebanyak 24,3%

mempunyai tingkat praktek yang kurang, 56,8% mempunyai tingkat praktek

yang cukup dan hanya 18,9% yang mempunyai tingkat praktek yang baik

terhadap pencegahan DBD. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Maironah

(2005) yang mengatakan bahwa seorang ibu rumah tangga mempunyai peran

yang sangat strategis dalam upaya memutuskan mata rantai penularan

penyakit di lingkungan keluarganya sendiri dan ibu rumah tangga mempunyai

peran yang terdepan dalam pencegahan dan memutuskan mata rantai

penularan penyakit DBD di lingkungan rumahnya karena ibu rumah tangga

memiliki tugas dan fungsi melaksanakan kegiatan untuk membuat rumah

tangga menjadi bersih dan sehat, nyaman dan tenang serta aman bagi anak-

anak dan suaminya. Hal ini mungkin disebabkan karena responden belum

mencapai ke dalam tahap perubahan perilaku, yaitu tahap adopsi, dimana

menurut pendapat Rogers (1974, dalam Notoadmodjo, 2003) bahwa sebelum

seseorang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut sudah terjadi

proses berurutan yaitu awareness (kesadaran), interest (merasa tertarik),

evaluation (menimbang-nimbang), trial (mencoba) dan adoption.

Page 68: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Green (1980) mengatakan bahwa untuk membentuk suatu perilaku

diperlukan 3 faktor, yaitu predisposisi (faktor pendukung), faktor pemungkin

dan faktor penguat. Penelitian ini berfokus pada salah satu faktor, yaitu faktor

pendukung yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktek. Pengetahuan yang

tinggi, sikap yang positif, jika tidak diimbangi dengan praktek yang baik

maka tidak akan membentuk suatu perilaku baru. Ketiga domain ini sangat

saling berhubungan satu sama lain, untuk membentuk suatu perilaku

khususnya yang berhubungan dengan pencegahan DBD maka ketiga domain

ini (pengetahuan, sikap dan praktek) harus dipenuhi secara maksimal oleh

individu.

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini,

keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:.

1. Desain yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, jadi hanya

menggambarkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktek keluarga tentang

pencegahan DBD sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat

menggunakan penelitian dengan jenis penelitian kualitatif untuk menggali

lebih dalam penyebab terjadinya kejadian DBD di dalam keluarga pada

khususnya dan di masyarakat pada umumnya.

2. Belum ada instrumen pengumpulan data yang baku dalam penelitian ini,

sehingga instrumen dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti

Page 69: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

berdasarkan literatur yang didapatkan mengenai DBD dan sudah dilakukan uji

validitas dan reabilitas terhadap instrumen ini.

3. Houthrone effect ; subjek penelitian mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti

sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden.

C. Implikasi Hasil Penelitian

1. Implikasi Terhadap Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan

keperawatan komunitas dan dapat dijadikan rujukan tambahan dalam

melakukan pengabdian kepada masyarakat.

2. Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan berpengaruh pada peningkatan

pelaksanaan upaya promosi kesehatan yang dilakukan oleh perawat

komunitas, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

keluarga belum memiliki tingkat praktek yang baik terhadap pencegahan

DBD. Promosi kesehatan dititikberatkan pada usaha mewujudkan

pengetahuan dan sikap yang baik tentang DBD dengan tindakan nyata

pencegahan DBD.

3. Implikasi Terhadap Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian selanjutnya

bagi peneliti dan peneliti lainnya.

Page 70: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada

bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Rata – rata umur responden dalam penelitian ini adalah 37 tahun dengan

umur termuda 22 tahun dan umur tertua 73 tahun.

2. Pendidikan responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah SLTA

(42,5%). Pendidikan akan mempengaruhi terbentuknya perilaku secara tidak

langsung, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi tingkat pengetahuannya dan tingkat pengetahuan merupakan

salah satu domain dalam pembentukkan suatu perilaku.

Page 71: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

3. Responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah ibu rumah tangga

(50,7%) sehingga berpotensi untuk memperhatikan kesehatan lingkungannya,

karena mempunyai banyak waktu untuk melakukan gerakan PSN DBD.

4. Pengetahuan responden tentang DBD dan pencegahannya di RW 09

Kelurahan Kramatpela sudah tinggi. Hampir sebagian besar responden

(90,4%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai DBD dan

pencegahannya. Tingkat pengetahuan responden yang tinggi dapat dijadikan

sebagai dasar dalam pembentukan perilaku keluarga dalam melakukan upaya

pencegahan penyakit DBD karena pengetahuan merupakan domain terendah

dalam pembentukan perilaku seseorang.

5. Secara umum sikap responden terhadap kegiatan PSN DBD sudah baik,

dimana sebagian besar dari responden (98,6%) mempunyai sikap positif

terhadap kegiatan PSN DBD dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit

DBD. Sikap positif ini merupakan faktor pendorong seseorang untuk

melakukan peningkatan upaya pencegahan DBD.

6. Praktek yang dilakukan oleh keluarga di daerah RW09 Kelurahan

Kramatpela masih kurang baik, dimana hampir separuh dari jumlah responden

(57,5%) memiliki tingkat praktek cukup terhadap tindakan pencegahan DBD.

Domain praktek dalam pembentukkan suatu perilaku mempunyai nilai yang

sangat penting, karena pengetahuan yang tinggi dan sikap yang positif

terhadap upaya pencegahan DBD tidak akan berarti jika tidak diimbangi

dengan praktek yang baik.

Page 72: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

B. Saran

1. Keluarga

Dalam upaya pemberantasan dan pencegahan penyakit DBD,

partisipasi keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat sangat diperlukan.

Untuk itu diharapkan masing-masing keluarga dapat secara aktif dan

berkesinambungan melakukan gerakan 3M di lingkungan rumahnya.

2. Puskesmas Kelurahan Kramatpela

Puskesmas diharapkan membuat suatu kebijakan baru terkait dengan

program pencegahan DBD dan mengoptimalkan kembali program yang sudah

dibuat untuk pencegahan DBD seperti gerakan PSN DBD, pemantauan jentik,

penyebaran pamflet atau poster tentang kegiatan pencegahan.

3. Pelayanan Keperawatan Komunitas

Pelayanan keperawatan khususnya keperawatan komunitas diharapkan

mampu menjalankan perannya dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit

DBD dengan melakukan kegiatan promosi kesehatan yang berupa

memberikan pendidikan kesehatan tentang cara pencegahan penyakit DBD

kepada keluarga secara berkala.

4. Bagi Peneliti Lain

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam dengan

menggunakan penelitian kualitatif mengenai faktor-faktor apa saja yang

berhubungan dengan kejadian DBD agar dapat diketahui penyebab atau

Page 73: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

masalah utama yang terjadi yang menyebabkan masih tingginya kejadian

DBD.

DAFTAR PUSTAKA

Bloom. The Teaching Process Theory and Practice Nursing. USA: Appleton

Century. 1987

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI.

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes

RI. 2007

Effendi. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. 1998

Green & Kreuter. Health Promotion Planning An Educational and Environmental

Approach. Toronto: Mayfield Publishing Company. 2000

Hadinegoro. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: FKUI. 1999

Hendarwanto. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. 1996

Hurlock. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. 1998

Mahyudin. Konsep Keperawatan Kesehatan Komunitas. 2009

http://tugassekolahonline.blogspot.com/2009/02/konsep-keperawatan-

kesehatan-komunitas.html. Diperoleh tanggal 18 Juni 2009

Maironah. Peran Ibu dalam Pencegahan DBD. 2005. http://www. infoibu.com.

diperoleh tanggal 6 April 2009

Page 74: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC. 2000

Marlina. Perilaku Keluarga terhadap Usaha Pencegahan Penyakit DBD di

Lingkungan Rumah. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia. 2007

Martinah. Fenomena Wabah DBD di Musim Kemarau. 2005

http://www.suarakaryaonline.com/news.html. Diperoleh tanggal 11 April

2009.

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto.

2006

Muhazam. F. Memperkenalkan Sosiolagi Kesehatan. Jakarta: UI Pres. 1995

Noor, Nasry. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta. 2006

Notoadmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka

Cipta. 1997

Notoadmodjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003

Purwanto. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 1999

Sardjana & Nisa. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Press. 2007

Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke-2.

Jakarta: Sagung Seto. 2002

Setiawan. Pendidikan Kesehatan. 2008. http://ckj-ckj.blogspot.com/. Diperoleh

tanggal 9 April 2009.

Suhendro, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. 2006

Suliha, dkk. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. 2002

Tapan, Erick. Demam Berdarah dan Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor. 2004

WHO. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC. 1999

Widiastuty, P. Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:

EGC. 2005

Widoyono. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga. 2008

Page 75: Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tentang

Yatim, F. Macam-Macam Penyakit Menular dan Pencegahannya. Jakarta: Pustaka

Populer Obor. 2001