TTG NPV

Embed Size (px)

Citation preview

TEKNOLOGI TEPAT GUNA

PEMANFAATAN SlNPV SEBAGAI BIOINSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN Spodopterla litura

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Teknologi Tepat Guna

Disusun Oleh :

Ajeng Widyaningrum111510501111

`

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER2013A. Latar BelakangSpodoptera litura Fabricius merupakan salah satu hama penting pada tanaman budidaya. Menurut Bedjo (2006) kehilangan hasil akibat serangan hama larva S. Litura Fabricius dapat mencapai 85 %, bahkan dapat menyebabkan kegagalan panen. Kerusakan daun yang diakibat oleh serangan hama tersebut dapat mengganggu proses fotosintesis dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kehilangan panen pada tanaman budidaya. Beberapa tanaman budidaya yang dilaporkan pernah diserang oleh S. Litura Fabricius adalah tembakau, kedelai, kacang tanah, kentang, cabe, bawang merah, sayuran, dan pohon hias (Kalshoven, 1981). Menurut Warintek (2006) serangga ini dapat menyerang daun talas (Colocasia esculenta (L.) Schoot), jarak, tembakau, tomat, jagung, ubi jalar, kubis, cabe dan kacang-kacangan. Ulat hama ini juga merusak tanaman pangan (Schreiner, 2000). Di Jepang larva S.litura Fabricius menjadi hama utama kacang kedelai (Glycine max (L.) (Komatsu et al., 2005). Pengendalian hama S. litura Fabricius pada tanaman budidaya oleh petani selama ini menggunakan insektisida sintetik. Penggunaan insektisida sintetik tanpa perhitungan yang tepat baik dari segi ekologi maupun ekonomi terbukti tidak efektif dan dapat berdampak negatif terhadap organisme non target seperti musuh alami, insekta resisten dan merusak ekosistem. Oleh karena itu, kehadiran S. litura Fabricius pada tanaman pangan harus dikendalikan secara bijaksana dan perlu dicari solusi yang tepat. Salah satu alternatif pengendalian yang bijaksana dan tepat adalah pengendalian dengan menggunakan musuh alami seperti jamur, bakteri, virus untuk menekan peningkatan populasi hama (Laoh dkk, 2003 ; Indriyani, 2007). Usaha pengendalian S.litura Fabricius sejalan dengan perkembangan konsep pengelolaan hama terpadu (HPT) telah diarahkan pada Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV). SlNPV adalah salah satu jenis virus patogen yang berpotensi sebagai agensia hayati dalam pengendalian larva S.litura Fabricius atau ulat grayak, karena bersifat spesifik, selektif dan efektif untuk hama-hama yang telah resisten terhadap insektisida dan aman terhadap lingkungan (Laoh dkk, 2003). Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kerusakan tanaman kedelai, kapas, pangan dan sayuran akibat hama mampu ditekan sampai 100 % setelah diaplikasikan SlNPV

B. SlNPV Sebagai Agens pengendali HayatiVirus ini berbentuk batang dan terdapat dalam inclusion bodies yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat didalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, badan lemak, hypodermis dan Matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5 15 um dan mengandung partikel virus (virion).Virion berbentuk batang, berukuran 40 70 nm x 250 400 nm dan mengandung molekul deoxy-ribonucleid acid (DNA) (iggnoffo and Couch, 1981, Tanada dan Kaya, 1993). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. NPV bersifat spesifik inang. Meskipun memiliki potensi yang cukup tinggi, keberadaaannya dilapangan secara alamiah dan teknologi pemanfaatannya telah diketahui namun dalam hal ini masih belum dimanfaatkan secara luas dan maksimal.Proses infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh larva bersama pakan. Didalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis (pH 9.0-10,5) selubung polihedra larut sehingga membebaskan virion. Virion menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi sel-sel yang rentan. Dalam waktu 1 2 hari setelah polihedra tertelan hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh, Larva tampak berminyak dan berwarna pucat kemerahan, terutama pada bagian perut. Kemampuan larva makan menjadi berkurang sehingga pertumbuhan melambat, larva cenderung merayap ke puncak tanaman kemudian mati dalam keadaan menggantungdengan kaki semu pada bagian tanaman. Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan desintegrasi sehingga sangat rapuh. Apabila terkena tusukan, intgumen menjadi robek dan dari dalam tubuh keluar hemolimfa yang mengandung banyak polihedra. Larva muda mati dalam 2 hari sedangkan larva tua dalam 4 9 hari setelah polihedra tertelan ( Ignoffo dan Couch, 1981).

Untuk membedakan antara ulat terkena virus dengan pestisida di lapang dapat dilihat cirri-ciri dan perbedaan yang ditimbulkan yaitu: Matinya ulat terkena virus cenderung memanjang (mengembang) atau tidak mengkeret sedangkan apabila terkena pestisida cenderung mengkeret . Larva yang mati terkena virus apabila dipijit atau ditusuk akan mudah robek dan mengeluarkan lendir seperti nanah yang berbau busuk sekali, sdangkan ulat yang terkena pestisida tidak berbau busuk.

Menurut Bedjo (2006) hasil penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Ponorogo dan Tulungagung menunjukkan bahwa SlNPV menyebabkan mortalitas larva S. litura Fabricius pada tanaman budidaya setara dengan penggunaan insektisida kimia. Pengujian terhadap beberapa tingkat konsentrasi menunjukkan bahwa penurunan populasi larva S. litura Fabricius pada tanaman budidaya sangat tinggi setelah aplikasi. SlNPV dengan konsentrasi 100 ml dan 200 ml/ha menyebabkan penurunan populasi larva S. litura Fabricius mencapai 100%, dari populasi awal sebelum aplikasi yaitu antara 67-75 larva per 45 rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa NPV sangat efektif karena nilai kefektifan ditentukan berdasarkan tingkat kematian larva yang dibakukan dalam konsep PHT, yaitu antara 70-80 %.

Produksi NPV skala Petani

Contoh Pembuatan NPVPetani dapat membuat NPV secara praktis. Untuk itu petani perlu diinformasikan dosis efektif terhadap OPT sasaran dan banyaknya polihedra yang terkandung dalam tubuh larva. Sebagai contoh dosis efektif terhadap ulat grayak adalah 1,5 x 1012 PIBs/ha

(tanpa bahan formulasi), dan rata-rata seekor larva instar VI mati terinfeksi NPV mengandung 8 x 109 PIBs (4 x 109 2 x 1010 PIBs). Berdasarkan informasi tersebut, banyaknya larva mati terinfeksi NPV yang dibutuhkan untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai seluas 1 ha sebanyak (1,5 x 1012 PIBs/ha) / (8 x 109 PIBs/ekor) = 187,5 ekor atau + 200 ekor.Larva dikoleksi dan dipelihara sebagaimana halnya dengan pembiakan masal ulat grayak, tetapi dengan pakan alami. Larva (generasi berikutnya) berumur seminggu sebanyak 200 300 ekor diberi pakan alami yang telah diolesi dengan suspensi polihedra kasar. Suspensi dibuat dengan cara melumatkan seekor larva instar VI yang mati terinfeksi NPV kemudian dicampur dengan 10 ml air. Larva dipelihara sampai mati, sebanyak 200 ekor larva instar VI mati terinfeksi NPV dikumpulkan kemudian dilumatkan dengan menambahkan 0,5 liter air dan selanjutnya disaring dengan kain halus. Pelumatan dan penyaringan diulang 4 kali hingga diperoleh polihedra kasar sebanyak 2 liter. Saat akan digunakan suspensi polihedra kasar ini diencerkan dengan menambah air sehingga diperoleh suspensi cair sebanyak 400 500 liter yang cukup untuk diaplikasikan ke tanaman kedelai seluas 1 ha. Agar aktivitas NPV dapat dipertahankan stabil, sebaiknya hasil pemrosesan disimpan dalam lemari es.

Teknik AplikasiNPV diaplikasikan dengan menggunakan alat penyemprot yang umum dgunakan untuk mengaplikasikan insektisida kimiawi. Hasil terbaik dicapai bila NPV diaplikasikan selama awal stadium perkembangan serangga, alasannya larva instar awal lebih mudah dikendalikan dengan NPV daripada instar akhir.Agar efektif dosis, frekuensi, Waktu, dan cara aplikasi harus tepat, Dosis aplikasi yang digunakan sebagnyak 1000 g / ha (setara dengan 1,5 x 1012 PIBs/ha). Apabilakepdatan populasi OPT sasaran relatif tinggi, aplikasi sebaiknya diulang 1 2 minggu kemudian. Dasarnya, karena NPV mengalami umur paruh yang relatif singkat. Yaitu 2 hari setelah aplikasi dan menjadi inaktif 14 hari setelah aplikasi (Ignoffo dan Couch,1981)Sinar Matahari mempengaruhi NPV, Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan 1) Aplikasi harus dilakukan sore hari atau senja hari agar polihedra segera tertelan oleh larva pada malam hari. Aplikasi pada pagi hari atau siang hari akan merusak polihedra sebelum tertelan oleh larva. 2) Aplikasi sebaiknya diarahkan ke bagian bawah permukaan daun agar persistensi polihedra berlangsung lebih lama. NPV yang diaplikasikan ke bagian atas permukaan daun menurun aktivitasnya hingga 50 % . (Okada, 1977)Peluang dari NPVBioinsektisida SlNPV merupakan salah satu produk unggulan karena efektif terhadap larva S. litura Fabricius yang menyerang beberapa tanaman budidaya seperti kedelai tanaman pangan, industri, sayuran dan bawang merah. Bahan aktifnya adalah nuclear polyhedrosis virus, suatu patogen serangga dengan strain unggul asli Indonesia. Karena NPV merupakan strain unggul asli Indonesia bila dimanfaatkan tidak masalah dengan lingkungan biotik dan lingkungan abiotik Indonesia yang beriklim tropis Pemanfaatan SlNPV sebagai agensia hayati pengendali hama merupakan salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan insektisida kimia. SlNPV bermanfaat dijadikan bioinsektisida karena memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: a) bersifat spesifik terhadap serangga sasaran sehingga aman bagi musuh alami, b) persisten di alam sehinga tidak menimbulkan residu beracun, c) efektif terhadap inang atau hama sasaran yang sudah resisten terhadap insektisida kimia, d) kompatibel dengan komponen pengendalian hama lain, termasuk insektisida kimia Namun terdapat pula kendala perkembangan dari SlNPV ini, hal itu dikarenakan oleh :a) Peka terhadap sinar mataharib) NPV memiliki daya bunuh lambat dibandingkan dengan Insektisidac) Dipengaruhi oleh keadaan alam n(Suhu tinggi > 40 oC, bersifat asam pH 4-9 dan pengaruh bahan kimia formalin / natrium hipoklori/desinfektan).Menurut saya,dilihat dari peluang yang ada maka SlNPV ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif usaha pengendalian hama Spodoptera litura terlebih mengingat bahwa sampai saat ini penanganan OPT masih tergantung pada insektisida Kimiawi semata, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif, ekonomis dan ekologis. Teknologi pengendalian OPT yang didasarkan atas konsep pengendalian hama terpadu masih belum merata, sehingga belum dapat diterapkan sepenuhnya. Salah satu keunggulan dari penggunaan SlNPV adalah efektif terhadap larva S. litura Fabricius dan tidak berdampak negatif. Sebaliknya pengendalian hama dengan insektisida kimia berdampak buruk karena spektrum daya bunuh yang luas. Oleh karena itu penggunaan agen hayati seperti SlNPV sangat berpeluang untuk menggantikan atau paling tidak mengurangi penggunaan insektisida kimia. Isolat yang dibuat itu berpeluang besar untuk menggantikan atau paling tidak dapat mengurangi insektisida kimiawi. Dengan digunakannya ioinsektisida SlNPV untuk mengendalikan larva S. Litura Fabricius ini diharapkan dapat meningkatkan hasil kedelai dan pendapatan usaha tani.Potensi pengembangan teknologi ini dapat berkontribusi dengan baik tergantung pada penyediaan dan diseminasi inovasi teknologi pertanian yang benar-benar sesuai dengan kondisi biofisik, sosial, budaya dan kapasitas petani. Sudah diketahui bahwa sudah banyak inovasi teknologi spesifik lokasi disediakan tetapi baru dengan memperhatikan faktor biofisik dan beberapa faktor demografi, dan pemanfaatan inovasi teknologi masih terbatas. Demikian pula cara diseminasi inovasi teknologi pertanian ataupun penyuluhan pertanian juga masih bersifat top-down dan lebih berorientasi pada peningkatan produksi, dengan asumsi bahwa peningkatan produksi pertanian akan meningkatkan pendapatan petani. Kenyataan menunjukkan bahwa hal demikian tidak selalu benar, peningkatan produktivitas dan produksi tidak selalu dapat meningkatkan pendapatan petani. Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pendapatan petani. Hal-hal ini juga perlu diketahui dalam penentuan cara pelaksanaan penyediaan dan diseminasi inovasi teknologi pertanian.Dalam proses pengenalan teknologi pertanian NPV ini, penyediaan teknologi pertanian melalui penelitian dan pengkajian serta pengenalan dan diseminasi teknologi pertanian perlu diupayakan agar partisipasi masyarakat tani setinggi mungkin sehingga manfaatnya juga akan sangat dirasakan oleh para petani karenak ketika mereka sudah merasakan manfaat partisipasinya dalam pengembangan NPV tersebut, mereka dapat menjadi pengguna teknologi pertanian NOV ini, dan dapat memberikan contoh rekomendasi bagi petani-petani lainnya.Melalui partisipasi, paling sedikit pada tingkat interaktif, maka akan dengan mudah diketahui sifat-sifat teknologi yang benar-benar dibutuhkan oleh para petani. Sifat inovasi/teknologi penting yang umumnya menjadi perhatian para petani, meliputi hal-hal sebagai berikut:a. Tingkat kesesuaian inovasi/teknologi dengan keadaan dan kebiasaan di lokasi petani. Teknologi baru yang mempunyai banyak kesamaan dengan teknologi yang biasa diterapkan oleh petani akan mempunyai potensi yang lebih besar untuk diterima dan diadopsi oleh petani daripada yang benar-benar baru. b. Tingkat kompleksitas atau kerumitan menentukann dapat tidaknya inovasi/teknologi diterima dan diadopsi oleh petani. Termasuk dalam kerumitan ini ialah tingkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan teknologi, mudah tidaknya memperoleh sarana produksi yang diperlukan untuk mengadopsi teknologi yang dikenalkan/ dianjurkan, dan pasar untuk hasil usahanya.c. Umumnya petani tidak akan begitu saja menerima teknologi baru untuk di adopsi di semua lahannya. Mereka ingin mencoba dulu teknologi tersebut sebelum memutuskan untuk menerapkannya di lahannya. Mudah tidaknya suatu teknologi baru di coba akan menentukan tingkat penerimaan atau adopsi teknologi tersebut.d. Berdasarkan pengamatan petani sendiri, teknologi yang mudah diamati penampilannya dan memberikan perbedaan yang menonjol dibandingkan dengan yang biasa di gunakan akan lebih cepat di terima dan diadopsi daripada yang sulit diamati dan kurang menunjukkan kelebihan dibandingkan dengan penampilan teknologi yang biasa di pergunakan.e. Keuntungan yang dapat diharapkan dari inovasi/teknologi. Keuntungan dalam hal ini ialah keuntungan nyata yang dapat diterima oleh petani yang bersangkutan, berdasarkan hasil mencoba teknologi yang diperkenalkan/ dianjurkan atau berdasarkan pengalaman teman petani lain.

DAFTAR PUSTAKABedjo, 2006. Potensi, Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SLNP) untuk Pengendalian Spodoptera litura Fabricus pada Tanaman Kedelai. http://www. Puslittan.Bogor.net/addmin (Diakses tangggal 8 Mei 2013).

Biogen Online, 2007. SlNPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus. Http//www.indobiogen.or.id/produk.php. Diakses tanggal 8 Mei 2013).

Harmiananto, Mujiono dan Tarjoko, 2007. Sosialisasi Bioinsektisida SlNPV untuk Mengendalikan Hama Ulat Grayak Kedelai. www.dikti.org/p3m/abstrakipteks/penerapanIPTEKS-1-50.pdf. (Diakses tangggal 8 Mei 2013).

Laoh, J.H., Puspita, F., dan Hendra, 2003. Kerentanan larva Spodoptera litura terhadap Virus Nuklear Polyhedrosis. Jurnal Natur Indonesia 5 (2) : 145-151.

Warintek, 2006. Talas (Colocasia esculenta (L.) Schoot). http://www. Warintek. Bantul.go.id/web.php (Diakses tanggal 8 Mei 2013).