Upload
qraen-uchen
View
28
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas Critical Review
Mata Kuliah Organisasi Internasional
Nama : SYARIF HUSEIN
NIM : 151080198
Apa Yang Dapat dipelajari ASEAN dari krisis yang menimpa Uni Eropa
Faktor ketidakpastian dan krisis utang Eropa yang berlanjut terus mendatangkan kekhawatiran
publik pada perekonomian dunia ke depan. Krisis utang Eropa yang dipicu dari tumbangnya
perekonomian Yunani menimbulkan efek domino terhadap negara-negara di kawasan tersebut.
Penularan krisis yang kemudian terjadi ke Spanyol, Portugal, dan terakhir merembet ke Italia,
dan mengakibatkan mundurnya Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi merupakan salah satu
tanda bahwa krisis makin memburuk. Memburuknya perekonomian di kawasan Eropa juga
disusul dengan melambatnya pemulihan ekonomi dan angka pengangguran di Amerika Serikat
yang mencapai 9%. Secara global, masalah ini jelas akan berpengaruh terhadap kondisi
ekonomi internasional.
Setidaknya ada 3 faktor yang dapat kita petik dari krisis yang melanda ZonaEropa saat ini :
Pertama, perbedaan dalam daya saing ekonomi Negara-negara anggota. Sebelum suatu negara
melepas jubah proteksi yang biasa digunakan untuk bertahan dalam masa sulit, selayaknya
mereka sudah mengukur daya saing yang dimilikinya. Apakah faktor-faktor daya saing yang
diperlukan dimiliki oleh pemangku kepentingan di tingkat nasional? Karena integrasi ekonomi
akan membawa suatau ekonomi (Negara) berhadapan dengan kekuatan ekonomi (Negara) lain
dalam system yang terintegrasi tersebut. Alhasil, akan selalu ada yang kalah dan menang. Yang
tidak mampu bersaing akan tereliminasi melalui hukum rimba mekanisme pasar. Karena
konsumen adalah raja dan slogan “aku cinta produk dalam negeri” hilang ditelan hangar bingar
dan hegemoni integrasi. Dampak nyata terhadap suatu ekonomi yang memiliki daya saing
rendah dan nekat melepas jubah proteksi secara massif adalah tingkat pengangguran tinggi,
pertumbuhan ekonomi mandek, rentan terkena resesi panjang dan rentan terjerat hutang
karena akumulasi defisit anggaran. Daya saing dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi,
diantaranya adalah kinerja ekonomi suatu negara termasuk kinerja ekspor, ketersedian sumber
daya termasuk bahan baku, kepemilikan teknologi produksi serta produktifitas. Kesemuanya
bermuara kepada tiga faktor yaitu efisiensi, inovasi dan sophistikasi (kecanggihan)
Kedua, kurangnya komitmen dari para pemimpin Uni Eropa. Tidak berjalanya fungsi kontrol
fiskal yang dikenal sebagai pakta stabilitas dan pertumbuhan Uni Eropa:
Kegagalan dari fungsi kontrol ini disebabkan antara lain oleh beberapa sebab. Diantaranya
adalah aturan main yang dikenakan adalah sama untuk semua Negara anggota yang notabene
memiliki tingkat kekuatan ekonomi yang berbeda. Negara-negara tidak bisa memberikan
respon cepat terhadap krisis karena semua harus didiskusikan dan dikoordinasikan dari pusat
(Frankfurt dan Brussel). Banyak negara yang melanggar ketentuan kriteria Mastricht tapi tidak
diberikan sangsi. Penetapan Kriteria Mastricht itu sendiri masih bisa diperdepatkan, apakah
kriteria yang digunakan tersebut sudah teruji. Misal apakah ada jaminan bahwa negara yang
memiliki ratio hutang dengan GDP yang kurang dari 60% akan memiliki pertumbuhan ekonomi
tinggi dan tingkat pengangguran yang rendah? Bisa jadi hutang yang banyak melebihi tingkat
yang ditentukan tapi disalurkan pada investasi yang pro pertumbuhan dan pro peluang kerja
justru akan dapat mencapai apa yang ditargetkan oleh pakta itu sendiri yakni stabilitas harga,
pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tingkat pengangguran yang rendah. Intinya adalah
walaupun harus terpaksa berhutang, penggunaan hutang tersebutlah yang harus dikontrol.
Apakah di korup? Apakah sudah digunakan secara efisien? Apakah sudah disalurkan kepada
program-program yang pro pertumbuhan dan pro peluang kerja sehingga kemampuan negara
debitur membayar kembali hutangnya lebih terjamin? Kurangnya kontrol dan lemahnya
pemberian sangsi sudah terjadi sejak tahun 2001 hingga krisis benar-benar membuka mata
dunia.
Alasan Ketiga, hilangnya kepercayaan kepada anggota Euro. Dana kohesi yang dikucurkan UE
yang bertujuan untuk mengurangi jurang perbedaan dari segi infrastruktur dan lapangan kerja
terbukti tidak efektif mengatasi ketertinggalan daerah periferi :
Hal ini bisa disebabkan oleh dana yang dikucurkan terlalu sedikit atau memang sumber daya
dan lokasi daerah tersebut tidak terlalu menggiurkan bagi investor untuk berinvestasi. Sehingga
investsi yang diharapkan mampu memompa pertumbuhan tidak kunjung datang meskipun
dana perbaikan infrastruktur sudah digelontorkan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Eurostat, rasio hutang pemerintah terhadap GDP dari
negara-negara Eropa meningkat dari 74.4% di tahun 2009 menjadi 80.0% di tahun 2010. Seperti
yang diperkirakan sebagai negara pemicu terjadinya krisis Eropa, Yunani adalah negara dengan
rasio hutang tertinggi yakni dengan rasio sebesar 142.8% dari hutang pemerintah terhadap
GDP, disusul dengan Italia (119.0%), Belgia (96.8%), Irlandia (96.2%), Portugal (93.0%), Jerman
(83.2%), Prancis (81.7%) Hungaria (80.2%), dan United Kingdom (80.0%). Rasio hutang terhadap
GDP yang tinggi dan ketidakmampuan beberapa negara untuk memperbaiki kondisi ekonomi
dan membayar hutang tersebut adalah salah satu pemicu terjadinya krisis eropa.
Perkembangan krisis eropa memang belum berhenti sampai di sini, saat ini para pemimpin
Eropa terutama Perdana Menteri Jerman, Angela Merkel, dan Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy,
tengah menggodok rancangan untuk dapat menyelesaikan krisis di wilayah eropa. Apakah Euro
Zone akan bertahan dan meneruskan keberhasilannya sebagai pelopor integrasi mata uang
seperti yang digadang-gadang selama ini, atau sebaliknya justru runtuh dan memicu krisis di
wilayah lain? Itulah pertanyaan yang masih harus dicermati perkembangannya, dan juga harus
tetap diperhatikan bagi pemerintah di kawasan ASEAN walaupun sejauh ini imbas dari krisis
yang terjadi belum terlalu mempengaruhi perekonomian di Negara-negara anggota ASEAN yang
cenderung stabil.
Bagi ASEAN, situasi krisis di Eropa memberikan pelajaran berharga karena merupakan
konsekuensi dari keterbukaan dan kerja sama ekonomi. Saat ini kita sedang menimang-nimang
ide Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) sebagai kelanjutan Asean-China Free Trade Agreement
(ACFTA). Kerja sama ini tentu diharapkan ke depan dapat mengatasi integrasi dengan hati-hati
dan tepat sasaran.
Secara singkat terdapat dua pelajaran yang dapat kita ambil dari fenomena Krisis yang
menimpa UE ini.
Pertama : Krisis Utang, Bahaya utang sangat besar bagi sistem ekonomi nasional. Dengan
mengubah utang menjadi ekuitas maka cost of fund akan semakin rendah dan risiko default
akan bisa dihindari. Dalam utang kita di Indoensia merasa agak tenang karena UU kita
membatasi jumlah utang negara tidak melebihi 2-3% dari GDP. Ini membuat pemerintah tidak
bisa sembarangan meraup dana utang dari pasar internasional, dari IMF, World bank maupun
dari G to G.
Kedua: Pembentukan mata uang tunggal khususnya yang direncanakan ASEAN misalnya harus
direncanakan lebih hati hati dan harus melihat dan mempelajari apa yang dialami oleh Uni
Eropa, sehingga krisis Euro yang terjadi saat ini bisa dihindari