Upload
singa-perlaya
View
193
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Membangun pertanian dibutuhkan SDM yang berkualitas. Lebih dari itu, tersedianya
SDM yang berkualitas merupakan modal utama bagi daerah untuk menjadi pelaku (aktor),
penggerak pembangunan di daerah. Karena itu untuk membangun pertanian, kita harus
membangun sumber daya manusianya. SDM yang perlu dibangun di antaranya adalah SDM
masyarakat pertanian (petani-nelayan, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian), agar
kemampuan dan kompetensi kerja masyarakat pertanian dapat meningkat, karena merekalah
yang langsung melaksanakan segala kegiatan usaha pertanian di lahan usahanya. Hal ini hanya
dapat dibangun melalui proses belajar dan mengajar dengan mengembangkan sistem pendidikan
non formal di luar sekolah secara efektif dan efisien di antaranya adalah melalui penyuluhan
pertanian. Melalui penyuluhan pertanian, masyarakat pertanian dibekali dengan ilmu,
pengetahuan, keterampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi baru di bidang pertanian
dengan sapta usahanya, penanaman nilai-nilai atau prinsip agribisnis, mengkreasi sumber daya
manusia dengan konsep dasar filosofi rajin, kooperatif, inovatif, kreatif dan sebagainya. Yang
lebih penting lagi adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat pertanian agar mereka tahu
dan mau menerapkan informasi anjuran yang dibawa dan disampaikan oleh penyuluh pertanian.
Tujuan penyuluhan pertanian adalah dalam rangka menghasilkan SDM pelaku
pembangunan pertanian yang kompeten sehingga mampu mengembangkan usaha pertanian yang
tangguh, bertani lebih baik (better farming), berusaha tani lebih menguntungkan (better
bussines), hidup lebih sejahtera (better living) dan lingkungan lebih sehat. Penyuluhan pertanian
dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan petani-nelayan, pengusaha
pertanian dan pedagang pertanian, serta mendampingi petani untuk:
1. Membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan
perkiraan ke depan.
2. Membantu mereka menemukan masalah.
3. Membantu mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah.
4. Membantu mereka mengambil keputusan.
5. Membantu mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya.
Keberhasilan penyuluhan pertanian dapat dilihat dengan indikator banyaknya petani,
pengusaha pertanian dan pedagang pertanian yang mampu mengelola dan menggerakkan
usahanya secara mandiri, ketahanan pangan yang tangguh, tumbuhnya usaha pertanian skala
rumah tangga sampai menengah berbasis komoditi unggulan di desa. Selanjutnya usaha tersebut
diharapkan dapat berkembang mencapai skala ekonomis. Semua itu berkorelasi pada
keberhasilan perbaikan ekonomi masyarakat, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat, lebih dari itu akan bermuara pada peningkatan pendapatan daerah. Ke depan arah
pembangunan, menuju pada industrialisasi di bidang pertanian melalui pengembangan agribisnis
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal ini akan bisa diwujudkan dengan lebih
dahulu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, terutama masyarakat pertanian,
sehingga kesinambungan dan ketangguhan petani dalam pembangunan pertanian bukan saja
diukur dari kemampuan petani dalam memanage usahanya sendiri, tetapi juga ketangguhan dan
kemampuan petani dalam mengelola sumberdaya alam secara rasional dan efisien,
berpengetahuan, terampil, cakap dalam membaca peluang pasar dan mampu menyesuaikan diri
terhadap perubahan dunia khususnya perubahan dalam pembangunan pertanian. Di sinilah
pentingnya penyuluhan pertanian untuk membangun dan menghasilkan SDM yang berkualitas.
Namun hal yang cukup fundamental, mentalitas petani sebagai pelaku usaha tani padi
perlu diperhatikan. Semangat usaha yang cenderung menurun akibat dihadapkan pada nilai jual
produk yang belum menguntungkan, dan choise dengan produk komoditi usaha tani lain yang
lebih menguntungkan. Karena itu petani padi kita perlu mendapatkan inspirasi yang selalu up to
date agar tumbuh motivasi dan gairah usaha dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi untuk
maju demi nusa bangsa kita.
1.2. Tujuan PKL
Adapun tujuan Praktek Kerja Lapang (PKL) di BP4KKP Bekasi adalah mahasiswa dapat
mengetahui sbb :
1. Mengerahui Peran Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan, Kehutanan Dan
Ketahanan Pangan melalui BP3 tingkat kecamatan Dalam Meningkatkan Kualitas Sektor
Agribisnis Di kecamatan Bojongmanagu
2. Membina relasi dengan instansi atau perusahaan tempat Praktek Kerja Lapang
3. Memperoleh pengalaman kerja sebelum memasuki dunia kerja, serta memperoleh
referensi dari tempat melakukan PKL.
4. Memahami konsep-konsep non akademisi dan non teknis dalam dunia kerja pertanian
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan Laporan
Ruang lingkup pembahasan laporan adalah kegiatan BP4KKP melalui BP3 tingkat
kecamatan dalam upaya mencapai program-program yang telah di rencanakan :
1. Pembahasan umum mengenai gambaran kegiatan BP4KKP melalui BP3 tingkat kecamatan
dalam upaya mencapai program-program yang telah di rencanakan
2. Fokus pembahasan mengenai peran GAPOKTAN dan BP3 dalam meningkatkan agribisnis di
Desa Bojongmangu
3. Fokus kegiatan atau program mengenai tindakan –tindakan yang di lakukan oleh
GAPOKTAN dan BP3 dalam rangka meningkatkan kualitas sektor agribisnis di pedesaan
Bojongmangu
1.4. Metode Praktek Kerja Lapangan
Dalam kegiatan praktek kerja ini, metode yang digunakan adalah:
1. Praktek Kerja
Praktek kerja di laksanakan dikantor BP4KKP di disposisikan ke BP3 tingkat kecamatan
tepatnya di Bojongmangu dan banyak terjun ke masyarakat khususya tokoh dan
gapoktan-gapoktan secara langsung selama 2 bulan untuk memperoleh keterangan
langsung serta menambah wawasan dan pengalaman kerja.
2. Wawancara
Wawamcara dilakukan pada hari-hari tertentu kepada Kapala BP4KKP, pendamping
PKL, kepala BP3 dan tenaga kerja yang ada, serta ke m asyarakat setempat mengenai
program yang diterapkan.
3. Pengamatan tidak langsung
Yaitu pengumpulan data melalui studi pustaka dan mengumpulkan keterangan dan data
dari tempat kerja praktek.
1.5. Profil BP4KKP Kab. Bekasi
Pelaksanaan pembangunan pertanian di Indonesia pada prinsipnya tidak terlepas
dari kegiatan penyuluhan pertanian. Sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia memiliki rentang
waktu dan pengalaman yang cukup panjang. Di mana pada jaman penjajahan dulu dikenal
sebagai Lanbouw Voorlichting Dienst (LVD) dengan Lanbouw Consultent-nya. Pada awal
jaman kemerdekaan dikenal Jawatan Pertanian Rakyat dengan BPMD (Balai Pendidikan
Masyarakat Desa)-nya, dan diera 70-an Institusi Penyuluhan Pertanian dibawah Dinas Pertanian
Tanaman Pangan yaitu di setiap kecamatan ada “Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)”. Hingga
sekarang lembaga ini masih juga terkena perubahan yaitu dengan terbitnya SKB Mentan-
Mendagri tahun 1991, Balai Penyuluhan Pertanian sebagai “Base Camp”-nya para penyuluh
pertanian dipisah-pisah ke dalam subsektor pertanian yang mengakibatkan dikenalnya sebutan
Penyuluh Pertanian subsektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Perikanan dan Peternakan. Begitu
banyak sekali perubahan yang terjadi, sehingga ada pemeo setiap kali ganti menteri ganti juga
kebijakan, memang penyuluh pertanian sudah demikian adanya. Sejak dilahirkan pada jaman
BIMAS para penyuluh pertanian sudah berkali-kali ganti wadah, mula-mula diatur oleh Dinas
Pertanian, tahun 1986 diserahkan kepada Sekretariat Pelaksana Harian BIMAS (SPHB), sejalan
dengan keluarnya SKB Mentan-Mendagri tahun 1991 pecah lagi ke dinas-dinas subsektor
pertanian. Pada tahun 1996 keluar lagi SKB Mentan-Mendagri yang melahirkan suatu organisasi
baru sebagai wadah untuk menampung para Penyuluh Pertanian yang berserakan pada setiap
dinas subsektor pertanian yaitu Balai Informasi Penyulukan Pertanian (BIPP) yang status dan
fungsinya merupakan lembaga struktural yang berada di bawah Pemerintah Kabupaten. Sejalan
dengan reformasi dan demokratisasi dalam bidang politik kenegaraan yang melahirkan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berdasarkan hasil
sidang DPRD Kabupaten Bekasi maka lahirlah Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2001 yang
mengukuhkan lembaga penyuluhan pertanian di Kabupaten Bekasi yang semula namanya Balai
Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) menjadi Kantor Penyuluhan dan Pelatihan Pertanian
(KPPP).
Seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan maka setiap daerah dituntut harus membentuk
lembaga penyuluhan pertanian, dengan adanya Undang-undang tersebut, maka tanggal 13 Juni
2008 terbitlah Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi , maka ditingkatkan lagi
status kelembagaannya dari KPPP menjadi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan
Kehutanan dan Ketahanan Pangan (BP4KKP).Adapun dasar hukum pembentukannya adalah
sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan
dan Kehutanan
3. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 4 Tahun 2008, tentang Organisasi Perangkat
Daerah
4. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 8 Tahun 2008, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi
1.5.1. Visi
Terwujudnya Peningkatan Sumber Daya Manusia Pelaku Utama dan Pelaku Usaha
Pertanian, Perikanan, Kehutanan yang Handal dalam Upaya Mewujudkan Tercapainya
Kecukupan Pangan.
1.5.2. Misi
1. Meningkatkan SDM Badan / Lembaga dan Penyuluh;
2. Meningkatkan SDM pelaku utama dan pelaku usaha di bidang pertanian, perikanan dan
Kehutanan;
3. Meningkatkan sarana dan prasarana baik di badan / lembaga maupun di UPT-BPP;
4. Memotivasi dan memfasilitasi untuk berkembangnya program penyuluhan pertanian,
perikanan, kehutanan dan ketahanan pangan yang berdasarkan kepada aspirasi dan
kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha;
5. Mengembangkan desa mandiri pangan.untuk mendukung desa mandiri gotong royong;
6. Menjalin kemitraan antara pelaku utama dan pelaku usaha dengan lembaga swasta,
BUMN, BUMD, badan diklat, perguruan tinggi bagi petani dan lembaga ekonomi;
7. Mendorong berkembangnya kemitraan usaha tani yang berwawasan agribisnis;
8. Meningkatkan jasa pelayanan penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
9. Melaksanakan manajemen penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan ketahanan
pangan yang profesional;
10. Mengembangkan sentra-sentra produksi pengolahan hasil komoditi unggulan;
11. Mewujudkan kecukupan pangan di pedesaan
12. Meningkatkan daya beli masyarakat yang memadai dalam memenuhi kebutuhan pangan.
1.5.3. Tugas Pokok
Membantu Bupati dalam melaksanakan kewenangan dibidang penyuluhan pertanian,
perikanan, kehutanan dan ketahanan pangan.
1.5.4. Fungsi
1. Perumusan kebijakan, program dan programa penyuluhan pertanian, perikanan,
kehutanan dan ketahanan pangan
2. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan metode serta
pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan
3. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan dan penyebaran materi penyuluhan
bagi para pelaku utama dan pelaku usaha
4. Pelaksanaan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan,
ketenagaan, sarana dan prasarana serta pembiayaan penyuluhan
5. Pelaksanaan penumbuhkembangkan dan pelaksanaan fasilitasi kelembagaan dan forum
kegiatan pelaku utama dan pelaku usaha
6. Pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya dan swasta melalui proses
pembelajaran secara berkelanjutan
7. Pelaksanaan pembinaan terhadap BP3K dan Pos Penyuluhan Pedesaan
8. Pengelolaan kegiatan ketahanan pangan
9. Pengelolaan urusan kesekretariatan Badan.
1.5.5. Struktur Organisasi
Adapun Susunan Organisasi Dinas Pertanian, terdiri dari :
1.Kepala Badan
2.Sekretaris
a. Sub Bagian Keuangan dan Program
b. Sub Bagian Aparatur dan Umum
c. Sub Bagian Perlengkapan
3.Bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Kelembagaan
a. Sub Bidang Pengembangan
b. Sumberdaya Manusia
c. Sub Bagian Pengembangan Kelembagaan, Sarana, dan Prasarana
4. Bidang Penyediaan Informasi, Pengkajian, dan Prasarana
a. Sub Bidang Penyediaan Informasi
b. dan Pengkajian Teknologi
c. Sub Bidang Pengembangan Kemitraan dan Kerjasama
5.Bidang Pengembangan Penyuluhan
a. Sub Bidang Programa dan Tata
Penyuluhan
b. Sub Bidang Penyelenggaraan
Penyuluhan
6.Bidang Ketahanan Pangan
a. Sub Bidang Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
b. Sub Bidang Distribusi dan Konsumsi Pangan
7.Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB)
8.Kelompok Jabatan Fungsional
Table 1. Tujuan dan Sasaran BP4KKP Bekasi
TUJUAN SASARAN
1. Meningkatkan kapasitas aparatur
dan petani dalam mengelola dan
mempromosikan hasil pertaniannya
1.1. Meningkatnya kemampuan aparatur
dalam memberikan penyuluhan dan
pembinaan kekelompok masyarakat.
1.2. Meningkatnya kemampuan dan
pengetahuan petani
2. Meningkatkan produksi pertanian
untuk kesejahteraan masyarakat
2.1. Meningkatnya produksi hasil pertanian
untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Mendorong perkembangan pangsa
pasar produk pertanian
3.1. Meningkatnya peluang bagi pasar produk
pertanian
Sumber : Profil Kinerja Pelayanan BP4KKP Bekasi
1.5.6. Potensi Usaha
Wilayah kabupaten bekasi secara geografis terletak pada terletak pada 1060 88’ 77’ BT
dan 6.10’-6.30 LS.secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara : Laut Jawa
Sebelah selatan : Kabupaten Bogor
Sebelah timur : kabupaten karawang
Sebelah barat : DKI Jakarta dan Kota Bekasi
luas wilayah Kabupaten Bekasi 1.273,88 Km2 yang terdiri dari 23 kecamatan , 182 desa, dan 5
kelurahan. Dengan posisi geografis yang strategis ini akan menambah daya tarik Kabupaten
Bekasi khususnya sebagi daerah industry, perdagangan, jasa dan perumahan / pemukiman.
Kabupaten Bekasi sebagai Wilayah Penyangga Ibu Kota DKI Jakarta dengan
karakteristik pertambahan penduduk yang cukup tinggi sejalan dengan arah kebijakan pada
sektor industri, perdagangan, pemukiman dan jasa. Hal ini memberikan dampak terhadap
tingginya kebutuhan atau permintaan akan produk hasil pertanian, peternakan, perikanan, baik
jenis, kuantitas maupun kualitas. Perkembangan sosial ekonomi dan kemajuan teknologi
menyebabkan tuntutan masyarakat terhadap keamanam pangan baik nabati maupun hewani
semakin tinggi salah satu cara mendukung terpenuhinya tuntutan tersebut adalah dengan
melakukan pengawasan dan pengujian mutu terhadap bahan dan produk pangan yang masuk dan
diperjualbelikan di Kabupaten Bekasi. Dalam pelaksanaannya diperlukan pengaturan, penetapan
norma dan standar mutu pangan dan proses pengujian mutu pangan. Sesuai dengan karakteristik
wilayah perkotaan, maka komoditi pertanian, peternakan, dan perikanan yang dikembangkan
adalah komoditas yang tidak memerlukan lahan luas dengan penerapan teknologi dan memiliki
nilai tambah dengan memanfaatkan pekarangan, ruang-ruang terbuka hijau dan perairan umum.
Untuk di manfaatkan sebagai produksi dalam bidang pertanian.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi Penyuluhan Dan Penyuluh
Pengertian dari penyuluhan adalah proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk
memberdayakan dan memperkuat kemampuan semua “stakeholders” agribisnis melalui proses
belajar bersama yang partisipatip, agar terjadi perubahan perilaku pada diri setiap individu dan
masyarakatnya untuk mengelola kegiatan agribisnisnya yang semakin produktif dan efisien,
demi terwujudnya kehidupan yang baik, dan semakin sejahtera secara berkelanjutan
(Mardikanto, 2003).
Ban (1999) menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sebuah intervensi sosial yang
melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar untuk membantu masyarakat
membentuk pendapat mereka sendiri dan mengambil keputusan dengan baik .Margono Slamet
(2000) menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan
masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau
mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Margono Slamet (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan
Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an. Penyuluhan pembangunan sebagai proses
pemberdayaan masyarakat, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya “better-
farming, better business, dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat (sasaran) untuk
mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat terjadinya perubahan-perubahan
kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga mereka dapat (dalam jangka panjang)
meningkatkan taraf hidup pribadi dan masyarakatnya (SDC, 1995 dalam Mardikanto 2003).
Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan, penyuluhan tidak sekadar upaya
untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah untuk
menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Mardikanto, 1987).
Anwar (2000) menjelaskan fungsi-fungsi penyuluhan yang perlu diarahkan untuk:
1. Pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk peningkatan mutu sumberdaya manusia.
2. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam beragam aspek pembangunan
3. Bersama-sama institusi dan pakar-pakar terkait mendukung perencanaan pembangunan
daerah.
Mardikanto (1993) mengatakan Penyuluh pertanian adalah orang yang memberikan dorongan
kepada para petani agar mau mengubah cara berfikirnya dan cara hidupnya yang lama dengan
cara yang baru melalui proses penyebaran informasi seperti pelatihan, kursus, kunjungan yang
berkaitan dengan perubahan dan perbaikan cara-cara berusahatani, usaha peningkatan
prodiktivitas pendapatan petani serta perbaikan kesejahteraan keluarga petani atau masyarakat.
Didalam kenyataanya, kualifikasi penyuluh tidak cukup hanya dengan memenuhi persyaratan
keterampilan, sikap dan pengetahuan saja, tetapi keadaan atau latar belakang sosial budaya
(bahasa, agama, kebiasaan-kebiasaan) seringkali justru lebih banyak menentukan keberhasilan
penyuluh yang dilaksanakan. Karena itu penyuluh yang baik sejauh mungkin harus memiliki
latar belakang sosial budaya yang sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat sasarannya.
Menurut Suhardiyono (1992). Seorang penyuluh dapat membantu petani dalam usaha mereka
meningkatkan produksi dan mutu hasil produksi guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Oleh
karena itu penyuluh mempunyai banyak peran antara lain sebagai pembimbing petani,
organisator, dinamisator, pelatih, teknisi, dan jembatan penghubung antara keluarga petani dan
instansi penelitian dibidang pertanian
Lippit (1961) dalam tulisannya tentang perubahan yang terencana, merinci lingkup
kegiatan penyuluh sebagai agen pembaruan dalam 7 (tujuh) kegiatan pokok, yaitu:
1. Penyadaran, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat
tentang “keberadaannya”, baik keberadaan nya sebagai individu dan anggota masyarakat,
maupun kondisi lingkungannya yang menyangkut lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya,
ekonomi, dan politik. Proses penyadaran seperti itulah yang dimaksudkan oleh Freire
sebagai tugas utama dari setiap kegiatan pendidikan, termasuk di dalamnya penyuluhan.
2. Menunjukkan adanya masalah, yaitu kondisi yang tidak diinginkan yang kaitannya
dengan keadaan sumberdaya (alam, manusia, sarana-prasarana, kelembagaan, budaya,
dan aksesibilitas), lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya dan politis. Termasuk dalam
upaya menunjukkan masalah tersebut, adalah faktor-faktor penyebab terjadinya masalah,
terutama yang menyangkut kelemahan internal dan ancaman eksternalnya.
3. Membantu pemecahan masalah, sejak analisis akar-masalah, analisis alternatif
pemecahan masalah, serta pilihan alternatip pemecahan terbaik yang dapat dilakukan
sesuai dengan kondisi internal (kekuatan, kelemahan) maupun kondisi eklsternal (peluang
dan ancaman) yang dihadapi.
4. Menunjukkan pentingnya perubahan, yang sedang dan akan terjadi di lingkungannya,
baik lingkungan organisasi dan masyarakat (lokal, nasional, regional dan global). Karena
kondisi lingkungan (internal dan eksternal) terus mengalami perubahan yang semakin
cepat, maka masyarakat juga harus disiapkan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan
tersebut melalu kegiatan “perubahan yang terencana”
5. Melakukan pengujian dan demonstrasi, sebagai bagian dan implementasi perubahan
terencana yang berhasil dirumuskan. Kegiatan uji-coba dan demonstrasi ini sangat
diperlukan, karena tidak semua inovasi selalu cocok (secara: teknis, ekonomis, sosial-
budaya, dan politik/kebijakan) dengan kondisi masyarakatnya. Di samping itu, uji-coba
juga diperlukan untuk memperoleh gambaran tentang beragam alternatip yang paling
“bermanfaat” dengan resiko atau korbanan yang terkecil.
6. Memproduksi dan publikasi informasi, baik yang berasal dari “luar” (penelitian,
kebijakan, produsen/pelaku bisnis, dll) maupun yang berasal dari dalam (pengalaman,
indegenuous technology, maupun kearifan tradisional dan nilai-nilai adat yang lain).
Sesuai dengan perkembangan teknologi, produk dan media publikasi yang digunakan
perlu disesuaikan dengan karakteristik (calon) penerima manfaat penyuluhannya
7. Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas. Yang dimaksud dengan
pemberdayaan disini adalah pemberian kesempatan kepada kelompok grassroot untuk
bersuara dan menentukan sendiri pilihan-pilihannya (voice and choice) kaitannya dengan:
aksesibilitas informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta partisipasi dalam
keseluruhan proses pembangunan, bertanggung-gugat (akuntabilitas publik), dan
penguatan kapasitas lokal. Sedang yang dimaksud dengan penguatan kapasitas,
menyangkut penguatan kapasitas individu, kelembagaan-lokal, masyarakat, serta
pengembangan jejaring dan kemitraan-kerja.
Menurut Mulyana (2005) Penyuluhan Pertanian adalah pemberdayaan petani dan
keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal di
bidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, social
maupun politik sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai.
Penyuluhan Pertanian adalah Sistem Pemberda-yaan Petani dan Keluarganya Melalui Kegiatan
Pembelajaran yang Bertujuan agar Para Petani dan Keluarganya Mampu secara Mandiri
Mengorganisasikan Dirinya dan Masyarakatnya untuk Bisa Hidup Lebih Sejahtera. Petani harus
diajak belajar bagaimana memelihara dan memanfaatkan sumberdaya yang ada dilingkungannya
untuk kesejahteraannya yang lebih baik secara berkelanjutan dan kreteria penyuluh pertanian
yang akan diterima petani sebagai berikut :
1. Layak untuk dipercaya karena kemampuan dan keahliannya
2. Tahu persis situasi petani sehingga dapat menunjukkan permasalahan yang dihadapi
sekaligus menunjukkan alternatif pemecahannya,
3. Selalu ada jika dibutuhkan, dalam arti penyuluh pasti punya waktu untuk sasaran
4. Penyuluh tidak sering ganti
kemampuan yang harus dimiliki penyuluh pertanian sebagai berikut :
1. Kemampuan berkomunikasi
2. Sikap penyuluh: menghayati profesinya, menyukai masyarakat sasaran, yakin bahwa
inovasi yang disampaikan telah teruji
3. Kemampuan penyuluh tentang: isi, fungsi, manfaat dan nilai-nilai yang terkandung dalam
inovasi; segala sesuatu yang masyarakat suka atau tidak suka
4. Kemampuan untuk mengetahui karakteristik sosial budaya wilayah dan sasarannya
(bahasa, agama, kebiasaan, dll.)
Peran Penyuluh Pertanian adalah sebagai berikut :
1. Sebagai fasilitator yaitu orang yang memberikan fasilitas atau kemudahan
2. Sebagai mediator yaitu orang yang menghubungkan lembaga pemerintah / lembaga
penyuluhan dengan sasaran
3. Sebagai dinamisator yaitu orang yang dapat menimbulkan (menjadikan) dinamis
fungsi penyuluh pertanian adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada petani tentang pengetahuan dan
perkembngan pertanian
2. Membantu petani memperoleh pengetahuan yang lebih terperinci tentang cara
memecahkan masalah-masalah pertanian
3. Meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihan yng dianggap paling tepat
4. Membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan
kedepan
Dengan adanaya penmyuluhan baik di tingkat pusat masupun di daerah tidak alain
tujuannya agar pertanian di Indonesia umumnya dan khususnya dapat berkembang serta dapat
memajukan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Selain itu dapat menambah pengetahuan
serta perubahan sikap yang lebih baik yang akan diambil petani untuk kedepannya.
2.2. Sejarah Gapoktan
Tahun 2008, Departemen Pertanian melaksanakan program pembangunan pedesaan,
yaitu pengembangan agrobisnis pedesaan yang merupakan terobosan Deptan, untuk
penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan, sekaligus mengurangi
kesenjangan antar pusat Salah satu program tersebut adalah memberikan bantuan bergulir kepada
pengurus Gapoktan/Poktan se Indonesia. Daerah-daerah yang dipilih adalah daerah yang
mengembangkan usaha agrobisnis pedesaan (PUAP). Salah satunya adalah Kabupaten Kebumen,
provinsi Jawa Tengah. Gapoktan ( Gabungan Kelompok Tani ) adalah suatu wadah yang
membawahi beberapa Kelomok tani sebagai kelembagaan ekonomi di Pedesaan. Di
Watulawang, ada 5 Kelompok Tani yang tiap kelompoknya terdiri dari 2 RT. Program dari
gapoktan itu sendiri adalah memberikan pinjaman modal kepada petani sebagai modal usaha
pertanian, peternakan atau perikanan.
2.3. Pengertian Gapoktan
Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penumbuhan dan pengembangan
kelompoktani dan Gapoktan sesuai Permentan No. 273 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pembinaan Kelembagaan Petani, yaitu Kelompok tani adalah kumpulan
petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi
lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan
mengembangkan usaha anggota. Gabungan kelompoktani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa
kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan
efisiensi usaha.
Gapoktan dibentuk untuk mempermudah anggota-anggotanya mencapai sebagian apa
yang dibutuhkan dan/atau diinginkan, Dengan kesadaran semacam itu setiap anggota
menginginkan dan akan berusaha agar kelompoknya dapat benar-benar efektif dalam
menjalankan fungsinya, dengan meningkatkan mutu interaksi/kerjasamanya dalam
memanfaatkan segala potensi yang ada pada anggota dan lingkungannya untuk mencapai tujuan
kelompok. Dinamika kelompok adalah tingkat kegiatan dan tingkat keefektifan kelompok dalam
rangka mencapai tujuan.dan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Memudahkan para penyuluh pertanian melakukan pembinaan dalam memfasilitasi para
petani dalam mengembangkan usahanya.
2. Memudahkan para pengambil kebijakan melaksanakan program-program yang akan
dikembangkan
3. Memudahkan penyuluh pertanian melakukan pemberdayaan terhadap petani.
Pengertian kelompok tani tidak bisa dilepaskan dari pengertian kelompok itu
sendiri. Menurut Mulyana (2005) GAPOKTAN adalah sekumpulan kelompok tani yang
mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan
bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari
gabungan kelompok tersebut.
GAPOKTAN pada dasarnya adalah gabungan dua kelompok atau lebih yang
berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama, dimana interaksi yang terjadi bersifat relatif tetap
dan mempunyai struktur tertentu. Menurut Polak (1976) maksud struktur sebuah
gabungan kelompok adalah susunan dari pola antar hubungan intern yang agak stabil,
yang terdiri atas:
1 . suatu rangkaian status-status atau kedudukan- kedudukan para anggotanya yang
hirarkis.
2 . peranan-peranan sosial yang berkaitan dengan status-status itu.
3. unsur-unsur kebudayaan (nilai-nilai), norma-norma, model) yang
mempertahankan, membenarkan dan mengagungkan struktur.
Menurut Sukanto (1986) ada beberapa hal yang harus menjadi ciri gabungan
kelompok yaitu; setiap anggota kelompok harus sadar sebagai bagian dari
kelompok ada hubungan timbal balik antara sesama anggota, dan terdapat suatu faktor
yang dimiliki bersama oleh para anggota sehingga hubungan diantara mereka
semakin kuat. Perry dan Winardi, (2004) mengemukakan bahwa yang menjadi ciri-ciri
suatu gabungan kelompok adalah:
1 . Ada interaksi antar anggota yang berlangsung secara kontinyu untuk waktu yang
relatif lama.
2. Setiap anggota menyadari bahwa ia merupakan bagian dari kelompok, dan
sebaliknya kelompoknyapun mengakuinya sebagai anggota.
3. Adanya kesepakatan bersama antar anggota mengenai norma-norma yang berlaku,
nilai-nilai yang dianut dan tujuan atau kepentingan yang akan dicapai.
4. Adanya struktur dalam kelompok, dalam arti para anggota mengetahui adanya
hubungan-hubungan antar peranan, norma tugas, hak dan kewajiban yang semuanya
tumbuh di dalam kelompok itu.
Kementrian Pertanian RI (1980) memberi batasan bahwa kelompok tani adalah
sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa pria dan wanita
maupun petani taruna atau pemuda tani yang terikat secara informal dalam suatu wilayah
kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan
pengaruh dan pimpinan kontak tani.
Dalam rangka pembangunan sub sektor pertanian, kelompok tani / GAPOKTAN
meiliki keunggulan / peran sebagai berikut:
1. Anggota wadah kelompok tani pertanian, baik yang merupakan kegiatan proyek
maupun kegiatan pembangunan swadaya merupakan pengorganisasian petani yang
mengatur kerjasama dan pembagian tugas anggota maupun pengurus dalam
kegiatan usahatani kelompok tersebut
2. Besaran GAPOKTAN disesuaikan dengan jenis usahatani dan kondisi di
lapangan, dengan jumlah anggota berkisar 5-10 kelompok tani
3. Keanggotaan kelompok tani bersifat non formal.
Pemilihan pengurus tiap kelompok tani dan anggotanya dilakukan secara
musyawarah sehingga diperoleh kesepakatan kelompok dan dukungan masyarakat dan
instansi terkait. Susunan kepengurusan kelompok tani minimal terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Bendahara serta dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kelompok.
Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Kelompok Tani:
1. Bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan usahatani.
2. Wajib mengikuti dan melaksanakan petunjuk pengurus kelompok tani dan
petugas/penyuluh serta kesepakatan yang berlaku.
3. Wajib bekerja sama dan akrab antar sesama anggota, penggurus maupun dengan
petugas/penyuluh.
4. Hadir pada pertemuan berkala dan aktif memberikan masukan, saran dan pendapat
demi berhasilnya kegiatan usaha tani kelompok.
Jumlah anggota kelompok tani sangat bervariasi dan ada kecenderungan bahwa
makin banyak anggota kelompok makin rendah persentase keaktifannya dalam
pertemuan kelompok. Disimpulkan bahwa jumlah anggota kelompok yang ideal adalah
30-40 orang (Wahyuni dan Hendayana, 2001).
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Kelompok Tani sebagai berikut :
1. Membina kerjasama dalam melaksanakan usahatani dan kesepakatan yang berlaku
dalam kelompok tani. Dalam hal ini pengurus melakukan koordinasi terhadap
anggota dengan mengidentifikasi jumlah anggota kelompok tani yang bertambah
atau berkurang.
2. Wajib mengikuti petunjuk dan bimbingan dari petugas/penyuluh untuk selanjutnya
diteruskan pada anggota kelompok. Pengurus wajib menyampaikan informasi yang
disampaikan oleh penyuluh kepada kelompok taninya.
3. Bersama petugas/penyuluh membuat rencana kegiatan kelompok dalam bidang
produksi, pengolahan, pemasaran dan lain-lain.
4. Mendorong dan menggerakkan aktivitas, kreativitas dan inisiatif anggota. Yakni
dengan menumbuhkan swadaya dan swakarsa anggota.
5. Secara berkala, minimal satu bulan sekali mengadakan pertemuan/ musyawarah dengan
para anggota kelompok yang dihadiri oleh petugas/ penyuluh.
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1. Waktu dan Tempat PKL
Waktu dilaksanakannya PKL adalah tanggal 14 Maret 2012 sampai dengan tanggal 14
Mei 2012 dengan sistem full time dan part time (paruh waktu). Lokasi pelaksanaan PKL adalah
di Komplek Perkantoran Pemerintahan Kabupaten Bekasi Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang
Pusat Tlp . 021-89970065 , 021- 89970129 Fax. 021- 89970064 Ext. 197 dan di disposisikan ke
BP3 Bojongmangu.
3.2. Rincian Pelaksanaan PKL
3.2.1. Garis Besar Rencana Kerja Tiap Minggu
Sebagai bahan acuan kerja dalam melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL), penulis
menjabarkan rangkaian acuan kerja dengan mengklasifikasikan kegiatan perminggu. Pada
minggu sebelum pelaksanaan PKL penulis mencoba untuk menjalin tali silaturahmi dan
hubungan yang baik dengan Kepala Bagian seperti Bagian Kepegawaian dan jajarannya Selain
itu, penulis juga mencoba mensosialisasikan mengenai latar belakang, tujuan, manfaat, dan hasil
yang akan dicapai dari kegiatan PKL. Pada tahap ini, sama sekali tidak ditemukan suatu masalah
atau hambatan yang berarti dari pihak manapun juga.
Pada minggu pertama pelaksanaan PKL, merupakan tahap perkenalan dan sosialisasi
kepada kepala dan staf BP4KKP baik di pusat maupun di cabang. Pada minggu itupun penulis
juga mencoba mencari informasi mengenai Struktur Organisasi dan Tata Kerja BP4KKP baik di
pusat maupun di cabang. Pada minggu kedua, merupakan kegiatan dimana penulis menggali
informasi lebih mendalam dengan mengetahui dan mempelajari Kebijakan dan program-program
Umum di BP4KKP Bekasi dan Bojongmangu. Penulis juga mengunjungi kabid pertanian
Pemerintah Bekasi untuk mengetahui lebih dalam mengenai kebijakan sektor agribisnis di bekasi
maupun di pedesaanya. Penulis juga mengetahui dan mempelajari profil kinerja BP4KKP baik di
pusat maupun di cabang.
Pada minggu ketiga, penulis mengetahui dan mempelajari Rencana Strategis dan
implementasinya dalam rangka meningkatkan kualitas agribisnis di pedesaan. Pada minggu ini
penulis lebih banyak melakukan diskusi dengan pihak terkait untuk lebih mendalam mengetahui
kegiatan-kegiatan yang telah di lakukan BP3 di daerah pedesaan atau di perkotaan.
Pada minggu keempat, merupakan kegiatan dimana penulis lebih mencari informasi
mengenai program-program yang belum dijelaskan. Dan, pada minggu ini juga penulis
melakukan survey lapangan untuk observasi langsung dengan mengunjungi kegiatan pertanian
baik kjetemu dengan tokoh masyarakat dan ketua kelompok tani dan ketua GAPOKTAN.
Pada minggu kelima yang dimana merupakan minggu dimana penulis telah bekunjung ke
berbagai tokoh masayarakat dan pemerintah dan pemuka agama , penulis mengklasifikasikan dan
mulai menyusun laporan dan juga mempersiapkan planning kerja untuk minggu yang akan
datang selaigus mengadakan diskusi dengan kepala BP3 dan pendamping lapangan.
Pada minggu keenam dimana merupakan minggu dimana penulis telah bekunjung ke
berbagai tokoh masayarakat gapoktan sekaligus mengikuti pelatihan–pelatiahan dari penyuluh
pertanian , penulis mengklasifikasikan dan mulai menyusun laporan dan juga mempersiapkan
planning kerja untuk minggu yang akan datang selaigus mengadakan diskusi dengan kepala BP3
dan pendamping lapangan.
Pada minggu ketujuh merupakan minggu dimana penulis telah bekunjung dan telah
berkunjung dan observasi langsung ke lapanghan dan sekaligus ikut andil dalam kegiatan yang
melibatkan BP3, gapoktan, pemuda, dan LSM yang ada di masyarrakat.
Dalam pelaksanaan kegiatan PKL, penulis mencoba mencari informasi dan data yang
bisa diperoleh di tempat PKL. Dengan menghubungi pihak terkait mulai pukul 09.00 WIB
sampai dengan pukul 16.00 WIB. Penulis juga berusaha untuk mendapatkan data dan informasi
berdasarkan rincian rencana kerja yang telah dibuat sebelumnya dalam Term of Refrence (TOR)
PKL yang telah disetujui oleh dosen pembimbing dan pendamping lapangan. Untuk data lebih
jelas mengenai kegiatan rutin yang dilakukan oleh penulis setiap hari kerja selama kegiatan PKL
berlangsung, dapat dilihat pada lampiran catatan harian PKL (Lampiran 1).
3.3. Rekan PKL
Selama menjalankan kegiatan PKL di BP4KKP dan di disposisikan ke BP3
Bojongmanagu, yang beralamatkan di Desa Bojongmangu Kecamatan Bojongmangu Kabupaten
Bekasi, penulis mendapatkan beberapa rekan kerja dan pendamping lapangan. Sehingga dalam
pelaksanaan praktek penulis dapat melakukan kegiatan dengan bantuan dan bimbingan dari
pegawai dan pendamping.
Dalam kegiatan sehari-hari mereka memiliki bagian pekerjaan masing-masing dan terkadang
saling membantu di setiap pekerjaan dengan memberikan pengarahan dan menanyakan apa yang
belum dipahami. Semua pegawai di BP3 Bojongmanagu, yang beralamatkan di Desa
Bojongmangu Kecamatan Bojongmangu Kabupaten Bekasi sangat antusias bilamana penulis
menanyakan mengenai program-program yang dijalankan, sehingga penulis mendapatkan
informasi yang jelas. Adapun pemimpin dan pegawai yang menjadi rekan kerja yang selalu
berdiskusi dengan penulis selama PKL berlangsung untuk mendapatkan informasi adalah sebagai
berikut:
1. Ibu Ir.Yeta Hendriwideta selaku Kepala
Dinas BP4KKP Pusat
2. Bapak Mardalih Amd, selaku Kepala BP3
Bojongmangu
3. Bapak Rudi selaku Bendahara BP3
Bojongmangu
4. Bapak Rouf Ghofur selaku staff BP3
Bojongmangu
5. Bapak Uneng selaku staff BP3
Bojongmangu
3.4. Interaksi dengan Pendamping
Profil pendamping Praktek Kerja Lapangan :
Nama : Mardalih Amd,
NIP : 19580415197803 1 003
Jabatan : Kapala Kepala BP3 Bojongmangu
Selama pelaksanaan kegiatan PKL, pendamping memberikan perhatian yang sangat luar biasa.
Dalam berinteraksi biasanya penulis berdiskusi mengenai apa saja program yang sudah
dilakukan dan apa yang mau dilakukan. Diskusi yang dilaksanakan dilakukan pada waktu yang
formal seperti pada jam kerja berlangsung dan waktu informal yakni di waktu senggang seperti
waktu istirahat. Hubungan kerja dan sosial sehari – hari dengan pendamping berlangsung dengan
sangat baik dan terus terjaga hingga masa PKL
Dalam setiap kesempatan pendamping tidak ragu-ragu memberi informasi dan data yang
dibutuhkan penulis saat pelaksanaan PKL, selain itu pendamping juga mengarahkan untuk bila
memperoleh data yang lebih mendalam. Keadaan ini sungguh sangat mendukung penulis baik
saat sedang melakukan kegiatan PKL maupun sesudahnya, yaitu pada masa penyusunan laporan
hasil kegiatan PKL tersebut.
3.5. Keterampilan yang Diperoleh dari PKL
Pelaksanaan PKL yang dilakukan selama 7 minggu, memberikan penulis berbagai
banyak hal pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang sangat berguna bagi penulis.
Dengan pelaksanaan PKL ini penulis mendapatkan Keterampilan dan pengalaman sebagai
berikut :
1. Mengetahui bagaimana instansi pemerintah dalam pelayanannya ke masyarakat.
2. Mampu merencanakan program pertanian yang tepat yang harus diterapkan di daerah
perdesaaan maupun perkotaan
3. Memperoleh wawasan yang luas mengenai ketahanan pangan dan sektor Agribisnis di
perdesaan
4. Memperoleh pengalaman pelatihan pertanian dan pendemplotan padi dalam kunjungan
lapangan ke masyarakat.
5. Menambah pengalaman dalam dunia kerja di instansi pemerintah.
6. Menambah pengalaman,keahlian, dan kenalan dalam dunia kerja di instansi pemerintah
dan lingkungan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Permasalahan dan Tantangan
Sebagai wilayah perkotaan, Tangerang bukanlah sentra produksi pangan karena lahan
pertanian, peternakan dan perikanan darat sangat terbatas. Laju konversi lahan cukup tinggi
karena opportunity cost di sekotor lain, khususnya perumahan, perdagangan dan fasiulitas social
lainnya sangat besar, jauh melampaui potensi yang ditawarkan sector pertanian. Sebagai wilayah
non pertanian dengan produksi pangan yang sangat terbatas (kurang sari 5% kebutuhan
penduduk) sebagian besar pangan yang tersedian bagi masyarakat Kota Tangerang didatangkan
dari wilayah lain. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa persoalan akses pangan akan menjadi factor
penentu tercapainya ketahanan pangan setiap anggota rumah tangga. Rumah tangga dengan daya
beli yang lebih tinggi akan memiliki akses terhadap pangan yang lebih baik. Pangan dari luar
daerah juga akan “mangalir” ke Kota Tangerang bila daya beli masyarakat baik.
Permasalahan akan muncul bila terjadi kelangkaan produk atau hambatan distribusi dari
wilayah pemasok ke pasar – pasar Kota Tangerang. Indikasi dari hal ini adanya kenaikan harga
yang signifikan dari komoditas atau kelompok pangan yang mengalami kelangkaan. Meski Kota
Tangerang tidak mampu memenuhi pangannya secara mandiri daro produksi pangan wilayah
setempat, namun beberapa potensi produksi, khususnya hortikultura terutama sayuran, serta
buah, ternak kecil/unggas masih dapat dibudidayakan, khususnya dipekarangan rumah. Meski
bukan hal baru, Tabulampot masih tetap dapat dijadikan sebagai alternative tanaman di
pekarangan. Tanah – tanah yang kosong untuk fasilitas social yang belum dimanfaatkan dapat
pula dimanfaatkan untuk pertanian kota dengan system tertentu yang memberikan perlindungan
kepada pemiliknya.
Tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan hal diatas adalah perubahan perilaku
masyarakat untuk dapat memanfaatkan setiap jengkal lahan untuk kegiatan produktif. Tantangan
yang lain dapat saja berasal dari pemilik lahan tidur karena kekhawatiran perlindungan akan
haknya seiring batas – batas kepemilikan lahan yang memudar. Infrastruktur perkotaan juga
harus dijaga agar kerusakan jalan dan kemacetan dapat dicegah untuk menjaga kelancaran
pasokan pangan.
Pungutan – pungutan tidak resmi serta Perda-perda yang dapat menimbulkan inefisiensi
harus dihilangkan karena cenderung meningkatkan harga pangan di tingkat masyarakat. Dalam
konteks yang berbeda, pasokan pangan yang cenderung langka pada saat hari-hari besar juga
harus diwaspadai. Pemantauan harga pangan secara reguler harus dilakukan untuk
mengantisipasi kenaikan harga selutuh komoditas pangan hingga 25% memberikan dampak yang
sangat signifikan terhadap penurunan konsumsi pangan (kalori, protein) dan kualitas konsumsi
pangan (skor PPH).
Permasalahan dan tantangan yang harus ditangani di masa mendatang guna memperkuat
kondisi ketahanan pangan di Kota Tangerang.
1. Mengembangkan kerjasama dengan wilayah produsen pangan untuk menjaga suplai pangan
yang stabil. Perlu dikembangkan MOU dengan wilayah-wilayah produsen untuk menjaga
stabilitas suplai pangan bagi masyarakat kota Tangerang.
2. Meningkatkan keragaman mengkonsumsi pangan, khususnya meragamkan karbohidrat yang
terlalu berat ke beras, meningktakan konsumsi sayuran dan buah serta meningkatkan
konsumsi protein hewani.
3. Meningkatkan ketersediaan dan kemampuan mengakses pangan tingkat rumah tangga
melalui program penanggulangan kemiskinan, meningkatkna kesadaran gizi rumah tangga
dan pemberdayaan ekonomi rumahtangga.
Selain permaslahan mengenai produk dan ketersediaan pangan ada pula masalah dan tantangan
yang lain yaitu masalah konsumsi pangan dan status gizi. Permsalahan tersebut diantaranya :
a. Meningkatkan kesadaran gizi keluarga melalui pendidikan gizi yamg massif dan efektif.
b. Menurunkan infeksi pada balita secara komplementari dengan peningkatan konsumsi pangan
dan akases terhadap air bersih.
c. Meningkatkan pelayanan gizi dan kesehatan kelompok rawan pangan dan kelompok “jendela
kesempatan” atau Window of Opportunity (ibu hamil, bayi, dan anak sampai usia 2 tahun).
d. Meninmgkatkan kesadaran keamanan pangan pada produsen dan konsumen.
e. Menekan dan menghindari penggunaan bahan tambahan berbahaya.
Permasalahan Operasional Penyuluhan
Adapun permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan penyuluhan di lapangan dapat
dipaparkan sebagai berikut :
Kondisi wilayah yang luasnya mencapai 2.163.820 Ha dengan jumlah penduduk mencapai
346.857 jiwa pada 14 kecamatan, 281 desa, 6 kelurahan, 647 dusun dan topografi yang berat
dengan penyebaran antar desa yang jauh, ternyata sangat memberatkan petugas penyuluh
lapangan; Kondisi infrastruktur sarana prasarana jalan dan jarak tempuh ke pedesaan
berpengaruh terhadap efektivitas dan efisien kegiatan penyuluhan;
Sumberdaya keterampilan pelaku utama dan pelaku usaha masih minim memerlukan kualitas
petugas penyuluh yang handal berbasis kepada teknologi dan agribisnis;
Basis pertanian dengan pola tradisional yang telah membudaya, memerlukan strategi dalam
upaya mengubah menjadi pola pertanian modern dengan usaha tani yang produktif dan
berorientasi pada agribisnis.
Prioritas Utama Agenda BP4KKP
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan Tupoksi BP4KKP, maka
disusunlah prioritas utama agenda penyuluhan sebagai berikut :
Peningkatan kapasitas penyuluh dan produktifitas sumberdaya petani (pelaku utama & pelaku
usaha) masyarakat pertanian, melalui:
Peningkatan keterampilan penyuluh, pelaku usaha & pelaku utama dalam upaya peningkatan
kuantitas & kualitas produksi;
Pengembangan keterampilan home industri atau teknologi tepat guna, tidak lagi produk primer,
tetapi mulai mengolah & mengemas untuk meningkatkan nilai tambah (value added products);
Meningkatkan efektifitas & efisiensi usaha tani melalui penyediaan informasi, pola pertanian
berteknologi modern, petani sebagai operator produksi (subyek/pekerja produksi);
Fasilitasi permodalan, kemitraan, & kerjasama usaha tani, penataan tataniaga usaha produksi
pertanian serta peningkatan aksesbilitas termasuk fasilitasi pemasaran produksi;
Peningkatan kuantitas, kualitas, & sarana prasarana penyuluhan (penyuluh PNS, swasta, dan
swadaya) Penataan kelembagaan penyuluhan (BPP atau UPTB, pos penyuluh desa),
pemberdayaan kelembagaan kelompok tani & membangun keterkaitan fungsional & institusional
dengan elemen agribisnis lainnya dalam rangka mendorong peningkatan produksi, pendapatan
tani, keterampilan & keberlanjutan diversifikasi usaha tani.
Pengembangan manajemen sumberdaya penyuluh, penataan programa penyuluhan, & perbaikan
manajemen penyelenggaraan operasional lapangan.
Pengembangan ketahanan pangan daerah melalui kegiatan:
Menjaga ketersediaan pangan daerah bersama-sama dengan dinas teknis terkait melalui kegiatan
intensifikasi dan perluasan areal tanam, serta peningkatan produksi komoditas pangan daerah;
Melakukan diversifikasi pangan, yaitu mengembangkan alternatif komoditas pangan daerah (non
beras) & mengembangkan teknologi tepat guna aneka ragam makanan pangan; Melaksanakan
distribusi pangan yang merata di wilayah Kab. Sintang terutama produksi pangan dalam daerah.
Program Pemberdayaan Petani dengan Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP/FEATI) bertujuan untuk memberdayakan petani dan organisasi petani dalam meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan aksesbilitas terhadap informasi, teknologi, modal dan sarana produksi, pengembangan agribisnis dan kemitraan usaha.
Sasarannya meliputi :
1. Petani yang telah tergabung dalam kelompok tani (Poktan)
2. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
3. Asosiasi dan korporasi petani
Ruang lingkup kegiatannya diantaranya meliputi :
1. Pengembangan kelembagaan Penyuluh
2. Pengembangan kelembagaan Petani
3. Penguatan Ketenagaan Penyuluh
4. Perbaikan Sistem dan Metode Penyuluhan
5. Perbaikan Penyelenggaraan Penyuluhan
6. Penguatan Dukungan Teknologi pada Usaha Tani /
Agribisnis di tingkat Petani
7. Perbaikan Pelayanan Teknologi dan informasi Pertanian
TUJUAN WORKSHOP
Pengenalan sistem e-Petani dalam bentuk sosiaisasi, kepada :
1. Petani
2. Kelompok Tani
3. KTNA
4. Gapoktan
5. Penyuluh Pertanian Kecamatan
6. Penyuluh Pertanian Desa
mengenai manfaat Teknologi Indormasi dan Komunikasi (TIK) dalam mencari sumber-sumber informasi dan Teknologi Pertanian.
MATERI WORKSHOP
1. Sosialisasi e-Petani
2. Keberadaan Sumber Informasi Pertanian baik nasional
maupun lokal (daerah)
3. Manfaat serta layanan apa saja yang tersedia di BAPEL
(yang berhubungan dengan sumber informasi pertanian)
4. Penyuluh pertanian kabupaten dapat mendampingi pengguna
dalam melakukan akses online khususnya tentang informasi
harga dan teknologi pertanian.
Prinsip Dasar FMA :
1. Partisipatif
2. Demokratis
3. Desentralisasi
4. Keterbukaan
5. Akuntabilitas
6. Sensitif Gender
7. Kemandirian
MEMBERDAYAKAN USAHA PETANI/AGRIBISNIS PERDESAAN
MELALUI PENDEKATAN KEUANGAN MIKRO (PUAP)
Guna memperluas lahan pertanian dan penerapan program Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu – SLPTT, Dinas Pertanian dan Peternakan Kubu Raya saat ini melakukan
pendataan dan mencari areal-areal pertanian produktif baru. Kepala Dinas Pertanian dan
Peternakan Kubu Raya Suharjo mengatakan, pihaknya akan mengoptimalkan lahan pertanian
dengan pengolaan lahan dan air terpadu yang ada untuk memperkuat program centra pertanian
Kubu Raya. Hal ini dilakukan agar masyarakt bisa lebih mengefisienkan lahan tidur yang ada
dan lebih meningkatkan taraf hidup mereka melalui bidang pertanian. Disamping pengelolaan
lahan dan air, pihaknya juga akan memperkuat sistem budidaya pertanian dengan mengupayakan
pembukaan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu. Suharjo menguungkapkan, Pada
Tahun 2012 ini saja ada sekitar 10.000 hektare lahan yang diikutsertakan dalam program
tersebut.
Seharjo mengungkapkan, dengan dibukanya sekolah ini, diharapkan memberikan informasi
pertanian terbaru kepada para petani, agar mereka bisa meningkatkan hasil produksi
pertaniannya. Suharjo menjelaskan, sistem yang akan diterapkan pada program SLPTT itu, dari
25 hektare lahan masyarakat, akan diambil satu hektare untuk dijadikan contoh dan diterapkan
program tersebut. Di mana untuk satu hektare lahan tersebut nantinya akan disupproet penuh
oleh dinas pertanian, dari penyediaan benih, pupuk, saprodi dan pengawalan penanaman. Dari
sisi teknik budidaya kita harapkan secara perlahan, petani bisa mengelola pertaniannya secara
terpadu dan produktif. (Rino Kartono Mawardi)
BAB IPENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80% berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin.
Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut Pemerintah menetapkan Program Jangka Menengah (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan. Salah satunya
ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja diperdesaan, Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi Tengah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008 dilakukan secara terintegrasi dengan program PNPM-M.
Untuk pelaksanaan PUAP di Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007. PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.
Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, GAPOKTAN didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.Untuk mencapai tujuan PUAP, yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja diperdesaan, PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan Departemen Pertanian maupun Kementerian/ Lembaga lain dibawah payung program PNPM Mandiri.
II. Tujuan
PUAP bertujuan untuk:
a. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;
b. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;
c. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.
d. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
III. Sasaran
Sasaran PUAP yaitu sebagai berikut:
a. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin/ tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa;
b. Berkembangnya 10.000 GAPOKTAN/POKTAN yang dimiliki dan dikelola oleh petani; c. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan
atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dand. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan,
maupun musiman.
IV. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan output antara lain:
a. Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan
b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola GAPOKTAN, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
Indikator keberhasilan outcome antara lain:
a. Meningkatnya kemampuan GAPOKTAN dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani angota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani;
b. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha;
c. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan; dand. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan
rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah;
Sedangkan Indikator benefit dan Impact antara lain:
a. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP.
b. Berfungsinya GAPOKTAN sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani; dan
c. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan.
V. Pengertian dan Definisi 1. Pengembangan Usaha Agribisnis di Perdesaan yang selanjutnya di sebut PUAP
adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran;
2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang selanjutnya di sebut PNPM-Mandiri adalah program pemberdayaan masyakarat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja.
3. Agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain.
4. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RI (sebagaimana tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa).
5. Desa Miskin adalah desa yang secara ekonomis pendapatan per kapitanya per tahun berada dibawah standar minimum pendapatan per kapita nasional dan infrastruktur desa yang sangat terbatas.
6. Perdesaan adalah kawasan yang secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal (endogeneous knowledge) khususnya pertanian dan keanekaragaman hayati;
7. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang.
8. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya.
9. Kelompok Tani (Poktan) adalah kumpulan petani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
10. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) PUAP adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
11. Usaha Produktif adalah segala jenis usaha ekonomi yang dilakukan oleh petani/kelompok tani di perdesaan dalam bidang agribisnis yang mempunyai transaksi hasil usaha harian, mingguan, bulanan, musiman maupun tahunan.
12. Komite Pengarah adalah komite yang dibentuk oleh Pemerintahan Desa yang terdiri dari wakil tokoh masyarakat, wakil dari kelompok tani dan penyuluh pendamping.
13. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh dalam rangka pemberdayaan petani/kelompok tani dalam melaksanakan PUAP.
14. Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang direkrut oleh Departemen Pertanian untuk melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola GAPOKTAN dalam pengembangan PUAP.
15. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah bantuan dana kepada petani/kelompok tani untuk pengembangan usaha agribisnis di perdesaan yang disalurkan melalui GAPOKTAN dalam bentuk modal usaha.
16. Rencana Usaha Bersama (RUB) adalah rencana usaha untuk pengembangan agribisnis yang disusun oleh GAPOKTAN berdasarkan kelayakan usaha dan potensi desa.
BAB IIPOLA DASAR DAN STRATEGI PELAKSANAAN PUAP
I. Pola Dasar
Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada GAPOKTAN dalam mengembangkan usaha produktif petani skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin. Komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) keberadaan GAPOKTAN; 2) keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani ; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan,dll; dan 4) penyaluran BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani.
II. Strategi Dasar
Strategi dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah:
1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP;2. optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal;
3. penguatan modal petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan; dan
4. pendampingan bagi GAPOKTAN
III. Strategi Operasional
Strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah:
1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksanakan melalui: a. pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP;b. rekrutmen dan pelatihan bagi PMT;c. pelatihan bagi pengurus GAPOKTAN; dand. pendampingan bagi petani oleh penyuluh pendamping.
2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal dilaksanakan melalui: a. identifikasi potensi desa;b. penentuan usaha agribisnis (budidaya dan hilir) unggulan; danc. penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan.
3. Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui:
a. penyaluran BLM-PUAP kepada pelaku agribisnis melalui GAPOKTAN;b. fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya.
4. Pandampingan GAPOKTAN dilaksanakan melalui: a. penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap GAPOKTAN; danb. penempatan dan penugasan PMT di setiap kabupaten/kota.
IV. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan PUAP meliputi:
1. Identifikasi dan penetapan Desa PUAP;2. Identifikasi dan penetapan GAPOKTAN penerima BLM-PUAP; 3. Pelatihan bagi fasilitator, penyuluh pendamping, pengurus GAPOKTAN; 4. Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT;5. Sosialisasi Kegiatan PUAP;6. Pendampingan;7. Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat; 8. Pembinaan dan Pengendalian; dan 9. Evaluasi dan pelaporan.
Perkumpulan Petani Pemakai Air p3A
BAB IIIKRITERIA SELEKSI DESA DAN GAPOKTAN PENERIMA PUAP
I. Kriteria Seleksi Desa PUAP 1. Tahapan penetapan Kuota Desa
Penentuan kuota desa dilaksanakan di Pusat oleh Kelompok Kerja (Pokja) Identifikasi PUAP. Penetapan kuota desa dilakukan dengan mempertimbangkan: (1) data lokasi PNPM-Mandiri; (2) data Potensi Desa (Podes); (3) data desa miskin dari BPS; (4) data desa tertinggal dari Kementerian PDT; (5) Data desa lokasi program lanjutan DEPTAN antara lain : P4K, Prima Tani, P4MI, Pidra, LKM-A serta desa rawan pangan.Kuota desa yang menjadi sasaran penerima bantuan modal usaha PUAP juga
memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat.Berdasarkan kuota desa pada setiap Kabupaten/Kota, Tim PUAP Pusat menyusun daftar calon desa PUAP.
2. Tahapan Seleksi Desa PUAP: a. Daftar calon desa PUAP dikirim oleh Tim PUAP Pusat ke Gubernur dan
Bupati/Walikota. b. Berdasarkan daftar tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten/Kota
mengusulkan calon desa PUAP kepada Departemen Pertanian melalui Gubernur.
c. Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi atas usulan desa PUAP yang diajukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dan aspirasi masyarakat.
d. Hasil verifikasi desa PUAP oleh Tim PUAP Pusat, selanjutnya ditetapkan oleh MENTERI PERTANIAN sebagai desa PUAP.
II. Penetapan GAPOKTAN/POKTAN
a. Tim Teknis Kabupaten/Kota mengidentifikasi GAPOKTAN penerima BLM dari lokasi desa PUAP yang telah ditetapkan oleh MENTERI PERTANIAN
b. GAPOKTAN mengisi Formulir 1 sebagai data dasar untuk diajukan oleh Bupati/Walikota sebagai calon penerima BLM PUAP.
c. Bupati/Walikota mengusulkan GAPOKTAN penerima BLM PUAP kepada Tim Pusat melalui Gubernur.
d. Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi terhadap GAPOKTAN yang diusulkan oleh Bupati/Walikota.
e. Hasil verifikasi Tim PUAP Pusat terhadap GAPOKTAN, selanjutnya ditetapkan oleh MENTERI PERTANIAN.
II. Kriteria GAPOKTAN Penerima BLM – PUAP
GAPOKTAN penerima bantuan modal usaha PUAP harus berada pada desa PUAP dengan kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis.b. Mempunyai struktur kepengurusan yang aktif.c. Dimiliki dan dikelola oleh petani.d. Dikukuhkan oleh Bupati/Walikota. e. Apabila di desa tersebut tidak terdapat GAPOKTAN dan baru ada POKTAN, maka
POKTAN dapat ditunjuk menjadi penerima BLM PUAP dan untuk selanjutnya ditumbuhkan menjadi GAPOKTAN.
BAB IVTATA CARA DAN PROSEDUR PENYALURAN BLM-PUAP
I. Penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB) a. RUB disusun oleh GAPOKTAN berdasarkan hasil identifikasi potensi usaha
agribisnis di desa PUAP yang dilakukan oleh Penyuluh Pendamping.b. Penyusunan RUB harus memperhatikan kelayakan usaha produktif petani,
yaitu : 1) budidaya di sub sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, 2) usaha non budidaya meliputi usaha industri rumah tangga pertanian, pemasaran skala kecil/bakulan, dan usaha lain berbasis pertanian.
c. Rencana Usaha Bersama (RUB) yang telah disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (Formulir 2) , dikirim bersama dokumen administrasi lainnya antara lain: (1) Berita Acara Pengukuhan GAPOKTAN, (2) Nomor Rekening GAPOKTAN, (3) Perjanjian Kerjasama, dan (4) Surat Perintah Kerja, ke Tim
Pembina Propinsi untuk diajukan kepada Departemen Pertanian C.q Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
d. RUB dan dokumen administrasi lainnya yang diterima Departemen Pertanian selanjutnya diteliti dan diverifikasi oleh Tim PUAP Pusat c.q. Pokja Penyaluran Dana.
II. Prosedur Penyaluran BLM-PUAP a. Satker Pusat Pembiayaan Pertanian menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK)
bermeterai Rp. 6000,- kepada GAPOKTAN.b. Penyaluran dana BLM – PUAP dilakukan dengan mekanisme Pembayaran
Langsung (LS) ke Rekening GAPOKTAN.c. Satker Pusat Pembiayaan Pertanian mengajukan surat Perintah Membayar
(SPM-LS) dengan lampiran : i. Keputusan MENTERI PERTANIAN tentang penetapan GAPOKTAN. ii. Berita Acara Pengukuhan GAPOKTAN oleh Bupati /Walikota. iii. Rekapitulasi RUB dengan mencantumkan :
1. Nama dan alamat lengkap GAPOKTAN yang menjadi sasaran PUAP.
2. Nomor rekening GAPOKTAN. 3. Nama dan alamat kantor cabang bank tempat GAPOKTAN
membuka rekening.4. Rincian penggunaan dana BLM PUAP menurut usaha produktif.
iv. Kuitansi harus ditandatangani Ketua GAPOKTAN dan diketahui/disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan meterai Rp.6000,- (enam ribu rupiah).
d. Penyaluran dana BLM dari KPPN ke rekening Gapoktan melalui penerbitan SP2D akan diatur lebih lanjut oleh Departemen Keuangan.
BAB VORGANISASI PELAKSANAAN PUAP
1. Tingkat PusatUntuk meningkatkan koordinasi antar instansi Menteri Pertanian membentuk Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Tim Pengarah diketuai oleh Menteri Pertanian dibantu oleh seluruh Eselon I lingkup Departemen Pertanian. Tugas utama dari Tim Pengarah adalah merumuskan kebijakan umum dalam pengembangan PUAP baik dengan instansi Pusat khususnya dalam koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri maupun dengan instansi daerah (tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota).
Tim Pelaksana PUAP tingkat Pusat diketuai oleh Kepala Badan Pengembangan SDM dan dibantu oleh Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Peningkatan Efisiensi Pembangunan Pertanian dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian sebagai Sekretaris. Anggota Tim Pelaksana PUAP Pusat terdiri dari Kepala Biro Perencanaan, seluruh Sekretaris Eselon I dan beberapa Pejabat Eselon II terkait. Tugas utama Tim Pelaksana PUAP adalah melaksanakan seluruh kegiatan PUAP mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
2. Tingkat Provinsi Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di tingkat Provinsi, Gubernur membentuk Tim Pembina PUAP tingkat Provinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Tim Pengarah PUAP Provinsi adalah juga merupakan Tim Pengarah PNPM Mandiri Provinsi. Tim Pelaksana diketuai oleh salah satu Kepala Dinas Lingkup
Pertanian dengan Sekretaris adalah Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sedangkan anggota berasal dari instansi terkait lainnya.
Tugas utama dari tim pembina tingkat Provinsi adalah merumuskan kebijakan teknis pengembangan PUAP sebagai penjabaran dari kebijakan umum yang dirumuskan oleh Tim Pusat, mengkoordinasikan pelaksanaan PUAP dengan PNPM Mandiri di tingkat Provinsi, melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan Kabupaten/Kota.
3. Tingkat Kabupaten/Kota Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi, Bupati/Walikota membentuk Tim Teknis PUAP tingkat Kabupaten/Kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Tim Pengarah PUAP Kabupaten/Kota adalah juga merupakan Tim Pengarah PNPM Mandiri Kabupaten/Kota. Tim Pelaksana diketuai oleh salah satu Kepala Dinas Lingkup Pertanian dan Sekretaris adalah Kepala Kelembagaan yang menangani Penyuluhan Pertanian, sedangkan anggota Tim Pelaksana adalah Penyelia Mitra Tani (PMT) dan instansi terkait lainnya.
Tugas utama dari tim Teknis Kabupaten/Kota adalah merumuskan kebijakan teknis pengembangan PUAP sebagai penjabaran dari kebijakan umum Pusat dan kebijakan teknis Provinsi, mengkoordinasikan pelaksanaan PUAP dengan PNPM Mandiri di tingkat Kabupaten/Kota, menyetujui RUB yang diusulkan GAPOKTAN dan melakukan pengendalian pelaksanaan PUAP di tingkat Kecamatan dan Desa.
4. Tingkat Kecamatan Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di tingkat Kecamatan, maka Bupati/Walikota membentuk Tim Teknis tingkat Kecamatan. Tim Teknis Kecamatan diketuai Camat dibantu oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai sekretaris, Kantor Cabang Dinas Pertanian (KCD) dan Kepala Desa lokasi PUAP sebagai anggota.
Tugas utama dari Tim Teknis Kecamatan adalah melaksanakan kebijakan teknis yang dirumuskan oleh Bupati/Walikota dan pengendalian pelaksanaan PUAP di tingkat Desa lingkup kecamatan.
5. Tingkat Desa Pelaksana PUAP di tingkat Desa terdiri dari GAPOKTAN, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN ditetapkan/dikukuhkan oleh Bupati/Walikota.
Penyuluh Pendamping setelah mengikuti pelatihan mengisi Formulir 3 sebagai data dasar penempatan dan penugasan yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Tugas utama Penyuluh Pendamping adalah:
1. Melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usaha pertanian;2. Memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk pemasaran hasil
usaha;3. Membantu memecahkan permasalahan usaha petani /kelompok tani, serta
mendampingi Gapokan selama proses penumbuhan kelembagaan;4. Melaksanakan pelatihan usaha agribisnis dan usaha ekonomi produktif sesuai potensi
desa. 5. Membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi, teknologi dan
pasar.6. Memberikan bimbingan teknis dalam pemanfaatan dana BLM-PUAP; dan7. Membantu GAPOKTAN dalam membuat laporan perkembangan PUAP.
Penyelia Mitra Tani (PMT) mengisi Formulir 4 sebagai data dasar dalam penempatan dan penugasan yang diberikan oleh Departemen Pertanian. Tugas utama PMT adalah :
1. Melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh Pendamping dan GAPOKTAN;2. Melaksanakan pertemuan reguler dengan Penyuluh Pendamping dan GAPOKTAN; 3. Melakukan verifikasi awal terhadap RUB dan dokumen administrasi lainnya; dan4. Membuat laporan tentang perkembangan pelaksanaan PUAP.
BAB VIPEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
I. Pembinaan Dalam rangka menjaga kesinambungan dan keberhasilan pelaksanaan PUAP, Tim Pusat melakukan pembinaan terhadap SDM ditingkat provinsi dan Kabupaten/Kota dalam bentuk pelatihan. Disamping itu, Tim Pusat berkoordinasi dengan Tim PNPM-Mandiri melakukan sosialisasi program dan supervisi pelaksanaan PUAP ditingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Pembina Provinsi kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota difokuskan kepada: 1) Peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM PUAP ditingkat Kabupaten/Kota 2). Koordinasi dan Pengendalian; dan 3) mengembangkan sistem pelaporan PUAP.
Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota kepada Tim Teknis Kecamatan dilakukan dalam bentuk pelatihan/apresiasi peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP.
II. PengendalianUntuk mengendalikan pelaksanaan PUAP, Departemen Pertanian mengembangkan operation room sebagai Pusat Pengendali PUAP berbasis elektronik yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin). Pusdatin sebagai pengelola operation room bertanggungjawab mengembangkan dan mengelola data base PUAP yang mencakup : data base GAPOKTAN, Penyuluh Pendamping, Penyelia Mitra Tani (PMT) dan usaha agribisnis GAPOKTAN. Disamping itu, Pusdatin bertugas mempersiapkan bahan laporan perkembangan pelaksanaan PUAP. Secara rinci alur pembinaan dan pengendalian PUAP dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Tim Pusat PUAP melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat provinsi, Gubernur diharapkan dapat membentuk operation room yang dikelola oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). BPTP sebagai sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi dapat memanfaatkan data base PUAP yang dikembangkan Departemen Pertanian sebagai bahan dalam penyusunan laporan Tim Pembina Provinsi kepada Gubernur dan Menteri Pertanian.
Tim Pembina PUAP Provinsi melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kabupaten/kota dan kecamatan untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Gubernur serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat Kabupaten/kota, Bupati/Walikota diharapkan dapat membentuk operation room yang dikelola oleh Sekretariat PUAP Kabupaten/kota dengan memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer yang disiapkan oleh Departemen Pertanian. Tim Teknis Kabupaten/Kota dapat menugaskan Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk menyiapkan bahan laporan.
Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota.
Tim Teknis PUAP Kecamatan melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke desa dan GAPOKTAN untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota.
BAB VIIEVALUASI DAN PELAPORAN
I. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan kegiatan PUAP oleh Tim Pusat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (POKJA) Monitoring dan Evaluasi yang dibentuk oleh Ketua Tim Pelaksana PUAP. POKJA Monitoring dan Evaluasi melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PUAP mencakup evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan dan evaluasi akhir.
Evaluasi pelaksanaan PUAP di tingkat Provinsi dilakukan oleh Tim Pembina Provinsi. Apabila diperlukan, Ketua Tim Pembina dapat membentuk POKJA Monitoring dan Evaluasi tingkat Provinsi untuk melakukan evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan dan evaluasi akhir.
Evaluasi pelaksanaan PUAP di tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota. Apabila diperlukan, Ketua Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota dapat membentuk POKJA Monitoring dan Evaluasi tingkat Kabupaten/Kota untuk melakukan evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan dan evaluasi akhir.
II. PelaporanSesuai dengan alur pembinaan dan pengendalian PUAP, maka terdapat laporan yang harus disampaikan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (Formulir 5) dan laporan Tim Pembina Propinsi (Formulir 6) kepada Tim PUAP Pusat.
Disamping secara reguler tersebut, Tim Teknis Kabupaten/Kota, Tim Pembina Propinsi dan Tim PUAP Pusat akan membuat laporan akhir tahun untuk dilaporkan sebagai bagian dari dari laporan PNPM Mandiri.
BAB VIIIP E N U T U P
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan langkah terobosan Departemen Pertanian untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. PUAP merupakan entry point dan perekat bagi seluruh program Departemen Pertanian dan sektor lain yang terkait dalam program PNPM-Mandiri.Dalam rangka mempercepat keberhasilan PUAP diperlukan berbagai upaya dan strategi pelaksanaan yang terpadu melalui: (1) Pengembangan kegiatan ekonomi rakyat yang diprioritaskan pada penduduk miskin perdesaan melalui peningkatan kualitas SDM; (2) Penguatan modal bagi petani, buruhtani dan rumahtangga tani; dan (3) Penguasaan teknologi produksi, pemasaran hasil dan pengelolaan nilai tambah.
Keberhasilan PUAP sangat ditentukan oleh kerjasama dan komitmen seluruh pemangku kepentingan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan dukungan anggaran dari tingkat pusat sampai daerah.