Upload
dangdat
View
255
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi, Botani, dan Syarat Tumbuh Meniran
Meniran (Phyllanthus sp. L.) tergolong dalam divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Geraniles, famili Euphorbiaceae,
genus Phyllanthus (Webster 1986; de Padua et al. 1999). Penyebarannya di seluruh
Asia termasuk Indonesia (Heyne 1987; Soerjani et al. 1987), Malaysia, India, Peru,
Afrika, Amerika dan Australia (Taylor 2003). Penyebarannya di seluruh Indonesia
teridentifikasi dengan adanya nama daerah yang berbeda untuk menyebutkan
tanaman meniran. Di Sumatera dikenal dengan nama sidukung anak, dudukung anak,
ba’me tano. Di Sulawesi dikenal dengan nama bolobungo. Di Maluku dikenal
dengan nama gosau ma dungi, gosau ma dongi roriha, belalang babiji (Kardinan dan
Kusuma 2004).
Meniran tumbuh di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi dengan
ketinggian ± 1000 m di atas permukaan laut (Heyne 1987). Tumbuh secara liar di
tempat yang berbatu dan lembab seperti di tepi sungai, pantai, semak, lahan bekas
sawah atau tumbuh di sekitar pekarangan rumah, baik di pedesaan maupun di
perkotaan ( De Padua et al. 1999).
Iklim tropis merupakan syarat tumbuh tanaman meniran. Tanaman meniran
berakar tunggang, batang tegak, tinggi mencapai 40-100 cm, batang bulat berkayu,
permukaan kasar dan bercabang. Daun tersusun majemuk, duduk melingkar pada
batang, anakan daun mengkilap, bentuk bulat telur dengan panjang 1.5-3 cm, lebar
1– 1.5 cm, ujung daun runcing, pangkal tumpul dan tepi yang rata. Daun berwarna
hijau (Soerjani et al. 1987, De Padua et al. 1999, Dalimartha 2000). Bakal buah
beruang enam, mahkota berbentuk tabung, ujung membulat berwarna kuning.
Buahnya bulat, mempunyai 5-6 ruang, diameter 5-10 mm. Apabila masih muda buah
berwarna hijau setelah tua menjadi coklat. Biji buah berbentuk ginjal, pipih berwarna
coklat (De Padua et al. 1999).
Spesies meniran yang biasa digunakan untuk pengobatan hanya dua spesies
yaitu meniran hijau dan meniran merah (Gambar 2). Khusus untuk pengobatan,
Phyllanthus niruri L. (meniran hijau) lebih dominan digunakan dibandingkan dengan
Phyllanthus urinaria L. (meniran merah). Komponen yang terkandung dalam
meniran hijau lebih banyak dibandingkan dengan meniran merah (Taylor 2003).
10
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran hijau mampu menghambat aktivitas
virus hepatitis B sebesar 70%, lebih baik daripada meniran merah yang hanya
mampu menghambat sebesar 28%. Terdapat perbedaan morfologi antara meniran
hijau dan meniran merah. Meniran hijau memiliki batang berwarna hijau muda atau
hijau tua. Setiap cabang atau ranting terdiri dari 8-25 helai daun. Daun berwarna
hijau. Ukurannya 0.5-2 x 0.25-0.5 cm. Buah bertekstur licin, bulat pipih dengan
diameter 2-2.5 mm. Kepala sari meniran hijau yang sudah matang akan pecah secara
membujur. Sedangkan meniran merah memiliki batang berwarna merah coklat.
Setiap cabang terdiri dari 7-13 helai daun. Warna daun hijau coklat dengan ukuran
0.5-2 cm x 1-8 mm. Buah bertekstur kasar, bulat dengan diameter 3 mm. Kepala sari
meniran merah yang sudah matang akan pecah secara melintang (Soedibyo 1998;
Soerjani et al. 1987).
Gambar 2 Penampilan (a) meniran hijau, (b) meniran merah
Manfaat dan Kandungan Kimia
Meniran memiliki bahan aktif alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, glikosida
tetapi tidak ditemukan steroid (Akin-Osanaiye et al. 2011), Uji fitokimia yang
dilakukan pada tanaman meniran asal B2P2TO-OT Tawangmangu menunjukkan
meniran mengandung metabolit sekunder dari golongan flavonoid, fenol
hidroquinon, steroid, tanin, saponin dan lignan (Wahyuni 2010). Flavonoid dalam
tanaman meniran diidentifikasi sebagai quercetin, quercitrin, isoquercitrin, astragalin
dan rutin (Taylor 2003). Hasil penelitian farmakologi menunjukkan bahwa meniran
mempunyai aktivitas antihepatotoksik (Syamasundar et al. 1985; Sabir dan Rocha
a b
11
2008; Manjrekar et al. 2008), hipoglikemik, antibakteri, diuretika (Narayana et al.
2001; Manjrekar et al. 2008; Lopez-Lazaro 2009), aktivitas antimicrobial
(Chitravadivu et al. 2009; Akin-Osanaiye et al. 2011)) dan aktivitas antiplasmodial
(Oluwafemi dan Debiri 2008; Njomnang Soh et al. 2009).
Khasiat yang beragam dari tanaman meniran berhubungan erat dengan zat
atau senyawa yang dikandungnya. Than et al. (2006) mendapatkan niruriflavone
yang merupakan senyawa antioksidan baru flavone sulfonic acid dari ekstrak
Phyllantus niruri. Senyawa flavonoid yang ada dalam meniran merupakan senyawa
anti oksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E. Senyawa ini mampu
merangsang kekebalan tubuh. Flavonoid rutine dan quercetin mampu menghambat
sintesis histamin yang merupakan mediator penting penyakit dermatitis alergika
(eksim). Nirurin dan quercetin yang terdapat dalam meniran berkhasiat sebagai
peluruh air seni (diuretik). Filantin, hipofilantin, tanin berperan dalam meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan sebagai hepatoprotektor. Hasil penelitian Rudiyanto
(2006) mendapatkan terjadinya regenerasi sel parenkim hati yang telah mengalami
kerusakan akibat paparan karbon tetraklorida dengan pemberian ekstrak etanol
meniran. Hal ini berkaitan dengan kemampuan menahan oksigen dalam darah
sehingga antibodi dapat berkembang.
Ekstrak meniran merupakan salah satu imunomodulator dari bahan biologi
aktif nonsitokin yang tidak berefek samping. Selama ini obat-obatan
imunomodulator banyak digunakan pada pasien dengan gangguan pada sistem imun
tubuh yang banyak ditemukan pada pasien AIDS. Imunomodulator adalah obat yang
bekerja dengan cara melakukan modulasi pada sistem imun (Elfahmi 2006).
Senyawa Bioaktif Golongan Flavonoid
Flavonoid adalah golongan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
tanaman. Markham (1988) menyebutkan bahwa sekitar 2% (1 x 109
ton per tahun)
dari seluruh karbon yang difotosintesis diubah menjadi flavonoid yang merupakan
salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Flavonoid terdapat pada semua bagian
tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji
(Gould dan Lister 2006). Flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, yaitu
suatu kombinasi antara gula dan alkohol. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan
sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan
12
tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang
berbeda kelas (Harborne 1988). Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-
glikosida (satu atau lebih gugus hidroksi flavonoid terikat pada gula), pengaruh
glikolisasi menyebabkan flavonoid menjadi kurang efektif sehingga mudah larut
dalam air, kondisi seperti ini memungkinkan flavonoid tersimpan dan berada dalam
vakuola sel (Markham 1988, Gould dan Lister 2006).
Gould dan Lister (2006) menyebutkan bahwa pada tumbuhan flavonoid dapat
meningkatkan dormansi, meningkatkan pembentukan sel-sel kalus, sebagai enzim
penghambat pembentukan protein, menghasilkan warna pada bunga untuk
merangsang serangga, burung dan satwa lainnya untuk mendatangi tumbuhan
tersebut sebagai agen dalam penyerbukan dan penyebaran biji. Dalam dunia
pengobatan beberapa senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibiotik, misalnya anti
virus dan jamur, peradangan pembuluh darah, dan dapat digunakan sebagai racun
ikan.
Davies dan Schwinn (2006) menyebutkan bahwa proses biosintesis flavonoid
merupakan biosintesis gabungan dari jalur asam sikimat dan jalur asetat malonat.
Pada jalur sikimat akan terbentuk phenylalanine yang merupakan salah satu senyawa
asam amino aromik yang selanjutnya akan menghasilkan p-coumaric acid,
sedangkan pada jalur asetat malonat akan terbentuk acetyl CoA yang akan
menghasilkan malonyl CoA, setelah mengikat satu molekul CO2. Secara garis besar
jalur pembentukan metabolisme primer merupakan awal dari pembentukan jalur
pembentukan fenilpropanoid dan jalur biosintesis flavonoid disajikan pada Gambar 3
dan Gambar 4.
13
14
15
17
18
19
mendapatkan terjadinya peningkatan kandungan flavonoid pada tanaman yang
mengalami cekaman cahaya. Naungan merupakan salah satu bentuk stress cahaya
rendah. Studi tentang pengaruh cekaman intensitas cahaya rendah terhadap
menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta terganggunya berbagaai
metabolisme tanaman telah terdokumentasi cukup baik pada beberapa tanaman.
Defisit cahaya pada padi gogo menyebabkan respon metabolisme terganggu, yang
berimplikasi pada menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Chozin et
al. 2000). Naungan menyebabkan menurunnya pertumbuhan dan produksi padi gogo
(Supriyono et al. 2000). Padi gogo yang ditanam di bawah pohon karet berumur 3
tahun (± 50% naungan) hasil bijinya berkisar 5-55% dari tanaman kontrol,
sedangkan pada naungan pohon karet umur 4 tahun berkisar antara 5-35% dari
kontrol. Sejalan dengan hasil penelitian Sopandie et al. (2003) pada tanaman padi
gogo yang mendapatkan adanya perbedaan morfologi daun tanaman dan kandungan
klorofil a, b serta nisbah klorofil a/b antara tanaman yang toleran dan peka terhadap
naungan. Luas daun genotipe padi gogo toleran naungan lebih tinggi dibandingkan
dengan genotipe yang peka, tetapi ketebalan daun, ketebalan mesofil dan kerapatan
stomata lebih rendah. Nisbah klorofil a/b pada genotipe toleran dan peka terjadi
penurunan pada naungan 50% dibandingkan dengan kontrol, namun penurunan yang
tertinggi terjadi pada genotipe peka. Chozin et al. (2000) menyatakan daun tanaman
yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal
terbuka, disebabkan oleh pengurangan jumlah lapisan palisade dan sel-sel mesofil.
Pada tanaman kedelai. Pemberian naungan 35% menurunkan hasil 2-56% (Asadi et
al. 1997). Naungan 50% menyebabkan terjadinya penurunan pada jumlah polong,
jumlah polong bernas dan jumlah polong hampa lebih rendah pada kedelai toleran
naungan dibandingkan dengan yang peka (Elfarisna 2000). Pada kebanyakan
tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan tergantung
kepada kemampuannya dalam melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya.
Pada tanaman obat seperti pegagan, naungan 25% menghasilkan kandungan
flavonoid, steroid dan triterpenoid yang cukup tinggi sedangkan pada naungan 55-
75% kandungan tiga metabolit sekunder tersebut mengalami penurunan
(Rachmawaty 2004). Pada kedelai pigmen antosianin meningkat pada persentase
naungan yang semakin tinggi (Lamuhuria et al. 2006), daun jinten menghasilkan
20
kadar fumarat dan fanilat tertinggi pada naungan 75% (Urnemi et al. 2002),
sedangkan beberapa klon daun dewa yang ditumbuhkan pada kondisi 100% cahaya
menghasilkan kadar antosianin yang tidak berbeda nyata (Ghulamahdi et al. 2006).
Peningkatan kandungan flavonoid akan semakin tinggi apabila diikuti dengan
terjadinya cekaman air. Hal ini merupakan mekanisme sistem pertahanan tanaman
terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dengan mengeluarkan senyawa
metabolit sekunder (Vickery dan Vickery 1981; Gould dan Lister 2006). Rahardjo et
al. (1999) mendapatkan terjadinya peningkatan asam asiatikosida pada pegagan
dengan adanya perlakuan cekaman air 60% kapasitas lapang atau tingkat kekeringan
40%. Penelitian terhadap penggunaan Polietilen Glikol (PEG) menunjukkan gejala
yang terjadi akibat adanya cekaman air pada tanaman. PEG merupakan kimia
organik yang dapat digunakan sebagai osmotikum dan menyebabkan cekaman air
pada tanaman. Pemberian PEG akan menghambat penyerapan air sehingga kalus
atau akar rambut mengalami cekaman. Kekurangan air akan menginduksi protein
mengkode gen-gen pembentuk enzim yang terlibat dalam metabolisme sekunder.
Dengan meningkatnya kandungan enzim dalam jaringan tanaman maka diharapkan
kandungan metabolisme dapat meningkat pula. Aktivitas enzim dipengaruhi antara
lain oleh adanya prekusor senyawa yang bersangkutan dan akumulasi produk
metabolisme sekunder tersebut (Ernawati 1992). Bozhkov dan Arnold (1998)
menyebutkan bahwa gejala spesifik yang terjadi akibat cekaman air adalah
berkurangnya kemampuan pembesaran sel sehingga ukuran sel menjadi kecil,
komposisi dinding sel berubah yaitu terjadinya penurunan perbandingan selulosa dan
hemiselulosa dan mempengaruhi akumulasi bahan metabolisme primer maupun
metabolisme sekunder dalam sel tanaman.
Pupuk anorganik (NPK) dapat menyediakan unsur hara tersedia langsung
bagi tanaman. Sedangkan pupuk kandang sebagai pupuk organik dapat memperbaiki
sifat fisik dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik memberikan bagian
yang terbesar untuk lokasi pertukaran kation di dalam tanah dengan kapasitas buffer
bahan organik yang rendah (Babbar dan Zak 1994). Pupuk organik yang banyak
digunakan pada budidaya tanaman adalah pupuk kandang. Penggunaan pupuk
kandang dapat menjadi sumber bahan organik yang membantu dalam pembentukan
struktur tanah dan pembentukan humus (Laegreid et al. 1999). Oades (1984)
21
menambahkan bahwa disamping sebagai sumber bahan organik, pupuk kandang
dapat mendorong agregasi atau dispersi agregat. Peningkatan agregasi terjadi melalui
pengikatan oleh polisakarida dan mucilage yang dihasilkan oleh bakteri, hifa jamur
maupun melalui akar. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam memiliki
kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang yang berasal
dari kotoran hewan lainnya.
Penelitian pada tanaman daun dewa menunjukkan pemberian dosis pupuk
kandang ayam 100g + SO4 0.8 g tanaman-1
menghasilkan pertumbuhan tanaman,
serapan hara NPK dan SO4, produksi flavonoid dan antosianin per tanaman tertinggi
dibanding tanpa pemupukan, sedangkan produksi kuersetin tertinggi diperoleh pada
pemberian pupuk kandang ayam 50g + SO4 0.4 g tanaman-1
(Nirwan et al. 2007).
Sedangkan pada tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.)
menunjukkan kecenderungan terjadinya penurunan kandungan total bahan bioaktif
kualitatif flavonoid, steroid, saponin dan tanin pada daun dan umbi dengan semakin
tinggi dosis pupuk kandang ayam yang diberikan (Susanti et al. 2007). Hasil
Penelitian Mualim et al. (2009) menunjukkan produksi antosianin kolesom
dipengaruhi oleh pemupukan. Pemupukan yang memberikan antosianin yang
tertinggi dengan media tanah dan pupuk kandang adalah NK (100 kg urea ha-1
dan
100 kg KCl ha-1
), dimana kalium merupakan faktor pembatas pada produksi
antosianin.