8
Transplantasi dari Sudut Pandang Etika dan Agama dan Kaitannya dengan Manusia Belajar Sepanjang Masa Mario Alexander / 102012020 / C2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Tanjung Duren Dalam IV No 13, Jakarta Barat [email protected] Pendahuluan Transplantasi adalah pengangkatan suatu organ atau jaringan dari satu organisme, kemudian diimplantasikan melalui pembedahan ke organisme lain untuk memberikan struktur dan/atau fungsi. 1 Transplatasi organ maupun jaringan tubuh mungkin sudah terpikirkan oleh manusia sejak dahulu. Tetapi transplantasi baru dapat direalisasikan beberapa puluh tahun kemudian dilihat dari presentasi keberhasilan nya. Hal ini tentu dapat dikaitkan bahwa dengan dasar rasa ingin tahu yang dimiliki manusia, maka manusia terus mempelajari hal yang baru sehingga terjadi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang kesehatan yaitu tranplantasi yang akan dibahas dalam makalah ini baik dari segi etika, agama dan ekonomi nya. 1

tranplantasi dari sudut pandang etika dan agama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

etika dan agama

Citation preview

Transplantasi dari Sudut Pandang Etika dan Agama dan Kaitannya dengan Manusia Belajar Sepanjang MasaMario Alexander / 102012020 / C2Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJalan Tanjung Duren Dalam IV No 13, Jakarta [email protected]

Pendahuluan

Transplantasi adalah pengangkatan suatu organ atau jaringan dari satu organisme, kemudian diimplantasikan melalui pembedahan ke organisme lain untuk memberikan struktur dan/atau fungsi.1 Transplatasi organ maupun jaringan tubuh mungkin sudah terpikirkan oleh manusia sejak dahulu. Tetapi transplantasi baru dapat direalisasikan beberapa puluh tahun kemudian dilihat dari presentasi keberhasilan nya. Hal ini tentu dapat dikaitkan bahwa dengan dasar rasa ingin tahu yang dimiliki manusia, maka manusia terus mempelajari hal yang baru sehingga terjadi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang kesehatan yaitu tranplantasi yang akan dibahas dalam makalah ini baik dari segi etika, agama dan ekonomi nya.

Tubuh manusia tidak akan meledak seperti balon, namun akan berhenti berfungsi bagian demi bagian. Transplantasi organ klinis dirancang untuk menggantikan bagian-bagian tubuh yang telah kelelahan dan berhenti berfungsi.2

Cangkok (graft) adalah organ atau jaringan yang ditransplantasi. Graft berasal dari donor dan diimplasikan ke resipien. Allograft (juga dikenal sebagai homograft) adalah transplantasi antarorganisme dalam spesies yang sama (misalnya manusia ke manusia). Xenograft adalah transplantasi antarorganisme yang berbeda spesies (misalnya babi ke manusia).Donor dapat merupakan cadaver (biasanya sudah mati batang otak pada manusia), living related LRD (anggota keluarga yang mempunyai kesamaa elemen genetik dalam jumlah besar dengan resipien), atau living unrelated LURD (individu altruistic yang menyumbangkan satu pasang organnya).1

Secara umum, semakin besar perbedaan genetik antara graft dan resipiennya, makin hebat pula reaksi penolakan yang timbul. Reaksi penolakan dapat terjadi pada semua transplantasi kecuali transplantasi antara kembar identic, yang mengarahkan pada pengetahuan bahwa individu memiliki perbedaan-perbedaan unik dalam hal antigen histokompatibilitas jaringan yang bersifat herediter.2

Rejeksi graft. Rejeksi hiperakut terjadi segera setelah graft memasuki sirkulasi pejamu. Disebabkan oleh pengenalan antibody yang sudah dibentuk terhadap antigen permukaan sel, dan dapat dicegah dengan melakukan pencocokan silang antar serum resipien dengan sel donor. Rejeksi akut dapat terjadi kapanpun dalam kehidupan graft tetapi paling sering terjadi pada satu bulan setelah transplantasi. Disebabkan oleh imunitas yang diperantai sel melawan antigen HLA. Dapat dikurangi atau dicegah dengan imunosupresi. Rejeksi akut terjadi setelah beberapa bulan atau tahun. Penyebabnya dapat multifactorial termasuk serangan yang diperantai oleh sel berderajat rendah akibat ketidakcocokan HLA, infeksi kronis, penyakit organ yang mendasari.1

Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan kemampuan imunologis yang selanjutnya akan mengalami proses perkembangan yang kompleks. Penemuan obat-obatan yang dapat menekan fungsi imun merupakan suati revolusi dalam bidang pencangkokan(tranplantasi). Secara teoritis, terapat sejumlah metode untuk menekan respons penolakan allograft, antara lain (1) merusak sel-sel imun sebelum tranplantasi dilakukan, (2) membuat antigen tidak dapat dikenali ataupun bersifat toksin terhadap klonus limfosit reaktif, (3) mengganggu proses pengenalan antigen oleh sel-sel resipien, (4) menghambat transformasi dan proliferasi limfosit, (5) membatasi diferensiasi limfosit menjadi sel-sel pembunuh atau sel pembentuk antibody, (6) mengaktifkan limfosit supresor dalam jumlah yang cukup, (7) menghambat perusakan sel-sel graft oleh limfosit pembunuh, (8) mengganggu proses penggabungan immunoglobulin dengan antigen sasaran, (9) mencegah kerusakan sel yang ditimbulkan oleh sel-sel nonspesifik atau kompleks antigen-antibodi, atau (10) menginduksi suatu toleransi imunologik spesifik terhadap antigen graft.2Rasa ingin tahu dari manusia yang besar membuat manusia terus belajar sepanjang hidupnya. Dan dari pengalaman-pengalaman dan kegagalan manusia mulai menemukan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Terutama dalam salah satu bidang kedokteran yaitu transplantasi. Mungkin ide dari transplantasi sendiri sudah ada sejak dahulu, tetapi masih mengalami banyak kegagalan, misalnya rejeksi dari graft yang menyebabkan resipien tidak dapat bertahan hidup lama. Dengan terus belajar dan pengetahuan baru ditemukan, manusia mulai dapat mengatasi masalah-masalah yang dahulu tidak bisa diselesaikan. Yaitu beberapa puluh atahun kemudian ditemukan nya obat imunospresi seperti yang dijelaskan diatas menigkatkan tingkat keberhasilan tranplantasi. Hal ini terkait bahwa sebagai manusia harus belajar sepanjang hidupnya. Ilmu pengetahuan tidak akan berhenti pada suatu titik, penemuan-penemuan dari hasil belajar manusia sendiri tentu berguna untuk kesejahteraan manusia.Masalah etika transplantasi organ sebenarnya membutuhkan pemikiran kritis. Pada prinsipnya tak seorangpun boleh mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Nah, apakah masyarakat memiliki tubuh individu yang dikorbankan? Lalu untuk menyelamatkan masyarakat apakah kita boleh menggunakan manusia? Sedang dari sudut individu, apakah keadaan pasien yang membutuhkan transplantasi dan masih mempunyai harapan serta merta mewajibkan masyarakat untuk megadakan transplantasi dan berkorban? Apakan keadaan itu lantas memberikan hak khusus untuk hidup?3 Masih banyak pandangan-pandangan dari beberapa kebudayaan yang mempertanyakan dan bahkan menolak dilakukannya transplantasi. Ada yang menganggap bahwa tubuh seorang yang sudah meninggal harus diperlakukan dengan penuh hormat, hal ini bisa membuat seseorang memandang transplantasi organ mayat sebagai mutilasi. Terutama pada kasus mati otak. Karena mayat-penderma-organ terbaik adalah yang mati otak dan masih berada dalam unit perawatan intensif. Sampai disini, barangkali tepat bila kita mengajukan pertanyaan: Apakah pengambilan organ vital seorang pasien yang mati otak untuk tujuan transplantasi dianggap sebagai tindak penbunuhan?4Secara medis kemajuan dan perkembangan iptek kedokteran sebenarnya telah mampu mangantisipasi pelbagai dampak yang tibul dari suatu transplantasi organ tubuh manusia, walaupun itu bukan berarti bahwa transplantasi organ tubuh sudah aman seratus persen. Dalam dunia kedokteran, dikenal ada 3 kategori transplantasi. Transplantasi autologous, yakni pemindahan organ tubuh dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya, pada orang yang sama, misalnya pemindahan kulit paha ke tangan atau wajah. Dalam hal ini donor dan resipien adalah orang yang sama. Transplantasi homologus, yakni pemindahan organ tubuh dari satu orang ke orang lain. Donor bisa dalam keadaan hidup ataupun dalam keadaan sudah meninggal. Contoh transplantasi homologus dari donor yang sudah meninggal adalah kornea mata. Transplantasi heterologous, yakni pemindahan organ dari spesies yang berbeda, misalnya tulang rahan hewan untuk mengganti katup jantung manusia. Jika organ yang dipasang pada resipien adalah buatan manusia, tidak disebut sebgai tranplantasi, melainkan implant.Reaksi yang biasanya terjadi pada resipien adalah penolakan hipersensitivitas terhadap organ yang baru dipasang, namun keadaan ini sekarang telah mampu diatasi hampir seluruhnya. Melalui prosedur pemeriksaan cermat, tissue-typing (pengujian kecocokan jaringan) dan obat-obat golongan imunospresif yang semakin canggih, praktis reaksi-reaksi pada resipien telah dapat diatasi. Akan tetapi, bagiamana dengan donor? Sejauh ini ada tiga jenis organ/jaringan yang dapat dipindahkan dari donor hidup (artinya setelah transplantasi nanti donor itu tetap hidup atau fungsi organ yang dipindahkan itu tudak hilang dari tubuh donor), yaitu kulit, ginjal, dan sumsum tulang. Selain ketiga organ tadi, dapat dipastikan bahwa transplantasi akan mengakibatkan kematian donor atau paling sedikit donor tersebut tidak memiliki fungsi dari organ yang dipindahkan. Misalnya jika kornea mata seseorang dipindahkan, maka ia akan kehilangan fungsi penglihatan alias buta dari mata yang bersangkutan. Segi moralitas dari tranplantasi organ tubuh manusia merupakan masalah yang lebih kompleks dibandingkan masalah teknis medisnya, terutama jika menyangkut tranplantasi homologous dari donor hidup dan kemudian pengangkatan jaringan itu dapat dipastikan mnyebabkan kematian donor. Contoh yang paling jelas adalah transplantasi jantung, idiealnya jantung dipindahkan pada saat masih segar dan hanya terjadi jika donor masih hidup. Jadi, jantung harus diambil ketika donor masih hidup? Kalau demikian, dapatkan dokter yang mengambil jantung donor disebut membunuh? Apakah kematian donor itu memang karena sakitnya (misalnya kecelakaan) atau karena diambil jantungnya (untuk tranplantasi)? Kalau ternyata donor mati karena diambil jantungnya untuk tranplantasi, siapakah yang bertanggung jawab? Dokter yang mengambil jantung atau resipien yang menggunakan (berarti juga meminta) jantung tersebut? Dari kalangan agama apa pun, pada dasarnya tidak keberatan terhadap transplantasi organ tubuh manusia sejauh itu dilakukan pada donor yang sudah meninggal (jenazah), tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun dan prosedur tranplantasi itu tidak mengakibatkan penurunan kualitas hidup (apalagi kematian) donor. Sampai sekarang, produk hukum yang mangatur tentang transplantasi organ tubuh hanya dua, yaitu UU No. 23/1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18/1981.5 Adanya peraturan pemerintah ini diperlukan untuk menjamin bahwa pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia yang akan dipindahkan, betul-betul untuk maksud pengobatan untuk menolong penderita. Peraturan pemerintah ini diperlukan juga untuk memberikan perlindungan hukum kepada pelaksana bedah mayat anatomis, bedah mayat klinis dan pelaksana transplantasi.6

Semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada dasarnya tidak melarang transplantasi ini, asal penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan. Dengan transplantasi, ilmu kedokteran membuktikan bahwa manusia yang meninggal duniapun masih dapat berbuat amal saleh terhadap saudara-saudaranya yang menderita penyakit. Jelaslah bahwa tranplantasi berfungsi sebagai usaha pengobatan..6

Kesimpulan Perkembangan transplantasi merupakan bukti dari hasil manusia yang terus belajar yaitu adanya penemuan-penemuan yang meningkatkan tingkat keberhasilan dari transplantasi itu sendiri. Transplantasi juga tidak lepas dari masalah moral dan agama. Walaupun pada dasarnya agama kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa memperbolehkan transplatasi asalkan tidak terjadi penyalahgunaan organ yang ditransplantasi, masih ada beberapa pandangan yang tidak menyetujui transplantasi.

Daftar Pustaka1. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga; 2007. Hlm185.2. Schwarts SI, Shires GT, Spencer FC. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. Hlm167-86.3. Sugiharto B, Rachmat AW. Wajah baru etika & agama.Yogyakarta: Kanisius; 2000. Hlm87-8.4. Ebrahim AFM. Cloning, euthanasia, transfusi darah, tranplantasi organ, dan eksperimen pada hewan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta; 2007. Hlm166-85. Achadiat CM. Dinamika etika & hukum kedokteran dalam tantangan zaman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. Hlm201-4.6. Hanafiah MJ, Amir A. etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999.Hlm226-7.1