32
A. Pengertian AFTA Sebagai negara yang secara geografis terletak di Asia Tenggara bersama dengan Sembilan negara lainnya dan atas dasar kesamaan letak geografis itu maka dibentuklah suatu organisasi bernama ASEAN (Asosiation South East Asia Nation). Pembentukan organisasi tersebut tidaklah semata – mata karena kesamaan letak geografis saja, namun secara ranah sejarahnya seluruh anggota ASEAN adalah bekas jajahan negara kolonial. Dalam organisasi tersebut terjalinlah suatu kerjasama dagang dalam wadah AFTA. ASEAN Free Trade Area (AFTA). ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. B. Sejarah AFTA AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara- negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing

Tugas Afta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Afta

A. Pengertian AFTA

Sebagai negara yang secara geografis terletak di Asia Tenggara

bersama dengan Sembilan negara lainnya dan atas dasar kesamaan letak

geografis itu maka dibentuklah suatu organisasi bernama ASEAN (Asosiation

South East Asia Nation). Pembentukan organisasi tersebut tidaklah semata –

mata karena kesamaan letak geografis saja, namun secara ranah sejarahnya

seluruh anggota ASEAN adalah bekas jajahan negara kolonial. Dalam

organisasi tersebut terjalinlah suatu kerjasama dagang dalam wadah AFTA.

ASEAN Free Trade Area (AFTA).

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan

dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas

perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan

regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia

serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.

B. Sejarah AFTA

AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)

ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN

Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-

negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam

rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan

menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu

15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir

dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential

Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT- AFTA) merupakan suatu

skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-

5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif

lainnya.

Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri Ekonomi

anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand. Pertemuan

Chiang Mai menghasilkan tiga keputusan penting sebagai berikut:

Page 2: Tugas Afta

a. Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan

perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010

menjadi 2005.

b. Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar AFTA

(inclusion list/IL) ditambah dan semua produk yang tergolong

dalam temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk

IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1

Januari 2000.

c. Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam

skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi

sebagai berikut:

o Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi immediate

inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun

2003.

o Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list), seperti beras

dan gula, akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.

o Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun 2003.

Negara-negara anggota ASEAN menggagas melaksanakan AFTA

dengan tujuan :

1. Meningkatkan perdagangan dan spesialisasi di lingkungan

keanggotaan ASEAN.

2. Meningkatkan jumlah ekspor negara-negara anggota ASEAN.

3. Meningkatkan investasi dalam kegiatan produksi dan jasa

antaranggota ASEAN

C. Negara-negara yang terlibat

AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Pada

awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA itu:

1. Brunei Darussalam

2. Indonesia

3. Malaysia

4. Filipina

5. Singapura dan 

Page 3: Tugas Afta

6. Thailand. 

Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan

Laos dan  Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada

tahun 1999.

D. Skema CEPT-AFTA

Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara

yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada

skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT)

adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif

yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Dalam skema CEPT-

AFTA barang – barang yang termasuk dalam tariff scheme adalah semua

produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan,

serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian.

(Produk-produk pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari

skema CEPT). Dalam skema CEPT, pembatasan kwantitatif dihapuskan

segera setelah suatu produk menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan

non-tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu produk

menikmati konsensi CEPT.

E. Tujuan Pembentukan AFTA dan Persyaratan Produk

1. Meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan

menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia.

2. Untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota

ASEAN.

3. Meningkatkan investasi di antara Negara Negara  

Oleh karena itu, penerapan AFTA guna meningkatkan perdagangan

antar anggota juga memiliki beberapa persyaratan produk yang harus

dipenuhi yaitu :

1. Produk yang bersangkutan harus sudah masuk dalam Inclusion List (IL)

dari Negara eksportir maupun importir.

Page 4: Tugas Afta

2. Produk tersebut harus mempunyai program penurunan tarif yang

disetujui oleh Dewan AFTA (AFTA Council);

3. Produk tersebut harus memenuhi persyaratan kandungan lokal 40%.

Suatu produk dianggap berasal dari negara anggota ASEAN apabila

paling sedikit 40% dari kandungan bahan didalamnya berasal dari negara

anggota ASEAN.

Berikut rumus perhitungan kandungan lokal ASEAN 40% Valune of

Imported + Valune of Parts or produce Produce Non-ASEAN Materials

Undetermined x 100% is less FOB price or equal than 60%.

Yang dimaksud dengan ketentuan asal barang (Rules of Origin)

adalah sebagai sejumlah kriteria yang digunakan untuk menentukan negara

atau wilayah pabean asal dari suatu barang atau jasa dalam perdagangan

internasional.

F. Penerapan AFTA Secara Penuh

AFTA diberlakukan secara penuh untuk negara ASEAN-6 sejak 1

Januari 2002 dengan fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu tarifnya

masih diperkenankan lebih dari 0 - 5%). Target tersebut diterapkan untuk

negara ASEAN-6 sedangkan untuk negara baru sbb : Vietnam (2006); Laos

dan Myanmar (2008); dan Cambodia (2010). AFTA 2002 tidak mencakup

pula adanya kebebasan keluar masuk sektor jasa (misalnya arus perpindahan

tenaga) di negara-negara ASEAN. CEPT-AFTA hanya mencakup

pembebasan arus perdagangan barang. Sedangkan liberalisasi sektor jasa di

atur sendiri dengan kesepakatan yang di sebut ASEAN Framework

Agreement on Services (AFAS), dimana liberalisasinya ditargetkan tercapai

pada tahun 2020. Perkembangan terakhir AFTA Dalam KTT Informal

ASEAN III para kepala negara menyetujui usulan dari Singapura untuk

menghapuskan semua bea masuk pada tahun 2010 untuk negara-negara

ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk negara-negara baru ASEAN. Selanjutnya

dalam KTT ASEAN-Cina tahun 2001, telah di sepakati pembentukan

ASEAN-Cina Free Trade Area dalam waktu 10 tahun.

Page 5: Tugas Afta

G. Indonesia dan AFTA

Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama

perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan

untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui

penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tariff (bea

masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tariff bagi negara-negara anggota

ASEAN.

Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema

“Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-

barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan

setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %.

Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPTdalam tiga kategori :

(1) pengecualian sementara,

(2) produk pertanian yang sensitif

(3) pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN 2004)

Untuk kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada

akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0-5 %.

Sedangkan untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat

disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN

diharapkan mencapai titik 0 %

AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan

pada Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen

utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4 program, yaitu :

1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara

negara- negara ASEAN hingga mencapai 0-5 persen.

2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions)

dan hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).

3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan

terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas.

4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen.

Page 6: Tugas Afta

Untuk Indonesia, kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup

terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan

dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan komoditas yang

kompetitif di pasar regional AFTA.

Upaya ke arah itu, nampaknya masih memerlukan perhatian serta

kebijakan yang lebih serius dari pemerintah maupun para pelaku agrobisnis,

mengingat beberapa komoditas pertanian Indonesia saat ini maupun di masa

yang akan datang masih akan selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan

dalam peningkatan produksi yang berkualitas, permodalan, kebijakan harga

dan nilai tukar serta persaingan pasar di samping iklim politis yang tidak

kondusif bagi sektor pertanian.

Diharapkan dengan diberlakukannya otonomi daerah perhatian pada

sektor agribisnis dapat menjadi salah satu dorongan bagi peningkatan kualitas

produk pertanian sehingga lebih kompetitif di pasar lokal, regional maupun

pasar global, dan sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian

nasional maupun peningkatan pendapatan petani dan pembangunan daerah.

Secara umum, situasi ekonomi Indonesia sangat sulit. Perdagangan

Indonesia dalam kurun 2000-2002 melemah, baik dalam kegiatan ekspor

maupun impor. Kondisi ekonomi makro ditambah stabilitas politik yang tidak

mantab serta penegakan hukum dan keamanan yang buruk ikut

mempengaruhi daya saing kita dalam perdagangan dunia.

Memang, secara umum, beberapa produk kita siap berkompetisi.

Misalnya, minyak kelapa sawit, tekstil, alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan

garmen. Tetapi, banyak pula yang akan tertekan berat memasuki AFTA. Di

antaranya, produk otomotif, teknologi informasi, dan produk pertanian.

Dalam AFTA, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan

direduksi secara signifikan. Sebab, mekanisme tarif yang merupakan

wewenang negara dipangkas. Karena itu, diperlukan perubahan paradigma

yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan perdagangan yang mengandalkan

proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing. Tidak saja

secara nasional atau regional dalam AFTA, namun juga secara global. Karena

Page 7: Tugas Afta

itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan, dan keunggulan

produk menjadi salah satu kunci keberhasilan.

H. Keuntungan AFTA Bagi Indonesia.

Suatu kesepakatan atau perjanjian kerjasama dalam perdagangan

dilakukan terdapat suatu keuntungan tersendiri bagi negara yang ikut

kedalamnya. Dalam AFTA tersendiri, negara-negara ASEAN sepakat untuk

ikut serta berarti terdapat suatu keuntungan yang nantinya akan didapat oleh

negara anggotanya.

Bagi Indonesia sendiri, AFTA merupakan kerjasama yang

menguntungkan. AFTA merupakan peluang bagi kegiatan eksport komoditas

pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi suatu tantangan

tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif si pasar regional

AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong perekonomian

Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para pelaku

usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga

dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara

ASEAN lainnya.

AFTA juga dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil

dan menengah di Indonesia untuk mengekspor barangnya. Hal ini membuat

para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-

produknya selain di pasar dalam negeri. Adanya kesempatan besar bagi para

pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya dari

segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia

untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.

Jelas semua hal tersenut dapat terwujud dengan adanya sokongan dari

pemerintah Indonesia dalam memberikan modal bagi peningkatan kualitas

produksi dan standar mutu barang. Pemerintah Indonesia sepatutnya

menerapkan suatu undang-undang yang memberikan kebebasan bagi para

pelaku usahanya untuk meningkatkan daya saingnya. Hal ini dikarenakan

untuk menciptakan suatu usaha yang mandiri terutama dalam menghadapi

AFTA. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, jika suatu industri

Page 8: Tugas Afta

tidak dapat bersaing dikarenakan rendahnya mutu barang pemerintah haruslah

memberikan suatu sokongan dengan cara memberikan bantuan modal.Bentuk

bantuan tersebut semata-mata untuk merangsang para pengusaha kecil dan

menengah dalam peningkatan kualitas barang produksinya agar dapat

bersaing dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri.

I. Hambatan Yang Dihadapi Indonesia

Dalam setiap hubungan kerjasama pasti terdapat hambatan-hamatan

yang dihadapi. Hambatan tersebut biasanya muncul saat pengaplikasian

perjanjian. Dalam penerapan AFTA banyak hambatan yang dihadapi saat

pertama kali diterapkan. ASEAN-6 merupakan negara anggota ASEAN yang

pertama kali menerapkan usaha pengaplikasian AFTA. ASEAN-6 menjadi

contoh bagi empat negara ASEAN lain. Dalam penerapan AFTA terutama

penerapan penurunan tarif terhadap beberapa barang komoditas. Banyak

negara anggota ASEAN melakukan proteksi terhadap barang yang dianggap

penting bagi negaranya sehingga penerapan penurunan tarif terhadap

komoditas yang diproteksi tersebut mengalami penundaan.

Negara-negara di ASEAN sebenarnya memiliki perbedaan tinggak

perekonomian. Hal itu terlihat pada pendapatan perkapita masing-masing

negara anggota ASEAN. Beberapa negara memiliki pendapatan perkapita

lebih tinggi dari pada negara lainnya. Belum lagi ketidak stabilan politik

dalam negeri yang juga mempengaruhi perekonomian di negara-negara

anggota ASEAN. ASEAN-6 contohnya, pendapatan perkapita negara-negara

ASEAN-6 lebih tinggi dibandingkan empat negara lainnya yaitu, Lao PDR,

Myanmar, Vietnam dan Kamboja. Sehingga sulit bagi keempat negara

tersebut untuk menurunkan tarif bagi barang yang dianggap sensitif bagi

kepentingan dalam negerinya. Belum lagi persaingan barang komoditas

antara negara-negara anggota ASEAN, terkadang kualitas barang yang rendah

dan tidak dapat bersaing membuat ambruknya industri kecil di beberapa

negara tersebut. Bahkan bukan bagi keempat negara di ASEAN yang

tergolong memiliki perekonomian rendah tetapi juga negara anggota

ASEAN-6 harus menghadapi kenyataan bahwa industri kecil di negaranya

Page 9: Tugas Afta

harus mengalami guncangan karena tidak dapat bersaing dengan barang

komoditas yang masuk ke negaranya.

Bahkan banyak anggapan bahwa AFTA hanya menghasilkan

persaingan yang tidak seimbang bagi negara anggota ASEAN itu sendiri.

Penurunan tarif barang bagi barang yang masuk dari negara anggota ASEAN

menimbulkan kerugian. Ketidak siapan pasar industri lokal juga yang menjadi

kendala bagi berjalannya AFTA dan penerapan penurunan tarif. Seperti

negara-negara anggota ASEAN lainnya Indonesia pun mengalami hal yang

sama. Daya saing barang yang diperdagangkan kurang memenuhi standar

yang ditetapkan, hal ini mengakibatkan banyaknya industri-industri kecil dan

menengah di Indonesia mengalami kerugian yang besar. Persaingan produk

dalam negeri dengan produk yang masuk kedalam negeri membuat para

pengusaha harus bisa meningkatkan kualitas barang produksinya. Hal tersebut

tidak mudah dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pengusaha-

pengusaha kecil dan menengah. Belum lagi keterbatasan dari segi

infrastruktur di Indonesia, keterbatasan tekhnologi yang menunjang produksi

para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia juga menjadi suatu masalah

tersendiri. Dalam AFTA para pengusaha dipaksa untuk memiliki daya saing

yang tinggi, agar nantinya pengusaha-pengusaha dalam negeri ini dapat

mandiri.

Peran dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, pemerintah

haruslah membuat suatu regulasi yang jelas dalam menanggapi masalah-

masalah yang dihadapi oleh para pengusaha di Indonesia khususnya

pengusaha kecil dan menengah mengenai bantuan modal usaha. Pemerintah

sepatutnya menolong para pengusaha kecil dan menengah kita dalam

meningkatkan kualitas produknya agar nantinya produksi mereka tidak

berhenti dan rugi. Selama ini permasalahan yang yang selalu timbul adalah

ketidak mampuan pemerintah Indonesia dalam melindungi para pengusaha

kecil dan menengah di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya para

pengusaha yang tergolong pengusaha kecil dan menengah di Indonesia

mengalami kerugian besar dan produksinya berhenti dikarenakan kualitas

barang mereka kalah dibandingkan dengan barang-barang yang masuk dari

Page 10: Tugas Afta

Vietnam dan Cina. Contohnya industri rotan di Indonesia, biasanya para

pengusaha rota hanya mengirim berupa rotan yang belum diolah sehingga

merugikan pihak pengusaha rotan dalam negeri, sedangkan rotan yang masuk

dari Cina dan Vietnam biasanya telah diolah menjadi suatu produk yang

memiliki nilai jual lebih tinggi. Dari permasalah tersebut seharusnya

pemerintah sudah memiliki langkah yang pasti untuk melindungi para

pengusaha rotan, caranya dengan mengekspor produk rotan bukan sekedar

bahan dasarnya saja tapi berupa rotan yang telah di olah menjadi suatu

produk yang harga jualnya lebih tinggi, sama dengan yang diekspor Vietnam

dan Cina.

Dalam banyak hal, AFTA dapat efektif dan menguntungkan Indonesia

jika para pengusaha dan pemerintah Indonesia bekerja sama. Solusi yang jelas

bagi para pengusaha di Indonesia akan membantu Indonesia dalam

menghadapi pasar bebas yang diberlakukan. Pemerintah melindungi para

pengusaha kecil dan menengah dengan cara bantuan modal untuk melakukan

produksi agar para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia dapat

membuat suatu produk yang memiliki daya saing yang tinggi saat dipasarkan.

Kendala yang tengan dihadapi adalah masalah infrastruktur di Indonesia yang

kurang mendukung. Pemerintah juga sepatutnya menyediakan infastruktur

yang memadai, seperti jalanan yang rusak akan menghambat proses distribusi

barang dan dapat merugikan. Indonesia memiliki banyak barang komoditas

yang tidak kalah oleh Vietnam dan Cina. Masalahnya hanya terletak pada

daya saing para pengusaha di Indonesia dalam persaingan di dalam pasar

bebas ini.

J. Persoalan yang dihadapi oleh Indonesia

Dalam menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara

anggota ASEAN masih memiliki beberapa kendala yang menunjukan

ketidaksiapan kita dalam menghadapi AFTA, diantanya adalah; dari segi

penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di

Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan

berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi

Page 11: Tugas Afta

tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar

internasional.

Faktor lain yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang

seharusnya ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha ternyata malah

sering diindikasikan KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan berbagai

pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di semua lapisan, harga produk

yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan

akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan mendorong ekonomi

lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari

dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi malah menampilkan

sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar

dunia.

Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa

perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang

sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang selundupan yang

melemahkan daya saing industri nasional. Miliaran dolar amblas setiap tahun

akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan dengan baik. Menurut taksiran

kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari seharusnya digunakan untuk

mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan sarana yang lain. Kendala

utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di

kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja. Mengubah pola

pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.Namun,

selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah

keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya

tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua,

sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN

akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya

alam dan manusia yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif.

Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan. Ternyata, kemampuan

SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.

Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomer 63 tahun 1999, pihak asing

dimungkinkan untuk mempunyai saham hampir 99 persen. Jadi jika ingin

Page 12: Tugas Afta

menambah sahamnya, sedangkan partner lokalnya tidak mampu, maka saham

partner lokal menjadi terdivestasi.

K. Dampak AFTA

Ada banyak dampak suatu perjanjian perdagangan bebas, antara lain

spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua

negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua

negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.

Secara teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan

membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam

memproduksi barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya

barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor

barang B dari negara kedua.

Sebaliknya, negara kedua akan memproduksi hanya barang B,

mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan akan mengimpor

sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara

keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara mengambil

spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan

lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara

kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila

kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan

perdagangan).

Saat ini AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam

perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara

ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih

dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common

Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 (Brunei,

Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah diturunkan

menjadi 5 persen hingga 0 persen.

Sesuai dengan teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah

dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN secara

signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan

Page 13: Tugas Afta

sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu, ekspor

Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan

sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.

Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara

ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN

dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia,

kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita

bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa

pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.

Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di

Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan

ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar

ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa

pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen.

Berbeda dengan anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya

penetrasi produk-produk China di Indonesia tidak setinggi daya penetrasi

produk-produk negara ASEAN. Pada tahun 2001 China menguasai sekitar 6,0

persen dari total impor Indonesia. Pada tahun 2005 baru mencapai 10,1

persen, masih jauh lebih rendah dari pangsa pasar negara-negara ASEAN.

Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih menguasai pasar

Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.

Sebaliknya, berbeda dengan negara-negara ASEAN yang lain,

tampaknya belum terlalu diperhatikan potensi pasar ASEAN, dan lebih

menarik dengan pasar-pasar tradisional, seperti Jepang dan Amerika Serikat.

Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor kita ke negara-negara ASEAN yang

tidak mengalami kenaikan yang terlalu signifikan sejak AFTA dijalankan.

Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di Malaysia

mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat menjadi 3,8

persen. Hal yang sama terjadi di pasar negara-negara ASEAN lainnya.

Produsen internasional tidak harus mempunyai pabrik di setiap negara

untuk dapat menyuplai produknya ke negara-negara tersebut. Produsen

Page 14: Tugas Afta

internasional dapat memilih satu negara di kawasan ini untuk dijadikan basis

produksinya dan memenuhi permintaan produknya di negara di sekitarnya

dari negara basis tersebut. Turunnya tarif impor antarnegara ASEAN

membuat kegiatan ekspor-impor antarnegara ASEAN menjadi relatif lebih

murah dari sebelumnya. Tentunya negara yang dipilih sebagai negara basis

suatu produk adalah yang dianggap dapat membuat produk tersebut dengan

lebih efisien (spesialisasi).

Negara-negara di kawasan ini tentunya berebut untuk dapat menjadi

pusat produksi untuk melayani pasar ASEAN karena semakin banyak

perusahaan yang memilih negara tersebut untuk dijadikan pusat produksi,

akan semakin banyak lapangan kerja yang tersedia. Sayangnya, Indonesia

tampaknya masih tertinggal dalam menciptakan daya tarik untuk dijadikan

pusat produksi.

L. Kesiapan Indonesia

Infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai

belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau pasar bebas

ASEAN mulai 2015. “Kita semua tahu bagaimana kualitas SDM dan

infrastruktur kita, padahal pasar bebas ASEAN itu tidak lama lagi,” kata

pengamat politik ekonomi internasional UI, Beginda Pakpahan, di Jakarta. Ia

mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade Area) sangat potensial untuk

memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena tidak adanya

lagi pembatasan kuota produk.

Namun, bagi Indonesia bukan melulu keuntungan, sebab FTA juga

bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI tidak mempersiapkan SDM dan

infrastruktur dalam negeri. Dampak terburuk justru mengancam masyarakat

lapisan paling bawah, seperti petani gurem dan pedagang kecil. Saat ini

Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam di ASEAN di luar negara-

negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar).

Selain SDM, infrastruktur di tanah air juga belum mendukung untuk

menghadapi AFTA. Indonesia harus bisa menjadi pengelola atau tidak melulu

menjadi broker atau mediator dalam perdagangan bebas. Agenda terdekat

Page 15: Tugas Afta

menjelang era pasar bebas, Indonesia harus bisa membenahi dan

menyelesaikan kepemimpinan nasional, mewujudkan “good corporate

governance“, dan membenahi birokrasi sekaligus memberantas korupsi.

Selain itu, DPR juga harus sejalan dengan pemerintah dalam masa-masa

krisis dan membenahi jajaran TNI/POLRI.

Yang harus dilakukan Indonesia agar dapat dengan baik menghadapi

AFTA dan dapat bersaing dengan Negara-negara lain di dalamnya adalah :    

1. Pemantapan Organisasi Pelaksanaa AFTA

AFTA sebagai suatu kegiatan baru dalam kerjasama ASEAN

harus didukung oleh struktur organisasi yang kuat agar

pelaksanaannya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Struktur

organisasi yang kuat sangat diperlukan karena AFTA harus

dilaksanakan dengan baik, adil dan terarah sehingga dapat

dimanfaatkan secara maksimal dan merata. Juga diperlukan

pengawasan yang ketat untuk menjaga agar jangan sampai terjadi

kecurangan dalam pelaksanaan perdagangan yang akan merugikan

negara tertentu.

2. Promosi dan Penetrasi Pasar

Kenyataan menunjukkan bahwa volume perdagangan Indonesia

dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, adalah

nomor dua terkecil setelah Filipina, sedangkan volume

perdagangan Indoensia dengan Singapura hanya 5,1 persen dari

seluruh perdagangan intra-ASEAN. Keadaan tersebut terutama

disebabkan oleh komoditas ekspor Indonesia belum banyak

dikenal oleh negara-negara ASEAN. Karena itu, keikutsertaan

dalam pameran perdagangan internasional perlu ditingkatkan.

Peningkatan kunjungan dagang sangat besar pula artinya dalam

melakukan promosi dan penetrasi pasar hasil produksi Indonesia.

3. Peningkatan Efisiensi Produksi Dalam Negeri

Untuk meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri, perlu

diciptakan kondisi persaingan yang sehat di antara sesama

pengusaha agar tidak terdapat “distorsi harga” bahan baku. Di

Page 16: Tugas Afta

samping itu, biaya-biaya non produksi secara keseluruhan dapat

ditekan. Dalam kaitan ini, kebijakan deregulasi yang telah

dijalankan Pemerintah sejak beberapa tahun yang lalu perlu terus

dilanjutkan dan diperluas kepada sektor-sektor riil yang langsung

mempengaruhi kegiatan produksi dan selanjutnya perlu

diusahakan agar pemberian fasilitas-fasilitas yang cenderung

menciptakan kondisi monopoli dalam pengelolaan usaha perlu

dihilangkan.

4. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

Kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih jauh lebih rendah

dibandingkan kualitas sumberdaya manusia negara ASEAN

lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi AFTA, usaha-

usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perlu

lebih ditingkatkan dengan mengembangkan sekolah kejuruan dan

politeknik di masa mendatang.

5. Perlindungan Terhadap Industri Kecil

Pelaksanaan AFTA akan mengakibatkan tingginya tingkat

persaingan, sehingga hanya perusahaan besar yang mampu terus

berkembang. Perusahaan besar tersebut di-perkirakan terus

menekan industri kecil yang pada umumnya kurang mampu

bersaing dengan para konglomerat. Untuk melindungi industri

kecil tersebut, perlu diwujudkan sebuah undang-undang anti

monopoli atau membentuk suatu organisasi pemersatu perusahaan-

perusahaan berskala kecil.

6. Upaya Meningkatkan Daya Saing Sektor Pertanian

Dalam upaya meningkatkan peran ekspor sektor pertanian, perlu

dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di

pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional. 

Pengembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui

serangkaian proses yang saling terkait serta membentuk suatu

sistem agribisnis yang terdiri dari sistem pra produksi, produksi,

pengolahan dan pemasaran (Kartasasmita, 1996).

Page 17: Tugas Afta

M. Jangka Waktu Realisasi AFTA

KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam

negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei

Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand,

sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal

60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0%

minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010

seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk

anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008

untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.

a. Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak

85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).

b. Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak

90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).

c. Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak

100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan

fleksibilitas.

d. Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak

100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa

fleksibilitas.

1. Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi

AFTA dilakukan berbeda yaitu :

2. Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).

3. Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).

4. Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).

N. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA

a. Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN

apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5%

pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu

tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.

Page 18: Tugas Afta

b. CEPT  Produk List

Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang

harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

o Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.

o Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).

o Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam

waktu 5 tahun.

Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk

yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif,

penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus

dimasukkan ke dalam IL.

Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang

diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products.

Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan

cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam

CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama.

Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina,

Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke

dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan

Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.

General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk

yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam

CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional,

keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan,

serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of

CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata, amunisi, da

narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini

sebanyak 96 pos tarif.

O. Beberapa Protocol/Article yang dapat dipakai untuk mengamankan

produk Indonesia

a. Protocol Regarding the Implementation of the CEPT Scheme

Temporary Exclusion List

Page 19: Tugas Afta

Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk

industri yang telah dimasukkan ke dalam IL terakhir tahun 2000

atau Last Tranche. Konsekuensi penarikan kembali suatu produk

dari IL harus disertai dengan kompensasi.

b. Article 6 (1) dari CEPT Agreement

Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk

yang telah dimaukkan ke dalam Skema CEPT-AFTA, karena

adanya lonjakan impor dari negara anggota ASEAN lainnya yang

menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius terhadap

industri dalam negeri.

c. Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly

Sensitive Products.

Dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan produk yang

diklasifikasikan ke dalam Highly Sensitive (seperti beras dan gula

bagi Indonesia).

P. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk

         a. Inclusion List

Negara Anggota AFTA Jadwal Penurunan/Penghapusan

ASEAN -6

1. Tahun 2003 : 60% produk dengan tarif 0%

2. Tahun 2007 : 80% produk dengan tarif 0%

3. Tahun 2010 : 100% produk dengan tarif 0%

Vietnam

1. Tahun 2006 : 60% produk dengan tarif 0%

2. Tahun 2010 : 80% produk dengan tarif 0%

3. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%

Laos dan Myanmar

1. Tahun 2008 : 60% produk dengan tarif 0%

2. Tahun 2012 : 80% produk dengan tarif 0%

3. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%

Kamboja1. Tahun 2010 : 60% produk dengan tarif 0%

2. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%

 

        b. Non Inclusion list

TEL harus dipindah ke IL

Page 20: Tugas Afta

GEL dapat dipertahankan apabila konsisten dengan artikel 9 CEPT

Agreement, yaitu untuk melindungi :

Keamanan Nasional

Moral

Kehidupan Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan

kesehatan Benda-benda seni, bersejarah dan purbakala