Upload
andrian-suner
View
150
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
juvenile gigantomastia
Citation preview
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Epidemiologi
Juvenile hypertrophy of the breast (JHB sinonim : virginal hypertrophy of
the breast, juvenile gigantomastia) adalah kelainan jinak yang tidak umum, terjadi
secara khusus pada perempuan dalam masa peri pubertal. 1 Merupakan
pembesaran berlebihan dari jaringan payudara atau pembesaran difus dari
payudara dan biasanya mengakibatkan masalah fisik dan psikososial.2Kejadian ini
pertama kali diterangkan oleh Durston pada 1669, meskipun pasien yang
dilaporkan lebih konsisten didiagnosis hipertrofi gravid. Etiologi kelainan ini
masih belum jelas, namun kelainan ini menggambaran adanya hipersensitifitas
organ akibat gangguan regulasi endokrin.3 JHB biasanya berkembang secara
sporadis, namun kasus familial juga telah dilaporkan. Kondisi ini terjadi lebih
sering pada perempuan berusia 8-16 tahun, dengan ciri klinis pembesaran cepat
payudara. Pertumbuhan yang berlebihan dari payudara biasanya biateral,
meskipun JHB unilateral juga telah diterangkan sebelumnya.1
Bauer dkk melakukan telaah pada semua kelainan payudara anak di atas
usia 11 tahun dan hanya menemukan lima kasus (12,5%) dengan diagnosis
Juvenile Breast Hypertrophy diantara 40 pasien remaja. Pada awalnya,
pembesaran cepat payudara terjadi selama tiga sampai enam bulan diikuti dengan
pertumbuhan pelan namun berkelanjutan. Payudara dapat tumbuh hingga seberat
13,5 kg sampai 22,5 kg.3
B. Anatomi dan Fisiologi Payudara
a. Anatomi4
Kelenjar mammae (payudara) dimiliki oleh kedua jenis kelamin. Kelenjar ini
menjadi fungsional saat pubertas untuk merespons estrogen pada perempuan dan
pada laki-laki biasanya tidak berkembang. Saat kehamilan, kelenjar mammae
mencapai perkembangan puncaknya dan berfungsi untuk produksi susu (laktasi)
setelah melahirkan bayi.
1. Struktur
Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adipose yang
tertutup kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak diatas otot pektoralis
mayor dan melekat pada otot tersebut melalui selapis jaringan ikat. Variasi ukuran
payudara bergantung pada variasi jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat dan
bukan pada jumlah glandular aktual.
a. Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus mayor, setiap lobus
dialiri duktus laktiferusnya sendiri yang membesar menjadi sinus
lakteferus (ampula).
b. Lobus-lobus dikelilingi jaringan adipose dan dipisahkan oleh ligamen
suspensorium cooper (berkas jaringan ikat fibrosa).
c. Lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap
lobulus kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang
berakhir di alveoli sekretori.
d. Puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut membentang keluar
sekitar 1 cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola.
2. Suplai darah dan aliran cairan limfatik payudara
a. Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal,
yang merupakan cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan berasal
dari cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari payudara melalui
vena dalam dan vena supervisial yang menuju vena kava superior.
b. Aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar mammae, kulit, puting, dan
aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila. Dengan demikian,
limfe dari payudara mengalir melalui nodus limfe aksilar.
Gambar 1. Anatomi payudara5
Tanner
Stage
Usia rata-rata
(tahun)
Temuan fisik
1 NA Elevasi prepubertas pada papila saja
2 11,2 Kuncup payudara nampak di bawah areola yang
membesar
3 12,4 Jaringan payudara tumbuh melampaui areola
tanpa pemisahan kontur
4 13,1 Proyeksi dari areola dan papila membentuk
gundukan kedua
5 14,5 Kontur dengan proyeksi papila
Tabel 1. Tahap Perkembangan Payudara Tanner6
b. Fisiologi4
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh hormon.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas sampai
menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesteron menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya sinus. Perubahan kedua, sesuai dengan
daur haid. Beberapa hari sebelum haid, payudara akan mengalami pembesaran
maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena itu pemeriksaan payudara tidak
mungkin dilakukan pada saat ini. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan
menyusui. Saat hamil payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel
duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi
hormon prolaktin memicu terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI
dan disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.4
C. Klasifikasi dan Patologi
JHB yang sebenarnya memiliki ciri pembesaran payudara yang cepat, unilateral
atau bilateral, tidak proporsional terhadap bagian tubuh yang lain. Normalnya,
pertumbuhan dari kelenjar-kelenjar payudara dimulai segera setelah menarke,
dengan kisaran usia 8 sampai 16 tahun dimana perkembangan dan pembesaran
fisik dari payudara perempuan biasanya terjadi secara bertahap selama periode 3-5
tahun, selama ituterjadi proliferasi dari komponen stroma dan duktal. Terdapat
perbedaan jelas dengan pola pembesaran yang lambat dan progresif, JHB adalah
pembesaran yang sangat cepat dan masif pada satu atau kedua payudara. Pasien
biasanya mengalami periode awal perkembangan yang jelas, diikuti dengan
periode pembesaran yang lebih lambat namun lebih lama dan berkelanjutan yang
apabila tidak diterapi mungkin berlangsung terus hingga mencapai usia subur.3
Morimoto dkk mengutip dari Yehudains, mengatakan bahwa etiologi JHB
berhubungan dengan hipersensitivitas lokal terhadap reseptor estrogen. Pada suatu
penelitian oleh Jabs dkk yang menganalisis reseptor estrogen pada 25 reduksi
mamaplasty karena pembesaran payudara menemukan bahwa semua sampel tidak
memiliki reseptor estrogen.3
Pada sebagian besar anak perempuan, telarkhe biasanya merupakan tanda
pertama terjadinya pubertas dan biasanya terjadi pertumbuhan payudara selama
periode 3-5 tahun di onset pubertas. Kompleks hormon mempengaruhi
pertumbuhan payudara. Perkembangan duktus dan lobus alveolar terutama
dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. JHB adalah suatu kelainan yang
jarang terjadi di sekitar masa menarkhe dan membuat pertumbuhan payudara
berlebihan. Pada VHB, pertumbuhan berlebihan biasanya terjadi bilateral.
Awalnya pembesaran cepat pada payudara terjadi sekitar 3-6 bulan yang diikuti
oleh pertumbuhan lambat payudara. Pada kasus ini, terjadi pertumbuhan cepat
selama 6 bulan yang diikuti pertumbuhan lambat selama 2 bulan. Payudara dapat
tumbuh mencapai berat 13,5-22,5 kg. Pada VHB, payudara biasanya seperti
pendulum dan terasa kenyal tidak merata, dengan atau tanpa adanya massa yang
jelas. Hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri, serta nyeri punggung dan leher.
Dapat pula terjadi dilatasi vena dan ulserasi kulit. Keadaan ini dapat menimbulkan
masalah fisik dan psikologis.7
Untuk klasifikasi, sebenarnya tidak ada yang baku, namun dari satu jurnal
didapatkan bahwa kelainan pembesaran payudara dapat diklasifikasikan menjadi3:
1. juvenile breast hypertrophy atau virginal/pubertal/juvenile
macromastia,
2. gestational macromastia (macromastia yang terjadi selama kehamilan)
3. macromastia pada wanita dewasa dengan penyebab yang tidak
teridentifikasi.
4.
D. Diagnosis
a. Anamnesis
Banyak pasien melaporkan gejala-gejala makromastia yang hampir sama
pada pasien-pasien dengan makromastia karena etiologi berbeda nyeri payudara,
nyeri punggung dan leher, postur membungkuk, kesulitan membersihkan diri, lesi
intertriginosa pada lipat payudara. Para pasien dengan JHB seringkali lebih
memperhatikan masalah psikologis dan sekuele sosial akibat kelainan ini. Mereka
mengalami kesulitan memperoleh pakaian yang tepat dan tidak dapat
berpartisipasi dalam aktivitas olahraga. Kebanyakan pasien menolak untuk
menghadiri acara-acara sosial dan akhirnya terkungkung di rumah.3
b. Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien JHB akan menunjukkan remaja yang nampak sehat,
berkembang normal dengan pembesaran yang sangat disproporsional dari satu
atau dua payudara. Payudara yang bermasalah berbentuk pendulum, dengan
puting dan areola yang melebar. Vena superfisial nampak melebar secara
prominen. Perubahan kulit yang terjadi bisa berupa penipisan sampai terbentuk
ulkus dan nekrosis yang terjadi sekunder akibat terhambatnya suplai darah dari
tekanan dan tarikan yang berlebihan pada kulit. Secara keseluruhan, payudara
kencang dan terkadang nyeri pada palpasi. JHB tidak berkaitan dengan
limfadenopati aksiler atau galaktorea. Deformitas tulang belakang yang terjadi
secara sekunder akibat beban yang berlebihan dapat ditemukan juga pada pasien,
termasuk kifosis, lordosis dan skoliosis lumbal kompensata pada kasus-kasus
yang asimetris. Biasanya juga tidak ditemukan sekret yang keluar dari puting.3
Gambar 2. Unilateral Juvenile Breast Hypertrophy3
Gambar 3. Bilateral Juvenile Breast Hypertrophy8
Gambar 4. Hipertrofi juvenil payudara kanan, tampak vena
yang terlihat superfisial dan eritema ringan pada payudara
kanan dan perbedaan ukuran yang jelas antara dua payudara1
c. Pemeriksaan Penunjang
Kadar serum estrogen, progesterons, prolaktin, dan gonadotropin (FSH,LH,
cortisol) dalam batas normal. Jumlah reseptor estrogen pada jaringan payudara
tidak meningkat. Netscher melaporkan bahwa pada JHB, bahkan pada tipe
unilateral, tidak perlu melakukan pemeriksaan kadar serum hormonal.1
Pencitraan juga harus dilakukan pada pasien untuk menyingkirkan ada
atau tidaknya tumor. Mammografi sulit diinterpretasikan pada wanita muda
karena densitas jaringan payudara. Saat pembacaan mamogram dapat dilakukan,
temuan jinak dapat ditemukan, dari densitas yang homogen hingga mastopati.
Pemeriksaan sonografi jarang memberikan informasi yang bermanfaat dan
diindikasikan hanya bila terdapat massa yang diskret. MRI dapat juga digunakan
untuk menggambarkan arsitektur payudara dan patologi secara samar.1
Secara mikroskopis, jaringan payudara pada JHB tidak memiliki kapsul tumor,
stroma tidak beraturan, dan komponen duktal lebih prominen.1
Gambar 5. Gambaran histopatologi biopsi payudara kanan pasien dengan Juvenile
Breast Hypertrophy: proliferasi dari struktur tubuler duktal dan stroma jaringan
ikat nampak pada pewarnaan hematoxylin dan eosin(x100)1
E. Diferensial Diagnosis
Diferensial diagnosis untuk pembesaran payudara unilateral pada remaja meliputi,
dari yang paling sering terjadi :giant fibroadenoma, phyllodes tumor
(cystosarcoma phyllodes), JHB dan gestational gigantomastia. Bentuk besar dari
fibroadenoma biasanya menyerupai JHB, karena fibroadenoma dapat tumbuh
sangat cepat hingga mencapai ukuran besar dan berhubungan dengan kehangatan,
vena yang terdilatasi, dan penipisan kulit pada bagian tumor.Konsistensinya dapat
menyerupai tekstur payudara normal pada JHB. Sebagian besar fibroadenoma
merupakan nodul diskret yang dapat dikeluarkan secara mudah melalui tindakan
bedah dan terlihat sangat berbeda dari jaringan payudara sekitarnya.3
Gambar 6. Juvenile Giant Fibroadenoma yang menempati bagian dalam
dan kuadran atas dengan pembuluh darah yang nampak9
Tumor phyllodes dapat tumbuh cepat mencapai ukuran besar dengan
adanya keterlibatan kulit seperti pada JHB. Gambar ini mengingatkan kita pada
JHB unilateral, meskipun tumor phyllodes biasanya lebih tampak sebagai massa
berbatas tegas dan konsisten heterogen daripada difus dan cukup kencang seperti
yang terlihat pada JHB. Secara umum dipercaya bahwa tiga lesi ini
(fibroadenoma, JHB, dan tumor phyllodes) memiliki etiologi yang sama, yaitu
respon yang berlebihan terhadap stimulus normal. Karena hal itulah respon
general akan menyebabkan hipertrofi virginal, dan respon lokal akan
menyebabkan fibroadenoma dan bahkan tumor phyllodes.3
Gigantomastia gestasional adalah kelainan yang jarang ditemukan dengan
pembesaran disproporsional dari satu atau dua payudara yang mungkin dan
mungkin tidak regresi secara spontan setelah persalinan. Insidensinya 1:100000
wanita hamil. Gambaran klinis dari pembesaran yang cepat dan masif dari
payudara mirip dengan JHB. Kemiripan kedua kondisi ini meningkatkan
kemungkinan pembesaran patologis rekuren dapat terjadi nantinya selama
kehamilan pada penderita JHB.3
F. Tatalaksana
Pendekatan tatalaksana JHB masih kontroversial. Tatalaksana untuk JHB
meliputi aspek psikologis, farmakologis, dan pembedahan. Untuk pasien berusia
muda yang menyetujui tindakan mastektomi subkutan sebagai pembedahan
pertama dan diharapkan merupakan pembedahan definitif, rekonstruksi dengan
implan harus ditunda hingga beberapa tahun untuk follow up kemungkinan
rekurensi dan kebutuhan untuk perbaikan. Pembesaran payudara definitif dengan
implan sebaiknya dilakukan pada usia yang sesuai dengan masing-masing pasien.
Meskipun mastektomi dengan rekonstruksi implan menawarkan terapi definitif,
pasien rentan terhadap komplikasi yang berhubungan dengan implan payudara
prostetik. Suplemen terapi hormon telah didemonstrasikan membantu
menurunkan risiko rekurensi setelah pembedahan reduksi dan untuk menghindari
mastektomi komplit. Suplemen terapi itu telah digunakan tersendiri atau sebagai
tambahan untuk mengurangi ukuran payudara. Beberapa preparat antiestrogen
seperti medroxyprogesterone (depo-provera), dydrogesterone (gynorest), dan
tamoxifen sitrat (novaldex) telah terbukti bermanfaat dalam menghentikan
perkembangan payudara. Tamoxifen ditemukan sebagai obat yang paling efektif
dalam menghentikan pembesaran ulang payudara setelah pembedahan reduksi
payudara.3
Sedikit peneliti merekomendasikan terapi hormon selama sedikitnya enam
bulan. Pada pasien yang gagal merespon antiestrogen yang cukup untuk
percobaan, terapi pembedahan harus dipertimbangkan, apakah prosedur
mammaplasty reduksi atau mastektomi subkutan dengan pemasangan implan
segera atau subsekuensial. Peneliti lain menyarankan bahwa pemberian terapi
hormon pada pasien usia muda harus dipertimbangkan sebelum meresepkan terapi
hormonal karena potensi risiko dan kerugian pada pemakaian obat-obatan ini. 3
Arscott dkk melaporkan kebanyakan kasus gigantomastia gestasional
merespon baik terhadap terapi bromokriptin. Dosis tinggi dari obat ini sering
memiliki hasil memperlambat atau membalikkan pertumbuhan cepat payudara
selama kehamilan. Bromokriptin merupakan komponen turunan dari ergot yang
bertindak sebagai agonis dopamin pada hipotalamus, menyebabkan penurunan
bermakna pada pelepasan prolaktin dari kelenjar pituitari anterior. Sebelum
penelitian ini terapi bromokriptin belum pernah digunakan pada JBH. Penelitian
ini menguji efektifitas bromokriptin pada pasien JBH dan ternyata hasilnya tidak
mengurangi kecepatan pembesaran.10
Strategi pembedahan pada tatalaksana JHB juga sangat rumit. Reduksi
payudara adalah strategi yang diterima sebagai terapi JHB. Prosedur ini harus
fokus pada cara menguasai wilayah areola dan puting. Payudara berukuran besar
biasanya membutuhkan teknik free areola-nipple graft. Yehudain dkk
menggunakan teknik Mckissock pada tiga dari empat pasien yang dilaporkannya
dengan kesemuanya digunakan free areola-nipple graft. Yehudain dkk juga
melaporkan bahwa mereka melakukan satu prosedur pembedahan McKissock
tanpa free nipple graft meskipun panjang pedikel mencapai 50 cm, semua
wilayah areola-puting tetap hidup.3
Hipertrofi dari jaringan payudara yang direseksi secara inkomplit
membesar hingga mencapai titik bahwa harus dilakukan pengangkatan secara
bedah. Baker dkk menyarankan bahwa pasien yang lebih tua dapat diterapi
definitif hanya dengan pembedahan reduksi saja dan pasien muda harus diterapi
dengan mastektomi subkutan karena tingginya angka rekurensi.3
G. Prognosis
Hasil dari pembedahan dibagi menjadi secara estetik dan fungsional. Secara
estetik dapat dilihat dari simetris atau tidaknya kedua payudara, dan secara fungsi
dinilai sensibilitas, kekenyalan payudara kanan dan kiri, fumgsi sosial dan
psikologi pasien serta aktivitas seksualnya.3
Tercatat bahwa semua terapi pembedahan dengan ablasi hampir seluruh
jaringan payudara akan menyebabkan hipertrofi selama periode hipersensitifitas
organ target akhir. Kupfer dkk melaporkan secara retrospektif dari 15 kasus JHB
yang ditatalaksana dengan mastektomi total dari 1910-1982, dua pasien
membutuhkan reseksi-reseksi ulang karena rekurensi hipertrofi, satu
membutuhkan tiga reseksi ulang yang lain (pada bulan ke 4,12,dan 48 setelah
operasi pertama). Sebagai perbandingan, 14 kasus JHB yang ditatalaksana
dengan mammaplasty reduksi dari 1937-1988, hanya empat kasus yang tidak
menunjukkan hipertrofi rekuren, yang lainnya( sepuluh kasus) membutuhkan
eksisi ulang lebih lanjut antara 6 bulan hingga 4 tahun post operatif. Baker dkk
melaporkan empat kasus ditatalaksana dengan mammaplasty reduksi, kesemuanya
membutuhkan reduksi subsekuensial lebih lanjut karen hipertrofi rekuren dimana
satu dari keempatnya berulang karena kehamilan (gestasional gigantomastia).3
Netscher dkk melaporkan satu kasus yang diterapi dengan mammaplasty
reduksi dan satu tahun setelah operasi pertama, payudara kontralateral membesar
dengan cepat, menyebabkan operasi reduksi pada sisi tersebut. Apabila
pengangkatan jaringan payudara tidak komplit, pasien berisiko mengalami
pembesaran jaringan payudara dari elemen residu tersebut, dapat secara progresif
atau merupakan respon stimulus hormonal seperti kehamilan.3
Tabel 2. Komplikasi pada pasien setelah pembedahan2
Tabel 3. Kondisi pasien preoperatif dan postoperatif2