Upload
yusuf-dadan-anshori
View
143
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
YUSUP DADAN SAORI
Citation preview
MAKALAH ANALISIS FARMASI
PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DAN ASAM SALISILATDALAM SEDIAAN TINGTUR/LARUTAN TOPIKAL MENGANDUNG
IODUM/POVIDON IODUM SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF
Disusun Oleh :
Dzakiyyah putri 1308010114
Evi dwi kusuma 1308010116
Nur anisa 1308010118
Noorma choirunnisa 1308010120
Ari tri wibowo 1308010122
Rahmat ari m 1308010124
Imam bukhori 1308010126
Maratun mufadhilah 1308010128
Dewi meliana 1308010130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
BAB I
PENDAHULUAN
Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanannya.
Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah analisis kadar senyawa aktif dalam
proses pengendalian mutu obat. Penentuan kadar senyawa aktif memerlukan suatu
metode analisis dengan ketelitian dan ketepatan yang cukup baik. Selain itu juga
memenuhi kriteria lain seperti spesifisitas, linearitas, limit deteksi, limit kuantitasi, dan
ketangguhan (robustness). Metode spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) telah
dikembangkan untuk ditentukan dalam penelitian ini hanya meliputi linearitas, limit
deteksi, limit kuantitasi, ketelitian, dan ketepatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui
keabsahan data yang dihasilkan dari metode SDUV untuk penentuan kadar asam
benzoat, asam salisilat dan iodum/povidon iodum.
Campuran asam benzoat, asam salisilat dan iodum/povidon iodum merupakan salah
satu kombinasi dalam formula sediaan tingtur/larutan topikal antijamur. Untuk
menetapkan kadar asarn benzoat dan asam salisilat dalam sediaan mengandung kedua
komponen itu, USP XXX merekomendasikan penggunaan metoda spelitiofotometri UV
setelah kedua komponen itu dipisahkan terlebih dahulu secara kromatografi kolom.
Sedangkan British Pharmacopeia 2007 merekomendasikan penggunaan metode titrasi
asam basa untuk penetapan kadar total asam benzoat dan asam salisilat, dan
spektrofotometri sinar tampak setelah ditambahkan larutan besi (ll) nitrat untuk
penetapan kadar asam salisilat. Pada penelitian ini dilakukan percob;an penerapan
metode spektrofotometri derivatif, yang diharapkan lebih praktis, namun tetap memiliki
akurasi dan presisi yang baik.
Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat
dalam campuran dimana spektrumnya mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk
spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikin proses pemisahan zat
yang bertingkat-tingkat. Dengan demikian metode ini dapat dilakukan lebih praktis
dengan waktu analisis yang lebih cepat dan biaya yang dibutuhkan lebih rendah.
Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada
spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak. Pada spektrofotometri konvensional,
spektrum serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada
metode spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan menjadi plot
dA/dλ. lawan λ untuk derivatif pertama, dan d2A/dλ2 lawan λ untuk derivatif kedua, dan
seterusnya. Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa pada spektrum
normal akan menjadi λ zero crossing pada spektrum derivatif pertama. Panjang
gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA/dλ = 0.
Metode spektrofotometri derivatif telah diaplikasikan secara luas di dalam kimia
analisis kuantitatif, analisis lingkungan, farmasetika,-klinik forensik, biomedik dan
industri. Beberapa contoh aplikasinya antara lain penetapan kadar dekstrometorfan HBr
dan gliserilguaiakolat dalam sediaan tablet dan sirup obat batuk, campuran tetrasiklina
dan oksitetrrasiklina penetapan kadar teofilin dan efedrina HCI dalam sediaan tablet,
penetapan kadar campuran vitamin B kompleks, penetapan kadar natrium nitrat dan
natrium nitrit pada makanan dan lingkungan.
BAB II
ISI
A. Spektrofotometri Ultra Violet-Visibel
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara
relative jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi
dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan
panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorpsi.
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-
electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi
berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau
tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet
meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh
foton-foton memungkinkan electron-electron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke
luar ke orbital baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi
dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung electron, baik sekutu maupun
menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang diskrit
sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda. Spektrum UV
maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang
lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul
dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari
subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi.
Karena pelbagi transisi ini berbeda energi sedikit sekali, maka panjang gelombang
absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam
spectrum itu.
Di samping pita-pita spectrum visible disebabkan terjadinya tumpang tindih energi
elektronik dengan energi lainnya (translasi, rotasi, vibrasi) juga disebabkan ada faktor
lain sebagai faktor lingkungan kimia yang diberikan oleh pelarut yang dipakai. Pelarut
akan sangat berpengaruh mengurangi kebebasan transisi elektronik pada molekul yang
dikenakan radiasi elektromagnetik. Oleh karena itu, spektrum zat dalam keadaan uap
akan memberikan pita spectrum yang sempit.
Panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorban
maksimum disebut sebagai panjang gelombang maksimum ()(maksλ. Penentuan panjang
gelombang maksimum yang pasti (tetap) dapat dipakai untuk identifikasi molekul yang
bersifat karakteristik-karakteristik sebagai data sekunder. Dengan demikian spektrum
visibel dapat dipakai untuk tujuan analisis kualitatif (data sekunder) dan kuantitatif.
Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron
akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang
menyerap energi lebih sedikit akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang
lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak memiliki electron
yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap cahaya pada panjang
gelombang UV yang lebih pendek.
Pemisahan tenaga yang paling tinggi diperoleh bila elektron-elektron dalam ikatan
tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah dari 120-200nm. Daerah ini dikenal
sebagai daerah Ultra Violet (UV) vakum dan relative tidak banyak menimbulkan
keterangan. Diatas 200 nm eksitasi elektron. Dari orbital-orbital p dan d, dan orbital π
terutama sistem konjugasi π segera dapat diukur, dan spektra yang diperoleh memberikan
banyak keterangan.
Analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai untuk
data sekunder atau data pendukung. Pada analisis kualitatif dengan metode
spektrofotometri UV-Vis yang dapat ditentukan ada 2 yaitu :
• Pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis.
• Penentuan panjang gelombang maximum.
Pada penentuan panjang gelombang maksimum didasarkan atas perhitungan
pergeseran panjang gelombang maximum karena adanya penambahan gugus pada sistem
B. Pemerian Bahan
Asam benzoat
Asam benzoat mempunyai rumus molekul (C7H6O2) adalah padatan kristal berwarna putih
dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam ini berasal dari
gum benzoin (getah kemenyan), yang dahulu merupakan satu-satunya sumber asam benzoat.
Asam lemah ini beserta garam turunannya digunakan sebagai pengawet makanan. Asam
benzoat adalah prekursor yang penting dalam sintesis banyak bahan-bahan kimia lainnya.
(www.wihans.web.id/asam benzoat.html).
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol
(95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Sejarah Perkembangan Asam Benzoat
Asam benzoat pertama kali ditemukan pada abad ke – 16. Distilasi kering getah kemenyan
pertama kali dideskripsikan oleh Nostradamus (1556) dan selanjutnya oleh Alexius
Pedemontanus (1560) dan Blaise de Vigenere (1596). Justus von Liebig dan Friedrich
Wohler berhasil menentukan struktur asam benzoat pada tahun 1832. Mereka juga meneliti
bagaimana asam hipurat berhubungan dengan asam benzoat. Pada tahun 1875, Salkowski
menemukan bahwa asam benzoat memiliki aktivitas anti jamur. (www.wihans.web.id).
Sifat Fisika, yakni :
1. Massa Molar : 122,12 gr/mol
2. Temperatur leleh normal : 122,4˚C
3. Temperatur didih pada 1 atm : 249˚C
4. Densitas : -. Padat : 1,316 gr/cm3
-. Cair : 1,029 gr/cm3
5. Tekanan kritis : 4,47 MPa
6. Temperatur kritis : 751˚K
7. Volume kritis : 339,1cm3/mol
8. Faktor kompresibilitas kritis : 0,248
9. Viskositas (130˚C) : 1,26 mPa.s (cPa)
10. Panas penguapan pada 140 ˚C : 534 J/g
11. Panas pembakaran : 3227 KJ/mol
12. Panas pencampuran : 147 J/g
13. pH pada larutan jenuh, 25 ˚C : 2,8
(Kirk & Othmer, 1989)
b. Sifat Kimia,yakni :
1. Reduksi cincin asam benzoat membentuk asam karboksilat siklis, dan kaprolaktam sebagai
intermediate, yang digunakan pada pembuatan nilon.Dengan pemilihan katalis dan kondisi
operasi, reduksi asam benzoat pada guguskarboksil dapat membentuk benzil alkohol.
2. Hidrogenasi asam benzoat menjadi kaprolaktam dengan katalis nikel dan direaksikan
dengan NOHSO4.
3. Asam benzoat mempunyai cincin dengan letak meta, sehingga dapat untuk reaksi substitusi
lebih lanjut. Reaksi cincin yang terjadi adalah sulfonasi, nitrasi dan klorinasi, tetapi agak
sulit pada deaktifasi cincin karena adanya gugus karboksil. Deaktifasi dapat dilakukan
dengan katalis atau dengan menaikkan suhu.
4. Oksidasi asam benzoat menjadi fenol dengan katalis tembaga.
5.Garam potasium dari asam benzoat direaksikan dengan CO2 pada kenaikan suhu dan
tekanan dapat membentuk asam terepthalat.
Asam salisilat
Asam salisilat memiliki rumus molekul C7 H6O 3
Pemerian : hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih ; hampir tidak berbau; rasa
agak manis dan tajam.
memiliki berat molekul sebesar 138,123 g/mol dengan titik leleh sebesar 156˚C dan densitas pada
25 ˚C sebesar 1,443 g/mL.
Kelarutan : larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter P; dalam larutan amonium asetat P, dinatrium
hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P
C. Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet
(SDUV)
Metode SDUV merupakan perkembangan dari spektrofotometri konvensional yang
memerlukan peralatan optik, elektronik, dan metode matematika untuk menghasilkan
turunan spektrum (Owen 1996). Metode SDUV dapat digunakan untuk contoh yang
memiliki matriks kompleks, sehingga penentuan baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dapat dilakukan tanpa harus melakukan pemisahan antara analit dengan matriksnya.
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan panjang gelombang maksimum pada
kurva yang lebar secara akurat dengan melakukan penurunan spektrum. Metode ini
memiliki kelebihan, yaitu dapat menghasilkan sidik jari yang lebih baik dibandingkan
dengan spektrum absorpsi yang umumnya, menghasilkan absobansi maksimum dari pita
yang lebar, serta dapat meningkatkan daya pisah dari spektrum yang mengalami tumpang
tindih (O’Haver 1979; Harris & Bashford 1987; Ansari et al. 2004).
Penurunan data spektrum dilakukan dengan metode matematika yaitu dengan
memplot slope atau gradient (Skujins et al. 1986) dari serapan dengan nilai panjang
gelombang (Owen 1996). Penentuan secara kuantitatif dari senyawa memenuhi hukum
Lambert-Beer baik pada spektrum asli (zero order), maupun pada spektrum turunan.
Pada spektrofotometri derivatif ultraviolet, hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa
konsentrasi analit berhubungan secara linear terhadap amplitudo pada panjang
gelombang tertentu (Popovic et al 1999). Spektrum turunan lebih kompleks
dibandingkan dengan spektrum aslinya.
Pada spektrum orde nol, konsentrasi analit sebanding dengan absorbans pada
panjang gelombang tertentu. Pada spektrum turunan, konsentrasi analat sebanding
dengan amplitudo. Jenis-jenis amplitudo dalam spektroskopi derivatif ultraviolet adalah
DL (amplitudo pada puncak tertinggi ke puncak lain), Ds (amplitudo pada puncak ke
puncak lain), dan Dz (amplitudo dari puncak ke garis nol). Untuk membuat kurva
kalibrasi, maka dipilih amplitudo yang memberikan linearitas terbaik (Skujins et al.
1986).
Teknik SDUV telah diperkenalkan pada tahun 1953 (Popovic et al. 2000) dan
mengalami perkembangan cukup pesat selama 25 tahun terakhir serta digunakan secara
luas sebagai alat untuk analisis kuantitatif, pencirian, dan kendali mutu di bidang
pertanian, farmasi, dan biomedis (Kazemipour et al. 2002). Metode SDUV merupakan
metode paling umum untuk penentuan secara serentak campuran biner suatu senyawa
dengan spektrum yang bertumpang tindih (El Sayed & El Salem 2004).
Metode SDUV didasarkan pada spektrum turunan (derivatif) ke-n yang diperoleh
dari spektrum serapan normal UV-Vis (ultraviolet dan sinar tampak) atau spektrum
turunan ke-0 (Karpinska 2004). Spektrum derivatif diperoleh dengan menggunakan
persamaan matematika.
Keuntungan dari cara ini adalah spektrum derivatif dapat dihitung dengan parameter
yang berbeda dan teknik penghalusan dapat digunakan untuk meningkatkan nisbah sinyal
terhadap derau (noise) (Ojeda & Rojas 2004). Menurut O’Haver (1979), spektrofotometri
derivatif merupakan pengukuran kemiringan garis spektrum, yaitu rerata perubahan
absorbans terhadap panjang gelombang. Spektrofotometri derivatif tetap
mempertahankan semua hukum (persamaan) spektrofotometri konvensional (Karpinska
2004).
Spektrum normal diperoleh dari plot hubungan antara nilai absorbans (A) dan nilai
panjang gelombang (λ), sedangkan spektrum turunan pertama merupakan plot hubungan
antara dA/dλ dan nilai λ, nilai plot spektrum turunan pertama digunakan untuk
menentukan d2A/dλ2 yang apabila diplot terhadap λ maka akan menghasilkan plot
spektrum turunan kedua. Untuk memperoleh spektrum turunan ke-n makaAnalisis
kuantitatif pada metode SDUV dilakukan dengan cara mengukur amplitudo spektrum
derivatif. Jika konsentrasi contoh pada spektrum normal sebanding dengan absorbans,
maka konsentrasi contoh pada spektrum derivatif sebanding dengan amplitudo. Metode
pengukuran amplitudo ada beberapa cara, yaitu dari puncak ke puncak (p1, p2), puncak
ke garis dasar (z), dan puncak tangen (t) (Gambar 3) (Popovic et al. 2000).
Teknik SDUV mempunyai beberapa keuntungan yang tidak dapat diperoleh dari
teknik lain. Beberapa di antaranya adalah mempercepat waktu analisis, mengurangi biaya
yang dibutuhkan dan dapat digunakan untuk pemisahan senyawa campuran dengan
spektrum yang bertumpang tindih tanpa membutuhkan tahap pemisahan analit dari
matriksnya (Karpinska 2004). Selain itu, pergeseran garis dasar dapat dihilangkan dan
efek kekeruhan dapat dikurangi (O’Haver 1979), meningkatkan selektivitas dan
sensitivitas analisis komponen minor, meningkatkan resolusi spektrum, serta dapat
menentukan Spektrum normal.
D. Validasi
Validasi adalah proses untuk membuktikan metode analisis dapat diterima untuk
tujuan yang diharapkan (Green 1996). Berdasarkan Departemen Kesehatan (2001),
validasi ialah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,
prosedur, kegiatan, sistem, dan perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi dan pengawasan akan senatiasa mencapai hasil yang diinginkan. Parameter-
parameter yang digunakan dalam penetapan validasi, yakni limit deteksi, limit
kuantisasi, linearitas, akurasi, presisi, spesifiktivitas, robustness (SAC-SINGLAS
2002; Chan et al. 2004).
a. Linearitas
Linearitas sebagai suatu prosedur analisis yang mampu memberikan hasil (misal
absorbans) yang sebanding dengan konsentrasi (jumlah analat) di dalam contoh (ICH
diacu dalam Chan et al. 2004). Pada pengukuran dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis maka konsentrasi analat akan berbanding lurus dengan
absorban. Hal tersebut sesuai dengan hukum Beer. Persamaan linearitas yang
digunakan ialah Y = a + bX. Syarat penerimaan validasi untuk uji linearitas adalah (r)
≥ 0.9995 (AOAC).
b. Presisi
Presisi suatu prosedur analisis menujukkan ukuran kedekatan nilai sederet
pengukuran dari beberapa contoh yang serba sama pada kondisi yang telah ditentukan
(Chan et al. 2004). Presisi dalam metode kimia analisis dinyatakan dalam % SBR.
Presisi dapat dibagi menjadi dua, yakni keterulangan (repeatability) dan ketertiruan
(reproducibility) (SAC-SINGLAS 2002). Keterulangan merupakan presisi yang
dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode, operator,
peralatan, laboratorium, dan waktu yang sama. Sedangkan, ketertiruan menunjukkan
presisi yang dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode yang
sama, tetapi dilakukan oleh operator, peralatan, laboratorium, dan waktu yang
berbeda. Kriteria % SBR menurut AOAC adalah sangat teliti (% SBR < 1), teliti (%
SBR = 1- 2), sedang (% SBR = 2-5), dan tidak teliti (% SBR > 5).
c. Akurasi
Akurasi prosedur analisis menunjukkan kedekatan nilai yang sebenarnya dan nilai
yang terukur. Analisis kimia dari suatu sampel dapat dikatakan tepat jika nilai yang
diperoleh dekat dengan nilai absolut atau nilai yang sebenarnya. Akurasi biasanya
dilaporkan sebagai persen perolehan kembali (recovery) yang diharapkan berada pada
selang 80-110% (AOAC).
d. Limit deteksi dan limit kuantisasi
Limit deteksi ialah konsentrasi terendah analat dalam sampel yang dapat dideteksi
dan ditentukan berbeda nyata secara statistika dari pengukuran blanko (Green 1996;
SACSINGLAS 2002). Sedangkan, limit kuantisasi ialah konsentrasi terendah dari
analat yang masih dapat dideteksi pada tingkat presisi dan akurasi yang layak (Green
1996; SAC-SINGLAS 2002). Penentuan limit deteksi dan limit kuantisasi dapat
dilakukan dengan pendekatan berdasarkansinyal ke noise, serta plot rata-rata blanko
ke kurva kalibrasi standar (SAC-SINGLAS 2002).
BAB III
Bahan :
Asam benzoat [E. Merck), asam salisilat (E. Merck), povidon iodum (Mundipharma
Medical Co.), iodum Malinckrodt), matrium iodida (E. MerckJ, perak nirat [E. Merck),
etanol [E. Merck), aquadest dan beberapa sampel tingtur/larutan topikal antijamur
bermerk dagang yang mengandung asam benzoat, asam salisilat dan iodum/povidon
iodum.
Alat :
Spektrofotometer flasco V-530), alat pengaduk ultrasonik [Ner, timbangan analitik
fAcculab ALC-?1A.\, kuvet,lumpang dan alu, serta alat-alat gelas.
Cara kerja :
Metode
Penentuan zero crossing
Dibuat larutan asam bezoat dengan konsentrasi lebih kurang 16,20,40,60,80, 100 dan 120
ppm; dan asam salisilat dengan konsentrasi lebih kurang 12,16,20,24,28,30 dan 32 ppm
dalam etanol-aquadest (9:1). Dari larutan-larutan tersebut dibuat kurva serapan derivat
pertama dan derivat kedua, Kemudian kurva serapan derivat pertama dari berbagai
konsentrasi ditumpangtindihkan untuk masing-masing larutan zat. Hal yang sama dilakukan
terhadap kurva serapan derivat kedua. Zero crossing masing-masing zat ditunjukkan oleh
panjang gelombang yang memiliki serapan nol pada berbagai konsentrasi.
Penentuan paniang gelombang analisis
Dibuat secara saksama larutan asam benzoat dengan konsentrasi lebih kurang B0 ppm,
larutan asam salisilat dengan konsentrasi lebih kurang 20 ppm, dan larutan campuran kedua
zat itu dengan konsentrasi masing-masing lebih kurang 80 ppm dan 20 ppm dalam etanol-
aquadest (9:1). Kemudian dibuat kurva serapan derivat pertama darimasing-masing larutan
zat tunggal dan dari campuran zat. Kurva serapan derivat pertama dari larutan zat tunggal dan
campuran keduanya ditumpangtindihkan. Panjang gelombang pada saat serapan nol dari
masing-masing larutan zat merupakan panjang gelombang analisis untuk zat lain dalam
campurannya.
Prosiding
linearitas, limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ) Dibuat secara saksama larutan
asam bezoat dengan konsentrasi lebih kurang 16, 20, 40, 60, 80, 100 dan 120 ppm; dan asam
salisilat dengan konsentrasi lebih kurang 12, 16, 20, 24, 28, 30 dan 32 ppm dalam etanol-
aquadest [9:1). Masing-masing larutan zat diukur serapannya pada λ analisis masing-masing
zat yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dengan
serapan untuk masing-masing zat sehingga didapat persamaan regresi linear y = a + bx, dan
berdasarkan nilai serapan pada λ analisis dilakukan pula perhitungan limit deteksi (LOD) dan
limit kuantitasi (LOQ).
Uji perolehan kembali
A. Sediaan Tingtur
Dibuat secara saksama sediaan tingtur simulasi mengandung asam benzoat 4%, asam salisilat
4%, iodum 0,5%, natrum iodida 0,6% dan etanol hingga 100%; dan sediaan tingtur simulasi
yang mengandung komponen-komponen aktif 80% dan 120% dari konsentrasi komponen-
komponen aktif dalam sediaan tingtur simdlasi di atas). Sediaan-sediaan tingtur simulasi
tersebut masing-masing dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan
larutan perak nitrat 0,1N 2,0 ml, didiamkan selama 30 menit hingga terbentuk endapan,
kemudian ditambahkan etanol hingga batas, disaring, lebih kurang 10 ml filtrat pertama
dibuangdan filtrat selanjutnya ditampung.
Filtrat dipipet sebanyak 1,0 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan ditambahkan
pelarut campuran etanol-aquadest (9:1) hingga batas, sehingga diperoleh konsentrasi asam
benzoat dan asam salisilat masing-masing lebih kurang 40,0 ppm. Kemudian diukur
serapannya pada l, analisis asam benzoat dan asam salisilat dalam campuran keduanya.
B. Sediaan Larutan
Dibuat secara saksama sediaan larutan simulasi mengandung asam benzoat 4%, asam salisilat
4%, povidon iodum 0,5%, etanol 40% dan aquadest hingga 100% (sediaan larutan simulasi
A); sediaan larutan simulasi mengandung asam benzoat 6%, asam salisilat 3%, povidon
iodum 0,5%, etanol 40% dan aquadest hingga 100% (sediaan larutan simulasi B); dan sediaan
larutan simulasi yang mengandung komponen-komponen aktif 80% dan 120% dari
konsentrasi komponen-komponen aktif dalam sediaan larutan simulasi A dan B). Larutan-
larutan sediaan simulasi tersebut dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL,
ditambahkan larutan perak nitrat 0,1N 2,0 mL, didiamkan selama 30 menit hingga terbentuk
endapan, kemudian ditambahkan etanol hingga batas, disaring lebih kurang 10 mL filtrat
pertama dibuang,dan filtrat selanjutnya ditampung. Filtrat dipipet sebanyak 1,0 mL,
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan ditambahkan pelarut campuran etanol-aquadest
(9:1) hingga batas, sehingga diperoleh konsentrasi asam benzoat dan asam salisilat masing-
masing lebih kurang 40,0 ppm (untuk sediaan larutan simulasi A) dan diperoleh konsentrasi
asam benzoat dan asam salisilat masing-masing lebih kurang 60,0 dan 30,0 ppm (untuk
sediaan larutan simulasi B). Kemudian diukur serapannya pada l. analisis asam benzoat dan
asam salisilat dalam campuran keduanya.
Penetapan kadar sampel
Sampel-sampel sediaan tingtur/larutan masing-masing dipipet 5,0 mL, dimasukkan ke dalam
labu takar 50 mL, ditambahkan larutan perak nitrat 0,1N 2,0 mL, didiamkan selama 30 menit
hingga terbentuk endapan, kemudian ditambahkan etanol hingga batas, disaring, Iebih kurang
10 mL filtrat pertama dibuang, dan filtrat selanjutnya ditampung. Filtrat dipipet sebanyak 1,0
mL, dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan ditambahkan pelarut campuran etanol-
aquadest (9:I) hingga batas. Kemudian diukur serapannya pada l, analisis asam benzoat dan
asam salisilat dalam campuran keduanya.
BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
1. Penentuan zero crossing
Penentuan zero crossing asam benzoat dan asam salisilat dilakukan dengan kurva serapan
derivat pertama masing-masing larutan zat dalam berbagai konsentrasi. Hasil penentuan
menunjukkan bahwa λ zero crossing untuk asam benzoat pada kurva serapan derivat pertama
adalah 255,8 nm dan 227,6 nm (Gambar 1), sedangian λ zero crossing untuk asam salisilat
pada kurva serapan derivat pertama adalah 260,2 nm
(Gambar2).
2. Penentuan panjang gelombang λ analisis
Asam benzoat memiliki λ zero crossing lebih dari satu, maka yang dipilih untuk dijadikan I
analisis asam salisilat adalah λ zero crossing asam benzoat yang : a) serap senyawa
pasangannya dan campurannya persis sama, karena pada λ tersebut dapat secara selektif
mengukur serapan senyawa pasangannya; dan b) memiliki serapan yang paling besar, karena
pada serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisis dapat
diperkecil. Berdasarkan kriteria tersebut maka dipilih λ analisis asam salisilat adalah 255,8
nm, sedangkan λ analisis asam benzoat adalah 260,2 nm pada kurva serapan derivat pertama
[Tabel 1 dan Gambar 3]
Tabel 1. Penentuan panjang gelombang (λ) analisis asam benzoat dan asam salisilat dalam
campuran keduanya.
Konsentrasi Serapan (dA/dλ)(ppm)
Pada panjang gelombang derivat pertama (nm)255,8 260,2 271,6
Asam salisilatAsam benzoatCampuran keduanya
20,0480,64
0,00510,00000,0051
0,0000-0,0097-0,0098
-0,00880,0000-0,009
Keterangan :
1. Panjang gelombang analisis untuk asam salisilat dalam campurannya dalam asam
benzoat adalah 255,8 nm pada kurva serapan derivat pertama.
2. Panjang gelombang analisis untuka asam benzoat dalam campurannya dengan asam
salisilat adalah 260,2 nm pada kurva serapan derivat pertama.
Linearitas,limit deteksi [LOD) dan limit kuantitasi (LOQ)
pengukuran serapan untuk pembuatan kurva kalibrasi asam benzoat dalam pelarut etanol-
aquadest (9:1) dengan konsentrasi 16-120 ppm pada panjang gelombang 260,2 nm pada
kurva serapan derivat pertama menghasilkan persamaan regresi linear
y = (3,416434071 .10-4) - (1,267184779 .10-4) x; nilai koefisien korelasi -0,9999; LOD 7,62
ppm; dan LOQ 5,40 ppm. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 2.
pengukuran serapan untuk pembuatan kurva kalibrasi asam salisilat dalam pelarut etanol-
aquadest (9:1) dengan konsentrasi 12-32 ppm pada panjang gelombang 255,8 nm pada kurva
serapan derivat pertama menghasilkan persamaan regresi linear y = [-9,221220531 . 10-5+
(2,59820134 . 10-4) x; nilai koefisien korelasi 0,9998; LOD 1,05 ppm; dan LOQ 3,49 ppm.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 3.
(D). Uji perolehan kembali
Uji perolehan kembali dilakukan pada berbagai konsentrasi yaitu 80,100,dan 120 %
dari konsentrasi zat aktif sesuai komposisi dari sediaan yang akan diuji, hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakan metode analisis ini mempunyai akurasi dan presisi yang memenuhi
kriteria valid pada rentang konentrasi 80-120%.
Uji perolehan kembali sediaan tingtur simulasi memberika hasil 100,59-102,62%
dengan koefisien variasi 0-1,10% untuk asam benzoat dan 100,17-102,56% dengan koefisien
variasi 0,44-1,18% untuk asam salisilat (Tabel 4), Uji perolehan kembali sediaan larutan
simulasi A memberikan hasil 99,11-100,82% engan koefisien variasi 0,47-0,68% untuk asam
salisilat(Tabel 5),dan uji perolehan kembali sediaan larutan simulasi B memberikan hasil
99,05-100,80% dengan koefisien variasi 0-0,75% untuk asam benzoat dan 98,69-102,78%
dengan koefisien variasi 0-0,72% untuk asam salisilat ( Tabel 6 ).
Hasil uji di atas menunjukkan bahwa pada rentang konsentrasi 80-100%, metode ini
memiliki akurasi dan presisi yang baik, karena kadar yang dihasilkan sangat dekat dengan
kadar yang sebenarnya (98,69-102,78) dengan koefisien variasi tidak lebih dari 2%.
e). Penetapan kadar sampel
hasil penetapan kadar terhadap sampel tingtur memberikan hasil rata-rata 106,10 \%
untuk asam salisilatdan 103,37 % untuk asam benzoat (Tabel 7) sampel larutan A
memberikan hasil rata-rata 102,46 %untuk asam salisilat dan 101,01 % untuk asam benzoat
(Tabel 8), dan sampel larutan B memberikan rata-rata 98,93 % untuk asam salisilat dan
101,14 % untuk asam benzoat (Tabel 9).
.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa metode
spektrofotometri derivatif dapat diterapkan untuk menetapkan kadar asam benzoat dan asam
salisilat secara simultan dalam sediaan tingtur dan larutan yang mengandung iodum/povidon
iodum dengan akurasi dan presisi yang baik, pelaksanaanya sederhana dan cepat.