Upload
phungnguyet
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan
pasca panen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi kadar air produk seperti
berbagai buah-buahan, sayuran, dan produk pertanian lainnya setelah panen. Pengeringan
adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan panas
untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan
tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena
perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan
kandungan air dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan
tersebut.
Pada prinsipnya, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung
pada bahan sampai pada kadar air yang diinginkan. Tujuan mengurangi kadar air adalah
untuk memperpanjang kehidupan rak-produk bio-asal dengan mengurangi kadar air ke
tingkat yang cukup rendah sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme, reaksi
enzimatik, dan reaksi lainnya yang memperburuk produk pertanian tersebut.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu,
kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan.
a. Proses perpindahan panas
Proses perpindahan panas terjadi karena adanya perbedaan suhu udara pengering dengan
suhu bahan yang akan dikeringkan, dimana suhu udara pengering lebih tinggi dari suhu
bahan. Panas yang dialirkan melalui udara pengering akan meningkatkan suhu bahan,
sehingga air dalam bahan berubah wujud menjadi uap air.
b. Proses perpindahan Massa
Peningkatan suhu bahan karena proses perpindahan panas akan menyebabkan tekanan
uap air di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan uap air pada udara pengering, sehingga
terjadi perpindahan uap air bahan ke udara.
Kelembaban relatif udara pengering akan turun dengan adanya peningkatan suhu udara
pengering, Hal ini menyebabkan kelembaban relatif udara pengering lebih rendah dari
kelembaban relatif bahan. Selanjutnya panas yang dialirkan ke permukaaan bahan akan
meningkatkan tekanan uap air bahan sehingga tekanan uap air bahan lebih tinggi dari
tekanan uap air udara pengering. Dengan kondisi demikian akan terjadi perpindahan
massa uap air dari bahan ke udara pengering dan disebut sebagai proses penguapan.
Proses penguapan air dari bahan akan terus berlangsung sampai terjadi kesetimbangan
tekanan uap air antara bahan dengan pengering.
2.2 Jenis-Jenis Pengeringan
Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa pengering
konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu : (Arun S. Mujumdar, Chung Lim Law. 2009)
a) Baki atau wadah
Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan
dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara
perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara
konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.
b) Rotary
Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang
dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas,
dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan
dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering
untuk memungkinkan terjadinya konduksi.
c) Flash
Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang
ada di permukaan produk yang akan dikeringkan. Materi yang dikeringkan dimasukkan
dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran
medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan
selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.
d) Spray
Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang
berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses
pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara
kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer
dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan
dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan
akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya
dipisahkan dengan hydrocyclone.
e) Fluidized bed
Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin
medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah,
jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.
f) Vacum
Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada
ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan
massa pada suhu rendah.
g) Membekukan
Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada
produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia
lainnya.
h) Batch dryer
Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit,
seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.
Pada bagian tugas akhir ini akan dilakukan simulasi pada pengeringan tipe wadah dengan
menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi pemanas udara pengering.
2.3 Sistem Energi Matahari
Seperti dijelaskan sebelumnya, penerapan sistem energi matahari ini adalah untuk
mereduksi waktu proses pengeringan dari pengeringan yang biasa dilakukan yaitu dengan
penjemuran langsung. Sistem pengeringan dengan energi matahari seperti yang akan diterapkan
pada percobaan ini merupakan sistem tidak langsung ( Indirect type dryer ) dimana pengumpulan
energi matahari dilakukan di tempat terpisah diluar bagian pengeringan, kemudian dihubungkan
ke tempat pengeringan melalui suatu fluida yang berfungsi sebagai fluida pengering yang dalam
hal ini adalah udara. Pengumpulan energi surya dan transfernya pada fluida kerja dilakukan
melalui suatu alat yang disebut kolektor matahari ( solar collector ).
Pada sistem yang dirancang hanya menggunakan udara lingkungan dan pemanasan hanya dilakukan pad perhari.
2.4 Spesifikasi
Alat Uji
Hasil
Perancangan
2.4.1 Kolektor
Untuk ukuran bersih kolektor ( ruang pengumpul udara panas ) yang di rancang
dalam penelitian ini adalah disesuakan dengan ukuran kaca yang tersedia di pasaran dan
sesuai dengan yang dibutuhkan pada penelitian ini, yaitu :
Gambar 2.1 Kolektor
- Panjang = 2 m
- Lebar = 1,5 m
- Tinggi = 0,1 m
Plat seng
Jenis absorber yang di gunakan adalah plat seng dengan ketebalan 0,3 mm yang mudah
dijumpai di pasaran dimana kehantaran termalnya adalah 112.2 W/ m0C, sedangkan
emisivitasnya adalah 0,97. Plat ini cukup tipis dan ringan, maka di harapkan respon
kenaikan temperatur terhadap peningkatan intensitas radiasi matahari juga cukup cepat.
Kemudian Absorbernya di cat dengan warna hitam buram ( black paint ).
Kaca
Cover yang digunakan dalam kolektor ini dipilih tipe kaca yang umum dipakai untuk
bangunan ( kaca jendela ) atau yang disebut dengan ordinary glass dengan ketebalan 5mm.
Kaca jenis ini memiliki sifat – sifat sebagai berikut :
Konduktivitas termal = 0,78 W/m.0C
Densitas = 2700 kg/m3
Reflektivitas = 0,08 – 0,09
Absorbsivitas < 1%
Emisivitas = 0,88
Isolator
Pemilihan isolator ini didasarkan pada selisih temperatur, yaitu antara temperatur yang
dihasilkan degan temperatur udara lingkungan dimana isolator ini akan meminimalisasi
terjadinya fluks atau kehilangan panas ke arah bawah absorber. Untuk isolator yang
digunakan dalam penelitian ini mempertimbangan faktor biaya dan berat isolator itu sendiri,
agar kolektor yang dibuat nantinya tidak terlalu berat. Untuk isolator yang telah kita pilih
terbuat dari kertas dimana kehantaran termalnya adalah 0,06 W/m0C. Untuk menggunakan
kertas sebagai bahan isolator pada penelitian ini, peneliti menyusun kertas tersebut dibawah
absorber dengan ketebalan 2cm. Hal ini dilakukan agar isolator yang dibuat tidak terlalu
berat.
2.4.2 Bak Pengering
Rangka bak pengering terbuat dari besi siku ukuran 30mm x 30mm x 6000mm,
rangka bak pengerik di bentuk dan dilas sesuai dengan gambar yang didisain (Gambar
2.2) kemudian dibuat dinding untuk penyekat udara dari bahan plat seng dengan tebal
0,3mm. Dinding tersebut dilengketkan pada rangka bak pengering dengan cara di revet
serta dilakukan pematrian untuk menghundari kebocoran udara panas. Kemudian plat
seng dicat dengan warna hitam buram,agar dapat menyerap panas dengan lebih cepat.
Pada bak pengering dilengkapi dengan pintu yang berguna untuk memasukan dan
mengeluarkan produk yang dikeringkan. Di pintu tersebut dibuat kaca yang
mamungkinkan kita dapat mengetahui temperature tiap rak, dengan cara melihat
thermometer yang sengaja digantungkan pada setiap rak pengering. Di bagian atas bak
pengering dibuat cerobong udara, bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara pada
proses pengeringan. Ukuran bersih ruang pengering adalalah:
-Panjang bak pengering = 1,5 m
- Lebar bak
pengering = 1 m
- Tinggi bak
pengering = 1 m
- Tinggi kaki bak
pengering = 1,2 m
- Jarak dari
setiap rak kearah atas =
0,2 m
- Tinggi bagian
yang akan memberikan
efek thermal
chimney = 0,86 m
- Sudut bagian
yang akan memberikan
efek thermal
chimney = 600
- Tinggi
cerobong = 0,5 m
- Diameter
cerobong = 0,4 m
Gambar 2.2 Bak pengering
2.4.3 Tray
Tray digunakan untuk menampung biji jagung yang selanjutnya akan diletakkan
pada tiap tingkatan rak yang telah di buat di dalam bak pengering. Rangka tray pengering
terbuat dari balok kayu yang berukuran 45mm x 45mm. Kemudian untuk tempat jagung
dibuat kawat kasa dengan ukuran tiap lubang 5mm x 5mm. Ukuran tiap tray adalah :
-Panjang = 1,4 m
-Lebar = 0,9 m
Gambar 2.3 Tray
2.5 Produk dan Energi yang Dibutuhkan untuk Pengeringan
2.5.1 Jagung
Jagung ( Zea Mays ) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang
mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian
Indonesia. Komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk pangan maupun
pakan. Penggunaan jagung untuk pakan mencapai 50% dari total kebutuhan.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir kebutuhan jagung untuk bahan baku
industri pakan, makanan dan minuman terus meningkat 10-15% per tahun. Dengan
demikian, ketersediaan bahan baku jagung sangat berpengaruh terhadap kinerja industri
peternakan dan penyediaan protein hewani yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam perekonomian nasional, jagung
ditempatkan sebagai kontributor terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman
pangan.
Biji jagung kaya akan karbohidrat, sebagian besar berada pada endospermium.
Selain daripada itu jagung juga mengandung Kalori, Protein, Lemak, Kalium, Fosfor,
Ferrum, Vit A, Vit B1 dan Air. Panen dilakukan pada saat jagung mencapai kemasakan
biji yang tepat, yaitu daun-daunnya telah menguning kering biji agak mengering dan
keras. Pada saat pemanenan jagung , air yang dikandung oleh biji jagung berkisar 35-
40%. Apabila panen dilakukan terlalu awal menyebabkan biji akan keriput dan bobot
rendah. Panen terlalu lama apabila musim penghujan, akan mengakibatkan biji dapat
terserang cendawan (Aspergillus flavus ) yang dapat menghasilkan aflatoksisn ( dapat
bersifat racun yang menyebabkan kanker hati pada manusia).
Sebelum diolah untuk berbagai produk, jagung terlebih dahulu mengalami proses
pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air pada biji sehingga kadar air
turun menjadi 9 – 15%. Pengeringan juga bertujuan untuk meningkatkan daya simpan
serta menambah nilai ekonomis dari pada jagung tersebut.
Pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan alami dan pengeringan buatan.
• Untuk pengeringan alami: Jagung langsung dijemur dibawah sinar matahari atau
penjemuran di atas lantai, tikar anyaman dan lain sebagainya.
• Untuk pengeringan buatan: Dengan menggunakan mesin pengering untuk menghemat
tenaga manusia dan mempercepat proses pengeringan, terutama pada saat musim hujan.
Pada sistem yang dirancang hanya menggunakan udara lingkungan dan pemanasan hanya
dilakukan pada siang hari oleh kolektor surya, maka tidak digunakan elemen pemanas
listrik. Diharapkan dengan bantuan kolektor surya dapat diperoleh temperatur pengering
diatas 40 0C dengan asumsi waktu penggunaan 7 jam perhari.
2.5.2 Energi yang dibutuhkan untuk pengeringan
1. Energi yang dihasilkan Kolektor
Besarnya energi yang dihasilkan oleh kolektor dari radiasi surya adalah dengan
menggunakan persamaan :
Q = Akol x I ……………………………2.1
Dimana :
Q = Daya yang di hasilkan dari radiasi matahari oleh kolektor (W)
Akol = Luas kolektor (m2)
I = Intesitas matahari ( W/m2 )
Energi berguna dari kolektor adalah perbedaan antara energi radiasi yang diserap
absorber terhadap kerugian termalnya.
Q = ΔT = Akol . [ I – Utot ( Tp – T0 )]
Q = Akol . [ I – Utot ( Tp – T0 )] ...........................................2.2
Dimana,
Q = Energi berguna dari kolektor ( W )
Akol = Luas plat absorber ( m2 )
I = Intensitas matahari (W/m2 )
Utot = Total energi yang hilang karena terjadi fluks ( W/m2 0C )
Tp = Temperatur rata- rata plat absorber (0C)
T0 = Temperatur rata- rata sekitar (0C )
Untuk mencari energi berguna kolektor dengan memakai persamaan 2.2 terlebih
dahulu kita mencari Utot.
Utot = Ub + Uats + Usmp………………………………………………….2.3
Dimana ,
Ub = Energi yang hilang ke arah bawah ( W/m2 0C )
Uats = Energi yang hilang ke arah arah atas ( W/m2 0C )
Usmp = Energi yang hilang ke arah arah samping ( W/m2 0C )
Ub = …………………….............……………………….2.4
Dimana,
k = Konduktifitas dari kolektor ( W/m 0C )
L = Tebal isolator yang digunakan ( m )
Uats =
…………………………….……………………………………………………2.5
Dimana,
N = Jumlah penutup / kaca
β = Sudut kemiringan kolektor
C = 520(1 - 0,000051β2 ) untuk 0° ≤ ≤ 70°
e = 0,43 (1 - )
= Temperatur plat absorber (0C )
= Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,669 x 1 W/m.0C4
= Temperatur sekitar (0C )
f = (1 + 0,089 - 0,1166 . )(1 + 0,07866N)
= Emisivitas plat
= Emisivitas kaca
= Koefisien perpindahan kalor konveksi.
Usmp = 2 . [ ] ............................................................................2.6
Faktor pemindahan panas kolektor ), menyatakan rasio antara energi yang
berguna aktual dari kolektor terhadap energi berguna maksimum yang dapat diperoleh
kolektor. Untuk suhu udara masuk diambil 30,2 0 C, diambil dari rata-rata udara masuk
selama penelitian.
= ………..………………………………..2.7
Dimana,
= Laju aliran masa (kg/s).
Cp = 1,0059kj/kg.0C
= Temperatur masuk udara (0C)
= Temperatur udara keluar kolektor (0C)
Untuk menghitung efisiensi kolektor dipakai persamaan :
ηk = x 100% ……………………………………………………………2.8
2. Energi untuk pengeringan jagung
Kebutuhan energi total untuk pengeringan jagung adalah jumlah dari kebutuhan
energi untuk memanaskan jagung, energi untuk memanaskan air yang dikandung jagung
dan energi untuk menguapkan air jagung. Massa jagung yang dipergunakan dalam
penelitian adalah 25kg dan setelah mengalami pengeringan menjadi 18,75 kg. Kadar air
awal jagung dalam penelitian adalah 37%, kadar air yang dikandung jagung setelah
mengalami pengeringan adalah 9-15 % (dianggap kering). Panas spesifik jagung adalah
3,98 kj/kg 0C.
= + + ……………………………………………….2.9
Dimana,
= Energi total untuk pengeringan jagung (kj)
= Energi yang dipakai untuk memanaskan daun (kj)
= Energi yang dipakai untuk memanaskan air yang dikandung jagung (kj)
= Energi yang dipakai untuk penguapan (kj)
= ( - ) ………………………………..……2.10
Dimana,
Mj = Massa jagung kering (kg)
Cpj = Panas spesifik jagung ( kj/kg0C.)
Ti = Suhu jagung akhir (0C)
= diasumsikan sama dengan temperature udara keluar kolektor (420C)
T0 = Suhu jagung awal (0C)
= Diasumsikan sama dengan temperatur masuk (30,20C).
Maka,
Emd = ( 0,15 x 16,75 kg) x 3,98 kj/kg 0C (42 - 30,2) 0C
= 117,9 kj
Eair = Mair Cp.air ( Ti – To)……………………....………………….2.11
Dimana,
Eair = Energi yang digunakan untuk memanaskan air (kj)
Mair = Massa air yan dikandung jagung (kg)
Cp.air = Panas spesifik jagung ( kj/kg0C.)
Ti = Temperatur akhir air dalam jagung ( 420C)
To = Temperatur awal air dalam jagung (30,20C)
Maka,
Eair = (0,37 x 25 kg) x 1,0059 kj/kg 0C. ( 42 – 30,2 ) 0C
=109,8 kj
Ept = Mair x hfg ………………………………………………..2.12
Dimana, hfg = Enthalpy penguapan (2419 kj/kg)
(Sumber : K.A.Kobe and R.E.Lynn.1993)
Dan selanjutnya harus diketahui berapa massa uap air yang akan dikeluarkan dari
25 kg jagung, yaitu dengan memakai persamaan :
Mair = 1
10
1 XXX
−−
x M b ...............................................2.13
Dimana ,
Xo = Kadar air jagung awal
Xi = Kadar air jagung akhir
Mb = Massa jagung basah (kg)
Maka,
Mair = 25 kg
= 6,25 kg.
Maka ,
Ept = 6,47 kg x 2419 kj/kg
= 15481,6 kj
Maka kita dapat mengetahui harga Etot yaitu ;
Etot = 117,9 kj + 109,8 kj.+ 15481,6 kj = 15709,3kj.
Kaca
Solar Kolektor
Udara luar
Drying chamber
α
Cerobong
isolator
Solar collector
Glass cover
Gambar 2.3 Skema sistem pengering dengan energi surya
2.6 Aliran Fluida
Untuk menentukan koefisien gesek yang akan dipergunakan untuk menentukan
bilangan Reynolds jika penampang tempat saaluranya tidak berbentuk lingkaran di
dasarkan atas diameter hidraulik ).
= ………………………………………………..2.14
Dimana,
A = Luas penampang aliran (m2).
P = perimeter saluran udara (m).
Untuk menentukan bilangan Reynolds kita menggunakan,
Re = = ………………………………………… ...2.15
G = …………………………………………………………2.16
Dimana,
Re = Bilangan Reynold
ρ = Densitas (kg/m3)
V = Kecepatan aliran udara (m/s2)
μ = Viskositas dinamik ( kg/m.s)
= Laju aliran masa (kg/s)
2.7 Aplikasi CFD Pada Pengeringan
Computation fluid dinamic (CFD) menggunakan komputer dan matematika terapan untuk
memodelkan situasi aliran fluida. Tolak ukur keberhasilannya adalah bagaimana hasil
simulasi numerik sesuai dengan percobaan kasus alam dimana percobaan laboratorium
dapat dibentuk, dan bagaimana simulasi dapat memprediksikan fenomena yang sangat
kompleks yang tidak dapat diisolasi di laboratorium. CFD menjadi bagian terpadu dari
desain teknik dan lingkungan analisis dari beberapa perubahan karena kemampuannya
memprediksi kinerja rancangan baru atau proses sebelum diciptakan.
Dalam rancangan dan pengembangannya, program CFD dianggap sebagai alat numerik
standar yang memprediksikan bukan hanya cairan dari perilaku aliran, tetapi juga
pemindahan panas, massa (seperti pernafasan atau disolusi), perubahan fase (seperti
pembekuan, peleburan, dan pendidihan), reaksi kimia (pembakaran atau pengkaratan),
gerakan mekanik (seperti perputaran impeller, piston, kipas), dan tekanan atau deformasi
yang berkaitan dengan struktur padatan (seperti tekukan massa pada angin). Bidang
pengembangan CFD disamping proses produksi makanan dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Aplikasi CFD dalam berbagai bidang (Bin Xia, Da-Wen Sun. 2002)
Aplikasi pada Industri
Aerospace
Arsitektur
Otomotif
Biomedis
Kimia dan Proses
Pembakaran
Elektonik dan Komputer
kaca manufaktur
HVAC (pemanasan, ventilasi, dan
pendingin)
Minyak Tanah
Daya
Laut
Mekanais
Metalurgi
Nuklir
Kereta Desain
Mesin Turbo
Air
Aplikasi pada Lingkungan
Polusi Udara (atmosfir)
Perhitungan Iklim
Kebakaran pada Bangunan
Arus Laut
Pencemaran Perairan
Keselamatan
Aplikasi pada bidang
Kedokteran
Aliran Fluida Cadiovascular (jantung,
pembuluh darah)
Aliran Fluida di Paru-paru dan Pernafasan
CFD tumbuh dari pendekatan matematika yang menjadi alat penting dalam hampir setiap
cabang dinamika fluida. Ini memungkinkan untuk analisa yang lebih mendalam terhadap
mekanika fluida dan efek local dalam sejumlah peralatan. Sebagian hasil CFD akan
memberikan kinerja penting, kehandalan yang lebih baik serta peningkatan kepercayaan,
perbaikan konsistensi produk, dan produktivitas pabrik yang tinggi. Keuntungan
menggunakan CFD dapat dikategorikan sebagai berikut :
Memberikan pemahaman yang rinci tentang distribusi aliran, penurunan berat, pemindahan
panas dan massa, pemisahan partikel, dan lain-lain. Konsekuensinya, memberikan kepada
manjer pabrik pemahaman yang lebih baik dan lebih mendalam dari apa yang terjadi dalam
proses atau sistem.
Memungkinkan untuk mengevaluasi perubahan geometrik dengan sedikit waktu dan biaya
bila dibandingkan dengan pengujian di laboratorium.
Dapat menjawab beberapa pertanyaan “Bagaimana seandainya” dalam waktu singkat.
Mampu untuk mengurangi permasalahan scale-up karena model didasarkan pada fisika
fundamental dan independensi skala.
Dapat digunakan mensimulasikan kondisi yang khusus yang tidak dapat dilakukan secara
eksperiment seperti pada temperatur sangat tinggi atau pada kondisi yang berbahaya seperti
di dalam oven.
Banyak proses produksi makanan seperti pendinginan, pengeringan,
pemanggangan, pencampuran, pembekuan, pemasakan, pasteurisasi dan sterilisasi
bekerja berdasarkan prinsip aliran fluida. Penggunaan CFD pada industri makanan telah
memberikan wawasan baru terhadap insinyur pangan dan pemahaman terhadap kinerja
kemungkinan peralatan makanan pada tahap desain dan kepercayaan terhadap kualitas
atau keamanan produk makanan (FRPERC, 1995). Peralatan seperti oven, alat penukar
panas, lemari display pendingin dan pengering spray telah ditingkatkan melalui
penerapan teknik CFD dalam membantu menjelaskan dari operasi mereka dan proses
desain. CFD telah menjadi alat yang ampuh dalam pembangunan, trouble shooting dan
optimasi proses makanan.
BAB III
CFD FLUENT DAN PENDEKATAN NUMERIK