6
TINJAUAN PUSTAKA MENINGITIS a.Definisi Meningitis adalah kondisi dimana terjadinya inflamasi pada meningen. Meningitis kebanyakan tertuju pada infeksi leptomeningen dan ruang subarachnoid. b. Etiologi Meningitis disebabkan oleh agen infeksi yang luas termasuk bakteri, virus, jamur, mikobakterium dan parasit. Manifestasinya bisa akut dengan gejala pada susunan saraf pusat beberapa jam sampai beberapa hari bahkan bisa dalam beberapa minggu (gejala kronik). c.Epidemiologi Faktor epidemiologi akan mempengaruhi perkembangan meningitis seperti: · Umur: insiden tertinggi pada usia neonatus 300/100.000 individu tiap tahun. Kebanyakan disebabkan oleh grup B streptococcus, E coli, Klebsiella, dan listeria monocitogenes , anak usia 1 bulan sampai 4 tahun kejadiannya 2-3 kasus dalam 100.000 dengan etiologi streptococcus pneumonia, dan neisseria meningitidis. Dan pada anak usia sekolah kejadiannya 1 kasus dalam 100.000. · Status Imunisasi: dengan adanya vaksin dari H.Influensa, meningococcal, dan pneumococcal maka insiden dari meningitis akibat meningokokus dan pneumokokkus menurun. · Geografis: meningitis sering terjadi di daerah rural, kebanyakan di daerah yang endemik TB. · Status imun dari host: defisiensi antibodi atau komplemen, splenektomi, anemia sel sabit merupakan predisposisi terjadinya infeksi bakteri incapsulated. Defisiensi sel T merupakan predisposisi untuk terjadinya meningitis akibat jamur. d. Patogenesis Meningitis terjadi karena adanya organisme patogen yang lewat melalui ruang subarachnoid. Kebanyakan ia masuk melalui cara

Tinjauan Pustaka Meningitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah meningitis

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka Meningitis

TINJAUAN PUSTAKAMENINGITIS

a.DefinisiMeningitis adalah kondisi dimana terjadinya inflamasi pada meningen. Meningitis kebanyakan tertuju pada infeksi leptomeningen dan ruang subarachnoid.

b. EtiologiMeningitis disebabkan oleh agen infeksi yang luas termasuk bakteri, virus, jamur, mikobakterium dan parasit. Manifestasinya bisa akut dengan gejala pada susunan saraf pusat beberapa jam sampai beberapa hari bahkan bisa dalam beberapa minggu (gejala kronik).

c.EpidemiologiFaktor epidemiologi akan mempengaruhi perkembangan meningitis seperti:

· Umur: insiden tertinggi pada usia neonatus 300/100.000 individu tiap tahun. Kebanyakan disebabkan oleh grup B streptococcus, E coli, Klebsiella, dan listeria monocitogenes , anak usia 1 bulan sampai 4 tahun kejadiannya 2-3 kasus dalam 100.000 dengan etiologi streptococcus pneumonia, dan neisseria meningitidis. Dan pada anak usia sekolah kejadiannya 1 kasus dalam 100.000.

· Status Imunisasi: dengan adanya vaksin dari H.Influensa, meningococcal, dan pneumococcal maka insiden dari meningitis akibat meningokokus dan pneumokokkus menurun.

· Geografis: meningitis sering terjadi di daerah rural, kebanyakan di daerah yang endemik TB.

· Status imun dari host: defisiensi antibodi atau komplemen, splenektomi, anemia sel sabit merupakan predisposisi terjadinya infeksi bakteri incapsulated. Defisiensi sel T merupakan predisposisi untuk terjadinya meningitis akibat jamur.

d. PatogenesisMeningitis terjadi karena adanya organisme patogen yang lewat melalui ruang subarachnoid. Kebanyakan ia masuk melalui cara hematogen dengan invasi pada fleksus koroidalis. Dan sebagian kecil masuk secara langsung melalui trauma, kelainan kongenital seperti sinus dermal, atau penyebaran langsung akibat adanya sinusitis paranasal, mastoiditis, osteomielitis pada tulang kranial.Pada neonatus organisme patogen masuk melalui jalan lahir pada saat proses kelahiran nantinya mungkin akan berkolonisasi di nasofaring dan bahkan bisa terjadi bakteremia. Pada anak yang lebih tua bakteri seperti S.pneumonia dan H.Influensa bereplikasi di nasofaring, melalui mukosa saluran pernapasan dan sub mukosa, kemudian masuk kedarah dan susunan saraf pusat.Mekanisme yang sama juga terjadi pada virus, penyebab tersering adalah enterovirus yang mempunyai pola infeksi bifasik. Pada fase initial, virus bereplikasi di jaringan retikuloendotelial dan kemudian masuk ke darah maka terjadilah viremia. Pada periode viremia ini virus-virus ini akan masuk ke ruang subarachnoid dan akan timbul gejala setelah beberapa hari kemudian.

MENINGITIS PURULENTA

Page 2: Tinjauan Pustaka Meningitis

a. Definisi

Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus yang ditandai dengan LCS yang keruh dengan jumlah leukosit >1000/mm3 dengan predominasi PMN. Meningitis purulenta hampir sebagian besar disebabkan oleh bakteri.

b. Etiologi

Usia Penyebab tersering <1 bulanE.Coli, grup B streptococcus, monocytogenes1-3 bulan E.Coli, grup B streptococcus, monocytogenes, H.Influensa, S. Pneumonia 3 bulan-18 tahun H.Influensa, N. Meningitidis, S.Pneumoni

c. Faktor resikoFaktor dari host itu sendiri berupa neonatus sepsis, BBLR dan premature, ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi berlebihan, infeksi ibu pada trimester III, defisiensi komplemen serum, defisiensi kongenital, keganasan, gangguan imunologis, infeksi parameningeal dan malnutrisi. Faktor dari lingkungan sendiri seperti jumlah penduduk yang padat, higienis dan sanitasi yang jelek, dan sosial ekonomi rendah.

d. EpidemiologiMeningitis purulenta pada bayi dan anak di Indonesia masih merupakan penyakit yang belum mengurang. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada umur antara 2 bulan – 2 tahun. Umumnya terdapat pada anak yang distrofik, yang daya tahan tubuhnya rendah. Di negeri yang sudah maju, angka kejadian sudah sangat berkurang.

e. PatogenesisSebagian besar kasus didahului oleh adanya infeksi di daerah saluran nafas yang

kemudian menyebar secara hematogen, hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh penyebaran langsung dari tempat yang berdekatan seperti sinusitis dan mastoiditis.

Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus koroideus ventrikel lateral dan meningen. Kemudian bakteri bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela subarakhnoid dan dengan cepat memperbanyak diri karena kadar komplemen dan antibodi CSS tidak cukup untuk menahan proliferasi bakteri. Faktor kemotaktik kemudian mendorong respon radang lokal yang ditandai dengan infiltrasi sel polimorfonuklear. Adanya lipopolisakarida dinding sel bakteri(endotoksin) bakteri gram negatif (H.Influensa tipe b, N.Meningitidis) dan komponen-komponen dinding sel pneumokokus (asam teikhoat, peptidoglikan) merangsang respon radang yang mencolok dengan memproduksi lokal faktor nekrosis tumor, interleukin-1, prostaglandin E, dan mediator radang sitokin lainnya. Respon radang berikutnya, secara langsung terkait dengan adanya mediator radang ini, ditandai oleh infiltrasi netrofil, kenaikan permeabilitas vaskuler, perubahan sawar darah otak, dan trombosis vaskular. Radang akibat sitokin berlebihan berlanjut sesudah CSS disterilkan dan diduga sebagian menyebabkan sekuele radang kronis meningitis purulenta.

f. Manifestasi klinisManifestasi klinis tergantung dari umur anak-anak tersebut seperti:

· Neonatus gejala mungkin minimal menyerupai sepsis dapat berupa hipotermi, malas minum, letargi, distress pernapasan, ikterus, muntah, diare dan kejang.

Page 3: Tinjauan Pustaka Meningitis

· Bayi umur 3 bulan – 2 tahun akan melihatkan gejala demam, muntah, kejang berulang, high pitched cry, dan demam terus menerus tanpa diketahui sebabnya.· Anak besar dan dewasa akan melihatkan gejala seperti demam, mengigil, muntah, dan nyeri kepala.· Gejala defisit neurologi fokal, edema otak, syok septik, septik artritis.

g. DiagnosaDiagnosa ditegakkan dari:· Manifestasi klinis· Gejala infeksi akut : lesu,panas,mudah terangsang,muntah.· Gejala tekanan intrakranial yang meninggi: kesadaran menurun,kejang· Gejala rangsang meningeal (terutama pada anak >2 tahun ): sakit dileher dan punggung.· Pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan pada vital sign kesadaran menurun : lethargi sampai koma, tanda tekanan intrakranial yang meninggi ubun -ubun besar (UUB) membonjol/ tegang, irritabilitas, nyeri kepala, ada/ tidak muntah proyektil, diplopia, nadi yang lambat, crack pot sign dan pernafasan cheynes stokes,. Tanda rangsang meningeal kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinsky positif. Demam biasanya mendadak tinggi.

· Pemeriksaan penunjang· Pungsi lumbal :1. Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama ataukedua2. Jumlah sel meningkat lebih dari 100 sel/ml3. Jenis sel terutama PMN4. Kadar gula darah turun antar 0-20 mg/ml5. Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit6. Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat pengobatan sebelumnya.7. Kadar asam laktat dan pH meningkat8. Pada sediaan dengan methylene blue (+)· Biakan LCS pada media agar, agar darah, atau media fildes.· Biakan darah.· Pewarnaan gram.· CT scan.· Foto torak, foto tulang tengkorak, sinus dan tulang belakang.

Page 4: Tinjauan Pustaka Meningitis

h. Diagnosa banding· Meningitis tuberkulosa.· Meningitis aseptik.· Abses otak.· Abses epidural.· Empiema subdural.· Endokarditis bakterialis dengan embolisme· Tumor otak· Ruptur kista dermoid

i. Terapi· Suportive care dengan :i. Monitor tanda vital tiap 15 menit sampai stabil kemudian tiap jamuntuk 1-2 hariii. Kontrol suhu tiap 4 jamiii. Memperhatikan balance cairan,iv. Timbang BB tiap hari untuk menilai adanya SIADHv. Elevasi kepala 300 karena hipertensi intrakranial,vi. Dexametason untuk 4 hari 0,6mg/kgBB/hari jika meningitisnya >6 minggu,vii. Antikonvulsan bila kejang fenobarbital 7mg/kgBB dilanjutkan dengan fenitoin 5mg/kgBB/hari dalam 2 dosis IV.viii. Dukungan gizi jika sudah tidak ada muntah lagi· Terapi antibiotik empirik seperti ceftriakson 100mg/kgBB/hari untuk 1 dosis atau cefotaksim 200mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis diberikan selama 7-10 hari.

j. KomplikasiKomplikasi dari meningitis ada 2 yaitu:· Dini seperti KID, miokarditis, hiponatremia, kejang, hemiparesis, defisit neurologi fokal, anemia.· Lanjut seperti efusi/empiema subdural, hidrosefalus, kerusakan otak dengan retardasi mental, gangguan pendengaran, perdarahan dan trombosis, artritis reaktif, kebutaan kortikal, endoftalmitis, danendokarditis.

k. PrognosisTergantung dari usia, lama sakit sebelum mendapat pengobatan antibiotik, bakteri

penyebab, jumlah bakteri, adanya penyakit lain yang memperlemah daya tahan tubuh, dan adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan.

Gejala sisa yang mungkin ditemukan adalah: gangguan pendengaran, kebutaan, gangguan bicara dan belajar, gangguan tingkah laku, retardasi mental, kejang berlanjutan, ataksia dan hidrosefalus.