5
Tugas Critical Review Mata Kuliah Organisasi Internasional Nama : SYARIF HUSEIN NIM : 151080198 Apa Yang Dapat dipelajari ASEAN dari krisis yang menimpa Uni Eropa Faktor ketidakpastian dan krisis utang Eropa yang berlanjut terus mendatangkan kekhawatiran publik pada perekonomian dunia ke depan. Krisis utang Eropa yang dipicu dari tumbangnya perekonomian Yunani menimbulkan efek domino terhadap negara- negara di kawasan tersebut. Penularan krisis yang kemudian terjadi ke Spanyol, Portugal, dan terakhir merembet ke Italia, dan mengakibatkan mundurnya Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi merupakan salah satu tanda bahwa krisis makin memburuk. Memburuknya perekonomian di kawasan Eropa juga disusul dengan melambatnya pemulihan ekonomi dan angka pengangguran di Amerika Serikat yang mencapai 9%. Secara global, masalah ini jelas akan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi internasional. Setidaknya ada 3 faktor yang dapat kita petik dari krisis yang melanda ZonaEropa saat ini : Pertama, perbedaan dalam daya saing ekonomi Negara-negara anggota. Sebelum suatu negara melepas jubah proteksi yang biasa digunakan untuk bertahan dalam masa sulit, selayaknya mereka

Tugas Critical Review

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Critical Review

Tugas Critical Review

Mata Kuliah Organisasi Internasional

Nama : SYARIF HUSEIN

NIM : 151080198

Apa Yang Dapat dipelajari ASEAN dari krisis yang menimpa Uni Eropa

Faktor ketidakpastian dan krisis utang Eropa yang berlanjut terus mendatangkan kekhawatiran

publik pada perekonomian dunia ke depan. Krisis utang Eropa yang dipicu dari tumbangnya

perekonomian Yunani menimbulkan efek domino terhadap negara-negara di kawasan tersebut.

Penularan krisis yang kemudian terjadi ke Spanyol, Portugal, dan terakhir merembet ke Italia,

dan mengakibatkan mundurnya Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi merupakan salah satu

tanda bahwa krisis makin memburuk. Memburuknya perekonomian di kawasan Eropa juga

disusul dengan melambatnya pemulihan ekonomi dan angka pengangguran di Amerika Serikat

yang mencapai 9%. Secara global, masalah ini jelas akan berpengaruh terhadap kondisi

ekonomi internasional.

Setidaknya ada 3 faktor yang dapat kita petik dari krisis yang melanda ZonaEropa saat ini :

Pertama, perbedaan dalam daya saing ekonomi Negara-negara anggota. Sebelum suatu negara

melepas jubah proteksi yang biasa digunakan untuk bertahan dalam masa sulit, selayaknya

mereka sudah mengukur daya saing yang dimilikinya. Apakah faktor-faktor daya saing yang

diperlukan dimiliki oleh pemangku kepentingan di tingkat nasional? Karena integrasi ekonomi

akan membawa suatau ekonomi (Negara) berhadapan dengan kekuatan ekonomi (Negara) lain

dalam system yang terintegrasi tersebut. Alhasil, akan selalu ada yang kalah dan menang. Yang

tidak mampu bersaing akan tereliminasi melalui hukum rimba mekanisme pasar. Karena

konsumen adalah raja dan slogan “aku cinta produk dalam negeri” hilang ditelan hangar bingar

dan hegemoni integrasi. Dampak nyata terhadap suatu ekonomi yang memiliki daya saing

rendah dan nekat melepas jubah proteksi secara massif adalah tingkat pengangguran tinggi,

pertumbuhan ekonomi mandek, rentan terkena resesi panjang dan rentan terjerat hutang

Page 2: Tugas Critical Review

karena akumulasi defisit anggaran. Daya saing dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi,

diantaranya adalah kinerja ekonomi suatu negara termasuk kinerja ekspor, ketersedian sumber

daya termasuk bahan baku, kepemilikan teknologi produksi serta produktifitas. Kesemuanya

bermuara kepada tiga faktor yaitu efisiensi, inovasi dan sophistikasi (kecanggihan)

Kedua, kurangnya komitmen dari para pemimpin Uni Eropa. Tidak berjalanya fungsi kontrol

fiskal yang dikenal sebagai pakta stabilitas dan pertumbuhan Uni Eropa:

Kegagalan dari fungsi kontrol ini disebabkan antara lain oleh beberapa sebab. Diantaranya

adalah aturan main yang dikenakan adalah sama untuk semua Negara anggota yang notabene

memiliki tingkat kekuatan ekonomi yang berbeda. Negara-negara tidak bisa memberikan

respon cepat terhadap krisis karena semua harus didiskusikan dan dikoordinasikan dari pusat

(Frankfurt dan Brussel). Banyak negara yang melanggar ketentuan kriteria Mastricht tapi tidak

diberikan sangsi. Penetapan Kriteria Mastricht itu sendiri masih bisa diperdepatkan, apakah

kriteria yang digunakan tersebut sudah teruji. Misal apakah ada jaminan bahwa negara yang

memiliki ratio hutang dengan GDP yang kurang dari 60% akan memiliki pertumbuhan ekonomi

tinggi dan tingkat pengangguran yang rendah? Bisa jadi hutang yang banyak melebihi tingkat

yang ditentukan tapi disalurkan pada investasi yang pro pertumbuhan dan pro peluang kerja

justru akan dapat mencapai apa yang ditargetkan oleh pakta itu sendiri yakni stabilitas harga,

pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tingkat pengangguran yang rendah. Intinya adalah

walaupun harus terpaksa berhutang, penggunaan hutang tersebutlah yang harus dikontrol.

Apakah di korup? Apakah sudah digunakan secara efisien? Apakah sudah disalurkan kepada

program-program yang pro pertumbuhan dan pro peluang kerja sehingga kemampuan negara

debitur membayar kembali hutangnya lebih terjamin? Kurangnya kontrol dan lemahnya

pemberian sangsi sudah terjadi sejak tahun 2001 hingga krisis benar-benar membuka mata

dunia.

Alasan Ketiga, hilangnya kepercayaan kepada anggota Euro. Dana kohesi yang dikucurkan UE

yang bertujuan untuk mengurangi jurang perbedaan dari segi infrastruktur dan lapangan kerja

terbukti tidak efektif mengatasi ketertinggalan daerah periferi :

Page 3: Tugas Critical Review

Hal ini bisa disebabkan oleh dana yang dikucurkan terlalu sedikit atau memang sumber daya

dan lokasi daerah tersebut tidak terlalu menggiurkan bagi investor untuk berinvestasi. Sehingga

investsi yang diharapkan mampu memompa pertumbuhan tidak kunjung datang meskipun

dana perbaikan infrastruktur sudah digelontorkan.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Eurostat, rasio hutang pemerintah terhadap GDP dari

negara-negara Eropa meningkat dari 74.4% di tahun 2009 menjadi 80.0% di tahun 2010. Seperti

yang diperkirakan sebagai negara pemicu terjadinya krisis Eropa, Yunani adalah negara dengan

rasio hutang tertinggi yakni dengan rasio sebesar 142.8% dari hutang pemerintah terhadap

GDP, disusul dengan Italia (119.0%), Belgia (96.8%), Irlandia (96.2%), Portugal (93.0%), Jerman

(83.2%), Prancis (81.7%) Hungaria (80.2%), dan United Kingdom (80.0%). Rasio hutang terhadap

GDP yang tinggi dan ketidakmampuan beberapa negara untuk memperbaiki kondisi ekonomi

dan membayar hutang tersebut adalah salah satu pemicu terjadinya krisis eropa.

Perkembangan krisis eropa memang belum berhenti sampai di sini, saat ini para pemimpin

Eropa terutama Perdana Menteri Jerman, Angela Merkel, dan Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy,

tengah menggodok rancangan untuk dapat menyelesaikan krisis di wilayah eropa. Apakah Euro

Zone akan bertahan dan meneruskan keberhasilannya sebagai pelopor integrasi mata uang

seperti yang digadang-gadang selama ini, atau sebaliknya justru runtuh dan memicu krisis di

wilayah lain? Itulah pertanyaan yang masih harus dicermati perkembangannya, dan juga harus

tetap diperhatikan bagi pemerintah di kawasan ASEAN walaupun sejauh ini imbas dari krisis

yang terjadi belum terlalu mempengaruhi perekonomian di Negara-negara anggota ASEAN yang

cenderung stabil.

Bagi ASEAN, situasi krisis di Eropa memberikan pelajaran berharga karena merupakan

konsekuensi dari keterbukaan dan kerja sama ekonomi. Saat ini kita sedang menimang-nimang

ide Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) sebagai kelanjutan Asean-China Free Trade Agreement

(ACFTA). Kerja sama ini tentu diharapkan ke depan dapat mengatasi integrasi dengan hati-hati

dan tepat sasaran.

Secara singkat terdapat dua pelajaran yang dapat kita ambil dari fenomena Krisis yang

menimpa UE ini.

Page 4: Tugas Critical Review

Pertama : Krisis Utang, Bahaya utang sangat besar bagi sistem ekonomi nasional. Dengan

mengubah utang menjadi ekuitas maka cost of fund akan semakin rendah dan risiko default

akan bisa dihindari. Dalam utang kita di Indoensia merasa agak tenang karena UU kita

membatasi jumlah utang negara tidak melebihi 2-3% dari GDP. Ini membuat pemerintah tidak

bisa sembarangan meraup dana utang dari pasar internasional, dari IMF, World bank maupun

dari G to G.

Kedua: Pembentukan mata uang tunggal khususnya yang direncanakan ASEAN misalnya harus

direncanakan lebih hati hati dan harus melihat dan mempelajari apa yang dialami oleh Uni

Eropa, sehingga krisis Euro yang terjadi saat ini bisa dihindari