24
.1 Dimensi Manusia Manusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan kedudukan yang sangat mulia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai : (1). abdullah, (2). an-nas, (3). al insan, (4). al basyar dan (5). khalifah. Misalkan sebagai khalifah dimuka bumi sebagai pengganti Tuhan manusia disini harus bersentuhan dengan sejarah dan membuat sejarah dengan mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dan dengan di semangati nilai-nilai trasendensi. Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai hamba. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang dan saling berkerjasama dalam rangka memakmurkan bumi. Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa syukur terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada hakikatnya tujuan manusia dalam menjalankan kehidupannya mencapai perjumpaan kembali dengan Penciptanya. Perjumpaan kembali tersebut seperti kembalinya air hujan kelaut. Kembalinya manusia sesuai dengan asalnya sebagaimana dalam dimensi manusia yang berasal dari Pencipta, maka ia kembali kepada Tuhan sesuai dengan bentuknya, misalkan dalam bentuk imateri maka kembali kepada pencinta dalam bentuk imateri sedangkan unsur materi yang berada dalam diri manusia akan kembali kepada materi yang membentuk jasad manusia. Perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam tahapan nafs, yang spiritual dikarenakan nafs spiritual yang sangat indah dan Tuhan akan memanggilnya kembali nafs tersebut bersamanya. Nafs yang dimiliki oleh manusia merupakan nafs yang terbatas akan kembali bersama nafs yang mutlak dan tak terbatas, dan kembalinya nafs manusia melalui ketauhidan antara iman dan amal sholeh. Oleh karena itu manusia adalah mahkluk bertuhan. (Asy’ari, 1999). Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana pada tahap ini semua unsur membentuk kesatuan diri yang aktual, kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada dalam perbuatan dan amalnya. Secara konseptual manusia lebih baik karena manusia memiliki pengetahuan, kecerdasan, kemampuan dan kreatif. Pada tahapan naf, hakekat manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada tauhid, hakekat manusai dan fungsinya manusia

tugas ddp.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tgs

Citation preview

Page 1: tugas ddp.docx

.1 Dimensi ManusiaManusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan kedudukan yang

sangat mulia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai  : (1). abdullah, (2). an-nas, (3). al insan, (4). al basyar dan (5). khalifah. Misalkan sebagai khalifah dimuka bumi sebagai pengganti Tuhan manusia disini harus bersentuhan dengan sejarah dan membuat sejarah dengan mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dan dengan di semangati nilai-nilai trasendensi. Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai hamba. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang dan saling berkerjasama dalam rangka memakmurkan bumi. Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa syukur terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan.

Pada hakikatnya tujuan manusia dalam menjalankan kehidupannya mencapai perjumpaan kembali dengan Penciptanya. Perjumpaan kembali tersebut seperti kembalinya air hujan kelaut. Kembalinya manusia sesuai dengan asalnya sebagaimana dalam dimensi manusia yang berasal dari Pencipta, maka ia kembali kepada Tuhan sesuai dengan bentuknya, misalkan dalam bentuk imateri maka kembali kepada pencinta dalam bentuk imateri sedangkan unsur materi yang berada dalam diri manusia akan kembali kepada materi yang membentuk jasad manusia. Perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam tahapan nafs, yang spiritual dikarenakan nafs spiritual yang sangat indah dan Tuhan akan memanggilnya kembali nafs tersebut bersamanya. Nafs yang dimiliki oleh manusia merupakan nafs yang terbatas akan kembali bersama nafs yang mutlak dan tak terbatas, dan kembalinya nafs manusia melalui ketauhidan antara iman dan amal sholeh. Oleh karena itu manusia adalah mahkluk bertuhan. (Asy’ari, 1999).

Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana pada tahap ini semua unsur membentuk kesatuan diri yang aktual, kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada dalam perbuatan dan amalnya. Secara konseptual manusia lebih baik karena manusia memiliki pengetahuan, kecerdasan, kemampuan dan kreatif. Pada tahapan naf,  hakekat manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada tauhid, hakekat manusai dan fungsinya manusia sebagai ‘adb dan khalifah dan kesatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk pada tahapan nafs secara aktual. (Asy’ari, 1999).

Manusia secara prinsipil adalah makhluk yang bersifat moral yang di dalamnya mengandung suatu usaha. Di sinilah manusia perlu menerima dunia di luar dirinya. Sikap ini menjadikan manusia menyadari dirinya dan melakukan berbagai usaha. Manusia pada umumnya mengacu kepada hakikat manusia itu sendiri. Menurut Kierkegaard, manusia adalah keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Akan tetapi eksistensi manusia bukanlah suatu “ada” melainkan suatu “menjadi”, yang mengandung di dalamnya suatu perpindahan, yaitu perpindahan dari “kemungkinan” ke “kenyataan”. Eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Tiap eksistensi memiliki cirinya sendiri yang khas. Kierkegaard membedakan adanya 3 bentuk eksistensi, yaitu : (1) bentuk estetik, (2) bentuk etis dan (3) bentuk religius. (Abidin, 2000)

Berdasarkan urian tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi manusia adalah : (1) manusia sebagai mahkluk individu, (2) manusia sebagai mahkluk sosial, (3) manusia sebagai mahkluk susila, dan (4) manusia sebagai mahkluk bertuhan.

Page 2: tugas ddp.docx

1). Manusia sebagai mahkluk individu.Tidak ada manusia yang diciptakan sama dimuka bumi ini, manusia berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap orang bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, atas pikiran, perasaan, pilihan dan prilakunya. Kesadaran manusia akan diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala yang ada, merupakan pangkal segala kesadaran terhadap sesuatu (eksistensi diri). Menurut Zanti & Syahrun (1991) eksistensi diri tersebut meliputi : (1) percaya diri, (2) harga diri, (3) egoisme, (4) martabat, (5) persamaan dan perbedaan kepribadian. Manusia secara individu ingin memenuhi kebutuhan dan kehendaknya masing-masing, ingin mengaktualkan dan merealisasikan dirinya dalam artian ia memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Setiap individu akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan jati dirinya yang berbeda dengan yang lainnya. Tidak ada manusia yang ingin menjadi orang lain, dia tetap ingin menjadi “aku”-nya sendiri, sehingga ia sadar akan individualitasnya. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri tersebut merupakan perwujudan individualitas manusia.

2). Manusia sebagai mahkluk sosialManusia lahir kedunia dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, ia lahir dalam keadaan tidak berdaya. Namun, bersamaan dengan itu ia lahir memiliki potensi kemanusiaan berupa kekuatan pendengaran, penglihatan, budi dan nurani.  Potensi kemanusiaan tersebut merupakan modal dasar bagi manusia untuk berkembang menjadi dirinya sendiri. Dalam proses pengembangan potensi kemanusiaan yang dimilikinya, tidak akan berlangsung secara ilmiah dengan sendirinya, tetapi ia membutuhkan manusia lainnya diluar dirinya sendiri, seperti dengan ibunya, dengan ayahnya maupun dengan saudara-saudaranya dan masyarakat lingkungannya. Anak akan menjadi manusia jika ia hidup bersama-sama dengan manusia lain diluar dirinya. Semua ini menunjukkan bahwa manusia adalah mahkluk sosial (Sadulloh, 2009). Perwujudan manusia sebagai mahkluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tidak pernah ada manusia yang mampu hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling ketergantungan, berhubungan dan saling membutuhkan. Bahwa untuk hidup dalam artian yang benar-benar manusiawi maka setiap orang harus hidup bersama dengan orang lain. Esensi manusia sebagai mahkluk social ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan potensi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab serta kewajibannya di dalam kebersamaan (Kilpatrick, 1999).

3). Manusia Sebagai Mahkluk SusilaManusia yang lahir dilengkapi dengan kata hati atau hati nurani, sehingga memiliki potensi untuk dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk, sehingga ia memiliki pengetahuan. Manusia sebagai mahkluk susila mampu memikirkan dan menciptakan norma-norma untuk mengatur hidupnya baik kehidupan pribadi maupun sosialnya. Manusia merupakan mahkluk yang mampu memahami nilai-nilai susila dan mampu mengambil keputusan susila serta sekaligus ia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya terhadap perbuatan susila dan perilakunya. Manusia bukan hanya organisme yang hanya mengetahui melainkan juga organisme yang mampu menilai perbuatan susila baik dirinya sendiri maupun orang lain. Manusia susila adalah manusia yang memiliki, menghayati dan melakukan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia mampu mengkristalisasikan dan mengintegrasikan nilai-nilai yang tumbuh dalam pengalaman hidupnya, menyatu dengan penghayatan nilai pribadinya menjadi suatu pandangan hidup yang tersusun secara sistematis dalam suatu system nilai.

Page 3: tugas ddp.docx

Pandangan manusia sebagai mahkluk susila didasari oleh kepercayaan bahwa budi nurani manusia memiliki potensi dasar nilai. Kesadaran manusia akan nilai tidak dapat dipisahkan dengan realitas social karena fungsinya nilai-nilai dan efektifnya nilai-nilai hanya berada dalam kehidupan social. Jadi, kesusilaan dan moralitas merupakan fungsi social, sehingga setiap hubungan social mengandung fungsi susila atau hubungan moral. Tidak ada hubungan sosial tanpa hubungan susila dan sebaliknya (Noorsyam, 1984).

4). Manusia Sebagai Mahkluk BertuhanManusia merupakan mahkluk yang memiliki potensi dan mampu mengadakan komunikasi dengan Tuhan sebagai Maha Penciptaan Alam. Manusia adalah mahkluk yang sadar akan dirinya sendiri, sadar akan keterkaitannya dengan kehidupan sosial dan sadar akan fungsi nilai susila dalam kehidupan pribadi dan sosial dan lebih meningkat lagi manusia adalah mahkluk yang sadar akan adanya suatu kekuatan yang berada diluar dirinya, yang menguasai jagad raya dan mengaturnya, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Manusia memiliki kesadaran atas adanya Tuhan, karena manusia terlahir ke dunia atas kebesaran pencipta-Nya. Dengan kesadaran akan adanya Tuhan dalam hidupnya, manusia akan mempertimbangkan segala bentuk hubungan vertikal dengan-Nya. Manusia sadar bahwa Tuhan yang menganugrahkan ajaran-ajaran-Nya kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman dalam memperoleh keselamatan hidupnya. Selain menyadari nilai-nilai susila secara horizontal juga menyadarinya secara vertikal yang bersumber dari Tuhan, yang selanjutnya dimanisfestasikan dalam aturan ataupun ajaran-ajaran agama (Asy’ari, 1999).       2.2 Hakikat dan Tujuan Pendidikan

Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara luas, yakni pendidikan adalah memberikan bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Menurut Langeveld (1961) bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Secara sempit menurut Riva’i & Murni (2009) pendidikan adalah proses secara sistematis untuk mengubah tingkah laku seseorang kearah yang lebih baik.

Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan bagi peranannya dimasa yang akan datang, dan menurut pasal 3 dalam Undang-Undang tersebut, menyatakan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan undang-undang tersebut bahwa dengan adanya pendidikan, maka diharapkan akan terciptanya sumber daya manusia yang unggul, cerdas dan bermartabat yang dapat mengisi dan membangun bangsa. Pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan tersebut. Pendidikan pada hakikatnya mencakup kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Istilah mendidik menunjukkan usaha yang lebih ditujukan pada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan dan lain-lain. Sedangkan mengajar berarti memberikan pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektual manusia. Sedangkan melatih merupakan suatu usaha untuk memberikan keterampilan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga akan terjadi suatu pembiasaan dalam bertindak.

Page 4: tugas ddp.docx

Oleh karena itu, pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perorangan maupun kelompok. Oleh karena manusia pada hakikatnya adalah mahkluk individu, mahkluk sosial, mahkluk susila dan mahkluk bertuhan maka dalam menentukan tujuan pendidikan harus mengandung nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, religi, ideologi dan sebagainya, menurut Hummel (1977) ada beberapa nilai yang harus diperhatikan, diantaranya : (1). autonomy, yakni memberikan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan secara maksimal kepada individu maupun kelompok untuk dapat hidup mandiri, hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik, (2) equity (keadilan), yaitu memberikan kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan berkehidupan ekonomi dengan memberikannya pendidikan dasar yang sama, dan (3) survival, yaitu dengan pendidikan akan menjamin pewaris budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya

Berdasarkan ketiga nilai tersebut di atas, bahwa pendidikan harus sadar bahwa ia bukan satu-satunya yang berhak untuk mendidik manusia. Pendidikan tidak boleh memaksa manusia (anak) untuk mengikuti atau menuruti segala kehendaknya, karena dalam diri manusia ada suatu prinsip pembentukan dan pengembangan yang ditentukan oleh dirinya sendiri. Pendidikan harus menghormati manusia sebagai mahkluk individu, berkarakteristik, berkepribadian dan memiliki keunikan, serta martabat. Oleh karena itu, fungsi pendidikan harus dapat membantu manusia individual menjadi manusia yang memiliki kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan, menghormati berbagai perbedaan maupun keberagaman suku, ras, golongan maupun agama tanpa harus menghilangkan indentitas keperibadian individualitasnya karena kehidupan sosial merupakan suatu realitas yang sama seperti kehidupan individu itu sendiri.

Demikian sebaliknya, pendidikan harus mampu mengubah manusia sosial menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang mantap dan utuh, tidak gampang terpengaruh (terpropokasi) akan tindakan yang melanggar norma dan nilai-nilai etika dan norma-norma kesusilaan, karena manusia adalah mahkluk susila. Tiada hubungan sosial tanpa hubungan susila dan hubungan susila tanpa hubungan sosial. Kesadaran manusia akan nilai-nilai ksesusilaan juga tidak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, karena fungsinya nilai-nilai atau keefektifan nilai-nilai hanya berada dalam kehidupan sosial, sehingga setiap hubungan sosial mengandung fungsi susila atau hubungan moral.  

Karena pendidikan akan mencakup mendidik, pengajaran dan pelatihan berbagai keterampilan, pengetahuan dan kecakapan maka pendidikan juga harus mampu membawa manusia mendalami, menghayati dan membangun nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan (manusia yang religi) hingga ke dalam kepribadiannya maupun kehidupan sosialnya, sehingga dalam setiap perbuatannya tidak akan terlepas dari nilai-nilai agama yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dimensi manusia sebagai makhluk

Dimensi manusia sebagai makhluk individu atau sebagai makhluk pribadi (Individual being)

Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi adalah kenyataan yang paling jelas dalam kesadaran manusia.Tidak ada orang yang dilahirkan persis sama dengan orang lain walaupun mereka yang lahir

Page 5: tugas ddp.docx

kembar. Demikian pula dengan apa yang mereka alami dan yang mereka peroleh dari lingkungan yang luas yang selama proses perjalanan hidup dan kehidupannya. Tiap orang memiliki sifat kepribadiannya sendiri.Makna individualitas itu adalah berupa sifat kemandirian, sifat otonom (kebebasan) dan sifat untuk tiap pribadi. Makin sadar manusia akan diri sendiri, sesungguhnya makin sadar pula akan kesemestaan, dan makin sadar bahwa dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dari kesemestaan itu.Dengan kesadaran akan kesemestaan ini, timbullah kesadaran akan posisi pribadinya untuk mengalami antar hubungan dan antar aksi dengan konsekuensi bahwa dirinya harus mengakui adanya hak dan kewajiban, adanya norma-norma moral, adanya nilai-nilai sosial dan nilai-nilai supernatural yang harus diperhatikan.Bahwa anak ingin menjadi seorang (manusia) pribadi dalam arti pribadinya sendiri. Tiap pengaruh yang datang/dialaminya baik yang sengaja atau yang tidak disengaja akan diolahnya, diseleksi, dipertimbangan dan dikembangkan dengan sangat pribadi sampai menjadi bagian dari dirinya sendiri. Tidak ada orang yang sungguh-sungguh ingin menjadi orang lain.Dalam pendidikan maka peserta didik harus diakui dan diperlakukan sebagai individu (pribadi) yang ideal. Pengakuan dan perlakuan peserta didik sebagai individu juga tertuang dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 Bab VI pasal 23 ayat 1; Pasal 24 ayat 1, 2, 6 dan 7 serta Pasal 26.Bab VI Pasal 23 ayat 1 “Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik”.Penjelasan : Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didik. Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan yang lain dalam jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keleluasaan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut pelajar, murid atau siswa dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa. Peserta didik dalam jalur pendidikan luar sekolah disebut warga belajar.Bab VI Pasal 24 ayat 1 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya”.Bab VI Pasal 24 ayat 2 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan”.Bab VI Pasal 24 ayat 6 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan”.Bab VI Pasal 24 ayat 7 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat”.Bab VI Pasal 26 “Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat”.Penjelasan : Setiap warga negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam

Page 6: tugas ddp.docx

mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia. Tetapi tidak diharapkan terus menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Penilaian pendidikan berkelanjutan tersebut dimungkinkan melalui ujian persamaan atau ekstranci. Warga negara yang belajar mandiri dapat diberi kesempatan untuk menempuh ujian persamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk individuSebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan sekedar tindakan instingtip tetapi selalu bertindak atas pilihannya sendiri dan harus dapat dipertanggungjawabkan atas kesesuaiannya dengan norma-norma/nilai/aturan/adat istiadat yang berlaku. Untuk ini pendidikan harus berusaha mengembangkan kemampuan memperoleh norma dan nilai (kognitip terhadap nilai/norma) kemampuan menentukan sikap terhadap norma/nilai efektif, mampu menentukan pilihan dan sanggup untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan norma/nilai yang baik yang telah dipilihnya tersebut (segi afektip terhadap norma/nilai). Individu harus mampu dan mau melakukan perbuatan yang baik (aspek psiko-motorik dalam norma dan nilai).Untuk dapat dan mampu “berdiri sendiri” (tidak terlalu tergantung dan menggantungkan diri dari orang lain), maka manusia harus memiliki akal/pikiran yang baik, kemauan yang kuat, perasaan yang halus matang dan mantap, sehat jasmani kuat (energik). Karena itu pendidikan harus berusaha untuk membantu pengembangan kemampuan-kemampuan kognitip pada umumnya, melalui berbagai pembelajaran terkait, seperti bidang ilmu pengetahuan dan cara-cara memperolehnya. Pendidikan harus berusaha mewujudkan berbagai kegiatan dan perasaan.Untuk dapat menolong diri sendiri, manusia harus memiliki berbagai ketrampilan yang didukung oleh pengetahuan dan kemauan, kretaif dan ulet. Pendidikan dapat memberikan berbagai pendidikan ketrampilan (vocational education), dari bentuk-bentuk ketrampilan sederhana, ketrampilan teknis maupun profesional.Dapat disimpulkan bahwa untuk pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk individu dapat diupayakan melalui pendidikan yang mengacu kepada pengembangan bidang afektip, kognitip dan psikomotorik (bidang sikap, pengenalan dan ketrampilan).Situasi yang dapat membawa perkembangan kapasitas individual adalah hal-hal yang terkait dengan health, intelectual power, responsibility for moral choices dan aesthetic expression appreciation.

Dimensi manusia sebagai makhluk sosial (Social being)

Manusia memiliki potensi sosial yang dibawa sejak lahir, tumbuh dan berkembang dalam phenomena kehidupannya sehingga menjadi kesadaran sosial.Bahwa untuk hidup dalam artian yang benar-benar manusiawi, orang harus dalam konteks hidup bersama dengan orang lain. Manusia memerlukan bantuan orang lain dari sejak kelahirannya sampai saat-saat menjelang ajalnya, baik bantuan langsung maupun tidak langsung. Realita kehidupan manusia dalam kebersamaannya (kesemestaannya) berada pada kondisi interdependensi dan interaksi, hal ini memungkinkan terjadinya saling asah, saling asih dan saling asuh, yang menjadi pendorong proses perkembangan dirinya.Pada waktu dilahirkan manusia telah memerlukan “Biolosical helpness” yaitu pertolongan yang memungkinkan untuk kelangsungan hidupnya. Peristiwa ini yang memaksa anak untuk bersosialisasi dengan orang lain.Manusia memiliki potensi untuk menjalin hubungan dengan orang lain untuk memenuhi

Page 7: tugas ddp.docx

kebutuhan untuk hidup berkelompok. Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup tanpa pertolongan orang lain. Dalam kehidupan nyata manusia berada dalam kebersamaan, baik sebagai anggota keluarga, anggota kelompok sebaya, warga masyarakat, warga negara, warga pemeluk suatu agama maupun anggota dari bentuk-bentuk kelompok yang lain.Sifat interdependensi merupakan sifat inherent kesadaran sosial. Interdependensi tidak hanya dalam bidang material-ekonomis untuk pemenuhan kebutuhan biologis-jasmaniah saja, tetapi juga menyangkut bidang moral-spiritual. Idealnya hidup bersama itu adalah adanya bentuk-bentuk interdependensi dan interaksi yang harmonis, rukun dan sejahtera. Untuk ini maka tiap-tiap individu harus rela mengorbankan sebagian dari hak individualitasnya demi kepentingan bersama agar tidak mengalami kebersamaan yang disharmonis. Namun demikian kehidupan individu dalam kebersamaan itu tidak usah kehilangan identitas, dan tidak harus menonjolkan individualitasnya.Sebagai perwujudan kebersamaan, yang tampak adalah identitas sosial dengan sifat pluralitasnya, identitas sosial ini mengatasi identitas individu-individu di dalamnya. Dimensi manusia sebagai makhluk sosial ini juga tercermin dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 Bab II Pasal 4, Bab V Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1); Bab VI Pasal 24 ayat 3; Pasal 25 ayat 1.Bab II Pasal 4 “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.Bab V Pasal 15 ayat 1 “Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi”.Penjelasan : Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya 3 (tiga) tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat.Bab V Pasal 16 ayat 1 “Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian”.Bab VI Pasal 24 ayat 3 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk: (a) ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku; (b) mematuhi semua peraturan yang berlaku; (c) menghormati tenaga kependidikan; (d) ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan”.Penjelasan : Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada dasarnya peserta didik ikut

Page 8: tugas ddp.docx

menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan yang jumlahnya ditetapkan menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik. Pada jenjang pendidikan yang dikenakan ketentuan wajib belajar, biaya penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Pemerintah sehingga peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan. Peserta didik pada jenjang pendidikan lainnya yang ternyata memiliki kecerdasan luar biasa tetapi tidak mampu ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dapat dibebaskan dari kewajiban tersebut. Pembebanan biaya tambahan yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan belajar- mengajar tidak dibenarkan.

Pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk sosialKehidupan sosial/budaya manusia dimungkinkan oleh adanya bahasa sebagai alat komunikasi (termasuk bahasa, simbol dan gerak).Untuk pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk sosial diperlukan adanya pengalaman (langsung atau tidak langsung), terutama pengalaman yang dapat menumbuh-kembangkan kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi dan kesadaran ekologi. Komunikasi menjembatani adanya interaksi dan interdependensi.Secara umum pendidikan untuk mengembangkan manusia sebagai makhluk sosial bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai social understanding, social attitude dan social skill.Kesadaran sosial (social understanding) dapat dikembangkan melalui pengalaman belajar dalam bidang ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, ekonomi, sosiologi, geografi, antropologi, kewarganegaraan (ilmu-ilmu tersebut difungsikan menjadi bidang studi IPS).Lebih jauh lagi pengembangan manusia sebagai makhluk sosial juga bertujuan untuk membantu manusia agar memperoleh kehidupan yang baik di dalam masyarakat (lingkungan sosialnya). Karena itu pendidikan harus berorientasi pada fungsi sosial sehingga perlu diadakan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan: self preservation, securing necesseries of life, rearing and diciplining of spring, maintenance of proper social and political relations, miscellaneous activities which make up the leasure part of life, devote to the gratification of the tastes and feelings.Kegiatan-kegiatan praktis yang dapat menjadi sarana pendidikan sosialitas manusia seperti: diskusi, bakti sosial, study club, camping, berorganisasi, bermain peranan, berkoperasi, KKN, tolong menolong, dan lain-lain.

Dimensi manusia sebagai makhluk susila (Moral being)

Budi nurani manusia adalah sadar nilai dan menjunjung tinggi norma dan sebagai pendukung kesadaran susila (sense of morality). Adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai dan berfungsinya nilai-nilai hanya ada dalam kehidupan sosial. Berarti kesusilaan dan moralitas adalah fungsi sosial. Moralitas merupakan dasar fundamental yang membedakan kehidupan sosial manusia dari kehidupan bersama makhluk-makhluk infra human.Setiap hubungan sosial manusia selalu mengandung hubungan moral. Hubungan sosial manusia dalam arti luas mencakup hubungan horizontal dan hubungan vertikal. Hubungan horizontal adalah hubungan antar sesama manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedang hubungan vertikal adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, bersifat transcendental.

Page 9: tugas ddp.docx

Manusia yang berkepribadian etik adalah manusia yang dalam tindakannya selalu memilih yang baik sesuai dengan penerangan budinya. Tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajad manusia, jadi tidak mengurangi atau menentang kemanusiaannya.Kesusilaan harus dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Kesadaran moral sebagai dasar kesusilaan pada manusia tumbuh dan berkembang dari tingkat kesadaran pra-moral sampai ke kesadaran moral yang mantap. Untuk ini pendidikan dapat memberikan kontribusi yang besar.Ketentuan-ketentuan yang terkait dengan dimensi manusia sebagai makhluk susila seperti yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 Bab VI Pasal 24 ayat 1; Pasal 25 ayat 1 butir 2, 3 dan 4; Bab VII Pasal 31.Bab VI Pasal 24 ayat 1 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 butir 2 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk mematuhi semua peraturan yang berlaku”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 butir 3 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk menghormati tenaga kependidikan”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 butir 4 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan”.Bab VII Pasal 31 “Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk : (1) membina loyalitas pribadi dan peserta, didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945; (2) menjunjung tinggi kebudayaan bangsa; (3) melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian; (4) meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa; (5) menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa dan negara”.Penjelasan : butir 3. Pelaksanaan tugas dengan penuh tanggung jawab termasuk keteladanan dalam menjalankan tugas.

Pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk susilaHanya manusialah yang dapat menghayati norma/nilai kesusilaan (etika) dalam kehidupannya. Norma/nilai kesusilaan itu dipergunakan untuk menetapkan tingkah laku mana yang tergolong susila (etis) dan tingkah laku mana yang tergolong tidak susila. Apa yang akan terjadi seandainya tingkah laku manusia itu tidak berdasar norma/nilai kesusilaan, tentunya akan kacau seperti kehidupan binatang dan berlaku sekehendaknya.Melalui pendidikan diusahakan agar manusia tumbuh dan berkembang menjadi manusia pendukung norma dan nilai kesusilaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma dan nilai diharapkan menjadi milik (manunggal dengan individu) dan selalu dipersonifikasikan dalam setiap tingkah laku/perbuatannya.Proses internalisasi norma kadang-kadang terjadi dengan “paksaan” dari masyarakat, karena masyarakat sendiri akan merasa kawatir kalau ada individu yang tidak mematuhi norma kesusilaan akan dapat mengganggu ketenteraman/kestabilan dan kemajuan masyarakat tersebut. Apalagi kalau sebagian anggota masyarakat sudah tidak mematuhi norma/nilai kesusilaan, jelas akan hancurlah kehidupan masyarakat tersebut.Pendidikan kesusilaan (sering juga disebut pendidikan moral) pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan manusia yang susila, manusia yang berwatak luhur, manusia yang berbuat sesuai dengan kata hati yang murni. Pendidikan kesusilaan mencakup:a). Pembentukan pengertian, understanding, kesadaran akan norma/nilai kesusilaan (pembentukan domain kognitip tentang norma dan nilai).

Page 10: tugas ddp.docx

b). Pembentukan sikap mental yang positip terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan etika, dengan bersikap negatif untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan etika.c). Memberikan pengalaman/latihan untuk perbuatan-perbuatan yang susila sampai menjadi karakteristik bagi tingkah lakunya.Meskipun kita mengenal berbagai kriteria tentang kesusilaan, tetapi sebagai pegangan/pedoman pendidikan etika di Indonesia adalah kriteria berdasar pandangan hidup/falsafah Pancasila. Pelajaran-pelajaran/pendidikan di sekolah seperti PMP, Agama, budi pekerti dan sopan santun dapat menjadi sarana pendidikan etika.

Dimensi manusia sebagai makhluk

Dimensi manusia sebagai makhluk individu atau sebagai makhluk pribadi (Individual being)

Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi adalah kenyataan yang paling jelas dalam kesadaran manusia.Tidak ada orang yang dilahirkan persis sama dengan orang lain walaupun mereka yang lahir kembar. Demikian pula dengan apa yang mereka alami dan yang mereka peroleh dari lingkungan yang luas yang selama proses perjalanan hidup dan kehidupannya. Tiap orang memiliki sifat kepribadiannya sendiri.Makna individualitas itu adalah berupa sifat kemandirian, sifat otonom (kebebasan) dan sifat untuk tiap pribadi. Makin sadar manusia akan diri sendiri, sesungguhnya makin sadar pula akan kesemestaan, dan makin sadar bahwa dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dari kesemestaan itu.Dengan kesadaran akan kesemestaan ini, timbullah kesadaran akan posisi pribadinya untuk mengalami antar hubungan dan antar aksi dengan konsekuensi bahwa dirinya harus mengakui adanya hak dan kewajiban, adanya norma-norma moral, adanya nilai-nilai sosial dan nilai-nilai supernatural yang harus diperhatikan.Bahwa anak ingin menjadi seorang (manusia) pribadi dalam arti pribadinya sendiri. Tiap pengaruh yang datang/dialaminya baik yang sengaja atau yang tidak disengaja akan diolahnya, diseleksi, dipertimbangan dan dikembangkan dengan sangat pribadi sampai menjadi bagian dari dirinya sendiri. Tidak ada orang yang sungguh-sungguh ingin menjadi orang lain.Dalam pendidikan maka peserta didik harus diakui dan diperlakukan sebagai individu (pribadi) yang ideal. Pengakuan dan perlakuan peserta didik sebagai individu juga tertuang dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 Bab VI pasal 23 ayat 1; Pasal 24 ayat 1, 2, 6 dan 7 serta Pasal 26.Bab VI Pasal 23 ayat 1 “Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik”.Penjelasan : Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didik. Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan yang lain dalam jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keleluasaan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar

Page 11: tugas ddp.docx

dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut pelajar, murid atau siswa dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa. Peserta didik dalam jalur pendidikan luar sekolah disebut warga belajar.Bab VI Pasal 24 ayat 1 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya”.Bab VI Pasal 24 ayat 2 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan”.Bab VI Pasal 24 ayat 6 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan”.Bab VI Pasal 24 ayat 7 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat”.Bab VI Pasal 26 “Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat”.Penjelasan : Setiap warga negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia. Tetapi tidak diharapkan terus menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Penilaian pendidikan berkelanjutan tersebut dimungkinkan melalui ujian persamaan atau ekstranci. Warga negara yang belajar mandiri dapat diberi kesempatan untuk menempuh ujian persamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk individuSebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan sekedar tindakan instingtip tetapi selalu bertindak atas pilihannya sendiri dan harus dapat dipertanggungjawabkan atas kesesuaiannya dengan norma-norma/nilai/aturan/adat istiadat yang berlaku. Untuk ini pendidikan harus berusaha mengembangkan kemampuan memperoleh norma dan nilai (kognitip terhadap nilai/norma) kemampuan menentukan sikap terhadap norma/nilai efektif, mampu menentukan pilihan dan sanggup untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan norma/nilai yang baik yang telah dipilihnya tersebut (segi afektip terhadap norma/nilai). Individu harus mampu dan mau melakukan perbuatan yang baik (aspek psiko-motorik dalam norma dan nilai).Untuk dapat dan mampu “berdiri sendiri” (tidak terlalu tergantung dan menggantungkan diri dari orang lain), maka manusia harus memiliki akal/pikiran yang baik, kemauan yang kuat, perasaan yang halus matang dan mantap, sehat jasmani kuat (energik). Karena itu pendidikan harus berusaha untuk membantu pengembangan kemampuan-kemampuan kognitip pada umumnya, melalui berbagai pembelajaran terkait, seperti bidang ilmu pengetahuan dan cara-cara memperolehnya. Pendidikan harus berusaha mewujudkan berbagai kegiatan dan perasaan.Untuk dapat menolong diri sendiri, manusia harus memiliki berbagai ketrampilan yang didukung oleh pengetahuan dan kemauan, kretaif dan ulet. Pendidikan dapat memberikan berbagai pendidikan ketrampilan (vocational education), dari bentuk-bentuk ketrampilan sederhana, ketrampilan teknis maupun profesional.Dapat disimpulkan bahwa untuk pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk individu dapat diupayakan melalui pendidikan yang mengacu kepada pengembangan bidang afektip, kognitip dan psikomotorik (bidang sikap, pengenalan dan ketrampilan).

Page 12: tugas ddp.docx

Situasi yang dapat membawa perkembangan kapasitas individual adalah hal-hal yang terkait dengan health, intelectual power, responsibility for moral choices dan aesthetic expression appreciation.

Dimensi manusia sebagai makhluk sosial (Social being)

Manusia memiliki potensi sosial yang dibawa sejak lahir, tumbuh dan berkembang dalam phenomena kehidupannya sehingga menjadi kesadaran sosial.Bahwa untuk hidup dalam artian yang benar-benar manusiawi, orang harus dalam konteks hidup bersama dengan orang lain. Manusia memerlukan bantuan orang lain dari sejak kelahirannya sampai saat-saat menjelang ajalnya, baik bantuan langsung maupun tidak langsung. Realita kehidupan manusia dalam kebersamaannya (kesemestaannya) berada pada kondisi interdependensi dan interaksi, hal ini memungkinkan terjadinya saling asah, saling asih dan saling asuh, yang menjadi pendorong proses perkembangan dirinya.Pada waktu dilahirkan manusia telah memerlukan “Biolosical helpness” yaitu pertolongan yang memungkinkan untuk kelangsungan hidupnya. Peristiwa ini yang memaksa anak untuk bersosialisasi dengan orang lain.Manusia memiliki potensi untuk menjalin hubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk hidup berkelompok. Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup tanpa pertolongan orang lain. Dalam kehidupan nyata manusia berada dalam kebersamaan, baik sebagai anggota keluarga, anggota kelompok sebaya, warga masyarakat, warga negara, warga pemeluk suatu agama maupun anggota dari bentuk-bentuk kelompok yang lain.Sifat interdependensi merupakan sifat inherent kesadaran sosial. Interdependensi tidak hanya dalam bidang material-ekonomis untuk pemenuhan kebutuhan biologis-jasmaniah saja, tetapi juga menyangkut bidang moral-spiritual. Idealnya hidup bersama itu adalah adanya bentuk-bentuk interdependensi dan interaksi yang harmonis, rukun dan sejahtera. Untuk ini maka tiap-tiap individu harus rela mengorbankan sebagian dari hak individualitasnya demi kepentingan bersama agar tidak mengalami kebersamaan yang disharmonis. Namun demikian kehidupan individu dalam kebersamaan itu tidak usah kehilangan identitas, dan tidak harus menonjolkan individualitasnya.Sebagai perwujudan kebersamaan, yang tampak adalah identitas sosial dengan sifat pluralitasnya, identitas sosial ini mengatasi identitas individu-individu di dalamnya. Dimensi manusia sebagai makhluk sosial ini juga tercermin dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 Bab II Pasal 4, Bab V Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1); Bab VI Pasal 24 ayat 3; Pasal 25 ayat 1.Bab II Pasal 4 “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.Bab V Pasal 15 ayat 1 “Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi”.

Page 13: tugas ddp.docx

Penjelasan : Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya 3 (tiga) tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat.Bab V Pasal 16 ayat 1 “Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian”.Bab VI Pasal 24 ayat 3 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk: (a) ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku; (b) mematuhi semua peraturan yang berlaku; (c) menghormati tenaga kependidikan; (d) ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan”.Penjelasan : Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada dasarnya peserta didik ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan yang jumlahnya ditetapkan menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik. Pada jenjang pendidikan yang dikenakan ketentuan wajib belajar, biaya penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Pemerintah sehingga peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan. Peserta didik pada jenjang pendidikan lainnya yang ternyata memiliki kecerdasan luar biasa tetapi tidak mampu ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dapat dibebaskan dari kewajiban tersebut. Pembebanan biaya tambahan yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan belajar- mengajar tidak dibenarkan.

Pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk sosialKehidupan sosial/budaya manusia dimungkinkan oleh adanya bahasa sebagai alat komunikasi (termasuk bahasa, simbol dan gerak).Untuk pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk sosial diperlukan adanya pengalaman (langsung atau tidak langsung), terutama pengalaman yang dapat menumbuh-kembangkan kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi dan kesadaran ekologi. Komunikasi menjembatani adanya interaksi dan interdependensi.Secara umum pendidikan untuk mengembangkan manusia sebagai makhluk sosial bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai social understanding, social attitude dan social skill.Kesadaran sosial (social understanding) dapat dikembangkan melalui pengalaman belajar dalam bidang ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, ekonomi, sosiologi, geografi, antropologi, kewarganegaraan (ilmu-ilmu tersebut difungsikan menjadi bidang studi IPS).Lebih jauh lagi pengembangan manusia sebagai makhluk sosial juga bertujuan untuk membantu manusia agar memperoleh kehidupan yang baik di dalam masyarakat (lingkungan sosialnya). Karena itu pendidikan harus berorientasi pada fungsi sosial sehingga perlu diadakan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan: self preservation, securing necesseries of life, rearing and diciplining of spring, maintenance of proper social and political relations, miscellaneous

Page 14: tugas ddp.docx

activities which make up the leasure part of life, devote to the gratification of the tastes and feelings.Kegiatan-kegiatan praktis yang dapat menjadi sarana pendidikan sosialitas manusia seperti: diskusi, bakti sosial, study club, camping, berorganisasi, bermain peranan, berkoperasi, KKN, tolong menolong, dan lain-lain.

Dimensi manusia sebagai makhluk susila (Moral being)

Budi nurani manusia adalah sadar nilai dan menjunjung tinggi norma dan sebagai pendukung kesadaran susila (sense of morality). Adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai dan berfungsinya nilai-nilai hanya ada dalam kehidupan sosial. Berarti kesusilaan dan moralitas adalah fungsi sosial. Moralitas merupakan dasar fundamental yang membedakan kehidupan sosial manusia dari kehidupan bersama makhluk-makhluk infra human.Setiap hubungan sosial manusia selalu mengandung hubungan moral. Hubungan sosial manusia dalam arti luas mencakup hubungan horizontal dan hubungan vertikal. Hubungan horizontal adalah hubungan antar sesama manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedang hubungan vertikal adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, bersifat transcendental.Manusia yang berkepribadian etik adalah manusia yang dalam tindakannya selalu memilih yang baik sesuai dengan penerangan budinya. Tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajad manusia, jadi tidak mengurangi atau menentang kemanusiaannya.Kesusilaan harus dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Kesadaran moral sebagai dasar kesusilaan pada manusia tumbuh dan berkembang dari tingkat kesadaran pra-moral sampai ke kesadaran moral yang mantap. Untuk ini pendidikan dapat memberikan kontribusi yang besar.Ketentuan-ketentuan yang terkait dengan dimensi manusia sebagai makhluk susila seperti yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 Bab VI Pasal 24 ayat 1; Pasal 25 ayat 1 butir 2, 3 dan 4; Bab VII Pasal 31.Bab VI Pasal 24 ayat 1 “Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 butir 2 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk mematuhi semua peraturan yang berlaku”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 butir 3 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk menghormati tenaga kependidikan”.Bab VI Pasal 25 ayat 1 butir 4 “Setiap peserta didik berkewajiban untuk ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan”.Bab VII Pasal 31 “Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk : (1) membina loyalitas pribadi dan peserta, didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945; (2) menjunjung tinggi kebudayaan bangsa; (3) melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian; (4) meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa; (5) menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa dan negara”.Penjelasan : butir 3. Pelaksanaan tugas dengan penuh tanggung jawab termasuk keteladanan dalam menjalankan tugas.

Page 15: tugas ddp.docx

Pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk susilaHanya manusialah yang dapat menghayati norma/nilai kesusilaan (etika) dalam kehidupannya. Norma/nilai kesusilaan itu dipergunakan untuk menetapkan tingkah laku mana yang tergolong susila (etis) dan tingkah laku mana yang tergolong tidak susila. Apa yang akan terjadi seandainya tingkah laku manusia itu tidak berdasar norma/nilai kesusilaan, tentunya akan kacau seperti kehidupan binatang dan berlaku sekehendaknya.Melalui pendidikan diusahakan agar manusia tumbuh dan berkembang menjadi manusia pendukung norma dan nilai kesusilaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma dan nilai diharapkan menjadi milik (manunggal dengan individu) dan selalu dipersonifikasikan dalam setiap tingkah laku/perbuatannya.Proses internalisasi norma kadang-kadang terjadi dengan “paksaan” dari masyarakat, karena masyarakat sendiri akan merasa kawatir kalau ada individu yang tidak mematuhi norma kesusilaan akan dapat mengganggu ketenteraman/kestabilan dan kemajuan masyarakat tersebut. Apalagi kalau sebagian anggota masyarakat sudah tidak mematuhi norma/nilai kesusilaan, jelas akan hancurlah kehidupan masyarakat tersebut.Pendidikan kesusilaan (sering juga disebut pendidikan moral) pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan manusia yang susila, manusia yang berwatak luhur, manusia yang berbuat sesuai dengan kata hati yang murni. Pendidikan kesusilaan mencakup:a). Pembentukan pengertian, understanding, kesadaran akan norma/nilai kesusilaan (pembentukan domain kognitip tentang norma dan nilai).b). Pembentukan sikap mental yang positip terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan etika, dengan bersikap negatif untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan etika.c). Memberikan pengalaman/latihan untuk perbuatan-perbuatan yang susila sampai menjadi karakteristik bagi tingkah lakunya.Meskipun kita mengenal berbagai kriteria tentang kesusilaan, tetapi sebagai pegangan/pedoman pendidikan etika di Indonesia adalah kriteria berdasar pandangan hidup/falsafah Pancasila. Pelajaran-pelajaran/pendidikan di sekolah seperti PMP, Agama, budi pekerti dan sopan santun dapat menjadi sarana pendidikan etika.