Upload
nashriyyah-nashriyyah
View
48
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
farmasi
Citation preview
MAKALAHBIOFARMASI
“FLOATING SYSTEM GASTRORETENTIVE”
DISUSUN OLEH:
Efrida Uli 11334075
Ramlah Fatihah 12334705
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONALJAKARTA2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
2
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
3
BAB I. PENDAHULUAN
I Latar Belakang …………………………………………………………….
4
II Tujuan …………………………………………………………….
5
III Manfaat …………………………………………………………….
5
IV Rumusan Masalah …………………………………………………………….
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
I. Tablet
A. Definisi Tablet …………………………………………………………….
6
B. Karakteristik Tablet …………………………………………………….
7
C. Jenis-Jenis Tablet ……………………………………………………
7
D. Komponen Pembentuk Tablet ……………………………………………
9
E. Metode Pembuatan Tablet ……………………………………………
11
F. Evaluasi Pembuatan Tablet ……………………………………………
14
II. Tablet Fast Desintegrating ……………………………………………………
18
III. Praformulasi Tablet Fast Desintegrating
Zat Aktif …………………………………………………………..
19
Eksipien …………………………………………………………...
21
Metode Pembuatan …………………………………………………..
24
BAB III.PEMBAHASAN
I. Tablet Fast Desintegrating ………………………………………………….
25
II. Formulasi Tablet Fast Desintegrating …………………………………….
25
III. Metode yang digunakan ………………………………………………….
26
IV. Evaluasi
A. Evaluasi Serbuk …………………………………………………...
27
B. Evaluasi Tablet …………………………………………………...
28
BAB IV. KESIMPULAN
I. Kesimpulan ……………………………………………………………
31
II. Saran ……………………………………………………………
32
BAB V.PENUTUP
Daftar Pustaka ……………………………………………………………
35
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah
dan karunia-Nya kami berhasil menyelesaikan tugas mata kuliah Biofarmasi.
Pada Kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari semua pihak selama penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, Desember 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu di bidang farmasi sangat berpengaruh dalam meningkatkan
mutu sediaan obat. Rancangan dari suatu bentuk sediaan yang tepat memerlukan
pertimbangan karakteristik fisika, kimia dan biologis dari semua bahan-bahan aktif dan
bahan-bahan farmasetik yang digunakan harus tercampurkan satu dengan yang lainnya
untuk menghasilkan suatu produk obat yang stabil, manjur, menarik, mudah dibuat dan
murah (Ansel, 1989).
Modifikasi sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal
dilambung cocok untuk obat-obat yang memiliki kriteria: untuk aksi lokal dilambung,
absorbsi baik dilambung, tidak stabil dan terdegradasi didalam saluran intestinal/ kolon,
kelarutannya rendah pada pH tinggi, dapat diabsorbsi secara cepat dilambung, dan
memiliki renta ng absorbsi yang sempit (Rocca et al., 2003)
Bentuk sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak mendapatkan perhatian dalam
pengembangan sistem penghantaran obat karena dibandingkan bentuk sediaan konvensional,bentuk
lepas lambat memiliki beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat mengurangi efek
samping, mengurangi/menjarangkan jumlah penggunaan, mengurangi fluktuasiobat dan secara umum
dapat meningkatkan kenyamanan bagi pasien (Welling, 1997)
Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas lambat, salah
satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal dilambung. Bentuk sediaan
yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut gastroretentive drug delivery system
(GRDDS). GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki
jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung. Hal-hal yang dapat
meningkatkan waktu tinggal dilambung meliputi: system penghantaran bioadhesieve
yang melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan
ukuran obat.
Oleh sebab itu diperlukan suatu sediaan yang cocok dalam terapi lambung yaitu
sediaan dalam bentuk tablet floating.
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sediaan tablet
floating, mencakup bahan yang digunakan, cara pembuatan dan evaluasi sediaan
tablet floating.
1.3. Tujuan
- Mengerti apa itu sediaan tablet floating.
- Memahami senyawa aktif apa saja yang dapat dibuat tablet floating
- Memahami bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet
floating
- Memahami metode pembuatan sediaan tablet floating.
- Memahami cara evaluasi sediaan tablet floating.
- Memahami keuntungan penggunaan obat diabetic pada sediaan tablet floating
1.4. Permasalahan
- Zat aktif apa yang dapat digunakan dalam membuat sediaan tablet floating.
- Apa yang harus diperhatikan dalam membuat sediaan tablet floating.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Fisiologi Pencernaan
Modifikasi sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal
dilambung cocok untuk obat-obat yang memiliki kriteria: untuk aksi lokal dilambung,
absorbsi baik dilambung, tidak stabil dan terdegradasi didalam saluran intestinal/ kolon,
kelarutannya rendah pada pH tinggi, dapat diabsorbsi secara cepat dilambung, dan
memiliki rentang absorbsi yang sempit (Rocca et al., 2003).
Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas lambat, salah
satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal dilambung. Bentuk sediaan
yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut gastroretentive drug delivery system
(GRDDS). GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki
jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung. Hal-hal yang dapat
meningkatkan waktu tinggal dilambung meliputi: sistem penghantaran bioadhesieve yang
melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran
obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran
dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et
al., 2004).
Berikut adalah uraian mengenai lambung manusia.
Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:
1. Kardia/kelenjar lambung ditemukan di area mulut lambung. Ini hanya mensekresi
mukus
2. fundus/gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini memiliki tiga
tipe utama sel, yaitu :
a. Sel zigmogenik/chief cell, mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah menjadi
pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan renin lambung
yang kurang penting.
b. Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor intrinsic
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus.
c. Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel ini
mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung terhadap
kerusakan oleh HCl atau autodigesti.
3. pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini mensekresi gastrin dan mukus,
suatu hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi lambung.
Lapisan Lapisan Lambung
Lambung terdiri atas empat lapisan :
a. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari
peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura
minor lambung dan duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum
minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ satu menuju organ lain
disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah
membentuk omentum mayus.
b. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
1. serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esofagus,
2. serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk
otot sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama, dan
3. serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan
dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura
minor (lengkung kecil).
c. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri
atas banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang karena
berisi makanan.
d. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe.
Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi
saluran-saluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari
kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya
dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini bersambung dengan permukaan
mukosa dari lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang mengeluarkan sekret
berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung.
Fisiologi Lambung
Secara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan & sekresi,
berikut fungsi Lambung:
a. Fungsi motorik
1. Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit
dicernakan dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan
peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif
otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oelh gastrin.
2. Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya
dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
3. Fungsi pengosongan lambung
Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas,
volume, keasaman, aktivitas osmotis, keadaan fisisk, emosi, obat-obatan
dan kerja. Pengosongan lambung di atur oleh saraf dan hormonal
Fungsi pencernaan dan sekresi
1. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL
2. Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di makan,
peregangan antrum, rangsangan vagus
3. Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus
bagian distal.
4. Sekresi mucus. Membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah untuk diangkut.
2.2. Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai
tablet cetak dan tablet kempa. (Farmakope Indonesia Edisi IV)
Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan,
karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya ketepatan dosis, mudah
dalam pemakaiannya, stabil dalam penyimpanan, mudah dalam transportasi
dan dari segi ekonomi relatif murah dibanding dengan bentuk sediaan obat
lainnya. Kelebihan lainnya sediaan tablet yaitu ringan, mudah dalam
pembungkusan, pemindahan dan penyimpanan. Pasien menemukan
kemudahan untuk membawanya dan tidak perlu menggunakan alat bantu
seperti sendok untuk pemakaiannya.
Kerugian sediaan tablet yaitu beberapa obat tidak dapat dikempa
menjadi padat dan kompak dan obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yan
tidak dapat dihilangkan atau obat yang peka terhadap kelembaban udara perlu
pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau
memerlukan penyalutan dulu. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan agar
tablet mempunyai kualitas baik adalah:
1. Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya
tetap baik selama pabrikasi, pengemasan dan pengangkutan sampai pada
konsumen
2. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.
3. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.
4. Mempunyai penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna, maupun
rasanya.
Tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan,
daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan
metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian oral dan
kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa,
dan lapisan lapisan dalam berbagai jenis (Ansel et al., 1989)
Tablet yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan dalam
Farmakope Indonesia dan kepustakaan lain, syarat tersebut antara lain:
Pertama, tablet tidak mudah rapuh dan mempunyai kekerasan antara 4-8 kg.
Kekerasan tablet tidak mutlak bila tablet yang dihasilkan tidak mudah rapuh, baik
selama fabrikasi, pengemasan, dan pengangkutan sampai konsumen.
Kedua, mudah melepaskan zat aktifnya. Tablet yang baik adalah tablet yang selain
mempunyai sifat fisis baik juga harus mempunyai kemampuan melepaskan zat
aktifnya dengan mudah. Ketiga, keseragaman bobot tablet dan kandungan aktifnya
memenuhi persyaratan. Keempat, mempunyai penampilan menyenangkan baik
mengenai bentuk, warna dan rasa (Sheth dkk., 1980).
Bahan yang akan dikempa menjadi tablet harus mempunyai sifat yang
baik sehingga dapat menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan. Sifat bahan
tersebut yaitu antara lain: mudah mengalir (free flowing), mudah kompak bila
dikempa (kompressibel) serta tablet mudah lepas dari cetakan dan tidak ada bagian
yang melekat pada cetakan sehingga permukaan tablet harus licin (Sheth dkk.,
1980).
2.3. Metode pembuatan tablet
Metode pembuatan tablet ada tiga, yaitu granulasi basah, granulasi kering
dan kempa langsung (Ansel, 1999).
a. Granulasi Basah (wet granulation)
Metode ini digunakan untuk obat-obat yang tahan terhadap pemanasan dan tidak
mudah terurai oleh air. Keuntungan dari metode ini antara lain menaikkan
kohesifitas dan kompresibilitas serbuk sehingga tablet yang akan dibuat dengan
mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi tertentu diperoleh massa yang
kompak dalam arti bentuk tablet bagus, keras dan tidak rapuh (Bandelin, 1989).
Metode Granulasi Basah Bisa di gunakan:
a. Jika bahan mempunyai sifat granul yang tidak baik
b. Jika bahan sukar dicampur menjadi granul yang baik
c. Jika bahan tahan panas, (kecuali jika dapat dilakukan pengeringan dengan
Dehumidifier)
d. Jika bahan tahan cairan
b. Granulasi Kering (Dry granulation )
Pada metode ini granul dibentuk oleh penambahan bahan pengikat kering kedalam
campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari
campuran serbuk, setelah itu memecahkannya menjadi pecahan-pecahan granul
yang lebih kecil, penambahan bahan pelicin dan penghancur kemudian dicetak
menjadi tablet (Ansel, 1999).
Metode Granulasi Kering Bisa di gunakan:
a. Jika bahan tidak tahan panas
b. Jika bahan tidak tahan cairan
c. Jika bahan mempunyai sifat granul yang tidak baik
c. Kempa Langsung (Direct compaction )
Metode kempa langsung dapat diartikan sebagai pembuatan tablet dari bahan
bahan yang berbentuk kristal atau serbuk tanpa mengubah karakter fisiknya.
Setelah dicampur langsung ditablet dengan ukuran tertentu. Metode ini digunakan
pada bahan bahan yang bersifat mudah mengalir dan memiliki kompaktibilitas
yang baik dan memungkinkan untuk langsung ditablet dalam mesin tablet tanpa
memerlukan proses granulasi. Cara kempa langsung ini sangat disukai karena
banyak keuntungan, yaitu secara ekonomis merupakan penghematan besar karena
hanya menggunakan sedikit alat, energi dan waktu. Metode ini sangat sesuai untuk
zat aktif yang tidak tahan panas dan kelembaban tinggi dan dapat menghindari
kemungkinan terjadi perubahan zat aktif akibat pengkristalan kembali yang tidak
terkendali selama proses pengeringan. (Sheth dkk., 1980).
Metode Kempa Langsung Bisa di gunakan:
a. Jika bahan mempunyai sifat granul yang baik
b. Jika bahan mudah dicampur menjadi granul yang bailk
c. Jika bahan tidak tahan panas
d. Jika bahan tidak tahan cairan
2.4. Sediaan lepas lambat
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Tujuan utama dari sediaan
lepas terkendali adalah untuk mencapai suatu efek terapetik yang diperpanjang
disamping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh
fluktuasi kadar obat dalam plasma. Long-acting menyatakan durasi kerja obat yang
relatif lama tanpa menjelaskan durasi pelepasan bahan aktif dari bentuk sediaannya
(Sulaiman, 2007).
Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding bentuk
sediaan konvensional, yaitu (Ansel et al, 1999)
a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
b. Mengurangi frekuensi pemberian
c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien
d. Mengurangi efek samping yang merugikan
e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan
Sedangkan kerugian bentuk sediaan lepas lambat antara lain (Ballard, 1978):
1. Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional
2. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas
secara cepat
3. Sering mempunyai korelasi in vitro – in vivo yang jelek
4. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis
5. Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran
cerna
6. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba–tiba mengalami
keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh akan lebih sulit
dibanding sediaan konvensional
7. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500 mg)
Sifat fisikokimia dan biologis dari bahan obat yang akan diformulasikan
sebagai tablet lepas lambat merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Sifat-sifat
fisikokimia ini akan mempengaruhi sifat fisikokimia tablet yang akan dihasilkan
(Lee dan Robinson, 1978).
1. Dosis
Produk yang digunakan peroral dengan dosis lebih besar dari 500 mg sangat sulit
untuk dijadikan sediaan lepas lambat karena pada dosis yang besar akan
dihasilkan volume sediaan yang terlalu besar yang tidak dapat diterima sebagai
produk oral.
2. Kelarutan
Obat dengan kelarutan dalam air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak
cocok untuk sediaan lepas lambat. Batas terendah untuk kelarutan pada sediaan
lepas lambat adalah 0,1 mg/ml. Obat yang kelarutannya tergantung pada pH
fisiologis akan menimbulkan masalah yang lain karena variasi pH pada saluran
cerna dapat mempengaruhi kecepatan disolusinya.
3. Koefisien partisi
Obat yang mudah larut dalam air memungkinkan tidak mampu menembus
membran biologis sehingga obat tidak sampai ke tempat aksi. Sebaliknya, untuk
obat yang sangat lipofil akan terikat pada jaringan lemak sehingga obat tidak
mencapai sasaran.
4. Stabilitas obat
Bahan aktif yang tidak stabil terhadap lingkungan yang bervariasi di sepanjang
saluran cerna (enzim, variasi pH, flora usus) tidak dapat diformulasikan menjadi
sediaan lepas lambat.
5. Ukuran partikel
Molekul obat yang besar menunjukkan koefisien difusi yang kecil dan
kemungkinan sulit dibuat sediaan lepas lambat.
Beberapa sifat biologis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan
lepas lambat (Lee dan Robinson, 1978) :
a. Absorbsi
Obat yang lambat diabsorbsi atau memiliki kecepatan absorbs yang bervariasi
sulit untuk dibuat sediaan lepas lambat. Batas terendah
harga konstanta kecepatan absorbsi untuk sediaan oral adalah sekitar 0,25/jam
dengan asumsi waktu transit gastrointestinal 10-12 jam.
b. Volume distribusi
Obat dengan volume distribusi yang benar-benar tinggi dapat mempengaruhi
kecepatan eliminasinya sehingga obat tersebut tidak cocok untuk dibuat sediaan
lepas lambat.
c. Durasi
Obat dengan waktu paro yang pendek dan dosis yang besar tidak cocok untuk
dijadikan sediaan lepas lambat sedang obat dengan waktu paro (t1/2) yang
panjang dengan sendirinya akan mempertahankan kadar obat pada indeks
terapetiknya sehingga tidak perlu dibuat sediaan lepas lambat. Bahan aktif
berwaktu paruh biologis relatif pendek, misalnya 1 jam, mungkin sulit diformulasi
menjadi sediaan lepas lambat karena ukurannya juga menjadi terlalu besar.
d. Indeks terapetik
Obat dengan indeks terapi yang kecil memerlukan kontrol yang teliti terhadap
kadar obat yang dilepaskan dalam darah, karena itu sediaan lepas lambat dapat
berperan dalam mengontrol pelepasan obat agar tetap dalam indeks terapetiknya.
2.5. Metode Formulasi Sediaan Lepas Lambat
Tujuan formulasi sediaan lepas lambat adalah melepaskan obat secara
cepat untuk dosis awalnya kemudian diikuti oleh pelepasan lambat dari dosis
berikutnya. Untuk formulasi sediaan lepas lambat digunakan suatu barrier kimia
atau fisika untuk mendapatkan pelepasan yang lambat dari dosis maintenance,
diantaranya adalah dengan penyalutan, matrik lemak atau plastik, mikroenkapsulasi,
ikatan kimia dengan resin penukar ion, dan sistem pompa osmotik (Collett dan
Moreton, 2002).
Teknologi yang sering digunakan dalam formulasi tablet lepas lambat
menurut Simon (2001) adalah:
1. Sistem matriks
Sistem matriks merupakan sistem yang paling sederhana dan sering digunakan
dalam pembuatan tablet lepas lambat. Bahan aktif di dispersikan secara homogen
di dalam pembawa. Bahan pembawa yang sering digunakan dapat digolongkan
menjadi bahan pembawa tidak larut air bersifat lilin/wax dan hidrofilik pembuatan
gel. Campuran tersebut kemudian dicetak menjadi tablet.
2. Penyalutan
Teknologi penyalutan sering digunakan pada bahan aktif berbentuk serbuk, pellet
mengandung bahan aktif atau tablet. Lapisan penyalutan ini berfungsi
mengendalikan ketersediaan bahan aktif dalam bentuk larutan. Penyalutan serbuk
bahan aktif dapat dilakukan dengan metode mikroenkapsulasi, antara lain
menggunakan teknik koaservasi (pemisahan fase) dengan polimer larut air atau
teknik polimerisasi pada antar permukaan antara larutan bahan aktif dalam pelarut
organik dan larutan monomer dalam pelarut air.
3. Pompa osmotis
Penyalut tablet yang mengandung bahan aktif dengan membran semi permeabel.
Membran ini dapat dilalui hanya oleh molekul - molekul air tetapi tidak oleh
bahan aktif terlarut. Membran tersebut dilubangi dengan Bor laser. Melalui
lubang inilah larutan bahan aktif osmosis.
Matriks obat dapat didefinisikan sebagai dispersi seragam obat dalam
padatan yang kurang larut dalam cairan depot dibanding obatnya. Formulasi
matriks dapat dikembangkan untuk mengontrol secara efektif kecepatan ketersediaan
obat (Lachman, dkk., 1994). Sistem matriks merupakan system yang paling
sederhana dan sering digunakan dalam pembuatan tablet lepas lambat (Simon,
2001). Terdapat tiga golongan bahan penahan yang digunakan untuk
memformulasikan tablet matriks :
1. Matriks tidak larut, inert
Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida dan kopolimer
akrilat, etil selulosa telah digunakan sebagai dasar untuk banyak formulasi di
pasaran. Tablet yang dibuat dari bahan-bahan ini didesain untuk ditelan dan tidak
pecah dalam saluran cerna.
2. Matriks tidak larut, terkikis
Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan erosi. Bahan-
bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil alkohol,
malam carnauba dan polietilen glikol.
3. Matriks Hidrofilik
Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel sehingga
obat dapat terdisolusi dalam media air. Pada saat komponen hidrofilik kontak
dengan air, maka akan terbentuk lapisan matriks yang terhidrasi. Lapisan inilah
yang akan mengontrol difusi air selanjutnya ke dalam matriks. Difusi obat melalui
lapisan matriks terhidrasi mengontrol kecepatan pelepasan obat. Lapisan matriks
terhidrasi akan mengalami erosi sehingga menjadi terlarut, kecepatan erosi
tergantung dari sifat koloid. Matriks jenis ini diantaranya adalah metil selulosa,
hidroksietil selulosa, hidroksipropil metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa,
natrium alginat, xanthan gum dan carbopol.
Keuntungan sistem matriks hidrofilik adalah sebagai berikut: sederhana, relatif
murah dan aman, mampu memuat dosis dalam jumlah yang besar, mengurangi
kemungkinan terbentuknya “ghost matrices” karena dapat mengalami erosi, dan
mudah diproduksi (Collett & Moreton, 2002).
2.6. Floating system
Pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan
system dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang
kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk beberapa waktu. Pada saat
sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang
dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah peningkatan gastric residence time
(GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Chawla et al.,
2003).
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-
lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah atau floating drug delivery
system (FDDS) atau biasa disebut hydrodynamically balanced system (HBS).
FDDS atau HBS memiliki bulk density yang lebih rendah dari cairan lambung.
FDDS tetap mengapung dalam lambung tanpa mempengaruhi kondisi lambung
dan obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang diinginkan dari sistem
(Anonim, 2003).
Floating tablet merupakan salah satu sediaan gastroretentive yang
menggunakan sistem dengan densitas kecil, memiliki kemampuan mengambang,
mengapung, dan tetap berada di lambung dalam beberapa waktu. Saat sediaan
mengapung di lambung, obat dilepaskan secara perlahan – lahan dengan
kecepatan yang dapat dikendalikan. Dengan cara seperti ini, gastric residence time
(GTR) suatu obat dapat ditingkatkan dan fluktuasi kadarnya dalam plasma dapat
diturunkan (Chawla et al., 2003). Floating tablet merupakan formulasi yang cocok
untuk obat – obat yang bermasalah dalam hal disolusi dan / atau stabilitasnya
dalam cairan usus halus, diharapkan memberikan efek lokal di lambung,
sertahanya diabsorbsi di bagian atas intestin (Patil, dkk, 2010).
Mekanisme floating system (Garg and Sharma, 2003).
Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks-
matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system
(HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya
mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang dipermukaan bagian luar.
Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau
empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung
karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang
direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether
polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003). Floating
system dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Non-Effervescent system
Pada sistem non effervescent menggunakan pembentuk gel atau senyawa
hidrokoloid yang mampu mengambang, polisakarida dan polimer-polimer
pembentuk matriks seperti polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat, dan
polistirena. Metode formulasinya yaitu dengan mencampurkan obat dengan
hidrokoloid pembentuk gel. Setelah pemberian maka sediaan ini akan
mengembang ketika kontak dengan cairan lambung, masih berbentuk utuh
dengan densitas bulk kurang dari satu. Udara yang terjerap di dalam matriks
yang mengembang mengakibatkan sediaan mampu mengambang, membentuk
struktur yang mirip gel. Kemudian struktur gel bertindak sebagai reservoir
untuk obat yang akan dilepaskan perlahan-lahan dan dikontrol oleh difusi
melalui lapisan gel (Utami. 2007 dan Baboota. 2005)
Gambar 3. (A) Multiple-unit oral floating drug delivery system. (B) Working
principle of effervescent floating drug delivery system.
2. Effervescent system
Pada sistem effervescent biasanya menggunakan matriks dengan
bantuan polimer yang dapat mengembang seperti metil selulosa, kitosan, dan
senyawa effervescent seperti natrium bikarbonat, asam tartrat, dan asam
sitrat. Sistem effervescent ketika kontak dengan asam lambung maka akan
membebaskan gas karbon dioksida yang akan terperangkap di dalam senyawa
hidrokoloid yang mengembang. Sehingga menyebabkan sediaan akan
mengambang (Utami. 2007 dan Baboota. 2005)
Sistem penghantaran mengapung ini dipersiapkan dengan polimer yang
dapat mengembang seperti Methocel, polisakarida, chitosan dan komponen
effervescent (misal; natrium bikarbonat dan asam sitrat atau tartrat). Matriks
ketika kontak dengan cairan lambung akan membentuk gel, dengan adanya
gas yang dihasilkan dari sistem effervescent, maka gas akan terperangkap
dalam gelyfiedhydrocolloid, akibatnya tablet akan mengapung, meningkatkan
pergerakan sediaan, sehingga akan mempertahankan daya mengapungnya
(Anonim, 2003).
Gambar 2. Desain alat disolusi untuk floating(Gohel et al., 2004).
2.7. Keuntungan dan Kerugian Sistem Floating
Keuntungan Sistem Floating Tablet
1. Sistem floating menguntungkan untuk obat diserap melalui lambung .
2. Zat asam seperti aspirin menyebabkan iritasi pada dinding lambung
karenanya Formulasi HBS mungkin berguna untuk mencegah iritasi
3. Pelepasan bentuk dosis mengambang, tablet atau kapsul , akan
mengakibatkan pengosongan obat dalam cairan lambung . Mereka larut
dalam cairan lambung akan tersedia untuk penyerapan dalam usus kecil
setelah pengosongan isi lambung . Oleh karena itu diharapkan bahwa obat
akan sepenuhnya di serap dari bentuk sediaan floating jika tetap di bentuk
solusi bahkan pada pH basa dari usus .
4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu transit sesingkat mungkin.
Keadaan seperti itu mungkin menguntungkan untuk menjaga obat dalam
kondisi mengambang di perut untuk mendapatkan relative respon yang lebih
baik
Kerugian Sistem Floating Tablet
1. Sistem mengambang tidak layak untuk obat yang memiliki kelarutan atau masalah
stabilitas di saluran pencernaan
2 . Sistem ini memerlukan cairan dalam perut untuk pengiriman obat untuk mengapung
dan bekerja secara efisien.
3. Hanya obat-obatan signifikan yang dapat di serap melalui saluran pencernaan .
2.8. Tempat Pelepasan Obat
Perpanjangan kerja pada sediaan lepas lambat dapat dilakukan dengan
pembentukan garam, ester atau eter dengan bantuan senyawa adisi, senyawa
kompleks atau molekuler bahan obat yang sukar larut sehingga resorbsi menurun.
Dalam pembuatan tablet floating, yang perlu diperhatikan adalah dimana obat
akan dilepaskan (tempat pelepasan obat).
Untuk pemilihan lokasi pemakaian dalam tubuh untuk obat sediaan lepas
lambat oral mengapung, ada beberapa tempat. Yaitu :
1. Lambung
Lambung merupakan suatu organ pencampur dan pensekresi di mana
makanan dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke
dalam usus halus. Akan tetapi gerakan makanan dan produk obat dalam
lambung dan usus halus sangat berbeda tergantung pada keadaan fisiologik.
Dengan adanya makanan lambung melakukan fase “digestive” dan tanpa
adanya makanan lambung melakukan fase “interdigestive”. Selama fase
digestive partikel – pertikel makanan atau partikel – partikel padat yang lebih
besar dari 2 mm ditahan dalam lambung, sedangkan partikel – partikel yang
lebih kecil dikosongkan melalui sphincter pilorik pada suatu laju order kesatu
yang tergantung pada isi dan ukuran dari makanan. Selama fase interdigestive
lambung istirahat selama 30 – 40 menit sesuai dengan waktu istirahat yang
sama dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik, yang diakhiri
dengan housekeeper contraction. Suatu obat dapat tinggal dalam lambung
selama beberapa jam jika diberikan selama fase pencernaan, bahan – bahan
berlemak, makanan dan osmolitas dapat memperpanjang waktu tinggal dalam
lambung. Di samping itu, bila obat diberikan selama fase pencernaan dalam,
obat berpindah secara cepat ke dalam usus halus. Pelarutan obat dalam
lambung juga dapat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya makanan. Harga
normal pH lambung pada istirahat adalah 1, bila ada makanan pH sering naik
menjadi 3 – 5 disebabkan adanya pendaparan bahan makanan. Suatu obat diuji
secara In Vitro dengan HCl 0,1 N melepaskan obat pada laju order nol, dapat
tidak melepaskan obat pada laju yang sama pada pH 3-5
2. Usus Halus
Bagian proksimal dari usus halus mempunyai pH sekitar 6 sehubungan
dengan netralisais asam dengan bikarbonat yang disekresi oleh duodenum
ddan pankreas. Dengan adanya mikrovili usus halus memberi suatu luas
permukaan yang sangat besar untuk absorbsi obat. Waktu transit dalam usus
halus suatu sediaan padat dari 95% populasi disimpulkan sekitar 3 jam atau
kurang. Untuk memperkirakan waktu transit, berbagai penelitian telah
dilakukan dengan menggunakan uji lactulose hidrogen yang mengukur
penampakan hidrogen dalam nafas penderita (laktulosa dimetabolisme secara
cepat oleh bakteri – bakteri didalam usus besar yang menghasilkan hidrogen
yang secara normal tidak terdapat dalam pernapasan orang). Hal ini sesuai
bahwa waktu transit G1 yang relatif pendek dari mulut ke cecum yaitu 4 – 2,6
jam. Jarak ini disimpulkan terlalu pendek untuk sedian sustained release yang
bekerja sampai 12 jam, kecuali kalau obat untuk diabsorbsi dalam kolon.
Kolon mempunyai sedikit cairan dan bakteri yang berlimpah yang dapat
membuat absorbsi obat tidak menentu dan tidak sempurna. Waktu transit
untuk pellet telah diteliti dalam bentuk disintegrasi yang keduanya
menggunakan bahan radiopaq tidak larut dan terlarut. Sebagian besar pellet
yang tidak larut dilepaskan dari kapsul setelah 15 menit , setelah 3 jam pellet
telah tersebar dalam lambung dan sepanjang usus halus. Pada waktu 12 jam
seluruh pellet berada pada kolon bagian naik dan setelah 24 jam berada pada
kolon bagian menurun yang siap memasuki rektum.
3. Usus Besar.
Dalam kolon ada sedikit cairan dan transit obat diperlambat, absorbsi obat
dalam daerah ini tidak banyak diketahui, meskipun obat tak terabsorbsi yang
mencapai daerah. Daerah ini dapat dimetabolisme oleh bakteri. Obat – obat
diabsorbsi cepat bila diberikan dalam sediaan rektal. Tetapi laju transit
dipengaruhi oleh kecepatan defekasi. Mungkin obat – obat yang diformulasi
untuk 24 jam akan tinggal dalam daerah ini untuk diabsorbsi. Ada sejumlah
produk sustained release yang diformulasi untuk memperoleh keuntungan dari
kondisi fisiologis saluran GI. Butir – butir salut enterik telah terbukti
melepaskan obat lebih 8 jam bila digunakan bersama – sama makanan,
sehubungan dengan pengosongan butir – butir salut enterik berangsur – angsur
ke dalam usus halus. Formulasi khusus floating tablet yang tetap tinggal di
bagian atas lambung telah digunakan untuk memperpanjang waktu tinggal
obat dalam lambung. Untuk pengobatan yang manjur, tidak satupun metode
ini memberikan keterandalan yang cukup konsisten.
BAB III
METODELOGI
3.1. Obat Hipertensi Dalam Sediaan Obat Floating
Kaptopril merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam pengobatan
hipertensi dengan frekuensi penggunaan berulang kali dalam sehari, karena itu kaptopril
perlu diformulasikan dalam bentuk lepas lambat serta dicari formula optimumnya.
Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis sekali
pakai 12,5-25 mg dua sampai tiga kali sehari, dosis maksimum 150 mg sehari. Kaptopril
mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi pada pH usus, sehingga perlu diperhatikan
strategi pengembangan tablet kaptopril lepas lambat yang cukup kuat menahan pelepasan
obat dan dapat bertahan dalam lambung dalam waktu yang cukup lama, karena itu
sediaan lepas lambat dari kaptopril dianggap dapat memberikan manfaat yaitu dapat
mengurangi frekuensi pemberian obat sehingga kepatuhan pasien dapat ditingkatkan,
keefektifan pengobatan dapat tercapai, dan mengurangi efek samping (Seta et al., 1988).
Tablet lepas lambat kaptopril dibuat dengan metode granulasi basah, dengan
komposisi formula .Bahan aktif (kaptopri) dicampur dengan kombinasi matriks (HPMC
K4Mxanthan gum), kalsium sulfat, dan PVP K-30, kemudian ditambahkan alkohol 96%
sampai terbentuk massa granul, diayak dengan pengayak mesh 16 dan dikeringkan
dengan oven pada suhu 50 °C hingga kelembaban granul antara 3-5%. Granul kering
diayak lagi dengan pengayak mesh 18 dan ditambahkan fase luar, yaitu asam tartrat,
natrium bikarbonat, magnesium stearat, dan talk. Setelah itu dilakukan pengujian mutu
granul. Campuran dicetak dengan bobot 300 mg per tablet. Pentabletan dilakukan dengan
tekanan kompresi yang sama pada semua formula, kemudian dilakukan uji mutu tablet.
Formula optimum tablet katopril dapat diperoleh dengan kombinasi asam tartrat
4,5% dan kombinasi perbandingan polimer HPMC K4M – xanthan gum 3,75:1 yang
memiliki sifat fisik tablet dan disolusi yang memenuhi persyaratan, yaitu kekerasan tablet
12,02 Kp, kerapuhan tablet 0,47%, floating lag time 0,32 menit, dan konstanta laju
disolusi 0,05 mg/ menit.Asam tartrat sebagai bahan effervescent tablet berpengaruh
secara signifikan terhadap sifat fisik tablet dan konstanta laju disolusi tablet lepas lambat
kaptopril. Asam tartrat menurunkan kekerasan tablet, meningkatkan kerapuhan tablet,
mempercepat floating lag time, dan memperbesar konstanta laju disolusi. Sedangkan
kombinasi perbandingan polimer HPMC K4M–xanthan gum meningkatkan kekerasan
tablet, menurunkan kerapuhan tablet, mempercepat floating lag time, dan memperbesar
konstanta laju disolusi. Interaksi konsentrasi asam tartrat dan kombinasi perbandingan
polimer HPMC K4M–xanthan gum memberikan pengaruh menurunkan kekerasan tablet,
meningkatkan kerapuhan tablet, memperlambat floating lag time, dan memperbesar
konstanta laju disolusi.
3.2. Bahan Pembantu Dalam Pembuatan Tablet Floating
Bahan pembantu dalam pembuatan tablet oral berdasarkan fungsinya
terbagi atas pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin. Bahan pembawa yang sering
digunakan dapat digolongkan menjadi bahan pembawa tidak larut air bersifat lilin/wax
dan hidrofilik pembuatan gel
a. Bahan Pengisi ( Diluent )
Bahan pengisi ditambahkan dalam tablet berfungsi untuk menambah berat tablet
dan memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk
memacu aliran (Banker and Anderson, 1986). Bahan pengisi yang sering
digunakan antara lain laktosa, pati dan selulosa mikrokristal (Anonim, 1995).
b. Pengikat (binders)
Zat ini ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama granulasi basah
untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang
dicetak langsung. Contoh bahan pengikat adalah akasi dimosinte.
c. Gas Forming Agent
Gas forming agent ditambahkan agar tablet yang mempunyai partikel padat pada
saat bersentuhan dengan air akan melepaskan gas dan membantu tablet untuk
mengapung.
Contoh : asam sitrat dan natrium bikarbonat.
d. Pelicin (Lubricant)
Bahan pelincir berfungsi memudahkan mendorong tablet ke atas keluar cetakan
melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam ruang cetak dengan
permukaan sisi tablet. Bahan pemisah bentuk (anti adherent) berfungsi
mengurangi lekatnya massa tablet pada dinding ruang cetak dan permukaan
punch serta menghasilkan kilap percetakan pada tablet (Voigt, 1984)
Bahan pengikat dan pengisi yang digunakan untuk membuat sediaan tablet
floating adalah bahan polimer dengan kepadatan curah kurang dari 1 g/cm3, sehingga
membentuk penghalang gel kohesif dan mempunyai kemampuan melarut perlahan-
lahan yang cukup untuk mempertahankan obat tersebut selama jangka waktu yang
lama.
Hidrokoloid alam atau semisintetik biasanya digunkan untuk pengembang
system hidrodinamis seimbang tersebut. HPMC yang paling banyak digunakan
sebagai bahan pembantu matriks dalam system gastroretentif dan bahan lainnya yang
dapat digunakan adalah Carbopol, HPC, EC, agar-agar, asam alginat, carragenans
atau getah alam sebagai bahan pembantu membentuk matriks [129,130,200-203].
Prinsipfungsional bahan ini didasarkan pada kenyataan, bahwa matriks mulai
membengkak dan bentuk gel lapisan dengan udara terperangkap di sekitar inti tablet
setelah kontak dengan cairan lambung, sedangkan lapisan gel mengontrol pelepasan
obat. Setelah lapisan gel luar terkikis,batas pembengkakan bergerak menuju inti
kering, menjaga hidrasi dan apung sistem.
Penambahan asam lemak untuk formulasi ini mengarah ke bahan yang
menunjukkan kepadatan rendah, sedangkan difusi media air ke dalam bahan
menurun mengurangi erosi dari sediaan tablet tersebut. Kelemahan
pasient/konsumen dalam konsunsi sediaan tersebut adalah terletak pada kepasifan
sistem pencernaan, dimana tergantung pada udara terperangkap dalam tablet.
Sebuah pendekatan untuk menghindari masalah ini terletak pada peningkatan
kekuatan mengambang dengan memasukkan natrium bikarbonat sebagai agen gas
membentuk tersebar, di HPMC matriks hidrogelnya.
Penggunaan polimer sintetis seperti asam metakrilat-metilmetakrilat,
kopolimer atau poli (vinil asetat) mengarah ke pembentukan matriks inert. Terlepas
dari penambahan bahan pembantu tablet umum seperti laktosa atau dikalsium fosfat,
profil pelepasan obat dari matriks polimer dapat disesuaikan oleh polimer
pencampuran dengan hidrofilisitas berbeda.
Selanjutnya, polimer campuran digunakan untuk meningkatkan kekerasan
tablet dan kemampuan untuk menghambat pelepasan obat. Sistem ini membengkak
hanya sampai batas tertentu. Dalam hubungan ini Kollidon SR dapat digunakan juga
untuk mengontrol pelepasan obat berbagai macam seperti Metformin HCl,
propranolol HCl, Diphenhydramine HCl dan diltiazem HCl. Bahab pembantu ini
sangat baik dan dapat digunakan sebagai eksipien untuk kompresi langsung,
sedangkan tablet ini ditandai dengan rendahnya kerapuhan dan kekuatan
menghancurkan tinggi pada kekuatan kompresi rendah selama tablet proses.
3.3. Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan di lakukan untuk mengetahui karakteristik sediaan sehingga
dapat di ketahui kualitas sediaan dan kemmapuan sediaan untuk bertahan di dalam
lambung. Evaluasi yang di lakukan pada sediaan meliputi pengujian distribusi
ukuran partikel, laju alir, uji keterapungan, uji daya mengambang, penentuan
kandungan obat serta uji pelepasan obat secara invitro (uji disolusi).
1. Distribusi Ukuran Paritkel
Penentuan distribusi ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui
distribusi ukuran granul yang dihasilkan dari proses granulisasi. Distribusi
ukuran partikel ditentukan dengan mengayak granul dengan ayakan ukuran
tertentu.
2. Laju Alir
Evaluasi laju alir dilakukan untuk mengetahui sifat aliran granul, terutama
untuk granul yang akan di masukkan ke dalam kapsul atau dicetak menjadi
tablet. Laju alir granul di tentukan dengan menggunakan alat flowmeter.
3. Uji Kandungan Obat
Uji kandungan obat dilakukan untuk mengetahui kadar obat yang
terkandung dalam suatu sediaan. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa
kandungan obat yang terdapat dalam sediaan sesuai dengan dosis yang di
tentukan agar dapat mmberikan efek terapeutik yang diinginkan.
Penetapan kadar granul dilakukan dengan menghancurkan granul
menjadi serbuk kembali, kemudian dilarutkan dalam HCl 0,1 N dan kadarnya
di tentukan dengan melihat serapannya dengan spektrofotometri UV-Vis.
4. Uji keterapungan
Uji keterapungan dilakukan untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan sediaan untuk mulai mengapung dan lamanya sediaan mengapung
dalam medium HCl 0,1 N. Semakin lama sediaan mengapung, maka semakin
lama sediaan dapat bertahan di lambung.
5. Uji daya mengembang
Uji daya mengambang dilakukan untuk mengetahui kekuatan
mengambang sediaan dengan polimer tertentu. Pada sediaan mengapung, uji
ini dilakukanuntuk mengetahui kekuatan mengambang polimer dalam
medium asam sehingga dapat membentuk lapisan gel yang akanmemrangkap
gas CO2 yang terbentuk.
6. Uji disolusi
Disolusi adalah suatu proses melarutnya bahan padat. Laju disolusi
di definisikan sebagai jumlah bahan aktif dari suatu sediaan padat yang
melarut persatuan waktu dalam kondisi temperatur dan suhu yang telah
terstandarisasi. Uji disolusi invitro dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah
obat yang terlarut dalam medium sehingga dapat menggambarkan profil
pelepasan obat di dalam tubuh. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju
pelepasan obat, antara lain:
1. Kelarutan obat yang dipengaruhi oleh struktur ,berat molekul, dan
Pka
2. Karakteristik polimer, seperti hidrofilisitas/lipofilisitas, berat
molekul, dan tortuitas.
3. Perbandingan antara polimer dan
obat dalam sediaan
BAB IV
PEMBAHASAN
Permasalahan yang timbul pada pembuatan tablet floating
No. Masalah Solusi1 Tempat Pelepasan Obat Untuk sediaan tablet oral, pelepasan obat
ada di tiga tempat yaitu : Lambung, Usus halus dan Usus Besar. Jadi pada saat akan membuat sediaan oral, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah tempat pelepasan obat.
2 Zat aktif tidak stabil karena adanya reaksi dengan cairan lambung (terdegradasi didalam saluran intestinal / kolon), kelarutannya rendah pada pH tinggi, zat yang dapat diabsorbsi secara cepat dilambung dan memiliki rentang absorbs yang sempit.
Dibuat dalam bentuk tablet oral dengan Floating sistem. Floating sistem merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah peningkatan gastric residence time (GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma.
3 Karakteristik tablet floating - Obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah atau hydrodynamically balanced system (HBS) memiliki bulk density yang lebih rendah dari cairan lambung.
- Mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung.
4 Bahan pembawa apa yang baik dalam pembuatan tablet floating
Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose atau bahan pembawa yang bersifat hidrofil (bahan takut air). Misalnya asam metakrilat-metilmetakrilat, kopolimer atau poli (vinil asetat).
5 Bahan dengan kepadatan rendah agar dapat mengapung dan meningkatkan erosi
Penambahan asam sitrat dan natrium bikarbonat.
BAB V
KESIMPULAN
a. Tablet floating adalah system dengan densitas yang kecil, yang memiliki
kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk
beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan
perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah
peningkatan gastric residence time (GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi
obat dalam plasma (Chawla et al., 2003).
b. Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks-matriks
hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS),
karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya
mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang dipermukaan bagian luar.
Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau
empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung
karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang
direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether
polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003).
c. Zat aktif yang digunakan dalam membuat sediaan tablet floting adalah zat aktif
yang digunakan untuk terapi lambung, tidak stabil karena adanya reaksi dengan
cairan lambung (terdegradasi didalam saluran intestinal / kolon), kelarutannya
rendah pada pH tinggi, zat yang dapat diabsorbsi secara cepat dilambung dan
memiliki rentang absorbs yang sempit.
Captopril merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam
pengobatan hipertensi dengan frekuensi penggunaan berulang kali dalam sehari,
karena itu kaptopril perlu diformulasikan dalam bentuk lepas lambat serta dicari
formula optimumnya. Captopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai
tiga jam dengan dosis sekali pakai 12,5-25 mg dua sampai tiga kali sehari, dosis
maksimum 150 mg sehari. Captopril mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi
pada pH usus, sehingga perlu diperhatikan strategi pengembangan tablet captopril
lepas lambat yang cukup kuat menahan pelepasan obat dan dapat bertahan dalam
lambung dalam waktu yang cukup lama, karena itu sediaan lepas lambat dari
captopril dianggap dapat memberikan manfaat yaitu dapat mengurangi frekuensi
pemberian obat sehingga kepatuhan pasien dapat ditingkatkan, keefektifan
pengobatan dapat tercapai, dan mengurangi efek samping (Seta et al., 1988).
d. Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding bentuk sediaan
konvensional, yaitu (Ansel et al, 1999):
- Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
- Mengurangi frekuensi pemberian
- Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien
- Mengurangi efek samping yang merugikan
- Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan
e. Sedangkan kerugian bentuk sediaan lepas lambat antara lain (Ballard, 1978):
- Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional
- Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas
secara cepat
- Sering mempunyai korelasi in vitro – in vivo yang jelek
- Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis
- Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di
saluran cerna
- Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba–tiba mengalami
keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh akan lebih sulit
dibanding sediaan konvensional
- Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500 mg)
f. Evaluasi Sediaan
1. Distribusi Ukuran Paritkel
2. Laju Alir
3. Uji Kandungan Obat
4. Uji keterapungan
5. Uji daya mengembang
6. Uji disolusi
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifullah S, T.N., Y. Syukri, R. Utami. 2007. Profil Pelepasan Propanolol HCl
dari Tablet Lepas Lambat dengan Sistem Floating Menggunakan Matriks
Methocel K15M. Majalah Farmasi Indonesia 18(1), 48-55.
2. Arora, S., J. Ali, A. Ahuja, R.K Khar, S. Baboota. 2005. Floating Drug Delivery
System: A Review. AAPS PharmSciTech. 06(03):E372-E390
3. Anonim, 2003, Gastro-retentive Drugs; A Review, 1-3
http://www.expresspharmapulse.com (diakses 15 September 2005).
4. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 1085.
5. Garg, S., and Sharma, S., 2003, Gastroretentive Drug Delivery Systems, Business
Briefing pharmatech, 160-164, http://www.touchbriefings.com (diakses 30
November 2005)
6. Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., Bariya, N. H., 2004, A More Relevant
Dissolution Method For Evaluation of Floating Drug Delivery System,
Dissolution Technologies, Vol. 11, Issue 4, 22-26.
7. Majalah Farmasi Indonesia, 18(1), 2007
8. Banker, G.S. and Anderson, N.R., 1986, Tablets, in: Lachman, L. Lieberman, H.A., and
Kanig, J.L. The Theory and Practise of Industrial Phar., 3rdEdition,
Marcel Dekker lnc., New York.
9. Higuchi, T., 1963, Mechanism of Sustained Reease Medication. Theoritical Analysis of
Rate of Release of Solid Drugs Disperse in Solid Matrices, J. Pharm.
Sci., 52, 1145-1149.
10. International Journal of PharmTech Research CODEN( USA): IJPRIF ISSN :
0974-4304 Vol.1, No.3, pp 754-763 , July-Sept 2009. “Formulation and
Evaluation of Effervescent Floating Tablet of Famotidine”.