Upload
ervinnanana
View
31
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penggunaan Serabut kelapa sebagai bahan sterefoam. Tugas Biomaterial saya
Citation preview
MAKALAH
APLIKASI SERAT SERABUT KELAPA BERMATRIK SAGU DAN GLISEROL
SEBAGAI PENGGANTI KEMASAN MAKANAN DARI STEROFOAM
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Biomaterial
Yang Dibina Oleh Rudianto Raharjo, ST. MT.
Disusun Oleh :
Ervin Lutfiana 125100500111009
Fitria Rizki Novitasari 125100501111009
Tri Wilujeng Wulandari 125100501111015
Rizky Amalia Yudha 125100507111009
Muhammad Abdul Ghani 125100507111013
BIOTEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 1
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 3
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4
2.1 Serabut Kelapa ................................................................................................................. 4
2.2 Proses Pre-treatment Serabut Kelapa ............................................................................... 5
2.3 Sagu.................................................................................................................................. 6
2.4 Pemlastis (Plasticizer) Gliserol ........................................................................................ 6
2.5 Langkah Percobaan .......................................................................................................... 7
2.6 Hasil Percobaan ............................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemasan pangan adalah wadah (pembungkus) yang dapat membantu mencegah atau
mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan yang dikemas. Saat ini, ada banyak jenis bahan
yang digunakan untuk mengemas makanan diantaranya adalah berbagai jenis plastik, kertas,
fibreboard, gelas, tinplate dan aluminium. Kemasan plastik tersebut terbuat dari beberapa
jenis polimer yaitu Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE),
Polipropilen (PP), Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara kemasan plastik
tersebut, salah satu jenis yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun
konsumen adalah jenis polistirena terutama polistirena foam.
Polistirena foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan
struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan
terdapat ruang antar butiran yang berisi udara lemak rendah atau tinggi. Kemasan polistirena
juga kini digunakan untuk kemasan yang kontak langsung dengan pangan berlemak seperti
produk mengandung air, asam atau tidak asam, mengandung minyak atau lemak bebas atau
berlebih, mengandung garam termasuk mengandung emulsi air dalam minyak dengan
kandungan lemak rendah atau tinggi.
Bahaya monomer stirena terhadap kesehatan setelah terpapar dalam jangka panjang,
antara lain: Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit
kepala, letih, depresi, disfungsi system, syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi dan
kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran dan neurofati periperal.
Beberapa penelitian epidemiologik menduga bahwa terdapat hubungan antara paparan stirena
dan meningkatnya risiko leukemia dan limfoma.
Dengan berkembangnya material biokomposit diharapkan mampu menjadi salah satu
alternatif material pengganti bahan kimia untuk produksi sterofoam yang tidak
membahayakan kesehatan, mempunyai sifat ringan, tahan korosi, dan sifat mekanisnya baik.
Keistimewaan lain adalah sifatnya yang renewable atau terbarukan. Sehingga mengurangi
penggunaan bahan kimia dan gangguan lingkungan hidup. Serat alami mempunyai banyak
kelebihan bila dibandingkan dengan serat lainnya. Kelebihan serat alami adalah dapat
terdegradasi secara alami (biodegradability), mempunyai karakteristik yang dapat
diperbaharui, ramah lingkungan, memiliki massa jenis yang rendah, dan mempunyai
3
kekuatan spesifik dan kekakuan yang tinggi daripada matriknya sehingga dapat memperbaiki
sifat mekanik pada komposit (Sergio N. Monteiro, 2005).
Salah satu serat alami yang berpotensi dijadikan biokomposit adalah serabut kelapa.
Indonesia merupakan salah satu penghasil tumbuhan kelapa terbesar di dunia. Oleh karena
itu, serabut kelapa yang boleh disebutkan sebagai limbah dapat dijadikan nilai ekomis
yang lebih tinggi.
2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dari makalah ini yaitu : Bagaimana
proses pembuatan pengemas dari serabut kelapa ini?
2.1 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Memberikan informasi tentang pengemas dari serabut kelapa.
2. Menjelaskan hasil analisa pembuatan pengemas dari serabut kelapa.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Serabut kelapa
Buah kelapa terdiri dari epicarp yaitu bagian luar yang permukaannya licin, agak
keras dan tebalnya ± 0,7 mm, mesocarp yaitu bagiantengah yang disebut sabut, bagian ini
terdiri dari serat keras yang tebalnya 3–5 cm, endocarp yaitu tempurung tebalnya 3–6 mm.
Sabut merupakan bagian tengah (mesocarp) epicarpdan endocarp. Sabut kelapa merupakan
bagian terluar buah kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan
terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat
halus sebagai bahan pembuat tali, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan
pengisi jok kursi/mobil dan papan hardboard. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg
sabut yang mengandung 30% serat.
Komposisi kimia sabut kelapa terdairi dari: selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter,
tannin, dan potasium.
Dilihat sifat fisisnya serabut kelapa terdiri dari :
a.Seratnya terdiri dari serat kasar dan halus dan tidak kaku.
b.Mutu serat ditentukan dari warna dan ketebalan.
c.Mengandung unsur kayu seperti lignin, suberin, kutin, tannin dan zat lilin.
Dilihat dari sifat mekanik serabut kelapa sawit:
a.Kekuatan tarik dari serat kasar dan halus berbeda.
b.Mudah rapuh.
c.Bersifat lentur.
Komposisi Serat Sabut Kelapa berdasarkan SNI yang dilakukan Sarana Riset dan
Standarisasi dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :
5
Sumber Sunario, 2008
Uji lignin dilakukan untuk mengetahui jumlah lignin dalam serat sabut kelapa. Lignin
adalah bagian yang terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel yang berfungsi sebagai
perekat antar sel, dan merupakan senyawa aromatik yang berbentuk amorf. Suatu komposit
akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik apabila mengandung sedikit lignin,
karena lignin bersifat kaku dan rapuh.
Morfologis Serat Sabut Kelapa
Uji morfologis bertujuan untuk mengetahui dimensi serat dan turunannya. Pengujian yang
dilakukan oleh Sunariyo, (2008) dihasilkan sebagai berikut :
2.2 Proses Pre-treatment Serabut Kelapa
Sebelum digunakan, serat kelapa diberikan perlakuan NaOH dengan konsentrasi 5%.
Menurut Kuncoro Diharjo (2006) pada komposit yang diperkuat dengan serat tanpa
perlakuan, maka ikatan (mechanical bonding) antara serat dan UPRs menjadi tidak sempurna
karena terhalang oleh lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Perlakuan NaOH ini
bertujuan untuk melarutkan lapisan di permukaan serat, seperti lignin, hemiselulosa, dan
kotoran lainnya. Dengan hilangnya lapisan ini maka ikatan antara serat dan matriks menjadi
lebih kuat, sehingga kekuatan mekanik komposit menjadi lebih tinggi khususnya kekuatan
tarik. Namun, perlakuan NaOH yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan pada unsur
selulosa. Padahal, selulosa itu sendiri sebagai unsur utama pendukung kekuatan serat.
Akibatnya serat yang dikenai perlakuan alkali terlalu lama mengalami degradasi kekuatan
6
yang signifikan sehingga kekuatannya semakin rendah. Adapun matrik yang akan digunakan
sebagai pengikat dalam biokomposit ini adalah adalah sagu (Metroxylon sagu Rottb).
2.3 Sagu
Sagu merupakan tanaman asli Indonesia.Tepung sagu mengandung amilosa 27% dan
amilopektin73%. Adapun keunggulan dari tanaman sagu adalah produktivitasnya sangat
tinggi dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lain. Sagu yang dikelola dengan
baik dapat mencapai 25 ton pati kering/ha/tahun. Produktivitas ini setara dengan tebu, namun
lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-
15 t/ha/tahun.Widiarto (2005) yang meneliti Film yang terbuat dari PVA murni maupun pati
sagu adalah jernih. Bagaimanapun, film yang diperoleh dari campuran keduanya adalah
sedikit gelap, dimungkinkan akibat daripada pemisahan fasa.Sedangkan sagu saja kekuatan
tariknya masih kurang tanpa campuran pemlastis. Dalam penelitian ini sagu dicampur gliserol
sebagai pemlastis. Muchrani Hasibuan (2009) yang meneliti biokomposit sagu dan gliserol
mempunyai kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan sagu tanpa campuran
gliserol.
2.4 Pemlastis (Plasticizer) Gliserol
Gliserol (1,2,3 propanatriol) (Gambar 3) adalah senyawa kimia yang tak berasa, tak
berbau, tak berwarna, kental, dan berasa manis yang dihasilkan dari senyawa-senyawa alami
seperti minyak nabati maupun minyak bumi. Istilah gliserol seringkali digantikan dengan
istilah gliserin. Secara harfiah kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, namun pada
tataran teknis istilah gliserin lebih diasosiasikan pada senyawa gliserol yang sudah
diencerkan dengan air (Pagliaro dan Rossi, 2010).
Gliserol merupakan satu dari senyawa kimia yang memiliki banyak kegunaan.Gliserol
dapat berperan sebagai pelarut, pemanis, pelembab, pengawet, serta bahan pengisi pada
produk-produk makanan.Gliserol mengandung tiga gugus hidroksi alkohol yang berperan
penting dalam sifat higroskopis dan sifat hidrofiliknya.Karakteristik khususnya sering
dimanfaatkan untuk rentang produk yang berbeda, mulai makanan, obat-obatan, kosmetik,
hingga toiletries (Pagliaro dan Rossi 2010).
Salah satu kegunaan gliserol yang cukup luas adalah sebagai pemlastis (plasticizer).
Efektivitas dan daya lubrikasinya yang baik ditambah sifatnya yang tidak beracun, semakin
memperluas jangkauan fungsionalnya (Pagliaro dan Rossi 2010).Contoh penggunaan gliserol
sebagai pemlastis adalah pada industri kertas di mana penambahan gliserol mampu
meningkatkan fleksibilitas, kelenturan, dan keteguhan permukannya (Pagliaro dan Rossi
2010).
7
Gliserol juga banyak digunakan sebagai pemlastis produk pati termoplastik sebagai
komponen substitusi air. Meskipun air memiliki sifat pemlastis untuk produk pati
termoplastik, penggunaannya akan memberikan dampak yang tidak diinginkan seperti
menyebabkan peningkatan kerapuhan (brittleness) dan retrogradasi produk yang terlalu cepat
(Janssen dan Moscicki 2006). Untuk itu, pemlastis alternatif yang digunakan haruslah
pemlastis yang memiliki viskositas yang cukup tinggi namun memiliki volatilitas yang cukup
rendah.Dua sifat tersebut ada pada gliserol.Penggunaan gliserol sebagai pemlastis dalam
produk pati termoplastik berfungsi sebagai perenggang antar molekul dan menurunkan
tingkat interaksinya satu sama lain (Janssen 2009).
Penggunaan gliserol sebagai pemlastis telah dilakukan sebelumnya oleh Lee (2009) di
mana gliserol dicampurkan pada komposit pati termoplastik pati sagu dan PE
(polietilen).Penggunaan tersebut terlihat memiliki pengaruh bagi pati termoplastik yang
dihasilkan dalam hal sifat mekanisnya.Selain itu, gliserol juga digunakan dalam pembuatan
pati termoplastik untuk dijadikan busa (Cha et al. 2000).Dalam pembuatan pati termoplastik,
konsentrasi gliserol yang umum digunakan adalah 30% (b/b).Hal ini mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Zullo dan Iannace (2009) serta Shi et al. (2007). Kedua penelitian
tersebut menggunakan bahan dasar yang sama berupa pati jagung untuk kemudian diolah
menjadi pati termoplastik. Selain itu Sreekumar et al.(2010) pernah melakukan penelitian
untuk mengidentifikasi pengaruh konsentrasi gliserol pada pati termoplastik berbahan dasar
campuran pati gandum dan serat sisal dengan menggunakan rentang konsentrasi 20% hingga
35% (b/b). Da Roz et al. (2006) mengemukakan bahwa destrukturisasi pati memerlukan daya
solvasi yang besar yang diperoleh melalui penambahan zat dengan proporsi gugus
hidroksilyang tinggi.Senyawa dengan proporsi gugus hidroksil yang tinggi ini berperan
mensolvasi granula sekaligus menciptakan serta mempertahankan sifat amorf pada
pati.Gliserol yangmengandung gugus hidroksil dalam hal ini berperan sebagai zat pemlastis
tersebut.
2.5 Langkah Percobaan
Bahan- bahan yang digunakan sebagai berikut : Sagu (Kanji), Serabut Kelapa,
Aquadest, Larutan NaOH, Gliserol
a. Mempersiapkan Serat Penguat Polimer
1. Serat serabut kelapa di jemur selama 3 hari untuk menghilangkan kadar air
2. Kemudian serabut kelapa di masak dengan NaOH 5% hingga keluar semua minyak
dalam serabut kelapa
8
3. Kemudian dicuci dengan air sampai pH 7 (netral). Kemudian di keringkan lagi selama
3 hari dengan suhu 35oC
4. Serabut kelapa siap di potong sesuai dengan panjangnya yaitu 3mm
b. Pembuatan Spesimen Uji
1. Dilakukan penimbangan serat serabut kelapa, dan sagu dengan fraksi volume yang
diinginkan. Penimbangan sejumlah massa sagu dan gliserol yang diinginkan
sesuai dengan prosentase.
2. Masukan pati sagu dalam blender dan larutan gliserol yang sudah sesuai dengan
prosentase yang diinginkan beserta serat serabut kelapa.
3. Setting suhu pada blender dengan suhu 70oC
4. Hidupkan blender dan mulailah pengadukan dengan lama pengadukan 25 menit.
5. Setelah selama 25 menit, tuangkan isi dari blender kedalam cetakan yang telah
disediakan.
6. Setelah cetakan terisi penuh dan spesimen menjadi agak dingin,spesimen dipress
dengan tekanan 10kg selama 2 menit.
7. Kemudian biarkan spesimen dingin dengan sendirinya dan di ambil dari cetakan.
8. Kemudian specimen dikeringkan dengan suhu 65C selama 24 jam di dalam Oven,
benar-benar kering siap untuk diuji.
9. Pengujian specimen menggunakan metode ASDM
Gambar Dimensi Spesimen
2.6 Hasil Percobaan
Perbandingan campuran antara sagu 90% dan gliserol 10% mempunyai
kompatibilitas tertinggi. Penggunaan 90% sagu dan 10% gliserol memberikan kekuatan
tarik lebih tinggi yaitu sebesar 2,96 Mpa dibandingkan dengan fraksi volume yang lain.
9
Pada fraksi volume 90% sagu dan 10% gliserol berada pada campuran titik
jenuh sehingga, molekul-molekul pemlastis hanya terdispersi dan berinteraksi antara
struktur rantai polimer dan menyebabkan rantai – rantai polimer sulit bergerak
karena halangan sterik. Hal inilah yang menyebabkan kekuatan tarik meningkat
disamping karena adanya gaya intermolekuler antara rantai pada sagu tersebut dan
grafik mengalami kenaikan yang signifikan. Tetapi ketika fraksi volume gliserol lebih
dari 10% akan mengakibatkan kekuatan tarik menurun. Hal ini terjadi karena titik
jenuh terlewati mengakibatkan sehingga molekul – molekul pemlastis yang berlebih
berada pada fase tersendiri yang berada di luar fase polimer dan akan menurunkan gaya
intermolekuler antara rantai polimer sagu. Dari dasar itulah prosentase gliserol yang
digunakan adalah 10%.
10
Perbandingan fraksi volume 45% Serabut kelapa, 10% gliserol dan, 45% sagu
menunjukkan tidak adanya serat serabut kelapa yang tercabut maupun putus.
Kenaikan kekuatan tariknya mencapai kekuatan tarik maksimum yaitu 4,744 Mpa
dengan kenaikan sebesar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa serat serabut kelapa
tersebar merata. Matrik sagu dapat menyelimuti serat secara menyeluruh. Sehingga
daya rekat matrik dengan menjadi baik. Akibatnya kekuatan ikatan antara matrik
dengan serat menjadi baik pula. Pada fraksi volume ini, kekuatan tarik material
biokomposit mencapai kekuatan tarik tertinggi. Patahan yang terjadi adalah jenis
patahan ulet. Karena banyaknya terjadi deformasi pada penampang spesimen serta
bentuk permukaan yang bergerigi dan memiliki lekukan-lekukan yang dalam.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Biokomposit yang berserat serabut kelapa dengan matrik sagu dan gliserol
berpotensi untuk dikembangkan lagi lebih lanjut sebagai material alternative
pengganti polistierene sebagai kemasan makanan.
2. Pada fraksi volume 45% Serabut kelapa, 10% gliserol dan, 45% sagu
mempunyai kekuatan tarik yang optimum yaitu sebesar 4,744 MPa. Nilai ini
mempunyai nilai kekuatan tarik yang lebih besar dari pada kekuatan tarik
polistierene sebesar 3,03 MPa.
12
DAFTAR PUSTAKA
Manurung. 2010. Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan. Diakses 2 Mei
2014. <http://jesri.purba.or.id/health/penggunaan-styrofoam-sebagai-kemasan-
pangan.html>
Monteiro, N. Sergio. et al. 2005. Mechanical Strength of Polyester Matrix Composite
Reinforced with Coconut Fiber Wastes. Revista Materia. Brazil.