Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAAN ETIKA B
(Studi K
JURUSAN
INSTITUT
BISNIS ISL
PERABOT
Kasus di UD
ARI RNIM
P
Dr. H. MoNIP. 196
N MUAMA
T AGAMA I
1
LAM TERH
T RUMAH T
D. Gerabah
SKRIPSI
Oleh:
RACHMAWM 21021400
embimbing:
oh. Munir, L6807051999
ALAH FAKU
ISLAM NE
2018
HADAP PRA
TANGGA
Mulyo Pon
WATI 07
:
Lc, M.Ag. 031001
ULTAS SYA
EGERI PON
AKTIK JUA
orogo)
ARI’AH
NOROGO
AL BELI
2
ABSTRAK
Rachmawati, Ari. NIM: 210214007, 2018. “Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Jual Beli Perabot Rumah Tangga di UD. Gerabah Mulyo Ponorogo”, Skripsi, Fakultas Syari’ah, Jurusan Muamalah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, Pembimbing Dr. H. Moh. Munir, Lc, M.Ag. Kata kunci: Etika Bisnis Islam, Jual Beli, Perabot Rumah Tangga Dalam jual beli terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli tersebut dapat dikatakan sah oleh shara’. Salah satu syarat sah jual beli yaitu barang yang diperjual belikan diketahui jenis dan kualitasnya, tidak mengandung unsur tipuan maupun paksaan. Namun demikian, dalam praktiknya syarat dan rukun jual beli tersebut terkadang tidak terpenuhi. Seperti dalam pelaksanaan jual beli perabot rumah tangga yang terjadi di UD. Gerabah Mulyo Ponorogo yaitu pihak penjual memanipulasi dagangannya dengan mencampurkan perabot rumah tangga kualitas bagus dengan perabot rumah tangga kualitas rendah (sudah terpakai sebelumnya) serta terdapat perbedaan harga mengenai kualitas perabot rumah tangga antara pedagang eceran dengan pedagang grosir.
Dalam penelitian ini terdapat dua fokus pembahasan yaitu: 1) Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap objek jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo? 2) Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap penetapan harga dalam jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo?. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (Field Research), dengan menggunakan pendekatan kualitatif, suatu pendekatan penelitian yang menghasilkan data-data deskripsi yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisa induktif, yaitu suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Setelah melakukan penelitian dan menganalisis, maka dapat disimpulkan bahwa; 1) Objek jual beli perabot rumah tangga terkait pencampuran kualitas barang yang dilakukan di UD. Gerabah Mulyo belum sesuai dengan etika bisnis Islam karena ketidak jujuran penjual dan telah melanggar prinsip-prinsip dasar etika bisnis Islam yaitu prinsip tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab dan kebenaran. Serta melanggar larangan dalam jual beli yaitu tadli>s (penipuan). 2) Penjual dalam menetapkan harga kepada pembeli eceran tidak sesuai dengan prinsip dasar etika bisnis Islam yaitu prinsip tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab dan kebenaran. Karena penjual menyamakan harga perabot rumah tangga antara barang kualitas bagus dengan barang kualitas rendah (sudah terpakai) dan pembeli tidak mengetahui hal tersebut. Sehingga pembeli merasa dirugikan atas peristiwa tersebut. Sedangkan penetapan harga kepada penjual grosir sudah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar etika bisnis Islam, karena penjual telah jujur kepada pembeli grosir dan sama-sama mengetahui kualitas dan harga barang yang diperjualbelikan.
3
4
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk
melaksanakan amalan. Pedoman tersebut adalah al-Qur’an dan Sunnah
Nabi. Sebagai sumber ajaran Islam, setidaknya dapat menawarkan nilai-
nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan
dimensi ruang dan waktu. Islam seringkali dijadikan sebagai model tatanan
kehidupan. Hal ini tentunya dapat dipakai untuk pengembangan lebih
lanjut atas suatu tatanan kehidupan tersebut, termasuk tatanan kehidupan
berbisnis. Setiap manusia memiliki kebebasan untuk melakukan kegiatan
mua>malah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam
memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan
semua tingkah laku baik hubungan dengan Allah maupun dengan sesama
manusia.1 Kemudian untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya
manusia akan memerlukan harta. Karenanya, manusia akan selalu
berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satunya melalui bekerja,
sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis.2
Salah satu bentuk bisnis dalam Islam adalah perdagangan (jual
beli), jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar benda atau
1 Muhammad dan Alimin, Etika &Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam
(Yogyakarta: BPEE Yogyakarta, 2005), 43. 2 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas
Bisnis Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 17.
6
barang yang mempunyai nilai, secara suka rela diantara kedua belah pihak,
yang satu menyerahkan benda dan pihak lain menerima sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan oleh shara’ dan
disepakati.3 Allah mensyariatkan mekanisme perdagangan untuk meraih
berbagai kemaslahatan. Agar tidak melakukan jalan yang salah dalam
meraih apa yang dibutuhkan, maka harus ada sistem yang memungkinkan
setiap individu memperoleh apa yang dibutuhkan dengan jalan yang benar.
Karena itulah muncul perdagangan (jual beli) dan munculah aturan jual
beli dalam Islam. Allah melapangkan bumi dan seisinya dengan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki,
antara lain dalam firman Allah swt. Surat al-Mulk ayat 15:
uθèδ “ Ï% ©!$# Ÿ≅yèy_ ãΝ ä3 s9 uÚö‘ F{$# Zωθä9sŒ (#θà± øΒ$$ sù ’Îû $ pκ È: Ï.$uΖ tΒ (#θè= ä. uρ ⎯ ÏΒ ⎯Ïμ Ï%ø— Íh‘ (
Ïμ ø‹s9Î)uρ â‘θà± –Ψ9$# ∩⊇∈∪
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”4 Selanjutnya, firman-Nya dalam surat al-A’raf ayat 10:
ô‰s) s9uρ öΝ à6≈Ζ©3 tΒ ’Îû ÇÚö‘ F{$# $ uΖ ù=yèy_uρ öΝ ä3 s9 $pκ Ïù |· ÍŠ≈yètΒ 3 Wξ‹ Î=s% $ ¨Β tβρ ãä3 ô± s?
∩⊇⊃∪
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.5
3 Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 69. 4 Al-Qur’an, 67:15; 5 Ibid., 7:10.
7
Di samping anjuran untuk mencari rezeki, Islam sangat
menekankan atau mewajibkan aspek kehalalan, baik dari segi perolehan
maupun pendayagunaan (pengolahannya dan pembelanjaan).
Dari penjelasan di atas, bisnis Islam dapat diartikan sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya (yang tidak
dibatasi), namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan
hartanya (ada aturan halal dan haram). Dalam arti pelaksanaan bisnis harus
tetap berpegang pada ketentuan shari’ a (aturan-aturan dalam al-Qur’an
dan al-ha<dith). Dengan kata lain, shari’ a merupakan nilai utama yang
menjadi paling strategis bagi kegiatan ekonomi (bisnis).6 Oleh karena itu,
dalam Islam diatur adanya etika bisnis Islam dalam jual beli
(perdagangan).
Menurut Musthaq Ahmad, etika Islam dalam jual beli diterapkan
dengan mengacu pada tiga kerangka pokok, yakni kebebasan berekonomi,
keadilan dan perilaku yang diperintahkan dan dipuji. Etika bisnis dalam
kaitan dengan prilaku penjualan dan pembelian dituntun oleh Islam
berlaku jujur, ama>nah dan fatho>nah dan tidak ada sedikitpun salah satu
pihak yang dirugikan.7
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, para pelaku usaha atau pihak
perusahaan dituntut bersikap tidak kontradiksi secara disengaja antara
ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat
6 Veithzal Rivai, dkk, Islamic Business And Economic Ethnics; Mengacu pada Al-Qur’an dan Mengikuti Jeja Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), 13.
7Dede Nurohman, Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 62-66.
8
waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu
memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta
tidak boleh menipu dan berbohong.8
Pelaksanaan etika bisnis di masyarakat sangat didambakan oleh
semua orang. Namun banyak pula orang yang tidak ingin melaksanakan
etika ini secara murni. Masih berusaha melanggar perjanjian, manipulasi
dalam segala tindakan. Banyak yang kurang memahami etika bisnis, atau
mungkin saja paham, tapi memang tidak ingin melaksanakan. Hal itu
adalah suatu kenyataan yang masyarakat hadapi, yakni perilaku
menyimpang dari ajaran agama, dan merosotnya etika dalam berbisnis.9
Dengan banyaknya kasus, untuk mengejar keuntungan ternyata
kepercayaan konsumen ini banyak disalahgunakan oleh para pelaku usaha.
Salah satu realita pelaksanaan jual beli seperti yang dipraktikkan oleh
pengusaha perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo, masih
memerlukan telaah. Jual beli perabot rumah tangga yang pedagang jual,
setiap harinya ramai didatangi pembeli. Barang dagangan yang
diperjualbelikan di UD. Gerabah Mulyo ini merupakan barang pasokan
langsung dari pabrik. Terdapat hal yang menarik, Bapak Harjo selaku
pemilik UD. Gerabah Mulyo menggunakan barang dagangannya ketika
beliau mengadakan resepsi pernikahan ataupun hajatan-hajatan besar
lainnya. Agar penjualannya laku, mendapatkan keuntungan tidak ada
8 Veithzal Rivai, Andi Buchari, Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi
Solusi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), 237. 9 Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah (Bandung: Alfabeta,
2009), 199.
9
kerugian yang dialami cukup besar. Penjual mensiasati dengan mencuci
barang-barang yang telah digunakan, kemudian menjual kembali dengan
harga yang sama seperti harga barang yang masih baru.
Dalam etika bisnis apabila seorang pembeli menemukan adanya
cacat yang terdapat pada objek jual beli, maka ia mempunyai hak untuk
mendapatkan ganti rugi. Ganti rugi ini timbul dikarenakan kerugian yang
dialami konsumen sebagai akibat dari produk yang cacat tersebut, atau
bisa dikarenakan kesalahan yang dilakukan adalah mencampurkan barang
yang baru dengan barang lama (sudah terpakai sebelumnya).
Menyembunyikan cacat barang juga merupakan cara yang tercela dalam
Islam, pembeli harus diberitahu kondisi sesungguhnya dari barang yang
akan dibelinya.10
Walaupun padadasarnya pedagang bebas menentukan harga jual
yang ia miliki, akan tetapi pada saat yang sama ia tidak dibenarkan
melanggar dua prinsip niaga yaitu asas suka sama suka dan tidak
merugikan orang lain. Karenanya, para Ulama Fikih menegaskan bahwa
para pedagang dilarang menempuh cara-cara yang tidak terpuji dalam
meraup keuntungan. Karena tidak sewenang-wenang pedagang dalam
menentuka presentase keuntungan sering kali bertabrakan dengan kedua
prinsip di atas. Terlebih bila pedagang menggunakan trik-trik yang tidak
terpuji yaitu berupa: monopoli, penipuan, pemalsuan barang dan riba.11
10 Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 9. 11 https:/almanhaj.or.id/3549-untung-segunung-kenapa-tidak.html (Maret.2018),13.
10
Jika cara-cara yang tidak dibenarkan shara’ ini yang ditempuh,
maka keuntungan yang diperolehnya terhukum haram, karena semua
keuntungan yang diperoleh dengan melakukan cara-cara yang dilarang
shara’ itu tidak baik bagi pelakunya dan tidak halal dalam kondisi apa pun.
Sudah barang tentu, seorang muslim tidak rela mendapatkan keuntungan
dunia tetapi rugi di akhirat.12
Di dalam jual beli pembeli tidak bisa dipisahkan dengan yang
namanya akad, terkait dengan akad yang dilakukan penjual dan pembeli
bahwasannya pembeli tidak mengetahui ciri barang yang baru atau sudah
terpakai, karena hampir tidak ada perbedaan yang mencolok dari dua
kriteria barang tersebut. Sedangkan penjual tidak mengatakan mengenai
kondisi barang dagangannya kepada pembeli.
Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian dalam sebuah
skripsi dengan judul Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik
Jual Beli Perabot Rumah Tangga (Studi Kasus di UD. Gerabah Mulyo
Ponorogo)
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas,
maka dapat disebutkan beberapa masalah yang dapat dibahas oleh Penulis,
diantaranya:
1. Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap objek jual beli perabot
rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo?
12 Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), 602.
11
2. Bagaimana tinjauan etika bisnis Islam terhadap penetapan harga dalam
jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mendeskripsikan tinjauan etika bisnis Islam terhadap objek jual
beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo.
2. Untuk mendeskripsikan tinjauan tika bisnis Islam terhadap penetapan
harga dalam jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara Teoritis: Penelitian ini berguna untuk menambah
pengembangan bagi khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang etika bisnis Islam.
2. Manfaat secara Praktis:
a. Bagi Pedagang
Sebagai upaya untuk memberikan saran dan masukan kepada
pedagang mengenai praktik jual beli yang sesuai dengan etika
bisnis Islam.
b. Bagi Pembeli
Sebagai upaya untuk memberikan informasi agar lebih teliti dan
berhati-hati dalam melaksanakan jual beli.
12
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini bisa dijadikan sumber referensi dalam penelitian
selanjutnya dan memberikan peluang bagi peneliti berikutnya
untuk menggali informasi lebih lanjut.
E. Telaah Pustaka
Dalam penelitian ini penulis telah mengkaji beberapa skripsi
terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang akan penulis teliti
antara lain adalah:
Skripsi dari Uswatun Hasanah 2017 dengan judul ”Tinjauan Etika
Bisnis Islam terhadap Jual Beli Bekatul di Patran Sonobekel Tanjunganom
Nganjuk”. Kesimpulan, dalam proses produksi bekatul tidak sesuai dengan
prinsip dasar etika bisnis Islam, karena telah melanggar prinsip kesatuan,
keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab dan kebenaran, sebab
pedagang mencampur bekatul dengan sekam giling. Selain itu pada
produksi bekatul juga melanggar etika bisnis Islam dalam proses produksi
yakni larangan produk yang mengarah pada kedzaliman. Kemudian pada
proses produksi bekatul juga melanggar larangan dalam jual beli, yaitu
larangan tadli>s atau penipuan. Mengenai proses distribusi (penjualan)
bekatul telah melanggar prinsip etika bisnis Islam, melanggar etika bisnis
Islam pada proses penjualan dan melanggar etika bisnis Islam dalam jual
beli yakni proses penjualan yang dilakukan pedagang dengan pembeli dari
warga Patran dan sekitarnya, karena pembeli tidak mengetahui bahwa
bekatul kualitas biasa adalah bekatul berbahan dasar campuran. Sedangkan
13
proses jual beli pedagang dengan pembeli dari pemilik toko pakan ternak
tidak melanggar prinsip dasar etika bisnis Islam, etika bisnis Islam dalam
distribusi maupun etika bisnis Islam dalam jual beli, karena pembeli telah
mengetahui bahwa bekatul kualitas biasa adalah bekatul berbahan dasar
campuran. Mengenai proses distribusi (penjualan) bekatul telah melanggar
prinsip etika bisnis Islam.13
Skripsi dari Miswanto dengan judul ”Tinjauan Etika Bisnis Islam
Terhadap Jual Beli Jahe di Pasar Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten
Ponorogo”. Kesimpulannya (1). Pencampuran kualitas jahe oleh penjual di
pasar Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo bertentangan
dengan etika bisnis Islam karena mengandung unsur gharar yaitu
terkadang akan merugikan penjual dan atau pembeli (tengkulak) karena
mengenai banyaknya campuran kualitas jahe yang tidak dapat diukur atau
dipastikan beratnya. Dan hal ini meskipun sudah menjadi kebiasaan (Urf)
tetapi tidak boleh karena jelas bertentangan dengan Nash dan ada pihak
yang dirugikan. (2). Pemotongan berat timbangan oleh pembeli
(tengkulak) bertentangan dengan etika bisnis Islam karena dalam
melakukan pemotongan berat timbangan dilakukan secara sepihak. Dan
alasan pembeli (tengkulak) melakukan pemotongan berat timbangan
adalah berat karung (sak) dan tanah yang menempel tidak ada 5% dari
berat jahe. Padahal minimal pedagang (tengkulak) melakukan pemotongan
itu minimal 5% dari berat jahe. Dan beberapa pedagang yang menimbang
13 Uswatun Hasanah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bekatul di Patran
Sonobekel Tanjunganom Nganjuk, Skripsi (STAIN Ponorogo, 2017).
14
jahe yang tidak sesuai dengan berat aslinya, hal ini jelas termasuk
memakan harta orang lain secara bathil atau haram.14
Meskipun penelitian di atas terkait etika bisnis Islam dalam jual
beli, tetapi dalam penelitian ini menggunakan objek yang berbeda, secara
khusus penelitian ini akan fokus terhadap jual beli perabot rumah tangga
di UD. Gerabah Mulyo ditinjau dari perspektif etika bisnis Islam.
F. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini, penyusun menggunakan jenis
penelitian lapangan (Field Research) yaitu suatu penelitian yang
dilakukan dalam kancah kehidupan sebenarnya.15 Yang berarti bahwa
datanya diambil atau didapat dari lapangan atau masyarakat.16
2. Jenis Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka
untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan
perilaku individu atau sekelompok orang.17
3. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai observer. Peneliti
melakukan observasi langsung ke lapangan tempat dilaksanakanya
14 Miswanto, Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Jual Beli Jahe di Pasar Ngrayun
Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo, Skripsi (STAIN Ponorogo, 2015). 15Aji Damanuri, Metodologi Penelitian Muamalah (Ponorogo: STAIN Po Press, 2010),6. 16 Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Mitra Wacana Media,
2012), 21. 17Lexy J. Meloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda
Karya,2009), 5.
15
penelitian, yaitu di UD. Gerabah Mulyo. Selain itu peneliti juga
melakukan wawancara langsung kepada pemilik toko, karyawan, dan
pembeli yang berfungsi sebagai informan yang dapat memberikan
penjelasan dan data yang akurat terkait transaksi jual beli prabot
rumah tangga.
4. Lokasi Peneliti
Penelitian ini dilakukan di UD. Gerabah Mulyo Desa Japan,
Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo. Peneliti tertarik
melakukan penelitian ditempat tersebut karena terdapat masalah
terkait objek dan penetapan harga dalam jual beli prabot rumah tangga
di UD. Gerabah Mulyo.
5. Data dan Sumber Data
a. Data
Untuk mempermudah penelitian ini, penulis berupaya
menggali data dari lapangan yang berkaitan dengan jual beli prabot
rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo, diantaranya:
1) Data tentang objek jual beli perabot rumah tangga di UD.
Gerabah Mulyo.
2) Data tentang penetapan harga dalam jual beli perabot rumah
tangga di UD. Gerabah Mulyo.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data
primer. Data primer dalam penelitian ini berupa informan yaitu
16
yang akan diperoleh dengan cara mengunjungi langsung UD.
Gerabah Mulyo untuk melakukan observasi, wawancara dengan
pihak terkait untuk mendapatkan data dan informasi yang terkait
dengan tujuan penelitian. Pihak yang terkait meliputi penjual,
karyawan dan pembeli prabot rumah tangga.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan salah satu metode dalam
pengumpulan data dengan jalan mengajukan pertanyaan secara
langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden,
dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat
perekam.18 Wawancara dilakukan langsung kepada penjual,
karyawan, dan pembeli untuk memperoleh informasi mengenai
objek dan penetapan harga jual beli perabot rumah tangga antara
penjual dan pembeli di UD. Gerabah Mulyo.
b. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta
pencatatan secara sistematis.19 Observasi ini dilakukan dengan cara
18 Irawan Soeharto, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
67-68. 19 Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), 143.
17
pengamatan secara langsung terkait objek dan penetapan harga
dalam jual beli perabot rumah tangga antara penjual dan pembeli di
UD. Gerabah Mulyo, serta meneliti secara teliti dan kemudian
mencatatnya secara sistematis.
7. Teknik pengolahan data
Teknik pengolahan data yang digunakan Penulis dalam penelitian
ini meliputi:
a. Editing yaitu, memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
terutama dari segi kelengkapan, keterbacaan, kejelasan makna,
keselarasan antara satu dengan yang lain, relevansi dan
keseragaman satuan atau kelompok kata.20
b. Organizing yaitu, menyusun dan mensistematiskan data-data yang
diperoleh ke dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasar dan relevan dengan
sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah.21
c. Penemuan hasil data yaitu, melakukan analisa berkelanjutan
terhadap hasil pengorganisasian data yang dilakukan menggunakan
kaidah-kaidah atas teori-teori dan dalil-dalil serta hukum-hukum
tertentu sehingga diperoleh suatu kesimpulan.22
8. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi,
20 Aji, Metodologi Penelitian, 153. 21Ibid. 22 Supriyanto, Metodologi Riset Bisnis (Jakarta: Hak Cipta, 2009), 133.
18
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang mana akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri
maupun orang lain.23
Setelah data terkumpul maka pemnelitian ini adalah analisis
kualitatif, dengan mengumpulkan data langsung. Teknik analisis data
yang digunakan adalah induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta khusus
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Yaitu data-data
lapangan yang berasal dari penjual maupun pembeli dalam jual beli
perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo, selanjutnya dianalisis
menggunakan etika bisnis Islam.
9. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan
cara:
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan akan memungkinkan
peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.24
Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek
kembali apakah data-data terkait objek, penetapan harga, dan
etika bisnis Islam dalam jual beli sudah benar atau belum. Jika
data-data yang diperoleh selama ini ternyata tidak benar, maka
23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D (Bandung: CV. Alfabeta, 2016), 244.
24 Moleong, Metodologi Penelitian, 248.
19
peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan
mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.
a. Ketekunan Pengamatan
Teknik ketekunan pengamatan ini digunakan peneliti agar
data yang diperoleh dapat benar-benar akurat. Untuk
meningkatkan ketekunan pengamatan peneliti akan membaca
berbagai referensi baik buku maupun hasil penelitian atau
dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan jual beli.25
Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat
melakukan pengecekan kembali apakah data-data terkait objek,
penetapan harga dan etika bisnis Islam sudah benar atau
belum. Dengan demikian, peneliti dapat memberikan deskripsi
data yang akurat dan sistematis terhadap permasalahan yang
diamati.
b. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.26
Pada penelitian ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan
data yang terkait dengan objek, penetapan harga dan etika
bisnis Islam sudah benar atau belum dengan cara
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
dengan memanfaatkan berbagai sumber data informasi sebagai
25Ibid., 272. 26Ibid., 273.
20
bahan pertimbangan. Dalam hal ini peneliti membandingkan
data hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan juga
membandingkan hasil wawancara dengan wawancara lainnya
yang kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai
hasil temuan lapangan.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka supaya pembahasan skripsi ini dapat tersusun secara
sistematis sehingga penjabaran yang ada dapat dipahami dengan baik,
maka penyusun membagi pembahasan menjadi lima bab, dan masing-
masing bab terbagi ke dalam beberapa sub bab.
BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan pola dasar dari penyusunan
pembahasan skripsi yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
BAB II : Etika Bisnis Islam
Dalam bab ini berfungsi untuk mengetengahkan kerangka
acuan teori yang digunakan sebagai landasan melakukan
penelitian, membahas mengenai pengertian etika bisnis
Islam, dasar hukum, prinsip-prinsip etika bisnis Islam dan
etika bisnis Islam dalam jual beli.
21
BAB III : Praktik Jual Beli Prabot Rumah Tangga Di UD.
Gerabah Mulyo
Bab ini akan membahas profil dari UD. Gerabah Mulyo
yang di dalamnya terdapat gambaran umum lokasi
penelitian, sejarah dan latar belakang berdirinya UD.
Gerabah Mulyo, objek jual beli perabot rumah tangga dan
penetapan harga dalam jual beli perabot rumah tangga di
UD. Gerabah Mulyo.
BAB IV: Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Objek Dan
Penetapan Harga Dalam Jual Beli Prabot Rumah
Tangga Di UD. Gerabah Mulyo
Bab ini adalah pokok dari laporan yang memaparkan
tentang, analisa etika bisnis Islam terhadap objek jual beli
perabot rumah tangga , analisis etika bisnis Islam terhadap
penetapan harga dalam jual beli perabot rumah tangga di
UD. Gerabah Mulyo.
BAB V : Penutup
Bab ini merupakan akhir dari penulisan laporan penelitian
yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang
berupa kesimpulan dan dilanjutkan dengan saran-saran.
22
BAB II
ETIKA BISNIS ISLAM
A. Etika Bisnis Islam
1. Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya
(ta etha) berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Dalam pengertian ini
etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat.
Dengan demikian etika berkaitan dengan dengan nilai-nilai, tata cara
hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang
dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu
generasi ke generasi yang lain.27
Menurut Issa Rafiq Beekun, etika dapat didefinisikan sebagai
seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang
buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normative karena ia
berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan
oleh seorang individu.28
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna. Salah satu
maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan
kelompok”. Makna kedua bahwasannya etika adalah “kajian
moralitas”, meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak
sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik
27 Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 14.
28 Muhammad, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), 38.
23
aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan
moralitas merupakan subjek. Etika merupakan ilmu yang mendalami
standar moral perorangan dan standar moral masyarakat.
Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah
etika dalam al-Qur’an adalah khuluq. Al-Qur’an juga menggunakan
sejumlah istilah lain untuk menggambarkan konsep tentang kebaikan:
khai>r (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan
dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui
dan menyetujui) dan taqwa> (ketakwaan).29
2. Pengertian Bisnis
Dalam kamus Bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha
dagang, usaha komersil di dunia perdagangan, dan bidang usaha.
Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa,atau
uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.30
Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan
nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau
pengolahan barang (produksi). Menurut Straub dan Attner dalam buku
Muhammad dan Alimin yang berjudul Etika dan Perlindungan
Konsumen dalam Ekonomi Islam bisnis adalah suatu organisasi yang
menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang
diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
29 Rivai, Islamic Business, 3. 30 Muhammad Ismail Yusanto, Menggagas, 15.
24
Sedangkan menurut Yusanto dan Wijayakusuma mendefinisikan
lebih khusus tentang bisnis Islami adalah serangkaian aktivitas bisnis
dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan
hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara
memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan
haram.31
Menurut arti dasarnya, bisnis memiliki makna sebagai “the buying
and selling of good and service”. Bisnis berlangsung karena adanya
kebergantungan antar individu, adanya peluang internasional, usaha
untuk mempertahankan dan meningkatkan standar hidup, dan lain
sebagainya.32 Hakikatnya bisnis adalah usaha untuk memenuhi
manusia, organisasi ataupun masyarakat luas. Manusia bisnis
(Businessman) akan selalu melihat adanya kebutuhan masyarakat dan
kemudian mencoba untuk melayani secara baik sehingga masyarakat
menjadi puas dan senang karenanya.33
3. Pengertian Islam
Islam adalah agama yang berdasarkan pada ketundukan terhadap
aturan Allah. Islam merupakan agama penghambaan kepada Allah,
yang mencipta, mengatur, memelihara alam semesta. Islam juga berarti
agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya,
31 Muhammad, Alimin, Etika, 56. 32 Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis dalam Islam (Jakarta: Kencana, 2013), 3. 33 Indriyo Gitosudarmo, Pengantar Bisnis Edisi 2 (Yogyakarta: BPFE, 2003), 2.
25
yang berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta34
Islam adalah cara hidup yang imbang dan koheren, dirancang
untuk kebahagiaan (falah}) manusia dengan cara menciptakan
keharmonisan antara kebutuhan moral dan material manusia dan
aktualisasi keadilan sosio-ekonomi serta persaudaraan dalam
masyarakat manusia. Ajaran Islam akan selalu mengantarkan umat dan
pemeluknya dapat mencapai kemuliaan di dunia maupun di akhirat.
Hal ini berarti bahwa ajaran Islam selalu dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan yang tengah terjadi. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dewasa ini, menurut
para ulama Islam untuk melakukan upaya rekonstruksi terhadap
khasanah pengetahuan Islam secara inovatif. Termasuk yang cukup
urgen adalah untuk secara terus menerus melakukan jihad di bidang
fiqh (keuangan) secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan.35
4. Pengertian Etika Bisnis Islam
Bisnis yang sehat adalah bisnis yang berlandaskan etika. Oleh
karena itu, pelaku bisnis muslim hendaknya memiliki kerangka etika
bisnis yang kuat, sehingga dapat mengantarkan aktivitas bisnis yang
nyaman dan berkah. Di sisi lain, bisnis Islam harus memiliki nilai
34 Srijanti, Purwanto, Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 3. 35 Muhammad, Dasar-dasar Keuangan Islami (Yogyakarta: EKONISIA, 2004), 19.
26
ibadah, menjadi rah}matan lil ‘a>lami>n untuk mendapatkan ridho
Allah.36
Hadirnya etika bisnis mempunyai peran penting dalam mengubah
anggapan dan pemahaman tentang “kesadaran sistem bisnis amoral”
yang telah melekat dalam kesadaran masyarakat. Dengan kondisi
seperti ini, maka diharapkan bisnis tidak lagi dipandang sebagai
aktivitas amoral yang mengabaikan nilai-nilai etika. Di sinilah etika
bisnis mempunyai posisi strategis untuk memberikan cakrawala dan
wawasan bagi perubahan-perubahan mendasar dalam kegiatan bisnis.37
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran
Islam. Dalam situasi dunia bisnis membutuhkan etika, Islam sebagai
sumber nilai dan etika Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam
segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana
bisnis. Islam memiliki wawasan yang komperhensif tentang etika bisnis
mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan,
faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi
kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis,
sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan
hubungan sosial.38
Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma-
norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis,
36 Muhammad, Etika Bisnis Islami, 14. 37Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006),
1. 38 Rivai, Islamic Business, 36.
27
merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan
memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari
aman, dan sebagainya. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang
memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang
sudah berjalan. Dan kontrak sosial tersebut merupakan janji yang
harus ditepati.39
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa etika
adalah suatu hal yang dilakukan secara benar dan baik, tidak
melakukan suatu keburukan, melakukan hak kewajiban sesuai dengan
moral dan melakukan segala sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
Sedangkan dalam Islam, etika adalah akhlak seorang muslim dalam
melakukan semua kegiatan termasuk dalam melakukan semua
kegiatan termasuk dalam bidang bisnis. Oleh karena itu, jika ingin
selamat dunia dan akhirat, kita harus memakai etika dalam
keseluruhan aktivitas bisnis kita. Etika merupakan studi standar moral
yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar dan
didukung oleh penalaran yang baik.40
B. Dasar Hukum Etika Bisnis Islam
a. Firman Allah SWT
1) Surat al-Baqa>rah} ayat 42:
Ÿωuρ (#θÝ¡ Î6ù= s? Y ysø9$# È≅ÏÜ≈t7 ø9$$Î/ (#θãΚ çGõ3 s? uρ ¨,ysø9$# öΝ çFΡr& uρ tβθçΗs>÷ès? ∩⊆⊄∪
39 Veithzal Rivai, Andi Buchari, Islamic Economics, 234. 40 Rivai, Islamic Business, 4.
28
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”41
2) Surat al-Nisa>’ ayat 29:
$yγ •ƒr'≈tƒ š⎥⎪ Ï% ©! $# (#θãΨtΒ#u™ Ÿω (# þθè=à2 ù's? Ν ä3 s9≡ uθøΒ r& Μ à6oΨ÷ t/ È≅ÏÜ≈t6ø9$$ Î/ Hω Î)
β r& šχθä3s? ¸ο t≈pg ÏB ⎯ tã <Ú#ts? öΝ ä3ΖÏiΒ 4 Ÿωuρ (#þθè= çF ø) s? öΝ ä3|¡ àΡr& 4 ¨β Î) ©! $#
tβ%x. öΝ ä3 Î/ $ VϑŠ Ïmu‘ ∩⊄®∪
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”42
3) Surat Ash}-Sh}aff ayat 10:
$ pκ š‰r'≈tƒ t⎦⎪ Ï% ©! $# (#θãΖtΒ#u™ ö≅yδ ö/ä3—9ߊr& 4’n?tã ;ο t≈pg ÏB /ä3ŠÉfΖ è? ô⎯ÏiΒ A>#x‹ tã 8Λ⎧ Ï9 r&
∩⊇⊃∪
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih.”43
b. Ha<dith
1) Ha<dith tentang larangan menipu
ثنا هشام بن عمار ثنا سفيان عن العلاء .حد بن عبد الرحمن، عن حددخل أ ف . ما ابـرجل يبيع طع � قال مر رسول االله : رة بى هري ـأ بيه، عنأ
.ليس منا من غش � فـقال رسول االله . غشوش ذا هو م إ ف .يده فيه Artinya: Mewartakan kepada kami Hisyam bin “Ammar,
mewartakan kepada kami Sufyan dari Al-Ala bin
41 al-Qur’an, 2: 42. 42 Ibid., 4: 29. 43 Ibid., 61: 10.
29
Abdurrahman dari ayahnya, dari Abu Hurairah, Dia berkata: Rasulullah saw lewat pada seseorang yang menjual makanan lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam makanan tersebut. Ternyata makanan tersebut telah dicampur maka Rasulullah saw pun bersabda: Bukan dari golongan kami orang yang menipu. (H.R Ibnu Majah)44
2) Ha<dith Anjuran Jujur
ثـنا قبيصة عن سفيان، عن ا : ثـنا هناد حد حمزة، عن الحسن، عن بي حد، التاجر الصدوق الأمين : صلى االله عليه وسلم قال بي سعيد، عن النبي ا
يق . والشهداء ين مع النبيـين والصدArtinya: Hanad menceritakan kepada kami, Qubaisah
menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Abu Hamzah dari Al-Hasan dari Abi Said dari Nabi SAW bersabda: pedagang yang jujur dan dapat dipercaya ia beserta para nabi: orang-orang yang jujur dan orang-orang yang mati sahid. (H.R at-Tirmidzi)45
C. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Etika merupakan ilmu yang membicarakan masalah baik dan buruknya
perilaku manusia dalam kehidupan bersama.46 Adapun prinsip-prinsip
etika bisnis secara umum ialah:
a. Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang
apa yang dianggap baik untuk dilakukan.
44 Abi Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Ma>jah Al Quzwaini, Sunan Ibnu
Ma>jah, Vol. II (Baerut Libanon: Da>r Fikr, 1994), 12. 45Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi>, Sunan at-Tirmidzi> , Vol. III
(Baerut Libanon: Da>r Fikr, 1994), 5. 46 Alex Sobur, Etika Pers Profesionalisme dengan Nurani (Bandung: Humaniora Utama
Perss, 2001), 4.
30
b. Prinsip kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil jika
tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam
penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang
sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaa.
c. Prinsip keadilan
Keadilan merupakan inti dari ajaran islam, keadilan tersebut tidak
hanya untuk umat islam tetapi untuk semua manusia.47 Serta
menuntut agar setiap orang diperkirakan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil serta dapat dipertanggungjawabkan.48
d. Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik
Perwujudan prinsip ini mengambil dua bentuk. Pertama, prinsip
baik menurut agar orang secara aktif dan maksimal berbuat hal
yang baik kepada orang lain. Kedua, dalam wujudnya yang minim
pasif, sikap ini menuntut agar tidak berbuat jahat kepada orang
lain.49
47 Dede Nurohman, Memahami, 64. 48 Muhammad, Etika Bisnis Islami, 19. 49Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi & Ekonomi Islam; Dalam Perkembangan
(Bandung: Maju Mundur, 2002), 167.
31
e. Prinsip hormat kepada diri sendiri.50
Prinsip ini dirumuskan secara khusus untuk menunjukkan bahwa
semua manusia mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya
untuk menghargai diri sendiri.
Prinsip-prinsip dalam ilmu ekonomi Islam yang diterapkan dalam
bisnis Islam adalah:
1. Tauhi>d (Unity/kesatuan)
Alam semesta termasuk manusia, adalah milik Allah yang
memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sempurna atas makhluk-
makhluk-Nya. Konsep tauhid berarti Allah sebagai Tuhan Yang Maha
Esa menetapkan batas-batas tertentu atau perilaku manusia sebagai
khalifah, untuk memberikan manfaat pada individu tanpa
mengorbankan hak-hak individu lainnya.51
Tauhi>d mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan
Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini
bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir
kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang
diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktivitas khususnya dalam
muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang
ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.52
50 Johannes Ibrahim, Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia Modern
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007), 35. 51 Faisal Badroen, Etika Bisnis Islam Dalam Islam (Jakarta: Kencana, 2006), 89. 52 Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economics And Finance; Ekonomi
dan Keuangan Islam Bukan Alternatif, tetapi Solusi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012) 229.
32
2. Keseimbangan atau kesejajaran (al-‘adl wa al-ih}sa>n)
Berkaitan dengan konsep kesatuan, dua konsep Islam al-‘adl dan
al-Ih}sa>n menunjukkan suatu keadaan keseimbangan atau kesejajaran
sosial.
Sebagai cita-cita sosial, prinsip keseimbangan atau kesejajaran
menyediakan penjabaran yang komplit seluruh kebajikan dasar
institusi sosial, hukum, politik dan ekonomi. Pada dataran ekonomi,
prinsip tersebut menentukan konfigurasi aktivitas-aktivitas distribusi,
konsumsi serta produksi yang terbaik, dengan pemahaman yang jelas
bahwa kebutuhan seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung
dalam masyarakat Islam didahulukan atas sumber daya riil
masyarakat.53
Kebutuhan akan sikap keseimbangan atau keadilan ini ditekankan
oleh Allah dengan menyebut umat Islam sebagai ummatan wasat}an,
yakni umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam bergerak,
arah dan tujuannya serta memiliki aturan-aturan kolektif yang
berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Dengan demikian
keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis
mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.
Prinsip keseimbangan atau kesejajaran terdapat dalam firman Allah
SWT dalam surat al-Ma>idah ayat: 8 yakni:
53 Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), 39-40.
33
$ pκ š‰r'≈tƒ š⎥⎪ Ï% ©!$# (#θãΨtΒ# u™ (#θçΡθä. š⎥⎫ ÏΒ≡§θs% ¬! u™!#y‰pκ à− ÅÝó¡É) ø9$$ Î/ ( Ÿωuρ
öΝ à6Ζ tΒÌôftƒ ãβ$ t↔ oΨ x© BΘöθs% #’n? tã ωr& (#θä9ω÷ès? 4 (#θä9ωôã$# uθèδ Ü> tø% r& 3“ uθø) −G= Ï9 (
(#θà) ¨? $#uρ ©!$# 4 χ Î) ©!$# 7Î6yz $yϑ Î/ šχθè= yϑ ÷ès? ∩∇∪
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”54
3. Kehendak bebas (ikhtiya>r)
Dalam perdagangan Islam manusia terlahir memiliki kehendak
bebas yakni, dengan potensi mentukan pilihan diantara pilihan-pilihan
yang beragam. Karena kebebasan manusia tidak dibatasi dan bersifat
voluntaris, maka ia memiliki kebebasan untuk mengambil pilihan yang
salah. Dan untuk kebaikan manusia sendiri pilihan yang benar.55
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis
Islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.
Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan
bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya.56 Manusia yang baik dalam
perspektif ekonomi Islam adalah yang menggunakan kebebasannya
dalam kerangka tauhid dan keseimbangan. Dari sini lahir tanggung
54 al-Qur’an, 5:8. 55 Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas, 42. 56 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam; Implementasi Etika Islami Untuk Dunia
Usaha (Bandung: Alfabeta, 2013), 46.
34
jawab manusia sebagai individu dan masyarakat. Lahir pula kesadaran
sosial (social awareness), yang mengantarkannya mengulurkan
bantuan kepada sesama manusia.57
Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam ekonomi Islam. Prinsip
transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi adalah
halal, seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan
ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi
dan ekspansi seluas dan sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis
dapat dilakukan dengan siapa pun secara lintas agama.58
4. Tanggung jawab
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan
oleh manusia karena menuntut adanya pertanggungjawaban dan
akuntabilitas untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia
perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. Secara logis prinsip ini
berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.59
Nabi Muhammad SAW mewariskan pula pilar tanggung jawab
dalam kerangka etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan
pertanggungjawaban manusia. Setelah menentukan daya pilih antara
57 Muhammad, Aspek, 83-84. 58 Mohammad Hidayat, An Introduction to The Sharia Economic Pengantar Ekonomi
Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), 60. 59 Abdul Aziz, Etika, 46.
35
yang baik dan buruk manusia harus menjalani konsekuensi logisnya.
Allah SWT berfirman:
‘≅ä. ¤§ ø tΡ $yϑ Î/ ôMt6 |¡ x. îπ oΨ‹Ïδ u‘ ∩⊂∇∪
Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.(QS.Al-Muddatstir:38)60
Islam menaruh penekanan yang besar pada konsep tanggung
jawab, tetapi ini bukan berarti kurang memperhatikan kebebasan
individu. Justru Islam berusaha menetapkan keseimbangan yang tepat
di atas keduanya. Manusia memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan,
dirinya sendiri, dan orang lain. Dengan demikian, dalam menunaikan
tanggung jawabnya, orang harus berhati-hati dalam melaksanakannya
secara moderat dan dengan keputusan yang baik. Dia harus mematuhi
norma-norma masyarakat tentang perilaku yang baik dan harus
menghormati hak-hak individu lain dalam melaksanakan tanggung
jawab sosialnya sendiri.61
5. Kebenaran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran
lawan kata dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan
dan kejujuran. Dalam bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat,
sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses
mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam
proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip
60 Al-Qur’an, 74:38. 61 Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas, 47-49.
36
kebenaran ini maka etika bisnis Islami sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak
yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam bisnis.62
Dari sikap kebenaran, kebajikan (kesukarelaan) dan kejujuran
demikian maka suatu bisnis secara otomatis akan melahirkan
persaudaraan. Persaudaraan, kemitraan antara pihak yang
berkepentingan dalam bisnis yang saling menguntungkan, tanpa
adanya kerugian dan penyesalan sedikitpun. Bukan melahirkan situasi
dan kondisi permusuhan dan perselisihan yang diwarnai dengan
kecurangan. Dengan demikian kebenaran, kebajikan, dan kejujuran
dalam semua proses bisnis akan dilakukan pula secara transparan dan
tidak ada rekayasa.63 Seperti halnya yang diteladankan oleh Nabi
Muhammad SAW yang juga merupakan pelaku bisnis yang sukses.
Dengan menjalankan bisnisnya, Nabi tidak pernah sekalipun
melakukan kebohongan, penipuan atau menyembunyikan kecacatan
barang. Sebaliknya Nabi mengharuskan agar bisnis dilakukan dengan
kebenaran dan kejujuran.
D. Etika Bisnis Islam Dalam Jual Beli
Jual beli merupakan salah satu kegiatan manusia yang menyebabkan
terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli dalam mendapatkan harta
untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memiliki tanggungan untuk “bekerja”. Bekerja merupakan
62 Abdul Aziz, Etika, 47. 63 Hidayat, An Introduction, 21.
37
salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta
kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah
SWT melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan manusia untuk mencari rizki. Di samping anjuran mencari
rizki Islam sangat menekankan (mewajibkan) aspek kehalalannya, baik
dari sisi perolehan maupun pendayagunaan (pengelolaaan dan
pembelanjaan).
Selain itu bekerja oleh al-Qur’an dikaitkan dengan iman. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara iman dan kegiatan bagaikan
hubungan antara akar tumbuhan dan buahnya, bahkan ditegaskan al-
Qur’an amalan-amalan yang tidak disertai iman tidak akan berarti di sisi-
Nya. Karena itu al-Qur’an memerintahkan:
$ pκ š‰r'≈tƒ t⎦⎪ Ï% ©!$# (#þθãΖtΒ#u™ #sŒÎ) š”ÏŠθçΡ Íο 4θn=¢Á=Ï9 ⎯ ÏΒ ÏΘöθtƒ Ïπ yèßϑ àfø9$# (#öθyèó™$$ sù 4’n< Î) Ìø. ÏŒ
«!$# (#ρ â‘ sŒuρ yìø‹ t7 ø9$# 4 öΝ ä3Ï9≡sŒ ×ö yz öΝ ä3 ©9 βÎ) óΟ çGΨä. tβθßϑ n= ÷ès? ∩®∪
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”64
Ayat ini memberikan pengertian agar berbisnis (mencari kelebihan
karunia Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam pengertian
tidak mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu
keuntungan yang dijanjikan Allah. Oleh karena itu, walaupun mendorong
melakukan kerja keras termasuk dalam bisnis, al-Qur’an menggaris
64 Al-Qur’an, 62:9.
38
bawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar bagi dorongan bisnis
adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah. Atas dasar hal ini maka,
pandangan orang yang bekerja dan berbisnis harus melampaui masa kini,
dan masa depan yang jauh. Dengan demikian visi masa depan dalam
berbisnis merupakan etika pertama dan utama yang digariskan al-Qur’an,
sehingga pelaku-pelakunya tidak sekedar mengejar keuntungan sementara
yang akan segera habis tetapi selalu berorientasi masa depan.65
Menurut Yusuf Qardhawi dalam buku Mardani yang berjudul Hukum
Bisnis Syariah, Islam mempunyai etika dalam berdagang (berbisnis), yaitu:
1. Menegakkan larangan memperdagangkan barang-barang yang
diharamkan.
2. Bersikap benar, amanah, jujur.
3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga.
4. Menerapkan kasih sayang dan mengharamkan monopoli.
5. Menegakkan toleransi dan persaudaraan.
6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju
akhirat.66
Adapun bentuk perdagangan yang dilakukan seseorang selama tidak
lepas dari kendali nilai-nilai tersebut dibenarkan dalam Islam. Demikian
pula Islam mendukung perdagangan yang membawa manfaat apapun
untuk kesejahteraan manusia dengan tetap mendasarkan diri pada sejumlah
prinsip tertentu. Dalam Islam prinsip-prinsip utama dikemukakan Abdul
65 Muhammad dan Alimin, Etika, 47. 66 Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: Kencana, 2014), 27.
39
Mannan, selain kejujuran dan kepercayaan serta ketulusan juga diperlukan
prinsip lain seperti:
1) Tidak melakukan Sumpah Palsu
Sumpah palsu biasanya dilakukan pedagang dewasa ini dengan motif
dan tujuan untuk meyakinkan pihak lain (konsumen) bahwa barang dan
jasa yang diperdagangkannya tidak mengandung cacat meskipun dalam
kenyataannya tidak demikian. Cara meyakinkan calon pembeli
(konsumen) dengan cara yang demikian merefleksikan prinsip dan nilai
ketidakjujuran dan sikap acuh seseorang terhadap pentingnya nilai-nilai
moral dan spiritual dalam transaksi perdagangan.
Hukum Islam memandang cara yang demikian (sumpah palsu) sebagai
cara dan mekanisme bisnis dan perdagangan yang tercela.67
2) Takaran yang baik dan benar
Prinsip ini mendapat sorotan tajam dalam Islam sejak ribuan tahun yang
lalu, bahkan secara eksplisit ditegaskan gambaran tentang kondisi dan
keadaan yang dialami oleh pedagang yang curang (tidak melakukan
takaran yang baik dan benar).
Landasan perdagangan yang mengedepankan nilai kejujuran dengan
cara memenuhi takaran dengan baik dan sempurna sesungguhnya
menunjukkan bahwa Islam menetapkan dan menempatkan pelaku
dagang (manusia) alam kerangka yang terhormat.68
67 Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 105 68 Ibid., 106.
40
3) I’tikad yang baik
Selain dua prinsip tersebut, prinsip lain yang tak kalah penting yang
harus dikedepankan dalam dunia bisnis dan perdagangan menurut Islam
adalah i’tikad yang baik.69 I’tikad baik dalam bisnis merupakan hakekat
dari bisnis itu sendiri. I’tikad baik akan menimbulkan hubungan baik
dalam usaha. Oleh karenanya Islam menganjurkan jika melakukan
transaksi sebaiknya dinyatakan secara tertulis dengan menguraikan
syarat-syaratnya.70 Menurut MA. Mannan hubungan buruk yang timbul
dalam dunia bisnis dan perdagangan modern disebabkan karena tidak
adanya i’tikad baik yang timbul dari dua belah pihak.71
4) Larangan Tadli>s (penipuan)
Tadli>s (penipuan) dalam bermua>malah adalah menyampaikan sesuatu
dalam transaksi bisnis dengan informasi bisnis yang diberikan tidak
sesuai dengan fakta yang ada. Penipuan sangat dibenci Islam, karena
hanya akan merugikan orang lain, dan sesungguhnya juga merugikan
diri sendiri. Seorang penjual mengatakan kepada pembeli bahwa barang
dagangannya berkualitas sangat baik, tetapi ia menyembunyikan
kecacatan yang ada dalam barang tersebut dengan maksud agar
transaksi dapat berjalan lancar. Setelah terjadi transaksi, barang sudah
pindah ke tangan pembeli, ternyata ada cacat dalam barang tersebut.
69 Ibid., 107. 70 Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi, 169-170. 71 Muhammad, Aspek, 107.
41
Berbisnis yang mengandung penipuan adalah titik awal kehancuran
bisnis.72
5) Larangan Terhadap Rekayasa Harga
Rasulullah SAW menyatakan bahwa harga di pasar itu ditentukan oleh
Allah SWT. Ini berarti bahwa harga di pasar tidak boleh diintervensi
oleh siapapun. Faktor pematokan harga termasuk membahayakan umat
dalam segala keadaan baik dalam kondisi perang, maupun damai. Harga
itu ditentukan berdasarkan mekanisme pasar yang alamiah, hal ini dapat
dilakukan ketika pasar dalam keadaan normal, tetapi apabila tidak
dalam keadaan sehat yakni terjadi kez}a>liman seperti adanya kasus
penimbunan, riba, dan penipuan maka pemerintah hendaknya dapat
bertindak untuk menentukan harga pada tingkat yang adil sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan. 73
6) Larangan Terhadap Praktik Riba
Rasulullah mengajarkan agar para pedagang senantiasa bersikap adil,
baik, kerja sama, ama>nah, tawakkal, qana>’ah, sabar dan tabah.
Sebaliknya beliau juga menasihati agar pedagang meninggalkan sifat
kotor perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sesaat, tetapi
merugikan diri sendiri duniawi dan ukhrawi.74 Akibatnya akan
berdampak pada pedagang itu sendiri, pedagang kehilangan sifat adil
72 Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economics, 227. 73 Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun, 167. 74 Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam; Sejarah, Konsep, Instrumen, negara, dan Pasar
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 169.
42
dan jujur, sehingga menuntut kemungkinan pedagang akan kehilangan
pelanggan terkait apa yang diperbuat selama berdagang.
Riba dilarang disebabkan oleh pengambilan tambahan dalam transaksi
jual beli ataupun pinjaman-pinjaman yang berlangsung secara z}a>lim
dan bertentangan dengan prinsip mua>malah secara Islami. Riba secara
harfiyah berarti peningkatan atau penambahan, meskipun demikian
tidak setiap penambahan adalah dosa.
7) Larangan Terhadap Penimbunan (ih}tika>r)
Islam mengajak kepada para pemilik harta untuk mengembangkan harta
mereka dan menginvestasikannya, sebaliknya melarang mereka untuk
membekukan dan tidak memfungsikannya. Penimbunan secara mutlak
dilarang, dan hukumnya haram.
Penimbunan adalah orang yang mengumpulkan barang-barang dengan
menunggu waktu naiknya harga barang-barang tersebut, sehingga bisa
menjualnya dengan harga yang tinggi, hingga warga setempat sulit
untuk menjangkaunya.75
Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama
Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam al-
Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi
tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara yang halal.
Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat
strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan.
75 Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun, 208.
43
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu
sebabnya misi diutusnya Rasulullah SAW ke dunia adalah untuk
memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak.
Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh
etika dan moral bisnis Islam yang mencakup h}usn al- khuluq. Pada derajat
ini Allah SWT akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu
rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut,
akhlak yang baik adalah moral dasar yang akan melahirkan praktis bisnis
yang etis dan moralis.76
E. Penetapan Harga
Harga adalah pemasangan nilai tertentu untuk barang yang akan
dijual dengan wajar, penjual tidak z}a>lim dan tidak menjerumuskan
pembeli untuk menentukan harga sekaligus melindungi hak keduanya.77
Islam menghargai hak penjual dan pembeli untuk menentukan harga
sekaligus melindungi hak keduanya. Pihak penjual berhak untuk
menentukan harga barang dengan sewajarnya dan pihak pembeli pun
boleh menawar harga yang ditawarkan oleh penjual.78
Allah SWT memberikan hak tiap orang untuk membeli dengan
harga yang disenangi. Dalam kitab Sunan Ibnu Majah juz 2 terdapat hadi>th
yang berbunyi:
.البـيع عن تـراض اإنم : �قال رسول الله : ل و يـق ري أبا سعيد الخد
76 Faisal Badroen, Etika, 89. 77 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (12), terj. Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: Al Ma’arif,
1987), 96. 78 Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2017), 296.
44
Dari Abu Sa’i>d al- Khudri berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu (sah karena) suka sama suka”.79
Namun, ketika negara mematok harga untuk umum, maka Allah
telah mengharamkannya membuat patokan harga barang tertentu yang
dipergunakan untuk menekan rakyat agar melakukan transaksi jual beli
sesuai dengan harga patokan tersebut. Oleh karena itu pematokan harga
dilarang.80 Haramnya pematokan tersebut bersifat umum untuk semua
barang. Tanpa dibedakan antara barang makanan pokok, dengan bukan
makanan pokok.81 Dalam mencari harta benda setiap manusia wajib
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya,
memberikan hak kepada yang berhak.82
Agar terciptanya ekonomi yang seimbang, maka pedagang harus
memperhatikan adanya harga mahal dan murah itu dikarenakan adanya
faktor atau sebab tertentu, bukan sewena-wena ditetapkan penjual barang
tersebut. Sebagai contoh harga cabai mahal karena pertanian sedang
dilanda banjir, sehingga banyak cabai yang tidak layak panen.
Transaksi ekonomi pasar bekerja berdasarkan mekanisme harga,
agar transaksi memberi keadilan bagi seluruh pelakunya, maka harga juga
harus mencerminkan keadilan. Dalam pandangan Islam transaksi harus
dilakukan dengan suka rela dan memberi keuntungan proposional bagi
79 Abi Abdullah Muhammad, Sunan Ibnu Ma>jah, 376. 80Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam
(Surabaya: Risalah Gusti, 2009), 212. 81 Ibid., 213. 82Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 175.
45
para pelakunya.83 Dalam menghargai hak penjual dan pembeli untuk
menentukan harga sekaligus melindungi hak keduanya terdapat suatu
ha>dith yang menyatakan bahwa:
ثـنا محمد بن ثـنا حجاج : ، قال بشار حد ثـنا حماد بن : ، قال بن منـهال حد حدى ل ر ع غلا السع : وقال ف ـ ،، عن أنس و حميد تب اث ة؛ وحميد و اد ت سلمة، عن ق ـ
ن إ :((قد غلا السعر، فسعر لنا، فـقال ! يا رسول الله : افـقلو ، �د رسول الله عه وليس أحد ربي ىأن ألق لأرجو إني ، زق االباسط الر القابض ر سع الم الله هو
. ))دم ولامال يطلبني بمظلمة في “Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Hajjaj bin
Minhal menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan
kepada kami dari Qatadah, Tsabit dan Humaid dari Anas RA, ia berkata,
“Pada masa Rasulullah SAW, harga bahan-bahan pokok naik, maka para
sahabat berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, tetapkanlah
harga barang untuk kami”. Rasulullah SAW menjawab, “Sesungguhnya
hanya Allah yang berhak menetapkan harga, Maha Menyempitkan, Maha
Melapangkan dan Maha Pemberi rezeki, dan aku berharap, ketika aku
berjumpa dengan Tuhanku, tidak ada seorang pun dari kalian yang
menuntutku karena suatu tindakan z}alim baik yang menyangkut darah
maupun harta benda”. (H. R Ibnu Majah).84
Yang dimaksud hadith di atas ialah, bukan berarti mutlak dilarang
menetapkan harga, sekalipun dengan maksud demi menghilangkan bahaya
dan menghalang setiap perbuatan z}a>lim. Bahkan menurut pendapat para
ahli, bahwa menetapkan harga itu ada yang bersifat z}a>lim dan terlarang,
dan ada pula yang bijaksana dan halal.
83 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003), 138. 84 Abi Abdullah Muhammad, Sunan Ibnu Ma>jah, 378.
46
Oleh karenanya, jika penetapan harga itu mengandung unsur-unsur
kez}a>liman dan pemaksaan yang tidak betul yaitu dengan menetapkan suatu
harga yang tidak dapat diterima, atau melarang sesuatu yang oleh Allah
dibenarkan maka jelas penetapan harga semacam itu hukumnya haram.85
Adapun penetapan harga yang diperbolehkan dan bahkan wajib dilakukan
adalah ketika terjadi lonjakan harga yang cukup tajam, signifikan dan
fantastis menurut bukti akurat disebabkan oleh ulama para spekulan dan
pedagang. Akan tetapi, pematokan harga tersebut juga harus dilakukan
dalam batas adil, dengan memperhitungkan biaya produksi, biaya
distribusi, transportasi, modal, margin, keuntungan bagi para produsen
maupun pedagang86
Harga merupakan suatu kesepakatan mengenain transaksi jual beli
barang atau jasa di mana kesepakatan tersebut disepakati oleh kedua pihak.
Harga tersebut haruslah direlakan oleh kedua pihak dalam akad, baik lebih
sedikit, lebih besar atau sama dengan nilai barang atau jasa yang
ditawarkan oleh pihak penjual kepada pembeli.87
Pengertian harga (al-thaman) adalah perkara yang tidak tentu
dengan ditentukan. Harga memerlukan penentuan, seperti penetapan uang
85 Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam (Surabaya: PT Bina
Ilmu,1993), 352. 86 Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer (Jakarta:
Gema Insani, 2003), 92. 87 Jurnal Kumpulan Materi Ekonomi Islam, diakses pada 8 Maret 2018.
47
muka.88 Dalam fiqh Islam dikenal mengenai harga suatu barang, yaitu al-
thaman.89
Yang menentukan harga adalah permintaan produk para pembeli
dan pemasar produk atau jasa dari para pengusaha atau pedagang. al-
thaman adalah harga yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara
aktual. Harga yang dimainkan oleh para pedagang adalah al-thaman
Ulama fiqh mengemukakan syarat al-thaman sebagai berikut:90
1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2. Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara hukum
seperti, pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila barang itu
dibayar kemudian (berhutang), maka waktu pembayarannya pun harus
jelas waktunya.
Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka barang yang
diharamkan oleh shara’ seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda
itu tidak bernilai dalam pandangan shara’.
88 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), 86. 89Setiawan Budi Utomo, Fiqh, 90. 90 Ibid.
48
BAB III
PRAKTIK JUAL BELI PERABOT RUMAH TANGGA
DI UD. GERABAH MULYO
A. Gambaran Umum UD. Gerabah Mulyo
1. Lokasi UD. Gerabah Mulyo
UD. Gerabah Mulyo terletak di jalan Ki Lelono Desa Japan
Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo, dengan batas-batas sebagai
berikut:
Tabel 1.1
Batas Wilayah UD. Gerabah Mulyo91
No. Batas Wilayah Desa Kecamatan
1. Utara Jurang Gandul Babadan
2. Timur Plalangan Babadan
3. Selatan Setono Jenangan
4. Barat Kadipaten Babadan
2. Sejarah Singkat Berdirinya UD. Gerabah Mulyo
Toko perabot rumah tangga UD. Gerabah Mulyo milik Bapak
Harjo dan Ibu Tumini yang berdiri pada tahun 1972 beralamat di Desa
Japan Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Toko tersebut
didirikan oleh keluarga Bapak Harjo. Saat itu beliau merintis usahanya
dengan berjualan di rumah sebelum melanjutkan bisnisnya di pasar.
91 Suyitno, Hasil Wawancara, 24 Februari 2018.
49
Awalnya beliau menjual rinjing, tumbu, dan gerabah yang berbahan
dasar dari tanah liat seperti wajan kreweng, kendil, lemper, kuwali dan
lainnya dengan kurun waktu selama kurang lebih 2 tahun.
Dari penjualan barang-barang tersebut diatas, keuntungan yang
didapatkan belum begitu banyak, pun resiko yang ditimbulkan cukup
besar seperti barangnya mudah pecah, menyita waktu yang lama dan
waktu penjualannya sering sampai malam tutur Bapak Harjo. Sehingga
Bapak Harjo berkeinginan untuk menjual perabot yang dirasa
mendatangkan keuntungan yang besar dan waktu yang efisien.
Pada tahun 1974 pemilik toko merasa kebutuhan yang semakin
banyak dan masyarakat jumlahnya semakin padat pula, maka dari itu
pemilik toko berinisiatif mengembangkan usaha dagangnya dengan
berjualan di pasar dan menambah barang dagangannya yang berbahan
dasar plastik (plastikan). Barang-barang tersebut mencakup barang
kebutuhan rumah tangga seperti piring, gelas, mangkuk, sapu, rantang,
wajan, almari dan lain-lainnya.
. Dengan berjualan di pasar, pemilik toko memiliki relasi dari
berbagai sales pabrik. Kemudian pemilik toko menyuplai barang
dagangannya langsung dari pabrik. Semakin berkembang pesat usaha
dagangnya akhirnya pemilik toko memberi nama usaha dagangya
dengan nama UD. Gerabah Mulyo agar pembeli mudah mengenalnya.
Tak hanya itu pemilik toko juga mengembangkan usaha dagangnya
50
kepada anak-anaknya dengan berjualan perabot rumah tangga di rumah
masing-masing.92
3. Struktur Manajemen UD. Gerabah Mulyo.
Dari hasil wawancara penulis dengan pemilik UD, bahwasannya
UD. Gerabah Mulyo adalah usaha pribadi atau perorangan. Artinya
UD. Gerabah Mulyo tidak berada di bawah naungan lembaga
persatuan dagang atau kemitraan dagang tertentu. Jadi pemilik UD
mendirikan UD atas nama pribadinya.93 Adapun manajemen pertokoan
UD. Gerabah Mulyo adalah sebagai berikut:
a. Pemilik UD, bertindak mengawasi semua kegiatan di toko,
melayani konsumen, mencatat transaksi jual beli, dan
menyimpan arsip jual beli.
b. Karyawan, bertugas mengurusi keluar masuknya barang dan
mengarahkan konsumen dalam memilih perabot rumah tangga
yang akan dibeli.
c. Kurir, bertugas mengantar barang-barang perabot dari rumah
ke pasar dan atau dari pasar ke rumah untuk keperluan stock
barang.94
4. Jenis-Jenis barang yang diperjual belikan di UD. Gerabah Mulyo
Adapun beberapa jenis barang yang diperjual belikan di UD.
Gerabah Mulyo diantaranya sebagai berikut:95
92 Harjo, Hasil Wawancara, 25 Februari 2018. 93 Harjo, Hasil Wawancara, 25 Februari 2018. 94 Tumini, Hasil Wawancara, 25 Februari 2018. 95 Adit, Hasil Wawancara, 26 Februari 2018.
51
Tabel 1.2
Daftar barang perabot rumah tangga
No. Jenis Barang Harga
1. Gelas Kembang Rp 20.000/lusin
2. Sendok Rp 15.000/lusin
3. Garbu Rp 10.000/lusin
4. Pisau Stenlis Rp 50.000/lusin
5. Mangkuk Es Rp. 75.000/lusin
6. Rak Piring Rp 140.000/biji
7. Tikar Rp 130.000/biji
8. Cangkir Kopi Rp 150.000/lusin
9. Bak Rp 35.000/biji
10. Kursi Rp 53.000/biji
11. Parut Kelapa Rp 60.000/lusin
B. TRANSAKSI JUAL BELI PERABOT RUMAH TANGGA DI UD.
GERABAH MULYO
1. Mekanisme Jual Beli Perabot Rumah Tangga di UD. Gerabah
Mulyo
Untuk pembelian perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo
biasanya pembeli datang langsung ke lokasi. Berdasarkan keterangan
52
dari Ibu Tumini, mekanisme jual beli yang dilakukan di UD. Gerabah
Mulyo adalah sebagai berikut:96
a. Pembeli datang ke lokasi UD. Gerabah Mulyo dengan maksud
untuk membeli perabot.
b. Setelah pembeli tertarik dengan salah satu barang yang ada di
UD. Gerabah Mulyo, biasanya pembeli menanyakan harganya.
Lalu penjual menjelaskan mengenai harga dan sistem
pembayarannya.
c. Setelah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli, maka
penjual menyerahkan barang tersebut kepada pembeli.
Yang terjadi dalam transaksi jual beli perabot rumah tangga di UD.
Gerabah Mulyo adalah dilakukan dengan cara lisan oleh penjual kepada
pembeli untuk memperoleh kesepakatan.
Adapun kriteria pembeli dibagi menjadi dua kategori. Pertama,
adalah pembeli eceran, dimana dalam transaksi jual beli ini pihak
pembeli membeli barang yang mereka inginkan dalam jumlah satuan
atau dalam jumlah yang relatif sedikit. Kedua, pembelian perabot
rumah tangga dengan sistem grosir. Yang mana dalam jual beli grosir
ini pembeli membeli perabot dalam jumlah yang relatif besar.
96 Tumini, Hasil Wawancara, 28 Februari 2018.
53
2. Kriteria Barang Dalam Jual Beli Perabot Rumah Tangga Di UD.
Gerabah Mulyo
UD. Gerabah Mulyo menyediakan berbagai macam kebutuhan
rumah tangga yang dapat diperjualbelikan kepada masyarakat sekitar.
Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, masyarakat biasanya
datang ke pasar atau langsung ke rumah Bapak Harjo untuk membeli
perabot rumah tangga.
Barang-barang perabot rumah tangga yang diperjualbelikan di
UD. Gerabah Mulyo merupakan barang pasokan langsung dari pabrik.
Adapun barang-barang yang disediakan di UD. Gerabah Mulyo
diantaranya piring, gelas, mangkuk, wajan, sapu, almari, bak plastik,
tikar, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Menurut Bapak Harjo
selaku pemilik UD, barang plastikan (berbahan dasar plastik)
didatangkan dari Sidoarjo, Jakarta, Tulungagung dan Madiun,
sedangkan barang-barang yang mudah pecah seperti gelas, mangkuk,
piring didatangkan dari Surabaya, Tulungagung dan Wonogiri.97
UD. Gerabah Mulyo saat ini merupakan toko yang begitu ramai
dengan aktivitas jual beli, baik pembeli dari dalam kota maupun luar
kota, baik eceran maupun grosir.98 Adapun yang menjadi faktor
penyebab adanya jual beli perabot rumah tangga yaitu:
97 Harjo, Hasil Wawancara, 25 Februari 2018. 98 Tumini, Hasil Wawancara, 25 Februari 2018.
54
1. Kebutuhan sehari-hari
Perabot rumah tangga merupakan alat-alat ataupun barang-barang
yang berfungsi untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Dalam
sebuah rumah pasti akan selalu membutuhkan perabot rumah
tangga, perabot tersebut biasanya untuk melengkapi isi rumah itu
sendiri atau berfungsi untuk meletakkan atau menyimpan beberapa
alat rumah tangga. Dari setiap perabot yang ada memiliki fungsi
masing-masing sesuai kebutuhan masyarakat.
2. Beragamnya jenis perabot rumah tangga
Rumah tangga terdiri dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.
Jenis kebutuhan primer adalah kebutuhan yang wajib didahulukan
yaitu makanan, pakaian dan rumah. Apabila kebutuhan primer
tersebut sudah terpenuhi maka saatnya untuk memenuhi kebutuhan
sekunder yaitu berupa peralatan rumah tangga.
Ada berbagai jenis perabot rumah tangga yaitu perabot yang
mudah pecah (gelas, mangkuk, piring dll) dan perabot rumah
tangga yang berbahan dasar plastik. Untuk saat ini UD. Gerabah
Mulyo mengembangkan dagangannya berupa perabot rumah
tangga yang berbahan dasar plastik (plastikan), kini tersedia
berbagai macam jenisnya, tak hanya untuk peralatan dapur saja
akan tetapi mencakup kebutuhan rumah tangga lainnya. Oleh
karena itu, barang plastikan sangat digemari masyarakat.
55
Kriteria objek jual beli perabot rumah tangga adalah ciri-ciri dari
barang yang diperjualbelikan tersebut. Adapun praktik jual beli
perabot rumah tangga yang dilakukan di UD. Gerabah Mulyo yaitu
pihak penjual melakukan berbagai cara untuk mendapatkan
keuntungan. Agar penjual tidak mengalami kerugian yang cukup besar,
maka penjual berinisiatif mencampurkan antara barang yang sudah
terpakai dengan barang yang masih baru. Maksud barang yang sudah
terpakai tersebut ialah barang yang sudah dipakai pihak penjual untuk
kepentingan pribadinya seperti menggunakannya saat ada hajatan
misalnya pernikahan, slametan dan acara lainnya. Setelah itu pihak
penjual mencuci barang-barang tersebut dengan mengemas kembali
dengan membungkus plastik serta mengisolasinya agar seperti baru
lagi.99
Pencampuran tersebut dilakukan agar barang yang lama dapat
segera laku terjual. Lagi pula tidak ada perbedaan yang mencolok
antara keduanya, sehingga pembeli sulit untuk mengetahui dan
membedakan terkait barang yang akan dibeli. Bahkan belum tentu
barang yang sudah terpakai tersebut dapat memberikan kenyamanan
saat digunakan oleh pembeli.
Adapun perabot campuran yang ada di UD. Gerabah Mulyo
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:100
1. Perabot rumah tangga tersebut ditata di rak dengan rapi,
99 Sarinem, Hasil Wawancara, 10 Februari 2018. 100 Mawan, Hasil Wawancara, 28 Februari 2018.
56
2. Barangnya terlihat bagus,
3. Objeknya terlihat seperti baru,
4. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut.
5. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, mutu, ukuran
dan lain sebagainya.
3. Penetapan Harga Dalam Jual Beli Perabot Rumah Tangga Di UD.
Gerabah Mulyo
Jual beli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo pihak
penjual berhak menentukan harga yang ditetapkan. Misalnya dalam
menetapkan harga gelas, penetapann harga tersebut ditetapkan
pedagang dengan harga Rp 20.000/lusin untuk semua jenis gelas
kembang. Pedagang memberi harga tersebut dengan patokan bahwa
harga yang semulanya Rp 15.000/lusin kemudian pihak UD menjual
dengan harga Rp 20.000/lusin. Sehingga keuntungan yang didapatkan
pedagang tersebut sebesar Rp 5.000/lusin.
Dalam menetapkan harga pisau, pihak penjual menetapkan harga
Rp 50.000/lusin untuk pisau stenlis. Pedagang memberikan harga
tersebut dengan patokan harga semula Rp 43.000/lusin kemudian
dijual kembali dengan harga Rp 50.000/lusin. Lain halnya dengan
harga pisau biasa yang bukan stenlis, pihak penjual memberikan harga
57
yang lebih murah dibandingkan dengan harga pisau yang berbahan
stenlis.
Dengan demikian pedagang mendapatkan keuntungan dari hasil
barang yang dijualnya tersebut. Besar kecilnya penetapan harga yang
dilakukan penjual tergantung dari kriteria barang tersebut, misalnya
dari segi ukuran, kualitas, merk, dan menyesuaikan harga beli dari para
penyuplay barang perabot.101 Selain itu pedagang mendapatkan
keuntungan dari penjualan suatu barang dagangannya merupakan hal
yang umum dilakukan oleh pedagang. Keuntungan yang diinginkan
oleh pedagang tentu bukan keuntungan yang sedikit, seperti dalam
prinsip ekonomi atau prinsip berdagang, umumnya para pedagang
mengharapkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal
sekecil-kecilnya.
Tetapi dalam praktiknya tidak jarang untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih banyak dan agar barang dagangannya itu cepat
terjual, terkadang pedagang tersebut melakukan berbagai cara
meskipun cara yang mereka lakukan melanggar aturan seperti
mencampur kualitas barang antara yang baru dengan yang lama atau
sudah terpakai, kemudian pedagang menjual kembali barang tersebut
dengan harga yang sama. Padahal hal tersebut dapat merugikan salah
satu pihak khususnya bagi konsumen, pada akhirnya tidak diketahui
dengan jelas dan pasti antara barang lama dan barang yang masih baru.
101 Tumini, Hasil Wawancara, 28 Februari 2018.
58
Pasalnya terkadang pedagang tidak begitu memperhatikan dalam
menetapkan harga barang yang masih baru maupun yang sudah lama.
Karena pedagang pun sulit membedakan antara barang yang baru
dengan barang yang lama ketika barang yang asal mulanya dari rumah
tersebut sudah tercampur dengan barang yang ada di pasar. Oleh
karena itu, pedagang tidak memiliki patokan harga yang membedakan
harga barang yang baru dengan barang yang lama.
Ketika pedagang mengetahui dan atau dapat membedakan antara
barang yang baru dengan barang yang lama, maka pedagang dalam
menentukan harga barang tersebut menyamakan dengan harga barang
yang masih baru. Terkadang pedagang juga memberikan harga di
bawah harga barang yang baru. Dengan alasan jika tidak cepat terjual
maka ditakutkan barang tersebut tidak dapat difungsikan sebagaimana
mestinya dan pedagang akan mengalami kerugian.102
Adapun sikap penjual saat menawarkan perabot rumah tangga
kepada pembeli yaitu dengan sikap ramah tamah dan lemah lembut
serta kekeluargaan. Dalam tawar menawar harga dalam jual beli
perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo tidak berbelit-belit,
artinya harga disepakati setelah dilakukan kesepakatan antara penjual
dan pembeli.103
Menurut salah satu pembeli perabot rumah tangga Ibu Baidah,
bahwa Ibu Baidah membeli perabot rumah tangga di UD. Gerabah
102 Mawan, Hasil Wawancara, 12 Maret 2018. 103 Hasil Observasi, 14 Maret 2018.
59
Mulyo disebabkan karena barang-barang yang tersedia jauh lebih
komplit dan harga jualnya pun lebih murah dibandingkan dengan toko
yang lain.104
Sama halnya yang dituturkan oleh Ibu Tuminem, alasan Ibu
Tuminem membeli perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo
disebabkan karena beliau sudah lama berlangganan di UD. Gerabah
Mulyo. Selain itu UD. Gerabah Mulyo sangat mudah dijangkau karena
rumah Ibu Tuminem berdekatan dengan UD. Gerabah Mulyo.
Biasanya ketika beliau melakukan pembelian perabot rumah tangga,
pihak penjual memperbolehkan memilih barang sesuka hatinya. Oleh
karena itu Ibu Tuminem senang membeli di UD tersebut.105
Lain halnya yang diungkapkan oleh Bapak Sobikun, pada saat
Bapak Sobikun membeli panci (sublub) di UD. Gerabah Mulyo, beliau
merasa kurang puas dengan barang yang beliau beli. Karena panci
(sublub) yang beliau pesan ternyata tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan. Pasalnya panci (sublub) tersebut bocor ketika digunakan,
dan keesokan harinya Bapak Sobikun kembali ke pasar untuk menukar
panci tersebut. Ternyata dari pihak penjual tidak memperbolehkan
menukar panci tersebut dengan alasan tidak ada kesepakatan awal
terkait penukaran kembali barang yang sudah dibeli ketika terdapat
kecacatan 106
104 Baidah, Hasil Wawancara, 28 Februari 2018 105 Tuminem, Hasil Wawancara, 15 Maret 2018. 106 Sobikun, Hasil Wawancara, 15 Maret 2018.
60
Menurut Ibu Musinah salah satu pembeli perabot rumah tangga,
bahwa Ibu Musinah pernah membeli 1 kodi mangkuk. Pada saat
transaksi jual beli penjual melarang Ibu Musinah memilih mangkuk
tersebut. Pihak penjual menuturkan bahwa boleh melilih mangkuk
tetapi dengan harga yang berbeda atau jauh lebih mahal. Dengan
demikian Ibu Musinah memutuskan untuk tidak memilih mangkuk
tersebut. Ibu Musinah juga menuturkan jika terjadi kecacatan barang
yang dibeli maka tidak boleh menukar kembali barang yang sudah
dibeli.107
Adapun jual beli secara grosir seperti yang dilakukan Ibu Sirom
yaitu Ibu Sirom biasanya datang langsung ke rumah Bapak Harjo
untuk membeli perabot rumah tangga yang akan ia jual kembali.
Kemudian Ibu Sirom menyerahkan daftar nama-nama perabot yang
akan dibeli kepada penjual baik perabot rumah tangga yang memiliki
kualitas bagus dan kualitas rendah. Adapun harga antara perabot
kualitas bagus dan perabot kualitas rendah yaitu berbeda, biasanya
memiliki selisih antara keduanya. Alasan Ibu Sirom juga membeli
perabot rumah tangga dengan kualitas rendah yaitu harganya lebih
murah dan barang yang ia jual nantinya ada variasi harga sehingga
pembeli akan memiliki berbagai pilihan dalam jual beli tersebut.108
107 Musinah, Hasil Wawancara, 12 Maret 2018. 108 Sirom, Hasil Wawancara, 12 Maret 2018.
61
BAB IV
ANALISIS ETIKA BISNIS ISLAM TERHADAP OBJEK DAN
PENETAPAN HARGA DALAM JUAL BELI PERABOT RUMAH
TANGGA DI UD. GERABAH MULYO
A. Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Objek Jual Beli Perabot Rumah
Tangga di UD. Gerabah Mulyo
Jual beli merupakan sebuah aktivitas yang dapat kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Transaksi jual beli yang dilakukan antara penjual
dan pembeli berupa tukar menukar suatu barang dengan barang yang lain
berdasarkan tata cara atau akad tertentu. Terjadinya transaksi jual beli
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kebutuhan hidup antara satu
orang dengan yang lain.
Dalam menjalankan sebuah bisnis, perlu dilandasi dengan etika. Etika
sangat diperlukan dalam segala aktivitas manusia salah satunya adalah jual
beli. Dalam jual beli hal yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan
objek jual beli tersebut. Adapun syarat objek jual beli diantaranya adalah
objek jual beli harus suci barangnya, bermanfaat, dapat diserahterimakan,
dan merupakan milik penuh salah satu pihak.109
Dalam berdagang, seseorang pasti mengharapkan semua dagangannya
dapat laku terjual. Terkadang pedagang tersebut melakukan berbagai cara,
meskipun cara yang mereka lakukan tersebut melanggar aturan seperti
mengambil keuntungan dengan jalan penipuan, pengambilan keuntungan
109 Haroen, Fiqh Muamalah,118.
62
dengan cara riba, manipulasi harga, dan masih banyak lagi cara lain yang
digunakan pedagang untuk tidak mendapat kerugian yang cukup besar.
Sebagaimana data yang peneliti peroleh, bahwa dalam transaksi jual
beli yang terjadi di UD. Gerabah Mulyo terdapat pencampuran antara
barang lama (sudah terpakai) dengan barang baru. Hal tersebut sengaja
dilakukan oleh pedagang dengan tujuan supaya pembeli tidak dapat
membedakan karakteristiknya dan perabot lama juga dapat terjual sesuai
harga barang baru, sehingga pedagang tidak mengalami kerugian yang
terlalu besar.
Untuk dapat diketahui apakah jual beli perabot rumah tangga tersebut
sesuai dengan etika bisnis Islam atau tidak, maka penulis akan
menganalisis dengan menggunakan prinsip-prinsip etika bisnis Islam dan
larangan dalam bisnis Islam yaitu:
1. Ditinjau dari prinsip tauhi>d (Unity/kesatuan)
Kesatuan merupakan cerminan dari konsep tauhid, yang
merupakan dimensi vertikal Islam, konsep ini mencakup konsep
yang paling mendalam pada diri seorang muslim. Dengan adanya
konsep ini, seorang muslim dalam menjalankan bisnis harus
berpegang teguh pada etika Islam, karena jika melakukan sesuatu
yang tidak sesuai dengan etika, ia akan takut pada Allah.110
Dalam proses jual beli perabot rumah tangga yang terjadi di UD.
Gerabah Mulyo tanpa melihat kualitas barangnya dan tidak sesuai
110 Rafik Isa Beekun, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 33-34.
63
dengan prinsip tauhid. Karena pihak penjual tidak bersifat sesuai
dengan perintah-perintah Allah, yang mana pihak penjual harus
melihat atau membedakan kualitas barang dagangannya dalam
setiap transaksi seperti yang dijelaskan dalam etika bisnis Islam.
Agar antara penjual dan pembeli sama-sama merasa puas dengan
transaksi tersebut.
2. Keseimbangan atau kesejajaran (al-‘adl wa al-ih}sa>n)
Keseimbangan ‘adl menggambarkan dimensi horizontal
ajaran Islam dan berhubungan dengan segala sesuatu di alam
semesta.111 Menurut prinsip ini dalam beraktivitas di dunia kerja
dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil. Pengertian
adil dalam Islam diarahkan agar hak orang lain, hak lingkungan
sosial, hak alam semesta, hak Allah, dan hak Rasul-Nya berlaku
sebagai stakeholder dari perilaku adil seseorang. Semua hak-hak
tersebut harus ditempatkan sebagaimana mestinya (sesuai dengan
aturan syariah).
Jika dilihat dari prinsip keseimbangan penjual tidak adil pada
pembeli, karena penjual tidak menjelaskan diawal terkait dengan
kualitas barang dagangannya, baik yang sudah terpakai maupun
barang yang masih baru. Dalam hal ini, pembeli tidak
mendapatkan hak yang seharusnya ia dapatkan. Yang mana
sejatinya seorang pembeli tentunya mengharapkan apa yang ia
111 Muhammad, Etika Bisnis, 55.
64
beli sesuai dengan keinginannya. Seharusnya pembeli
mendapatkan barang dengan kualitas yang baik, akan tetapi
pembeli mendapatkan barang yang belum tentu jelas kualitas
barangnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-
Ma>idah ayat: 8 bahwa Allah SWT menghendaki manusia berlaku
adil, karena adil itu lebih dekat kepada Allah SWT.
3. Kehendak bebas (ikhtiya>r)
Kehendak bebas merupakan bagian terpenting dalam nilai
etika bisnis Islam, tetapi kebebasan itu tidak boleh merugikan
kepentingan kolektif.112 Pada dasarnya manusia bebas
menentukan pilihan antara baik dan buruk dalam mengelola
sumber daya alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu
melekat pada diri manusia, karena manusia telah dianugerahi akal
untuk memikirkan mana yang baik dan yang buruk, mana yang
masl}ah}ah dan mafsadah (mana yang manfaat dan mudharat).
Dalam perdagangan, pedagang diberi kebebasan untuk melakukan
jual beli dengan cara apapun untuk menghasilkan keuntungan
semaksimal mungkin, namun harus sesuai dengan etika Islam.
Seorang pedagang hendaknya menjual barang yang halal,
bermanfaat, dan berkualitas.
Dengan adanya prinsip kehendak bebas ini, justru mendorong
seseorang dalam melakukan pelanggaran-pelanggaran yang tidak
112 Aziz, Etika Bisnis, 46.
65
dibenarkan menurut syariat Islam. Banyak pedagang yang
menggunakan berbagai cara agar barang dagangannya laku
terjual, meskipun hal yang dilakukannya tersebut melanggar
aturan. Seperti yang dilakukan penjual perabot rumah tangga di
UD. Gerabah Mulyo, bahwasannya penjual tidak menggunakan
kehendak bebas sesuai dengan prinsip etika bisnis Islam. Karena
masih terdapat motif dalam jual beli yang dilakukannya dengan
cara menjual kembali barang dagangan yang sudah terpakai dan
mencampurkan dengan barang yang masih baru.
4. Tanggung jawab
Prinsip tanggung jawab memiliki keterkaitan yang sangat
kuat dengan prinsip kehendak bebas. Yang mana, seseorang
diberi kebebasan dalam bertindak sesuai dengan yang ia inginkan.
Akan tetapi dari kebebasan tersebut harus diimbangi dengan
tanggung jawab. Terutama jika dikaitkan dengan kebebasan
ekonomi, pada prinsip tanggung jawab berarti setiap orang akan
diadili secara personal di hari kiamat kelak. Tidak ada satu cara
pun bagi seseorang untuk melenyapkan perbuatan-perbuatan
jahatnya kecuali dengan memohon ampunan kepada Allah dan
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik (amal saleh).113
Dengan melakukan pencampuran perabot, penjual secara
langsung sudah tidak bertanggung jawab kepada pembelinya, ia
113 Badroen, Etika Bisnis, 100.
66
tidak peduli apakah perabot tersebut baru maupun campuran,
yang terpenting dari pihak penjual mendapatkan keuntungan dari
hasil jual beli perabot tersebut. Serta apabila terdapat cacatnya
barang yang sudah dibeli oleh pembeli rata-rata barang yang cacat
tersebut tidak boleh ditukarkan.
5. Kebenaran
Kebenaran disini meliputi kebajikan dan kejujuran. Shari>’ah
Islam sangat memperhatikan nilai-nilai kejujuran dalam
bertransaksi, seperti yang dilakukan penjual atas cacat barang
yang dijual. Apabila barang dagangan terdapat kerusakan atau
cacat dan penjual tidak memberi penjelasan kepada pembeli,
maka penjual telah melakukan pelanggaran shari>’ah. Hendaknya
penjual memberikan hak kepada pembeli untuk mengembalikan
barang ketika ditemukan kerusakan atau cacat yang dapat
mengurangi nilai intrisiknya, serta memberi kebebasan dalam
melilih.
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, bahwa
pencampuran kualitas perabot rumah tangga dilakukan dengan
cara perabot yang sudah terpakai atau masih bisa digunakan
dicampurkan dengan perabot yang baru. Dapat disimpulkan
bahwa pencampuran kualitas perabot rumah tangga bertentangan
dengan prinsip etika bisnis Islam kentang kebenaran. Karena
pihak penjual tidak berkata terus terang terhadap pencampuran
67
kualitas dari perabot rumah tangga, sehingga hal ini dapat
merugikan pembeli dikemudian hari. Dilihat dari cara melakukan
transaksinya dikatakan tidak sah, karena dalam hal ini penjual
tidak berkata jujur atau menjelaskan bahwa barang dagangannya
sudah dicampurkan.
Kemudian secara etika bisnis Islam, jual beli yang dilakukan di UD.
Gerabah Mulyo telah melanggar larangan melakukan kegiatan transaksi
jual beli yang mengarah pada kez}a>lim an. Melakukan pencampuran objek
jual beli terkait kualitas perabot rumah tangga tentu saja adalah suatu
kez}a>lim an kepada pembeli, dan Islam sangat melarang umatnya berbuat
z}a>lim kepada orang lain. Dengan melakukan pencampuran tersebut,
penjual dianggap telah menz}a>limi hak-hak pembeli atau konsumen untuk
mendapatkan barang yang bagus kualitasnya.
Pencampuran objek jual beli tersebut merupakan perbuatan yang
melanggar etika bisnis Islam, hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
Ÿωuρ (#θÝ¡ Î6ù= s? Y ysø9$# È≅ÏÜ≈t7 ø9$$Î/ (#θãΚçGõ3 s? uρ ¨,ysø9$# öΝ çFΡ r&uρ tβθçΗs>÷ès? ∩⊆⊄∪
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 42).
Kemudian dalam etika jual beli Islam, dilarang adanya tadlis. Tadli>s
adalah jual beli yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh
salah satu pihak, penipuan ini bisa dalam hal kualitas barang, kuantitas
barang, harga dan waktu penyerahan. Dengan adanya jual beli perabot
rumah tangga campuran ini tentu saja telah terjadi penipuan pada pembeli.
68
Penipuan ini dalam hal kualitas objek jual belinya yaitu perabot rumah
tangga itu sendiri. Sebab kualitas barangnya yang semestinya kualitas yang
bagus menjadi kualitas campuran.
B. Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Penetapan Harga Jual Beli
Perabot Rumah Tangga di UD. Gerabah Mulyo
Islam memandang pasar bebas di mana harga yang adil ditetapkan
oleh kekuatan permintaan dan pasokan. Harga-harga akan dipandang adil
jika memang itu adalah hasil fungsi kekuatan pasar sejati.114
Hal yang mendasar dari jual beli adalah penentuan harga, untuk dapat
diketahui apakah penetapan harga yang dilakukan di UD. Gerabah Mulyo
sesuai dengan etika bisnis Islam, maka penulis akan menganalisis dengan
menggunakan prinsip-prinsip etika bisnis Islam dan larangan dalam bisnis
Islam yaitu:
1. Tauhi>d (Unity/kesatuan)
Tauhi>d merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Tauhi>d menjadi
dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi,
politik, sosial maupun budaya. Hakikat tauhi>d juga dapat berarti
penyerahan diri yang bulat kepada kehendak ilahi, baik menyangkut
ibadah maupun mua>malah.115
Dalam proses penjualan perabot rumah tangga di UD. Gerabah Mulyo ,
bahwasannya dalam menetapkan harga perabot rumah tangga campuran
ini penjual menggolongkan menjadi dua yaitu kepada tengkulak dengan
114 Rivai, Islamic Business, 408. 115 Ibid., 52.
69
sistem grosir dan kepada masyarakat pada umumnya yaitu pembelian
secara eceran. Penjual menjelaskan kepada pembeli secara grosir terkait
harga antara perabot yang memiliki kualitas bagus dan perabot yang
kualitasnya rendah. Proses jual beli UD. Gerabah Mulyo dengan
pembeli grosir sudah sesuai dengan konsep tauhi>d, sebab kedua belah
pihak telah mengetahui harga dan kualitas perabot rumah tangga yang
diperjual belikan. Sedangkan jual beli yang dilakukan UD. Gerabah
Mulyo dengan pembeli eceran tidak sesuai dengan konsep tauhi>d, sebab
pihak UD. Gerabah Mulyo tidak menjelaskan terkait harga dan kualitas
perabot kepada pembeli eceran.
2. Keseimbangan atau kesejajaran (al-‘adl wa al-ih}sa>n)
Dalam proses penjualan perabot rumah tangga, pihak UD. Gerabah
Mulyo telah melakukan ketidakadilan dalam menetapkan harga
terhadap kualitas perabot rumah tangga campuran yang diperjualbelikan
kepada pembeli perabot rumah tangga secara eceran, bahwa harga
perabot rumah tangga yang dijual kepada pembeli eceran tidak selalu
melihat kualitas barangnya, semua dihargai dengan harga yang sama
baik yang baru ataupun yang sudah terpakai. Karena pihak penjual tidak
menjelaskan terkait harga dan kualitas barang campuran tersebut,
akibatnya pihak pembeli tidak mengetahui motif yang dilakukan oleh
pihak penjual. Sedangkan proses jual beli UD. Gerabah Mulyo dengan
pembeli grosir sudah sesuai dengan prinsip keseimbangan atau
70
kesejajaran, karena pembeli grosir mengetahui harga dan kualitas
perabot rumah tangga yang dibeli.
3. Kehendak bebas (ikhtiya>r)
Proses jual beli yang dilakukan oleh UD. Gerabah Mulyo kepada
pembeli eceran tidak sesuai dengan prinsip kehendak bebas. Sebab,
memang benar pedagang memiliki kebebasan dalam proses jual beli
yang ia lakukan, namun pedagang harus memikirkan kepentingan orang
lain, yakni merugikan orang lain atau tidak. Dengan tidak
memberitahukan bahwa perabot rumah tangga terkait harga pada
kualitas campuran, maka pedagang telah merugikan pembeli secara
ecer. Sedangkan proses jual beli pedagang dengan pembeli grosir sudah
sesuai dengan prinsip kehendak bebas, karena pedagang bebas
menggunakan cara apapun dalam jual belinya namun tidak boleh
merugikan orang lain dan pembeli bebas memilih perabot rumah tangga
yang diinginkan serta sudah mengetahui mengenai harga dan kualitas
dari perabot rumah tangga yang diperjual belikan.
4. Tanggung jawab
Prinsip tanggung jawab sangat ditekankan dalam Islam, seorang
pengusaha harus bertanggung jawab kepada konsumennya, selain itu ia
juga harus bertanggung jawab kepada Allah di akhirat kelak. Dengan
menjual perabot rumah tangga campuran kepada pembeli eceran tetapi
penjual tidak menjelaskan kepada pembeli, maka penjual telah
melanggar prinsip tanggung jawab kepada pembeli. Sebagai penjual,
71
sudah sepantasnya ia bertanggung jawab atas apa yang ia jual, baik segi
kualitas dan harga perabot rumah tangga yang dijual. Namun proses
jual beli yang dilakukan oleh penjual dengan pembeli grosir telah sesuai
dengan prinsip tanggung jawab, sebab pembeli telah mengetahui
terhadap harga dan kualitas barang tersebut. Sehingga penjual telah
bertanggung jawab dengan harga dan kualitas dari perabot rumah
tangga yang ia jual kepada pembeli.
5. Kebenaran
Kebenaran dalam hal ini mengandung dua hal yaitu kebajikan dan
kejujuran, dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat
menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian
salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian
dalam bisnis.116 Proses penjualan perabot rumah tangga yang dilakukan
pihak penjual dengan pembeli eceran tidak sesuai dengan prinsip
kebenaran. Sebab penjual tidak melakukan kebajikan dan kejujuran
kepada pembeli eceran, bahwa harga dan kualitas perabot rumah tangga
merupakan perabot campuran, penjual tidak jujur dan bahkan
berbohong kepada pembeli. Namun untuk proses jual beli yang
dilakukan penjual dengan pembeli grosir sudah sesuai dengan prinsip
kebenaran, sebab penjual telah jujur kepada pembeli grosir mengenai
harga dan kualitas perabot rumah tangga yang dijual.
116 Aziz, Etika Bisnis, 46.
72
Kemudian untuk etika bisnis Islam dalam penentuan harga yang
dilakukan di UD. Gerabah Mulyo ada yang tidak melanggar etika bisnis
Islam dan ada yang melanggar etika bisnis Islam. Berikut ini adalah
penjelasannya:
1. Tidak melanggar etika bisnis Islam karena pada proses penetapan
harga antara UD. Gerabah Mulyo dengan pembeli grosir sama-sama
mengetahui kualitas barang yang diperjual belikan. Penjual berkata
jujur kepada pembeli grosir, sehingga pembeli mengetahui bahwa
harga dan kualitas perabot rumah tangga yang ia beli ada dua kategori
yaitu harga perabot kualitas bagus dan harga perabot kualitas rendah.
Jadi, dalam proses penjualan ini penjual dan pembeli grosir telah ridho
dalam melakukan proses jual beli.
2. Melanggar etika bisnis Islam karena dalam proses penjualannya
mengandung beberapa hal, yakni:
a. Tidak memberikan informasi tentang barang secara jujur,
transparan, apa adanya dan menjerumuskan pembeli.
b. Tidak menetapkan harga sesuai dengan kualitas barangnya.
c. Tidak berlaku adil terhadap penetapan harga kepada pembeli.
Proses jual beli yang dilakukan pedagang dengan pembeli
eceran tidak sesuai dengan etika bisnis Islam dalam penetapan
harga, karena penjual tidak jujur kepada pembeli terkait penetapan
harga perabot rumah tangga campuran. Selain melanggar prinsip
dasar etika bisnis Islam dalam penetapan harga dan penjualan,
73
proses penjualan perabot rumah tangga kualitas rendah (sudah
terpakai) juga melanggar larangan-larangan dalam jual beli.
Pertama, larangan tadli>s, yakni transaksi yang mengandung suatu
hal yang tidak diketahui salah satu pihak. Setiap transaksi dalam
Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah
pihak. Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga
tidak ada pihak yang merasa dicurangi atau ditipu karena ada
sesuatu yang tidak diketahui salah satu pihak. Dalam hal ini,
penjual telah membohongi pembeli eceran mengenai harga dan
kualitas perabot rumah tangga yang sebenarnya. Sedangkan untuk
pembeli secara grosir tidak melanggar larangan etika bisnis Islam
dalam jual beli karena pembeli telah mengetahui kualitas dari
perabot rumah tangga yang ia beli. Kedua, Islam menghargai hak
penjual dan pembeli untuk menentukan harga sekaligus melindungi
hak keduanya. Harga-harga akan dipandang adil jika memang itu
adalah hasil fungsi kekuatan pasar sejati. Akan tetapi dalam
praktiknya jelas pihak penjual melakukan rekayasa harga sendiri
dan tidak sesuai dengan harga yang adil.
74
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian, pembahasan, dan analisis oleh penulis, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mengenai objek jual beli perabot rumah tangga terkait pencampuran
kualitas barang yang dilakukan di UD. Gerabah Mulyo belum sesuai
dengan etika bisnis Islam karena ada ketidak jujuran pedagang dalam
transaksi jual beli perabot rumah tangga dan telah melanggar prinsip-
prinsip dasar etika bisnis Islam yaitu prinsip tauhi>d, keseimbangan,
kehendak bebas, tanggung jawab dan kebenaran, serta melanggar
larangan dalam bisnis Islam terkait pencampuran kualitas perabot
rumah tangga yaitu larangan kez}a>liman, dan melanggar larangan
dalam jual beli yaitu tadli>s (penipuan).
2. Mengenai penetapan harga perabot rumah tangga kualitas campuran
ada dua yakni:
a. Dalam menetapkan harga kepada pembeli eceran, penjual telah
melanggar prinsip dasar etika bisnis Islam yaitu prinsip tauhi>d,
keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab dan kebenaran.
Karena dalam menetapkan harga, penjual menyamakan harga
perabot rumah tangga antara barang yang masih baru dengan
barang yang sudah terpakai, akibatnya ada pihak yang dirugikan
75
yaitu pembeli. Serta melanggar larangan dalam jual beli yaitu
tadli>s atau penipuan.
b. Dalam menetapkan harga kepada pembeli grosir, penjual tidak
melanggar prinsip-prinsip dasar etika bisnis Islam dan larangan
dalam bisnis Islam, karena penjual telah jujur kepada pembeli
grosir dan sama-sama mengetahui kualitas dan harga barang yang
diperjualbelikan.
B. SARAN
1. Penulis berharap terkait objek jual beli perabot rumah tangga, pihak
penjual tidak mencampurinya dengan perabot rumah tangga yang
berkualitas rendah (sudah terpakai), karena pencampuran tersebut tidak
sesuai dengan etika bisnis Islam. Selain itu, hal tersebut dapat
merugikan salah satu pihak yaitu konsumen atau pembeli.
2. Penulis berharap agar dalam proses penjualan, penjual harus berkata
jujur dan adil kepada para pembeli dan bertanggung jawab atas apa
yang diperdagangkan, baik dari pembeli eceran maupun pembeli grosir
mengenai harga dan kualitas perabot rumah tangga yang diperjual
belikan.
3. Penulis berharap agar dalam melakukan setiap transaksi jual beli para
pembeli berhati-hati dalam membeli perabot rumah tangga.
76
DAFTAR PUSTAKA .
Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: Alfabeta, 2009.
Aziz, Abdul. Etika Bisnis Perspektif Islam; Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha. Bandung: Alfabeta, 2013.
Badroen, Faisal. Etika Bisnis Islam Dalam Islam. Jakarta: Kencana, 2006.
Beekun, Rafik Isa. Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Budi. Setiawan Utomo. Fiqh Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema Insani, 2003.
Damanuri, Aji. Metodologi Penelitian Muamalah. Ponorogo: STAIN Po Press, 2010.
Fauroni, Lukman. Etika Bisnis dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006.
Fauzia, Ika Yunia. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Kencana, 2013.
Gitosudarmo, Indriyo. Pengantar Bisnis Edisi 2. Yogyakarta: BPFE, 2003.
Gunawan, Imam. Metodologi Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Hasan, Ali. Manajemen Bisnis Syari’ah Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
Hasanah, Uswatun, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bekatul di Patran Sonobekel Tanjunganom Nganjuk, Skripsi (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2017).
77
Hidayat, Mohammad. An Introduction to The Sharia Economic Pengantar Ekonomi Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim, 2010.
https:/almanhaj.or.id/3549-untung-segunung-kenapa-tidak.html, (Diakses Pada Tanggal 5 Maret 2018, Jam 15:07)
Ibrahim, Johannes, Lindawaty Sewu. Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia Modern. Bandung: PT Refika Aditama, 2007.
Imaniyati, Neni Sri. Hukum Ekonomi & Ekonomi Islam; Dalam Perkembangan. Bandung: Maju Mundur, 2002.
Jurnal Kumpulan Materi Ekonomi Islam, (diakses pada tanggal 8 Maret 2018).
Jusmaliani dkk. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Keraf, Sonny. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Mardani. Hukum Bisnis Syariah. Jakarta: Kencana, 2014.
Meloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009.
Miswanto, Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Jual Beli Jahe di Pasar Ngrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo, Skripsi (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2015).
Muhammad dan Alimin. Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPEE Yogyakarta, 2005. Muhammad. Aspek Hukum dalam Muamalat. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
.......... Dasar-dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: EKONISIA, 2004.
.......... Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004.
Mujahidin, Akhmad. Ekonomi Islam; Sejarah, Konsep, Instrumen, negara, dan Pasar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013.
78
Nabhani, An, Taqiyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 2009. Naqvi, Syed Nawab Haider. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Nurohman, Dede. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Teras, 2011.
Qardhawi, Muhammad Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.
Qardhawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II. Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Quzwaini, Al, Abi Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Ma>jah. Sunan Ibnu Ma>jah, Vol. II. Baerut Libanon: Da>r Fikr, 1994.
Rivai, Veithzal Andi Buchari. Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009.
Rivai, Veithzal dan Antoni Nizar Usman. Islamic Economics And Finance; Ekonomi dan Keuangan Islam Bukan Alternatif, tetapi Solusi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Rivai, Veithzal dkk. Islamic Business And Economic Ethnics; Mengacu pada Al-Qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah (12), terj. Kamaluddin A. Marzuki. Bandung: Al Ma’arif, 1987. Saurah at-Tirmidzi. Abu Isa Muhammad bin Isa bin >. Sunan at-Tirmidzi> ,
Vol. III. Baerut Libanon: Da>r Fikr, 1994.
Shidiq, Sapiudin. Fikih Kontemporer. Jakarta: Kencana, 2017.
Soeharto, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
79
Soewadji, Jusuf. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012.
Srijanti. Purwanto, Wahyudi Pramono. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta, 2016.
Suhendi, Hendi. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Supriyanto. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: Hak Cipta, 2009.
Syafe’i, Rachmat. Fiqh Muamalah. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001.
Yusanto Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma. Menggagas Bisnis Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2002.