102
UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK SESUAI PROSEDUR (STUDI KASUS AKTA JUAL BELI TANGGAL 14 MARET 2012 NOMOR 07/2012 YANG DIBUAT DI HADAPAN PPAT TH DENGAN WILAYAH KERJA DI KOTAMADYA JAKARTA SELATAN) TESIS ANINDHITA PRAMESWARI 1006827650 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN DEPOK JANUARI 2013 Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

  • Upload
    lamngoc

  • View
    257

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

 

 

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK SESUAI PROSEDUR (STUDI KASUS AKTA JUAL BELI TANGGAL 14 MARET 2012 NOMOR 07/2012 YANG

DIBUAT DI HADAPAN PPAT TH DENGAN WILAYAH KERJA DI KOTAMADYA JAKARTA SELATAN)

TESIS

ANINDHITA PRAMESWARI

1006827650

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

DEPOK

JANUARI 2013

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 2: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 3: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 4: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

iv

UNIVERSITAS INDONESIA

KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMA KASIH

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya hingga pada akhirnya penulis

dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta

PPAT Yang Tidak Sesuai Prosedur (Studi Kasus Akta Jual Beli Tanggal 14

Maret 2012 Nomor 07/2012 Yang Dibuat Di Hadapan PPAT TH Dengan

Wilayah Kerja Di Kotamadya Jakarta Selatan).

Penulisan Tesis ini ditujukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

guna meraih gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas

Indonesia. Besar harapan penulis agar tesis ini dapat diterima sebagai sumbangsih

penulis kepada almamater agar nantinya dapat dipergunakan sebagai bahan

bacaan atau referensi bagi siapa saja yang sedang belajar di Universitas

Indonesia.

Dalam proses penyusunan dan penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu selayaknya penulis mengucapkan terima

kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam

proses penyusunan dan penyelesian tesis ini. Antara lain kepada:

1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia beserta segenap jajarannya,

2. Dr. Drs. Widodo Suryandono, SH. MH., selaku Ketua Studi Program

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

3. Ibu Chairunnisa Said Selenggang, SH., Mkn., selaku dosen pembimbing

yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing

dan memberikan petunjuk kepada penulis dalam penyusunan tesis ini,

4. Seluruh Dosen Pengajar Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Indonesia yang telah membimbing dan meberikan banyak

ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan Magister ini,

5. Orang Tua penulis, Drs. Soeprijanto dan Ibu Ulvanoem yang telah

memberikan doa, kasih sayang, dan dengan sabar membimbing dan

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 5: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

v

UNIVERSITAS INDONESIA

mendidik penulis dari kecil hingga kini serta selalu memberikan

dukungan baik materil maupun moril,

6. Suami penulis tercinta, Fahmi Arfian dan juga anak-anak penulis,

Khairani Syafina, Raditya Danuadji dan Khairuna Alishya atas segala

dukungannya.

7. Seluruh sahabat di Magister Kenotariatan Salemba Universitas Indonesia

angkatan 2010, Esti Purnami, Fauzi Rivayanti, Kurnia Fajar, Puty Arfina,

Mba Egi Anggiawati, dan lain-lain yang telah memberikan banyak suka

duka, terlebih kenangan manis selama 2 tahun ini,

8. Dan kepada seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah membantu terselesaikannya penulisan tesis ini.

Depok, 21 Januari 2013

Anindhita Prameswari

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 6: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 7: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

vii

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRAK

Nama : Anindhita PrameswariProgram Studi : Magister KenotariatanJudul : Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT Yang Tidak Sesuai

Prosedur (Studi Kasus Akta Jual Beli Tanggal 14 Maret 2012Nomor07/2012)

PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentikmengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak MilikAtas Satuan Rumah Susun. Sebagai akta otentik, akta PPAT haruslah memenuhitata cara pembuatan akta PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Pembuatan akta yang tidak sesuaidengan tata cara pembuatan akta PPAT dapat menimbulkan risiko bagi kepastianhak atas tanah yang timbul atau tercatat atas dasar akta tersebut. Berdasarkan halini, penulis tertarik dan bermaksud untuk mengkaji dan memahami lebih dalammengenai tata cara dan prosedur pembuatan akta yand dibuat oleh PPAT dalampembuatan Akta Jual Beli Tanah dan penulis untuk menyusun tesis ini akanmelakukan analisa mengenai tata cara dan prosedur pembuatan Akta Jual BeliTanah yang dilakukan oleh PPAT TH. Penelitian ini menggunakan pendekatanyuridis normatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada penelitian data-datasekunder atas data hukum yaitu norma hukum tertulis. Berdasarkan data hasilpenelitian yang diperoleh, didapati akibat hukum dari pembuatan akta jual belitanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta dapat mengakibatkanakta tersebut tergredasikan menjadi akta di bawah tangan, batal demi hukum ataudapat dibatalkan.

Kata Kunci: PPAT, Akta Jual Beli, Prosedur

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 8: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

viii

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRACT

Name : Anindhita PrameswariStudy Program : Master of NotaryTitle : Juridical Review of PPAT’s Deeds That Does Not

Comply With The Procedure (Case Study of Sales DeedDated March 14, 2012 Number 07 2012 Made In Front of

With PPAT TH )

Officials land Deed Maker (PPAT) is as a general officer who is authorized tomake an authentic deed of land in accordance with the applicable regulation. Asan authentic deed, PPAT’s deeds should cater to all terms and conditions ofPPAT certificate as prescribed by laws and other regulations. The PPAT’s deedsthat does not comply with the terms and conditions can pose a risk to theuncertainty of land rights that are recorded on the basis of the certificate. Basedon this, the author is interested and intends to examine and understand moreabout the standard procedures of making deeds made by PPAT in themanufacture of the deed of sale and purchase of land and in order to compose thisthesis, the author will do an analysis regarding the Ordinance and procedures ofmaking the deed of sale and purchase of Land by PPAT TH. This research usesthe normative juridical approach, which focuses on the research of secondarydata for data law that focuses on i.e. written legal norms. Based on the dataobtained, the research results found that as a result of the law of creation of thedeed of sale and purchase of land that is not in accordance with an applicableregulations, the deed will be degraded a certificate under the hand, annulled bylaw or may be cancelled.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 9: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

ix

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iiLEMBAR PENGESAHAN iiiKATA PENGANTAR ivLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH viABSTRAK viiDAFTAR ISI ix

BAB I PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Pokok Permasalahan 101.3 Tujuan Penelitian 101.4 Metode Penelitian 111.5 Sistematika Penulisan 13

BAB II PROSEDUR AKTA JUAL BELI TANAH 142.1 Pengertian Hak Atas Tanah 14

2.1.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah 192.1.2 Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli 23

2.2 Tinjauan Umum Mengenai PPAT 342.2.1 Pengertian PPAT 342.2.2 Syarat-Syarat Untuk Diangkat Menjadi PPAT 392.2.3 Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT 402.2.4 Wilayah Kerja PPAT 432.2.5 Kewajiban PPAT 442.2.6 Pemberhentian PPAT 462.2.7 Kode Etik PPAT 482.2.8 Peranan PPAT Dalam Pelayanan Masyarakat 55

2.3 Keabsahan Dan Otentitas Akta PPAT 562.4 Prosedur/Tata Cara Pembuatan Akta Jual Beli 60

2.4.1 Pengertian Akta Jual Beli 602.4.2 Objek Akta Jual Beli 612.4.3 Tata Cara Pembuatan Akta Jual Beli Oleh PPAT 61

2.5. Analisis Kasus 712.5.1 Posisi Kasus 712.5.2 Analisis Kasus 73

BAB III PENUTUP 833.1 Simpulan 833.2 Saran 86

DAFTAR REFERENSI 88LAMPIRAN 91

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 10: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

1

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia

sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia

hidup dan berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga

setiap saat manusia berhubungan dengan tanah. Dapat dikatakan hampir semua

kegiatan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya berhubungan dengan tanah.

Setiap orang memerlukan tanah tidak hanya pada masa hidupnya tetapi pada saat

meninggal pun manusia membutuhkan tanah guna tempat penguburannya. Hal ini

memberikan pengertian bahwa pentingnya tanah bagi kehidupan di mana

manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasai tanah.

Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena tanah

mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai capital asset.

Sebagai social asset, tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial

dikalangan masyarakat Indonesia. Sebagai capital asset, tanah telah tumbuh

sebagai benda ekonomi yang sangat penting, tidak saja sebagai bahan perniagaan

tapi juga sebagai obyek spekulasi. Disatu sisi tanah harus dipergunakan dan

dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 11: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

2

UNIVERSITAS INDONESIA

di sisi lain harus dijaga kelestariannya.1 Tanah mempunyai nilai yang sangat

penting karena mempunyai 3 komponen yang melekat, yaitu2 :

1. Tanah mempunyai manfaat bagi pemilik atau pemakainya, sumber daya

tanah mempunyai harapan di masa depan untuk menghasilkan pendapatan

dan kepuasan serta mempunyai produksi dan jasa.

2. Komponen penting kedua adalah kurangnya supply, maksudnya di satu

pihak tanah berharga sangat tinggi karena permintaannya, tetapi di lain

pihak jumlah tanah tidak sesuai dengan penawarannya.

3. Komponen ketiga adalah tanah mempunyai nilai ekonomis, suatu barang

(dalam hal ini adalah tanah) harus layak untuk dimiliki dan ditransfer.

Menyadari pentingnya tanah bagi manusia sebagai individu maupun

negara sebagai organisasi masyarakat yang tertinggi, para pendiri bangsa telah

menuangkannya dalam konstitusi tertinggi bangsa Indonesia yaitu pasal 33 ayat

(3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Sebagai tindak lanjut dari Pasal 33

ayat 93) Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan bumi dan tanah,

maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan

UUPA. Tujuan pokok dari UUPA adalah3:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang

merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan

bagi negara dan rakyat, terutama rakyat dalam rangka masyarakat adil dan

makmur

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan

dalam hukum pertanahan.

1 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang:Bayumedia,2007), hal. 1.

2 Bambang Tri Cahyo, Ekonomi Pertanahan, cet 1, ( Yogjakarta: Liberty, 1983), hal. 16.3 Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, cet.1, (Jakarta: CV Rafi Maju Mandiri, 2012),

hal. 27-28

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 12: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

3

UNIVERSITAS INDONESIA

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai

hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Penguasaan tanah diupayakan semaksimal mungkin untuk dapat

meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Berbagai upaya dilakukan oleh

manusia untuk dapat menguasai tanah dan tentunya mempertahankan juga dari

pihak lain, karena itu penguasaan tanah harus dilandasi atas hak yang sah dan

oleh karena itu dibutuhkan suatu status hukum. Kepastian hukum dari tanah

tersebut serta kepemilikan secara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19

UUPA ayat 1 yaitu bahwa4:

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftarantanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuanyang diatur dengan Peraturan Pemerintah. “

Pendaftaran hak dan pendaftaran peralihan hak atas tanah ini sebagaimana

diatur dalam Pasal 19 ayat 2 sub b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. (selanjutnya disebut UUPA), merupakan

sebagian dari tugas dan wewenang Pemerintah di bidang pendaftaran tanah. Di

bidang ini, pendaftaran Hak dan pendaftaran peralihan hak dapat dibedakan 2

tugas, yaitu5:

1. Pendaftaran Hak atas Tanah, adalah pendaftaran hak untuk pertama

kalinya atau pembukuan suatu hak atas tanah dalam daftar buku tanah.

2. Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah.

Fungsi pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum dan

menurut Pasal 3, Peraturan Pemerintah nomor: 24 tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah , tujuan diadakan pendaftaran tanah adalah6 :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah,satuan rumah susun dan hak-

4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA danPelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 555.

5 Ibid., hal 3

6 Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaTentang Pendaftaran Tanah, UUNo. 24 tahun 1997, LN. No. 59, TLN. No. 3696

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 13: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

4

UNIVERSITAS INDONESIA

hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan

dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat

memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan

hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun

yang sudah terdaftar.

3. Untuk tertib administrasi pertanahan.

Pendaftaran peralihan hak atas tanah, dilaksanakan oleh PPAT

(selanjutnya disebut PPAT), hal tersebut sesuai dengan ketentuan tentang

Peraturan Jabatan PPAT yakni Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun1998

tentang Peraturan Jabatan PPAT, yang pada Pasal 2 menyatakan7 :

1. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran

tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi

pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh

perbuatan hukum itu.

2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai

berikut:

a. jual beli;

b. tukar menukar;

c. hibah;

d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

e. pembagian hak bersama;

f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik

g. pemberian Hak Tanggungan;

h. pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

PPAT diangkat oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan

Nasional dengan tugas dan kewenangan tertentu dalam rangka melayani

7 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat AktaTanah, PP No. 37 tahun 1998, LN. No 52, ps.2.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 14: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

5

UNIVERSITAS INDONESIA

kebutuhan masyarakat akan akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan

hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping untuk kepastian hukum bagi status tanah tersebut, pendaftaran tanah

juga untuk melindungi para pemegang hak atas tanah agar kepemilikan haknya

tidak terganggu oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap tanahnya.Untuk

itu ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, bahwa : “Pendaftaran tanah

dalam Pasal ini meliputi : c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat.” 8

Alat pembuktian diberikan berupa sertipikat sebagaimana disebutkan pada

Pasal 1 point 20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997,

yaitu9 :

“Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalamPasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaantanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yangmasing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.”

Dalam perkembangan pendaftaran tanah di Indonesia, kedudukan PPAT

sebagai pejabat umum dikukuhkan melalui berbagai peraturan perundang-

undangan yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas

tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengertian PPAT

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (4) adalah: “Pejabat umum yang

diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta

pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan hak

tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah,

Pasal 1 angka 24 menyatakan bahwa PPAT adalah: “Pejabat umum yang

diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tersebut”.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

PPAT, secara khusus diatur dalam Pasal 1 butir 1, yang berbunyi:

8 Ibid., hal 5589 BPN, Pendaftaran Tanah di Indonesia,( Jakarta: Koperasi Bumi Bhakti BPN, 1998),

hal.5.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 15: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

6

UNIVERSITAS INDONESIA

“Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi

wewenang untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum

tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun”.

Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka

pemeliharaan pendaftaran tanah di Indonesia. PPAT sudah dikenal sejak

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran

Tanah, yang merupakan peraturan tanah sebagai pelaksana UUPA. Untuk

menjamin hukum atas terjadinya suatu perbuatan hukum peralihan dan

pembebanan oleh para pihak atas tanah harus dibuat dengan bukti yang sempurna

yaitu harus dibuat dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan

pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Hal ini dimaksud untuk menjamin

hak dan kewajiban serta akibat hukum atas perbuatan hukum atas tanah oleh para

pihak.

Dalam pembuatan akta, PPAT diharuskan untuk menggunakan blanko

akta PPAT seperti yang diatur oleh Kepala Badan Pertahanan Nasional melalui

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3/1997 yang menyatakan

bahwa akta-akta PPAT harus dibuat dengan menggunakan blangko akta PPAT

yang disediakan (dicetak) oleh Badan Pertanahan Nasional atau instansi lain yang

ditunjuk. Hal ini berarti bahwa tanpa blangko akta PPAT yang dicetak, PPAT

tidak boleh menjalankan jabatannya dalam membuat akta-akta PPAT.

Selanjutnya, PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

akta otentik sejauh pembuatan akta tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum

lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan PPAT, bukan saja

karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena

dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan

kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi

pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan

penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam

berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pensertipikatan tanah,

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 16: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

7

UNIVERSITAS INDONESIA

kegiatan sosial, dan lain-lain kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta

otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian

hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional,

regional maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak

dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat

dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari,

dalam proses penyelesaian sengketa tersebut akta otentik akan merupakan alat

bukti tertulis yang kuat dan memberikan sumbangan nyata bagi penyelesaian

perkara secara murah dan cepat.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan

apa yang diberitahukan para pihak kepada PPAT. Namun PPAT mempunyai

kewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam Akta PPAT

sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yakni

dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta PPAT, serta

memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan

perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan

demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau

tidak menyetujui isi Akta PPAT yang akan ditandatanganinya.

Tugas dari PPAT adalah membuat akta dari perjanjian-perjanjian yang

bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas

tanah, menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak atas tanah

sebagai jaminan. Bila dilihat dari tugas PPAT tersebut, nampak bahwa tugas

PPAT adalah pembuatan akta dalam kaitannya dengan kepastian dan

perlindungan hukum terhadap pensertipikatan atas tanah hak milik. Misalnya

dalam kasus jual beli tanah, perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan

hak atas tanah atau memberikan sesuatu hak baru atas tanah, harus dilakukan

dihadapan PPAT.

Selanjutnya, akta PPAT adalah akta otentik dan sebagai sebuah akta

otentik terdapat persyaratan ketat dalam hal prosedur pembuatan, bentuk dan

formalitas yang harus dilakukan sehingga akta tersebut berhak disebut sebagai

akta otentik. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 1868 KUHPerdata : ”Suatu akta

otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 17: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

8

UNIVERSITAS INDONESIA

undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat

akta itu dibuat”. Jadi syarat otentisitas suatu akta yaitu :

1. dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang

2. oleh atau dihadapan Pejabat Umum

3. pejabat tersebut harus berwenang di tempat di mana akta tersebut dibuat.

Mengenai jenis dan bentuk akta PPAT, pelaksanaan dan prosedur

pembuatannya, diatur oleh Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 mengenai Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pada

Pasal 95 sampai dengan Pasal 102.

Selain itu, Tata cara dan formalitas pembuatan akta otentik adalah

merupakan ketentuan hukum yang memaksa, artinya tata cara dan prosedur

pembuatan itu harus diikuti dengan setepat-tepatnya tanpa boleh menyimpang

sedikitpun. Penyimpangan dari tata cara dan prosedur pembuatan akta otentik

akan membawa akibat hukum kepada kekuatan pembuktian akta itu. Meskipun

peralihan hak atas tanah tersebut sudah dilaksanakan melalui akta PPAT, tetap

terbuka kemungkinan akan dapat menimbulkan sengketa pertanahan. Hal ini baik

yang disebabkan oleh adanya pihak ketiga yang merasa mempunyai hak atau

yang disebabkan oleh adanya kesalahan pada PPAT yang membuat aktanya atau

adanya cacat hukum pada aktanya baik yang disebabkan oleh karena adanya

penyimpangan atau kesalahan pada pembuatan aktanya ataupun karena adanya

kesalahan pada prosedur penandatanganan aktanya.

Dalam menjalankan jabatannya, PPAT harus memegang teguh pada kode

etik akan tetapi saat ini seringkali dalam prakteknya PPAT membuat akta jual

beli yang dilakukan dihadapan PPAT tetapi tidak sesuai dengan tata cara menurut

ketentuan peraturan yang berlaku, sehingga hal tersebut akan menimbulkan

kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Contoh-contoh pelanggaran yang

sering terjadi dalam praktek pembuatan akta PPAT adalah:

1. Akta jual beli tidak dibacakan oleh PPAT secara rinci namun hanya

menerangkan isi akta secara garis besar.

2. Menandatangani akta jual beli sebelum dilakukan cek bersih sertifikat dan

hanya melakukan cek lisan.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 18: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

9

UNIVERSITAS INDONESIA

3. Penandatanganan terhadap akta jual beli dilakukan oleh para pihak tidak

secara bersamaan.

4. Saksi-saksi tidak pernah terlibat secara langsung dalam suatu proses

penandatanganan akta.

5. Menerima pekerjaan dari rekan sejawat, akan tetapi terhadap akta yang

akan dibuat telah ditandatangani sebelumnya oleh para pihak.

6. Akta jual beli ditandatangani sebelum ada pembayaran BPHTB dan PPh

sehinggal akta jual beli belum bisa diberi tanggal dan nomor.

7. PPAT tidak mau memberikan penjelasan terhadap pasal-pasal tertentu

yang ditanyakan oleh penghadap

8. Dan lain-lain

Hal-hal seperti inilah yang harus dihindari oleh seorang PPAT karena

menyangkut kode etik dan tanggung jawab moral PPAT itu sendiri sebagai

pejabat umum.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, Akta PPAT merupakan salah satu

sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka wajib dibuat

sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran

pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT

bertanggungjawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum

yang bersangkutan, antara lain adalah melakukan pengecekan/pemeriksaan

keabsahan sertipikan dan catatan lain pada kantor pertanahan setempat10.

Sebagai akta otentik akta PPAT haruslah memenuhi tata cara pembuatan

akta PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang dan peraturan-

peraturan lainnya. Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan

akta PPAT dapat membuat suatu akta batal demi hukum, terdegradasikan menjadi

akta di bawah tangan yang akan mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak

dalam akta tersebut. Dari uraian di atas, penulis tertarik dan bermaksud untuk

mengkaji dan memahami lebih dalam mengenai tata cara dan prosedur

pembuatan akta yand dibuat oleh PPAT terlebih dalam pembuatan Akta Jual Beli

Tanah Bersertipikat dan penulis untuk menyusun tesis ini akan melakukan analisa

mengenai tata cara dan prosedur pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertipikat

10 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 507

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 19: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

10

UNIVERSITAS INDONESIA

yang dilakukan oleh PPAT TH untuk para penghadap Tuan FX selaku penjual

dan Tuan FA selaku pembeli untuk sebidang tanah Hak Guna Bangunan di

daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan .

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tesis ini penulis memberi judul

Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT Yang Tidak Sesuai Dengan Prosedur

(Studi Kasus Jual Beli Tanah Tanggal 14 Maret 2012 nomor 07/2012 Yang

Dibuat Di Hadapan PPAT TH Dengan Wilaya Kerja Di Kotamadya Jakarta

Selatan).

1.2. POKOK PERMASALAHAN

Adapun Pokok Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan peralihan hak atas tanah oleh PPAT

menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24

tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor

37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah?

2. Bagaimanakah proses peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli yang

dilakukan oleh Tuan TH selaku PPAT?

3. Bagaimanakah akibat hukum terhadap akta yang dibuat tidak sesuai dengan

prosedur baik terhadap PPAT maupun akta yang dibuatnya ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pembuatan akta jual

beli oleh PPAT yang dibuat berdasarkan pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku seperti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan peraturan lain yang

bersangkutan dalam prosedur pembuatan suatu akta PPAT.

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui akibat hukum baik

terhadap PPAT maupun Akta PPAT yang dibuatnya dengan mengenyampingkan

prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 20: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

11

UNIVERSITAS INDONESIA

1.4. METODE PENELITIAN

Dalam rangka penulisan tesis harus diperhatikan bahwa tesis merupakan

karya ilmiah yang harus disusun secara tegas, jelas, dan sistematis berdasarkan

fakta-fakta yang dapat dipercaya kebenarannya dan data-data yang diperoleh,

sehingga sebelum memulai suatu penulisan diperlukan adanya penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan jawaban dari permasalahan

yang diajukan dan untuk mencapai tujuan tersebut maka penulis memilih metode

Penelitian ini bersifat deskritif analitis dimana penulis bermaksud untuk

memberikan gambaran mengenai suatu keadaan berdasarkan analisa-analisa yang

dilakukan oleh penulis.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian

yang menitikberatkan pada penelitian data-data sekunder berupa norma hukum

tertulis. Penulis menggunakan metode ini karena untuk mengetahui mengenai

suatu permasalahan hukum, maka harus menggunakan analisa yang didasari

dengan norma-norma hukum yang berlaku dengan memperhatikan sumber-

sumber hukum yang berlaku juga. Selanjutnya, dilakukan juga analisis mengenai

tata cara PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli atas tanah.

Dalam rangka menganalisa masalah yang penulis kemukakan, diperlukan

data yang akurat dan mutakhir oleh karenanya digunakan teknik pengumpulan

data melalui Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder

melalui berbagai literatur baik Peraturan perundang undangan, buku-buku, media

cetak, atau pelaporan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Penelitian

kepustakaan tersebut diperlukan untuk mempertajam konsep dan teori yang

berguna untuk menganalisa permasalahan secara mendalam yang meliputi11:

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri

dari peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan ini peneliti

menggunakan :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. cet ke-3. (Jakarta: UI Press, 1986),

hal. 29.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 21: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

12

UNIVERSITAS INDONESIA

b) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Tentang Undang-

Undang Pokok Agraria

c) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah

d) Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 mengenai

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

e) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang

Peraturan Jabatan PPAT

f) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 Tentang Peraturan

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

g) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah Dan Retribusi Daerah

2. Bahan hukum sekunder, misalnya buku-buku, hasil penelitian,

hasil karya dari kalangan hukum, artikel dari surat kabar dan

internet.

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer

dan sekunder seperti kamus hukum.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif

yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara deskritif analitis mengenai

prosedur pelaksanaan pembuatan akta PPAT yang berkaitan dengan jual beli

tanah. Analisis yang digunakan sesuai dengan tipe dan sifat pembuatan dari

penelitian adalah dengan jalan melakukan penelaahan terhadap bahan-bahan dari

data sekunder yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Tentang Undang-Undang

Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang

Peraturan Jabatan PPAT. Data tersebut kemudian akan diinventarisasi,

diklasifikasi, diolah dan dianalisis sehingga diperoleh kesimpulan-kesimpulan

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 22: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

13

UNIVERSITAS INDONESIA

pengolahan data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan menjabarkan semua

data yang diperoleh dalam kata-kata sehingga merupakan susunan kalimat yang

mudah dimengerti.

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan latar belakang pemilihan judul serta pokok

permasalahannya serta metode penelitian yang digunakan.

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH

Menguraikan pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual

Beli, pengertian jual beli tanah sebelum dan sesudah UUPA,

syarat-syarat jual beli tanah, pengertian PPAT, tugas dan

wewenang PPAT, wilayah kerja PPAT, Kode Etik PPAT, Akta

PPAT serta prosedur pembuatan Akta yang harus dilakukan oleh

PPAT dalam jual beli tanah menurut Peraturan Pemerintah nomor

24 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998.

Selanjutnya penulis akan membahas kasus Akta Jual Beli dengan

menguraikan dan menjelaskan proses pelaksanaan pembuatan akta

yang dilakukan oleh Tuan TH selaku PPAT di dalam kasus

pembuatan Akta Jual Beli tanggal 14 Maret 2012 Nomor 07/2012.

BAB III PENUTUP

Menguraikan kesimpulan dari penelitian berdasarkan analisa hasil

penelitian penulis.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 23: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

14

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II

PROSEDUR PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH

2.1 Pengertian Hak Atas Tanah

Kata “tanah” dalam tata bahasa dapat dipakai dalam berbagai arti. Maka

dalam penggunaannya perlu diberi batasan agar diketahui dalam arti apa istilah

tersebut digunakan. Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti

yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA.

Dalam Pasal 4 UUPA dinyatakan, bahwa12:

Atas dasar hak menguasai dari Negara yang dimaksud dalam Pasal 2ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebuttanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baiksendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badanhukum.

Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah

permukaan bumi (ayat 1). Sedang hak atas tanah adalah hak atas sebagian

tertentu permukaan bumi yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang

dan lebar.

Dalam Pasal 2 UUPA, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh

negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari negara

tersebut memberi wewenang untuk:

a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

12 Indonesia, Undang Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-PokokAgraria, UU No.5tahun 1960, LN. No. 104, TLN. No. 2043, ps. 4

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 24: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

15

UNIVERSITAS INDONESIA

b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan

ruang angkasa.

Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang

disediakan oleh UUPA adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya

dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna jika

penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk

keperluan apapun tidak bisa tidak pasti diperlukan juga penggunaan sebagian

tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA dinyatakan bahwa13:

Hak-hak atas tanah bukan hanya memberi wewenang untukmempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang bersangkutan,yang disebut “tanah” tetapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya danair serta ruang yang ada di atasnya.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, maka hak-hak atas tanah

bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu

permukaan bumi yang bersangkutan, yang disebut “tanah”, tetapi juga tubuh

bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya. Sehingga

dengan demikian maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu adalah tanahnya,

dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi tetapi wewenang menggunakan

yang bersumber pada hak tersebut diperluas hingga meliputi juga penggunaan

sebagian tubuh bumi yang ada dibawah tanah dan air serta ruang yang ada

diatasnya.14

Tubuh bumi dan air serta ruang yang dimaksud itu bukan kepunyaan

pemegang hak atas tanah yang bersangkutan melainkan ia hanya diperbolehkan

menggunakannya dengan batasan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat 2

UUPA bahwa “Sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung

13 Ibid. ps. 4 ayat 2

14 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 18.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 25: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

16

UNIVERSITAS INDONESIA

berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut undang-

undang ini (yaitu UUPA) dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Sedalam

berapa tubuh bumi itu boleh digunakan dan setinggi berapa ruang yang ada

diatasnya boleh digunakan,ditentukan oleh tujuan penggunaanya, dalam batas-

batas kewajaran, perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri,

kemampuan pemegang haknya serta ketentuan peraturan perundang-undangan

yang bersangkutan.15

Hak-hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk

mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.16 Dengan

diberikannya hak atas tanah tersebut, maka antara orang atau badan hukum itu

telah terjalin suatu hubungan hukum dengan tanah yang bersangkutan.

Adanya hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh

yang mempunyai hak itu terhadap tanah dengan pihak lain seperti jual beli, tukar

menukar, hibah, dan lain sebagainya.

Seeorang atau badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah, oleh

UUPA dibebani kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara

aktif serta wajib pula untuk memelihara, termasuk menambah kesuburan dan

mencegah kerusakan tanah tersebut.

UUPA menghendaki supaya hak atas tanah yang dipunyai oleh seseorang

atau badan hukum tidak boleh dipergunakan semata-mata untuk kepentingan

pribadi dengan sewenang-wenang tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat

ataupun dengan menelantarkan tanah tersebut sehingga tidak ada manfaatnya.

Dalam Pasal 16 UUPA telah menentukan beberapa macam hak-hak atas

tanah yaitu17:

a) hak milik

b) hak guna usaha

c) hak guna bangunan

d) hak pakai

15 Boedi Harsono, Op. cit., hal. 1916 Effendi Perangin, 401 Pertanyaan dan Jawaban tentang Hukum Agraria, (Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 1994 ), hal. 10

17 Indonesia, UUPA, Op.Cit., ps. 16

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 26: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

17

UNIVERSITAS INDONESIA

e) hak sewa

f) hak membuka tanah

g) hak memungut hasil hutan

h) dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut yang akan

ditetapkan dengan undang-undang.

a) Hak Milik

Diatur dalam Pasal 20-27 UUPA. Pengertian hak milik adalah hak turun

temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan

mengingat ketentuan dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa semua hak atas

tanah mempunyai fungsi sosial.

Yang boleh mempunyai hak milik adalah:

1) hanya warga negara Indonesia

2) oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai

hak milik dan syarat-syaratnya

3) orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak

milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena

perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang kehilangan

kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu

satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau lampau hak milik itu tidak

dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh

kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang

membebaninya tetap berlangsung

4) selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai

kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak

milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal ini.

b) Hak Guna Usaha

Diatur dalam Pasal 28-34 UUPA. Pengertian hak guna usaha adalah hak

untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka

waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29 UUPA, guna perusahaan pertanian,

perikanan atau peternakan.

Yang dapat memiliki hak guna usaha adalah:

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 27: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

18

UNIVERSITAS INDONESIA

1) Warga negara Indonesia

2) Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

c) Hak Guna Bangunan

Diatur dalam Pasal 35-40 UUPA. Pengertian hak guna bangunan adalah

hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang

bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Yang dapat memiliki hak guna bangunan adalah:

1) Warga negara Indonesia

2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

d) Hak Pakai

Diatur dalam Pasal 41-43 UUPA. Pengertian hak pakai adalah hak untuk

menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh

negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan

perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal

tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.

Yang dapat memiliki hak pakai adalah:

1) Warga negara Indonesia

2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

e) Hak Sewa

Diatur dalam Pasal 44-45 UUPA. Seseorang atau badan hukum

mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik

orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar sewa kepada

pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

Yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah:

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 28: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

19

UNIVERSITAS INDONESIA

1) Warga negara Indonesia

2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

f) Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan

Diatur dalam Pasal 46 UUPA. Hak membuka tanah dan memungut hasil

hutan ini hanya dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia dan diatur dengan

Peraturan Pemerintah. Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara

sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu..

2.1.1. Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum memindahkan

suatu hak atas tanah yang dimilikinya kepada orang lain. Menurut John

Salindeho, pengertian peralihan hak atas tanah dengan pemindahan hak atas tanah

adalah sama, ia berpendapat bahwa peralihan hak atas tanah atau pemindahan hak

atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan atau

mengalihkan hak atas tanah dari yang mengalihkan kepada yang menerima

pengalihan.18

Menurut Effendi Perangin-Angin, pemindahan hak atas tanah

menyebabkan hak atas tanah beralih dari seseorang kepada orang lain. Jadi

pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan

tujuan agar hak atas tanah berpindah dari yang mengalihkan kepada yang

menerima pengalihan, dimana perbuatan hukum yang dimaksud adalah jual beli,

tukar menukar, hibah, atau dengan pemberian dengan wasiat.19

18 John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta: Grafija, 1993),hal.37.

19 Effendi Perangin-Angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari PandanganPraktisi Hukum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa, 1986), hal. 1

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 29: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

20

UNIVERSITAS INDONESIA

Sebagaimana dimaksud menurut Pasal 26 UUPA dan Pasal 37 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, peralihan hak atas tanah dengan cara

pemindahan hak dapat terjadi karena beberapa perbuatan hukum, yaitu :

a. Jual beli

Jual beli tanah diartikan sebagai suatu perbuatan yang merupakan

penyerahan hak milik dari penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya dan

pembeli berkewajiban memberikan uang harga yang telah disepakati oleh

penjual.

Penyerahan hak yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli tersebut

mengakibatkan terjadinya peralihan hak milik atas tanah dari penjual kepada

pembeli sebagai pemilik hak baru; supaya perbuatan jual beli tersebut

memperoleh bukti yang kuat menurut hukum maka penjual dan pembeli harus

datang kepada PPAT untuk membuat akta jual belinya, karena hanya PPAT yang

berhak untuk membuat akta jual beli tanah, sedangkan mengenai permohonan

balik nama sertipikat berdasarkan Akta Jual Beli harus dilaksanakan paling

lambat tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya Akta Jual Beli tersebut

b. Tukar menukar

Tukar menukar tanah bukan diartikan sebagai perjanjian, tetapi suatu

perbuatan hukum yang berupa peralihan hak milik atas tanah yang bersangkutan

kepada pihak yang menukarnya. Tukar menukar tanah ini juga harus dilakukan

dengan akta PPAT. Peralihan hak atas tanah disini terjadi karena ditukarnya

tanah kepunyaan seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain.

c. Hibah

Hibah tanah seperti halnya jual beli dan tukar menukar, merupakan

perbuatan hukum yang menyebabkan beralihnya hak milik atas tanah yang

bersangkutan kepada yang menerima hibah. Beda hibah dengan jual beli adalah

bahwa dalam hibah pemilik tidak menerima imbalan sebagai ganti dari tanah

yang dihibahkannya tersebut, dan hibah ini juga harus dibuktikan dengan akta

PPAT.

d. Pemberian dengan wasiat

Pemberian dengan wasiat ini dilakukan pada saat pemiliknya masih

hidup, tetapi haknya baru beralih setelah ia meninggal dunia. Selama ia masih

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 30: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

21

UNIVERSITAS INDONESIA

hidup, maka apa yang diwasiatkan tersebut masih dapat diubah atau ditarik

kembali.

e. Pemasukan Dalam Perusahaan/Inbreng

Dalam hal ini pihak yang memasukan tanah kedalam perusahaan akan

mendapat imbalan berupa saham dalam perusahaan bersangkutan.

Selanjutnya, peralihan hak atas tanah tanah juga dapat terjadi karena

peristiwa hukum; misalnya pewarisan, karena hukum pula segala harta kekayaan

seseorang beralih menjadi harta warisan sejak saat orang tersebut meninggal

dunia. Karena itu beralihnya hak milik atas tanah apabila kita lihat dari segi

hukum dapat terjadi karena suatu tindakan hukum (antara lain perbuatan hukum)

atau peristiwa hukum dan bukan karena perbuatan hukum.

Selanjutnya, peralihan Hak atas Tanah itu berkaitan erat dengan kegiatan

pendaftaran tanah yaitu termasuk kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah

yang mewajibkan kepada pemegang haknya untuk mendaftarkan haknya kepada

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam daftar Buku

Tanah.

Pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dibagi

menjadi dua kegiatan, yaitu Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

(Opzet atau Initial Registration) dan Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran

tanah (Bijhouding atau Maintenance). Yang dimaksud dengan pendaftaran untuk

pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek

pendaftaran tanah yang belum didaftar yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data

fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti

haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak-hak tertentu

yang membebaninya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997,

sedangkan dengan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan

pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 31: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

22

UNIVERSITAS INDONESIA

pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat

dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.20

Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan

pada data fisik dan/ data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.

Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan fisik dan atau/

data yuridis kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat. Perubahan

data yuridis yang dimaksud dapat berupa21 :

a) Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam

perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya;

b) Peralihan hak karena pewarisan;

c) Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau

koperasi;

d) Pembebanan Hak Tanggungan;

e) Peralihan Hak Tanggungan;

f) Hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik atas Satuan

Rumah Susun, dan Hak Tanggungan;

g) Pembagian hak bersama;

h) Perubahan dan pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau

penetapan Ketua Pengadilan;

i) Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama;

j) Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.

Sedangkan perubahan data fisik dapat berupa ;

a) Pemecahan bidang tanah;

b) Pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah;

c) Penggabungan dua atau lebih bidang tanah.

Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peralihan hak atas

tanah adalah termasuk dalam kegiatan pemeliharaan data dalam pendaftaran

tanah.

20 Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentangPendaftaran Tanah, Lembaran Negara Tahun 1997, Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3696, Pasal 1 angka 12.

21 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cetakan ke-2. (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 309-310.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 32: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

23

UNIVERSITAS INDONESIA

2.1.2 Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa salah satu peralihan hak

atas tanah dapat melalui jual beli. Sebelum penulis membahas mengenai

peralihan hak atas tanah melalui jual beli, maka penulis akan menjelaskan

mengenai pengertian jual beli menurut KUHPerdata, jual beli menurut hukum

adat dan jual beli menurut Undang-Undang Pokok Agraria.

Pengertian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah “suatu

persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan”. Dengan kata lain jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian

yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang

dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh

penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.22

Dengan demikian perkataan jual beli ini menunjukkan bahwa dari satu

pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak lain dinamakan

membeli, jadi dalam hal ini terdapat dua pihak yaitu penjual dan pembeli yang

bertimbal balik.23

Jual-beli tersebut dianggap telah terjadi apabila antara kedua belah pihak

telah terjadi kesepakatan mengenai benda tersebut dan harganya, walaupun

kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Untuk

pemindahan hak itu masih diperlukan suatu perbuatan hukum lain, berupa

penyerahan yang caranya ditetapkan dengan suatu peraturan lain lagi.

Penyerahan hak itu dalam istilah hukumnya biasa disebut Juridische

Levering (penyerahan menurut hukum), yang harus dilakukan dengan akta

dimuka dan oleh Pejabat Balik Nama berdasarkan ordonansi Balik Nama stbld

No.27 Tahun 1834.24

22 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003), hal. 7.23 Subekti, Aneka Perjanjian, cet. 10,( Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 1.24 K.Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977), hal. 31.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 33: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

24

UNIVERSITAS INDONESIA

Untuk terjadinya perjanjian jual beli ini, cukup jika kedua belah pihak

sudah mencapai persetujuan tentang barang dan harga. Si penjual mempunyai dua

kewajiban pokok, yaitu :

a. Pertama menyerahkan barangnya serta menjamin si pembeli dapat

memiliki barang itu dengan tentram.

b. Kedua bertanggung jawab terhadap cacat-cacat yang tersembunyi.

Kewajiban si pembeli membayar harga dan di tempat yang telah

ditentukan. Barang harus diserahkan pada waktu perjanjian jual beli

ditutup dan di tempat barang itu berada.

Menurut Undang-Undang sejalan saat ditutupnya perjanjian, risiko

mengenai barangnya sudah beralih kepada si pembeli, artinya jika barang itu

rusak hingga tidak dapat diserahkan kepada pembeli, maka orang ini harus tetap

membayar harganya. Sampai pada waktu penyerahannya itu si penjual harus

merawatnya dengan baik. Jika si penjual melalaikan kewajibannya, misalnya

pada waktu yang telah ditentukan belum menyerahkan barangnya, maka mulai

saat itu ia memikul risiko terhadap barang itu dan dapat dituntut untuk

memberikan pembayaran kerugian atau pembeli dapat menuntut pembatalan

perjanjian.

Sebaliknya, jika si pembeli tidak membayar harga barang pada waktu

yang ditentukan, si penjual dapat menuntut pembayaran itu yang jika ada alasan

dapat disertai dengan tuntutan kerugian ataupun ia dapat menuntut pembatalan

perjanjian dengan pemberian kerugian; juga barang yang belum dibayar itu dapat

diminta kembali.

Jual beli yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini

bersifat obligatoir, yang artinya bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan hak

dan kewajiban timbal balik antara kedua belah pihak penjual dan pembeli, yaitu

meletakkan kepada penjual kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas

barangyang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk mendapat

pembayaran harga yang telah disetujui dan disisi lain meletakkan kewajiban

kepada pembeli untuk membayar harga barang, sesuai imbalan haknya untuk

menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. Atau dengan

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 34: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

25

UNIVERSITAS INDONESIA

perkataan lain, bahwa jual beli yang dianut Hukum Perdata jual beli belum

memindahkan hak milik.25

Sedangkan pengertian jual beli tanah menurut hukum adat adalah suatu

perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya

kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga

(walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada penjual. Sejak itu hak atas tanah

telah beralih dari penjual kepada pembeli. Dari sini dapat disimpulkan pembeli

telah mendapat hak milik atas tanah, sejak saat, terjadi jual beli. Jadi jual beli

menurut hukum adat adalah suatu perbuatan pemindahan hak antara penjual

kepada pembeli.

Dalam hal jual beli yang pembayarannya belum lunas (baru dibayar

sebagian), sisa harganya itu merupakan hutang pembeli kepada penjual, jika

pembeli tidak membayarnya, penjual dapat menuntut berdasarkan hutang piutang

dan tidak mempengaruhi jual beli yang dianggap telah selesai itu, maka biasa

dikatakan bahwa jual beli menurut hukum adat itu bersifat "tunai" (kontan) dan

"nyata" (konkrit).

Selanjutnya suatu jual beli dalam hukum adat dilakukan di muka Kepala

Adat (Desa). Kepala Adat (Desa) ini, bertindak sebagai penjamin tidak adanya

suatu pelanggaran, hukum dalam jual beli itu, jadi bukan sekedar sebagai saksi

saja. Sehingga jual beli itu bisa dianggap "terang" dan masyarakat mengakui

sahnya.

Jadi jual beli tanah menurut hukum adat adalah perbuatan hukum dimana

pihak penjual menyerahkan tanahnya kepada pembeli untuk selama-lamanya

pada saat pembeli membayar harga tanah tersebut kepada penjual (walaupun

separuh dari harga yang telah ditentukan). Jual beli menurut hukum adat

dilakukan dimuka kepala adat yang bertindak sebagai saksi dan menjamin jual

beli sah.26

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bangsa

Indonesia telah mempunyai hukum agraria yang bersifat nasional. Undang-

25 Sodaryo Soimin, Status Tanah dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika,1994),hal.94-95

26 Bachtiar Effendi, Kumpulan tulisan tentang hukum tanah, (Bandung: Alumni, 1982),hal.30.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 35: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

26

UNIVERSITAS INDONESIA

Undang tersebut lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA). Dalam Pasal 5 UUPA disebutkan :

“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialahhukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasionaldan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialismeIndonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalamundang-undang ini dan dengan peraturan-peraturan perundangan lainnya,segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar hukumagama.”

Berdasarkan pasal tersebut di atas dengan tegas dinyatakan bahwa hukum

agraria yang baru didasarkan atas hukum adat yang disesuaikan dengan asas-asas

yang ada dalam UUPA, karena dalam UUPA menganut sistem dan asas hukum

adat maka perbuatan jual beli tersebut adalah merupakan jual beli yang riil yang

tunai.

Akan tetapi pelaksanaan dari jual beli itu sendiri sudah tidak lagi

dihadapan Kepala Desa karena setiap peralihan hak atas tanah harus dilakukan

dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria seperti dalam Pasal 37

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi :

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melaluijual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan danperbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahan hakmelalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yangdibuat oleh PPAT yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan.”

Dibuatnya akta jual beli tanah dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh

Menteri Agraria tersebut, maka jual beli itu selesai, dan selanjutnya peralihan hak

atas tanah itu oleh pembeli didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Pendaftaran

peralihan hak atas-tanah tersebut untuk menjamin kepastian hukum. Hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UUPA yang menyebutkan :

a. Hak atas tanah demikian pula setiap peralihan hapusnya dan

pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut

ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

b. Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang

kuat hak atas tanah serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut

mengenai hapusnya.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 36: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

27

UNIVERSITAS INDONESIA

Pada dasarnya peralihan hak atas tanah melalui jual beli dapat dibedakan

dalam dua masa, yaitu masa sebelum berlakunya UUPA dan masa setelah

berlakunya UUPA yaitu:

1. Jual Beli Tanah Sebelum Berlakunya UUPA

Sebelum berlakunya UUPA, terdapat dualisme dan pluralisme

maksudnya, berlaku hukum tanah barat, hukum tanah adat, hukum tanah antar

golongan yakni hukum tanah yang memberikan pengaturan atau pedoman dalam

menyelesaikan masalah-masalah hukum antar golongan yang mengenai tanah,

hukum tanah administratif yakni hukum tanah yang beraspek yuridis

administratif, hukum tanah swapraja yakni hukum tanah di daerah-daerah

Swapraja masih mempunyai sifat-sifat keistimewaan berhubung dengan struktur

pemerintahan dan masyarakat yang sedikit atau banyak adalah lanjutan sistem

feodal) dalam hukum tanah Indonesia27.

Pada saat itu telah dilangsungkan pendaftaran tanah yang berdasarkan

Ordonansi Balik Nama (Overschrijvings Ordonnantie) yang termuat dalam Stb.

1834 Nomor 27. Peralihan hak berdasarkan Ordonansi Balik Nama

(Overschrijvings Ordonnantie) ini dilakukan untuk tanah-tanah dengan hak barat

dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan KUHPerdata dan pendaftarannya

dilakukan berdasarkan Ordonansi Balik Nama (Overschrijvings Ordonnantie).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, menurut Pasal 1457 KHUPerdata

apa yang disebut ”jual beli tanah” adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang

mempunyai tanah, yang disebut ”penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk

menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang

disebut pembeli. Sedang pihak pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk

membayar harga yang telah disetujui.

Yang dijual belikan menurut ketentuan Hukum Barat ini adalah apa yang

disebut ”tanah-tanah hak barat”, yaitu tanah-tanah Hak Eigendom, Erfpacht,

Opstal dan lain-lain28. Biasanya jual belinya dilakukan di hadapan notaris, yang

membuat aktanya.

27 Boedi Harsono, Op.Cit., hal. 12.

28 Boedi Harsono, Op. Cit., hal. 28.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 37: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

28

UNIVERSITAS INDONESIA

Sebelum berlakunya Ordonansi Balik Nama (Overschrijvings

Ordonnantie), peralihan hak dari penjual kepada pembeli terjadi sebelum

peralihan hak itu didaftar pada dua orang saksi dari Dewan Schepen. Pendaftaran

hanya merupakan syarat bagi berlakunya sesuatu peralihan hak yang telah terjadi

terhadap pihak ketiga29.

Dengan adanya ketentuan Pasal 20 Ordonansi Balik Nama

(Overschrijvings Ordonnantie), maka jual beli tidak lagi merupakan salah satu

sebab dari peralihan hak, jual beli hanya merupakan salah satu dasar hukum (titel,

causa) dari penyerahan, sedang peralihan hak baru terjadi setelah pendaftaran

dilaksanakan30.

Hak atas tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli, jika penjual

sudah menyerahkan secara yuridis kepadanya, dalam rangka memenuhi

kewajiban hukumnya (Pasal 1459 KUHPerdata). Untuk itu wajib dilakukan

perbuatan hukum lain, yang disebut ”penyerahan yuridis” (juridische levering),

yang diatur dalam Pasal 616 dan 620 KUHPerdata. Menurut Pasal-Pasal tersebut,

penyerahan yuridis itu juga dilakukan di hadapan notaris, yang membuat aktanya,

yang disebut dalam bahasa Belanda ”transport acte” (akta transport). Akta

transport ini wajib didaftarkan pada Pejabat yang disebut ”penyimpan

hypotheek”. Dengan selesainya dilakukan pendaftaran itu hak atas tanah yang

bersangkutan berpindah kepada pembeli31.

Untuk tanah-tanah dengan hak adat, peralihan haknya dilakukan

berdasarkan hukum adat. Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu

perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang

berarti perbuatan pemindahan hak itu harus dilakukan di hadapan kepala adat,

yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya

perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh

umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran

harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena itu , maka tunai mungkin berarti

29 Mhd.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah,( Bandung:Mandar Maju, 2008), hal. 75.

30 Ibid., hal.76.31 Boedi Harsono, Op. Cit., hal.28

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 38: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

29

UNIVERSITAS INDONESIA

harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar sebagian (dianggap tunai).

Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut

atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum hutang

piutang32.

Adapun prosedur jual beli tanah itu diawali dengan kata sepakat antara

calon penjual dengan calon pembeli mengenai objek jual belinya yaitu tanah hak

milik yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui musyawarah di

antara mereka sendiri. Setelah mereka sepakat akan harga dari tanah itu, biasanya

sebagai tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjer. Pemberian panjer tidak

diartikan sebagai harus dilaksanakannya jual beli itu.

Dengan demikian panjer di sini fungsinya adalah hanya sebagai tanda

jadi akan dilaksanakannya jual beli. Dengan adanya panjer, para pihak akan

merasa mempunyai ikatan moral untuk melaksanakan jual beli tersebut. Apabila

telah ada panjer, maka akan timbul hak ingkar. Bila yang ingkar si pemberi

panjer, panjer menjadi milik penerima panjer.

Sebaliknya, bila keingkaran tersebut ada pada pihak penerima panjer,

panjer harus dikembalikan kepada pemberi panjer. Jika para pihak tidak

menggunakan hak ingkar tersebut, dapatlah diselenggarakan pelaksanaan jual beli

tanahnya, dengan calon penjual dan calon pembeli menghadap Kepala Desa

(Adat) untuk menyatakan maksud mereka itu. Inilah yang dimaksud dengan

terang.

Kemudian oleh penjual dibuat suatu akta bermaterai yang menyatakan

bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk selama-lamanya kepada

pembeli dan bahwa benar ia telah menerima harga secara penuh. Akta tersebut

turut ditandatangani oleh pembeli dan Kepala Desa (Adat). Dengan telah

ditandatanganinya akta tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai. Pembeli

kini menjadi pemegang hak atas tanahnya yang baru dan sebagai tanda buktinya

adalah surat jual beli tersebut33.

2. Jual Beli Tanah Setelah berlakunya UUPA

32 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1983), hal. 211.33 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 73.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 39: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

30

UNIVERSITAS INDONESIA

Setelah berlakunya UUPA, terjadilah unifikasi hukum tanah Indonesia

sehingga hukum yang berlaku untuk tanah adalah hukum tanah nasional dan

sudah tidak dikenal lagi tanah yang tunduk kepada KUHPerdata atau tanah hak

barat dan tanah yang tunduk kepada hukum adat atau tanah hak adat.

Berlakunya UUPA dapat menghilangkan sifat dualistis yang dulunya

terdapat dalam lapangan agraria karena Hukum Agraria yang baru itu didasarkan

pada ketentuan-ketentuan Hukum Adat dan Hukum Adat adalah hukum yang

sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia serta juga merupakan hukum rakyat

Indonesia yang asli34.

Dalam Pasal 5 UUPA terdapat pernyataan bahwa Hukum Tanah Nasional

kita adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga

hukum dan sistem hukum adat. Hukum Adat yang dimaksud tentunya Hukum

Adat yang telah di- saneer yang dihilangkan cacat-cacatnya/disempurnakan. Jadi

pengertian jual beli tanah menurut Hukum Tanah Nasional kita adalah pengertian

jual beli tanah menurut Hukum Adat.35

Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang

menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam Pasal- Pasal lainnya, tidak ada

kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian

dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk

memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar

menukar dan hibah wasiat.

Jadi, meskipun dalam Pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah

satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Apa

yang dimaksud dengan jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara

jelas, akan tetapi mengingat dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum

Tanah Nasional kita adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi,

asas-asas, lembaga hukum dan sistem hukum adat36.

34 B.F.Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia,(Jakarta: Toko Gunung Agung, 2004), hal 63.

35 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 71

36 Ibid., hal 76.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 40: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

31

UNIVERSITAS INDONESIA

Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat, merupakan perbuatan

pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti bahwa

penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat

riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah

terjadi jual beli. Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual

beli di muka Kepala Kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun

tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual37.

Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap pemindahan hak atas tanah kecuali yang

melalui lelang hanya bisa didaftarkan apabila perbuatan hukum pemindahan hak

atas tanah tersebut didasarkan pada akta PPAT.

Notaris dan PPAT sangat berperan dalam persentuhan antara perundang-

undangan dan dunia hukum, sosial dan ekonomi praktikal. Notaris adalah pejabat

umum (openbaar ambtenaar) yang bertanggung jawab untuk membuat surat

keterangan tertulis yang dimaksudkan sebagai alat bukti dari perbuatan-perbuatan

hukum38.

Dengan berlakunya UUPA, dan atas dasar Pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1961 (sekarang Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997) maka setiap perjanjian yang bermaksud mengalihkan hak atas

tanah, pemberian hak baru atas tanah, penjaminan tanah atau peminjaman uang

dengan hak atas tanah sebagai jaminan, harus dilakukan dengan suatu akta. Akta

demikian harus dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang ditunjuk khusus untuk

itu, yakni PPAT sehingga dengan demikian setelah notaris PPAT juga adalah

pejabat umum39.

Pada tahap ini peranan PPAT sebagai pencatat perbuatan hukum untuk

melakukan pembuatan akta jual beli, harus dipenuhi. Sehingga pengalihan ini

menjadi sah adanya dan dan dapat didaftarkan balik namanya. Dengan adanya

37 Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 77.

38 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia HukumPerjanjian Berlandaskan Asas‐Asas Wigati Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 2006),hal. 256.

39 Ibid., hal. 48

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 41: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

32

UNIVERSITAS INDONESIA

akta PPAT inilah nanti akan kembali diberikan status baru dari permohonan balik

nama yang dimohon oleh pihak yang menerima pengalihan haknya40.

Pembuatan akta jual beli di hadapan PPAT tersebut dilakukan bagi

keabsahan dari perjanjian-perjanjian berkenaan dengan hak atas tanah, maka

disyaratkan akta yang dibuat dengan oleh PPAT tetapi apabila tidak dilakukan di

hadapan PPAT bukan berarti mengakibatkan batalnya perjanjian tersebut karena

pembuatan akta tersebut semata-mata merupakan syarat administratif.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1961 tentang Pendaftaran Tanah secara jelas menentukan bahwa akta PPAT

hanyalah suatu alat bukti dan tidak menyebut bahwa akta itu adalah suatu syarat

mutlak tentang sah tidaknya suatu jual beli tanah41.

Adapun syarat-syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan

syarat formil42 yaitu :

a.Syarat Materiil.

Syarat materiil sangat menentukan sahnya jual beli tanah tersebut, antara

lain sebagai berikut:

1. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan. Maksudnya adalah

pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki

tanah yang dibelinya.

2. Penjual berhak untuk menjual tanah yang bersangkutan yang berhak

menjual suatu bidang tanah tentu saja pemegang hak yang sah atas tanah

tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu

orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi,

apabila pemilik tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah

itu ialah kedua orang itu bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang

bertindak sebagai penjual.43

40 Mhd.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung:Mandar Maju, 2008), hal. 121.

41 Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 79.

42 Ibid., hal. 77-79

43 Effendi Perangin-angin, Praktik Jual Beli Tanah, (Jakarta, Raja Grafindo Persada),hal 2.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 42: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

33

UNIVERSITAS INDONESIA

3. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang

dalam keadaan sengketa.

Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi dalam arti penjual bukan

merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak

memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah, atau tanah yang

diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh

diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah

yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak

semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.44

b. Syarat Formil

Setelah semua persyaratan materiil tersebut terpenuhi, maka dilakukan

jual beli dihadapan PPAT. Dalam pelaksanaan jual beli yang dibuat oleh PPAT

hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

1. Pembuatan akta tersebut harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan

jual beli atau kuasa yang sah dari penjual dan pembeli serta disaksikan

oleh 2 (dua) orang saksi-saksi yang memenuhi syarat sebagai saksi.

2. Akta dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu lembar

pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang

bersangkutan dan lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap disampaikan

kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran dan kepada

pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya .

3. Setelah akta tersebut dibuat, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak

tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib

menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang

bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan PPAT wajib

menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya

akta tersebut kepada para pihak yang bersangkutan.

44 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 43: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

34

UNIVERSITAS INDONESIA

2.2. TINJAUAN UMUM MENGENAI PEJABAT PEMBUAT AKTA

TANAH

2.2.1. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dikenal sejak berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai

peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, walaupun tidak disebutkan

secara eksplisit dengan nama PPAT, tetapi hanya disebut sebagai Pejabat. Namun

jika melihat cakupan kewangan dari pejabat yang ditentukan dalam Peraturan

Pemerintah tersebut semuanya terkait dengan perbuatan hukum mengenai tanah,

sehingga dapat ditafsirkan bahwa pejabat yang dimaksud adalah Pejabat yang

bertugas dan berwenang membuat akta tanah atas perbuatan hukum tertentu

mengenai tanah yang bersangkutan45.

Kedudukan PPAT termasuk akta-akta yang dilahirkannya, bentuk dan

blangko aktanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan

pendaftaran tanah sebagaimana sejak semula telah ditentukan dalam PP Nomor

10 Tahun 1961. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dikenal dengan istilah

“Pejabat” dengan lingkup kewenangan sebagaimana ditentukan dalam pasal 19.

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961

tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP No. 10 Tahun 1961) yang

mengatur mengenai pejabat, yaitu:

1. Pasal 19: “Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas

tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau

meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus

dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat

yang ditunjuk Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah

ini desebut sebagai Pejabat). Akta tersebut bentuknya ditetapkan oleh

Menteri.

45 Disampaikan pada Seminar Nasional Pertanahan “Undang-Undang PertanahanNasional Sebagai Sarana Untuk Menyelesaikan Permasalahan Pertanahan di Indonesia”, yangdilaksanakan oleh PP Ikatan Pejabat PPAT bekerja sama dengan Program Magister kenotariatanFakulas Hukum Universitas Jayabaya dan Majalah Infoland, bertempat di Krakatau Room, HotelMercure Ancol, Jakarta, 14 Juli, 2012.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 44: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

35

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Pasal 38: “Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 19 wajib

menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya, menurut

bentuk yang ditetapkan oleh Menteri Agraria serta wajib pula menyimpan

asli akta-akta yang dibuatnya.

Penunjukan Pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun

1961 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Agraria

Nomor 10 Tahun 1961 (TLN 2344). Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan menteri

tersebut disebutkan bahwa yang dapat diangkat sebagai Pejabat adalah:

a) Notaris;

b) Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan Departemen

Agraria yang dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang

peraturan-peraturan Pendaftaran Tanah dan peraturan-peraturan lainnya

yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah;

c) Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang

Pejabat;

d) Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang dilakukan oleh

Menteri Agraria.

Kemudian dalam perkembangannya, kedudukan PPAT sebagai pejabat

umum lebih dipertegas dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang

terbit kemudian, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Sususn, memuat

ketentuan tentang keberadaan PPAT, sebagaimana diatur dalam Pasal 10

ayat (2) yang menyatakan pemindahan hak sebagaimana ditentukan dalam

ayat (1) dilakukan dengan akta PPAT yang didaftarkan pada Kantor

Agraria Kabupaten dan Kotamadya yang bersangkutan. Penjelasan ayat

(1) tersebut menyatakan “Sebagai bukti bahwa telah dilakukan

pemindahan hak diperlukan adanya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah,

sedang untuk peralihan hak karena pewarisan tidak diperlukan akta

Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pendaftaran peralihan hak dalam pewarisan

cukup didasarkan pada surat keterangan kematian pewaris atau surat

wasiat atau surat keterangan waris yang bersangkutan, sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 45: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

36

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan Pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa PPAT/Notaris

hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan

bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas

Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah menegaskan

siapa PPAT dan bagaimana kedudukan PPAT sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 1 angka 4, yaitu: “Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu pejabat

umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas

tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa

membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.”

4. Selain dalam UU Hak Tanggungan tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor

40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak

Pakai atas Tanah, juga menyebutkan PPAT sebagai Pejabat Umum. Pasal

1 angka 5 menyebutkan PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan

kewenangan untuk membuat akta-akta tanah.

5. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah sebagai pengganti PP No. 10 Tahun 1961, juga

menyebut PPAT sebagai pejabat umum, sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 1 angka 24: “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut

PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat

akta-akta tanah tertentu.”

6. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan PPAT menegaskan kembali bahwa PPAT sebagai

pejabat umum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa

yang dimaksud dengan PPAT adalah pejabat umum yang diberikn

kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum

tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah

Susun.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 46: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

37

UNIVERSITAS INDONESIA

Keseluruhan peraturan perundang-undangan tersebut di atas secara tegas

menyatakan bahwa PPAT adalah Pejabat Umum, sehingga sama kedudukannya

dengan Notaris yang juga disebut Pejabat Umum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu; “Notaris adalah

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Penyebutan PPAT sebagai pejabat umum dengan sendirinya mempertegas

kedudukan PPAT itu sendiri. Apa yang dimaksud dengan pejabat umum dalam

UU tersebut tidak dijelaskan, Istilah pejabat umum diterjemahkan dalam istilah

“Openbare Ambtenaren” yang terdapat dalam pasal 1 Peraturan jabatan Notaris

di Indonesia (Reglement op het Notaris-Ambt in Indonesie) S.1860-3

sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara tahun 1945 Nomor

101 dan Pasal 1868 BW.

Menurut E. Uttrecht, jabatan (Ambt) adalah suatu lingkungan pekerjaan

tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna

kepentingan negara (kepentingan umum). Selanjutnya dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan “lingkungan pekerjaan tetap” ialah suatu lingkungan pekerjaan

yang sebanyak-banyaknya dapat dinyatakan dengan tepat/seakurat mungkin

(zoveel mogelijk nauwkeurig omschreven) dan yang bersifat duurzam (tidak

dapat diubah begitu saja). Oleh karena itu, maka jabatan merupakan subjek

hukum (person), sehingga kekuasaan tidak diberikan kepada seorang penjabat,

tetapi diberikan kepada jabatan (lingkungan pekerjaan). Sebagai pendukung hak

dan kewajiban, maka jabatan itu dapat menjamin kesinambungan hak dan

kewajiban, walaupun penjabatnya berganti-ganti46.

Pembentukan payung hukum secara spesifik yang mengatur tentang

Jabatan PPAT dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan PPAT jika dilihat dasar pembentukannya bersumber pada Pasal

7 ayat (3) PP N0.24 Tahun 1997, yang berinduk UUPA, bahwa: “Peraturan

Jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

46 E. Uttrecht, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Djakarta: Balai Buku Ikhtiar,1963), hal. 159

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 47: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

38

UNIVERSITAS INDONESIA

Pada konsideran menimbang huruf “b” PP No.37 tahun 1998 tersebut

secara tegas dinyatakan bahwa pertimbangan pembentukan Peraturan Pemerintah

tersebut yaitu dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah, dengan menetapkan

jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diberi kewenangan untuk membuat

alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak

Milik atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar pendaftaran.

Dengan demikian, maka pembetukan PP No.37 Tahun 1998 tersebut

adalah memberikan dasar hukum dalam rangka pelaksanaan tugas jabatan PPAT

unutk membantu sebagian kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998, yaitu:

“PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftarantanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atasSatuan Rumah Susun yang akan dijadikan sebagai dasar bagi pendaftaranperubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukumitu.”

Selanjutnya, menurut Effendi Perangin, PPAT adalah pejabat yang

berwenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud

memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah,

menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai

tanggungan47.

Sedangkan menurut Prof. Boedi Harsono, yang dimaksud dengan pejabat

umum adalah seorang yang diangkat oleh pemerintah dengan tugas dan

kewenangan memberikan pelayanan kepada umum dibidang tertentu.48

PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia. Seperti ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) PP No.

24 Tahun 1997 yaitu : “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor

Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain

yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut

peraturan pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.”

47 Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hal. 3.

48 Boedi Harsono, “PPAT Sejarah Tugas dan Kewenangan”, hal.11.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 48: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

39

UNIVERSITAS INDONESIA

Kata “dibantu” dalam Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No.24

Tahun 1997 disini tidak berarti bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan

bawahan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang dapat diperintah olehnya,

akan tetapi Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai kemandirian dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Di samping PPAT umum sebagaimana disebutkan di atas, ada pula PPAT

Sementara dan PPAT Khusus. Dalam Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa PPAT Sementara adalah

pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas

PPAT dengan membuat Akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.

Sedangkan PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang

ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat

Akta PPAT tertentu, khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas

pemerintah tertentu.

Dalam pelaksanaan administrasi pensertipikatan tanah, data pendaftaran

tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaaan

atau status sebenarnya mengenai bidang tanah yang bersangkutan, baik yang

menyangkut data fisik bidang tanah tersebut maupun hubungan hukum yang

menyangkut bidang tanah itu atau data yuridisnya. Dalam hubungan dengan

tindak lanjut terhadap pencatatan data yuridis ini, diperlukan Petugas Pembuat

Akta Tanah atau PPAT yang akan menerbitkan akta tanah. Dengan demikian,

peran PPAT sangat penting dalam hubungannya dengan maksud memudahkan

pendataan, pendaftaran, memberikan hak baru, dan/atau membebankan hak atas

tanah.

2.2.2. Syarat-Syarat Untuk Diangkat Menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah

Syarat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah berdasarkan Pasal 6

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 ; untuk dapat diangkat menjadi

PPAT harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Berkewarganegaraan Indonesia;

2. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun;

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 49: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

40

UNIVERSITAS INDONESIA

3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat

oleh instansi kepolisian setempat;

4. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

5. Sehat jasmani dan rohani;

6. Lulusan Program Pendidikan Spesialis Notariat atau Program Pendidikan

Khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi;

7. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara

Agraria/Badan Pertanahan Nasional.49

2.2.3. Tugas Pokok dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Tugas pokok dan kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 2 Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, bahwa:

1. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah

dengan membuat akta sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai

berikut:

a. jual beli;

b. tukar menukar;

c. hibah;

d. pemasukan ke dalam perusahaan tertentu;

e. pembagian hak bersama;

f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;

g. pemberian Hak Tanggungan;

h. pemberian Kuasa memberikan Hak Tanggungan. 50

49 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor :1 th 2006.Pasal 650 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor :1 th 2006.Pasal 2 ayat 1.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 50: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

41

UNIVERSITAS INDONESIA

Jadi, menurut pernyataan yang disebutkan dalam pasal tersebut di atas,

tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah

dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu

mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan

dijadikan dasar bagi pendaftaran tentang perubahan data pendaftaran tanah yang

meliputi: jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan

tertentu, pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas

Tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan, dan pemberian Kuasa

memberikan Hak Tanggungan.

PPAT adalah pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi kedudukan

sebagai akta otentik. PPAT dapat melaksanakan tugas pembuatan akta tanah baik

di dalam maupun di luar kantornya. Hal ini diatur dalam Pasal 52 Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, bahwa:

1. PPAT melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT di kantornya dengan

dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan atau

kuasanya sesuai peraturan perundang-undangan.

2. PPAT dapat membuat akta di luar kantornya hanya apabila salah satu

pihak dalam perbuatan hukum atau kuasanya tidak dapat datang di kantor

PPAT karena alasan yang sah, dengan ketentuan pada saat pembuatan

aktanya para pihak harus hadir di hadapan PPAT di tempat pembuatan

akta yang disepakati.51

Agar para PPAT mempunyai wawasan yang luas berkaitan dengan

jabatannya sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik, maka perlu ada

pembinaan dan pengawasan terhadap mereka. Hal itu telah diatur dalam Pasal 65

sampai dengan Pasal 68 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

Tahun 2006, yakni sebagai berikut:

Pasal 65 menyebutkan bahwa:

1. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT dilakukan

oleh Kepala Badan.

51 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor :1 th 2006.Pasal 52.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 51: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

42

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Pembinaan dan pengawasan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dalam pelaksanaannya oleh kepala Badan, Kepala Kantor Wilayah dan

Kepala Kantor Pertanahan.52

Pasal 66 menyebutkan bahwa:

1. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang dilakukan oleh Kepala

Badan sebagai berikut:

a) memberikan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas jabatan

PPAT;

b) memberikan arahan pada semua pemangku kepentingan yang

berkaitan dengan ke-PPAT-an;

c) melakukan, pembinaan dan pengawasan atas organisasi profesi

PPAT agar tetap berjalan sesuai dengan arah dan tujuannya;

d) menjalankan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu untuk

memastikan pelayanan PPAT tetap berjalan sebagaimana

mestinya;

e) melakukan pemninaan dan pengawasan terhadap PPAT dan PPAT

Sementara dalam rangka menjalankan kode etik profesi PPAT.

2. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang dilakukan oleh Kepala

Kantor Wilayah sebagai berikut:

a) menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan

pensertipikatan tanah serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas

PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

b) membantu melakukan sosialisasi, diseminasi kebijakan dan

peraturan pensertipikatan tanah serta petunjuk teknis;

c) secara periodik melakukan pengawasan Kantor PPAT guna

memastikan kertiban administrasi, pelaksanaan tugas dan

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

ke-PPAT-an.

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang dilakukan oleh Kepala

Kantor Pertanahan sebagai berikut:

52 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor :1 th 2006.Pasal 65.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 52: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

43

UNIVERSITAS INDONESIA

a) membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan

peraturan pensertipikatan tanah serta petunjuk teknis pelaksanaan

tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan dan

peraturan perundang-undangan;

b) memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan secara

tertulis kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta

yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar

pendaftaran haknya;

c) melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban

operasional PPAT.53

Kewenangan PPAT terdapat dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah

nomor 37 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa: “PPAT mempunyai

kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum

sebagaimana telah disebutkan diatas mengenai hak atas tanah dan hak atas satuan

rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.”

Konsekuensi dari pasal tersebut, bahwa tidak dibenarkan pejabat lain

membuat akta selain daripada yang disebutkan oleh ketentuan-ketentuan diatas

kecuali mengenai pemindahan hak melalui lelang. Dalam UUHT, PPAT secara

tegas disebutkan sebagai Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat

akta :

1. Pemindahan Hak atas tanah;

2. Pembebanan Hak atas tanah;

3. Pemberian Kuasa membebankan hak Tanggungan.

2.2.4. Wilayah Kerja Pejabat Pembuat Akta tanah

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 dapat

penulis jelaskan bahwa wilayah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk wilayah kerja PPAT Sementara

dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai Pejabat Pemerintah yang

menjadi dasar penunjukkannya. Apabila sebelum berlakunya Peraturan

53 Ibid., Pasal 66

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 53: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

44

UNIVERSITAS INDONESIA

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 ini, seseorang PPAT mempunyai wilayah

kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada Peraturan Pemerintah

Nomor 37 tahun 1998 (wilayah kerjanya melebihi satu wilayah kerja kantor

pertanahan), maka PPAT tersebut harus memilih salah satu dari wilayah kerja

tersebut atau setelah 1 (satu) tahun wilayah kerja PPAT tersebut sesuai denah

tempat kantor PPAT tersebut berada.

Di dalam Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa daerah kerja PPAT adalah

satu wilayah kerja kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Selain itu juga diatur

dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

adalah sebagai berikut :

1. Pasal 6 ayat (1) : apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota dipecah menjadi

dua atau lebih wilayah Kabupaten atau Kota, maka dalam waktu 1 (satu)

tahun sejak diundangkannya Undang-undang tentang pembentukan

Kabupaten/Kota sebagai daerah kerja dengan ketentuan bahwa apabila

pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu)

tahun sejak adanya undang-undang pembentukan Kabupaten/Kota baru

tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah

Kabupaten/Kota letak kantor PPAT yang bersangkutan.

2. Pasal 6 ayat (2): Pemilihan Daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berlakunya dengan sendirinya mulai 1(satu) tahun sejak di undang-

undangkannya undang-undang pembentukan Kabupaten/Kota Daerah

Tingkat I yang baru.

2.2.5. Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah

Berkaitan dengan kewajiban PPAT, maka sesuai dengan ketentuan Pasal

45 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, PPAT

mempunyai kewajiban54 :

1. menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

54 Ibid., pasal 45

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 54: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

45

UNIVERSITAS INDONESIA

2. mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT;

menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada

Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10

bulan berikutnya;

3. menyerahkan protokol PPAT dalam hal :

a. PPAT yang berhenti menjabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

28 ayat (1) dan ayat (2) kepada PPAT di daerah kerjanya atau

kepada Kepala Kantor Pertanahan;

b. PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara kepada

PPAT Sementara yang menggantikannya atau kepada Kepala

Kantor Pertanahan;

c. PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus kepada PPAT

Khusus yang menggantikannya atau kepada Kepala Kantor

Pertanahan.

4. membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang

dibuktikan secara sah;

5. membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan cuti

atau hari libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama dengan jam

kerja Kantor Pertanahan setempat;

6. berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana

ditetapkan dalam keputusan pengangkatan PPAT;

7. menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf dan

teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/

Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang

wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu

1(satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan;

8. melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah jabatan;

9. memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan

ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan;

10. lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 55: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

46

UNIVERSITAS INDONESIA

Berdasarkan Pasal 26 ditegaskan bahwa PPAT harus membuat satu buku

daftar untuk semua akta yang dibuatnya. Buku daftar akta PPAT diisi setiap hari

kerja PPAT dan ditutup setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf

oleh PPAT yang bersangkutan.

PPAT berkewajiban mengirim laporan bulanan mengenai akta yang

dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor

Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau

Peraturan Pemerintah yang berlaku selambat-lambatnya tanggal 10 bulan

berikutnya.

PPAT harus dapat melaksanakan tugas yang diembannya dengan sebaik-

baiknya. Hal tersebut jelas bahwa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PPAT

dan tidak boleh dilalaikan guna membantu kelancaran proses pendaftaran tanah

di Kantor Pertanahan setempat.

2.2.6. Pemberhentian Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah nomor : 37 tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai berikut55 :

1. PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena :

a. Meninggal Dunia ; atau

b. Telah mencapai usia 65 tahun ; atau

c. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan

tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten

atau Kotamadya daerah tingkat II yang lain daripada daerah

kerjanya sebagai PPAT atau

d. Diberhentikan oleh Menteri.

2. PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT

apabila tidak lagi memegang jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal

5 ayat (3) huruf a dan b, atau diberhentikan oleh Menteri.

55 Ibid., Pasal 8

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 56: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

47

UNIVERSITAS INDONESIA

Pemberhentian PPAT tersebut dari jabatannya dapat dilakukan baik

secara hormat ataupun tidak hormat sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan

Pasal 11 antara lain sebagai berikut :

PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :

a. Permintaan sendiri ;

b. Tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan

kesehatan badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh

tim pemeriksa kesehatan yang berwenang atas permintaan Menteri

atau Pejabat yang ditunjuk ;

c. Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT ;

d. Diangkat sebagai pegawai Negeri sipil atau ABRI.

3. PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya karena :

a. Melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT.

b. Dijatuhi hukuman kurungan/Penjara karena melakukan kejahatan/

perbuatan pidana yang diancan dengan hukuman kurungan atau

penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat

berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan

hukum tetap.

4. Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

huruf c dan ayat 2 dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberi

kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri.

5. PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali

menjadi PPAT untuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula,

apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum penuh.

Ketentuan Pasal 11 mengatur sebagai berikut :

1. PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagai PPAT

karena sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu

perbuatan pidana yang diancan dengan hukuman kurungan/penjara

selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 57: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

48

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku

sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap.56

2.2.7. Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi

dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya

akan terjamin. Kode etik profesi juga penting sebagai sarana control social. Kode

etik adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib diperhatikan dan

dijalankan oleh profesional hukum.

Agar kode etik profesi dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka

paling tidak ada dua syarat yang mesti dipenuhi, yaitu:

1. Pertama, kode etik itu harus dibuat oleh profesi itu sendiri. Kode etik

tidak akan efektif, kalau diterima begitu saja dari atas, dari instansi

pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan

nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.

2. Kedua, agar kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya

diawasi terus menerus.57

Organisasi profesi mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan

perilaku anggotanya untuk mematuhi nilai-nilai etis oleh karena itu Iakatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) telah menetapkan Kode Etik Pejabat

Pembuat Akta Tanah mengenai kewajiban, larangan, pengecualian, dan sanksi

bagi PPAT yang berbunyi sebagai berikut:

A. Kewajiban PPAT

Baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (bagi para PPAT serta

PPAT Pengganti) ataupun dalam kehidupan sehari-hari, setiap PPAT

diwajibkan untuk :

56 Boedi, Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan peraturan-peraturanHukumTanah), (Jakarta : PT. djambatan, 2002), Hal, 678.

57 Bertens, K, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hal. 113.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 58: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

49

UNIVERSITAS INDONESIA

1. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan

kehormatan PPAT.

2. Senantiasa menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang

berlaku serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan,

kode etik dan berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

3. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan

negara.

4. Memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam

pembangunan nasional, khususnya di bidang hukum.

5. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur dan

tidak berpihak.

6. Memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat

yang memerlukan jasanya.

7. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang

memerlukan jasanya dengan maksud agar masyarakat menyadari

dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan

anggota masyarakat.

8. Memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang tidak atau

kurang mampu secara cuma-cuma.

9. Bersikap saling menghormati, menghargai serta mempercayai

dalam suasana kekeluargaan dengan sesama rekan sejawat.

10. Menjaga dan membela kehormatan serta nama baik korps PPAT

atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara

konstruktif.

11. Bersikap ramah terhadap setiap pejabat dan mereka yang ada

hubungannya dengan pelaksanaan tugas jabatannya.

12. Menetapkan suatu kantor dan kantor tersebut merupakan satu-

satunya kantor bagi PPAT yang bersangkutan dalam menjalankan

tugas jabatan sehari-hari.

13. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut

sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksnakan antara lain namun

tidak terbatas pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam :

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 59: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

50

UNIVERSITAS INDONESIA

a. Peraturan perundang-undangan yang mengatur

Jabatan PPAT.

b. Isi Sumpah Jabatan.

c. Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga ataupun

keputusan lain yang telah ditetapkan oleh

perkumpulan IPPAT, misalnya :

- membayar iuran, membayar uang duka manakala

ada seorang PPAT atau mantan PPAT meninggal

dunia.

-Mentaati ketentuan tentang tarif serta kesepakatan

yang dibuat oleh dan mengikat setiap anggota

Perkumpulan.

B. Larangan

Setiap PPAT, baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan maupun

dalam kehidupan sehari-hari, dilarang :

1. Membuka/mempunyai kantor cabang atau kantor perwakilan.

2. Secara langsung mengikut-sertakan atau menggunakan perantara-

perantara dengan mendasarkan pada kondisi-kondisi tertentu.

3. Mempergunakan mass media yang bersifat promosi.

4. Melakukan tindakan-tindakan yang pada hakekatnya

mengiklankan diri antara lain tetapi tidak terbatas pada tindakan

berupa pemasangan iklan untuk keperluan pemasaran atau

propaganda, yaitu :

a. memasang iklan dalam surat kabar, majalah berkala atau

terbitan perdana suatu kantor, perusahaan, biro jasa, biro

iklan, baik berupa pemuatan nama, alamat, nomor telpon,

maupun berupa ucapan-ucapan selamat, dukungan,

sumbangan uang atau apapun, pensponsoran kegiatan

apapun, baik sosial, kemanusiaan, olah raga dan dalam

bentuk apapun, pemuatan dalam buku-buku yang

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 60: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

51

UNIVERSITAS INDONESIA

disediakan untuk pemasangan iklan dan/atau promosi –

pemasaran.

b. mengirim karangan bunga atas kejadian apapun dan

kepada siapapun yang dengan itu nama anggota

terpampang kepada umum, baik umum terbatas maupun

umum tak terbatas.

c. mengirim orang-orang selaku “salesman” ke berbagai

tempat/lokasi untuk mengumpulkan klien dalam rangka

pembuatan akta.

5. Memasang papan nama dengan cara dan/atau bentuk di luar batas-

batas kewajaran dan/atau memasang papan nama di beberapa

tempat diluar lingkungan kantor PPAT yang bersangkutan.

6. Baik langsung maupun tidak langsung, mengadakan usaha-usaha

yang menjurus kearah timbulnya persaingan yang tidak sehat

dengan sesama rekan PPAT, termasuk namun tidak terbatas pada

penetapan jumlah biaya pembuatan akta.

7. Melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama

rekan PPAT, baik moral maupun material ataupun melakukan

usaha-usaha untuk mencari keuntungan bagi dirinya semata-mata.

8. Mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis kepada

instansi-instansi, perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga

ataupun perseorangan untuk ditetapkan sebagai PPAT dari

instansi, perusahaan atau lembaga tersebut, baik tanpa apalagi

disertai pemberian insentif tertentu, termasuk namun tidak terbatas

pada penurunan tarif yang jumlahnya/besarnya lebih rendah dari

tarif yang dibayar oleh instansi, perusahaan, lembaga ataupun

perseorangan tersebut kepada PPAT tersebut.

9. Menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk membuat

akta yang rancangannya telah disiapkan oleh PPAT lain.

Dalam hal demikian, anggota yang bersangkutan wajib menolak

permintaan itu, kecuali untuk keperluan tersebut telah mendapat

ijin dari PPAT pembuat rancangan.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 61: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

52

UNIVERSITAS INDONESIA

10. Dengan jalan apapun berusaha atau berupaya agar seseorang

berpindah dari PPAT lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan

langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui

perantaraan orang lain.

11. Menempatkan pegawai atau pegawai-pegawai/asisten PPAT di

satu atau beberapa tempat diluar kantor PPAT yang bersangkutan,

baik di kantor cabang yang sengaja khusus dibuka untuk

keperluan itu maupun di dalam kantor instansi atau lembaga/klien

PPAT yang bersangkutan, dimana pegawai/asisten tersebut

bertugas untuk menerima klien-klien yang akan membuat akta,

baik klien itu dari dalam dan/atau dari luar instansi/lembaga itu,

kemudian pegawai/asisten tersebut membuat akta-akta itu,

membacakannya atau tidak membacakannya kepada klien dan

menyuruh klien yang bersangkutan menandatanganinya di tempat

pegawai/asisten itu berkantor di instansi atau lembaga tersebut.

Selanjutnya, akta-akta tersebut dikumpulkan untuk ditandatangani

PPAT yang bersangkutan di kantor atau di rumahnya.

12. Mengirim minuta kepada klien atau klien-klien untuk

ditandatangani oleh klien atau klien-klien tersebut.

13. Menjelek-jelekkan dan/atau mempersalahkan rekan PPAT atau

akta yang dibuat olehnya.Dalam hal seorang PPAT menghadapi

dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat

yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang

serius dan/atau membahayakan klien, maka PPAT tersebut wajib :

a. memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan

atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak

bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya

hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang

bersangkutan atau rekan sejawat tersebut.

b. Segera setelah berhubungan dengan rekan sejawat yang

membuat akta tersebut, maka kepada klien yang

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 62: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

53

UNIVERSITAS INDONESIA

bersangkutan sedapat mungkin dijelaskan mengenai hal-

hal yang salah dan cara memperbaikinya.

14. Menahan berkas seseorang dengan maksud untuk “memaksa”

orang itu agar membuat akta pada PPAT yang menahan berkas

tersebut.

15. Menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata

menandatangani akta buatan orang lain sebagai akta yang dibuat

oleh/di hadapan PPAT yang bersangkutan.

16. Membujuk dan/atau memaksa klien dengan cara atau dalam

bentuk apapun untuk membuat akta padanya ataupun untuk pindah

dari PPAT lain.

17. Membentuk kelompok di dalam tubuh IPPAT (jadi tidak

merupakan salah satu seksi dari Perkumpulan IPPAT) dengan

tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga

secara khusus/eksklusif, apalagi menutup kemungkinan bagi

PPAT lain untuk berpartisipasi.

18. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut

sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik PPAT, antara lain namun

tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :

a. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Jabatan PPAT.

b. Isi sumpah jabatan.

c. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar,

Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-Keputusan

lain yang telah ditetapkan oleh organisasi IPPAT tidak

boleh dilakukan oleh anggota.

C. Pengecualian

Selain kewajiban dan larangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 dan

Pasal 4, maka hal-hal tersebut dibawah ini merupakan pengecualian yang

tidak termasuk pelanggaran :

1. Pengiriman kartu pribadi dari anggota yang berisi ucapan selamat

pada kesempatan-kesempatan ulang tahun, kelahiran anak,

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 63: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

54

UNIVERSITAS INDONESIA

keagamaan, adat atau ucapan ikut berduka cita dan lain sebagainya

yang bersifat pribadi.

2. Pemuatan nama anggota oleh Perum Telekom atau Badan yang

ditugasinya dalam lembaran kuning dari buku telepon yang

disusun menurut kelompok-kelompok jenis usaha, tanpa pemuatan

nama anggota dalam box-box iklan lembaran kuning buku telepon

itu.

3. Pemuatan nama anggota dalam buku petunjuk facsimile dan/atau

telex.

4. Menggunakan kalimat, pasal, rumusan-rumusan yang terdapat

dalam akta yang dibuat oleh atau di hadapan anggota lain, asal

saja (turunan dari) akta tersebut sudah selesai dibuat dan telah

menjadi milik klien.

5. Bilamana dianggap perlu memperbincangkan pelaksanaan

tugasnya dengan rekan sejawat.

D. Sanksi

Pasal 6 ayat (1) Kode Etik IPPAT menjelaskan bahwa sanksi yang

dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik

dapat berupa: teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara dari

IPPAT), Onzetting (pemecatan dari keanggotaan IPPAT), pemberhentian

dengan tidak hormat dari keanggotaan IPPAT.

Pasal 6 ayat (2) menjelaskan penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana

terurai diatas terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik

disesuaikan dengan kuantitias dan kualitas pelanggaran yang dilakukan

anggota tersebut.

Sedangkan Perihal sanksi hukum terhadap PPAT lebih tegas digambarkan

dalam Pasal 28 Ayat (1) huruf c Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 1 Tahun 2006, bahwa PPAT diberhentikan dengan

hormat dari jabatannya karena melakukan pelanggaran ringan terhadap

larangan atau kewajiban sebagai PPAT. Kemudian Pasal 28 Ayat

(2)menyebutkan bahwa PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 64: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

55

UNIVERSITAS INDONESIA

jabatannya karena: (a) melakukan pelanggaran berat terhadap larangan

atau kewajiban sebagai PPAT; (b) dijatuhi hukuman kurungan penjara

karena melakukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam dengan

hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih

berat berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan

hukum tetap; dan (c) melanggar Kode Etik Profesi.

2.2.8. Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pelayanan Masyarakat

PPAT adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dan diberi

kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum

tertentu mengenai hak atas tanah. Realisasinya, PPAT berwenang membuat akta

perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan

sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjamkan uang

dengan hak atas tanah sebagai tanggungan.

Terbitnya akta otentik sampai pada diterbitkannya Sertifikat Hak Atas

Tanah merupakan upaya mewujudkan kepastian dan memberikan perlindungan

hukum bagi pihak yang berkepentingan. Karena, lalu lintas hukum dalam

kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan

jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat.

Dalam hal ini, alat bukti yang dimaksud adalah Sertifikat Hak Atas Tanah. Akta

otentik sebagai alat bukti terkuat mempunyai peranan penting dalam setiap

hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Jelaslah bahwa peran PPAT

dalam pelayanan pada masyarakat adalah memperlancar jalannya proses

pensertipikatan hingga dapat diterbitkannya akta otentik yang berupa Sertifikat

Hak Atas Tanah.

Dalam memberi pelayanan kepada masyarakat seorang PPAT bertugas

untuk melayani permohonan-permohonan untuk membuat akta-akta tanah

tertentu yang disebut dalam peraturan-peraturan berkenaan dengan pendaftaran

tanah serta peraturan Jabatan PPAT. Dalam menghadapi permohonan-

permohonan tersebut PPAT wajib mengambil keputusan untuk menolak atau

mengabulkan permohonan yang bersangkutan.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 65: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

56

UNIVERSITAS INDONESIA

2.3. KEABSAHAN DAN OTENTITAS AKTA PEJABAT PEMBUAT

AKTA TANAH

PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi

kedudukan sebagai akta otentik, yaitu akta yang dibuat untuk membuktikan

adanya perbuatan hukum tertentu yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak

atas tanah dan bangunan.

Berkaitan dengan kepastian pemilikan hak atas tanah dan bangunan,

setiap perolehan hak yang terjadi dari suatu perbuatan hukum harus dibuat

dengan akta otentik. Hal ini penting untuk memberi kepastian hukum bagi pihak

yang memperoleh hak tersebut sehingga ia dapat mempertahankan haknya

tersebut dari gugatan pihak manapun.

Tanpa adanya akta otentik maka secara hukum perolehan hak tersebut

belum diakui dan sebenarnya hak atas tanah dan bangunan masih ada pada pihak

yang mengalihkan hak tersebut. Untuk melindungi pihak yang memperoleh hak,

maka akta otentik yang dibuat pada saat perolehan hak dilakukan merupakan alat

pembuktian yang kuat yang menyatakan adanya perbuatan hukum peralihan hak

atas tanah dan bangunan yang dimaksud kepada pihak yang dinyatakan

memperoleh hak tersebut.

Akta PPAT adalah akta otentik, hal ini ditegaskan oleh Pasal 1 ayat (1)

dan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sebagai akta otentik, terhadap

akta PPAT berlaku ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat dan tata cara

pembuatan akta otentik. Bentuk akta otentik ditentukan oleh undang-undang,

sedangkan pejabat yang dapat membuatnya tidak dapat dihindarkan agar

berbobot yang sama harus pula ditentukan oleh undang-undang atau peraturan

perundang-undangan setingkat dengan undang-undang.58

Berkaitan dengan Pejabat Umum dan otentisitas suatu akta, harus

bersumber pada ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

”akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-

58 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di BidangKenotariatan,(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 59

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 66: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

57

UNIVERSITAS INDONESIA

undang, dibuat oleh atau di hadapan Pejabat umum yang berwenang di tempat

dimana akta itu dibuatnya”.

Menurut pasal tersebut agar suatu akta memiliki otentisitas, maka harus

memenuhi syarat-syarat:

1. Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang Pejabat Umum;

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;

3. Pejabat Umum atau di hadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta itu di tempat di mana akta itu ditanda

tangani.

Akta PPAT sebagaimana halnya dengan akta Notaris, sama-sama sebagai

akta otentik. Akta otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh C.A. Kraan di

dalam disertasinya, De Authentieke Akte (Amsterdam 20 Januari 1984)

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:59

1. Suatu tulisan yang dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan

bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan dalam

tulisan, dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang.Tulisan

tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat

yang bersangkutan saja.

2. Tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang

berwenang.

3. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi: ketentuan tersebut

mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat

ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu

tulisan, nama dan kedudukan/jabatan pejabat yang membuatnya dan data

di mana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut.

4. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan

pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak

memihak (onpartijdig-impartial) dalam menjalankan jabatannya sesuai

dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata.

59 C.A. Kraan di dalam disertasinya, De Authentieke Akte (Amsterdam 20 Januari 1984),dalam Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung,PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 214.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 67: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

58

UNIVERSITAS INDONESIA

5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah

hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.

Sebagai akta otentik, akta PPAT sebagai alat bukti yang mempunyai

kekuatan pembuktian yang sempurna dapat terdegradasi kekuatan pembuktian

menjadi seperti akta di bawah tangan. Degradasi kekuatan bukti akta otentik

menjadi kekuatan bukti dibawah tangan, dan cacat yuridis akta otentik yang

mengakibatkan akta otentik dapat dibatalkan atau batal demi hukum atau non

existent, terjadi jika ada pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan

yaitu :60

1. Pasal 1869 KUH.perdata, yang berbunyi:

“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawaitermaksud diatas atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidaklah dapatdiberlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatansebagai akta dibawah tangan jika ditandatangani oleh para pihak.”

Pasal ini memuat ketentuan, bahwa suatu akta tidak memiliki kekuatan

bukti otentik dan hanya memiliki kekuatan bukti dibawah tangan dalam

hal:

a. Pejabat Umum tidak berwenang untuk membuat akta itu;

b. Pejabat umum tidak mampu (tidak cakap) untuk membuat akta itu;

c. Cacat dalam bentuknya.

2. Pasal 1320 KUHPerdata, Yang mengemukakan untuk sahnya suatu

perjanjian harus dipenuhi syarat yaitu:

a. sepakat mereka yang mengikatkan diri;

b. kecakapan membuat suatu perjanijan;

c. suatu hal tertentu dan

d. kausa yang halal.

Syarat a dan b merupakan syarat subyektif karena mengenai

orang- orang atas subyek yang mengadakan perijanjian dan jika

syarat subyektif dilanggar mak aktanya dapat dibatalkan, sedangan

syarat c dan d merupakan syarat obyektif karena mengenai isi

60 Pieter Latumeten, Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia Kebatatan dan DegradasiKekuatan Bukti Akta Notaris Serta Model Aktanya, (Surabaya, 28 Januari 2009), hal. 2.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 68: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

59

UNIVERSITAS INDONESIA

perjanjian dan jika syarat obyektif dilanggar maka aktanya batal

demi hukum.

Sesuai dengan fungsi pembuktian dalam perkara perdata, maka akta-akta

yang dibuat dihadapan PPAT termasuk dalam lingkup bukti tulisan yang

dimaksud dalam Pasal 1866 KUHPerdata tersebut. Berdasarkan ketentuan dalam

KUHPerdata, bukti tulisan dapat dibedakan kedalam 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Bukti tulisan lainnya;

2. Bukti tulisan otentik;

3. Bukti tulisan di bawah tangan.

Menurut Pasal 1874 KUHPerdata, yang dimaksud dengan bukti tulisan

lain adalah surat-surat, register-register, surat-surat rumah tangga dan lain-

lainnya, yang dibuat bukan dengan tujuan sebagai alat bukti di muka pengadilan

dan tidak harus ada tanda tangannya. Bukti tulisan di bawah tangan atau otentik

mengharuskan adanya tanda tangan dan sengaja dibuat sebagai alat bukti di muka

pengadilan serta memuat peristiwa-peristiwa hukum yang menimbulkan hak dan

perikatan. Bukti tulisan di bawah tangan (akta di bawah tangan) dan bukti tulisan

otentik (akta otentik) berbeda dengan bukti tulisan lainnya yang tidak

mengharuskan adanya tanda tangan.

Agar suatu akta PPAT mempunyai nilai yuridis yang mempunyai

kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, maka suatu akta PPAT harus

memenuhi 3 (tiga) syarat:

1. Syarat subjek yaitu para pihak yang melakukan perbuatan hukum adalah

pihak yang berwenang atau yang berhak.

2. Syarat Objek yaitu tanah yang dijadikan sebagai objek peralihan hak atas

tanah sah menurut hukum (tidak dalam persengketaan, tidak dalam dalam

jaminan hutang dan lain-lain).

3. Syarat yuridis formal yaitu pejabat umum yang membuat akta peralihan

tersebut adalah pejabat yang berwenang, dihadiri dua orang saksi yang

sudah dewasa disetujui oleh ahli waris (dalam hal hibah) dan akta PPAT

merupakan akta otentik standar khusus yang ditetapkan berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 69: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

60

UNIVERSITAS INDONESIA

Tata cara terbitnya akta PPAT sebagai akta otentik sangatlah menentukan,

karenanya apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikan adanya cacat

dalam bentuknya karena adanya kesalahan atau ketidaksesuaian dalam tata cara

pembuatannya maka akan mengakibatkan timbulnya risiko bagi kepastian hak

yang timbul atau tercatat atas dasar akta tersebut.

2.4 PROSEDUR/TATA CARA PEMBUATAN AKTA JUAL BELI

2.4.1. Pengertian Akta Jual Beli

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Dalam pembuatan akta jual beli hak atas tanah, maka “suatu kebendaan” yang

dimaksud adalah hak atas tanah.

Akta Jual Beli hak atas tanah, termasuk hak milik atas satuan rumah susun

dibuat oleh PPAT manakala terjadi kesepakatan perjanjian jual beli terhadap

sebidang tanah atau hak milik atas satuan rumah susun antara Pihak Penjual dan

Pihak Pembeli.

Unsur esensial yang ada dalam perjanjian jual beli hak atas tanah atau hak

milik atas satuan rumah susun adalah adanya pertukaran antara uang dengan

barang yang dalam hal ini adalah hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah

susun.61

Akta Jual Beli termasuk dalam jenis Partij Acte (Partai Akta), bukan

Ambtelijk Acte (Akta Pejabat), artinya bahwa akta tersebut dibuat oleh para

pihak di hadapan PPAT, bukan PPAT yang membuat akta berdasarkan

kewenangan yang ada padanya, oleh karena itu PPAT hanya menuangkan apa

yang dijelaskan dan diakui oleh para pihak ke dalam akta. Kebenaran atas apa

yang disampaikan oleh para pihak adalah tanggung jawab para pihak, bukan

tanggung jawab PPAT, namun PPAT harus melakukan penghati-hatian dalam

pembuatan akta, termasuk dalam menerima keterangan-keterangan para pihak.

61 Mustofa, Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT, (Yogyakarta: Karya Media, 2010),hal. 47

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 70: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

61

UNIVERSITAS INDONESIA

PPAT tidak boleh menerima mentah-mentah apa yang dinyatakan oleh penjual

dan pembeli, PPAT harus tetap melakukan penelitian akan kebenaran apa yang

disampaikan

2.4.2. Obyek Akta Jual Beli

Obyek Akta Jual Beli adalah hak atas tanah dan hak milik atas satuan

rumah susun. Hak atas tanah yang dimaksud dapat berupa sebidang tanah kosong

namun dapat juga berikut dengan bangunan yang berdiri di atasnya.

Jenis hak atas tanah yang dapat dibuatkan Akta Jual Beli oleh PPAT

adalah sebagai berikut:62

1. Hak Milik;

2. Hak Guna Bangunan;

3. Hak Pakai;

4. Hak Guna Usaha.

Jual Beli mengenai Hak Pakai harus mengikuti ketentuan Pasal 43 UUPA

yang pada intinya:

1. Hak Pakai atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara hanya dapat

dialihkan (dijual) dengan mendapat ijin dari pejabat yang berwenang,

dalam hal ini adalah Kepala Kantor Pertanahan setempat. Ijin yang

dimaksud harus didapatkan terlebih dahulu sebelum Akta Jual Beli

ditandatangani maka PPAT dilarang membuatkan aktanya sebelum ijin

didapatkan.

2. Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan jika hal itu

diperjanjikan pemberian hak pakai.

2.4.3. Tata Cara Pembuatan Akta Jual Beli Oleh Pejabat Pembuat Akta

Tanah

Pembuatan akta PPAT menurut Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998, ditegaskan bahwa: “ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata

62 Ibid., hal. 48-49

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 71: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

62

UNIVERSITAS INDONESIA

cara pembuatan akta PPAT diatur dalam peraturan perundang-undangan

mengenai pendaftaran tanah”. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 96 Peraturan

Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997,

disebutkan bahwa akta PPAT harus mempergunakan formulir atau blanko sesuai

dengan bentuk yang telah disediakan dan cara pengisiannya adalah sebagaimana

tercantum dalam lampiran 16 sampai dengan 23 peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tersebut.

Mengenai syarat bahwa akta itu harus dibuat oleh pejabat umum yang

mempunyai kewenangan untuk membuat akta, ditegaskan dalam Pasal 4 ayat 1

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 yang menyatakan: “PPAT hanya

berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan

rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya”.

Pada saat penandatanganan akta jual beli dilakukan, terlebih dahulu

blanko akta jual beli tersebut diisi dengan nama PPAT berikut dengan saksi-saksi

dari PPAT yang daerah kerjanya meliputi daerah di mana obyek hak atas tanah

tersebut berada, serta telah nama para pihak, objek jual belinya berdasarkan

dokumen-dokumen dan data-data yang telah disampaikan oleh para pihak. Akta

tersebut kemudian oleh PPAT dibacakan kepada para pihak dan selanjutnya

setelah para pihak telah mengerti akan isi dalam akta jual beli tersebut, maka para

pihak menandatangani akte jual beli tersebut, kemudian oleh saksi-saksi dan

PPAT.

Selain itu, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam jual beli

tanah, yaitu subyek dan obyek. Untuk subyek, terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam melakukan jual beli tanah yaitu:

1. Yang harus jelas dalam melakukan jual beli tanah adalah calon penjual

harus berhak menjual tanah tersebut, atau dengan kata lain si penjual

adalah pemegang hak yang sah dari hak atas tanah itu ; kalau pemegang

hak hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu,

tetapi jika pemegang hak atas tanah tersebut terdiri dari dua orang atau

lebih, maka yang berhak menjual tanah itu adalah semua pemegang hak

itu secara bersama-sama, tidak boleh hanya seorang saja yang bertindak

sebagai penjual. Jual beli tanah yang dilakukan oleh orang yang tidak

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 72: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

63

UNIVERSITAS INDONESIA

berhak adalah batal demi hukum, artinya sejak semula menurut hukum

tidak pernah terjadi jual beli. Dalam hal demikian maka kepentingan

pembeli sangat dirugikan.

2. Apakah penjual berwenang untuk menjual, mungkin terjadi bahwa

seseorang berhak atas suatu hak atas tanah akan tetapi orang itu tidak

berwenang menjualnya kalau tidak dipenuhi syarat tertentu, misalnya

tanah tersebut milik anak di bawah umur atau milik seseorang yang

berada di bawah pengampuan. Jika suatu jual beli tanah dilakukan, tetapi

ternyata yang menjual tidak berwenang menjual atau si pembeli tidak

berwenang membeli, walaupun si penjual adalah berhak atas tanah itu

atau si pembeli berhak membeli, maka akibatnya jual beli itu dapat

dibatalkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, lagipula Kantor

Pendaftaran Tanah akan menolak pendaftaran jual beli itu.63

3. Apakah penjual boleh menjual tanah yang akan dijadikan obyek jual beli.

Seseorang mungkin berhak menjual sebidang tanah; juga orang tersebut

berwenang melakukan penjualan, tetapi dia tidak atau belum boleh

menjual tanah itu. Misalnya seseorang mempunyai tanah bekas Hak Barat

atau tanah bekas Hak Indonesia yang pernah didaftar atau milik menurut

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), tetapi belum terdaftar pada

Kantor Pertanahan atau sertifikatnya hilang, maka orang tersebut belum

boleh menjual tanah itu, ia harus mengurus dan memperoleh sertifikatnya

terlebih dahulu setelah itu baru boleh dijual.

4. Apakah penjual atau pembeli bertindak untuk dirinya sendiri atau sebagai

kuasa. Penjual / Pembeli mungkin bertindak untuk dirinya sendiri atau

selaku kuasa. Baik penjual/pembeli bertindak sendiri maupun melalui

kuasa, identitasnya harus jelas. Kalau penjual/pembeli adalah orang

(manusia), maka identitas itu adalah nama, umur (tanggal lahir),

kewarganegaraan, pekerjaan, tempat tinggal. Semua itu dapat dibaca

dalam Kartu Tanda Penduduk atau Passport. Bila penjual/pembeli adalah

badan hukum, maka identitasnya adalah nama, bentuk badan hukumnya,

kedudukan badan hukum, pengurus pengurusnya. Semua itu dapat

63 Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), hal. 4.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 73: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

64

UNIVERSITAS INDONESIA

diketahui dari akta pendirian/anggaran dasar/peraturan perundangan

pembentukannya. Dalam hal penjual/pembeli bertindak melalui kuasa,

maka surat kuasa khusus untuk menjual harus ada (akta otentik atau yang

dilegalisir). Kuasa hukum yang menurut lazimnya hanya untuk

melakukan pengurusan tidak berlaku untuk menjual. Kuasa itu harus tegas

untuk menjual tanah yang akan dijual itu.

5. Apakah pembeli boleh membeli. Misalnya suatu perseroan terbatas (PT)

tidak boleh menjadi subyek hak milik atas tanah. Berarti perseroan

terbatas (PT) itu tidak boleh membeli tanah yang berstatus Hak Milik,

kecuali yang ditunjuk dalam Peraturan Pemerintah nomor : 38 tahun

1963.

Sedangkan hal yang lain harus diperhatikan dalam jual beli tanah adalah

objek dari jual beli itu. Jual beli terkadang tidak hanya meliputi tanah hak

sebagaimana disebutkan di atas melainkan dapat pula meliputi bangunan

permanen yang didirikan diatasnya, atau tanaman keras (yang berumur panjang),

apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Bahwa bangunan tersebut menurut sifatnya menjadi satu kesatuan dengan

tanahnya.

2. Bahwa pemegang hak atas tanah yang bersangkutan adalah juga pemilik

bangunan tersebut.

3. Dalam akta jual belinya disebutkan secara tegas bahwa obyek jual belinya

meliputi tanah hak dan bangunan.

Ketiga syarat di atas merupakan penerapan asas pemisahan horizontal

dalam praktek di kalangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang membuat

akta jual beli. Syarat-syarat yang diperlukan untuk pelaksanaan jual beli tanah

dan bangunan, meliputi:

1. Surat bukti kepemilikan obyek jual beli berupa sertifikat hak atas tanah

atau surat-surat lain, untuk hak milik yaitu bekas Hak Milik Adat yang

belum bersertipikat berupa girik, pipil, petuk. Dan jika dipandang perlu

dapat pula dilengkapi dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah

(SKPT) dari Kantor Pertanahan (Kabupaten/Kota) setempat.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 74: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

65

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Surat-surat tentang orangnya, yaitu data diri tiap pihak penjual dan

pembeli yang bisa berupa:

a. KTP/Surat Ijin Mengemudi/Passport

b. Kartu Keluarga

c. Surat Nikah

d. Akta Kelahiran

3. Surat tanda bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) menurut UU No. 21 Tahun 1997. Bea Perolehan Hak

Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) wajib dibayar sebelum Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) membuat akta jual beli dan bangunan,

sebesar 5% setelah harga tanah dan bangunan dikurangi yang bebas dari

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp

30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Berdasarkan perubahan Undang-

Undang tersebut ditetapkan yang bebas maksimal Rp. 80.000.000,-

(delapan puluh juta rupiah) dan ditetapkan secara regional ; berikut

pembayaran pajak penghasilan (PPh).

Sebelum datang ke PPAT, pihak penjual dan pembeli harus melakukan

persiapan-persiapan yang dilakukan dalam jual beli tanah, yaitu berupa :

1. Melakukan penelitian terhadap surat-surat yang menyangkut tanah yang

akan menjadi obyek jual beli.

2. Melakukan kesepakatan tentang tanah dan harga.

3. Pelaksanaan pemindahan hak atas tanah dengan akta jual beli dilakukan

dihadapan PPAT.

4. Melakukan pendaftaran hak untuk memperoleh sertifikat dari pejabat

yang berwenang.

Sedangkan dalam proses pembuatan akta jual beli yang dibuat dihadapan

PPAT, dibutuhkan langkah-langkah yang harus dilalui oleh PPAT sebelum

dilakukan penandatanganan akta jual belinya oleh para pihak yang

berkepentingan. Langkah-langkah tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah:

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 75: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

66

UNIVERSITAS INDONESIA

1. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau

pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,

PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor

Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang

ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.

2. Akta harus mempergunakan formulir yang telah ditentukan.

3. Dalam hal diperlukan izin untuk peralihan hak tersebut, maka izin

tersebut harus sudah diperoleh sebelum akta dibuat.

4. Sebelum dibuat akta mengenai pemindahan hak atas tanah, calon

penerima hak harus membuat pernyataan yang menyatakan:

a) Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak

menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan

maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

b) Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak

menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c) Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan

sebagaimana dimaksud pada a dan b tersebut tidak benar maka

tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek

landreform;

d) Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat

hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan

b tidak benar.

5. Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan

perbuatan hukum atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa

tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)

orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu

perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 76: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

67

UNIVERSITAS INDONESIA

kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang

ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan

hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.

7. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan

memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta dan

prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai

ketentuan yang berlaku.

8. Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan

dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum

ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.

9. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya

akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang

dibuatkannya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada

Kantor Pertanahan untuk didaftar.

Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997, PPAT harus menolak untuk membuat akta apabila:

1. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan

rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang

bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-

daftar yang ada di Kantor Pertanahan.

2. Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak

disampaikan:

a. Surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau

surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa

yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan

b. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang

bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau

untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan

Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan

dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 77: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

68

UNIVERSITAS INDONESIA

c. Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum

yang bersangkutan atau salah satu saksi, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 38 Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk

bertindak demikian; atau

d. Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat

kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum

pemindahan hak; atau

e. Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin

Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut

diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

atau

f. Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam

sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau

g. Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Atas penolakan itu PPAT harus menyampaikan secara tertulis kepada para

pihak dengan disertai alasan-alasannya.

Selain hal-hal tersebut di atas, dalam menjalankan tugasnya jabatannya

sebagai pembuat akta dibidang pertanahan, PPAT harus memiliki kecermatan dan

ketelitian dalam memeriksa kelengkapan berkas-berkas dalam pembuatan akta

jual beli. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh PPAT yaitu:

1. Identitas dari para pihak. PPAT harus memeriksa kebenaran formil dari

identitas para pihak serta dasar hukum tindakan para pihak.

2. Jangka waktu berakhirnya hak atas tanah yang diperjualbelikan (karena

jika jangka waktunya berakhir, tanahnya kembali dikuasai oleh negara)

3. Harga jual beli harus sudah dibayar lunas sebelum akta ditandatangani.

4. Tidak terdapat tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

5. Objek jual beli harus berada dalam wilayah kerja PPAT yang

bersangkutan.

Berikut adalah proses pembuatan akta jual beli di Kantor PPAT hingga

pendaftaran:

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 78: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

69

UNIVERSITAS INDONESIA

1. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli.

a. Sebelum membuat akta Jual Beli Pejabat pembuat Akta Tanah

melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor

Pertanahan.

b. Penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) yaitu 5% dari

HargaTransaksi, di bayarkan di Bank atau Kantor Pos.

c. Pembeli harus membayar Pajak berupa BPHTB dihitung dari nilai

transaksi.

d. Calon pembeli membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah

tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi

ketentuan batas luas maksimum penguasaan tanah.

e. Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak

dalam sengketa.

f. PPAT menolak pembuatan Akta jual Beli apabila tanah yang akan

dijual sedang dalam sengketa atau dalam tanggungan di bank.

2. Pembuatan Akta Jual Beli

a. Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan pembeli atau

orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis jika

dikuasakan.

b. Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang

saksi biasanya dari perangkat desa jika melalui PPAT Sementara

(camat/lurah) dan kedua pegawai Notaris jika melalui NOTARIS/

PPAT.

c. Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan

mengenai isi dan maksud pembuatan akta, termasuk juga sudah

lunas transaksinya.

d. Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan pembeli maka akta

ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi-saksi dan Pejabat

Pembuat Akte Tanah.

e. Akta dibuat 2 lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT

dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk

keperluan pendaftaran peralihan hak (balik nama/pemecahan).

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 79: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

70

UNIVERSITAS INDONESIA

f. Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.

3. Langkah selanjutnya setelah selesai pembuatan Akta Jual Beli

a. Sebelum Akta Jual beli didaftarkan atau diserahkan ke kantor

Pertanahan setempat maka harus dilakukan validasi SSB dikantor

PBB.

b. PPAT kemudian menyerahkan berkas Akta Jual Beli ke Kantor

Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat atau pemecahan

sertifikat.

c. Penyerahan harus dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari

kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.

4. Berkas yang diserahkan ke Kantor Pertanahan

a. Sertifikat Asli, dan PPAT yang bersangkutan telah mendaftarkan

proses pengecekan.

b. Surat Permohonan dari PPAT yang bersangkutan.

c. Surat pernyataan keterlambatan dari PPAT, apabila pendaftaran

melewati dari 7 (tujuh) hari.

d. Akta Jual Beli (AJB) yang dikeluarkan oleh PPAT yang

bersangkutan (lembar kedua).

e. Surat Pernyataan dari Penjual apabila belum Menikah.

f. Persetujuan Suami/Istri Penjual.

g. Fotocopy identitas :

-Jika Perorangan :

untuk Penjual yaitu KTP/Paspor dan Kartu Keluarga,

apabila penjual sudah menikah KTP suami/istri dan surat

Nikah.

untuk Pembeli yaitu KTP/Paspor.

-Jika Badan Hukum :

Akta Pendirian Badan Hukum sesuai dengan UU No.40

tahun 2007

Pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia

RI

KTP/Paspor Penanggung jawab ( Direktur)

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 80: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

71

UNIVERSITAS INDONESIA

Akta Kuasa bila dikuasakan.

h. Fotocopy ijin peralihan jika itu diharuskan.

i. Fotocopy tanda pelunasan PBB tahun berjalan

j. Fotocopy SSP apabila diperlukan

k. Asli SSB Lembar ke-3 yang sudah divalidasi

l. Surat Kuasa Pengurusan dari Pemohon kepada PPAT

Dengan ketentuan semua fotocopy harus dilegalisir oleh Notaris

5. Prosesnya di Kantor Pertanahan

a. Setelah berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, Kantor

Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan

balik nama kepada PPAT, selanjutnya oleh PPAT tanda bukti

penerimaan ini diserahkan kepada Pembeli.

b. Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan

sertifikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala

Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.

c. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman

dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan

dibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala

d. KantorPertanahan atau pejabat yang ditunjuk.

e. Setelah selesai maka sertifikat hak yang dialihkan diserahkan

kepada pemegang hak baru atau kuasanya.

2.5. ANALISIS KASUS AKTA JUAL BELI TANGGAL 14 MARET 2012

NOMOR 07/2012

2.5.1. Posisi Kasus

Pada awal bulan Desember, telah terjadi kesepakatan antara Tuan FA

selaku pembeli dan Tuan CB selaku penjual mengenai pembelian sebidang tanah

yang berstatus Sertipikat Hak Milik atas nama Tuan CB di daerah Lebak Bulus

seluas 200 m2 (dua ratus meter persegi) dengan menunjuk Notaris AM sebagai

Notaris/PPAT.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 81: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

72

UNIVERSITAS INDONESIA

Pada tanggal 21 Januari 2012, Tuan FA menghadap Notaris/PPAT Tuan

AM tetapi ternyata yang hadir adalah Notaris/PPAT TH yang berperan sebagai

penerima protokol dari Tuan AM yang ternyata pada saat itu sudah pensiun

sebagai PPAT dan hal ini tidak diberitahukan kepada Tuan FA sebelumnya.

Pada saat pertemuan dengan Tuan TH untuk pembuatan Akta Jual Beli

tersebut, Tuan TH tidak ada menjelaskan sama sekali mengenai isi dari Akta Jual

Beli tersebut dan beliau terlihat seperti tergesa-gesa dengan beberapa kali

menanyakan apakah Tuan FA sudah siap untuk menandatangani Akta Jual Beli

tersebut.

Pada saat Tuan FA membaca isi dari Akta Jual Beli tersebut, beliau mulai

menyadari adanya beberapa hal yang tidak lazim dalam Akta Jual Beli dan hal-

hal tersebut antara lain adalah:

1. Pada saat negosiasi yang dilakukan oleh Tuan FA dan Tuan CB, status

hak atas tanah adalah Sertipikat Hak Milik dan ternyata yang tertera

dalam Akta Jual Beli adalah Hak Guna Bangunan. Ketika Tuan FA

menanyakan mengenai hal ini, Tuan TH dan Tuan CB hanya menjelaskan

bahwa hal ini dapat diurus dengan mudah dan Tuan CB berjanji akan

mengurus peningkatan status HGB menjadi SHM serta menanggung

biaya peningkatan status tersebut. Selanjutnya, Tuan TH hanya

menjelaskan secara singkat isi Akta Jual beli sebelum penandatanganan.

2. Tanah yang dibeli ternyata merupakan tanah yang dijual sebagian dan

pemecahan sertipikat belum dilakukan. Luas tanah yang tercantum dalam

sertipikat induk adalah sebesar kurang lebih 508 m2 (lima ratus delapan

meter persegi) sedangkan tanah yang akan dibeli adalah 200 m2 (dua

ratus meter persegi). Berkenaan dengan ini, baik Tuan CB maupun Tuan

TH tidak memberi informasi lebih lanjut kepada Tuan FA.

3. Di dalam Akta Jual Beli tersebut masih terdapat kata-kata kurang lebih

(……. yaitu seluas kurang lebih…….m2) yang seharusnya tidak boleh

digunakan karena dalam jual beli tanah yang sebagian, seharusnya ada

pengukuran sehingga luas tanah yang akan dijual tepat dan akurat

ukurannya dan tidak menggunakan kurang lebih.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 82: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

73

UNIVERSITAS INDONESIA

4. Penandatanganan Akta Jual Beli tidak dilakukan di kantor Tuan TH dan

dilakukan di kantor Notaris AM dengan alasan bahwa Tuan TH adalah

penerima protokol dari Tuan AM.

5. Pada saat penandatanganan Akta Jual Beli, Akta tersebut belum diberi

nomor dan tanggal dan ketika ditanyakan kenapa belum diberi nomor dan

tanggal, Tuan TH menjelaskan bahwa pajak-pajak yang harusnya menjadi

kewajiban para pihak belum dibayarkan karena SPPT tanah tersebut

belum keluar untuk tahun 2012.

6. Nilai transaksi yang sesungguhnya tidak sesuai dengan nilai transaksi

yang ada dalam Akta Jual Beli.

Selanjutnya, Tuan FA bertanya kembali kenapa prosedur pembuatan akta

jual beli terlihat berbeda dengan yang pembuatan akta jual beli yang lain dan

Tuan TH hanya menjelaskan bahwa setiap kasus dari jual beli tanah berbeda-

beda dan apa yang ada dalam teori pembuatan Akte Jual Beli sangat berbeda

dalam prakteknya dan bahwa semua yang dilakukannya dalam proses ini sudah

sering terjadi. Tuan TH juga menerangkan bahwa Akta Jual Beli yang

ditandatangani oleh Tuan FA dan Tuan Cahyo Baroto adalah akta yang otentik

dan jual beli yang dilakukan saat itu sudah sah.

Sampai saat inipun, Akta Jual Beli yang dibuat pada tanggal 21 Januari

2012 dan diberikan tanggal 14 Maret 2012 nomor 07/2012, masih belum

didaftarkan kepada Kantor Pertanahan Nasional.

2.5.2. Analisis Kasus

Dalam menjalankan prakteknya sehari-hari, seringkali PPAT dalam

membuat akta peralihan hak atas tanah terjadi kesalahan atau kelalaian yang

mengakibatkan akta jual beli yang dibuatnya dapat dibatalkan atau dinyatakan

batal demi hukum oleh putusan Pengadilan.

Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh PPAT dalam membuat akta

jual beli akan berdampak secara langsung kerugian yang akan diderita kliennya.

Secara lebih terperinci produk akta PPAT yang menimbulkan masalah atau

terjadi penyimpangan terhadap tata cara pembuatan akta karena menyangkut

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 83: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

74

UNIVERSITAS INDONESIA

syarat materiil (baik subyek maupun obyeknya) dan syarat formil (prosedur dan

persyaratan)64 atau hal-hal lain dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penyimpangan terhadap syarat materiil

Penyimpangan terhadap syarat materiil dapat terjadi dikarenakan:

a. Salah satu penghadap dalam akta jual beli adalah anak di bawah

umur atau belum genap berusia 21 tahun.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ditegaskan

bahwa seseorang yang cakap melakukan tindakan menurut hukum

(bekwaam) adalah orang yang sudah berumur 21 tahun atau telah

pernah melangsungkan perkawinan sesuai dengan Pasal 330

KUHPerdata dan Stbl. 1931 No. 54.

b. Penghadap bertindak berdasarkan kuasa, namun pemberi kuasa

yang disebutkan dalam akta kuasa telah meninggal dunia.

Berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

bahwa salah satu sebab berakhirnya suatu kuasa adalah karena

meninggalnya si pemberi kuasa sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 1813 KUHPerdata, yaitu:

Pemberian kuasa berakhir:

-Dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa;

-Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima

kuasa;

-Dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi

kuasa maupun penerima kuasa dengan kawinnya perempuan yang

memberikan atau menerima kuasa.

c. Penghadap bertindak berdasarkan kuasa subsitusi, akan tetapi

dicantumkan dalam akta pemberian kuasa mengenai hak subsitusi.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa sifat

pemberi kuasa adalah persetujuan, maka penerima kuasa tidak

dibenarkan bertindak melampaui persetujuan dalam kuasa yang

diterimanya, sebagaimana diatur Pasal 1719 KUHPerdata, yaitu:

“penerima titipan tidak boleh mengembalikan barang titipan itu

64 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 77

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 84: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

75

UNIVERSITAS INDONESIA

selain kepada orang yang menitipkan sendiri barang itu atau

kepada orang yang atas namanya menitipkan barang itu atau

kepada wakil yang ditunjuknya untuk menerima kembali barang

termaksud”.

d. Pihak penjual dalam akta PPAT tidak disertai dengan adanya

persetujuan dari pihak-pihak yang berhak memberi persetujuan

terhadap perbuatan hukum dalam suatu akta, yaitu:

1) Persetujuan isteri

2) Dalam melakukan perbuatan mengalihkan atau

menjaminkan hak atas tanah kepunyaan bersama tanpa

persetujuan suami, demikian juga sebaliknya apabila suami

melakukan perbuatan untuk mengalihkan atau

menjaminkan hak atas tanah kepunyaan bersama tanpa

persetujuan istri.

Berdasarkan ketentuan undang-undang dinyatakan bahwa

sejak saat dilangsungkan perkawinan tanpa ada perjanjian

kawin, maka terjadilah harta bersama, dengan demikian

antara suami dengan istri dalam melakukan perbuatan

hukum terhadap hak atas tanah harus dengan persetujuan

kedua belah pihak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal

119 KUHPerdata, yang berbunyi:

“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menuruthukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suamiisteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Hartabersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak bolehditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antarasuami isteri.”

3) Terhadap pengurus perseroan melakukan perbuatan untuk

mengalihkan atau menjaminkan hak atas tanah yang

merupakan harta kekayaan perseroan tanpa adanya

persetujuan dari pesero yang ditetapkan dalam anggaran

dasar perseroan. Demikian juga terhadap salah seorang

atau beberapa orang pengurus yayasan atau koperasi dalam

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 85: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

76

UNIVERSITAS INDONESIA

melakukan perbuatan hukum mengalihkan atau

menjaminkan hak atas tanah tanpa persetujuan dari

pengurus yayasan dan koperasi yang ditetapkan dalam

anggaran dasar.

2. Penyimpangan terhadap syarat formil

Penyimpangan terhadap syarat formil dapat terjadi dikarenakan antara

lain:

a. PPAT tidak membacakan isi akta jual beli secara terperinci,

namun hanya menerangkan para pihak tentang perbuatan hukum

dalam akta tersebut.

b. Pada saat penandatanganan akta jual beli belum membayar pajak.

c. Penandatanganan akta jual beli tidak dihadapan PPAT.

d. Sertipikat belum diperiksa kesesuaiannya dengan buku tanah di

Kantor Pertanahan pada saat akta jual beli ditandatangani.

e. Pembuatan Akta Jual Beli dilakukan di luar wilayah daerah kerja

PPAT.

f. Nilai harga transaksi dalam akta jual beli berbeda dengan yang

sebenarnya.

Berdasarkan kasus tersebut di atas, maka Penulis dapat menyimpulkan

bahwa dalam pembuatan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Tuan TH telah terjadi

kesalahan atau kelalaian yang menyimpang dari tata cara/prosedur pembuatan

akta PPAT. Akibat hukum dari kesalahan atau kelalaian PPAT adalah sebagai

berikut:

1. PPAT tidak membacakan isi akta jual beli secara keseluruhan, akan tetapi

hanya menerangkan secara singkat kepada para pihak mengenai hak dan

kewajiban masing- masing pihak dalam akta jual beli tersebut. Dalam

menjalankan prakteknya sehari-hari, seringkali PPAT tidak membacakan

isi akta jual beli dihadapan para pihak, namun PPAT hanya memberi

keterangan mengenai fungsi dari akta jual beli. Sebagian PPAT

menganggap tidak dibacakannya secara menyeluruh isi akta pasal demi

pasal dikarenakan ada sebagian kliennya telah mengerti dan memahami

tentang perbuatan hukum yang dilakukannya dalam akta jual beli tersebut,

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 86: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

77

UNIVERSITAS INDONESIA

serta ada juga yang menganggap tidak harus dibacakan secara menyeluruh

namun kepada para pihak hanya diberitahukan tentang hak, kewajiban

dan akibat hukum dari masing-masing pihak. Kewajiban PPAT

membacakan isi akta diatur dalam Pasal 101 ayat 3 Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu: “PPAT wajib membacakan akta

kepada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai

isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus

dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan yang berlaku”. Sebagai akibat

dari perbuatan tersebut, maka PPAT dapat diberhentikan dengan tidak

hormat dari jabatannya karena melakukan pelanggaran berat terhadap

kewajiban sebagai PPAT. (Pasal 28 ayat 2 Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah). Pemberhentian tidak

hormat tersebut dikarenakan perbuatan PPAT dengan tidak membacakan

isi akta jual beli termasuk dalam jenis pelanggaran berat, sebagaimana

ketentuan dalam Pasal 28 ayat 4 huruf i yang secara tegas dinyatakan

bahwa: “PPAT tidak membacakan aktanya dihadapan para pihak maupun

pihak yang belum atau tidak berwenang melakukan perbuatan sesuai akta

yang dibuatnya;.” Perbuatan PPAT yang tidak membacakan isi akta

tersebut akan menyebabkan tidak terpenuhinya salah satu syarat formil

dalam pembuatan akta PPAT, serta akan mengakibatkan akta PPAT dapat

kehilangan keotentikannya dan pada akhirnya membuat akta tersebut

dapat didegradasikan menjadi akta di bawah tangan. Terhadap

pelanggaran kewajiban tersebut, PPAT dapat dikenakan sanksi

administrasi yaitu pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya.

Selain itu, PPAT juga dapat dituntut oleh pihak-pihak yang merasa

dirugikan atas kelalaiannya tersebut.

2. Pada saat penandatanganan akta jual beli belum membayar pajak-pajak

yang menjadi kewajiban para pihak, maka PPAT tersebut jelas-jelas telah

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 87: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

78

UNIVERSITAS INDONESIA

melanggar ketentuan dalam Pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, yang secara

tegas menyatakan: “Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat

menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak” dan tidak

memenuhi syarat formil dimana PPAT harus membayarkan pajak-pajak

yang menjadi tanggung jawab pembeli dan penjual sebelum

menandatangani akta jual beli. Sebagai akibat dari perbuatan tersebut,

maka PPAT dapat dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal

93, yaitu: Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang

membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan

sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.7.500.000,00 (tujuh juta

lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

3. Nilai harga transaksi yang tertera dalam akta jual beli berbeda dengan

nilai transaksi yang sebenarnya. Dalam kasus ini, nilai transaksi lebih

kecil dari nilai transaksi yang sebenarnya, yaitu berdasarkan dari Nilai

Jual Objek Pajak (NJOP) bukan dari harga transaksi, sehingga pajak yang

harus dibayar lebih kecil dibandingkan apabila dibayar berdasarkan nilai

transaksi yang sebenarnya.

Menurut Pasal 87 ayat 1 dan ayat 2 huruf a Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, dinyatakan

bahwa:

Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah

a) Nilai Perolehan Objek Pajak.

b) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1,

dalam hal (a) jual beli adalah harga transaksi

Sebagai akibat dari perbuatan tersebut, maka PPAT dapat diberhentikan

dengan tidak hormat dari jabatannya karena melakukan pelanggaran berat

terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT dan akta tersebut tidak

memenuhi salah satu syarat formil dalam pembuatan akta. Hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 28 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 88: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

79

UNIVERSITAS INDONESIA

Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah. Pemberhentian tidak hormat tersebut dikarenakan

perbuatan PPAT tersebut termasuk dalam jenis pelanggaran berat,

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 28 ayat 4 huruf d yang secara tegas

dinyatakan bahwa: “memberikan keterangan yang tidak benar di dalam

akta yang mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan.” Akibat

pelanggaran tersebut, maka akta PPAT dapat terdegradasi kekuatan

pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan karena tidak memenuhi

persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang dan/atau peraturan-

peraturan lain dan selain itu, pihak-pihak yang yang berkepentingan

dalam akta tersebut dapat mengajukan gugatan karena adanya cacat

hukum dalam pembuatan akta yang dilakukan oleh PPAT. Pemberian

sanksi administrasi yang akan dikenakan kepada PPAT atas kesalahan

dalam pembuatan akta jual beli akan dilihat terlebih dahulu dari berat

ringannya pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan. Ada 4 (empat)

hukuman disiplin berupa sanksi administrasi, yaitu:

a. Teguran lisan.

b. Teguran tertulis.

c. Pemberhentian sementara dari jabatan sebagai PPAT/PPAT

Sementara, yang berkisar dari satu bulan sampai dengan enam

bulan.

d. Pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan sebagai PPAT.

4. Pembuatan dan penandatanganan Akta Jual Beli tidak dilakukan di kantor

PPAT Tuan TH tetapi dilakukan di kantor Notaris AM. Hal ini jelas

melanggar Pasal 3 Kode Etik PPAT yang berbunyi bahwa PPAT

berkewajiban menetapkan suatu kantor dan kantor tersebut merupakan

satu-satunya kantor bagi PPAT yang bersangkutan dalam menjalankan

tugas jabatan sehari-hari. Sebagai akibat dari perbuatan tersebut, maka

PPAT dapat dikenakan sanksi berupa:

a. Teguran.

b. Peringatan.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 89: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

80

UNIVERSITAS INDONESIA

c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan IPPAT.

d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan IPPAT.

e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan IPPAT.

5. Tanggal yang tertera dalam akta jual beli tanggal 14 Maret 2012 nomor

7/2012 tidak sama dengan tanggal ditandatanganinya akta. Tanggal yang

tertera adalah 14 Maret 2012 sedangkan tanggal penandatanganan akta

tersebut adalah 21 Januari 2012, hal ini dikarenakan belum dibayarnya

pajak-pajak yang seharusnya dibayarkan sebelum pembuatan akta.

Sebagai akibat dari perbuatan tersebut, maka PPAT dapat diberhentikan

dengan tidak hormat dari jabatannya karena melakukan pelanggaran berat

terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT. Hal ini sesuai dengan

ketentuan Pasal 28 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah. Pemberhentian tidak hormat tersebut dikarenakan

perbuatan PPAT tersebut termasuk dalam jenis pelanggaran berat,

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 28 ayat 4 huruf d yang secara tegas

dinyatakan bahwa: “memberikan keterangan yang tidak benar di dalam

akta yang mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan.” Selanjutnya,

PPAT yang bersangkutan juga dapat dituntut oleh para pihak.

6. PPAT membuat Akta Jual Beli atas sebagian tanah yang belum dipecah

sertipikatnya. Dalam pembuatan Akta Jual Beli, harus jelas objek dari jual

beli tersebut. Jadi apabila sertipikat induk yang dijadikan sebagai

pembuktian, maka akan terjadi kerancuan di kemudian hari bagi si

pembeli karena pembeli tidak bisa menentukan bagian mana yang

merupakan haknya. Oleh karena itu, sebelum PPAT membuat Akta Jual

Beli, harus diadakan permohonan pemecahan sertipikat dan diadakan

pengukuran ulang baik oleh penjual atau PPAT yang ditunjuk oleh

penjual. Selama hal ini belum dilakukan, maka PPAT belum bisa

melakukan pendafaran tanah karena hal-hal yang mendasari tidak

terpenuhinya syarat-syarat pendaftaran tanah, antara lain adalah:

a. Harga jual beli belum dibayar lunas;

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 90: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

81

UNIVERSITAS INDONESIA

b. Objek jual beli masih dijaminkan atau sedang diagunkan;

c. Izin pengalihan hak belum dikeluarkan oleh pihak yang

berwenang;

d. Pajak-pajak yang terhutang belum dibayarkan

e. Sertipikat belum di roya

f. Sertifikat belum dipecah (masih sertipikat induk).

Seharusnya dalam hal ini, PPAT tersebut menyarankan kepada Tuan FA

untuk membuat Akta Perikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris.

Sesudah adanya pemecahan barulah bisa dibuatkan Akta Jual Beli. Salah

satu kewajiban dari PPAT dalam Kode Etik yang diatur dalam Pasal 3

yaitu Profesi PPAT adalah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya

kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dan memberikan

penyuluhan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan maksud

agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya

sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Sanksi yang dapat

dikenakan kepada PPAT yang bersangkutan adalah sanksi administratif

yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelangaran Kode Etik

yaitu berupa:

a. Teguran.

b. Peringatan.

c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan IPPAT.

d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan IPPAT.

e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan IPPAT.

7. Tujuh hari setelah penandatanganan, PPAT tidak menyampaikan Akta

Jual Beli yang dibuatnya kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. Hal

ini berkaitan erat dengan hal di angka 5 di atas karena apabila Akta Jual

Beli ini belum selesai prosesnya karena belum ada pengukuran ulang

akibat pemecahan tanah tersebut sehingga Akta Jual Beli tersebut belum

bisa didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Sebagai akibat dari perbuatan ini

maka PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan

yang ada dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi: “Selambat-lambatnya 7

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 91: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

82

UNIVERSITAS INDONESIA

(tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan,

PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatkannya berikut dokumen-

dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar”.

PPAT yang melanggar ketentuan dalam pasal ini akan dikenakan tindakan

administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari

jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan

dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang

diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 92: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

83

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Simpulan yang dapat diberikan oleh penulis dalam pembuatan tesis ini

adalah:

1. Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data

pendaftaran tanah maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat

dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan

pembebanan hak. Dalam pembuatan akta, PPAT harus mentaati prosedur

pembuatan akta berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan

yang berlaku seperti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan peraturan

perundangan lainnya yang bersangkutan agar akta tersebut menjadi akta

otentik dan dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban hukum dan

perlindungan hukum bagi semua pihak dan prosedur tersebut meliputi:

Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli.

a. Sebelum membuat akta Jual Beli Pejabat pembuat Akta

Tanah melakukan pemeriksaan mengenai keaslian

sertifikat ke kantor Pertanahan.

b. Penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) yaitu 5%

dari HargaTransaksi, di bayarkan di Bank atau Kantor Pos.

c. Pembeli harus membayar Pajak berupa BPHTB dihitung

dari nilai transaksi.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 93: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

84

UNIVERSITAS INDONESIA

d. Calon pembeli membuat pernyataan bahwa dengan

membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak

atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum

penguasaan tanah.

e. Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki

tidak dalam sengketa.

f. PPAT menolak pembuatan Akta jual Beli apabila tanah

yang akan dijual sedang dalam sengketa atau dalam

tanggungan di bank.

Pembuatan Akta Jual Beli:

a. Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan pembeli

atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis

jika dikuasakan.

b. Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya

dua orang saksi biasanya dari perangkat desa jika melalui

PPAT Sementara (camat/lurah) dan kedua pegawai Notaris

jika melalui NOTARIS/ PPAT.

c. Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan

menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta,

termasuk juga sudah lunas transaksinya.

d. Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan pembeli maka

akta ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi-saksi dan

Pejabat Pembuat Akte Tanah.

e. Akta dibuat 2 lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor

PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor

Pertanahan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak

(balik nama/pemecahan).

f. Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan

salinannya.

Langkah selanjutnya setelah selesai pembuatan Akta Jual Beli:

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 94: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

85

UNIVERSITAS INDONESIA

a. Sebelum Akta Jual beli didaftarkan atau diserahkan ke

kantor Pertanahan Setempat maka harus dilakukan validasi

SSB dikantor PBB.

b. PPAT kemudian menyerahkan berkas Akta Jual Beli ke

Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat

atau pemecahan sertifikat.

c. Penyerahan harus dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh

hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.

2. Proses peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh Tuan TH selaku

PPAT adalah sebagai berikut:

a) PPAT tidak membacakan isi akta jual beli secara keseluruhan,

akan tetapi hanya menerangkan secara singkat kepada para pihak

mengenai hak dan kewajiban masing- masing pihak dalam akta

jual beli tersebut.

b) Pada saat penandatanganan akta jual beli belum membayar pajak-

pajak yang menjadi kewajiban para pihak.

c) Nilai harga transaksi yang tertera dalam akta jual beli berbeda

dengan nilai transaksi yang sebenarnya.

d) Pembuatan dan penandatanganan Akta Jual Beli tidak dilakukan di

kantor PPAT TH melainkan di kantor Notaris/PPAT AM.

e) Tanggal yang tertera dalam akta jual beli tanggal 14 Maret 2012

nomor 7/2012 tidak sama dengan tanggal ditandatanganinya akta

yaitu tanggal 21 Januari 2012.

f) PPAT membuat Akta Jual Beli untuk tanah yang belum dipecah

sertipikatnya.

g) Tujuh hari setelah penandatanganan, PPAT tidak menyampaikan

Akta Jual Beli yang dibuatnya kepada Kantor Pertanahan untuk

didaftar.

3. Akibat hukum terhadap akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak

sesuai dengan prosedur dapat mengakibatkan akta tersebut batal demi

hukum dan akan mengakibatkan akta jual beli tersebut dapat terdegradasi

kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan karena tidak

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 95: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

86

UNIVERSITAS INDONESIA

memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang dan atau

peraturan-peraturan lain. Sedangkan sanksi yang akan dikenakan PPAT

atas kesalahan yang dilakukannya dalam pembuatan akta jual beli, PPAT

dapat dikenakan:

a) Sanksi administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian

dari jabatannya sebagai PPAT.

b) Sanksi pidana maupun perdata yang berasal dari tuntutan pihak-

pihak yang menderita kerugian.

c) Sanksi administratif dibidang perpajakan apabila pada saat

penandatanganan akta jual beli, PPAT belum membayarkan pajak-

pajak yang menjadi tanggung jawab para pihak. Sanksi tersebut

adalah PPAT dapat dikenakan denda sebesar Rp.7.500.000,00

(tujuh juta lima ratus ribu rupiah).

B. SARAN

1. Untuk PPAT

PPAT adalah pejabat umum yang melayani masyarakat sehingga dalam

menjalankan tugasnya melakukan pembuatan akta jual beli hendaknya harus

selalu patuh dan selalu bersandar kepada ketentuan-ketentuan yang ada, karena

akta yang dibuat oleh PPAT adalah akta otentik yang sangat mempengaruhi

kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah. PPAT juga perlu lebih memahami

ketentuan-ketentuan yang ada untuk menghindarkan PPAT dari sanksi

pemberhentian baik dengan hormat maupun dengan tidak hormat maupun

tuntutan ganti rugi dari para pihak. PPAT dalam menjalankan tugasnya harus

selalu berlandaskan pada moralitas dan integritas yang tinggi terhadap profesi

dan jabatannya selaku PPAT.

Selain itu, diharapkan kepada PPAT dalam menjalankan tugas jabatannya

selalu bertindak secara profesional dan memiliki prinsip kehati-hatian dalam

pembuatan akta PPAT. Hal tersebut diperlukan agar akta yang dibuat oleh PPAT

tidak menjadi cacat hukum dan merugikan masyarakat. Selanjutnya, PPAT juga

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 96: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

87

UNIVERSITAS INDONESIA

harus bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak

berpihak.

2. Untuk Para Pihak

Bagi para pihak sebaiknya lebih selektif dalam memilih PPAT dan

sebelum membuat akta jual beli, para pihak dianjurkan untuk:

a. menanyakan kepada PPAT mengenai prosedur pembuatan akta jual beli,

b. membaca peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pembuatan

akta jual beli tersebut,

c. melakukan penelitian lewat internet.

Hal-hal tersebut di atas perlu dilakukan agar para pihak tidak dirugikan

dan akta jual beli yang dihasilkan dapat menjamin kepastian hak atas tanah yang

diperjualbelikan.

3. Untuk Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT)

IPPAT harus memberikan penyuluhan mengenai prosedur pembuatan akta

di dalam berbagai acara seperti dalam acara seminar pertanahan atau konggres

PPAT agar PPAT selalu ingat untuk mengikuti prosedur yang tepat, benar dan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 97: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

88

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR REFERENSI

A. BUKU

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Budiono, Herlien. Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia HukumPerjanjian Berlandaskan Asas‐Asas Wigati Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya bakti, 2006.

______________.Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan.Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2007

Cahyo, Bambang Tri. Ekonomi Pertanahan. cet 1. Yogjakarta: Liberty, 1983.

Effendi, Bachtiar. Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah. Bandung: Alumni,1982.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Hukum TanahNasional Jilid 1. Jakarta : Djambatan, 2003.

_______. Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Edisi Revisi Cetakanke-19. Jakarta : Djambatan, 2008.

Limbong, Bernhard. Konflik Pertanahan. cetakan ke-1. Jakarta: CV Rafi MajuMandiri, 2012.

Lubis, Mohammad dan Abd. Rahim Lubis. Hukum Pendaftaran Tanah. Bandung:Mandar Maju, 2008.

Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. cetakan ke-1.Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Mertokusumo, Soedikno. Hukum dan Politik Agraria, Jakarta : Karunika-Universitas terbuka, 1988.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Jual Beli. Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2003.

Mustofa. Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT. Yogyakarta: Karya Media,2010.

Perangin-angin, Effendi. Hukum Agraria di Indonesia. cetakan ke-III. Jakarta :Rajawali. 1991.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 98: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

89

UNIVERSITAS INDONESIA

___________________. 401 Pertanyaan dan Jawaban tentang Hukum Agraria.Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994

_______. Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandangan PraktisiHukum. Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa, 1986.

_______. Praktak Jual Beli Tanah, Jakarta : Rajawali Pers, 1987.

Rubaie, Achmad. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Malang:Bayumedia,2007.

Saleh, K. Wantjik. Hak Anda Atas Tanah. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977.

Salindeho, John. Masalah Tanah Dalam Pembangunan. Jakarta: Grafija, 1993.

Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah. Cetakan ke-2.Jakarta:Kencana. 2011

Sihombing, B.F. Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia.Jakarta: Toko Gunung Agung, 2004.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. cet ke-3. Jakarta: UI Press,1986.

_______________. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali, 1983.

Soimin, Sodaryo. Status Tanah dan Pembebasan Tanah. Jakarta: Sinar Grafika,1994.

Subekti. Aneka Perjanjian. Cetakan ke-10. Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995.

Sutedi, Adrian. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Cetakan ke-1,Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007.

Uttrecht, E. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Djakarta: Balai BukuIkhtiar, 1963.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Badan Pertanahan Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pertanahan tentangKetentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan BPN Nomor 1Tahun 2006

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 99: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

90

UNIVERSITAS INDONESIA

Indonesia. Undang-Undang Pokok Agraria Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,No. 5 Tahun 1960, Lembaran Negara No. 104 Tahun 1960,

Tambahan Berita Negara No.2043.

_______. Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No.24 Tahun1997, Lembaran Negara Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor3696.

_______. Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pejabat Pembuat AktaTanah, UU No.37 Tahun 1998, Lembaran Negara Nomor 52 Tahun 1998,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3740.

_______. Peraturan Menteri Negara / Kepala Badan Pertanahan NasionalTentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah. PMNA Nomor 3 Tahun 1997.

_______. Undang-Undang Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, UUNo.28 Tahun 2009, Lembaran Negara Nomor 130 Tahun 2009,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3988

C. Skripsi/Tesis/Disertasi

Kraan, C.A, De Authentieke Akte (Amsterdam 20 Januari 1984) dalam HerlienBudiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 100: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 101: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013

Page 102: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKTA PPAT YANG TIDAK …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334142-T32552... · dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Akta PPAT

Tinjauan yuridis..., Anindhita Prameswari, FH UI, 2013