6

Click here to load reader

TPL02

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TPL02

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL02-1

FITOREMEDIASI DENGAN ENCENG GONDOK DAN

KIAMBANG UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI

DETERJEN, MINYAK LEMAK, DAN KROM TOTAL

Maria Prihandrijanti Pusat Studi Lingkungan Universitas Surabaya

Raya Kalirungkut, Surabaya 60292

Tuani Lidiawati Pusat Studi Lingkungan Universitas Surabaya

Raya Kalirungkut, Surabaya 60292

Eric Indrawan, Hamfrey Winanda, Hengky Gunawan Jurusan Teknik Kimia Universitas Surabaya

Raya Kalirungkut, Surabaya 60292

Abstrak

Dalam penelitian ini dilakukan uji kemampuan enceng gondok (Eichhornia crassipes) dan

kiambang (Salvinia natans) dalam proses fitoremediasi untuk menurunkan konsentrasi bahan

pencemar di dalam limbah asli, khususnya untuk limbah rumah makan, laundry, dan pabrik

tekstil. Kedua jenis tanaman ini merupakan gulma air yang mulai banyak digunakan dalam proses

fitoremediasi. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah minyak lemak untuk limbah

rumah makan, LAS (Linear Alkylbenzene Sulphonate) untuk limbah laundry, dan krom total untuk

limbah tekstil. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peningkatan kerapatan tanaman

semakin meningkatkan prosentase penurunan konsentrasi parameter yang dianalisa. Prosentase

penurunan tertinggi terjadi pada kerapatan Kiambang 60 mg/cm2 dan kerapatan Eceng gondok

200 mg/cm2. Kedua tanaman memiliki potensi besar untuk digunakan dalam menurunkan

konsentrasi bahan pencemar di ketiga jenis limbah tersebut.

Kata Kunci : fitoremediasi, Linear Alkylbenzene Sulphonate, kerapatan tanaman

Abstract

This research was conducted to study the ability of water hyacinth (Eichhornia crassipes) and

kiambang (Salvinia molesta) through phytoremediation process to reduce the concentration of

pollutants in real wastewater, especially wastewater coming from restaurant, laundry and textile

industry. These two plants are aquatic weed plants which have been used more often in

phytoremediation. Parameters studied in this research were oil & grease for restaurant

wastewater, LAS (Linear Alkylbenzene Sulphonate) for laundry wastewater and total chrom for

textile wastewater. The results showed that increasing plants density has also increased removal

efficiency of the analyzed parameters. Highest removal was found on kiambang density 60 mg/cm2

and water hyacinth 200 mg/cm2. Both plants has great potential to reduce pollutants

concentration in the three types of wastewater.

Keywords: phytoremediation, Linear Alkylbenzene Sulphonate, plants density

1. Pendahuluan <judu1 10 pt, bold>

Pencemaran lingkungan di badan air

dewasa ini semakin kompleks. Berbagai jenis

polutan ini memerlukan berbagai teknologi

pengolahan limbah yang khusus pula, mulai dari

yang sederhana sampai yang canggih.

Page 2: TPL02

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL02-2

Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan

kecenderungan yang semakin meningkat dalam

pemanfaatan lingkungan dan proses alami untuk

mengurangi pencemaran lingkungan, misalnya

dengan menggunakan tumbuhan ataupun

mikroorganisme yang ada di lingkungan.

Fitoremediasi sebagai salah satu upaya

penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya

untuk mengurangi pencemaran lingkungan

dewasa ini semakin banyak dipakai, baik untuk

limbah domestik maupun limbah industri, di

antaranya juga untuk industri tekstil. Di antara

berbagai jenis tanaman yang dipakai dalam

fitoremediasi, enceng gondok (Eichhornia

crassipes) dan kiambang (Salvinia molesta)

adalah dua jenis tanaman air yang banyak

dipakai. Kedua jenis tanaman ini dipilih

berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya

yang menunjukkan bahwa keduanya memiliki

kemampuan yang cukup baik untuk menurunkan

konsentrasi berbagai parameter limbah, baik

logam berat, zat organik maupun anorganik.

Hardyanti dan Rahayu (2007) telah

meneliti bahwa pada konsentrasi awal 200 mg/l,

enceng gondok dapat menurunkan kadar fosfat

sampai 24,03%. Efisiensi penurunan ini semakin

berkurang pada konsentrasi awal 250 mg/l

efisiensi penurunannya 22.95% dan pada

konsentrasi 300 mg/l menjadi 20,87%. Waktu

pemaparan berpengaruh signifikan terhadap

efisiensi penurunan fosfat oleh enceng gondok.

Sementara itu, Shao and Wen (2004) meneliti

tentang kemampuan enceng gondok untuk

menyerap logam-logam Cd, Pb, Cu, Zn dan Ni di

sebuah wetland di Taiwan. Hasil penelitiannya

menunjukkan urutan rasio penurunan konsentrasi

sebagai berikut: Cu>Pb>Cd>Ni>Zn. Enceng

gondong memiliki kemampuan biokonsentrasi

yang tinggi dari kelima trace elements tersebut

jika ditumbuhkan di perairan yang mengandung

konsentrasi rendah dari kelima unsur tersebut.

Kapasitas absorpsi enceng gondok diperkirakan

sebesar 0,24 kg/ha untuk Cd, 5,42 kg/ha untuk

Pb, 21,62 kg/ha untuk Cu, 26,17 kg/ha untuk Zn,

dan 13,46 kg/ha untuk Ni. Studi ini menunjukkan

bahwa enceng gondok cukup menjanjikan untuk

fitoremediasi air limbah yang tercemar Cu, Pb,

Zn, and Cd. Sementara itu, penelitian lain

mengenai fitoremediasi limbah lumpur minyak

konsentrasi 20% dengan menggunakan tanaman

sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)

bermikoriza yang mediumnya diinokulasi bakteri

Pseudomonas mallei, Bacillus alvei dan

Pseudomonas sphaericus potensial untuk

dikembangkan. Tanaman sengon mengalami

pertumbuhan baik selama fitoremediasi. Hasil

analisis setelah fitoremediasi menunjukkan

bahwa terjadi penurunan kandungan minyak

sampai 51,23% dan kandungan logam berat Cd,

Cr, Pb, Cu, Zn dan Ni.masing-masing sebesar

30,2%, 2,5%, 32,6%, 71,9%, 62,8% dan 47,09%.

(Rossiana, 2005). Studi lain berkaitan dengan

fitoremediasi untuk parameter minyak lemak

dilakukan oleh Dominguez-Rosado and Pichtel

(2004). Mereka meneliti dekomposisi oli motor

bekas (1,5% w/w) dengan menggunakan kacang

kedelai (Glycine max)/green bean (Phaseolus

vulgaris); bunga matahari (Helianthus

annus)/Indian mustard (Brassica juncea);

berbagai jenis rumput/jagung (Zea mays); dan

berbagai jenis semanggi (red clover, Trifolium

pratense/ladino clover, Trifolium repens).

Minyak lemak yang tersisa di tanah diteliti

setelah 100 dan 150 hari. 67% minyak dapat

dihilangkan oleh bunga matahari/Indian mustard,

dan dengan penambahan pupuk NPK minyak

bisa benar-benar dihilangkan. Pengolahan

menggunakan rumput/jagung memberikan

penurunan sebesar 38%, dan meningkat menjadi

67% dengan penambahan pupuk. Penggunaan

tanaman kiambang (Salvinia molesta) dalam

fitoremediasi juga diteliti oleh Henry-Silva and

Camargo (2006). Hasilnya menyatakan bahwa

meskipun efisiensinya lebih rendah daripada

enceng gondok, namun tanaman kiambang juga

mempunyai potensi yang cukup baik dalam

fitoremediasi. Menurut mereka, E. crassipes and

P. stratiotes lebih efisien dalam penghilangan

total P (masing-masing 82,0% dan 83,3%) dan

total N (masing-masing 46,1% dan 43,9%).

Kiambang menghasilkan efisiensi sebesar 72.1%

untuk total P dan 42,7% untuk total N,

sedangkan kontrol hanya menghasilkan efisiensi

50,3% total P dan 22,8% total N. Berdasarkan penelitian-penelitian yang

telah ada, dapat diketahui bahwa berbagai

polutan dapat dihilangkan dengan fitoremediasi.

Dengan semakin meningkatnya pencemaran

badan air oleh limbah domestik dan limbah

industri, maka potensi fitoremediasi ini juga

perlu diteliti pada beberapa jenis limbah yang

cukup banyak dihasilkan di masyarakat

Indonesia, khususnya yang ada di perkotaan,

agar dapat menjadi alternatif pengolahan yang

ramah lingkungan dan hemat biaya.

Peningkatan penggunaan deterjen di

masyarakat telah secara nyata menghasilkan

peningkatan kadar surfaktan di limbah cair

domestik dan mencemari ekosistem sungai.

Konsentrasi surfaktan LAS (Linear Alkylbenzene

Sulphonate) di ekosistem sungai di kota-kota

besar berpenduduk padat di Indonesia sudah

melampaui nilai ambang 0,5 mg/L. Di samping

itu, minyak lemak yang berasal dari rumah

tangga (dapur) dan usaha restoran serta logam

berat dari limbah industri tekstil juga masih

banyak yang dibuang begitu saja sehingga

mencemari lingkungan. Oleh karena itu, perlu

Page 3: TPL02

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL02-3

dilakukan penelitian lebih jauh untuk mengetahui

kemampuan tanaman air, khususnya enceng

gondok dan kiambang yang banyak ditemui di

perairan di Indonesia, untuk menurunkan kadar

deterjen dan minyak lemak dari limbah domestik

serta penurunan kadar logam berat – dalam hal

ini parameter krom total - dari limbah industri

tekstil. Di samping itu perlu diketahui juga

berapa kerapatan optimum tanaman untuk

melakukan proses fitoremediasi tersebut.

Paper ini merupakan gabungan dari tiga

penelitian yang masing-masing bertujuan

mengetahui kemampuan tanaman enceng gondok

dan kiambang dalam menurunkan kadar deterjen

(LAS) dan minyak lemak dari limbah domestik,

serta kemampuan tanaman kiambang dalam

menurunkan kadar krom total dari air limbah

industri tekstil serta kerapatan optimum untuk

masing-masing parameter dan jenis tanaman.

Ketiga penelitian ini dilakukan secara

batch dalam skala laboratorium, dengan

menggunakan limbah asli, yakni limbah yang

didapatkan dari hasil laundry (untuk parameter

deterjen), dari restoran (untuk parameter minyak

lemak), serta dari air limbah industri tekstil

(untuk parameter krom total), yang kemudian

diencerkan hingga mencapai kondisi di mana

tanaman enceng gondok dan kiambang dapat

bertahan hidup. Untuk deterjen, parameter yang

dianalisa adalah LAS (Linear Alkylbenzene

Sulphonate). Penelitian untuk parameter deterjen

(LAS) dan minyak lemak dilakukan dengan

menggunakan tanaman enceng gondok dan

kiambang, sedangkan penelitian untuk parameter

krom total dilakukan dengan menggunakan

tanaman kiambang saja.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini

adalah efisiensi removal dari tanaman untuk

menurunkan ketiga parameter tersebut serta

kerapatan optimum untuk masing-masing

parameter dan jenis tanaman.

2. Fitoremediasi

Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai

penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan,

memindahkan, menstabilkan, atau

menghancurkan bahan pencemar baik senyawa

organik maupun anorganik (Priyanto, 2007).

Proses fitoremediasi berjalan secara alami

dengan enam tahapan proses secara serial yang

dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/

pencemar disekitarnya, yakni phytoaccumulation

(phytoextraction) di mana tumbuhan menarik zat

kontaminan dari media sehingga terakumulasi di

sekitar akar tumbuhan dan selanjutnya

ditranslokasi ke dalam organ tumbuhan;

rhizofiltration di mana proses adsorpsi atau

pengendapan zat kontaminan dilakukan oleh akar

untuk menempel pada akar; phytostabilization di

mana terjadi penempelan zat-zat kontaminan

tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap

ke dalam batang tumbuhan untuk mengurangi

mobilisasi kontaminan dan mencegah

berpindahnya kontaminan ke air tanah atau

udara; rhizodegradation di mana terjadi

penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas

mikroba yang berada di sekitar tumbuhan;

phytodegradation di mana tumbuhan

menguraikan zat kontaminan menjadi bahan

yang tidak berbahaya dengan susunan molekul

yang lebih sederhana dan dapat berguna bagi

pertumbuhan tumbuhan itu sendiri; dan

phytovolatilization di mana zat kontaminan

ditranspirasikan oleh tumbuhan dalam bentuk

larutan terurai yang tidak berbahaya lagi untuk

selanjutnya diuapkan ke atmosfir. Fitoremediasi dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti daya akumulasi berbagai jenis

tanaman untuk berbagai jenis polutan serta

konsentrasi, sifat kimia dan fisika, dan sifat

fisiologi tanaman itu sendiri; jumlah zat kimia

berbahaya; mekanisme akumulasi dan

hiperakumulasi ditinjau secara fisiologi,

biokimia, dan molekular; serta kesesuaian sistem

biologi dan evolusi pada akumulasi polutan.

Fitoremediasi juga memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan dengan metode

konvensional lain untuk menanggulangi masalah

pencemaran, yaitu biaya operasional relatif

murah, tanaman bisa dengan mudah dikontrol

pertumbuhannya, kemungkinan penggunaan

kembali polutan yang bernilai seperti emas

(phytomining), merupakan cara remediasi yang

paling aman bagi lingkungan karena

memanfaatkan tumbuhan, serta memelihara

keadaan alami lingkungan. Meskipun demikian,

fitoremediasi juga memiliki beberapa kelemahan,

antara lain kemungkinan akibat yang timbul bila

tanaman yang telah menyerap polutan tersebut

dikonsumsi oleh hewan dan serangga, sehingga

dapat mengakibatkan keracunan atau kematian

pada hewan dan serangga maupun terjadinya

akumulasi pada predator jika mengkonsumsi

tanaman yang telah digunakan dalam proses

fitoremediasi.

3. Metodologi

Reaktor yang digunakan untuk penelitian

ini berupa bak dengan diameter 47,5 cm dan

tinggi air 15 cm.

Enceng gondok yang digunakan dalam

penelitian menggunakan limbah laundry

memiliki panjang akar 5-10 cm dengan

kerapatan sekitar 60 mg/cm2, 90 mg/cm

2, dan

120 mg/cm2, sedangkan yang digunakan dalam

penelitian menggunakan limbah restoran

Page 4: TPL02

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL02-4

memiliki panjang akar 5-10 cm dengan

kerapatan sekitar 100 mg/cm2, 150 mg/cm

2, dan

200 mg/cm2. Kiambang yang digunakan untuk

percobaan dengan kedua jenis limbah ini

memiliki panjang akar 3-5 cm dengan kerapatan

sekitar 40 mg/cm2, 50 mg/cm

2, dan 60 mg/cm

2.

Kiambang yang digunakan dalam

penelitian menggunakan limbah industri tekstil

(parameter krom total) memiliki panjang akar 5-

7 cm dengan kerapatan sekitar 40 mg/cm2, 50

mg/cm2, dan 60 mg/cm

2 (Fatoni, 2008).

Kerangka Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan Kemampuan kiambang dan enceng

gondok dalam menurunkan kadar LAS dapat

diketahui dari data konsentrasi LAS yang diukur

setiap hari selama waktu pengolahan.

Konsentrasi awal LAS yang digunakan dalam

penelitian adalah 5,567 ppm.

Gambar 1. Persen removal terhadap

kerapatan (mg/cm2) pada limbah laundry

Keterangan gambar :

K 40 : Tanaman kiambang dengan kerapatan

40 mg/cm2.

K 50 : Tanaman kiambang dengan kerapatan

50 mg/cm2.

K 60 : Tanaman kiambang dengan kerapatan

60 mg/cm2.

E 60 : Tanaman eceng gondok dengan

kerapatan 60 mg/cm2.

E 90 : Tanaman eceng gondok dengan

kerapatan 90 mg/cm2.

E 120 : Tanaman eceng gondok dengan

kerapatan 120 mg/cm2.

Untuk parameter minyak lemak, efisiensi

penurunan kiambang dan enceng gondok dapat

diketahui dari data konsentrasi minyak lemak

yang diukur setiap hari selama waktu

pengolahan. Konsentrasi awal minyak lemak

yang digunakan dalam penelitian adalah 8442,5

ppm. Seperti halnya untuk parameter deterjan

(LAS), dari Gambar 2 juga dapat diamati bahwa

efisiensi penurunan pada tanaman eceng gondok

lebih besar daripada tanaman kiambang.

Tanaman eceng gondok bisa menurunkan

kandungan LAS sebanyak 99,99% sedangkan

tanaman kiambang sebesar 98,50%.

Gambar 2. Persen removal terhadap

kerapatan (mg/cm2) pada limbah restoran

40

50

60

70

80

90

100

K 40 K 50 K 60 E 56 E 85 E 113

Kerapatan (mg/cm2)

Persen

Rem

oval

Asli

97

97.5

98

98.5

99

99.5

100

K 40 K 50 K 60 E 100 E 150 E 200

%re

mo

val

Ide Studi

Studi Literatur

Persiapan Alat dan Bahan

Penelitian Pendahuluan:

Aklimatisasi tanaman selama 3 hari

Analisis awal media tanam

Pelaksanaan penelitian

Variasi penelitian:

Kepadatan tanaman

Analisis Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Page 5: TPL02

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL02-5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

8 12 16

Waktu (hari)

% P

en

uru

nan

Ko

nsen

trasi C

r6+

Kontrol VI = 40 mg/cm2 VI = 50 mg/cm2 VI = 60 mg/cm2

Keterangan gambar :

K 40 : Tanaman kiambang dengan kerapatan

40 mg/cm2.

K 50 : Tanaman kiambang dengan kerapatan

50 mg/cm2.

K 60 : Tanaman kiambang dengan kerapatan

60 mg/cm2.

E 100 : Tanaman eceng gondok dengan

kerapatan 100 mg/cm2.

E 150 : Tanaman eceng gondok dengan

kerapatan 150 mg/cm2.

E 200 : Tanaman eceng gondok dengan

kerapatan 200 mg/cm2.

Secara umum dari Gambar 1 dan 2 dapat

dilihat bahwa pada kerapatan yang lebih tinggi

untuk tanaman yang sejenis dihasilkan efisiensi

penurunan yang lebih tinggi pula. Kemampuan

tanaman menyerap polutan tergantung pada

beberapa faktor, yaitu kemampuan removal

tanaman dan kerapatan tanaman. Dari penelitian

terlihat bahwa kemampuan enceng gondok

menyerap polutan lebih besar daripada

kiambang. Fenomena ini serupa dengan hasil

penelitian Henry-Silva (2006) bahwa enceng

gondok dapat menurunkan konsentrasi P sebesar

82,01% sedangkan kiambang menghasilkan

efisiensi penurunan sebesar 72,1%.

Pada proses fitoremediasi yang memegang

peranan penting untuk mengurangi atau

menyerap kandungan polutan di air limbah

adalah akar. Tanaman dapat menyerap

kontaminan sedalam atau sejauh akar tanaman

dapat tumbuh (Rock, 1997). Tanaman enceng

gondok mempunyai akar yang banyak dan

panjang (mempunyai panjang akar rata-rata 10-

15 cm), sehingga luas permukaan kontak antara

air limbah dan akar semakin besar. Dengan

demikian proses penyerapannya semakin cepat

dan efektif dibandingkan kiambang yang

mempunyai akar lebih pendek dan sedikit (rata-

rata hanya mempunyai panjang akar 3-5 cm).

Pada variasi kerapatan yang berbeda,

dihasilkan efisiensi penurunan konsentrasi LAS

dan minyak lemak yang berbeda. Pada kerapatan

yang lebih tinggi, efisiensi penurunannya juga

lebih besar. Hal ini dikarenakan banyaknya

jumlah tanaman yang dipakai membuat luas

permukaan akar tanaman yang kontak dengan air

limbah semakin besar. Semakin besar tanaman

semakin besar juga luas permukaan dari akar

untuk menyerap polutan yang ada, sehingga

kemampuan dalam menyerap polutan semakin

besar dibanding tanaman yang berukuran kecil

(Gardner et al., 1991).

Sementara itu, dalam penelitian

menggunakan tanaman kiambang untuk

menurunkan kadar krom total dalam limbah

industri tekstil oleh Fatoni (2008) didapatkan

efisiensi penurunan terbesar sebesar 71,58%

pada tingkat kerapatan tanaman sebesar 60

mg/cm2 (Gambar 3).

Gambar 3. Persen removal terhadap

kerapatan (mg/cm2) pada limbah industri

tekstil

Seperti halnya pada percobaan untuk

parameter deterjen dan minyak lemak, penurunan

konsentrasi krom total semakin meningkat

sejalan dengan peningkatan kerapatan tanaman.

Logam berat yang berada pada limbah

diakumulasi oleh kiambang sehingga

konsentrasi logam berat pada media mengalami

penurunan. Persentase penurunan kadar krom

total dipengaruhi oleh variasi waktu detensi,

jenis tanaman dan variasi jumlah

tanaman/kerapatan tanaman.

5. Kesimpulan

Dari ketiga percobaan ini dapat diketahui

bahwa tanaman enceng gondok dan kiambang

dapat menurunkan konsentrasi deterjen (LAS),

minyak lemak dan krom total dalam air limbah.

Secara umum, tanaman enceng gondok memiliki

efisiensi penurunan yang lebih besar daripada

kiambang.

Efisiensi penurunan LAS dari limbah

pencucian pakaian oleh tanaman eceng gondok

adalah 75-98% dan kiambang adalah 56-65%.

Sedangkan efisiensi penurunan minyak lemak

dari limbah restoran oleh tanaman eceng gondok

adalah 98,63-99,99% dan kiambang adalah

98,37-98,72%. Untuk parameter krom total dari

limbah industri tekstil, efisiensi penurunan

tanaman kiambang berkisar antara 38,49-71,58%

dengan kerapatan optimum tanaman kiambang

sebesar 60 mg/cm2.

Kerapatan optimum tanaman yang

menghasilkan efluen dengan konsentrasi LAS

terendah adalah eceng gondok 120 mg/cm2 dan

kiambang 60 mg/cm2, sedangkan untuk

parameter minyak lemak kerapatan optimumnya

Page 6: TPL02

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL02-6

adalah eceng gondok 200 mg/cm2 dan kiambang

60 mg/cm2.

Daftar Pustaka [1] Dominguez-Rosado, Elena, dan John

Pichtel, (2004), “Phytoremediation of Soil

Contaminated with Used Motor Oil: I.

Enhanced Microbial Activities from

Laboratory and Growth Chamber Studies”, Environmental Engineering

Science 21(2):169-180.

[2] Fatoni, Teguh, (2008), “Uji Perbandingan

Penurunan Konsentrasi Cr Total pada

Limbah Tekstil dengan Menggunakan

Tanaman Kiambang sebagai Tanaman Air

Terapung dan Tanaman Hidrilla sebagai

Tanaman Air Melayang”, Tugas Akhir,

Institut Teknologi nasional, Malang,

Indonesia.

[3] Gardner, F.P., Brent Pearce and Roger L.

Mitchell, (1991), “Fisiologi Tanaman

Budidaya”, edisi 1, UI Press, Jakarta, hal.

139, 143, 248, 255, 328-331.

[4] Hardyanti, Nurandani and Rahayu,

Suparni Setyowati, (2007), “Fitoremediasi

Phospat dengan Pemanfaatan Enceng

Gondok (Eichhornia crassipes): Studi

Kasus Pada Limbah Cair Industri Kecil

Laundry”, Jurnal Presipitasi, 2 (1). pp. 28-

33. ISSN 1907-187X

[5] Henry-Silva, Gustavo Gonzaga and

Antonio F.M. Camargo, (2006),

“Efficiency of Aquatic Macrophytes to

Treat Nile Tilapia Pond Effluents”,

Scientia Agricola 63(5) : 433-438.

[6] Priyanto, Budhi dan Joko Prayitno,

(2007), “Fitoremediasi sebagai sebuah

Teknologi Pemulihan Pencemaran,

Khususnya Logam Berat”, http://

ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm

[7] Rock, Steven A., (1998), “Standard

Handbook of Hazardous Waste Treatment

and Disposal”, second edition, McGraw-

Hill, New York, section 12.7.

[8] Rossiana, N., (2005), ”Penggunaan Zeolit,

Kultur Bakteri dan Mikoriza dalam

Fitoremediasi Lumpur Minyak Bumi

dengan Tanaman Sengon (Paraserianthes

falcataria L. Nielsen)”, Laporan

Penelitian RUT XI 2004.

[9] Shao-Wei Liao and Wen-Lian Chang,

(2004), “Heavy Metal Phytoremediation

by Water Hyacinth at Constructed

Wetlands in Taiwan”, Journal of Aquatic

Plant Management 42: 60-68.