26
Kata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove . Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa Portugis kata ’mangrove’ digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata ’mangal’ digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut. Keanekaragaman spesies mangrove Tomlinson (1986) memilahkan spesies penyusun hutan mangrove menjadi komponen mayor, minor dan tumbuhan asosiasi mangrove. Komponen mayor memiliki ciri-ciri hanya dapat tumbuh pada ekosistem mangrove, penyusun utama hutan mangrove dan dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi secara morfologi terhadap lingkungan mangrove, misalnya dengan membentuk akar napas dan embryo vivipar, dapat bertahan dalam kondisi asin karena memiliki mekanisme fisiologi untuk membuang kelebihan garam, dan berbeda secara taksonomi dengan tumbuhan terestrial, setidaknya hingga tingkat genus. Komponen minor adalah tumbuhan mangrove yang tidak mampu membentuk tipe vegetasi yang menyolok, jarang membentuk tegakan murni dan hanya menempati bagian tepi habitat. Adapun tumbuhan asosiasi adalah spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan hutan pantai dan dapat disebarluaskan oleh arus air laut. I. HUTAN MANGROVE

Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

Kata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa

Inggris grove . Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang

tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu spesies tumbuhan yang

menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa Portugis kata ’mangrove’ digunakan untuk

menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata ’mangal’ digunakan untuk menyatakan

komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan

untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.

Keanekaragaman spesies mangrove Tomlinson (1986) memilahkan spesies penyusun

hutan mangrove menjadi komponen mayor, minor dan tumbuhan asosiasi mangrove. Komponen

mayor memiliki ciri-ciri hanya dapat tumbuh pada ekosistem mangrove, penyusun utama hutan

mangrove dan dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi secara morfologi terhadap

lingkungan mangrove, misalnya dengan membentuk akar napas dan embryo vivipar, dapat

bertahan dalam kondisi asin karena memiliki mekanisme fisiologi untuk membuang kelebihan

garam, dan berbeda secara taksonomi dengan tumbuhan terestrial, setidaknya hingga tingkat

genus. Komponen minor adalah tumbuhan mangrove yang tidak mampu membentuk tipe

vegetasi yang menyolok, jarang membentuk tegakan murni dan hanya menempati bagian tepi

habitat. Adapun tumbuhan asosiasi adalah spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan hutan

pantai dan dapat disebarluaskan oleh arus air laut.

I. HUTAN MANGROVE

Menurut Snedaker (1978) dalam Kusmana (2003), hutan mangrove adalah kelompok

jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang

Page 2: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan

berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata

mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal.

Daerah intertidal adalah wilayah di bawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai,

seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks. Mangrove merupakan ekosistem yang

spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau

bahkan terlindung dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh

masukan air dan lumpur dari daratan.

Dengan demikian, secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah

tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna,

muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas

tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu

sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor

lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut hutan mangrove. Antara lain

tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, hutan payau dan hutan bakau. Khusus untuk

penyebutan hutan bakau, sebenarnya istilah ini kurang sesuai untuk menggambarkan

mangrove sebagai komunitas berbagai tumbuhan yang berasosiasi dengan lingkungan

mangrove. Di Indonesia, istilah bakau digunakan untuk menyebut salah satu genus vegetasi

mangrove, yaitu Rhizopora. Sedangkan kenyataannya mangrove terdiri dari banyak genus

dan berbagai jenis, sehingga penyebutan hutan mangrove dengan istilah hutan bakau

sebaiknya dihindari.

Hutan mangrove dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah tropis sampai sub tropis,

terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari gelombang besar dan muara

sungai. Secara umum hutan mangrove dapat berkembang dengan baik pada habitat dengan

ciri-ciri sebagai berikut :

a. jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, dengan bahan bentukan berasal dari

lumpur, pasir atau pecahan karang/koral

b. habitat tergenang air laut secara berkala, dengan frekuensi sering (harian) atau hanya saat

pasang purnama saja. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi hutan

mangrove

Page 3: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

c. menerima pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai, mata air maupun air

tanah yang berguna untuk menurunkan kadar garam dan menambah pasokan unsur hara

dan lumpur

d. berair payau (2-22 ‰) sampai dengan asin yang bisa mencapai salinitas 38 ‰

Secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut (tergenang air

laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada saat surut)

b. Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan substrat anaerob

berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir (sandy soil) dan tanah koral

c. Struktur tajuk tegakan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum tunggal). Komposisi

jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis

kayu yang terdapat pada areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat

dengan lainnya, tergantung pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air

laut dan tingkat salinitas

d. Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan langsung dengan laut

pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Avicennia spp dan Sonneratia spp (tumbuh pada

lumpur yang dalam, kaya bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada

umumnya didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora spp. Sedangkan zona terluar dekat

dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera spp.

Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik,

adalah :

memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;

memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan

menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil

pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;

memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,

khususnya pada Rhizophora;

memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang

selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor

yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun

mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat

facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar.  Hal ini

Page 4: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

terlihat pada jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia caseolaris yang

tumbuh, berbuah dan berkecambah di Kebun Raya Bogor dan hadirnya mangrove di sepanjang

tepian sungai Kapuas, sampai ke pedalaman sejauh lebih 200 km, di Kalimantan Barat. 

Mangrove juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu

tumbuh menggerombol di tempat yang sangat luas. Disamping Rhizophora spp., jenis penyusun

utama mangrove lainnya dapat tumbuh secara "coppice”. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri

dari sejumlah jenis yang toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat

berasosiasi dengan hutan air payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan

nipah Nypa fruticans.

II. EKOSISTEM MANGROVE

Ekosistem mangrove didefinisikan sebagai mintakat pasut dan mintakat supra-pasut

dari pantai berlumpur dan teluk, goba dan estuary yang didominasi oleh halofita, yakni

tumbuhan yang hidup di air asin, berpokok dan beradaptasi tinggi, yang berkaitan dengan

anak sungai, rawa dan banjiran, bersama-sama dengan populasi tumbuh-tumbuhan dan

hewan.

Ekosistem mangrove terdiri dari dua bagian, daratan dan bagian perairan. Bagian

perairan juga terdiri dari dua bagian yakni tawar dan laut. Hampir semua tumbuhan mangrove

mempunyai kutikula yang tebal dan menyimpan air. Hal ini dilakukan sebagai adaptasi

terhadap lingkungan hidupnya yaitu di air asin. Beberapa di antara tumbuhan mangrove

mampu menyerap air laut dan membuang garamnya melalui kelenjar pembuangan garam,

seperti Achantus ilicifolius dan Avicenia sp. Selain itu, mangrove mempunyai sifat lain

seperti stomata yang membenam.

Membanjirnya air pasang menggenangi substrat dan mempersukar tumbuh-tumbuhan

biasa untuk hidup di sini. Tetapi mangrove merah (Rhizopora sp.) mempunyai akar tunggang

(prop root) untuk menunjang tegaknya pohon mangrove tersebut

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik

dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan

mangrove antara lain: pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat

tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery

ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai

pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah

tangga dan penghasil keperluan industri. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan

Page 5: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih

fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun

penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang

dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang

berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu

keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.

Di kawasan pesisir dan laut terdapat banyak sumber daya alam yang dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat, di antaranya sumber daya hutan mangrove, sumber daya

terumbu karang, sumber daya perikanan laut dan sumber daya perikanan tambak.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang

mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur

penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup

di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah

melewati proses adaptasi dan evolusi.

Secara ringkas ekosistem mangrove terbentuk dari unsur-unsur sebagai berikut :

a. spesies pohon dan semak yang benar-benar memiliki habitat terbatas di lingkungan

mangrove (exclusive mangrove)

b. spesies pohon dan semak yang mampu hidup di lingkungan mangrove dan di luar

lingkungan mangrove (non-exclusive mangrove)

c. berbagai biota yang hidupnya berasosiasi dengan lingkungan mangrove, baik biota yang

keberadaannya bersifat menetap, sekedar singgah mencari makan maupun biota yang

keberadaannya jarang ditemukan di lingkungan mangrove

d. berbagai proses yang terjadi di ekosistem mangrove untuk mempertahankan keberadaan

ekosistem mangrove itu sendiri

e. hamparan lumpur yang berada di batas hutan sebenarnya dengan laut

f. sumber daya manusia yang berada di sekitar ekosistem mangrove

Ekosistem mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor lingkungan, yakni:

1.      Gerakan air yang minimal

Kurangnya gerakan air mempunyai pengaruh yang nyata. Gerakan air yang lambat

menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar.

Hasilnya berupa kumpulan lumpur, jadi substrat pada rawa bakau biasanya lumpur.

Gerakan awal air yang lambat pada hutan bakau selanjutnya ditingkatkan oleh bakau

sendiri. Adanya sistem akar yang padat akan mengurangi gerakan air, sehingga partikel

Page 6: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

yang sangat halus mengendap di sekeliling akar bakau, membentuk kumpulan lapisan

sedimen.

2.      Pasang surut

Mangrove berkembang hanya pada perairan yang dangkal dan daerah intertidal sehingga

sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Pasang surut dan kisaran vertikalnya yang

membedakan periodisitas penggenangan hutan. Periodesitas pengggenangan ini penting

dalam membedakan kumpulan bakau yang dapat tumbuh pada suatu daerah

3.      Gelombang dan Arus

a) Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada

lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan

mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.

b) Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya

buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat

yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.

c) Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan

pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan

padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang

pertumbuhan mangrove

d) Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui

transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang

berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan

terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat

surut.

4.      Iklim

Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air).

Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan

angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a) Cahaya

berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik

mangrove. Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan

yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga

karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di

dalam gerombol.

Page 7: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang

membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah

tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove

Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari

lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya

b) Curah hujan

Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan

mangrove

Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan

tanah

Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun

c) Suhu

Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)

Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu

lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang

Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu

26-28C

Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada

suhu 21-26C

d) Angin

Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus

Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya

proses reproduksi tumbuhan mangrove

5.      Salinitas

Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt

Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi

mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan

Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan

pasang

Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air

Page 8: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

6.      Oksigen terlarut

Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan

fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk

kehidupannya.

Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3.    Oksigen

terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada

malam hari

7.      Substrat

o Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove

Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan

berlumpur, Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir.

o Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan.

Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan

menjadi lebih rapat

o Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan

Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah

Nipah, Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca

8.      Hara

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.

Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na

Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)

III.ADAPTASI MANGROVE

Secara sederhana, tipe adaptasi flora mangrove terhadap habitatnya dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu adaptasi terhadap konsentrasi kadar garam, adaptasi terhadap substrat

lumpur dan kondisi tergenang serta adaptasi reproduktif.

Adaptasi flora mangrove terhadap kadar garam antara lain sebagai berikut :

a. Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion).

Flora mangrove menyerap air dengan kadar garam tinggi kemudian mengekskresikan

garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini biasanya

dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan

Rhizopora (melalui unsur-unsur gabus pada daun)

Page 9: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

b. Mencegah masuknya garam (salt exclusion).

Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan / ultra

filter yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizopora, Ceriops,

Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis dan

Acrostichum

c. Akumulasi garam (salt accumulation).

Flora mangrove sering menyimpan natrium dan khlorida pada bagian kulit kayu, akar dan

daun yang sudah tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun

sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme pengeluaran kelebihan garam yang dapat

menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme ini dilakukan oleh

Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizopora, Sonneratia dan Xylocarpus.

Adaptasi flora mangrove terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang antara lain sebagai

berikut :

a. Akar bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (mis: Avecennia sp., Xylocarpus

sp., Sonneratia sp.)

Ciri khas Akar cakar ayam/alar pasak: akar yang tumbuh berpencar dengan anak akar

muncul dipermukaan air seperti tombak yang diberdirikan yang mencuat dari bawah ke

atas. disebut juga sebagai snorkel roots karena bentuknya yang seperti pipa snorkel. Akar

pensil (pneumathophores). Akar berbentuk seperti tonggak/pensil yang muncul dari

sistem akar kabel dan memanjang secara vertikal ke udara, misalnya pada Avicennia dan

Sonneratia

Akar cakar ayam

Page 10: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

b. Akar bertipe penyangga/tongkat yang memiliki lentisel (Rhizophora sp.)

Ciri khas akar tongkat/penyangga: Akar tongkat atau penyangga, yang akarnya berbentuk

struktur jaringan kabel melebar (stilt atau prop roots). Akar ini mencuat dari batang

bercabang‐cabang ke bawah permukaan lumpur dan menggantung.

Akar tongkat atau penyangga (Rhizophora

sp)

c. Akar papan, yang akarnya tebal, posisinya tegak atau pipih (buttress roots). Contoh:

Ceriops sp, Xylocarpus sp.

Akar Papan

d. Akar lutut, akar yang tumbuh mendatar dan bergelombang diatas dan dibawah permukaan

air. Akarnya mencuat ke atas permukaan tanah dan kemudian masuk kembali menancap

ke tanah (knee roots). Contoh: Bruguiera sp

Page 11: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

Akar Lutut

e. Akar gantung (aerial root). Akar gantung merupakan akar yang tidak bercabang yang

muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat,

misalnya pada Rhizopora, Avicennia dan Acanthus.

IV. REPRODUKSI MANGROVE

Mangrove merupakan tumbuhan penghasil biji (spermatophyta), dan bunganya sering

kali menyolok. Biji mangrove relatif lebih besar dibandingkan biji kebanyakan tumbuhan lain

dan seringkali mengalami perkecambahan ketika masih melekat di pohon induk (vivipar).

Pada saat jatuh, biji mangrove biasanya akan mengapung dalam jangka waktu tertentu

kemudian tenggelam. Lamanya periode mengapung bervariasi tergantung jenisnya. Biji

beberapa jenis mangrove dapat mengapung lebih dari setahun dan tetap viabel. Pada saat

mengapung biji terbawa arus ke berbagai tempat dan akan tumbuh apabila terdampar di areal

yang sesuai. Kecepatan pertumbuhan biji tergantung iklim dan nutrien tanah. Biji yang

terdampar di tempat terbuka karena pohon mangrove tua telah mati dapat tumbuh sangat

cepat, sedangkan biji yang tumbuh pada tegakan mangrove mapan umumnya akan mati dalam

beberapa tahun kemudian. Pada familia Rhizophoraceae biji berbentuk propagul yang

memanjang; apabila masak akan jatuh ke air dan tetap dormansi hingga tersangkut di tanah

yang aman, menebarkan akar dan mulai tumbuh, misalnya Rhizophora, Ceriops dan

Bruguiera. Beberapa mangrove menggunakan cara konvensional (biji normal) untuk

reproduksi seperti Heritiera littoralis, Lumnitzera, dan Xylocarpus. Adaptasi flora mangrove

terhadap mekanisme reproduksi antara lain sebagai berikut :

Page 12: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

a. Pembungaan dan polinasi.

Polinasi pada kebanyakan spesies mangrove adalah melalui angin, serangga dan burung-burung

dan dalam beberapa kasus juga oleh kelelawar. Polen yang berukuran kecil dan tidak

bertangkai memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga dan burung. Polen

bertangkai polinasi dibantu dengan serangga tertentu. Bunga Sonneratia sp mekar pada

malam hari sehingga polinasi dibantu oleh serangga yang aktif di malam hari.

Pembungaan dimulai pada umur 3-4 tahun dan dipengaruhi oleh alam bukan ukuran.

Penyerbukan dilakukan setelah pembungaan. Pembungaan dimulai pada musim semi dan

berlanjut sepanjang musim panas di Australia, sedangkan di Malaysia kebanyakan spesies

berbunga dan berbuah terus-menerus sepanjang tahun.

Mangrove memiliki 2 tipe mekanisme polinasi yaitu : self pollination dan cross

pollination yang bervariasi pada tiap spesies. Sebagai contoh, Aegiceras corniculatum dan

Lumnitzera racemosa adalah tumbuhan self-fertile. Avicennia officinalis adalah tumbuhan

self-fertile namun dapat juga melakukan cross-fertile. (Aluri, 1990). Pada Avicennia

marina, protandry membuat tidak memungkinkan penyerbukan sendiri pada bunga

individu. Namun, beberapa buah-buahan dihasilkan bahkan ketika bunga eksperimen

dikantongi untuk mencegah penyerbukan silang (antara 4 dan 41% dari penyerbukan

silang dapat menghasilkan buah). Kegagalan buah secara signifikan lebih tinggi dalam

perlakuan self-fertilized, menunjukkan beberapa depresi perkawinan sekerabat (Clarke

and Myerscough, 1991a).

Mangrove diserbuki oleh beragam kelompok hewan termasuk kelelawar, burung dan

serangga. Pollen disimpan hewan ketika mereka menempel pada bunga saat mencari

madu; mereka kemudian memindahkan pollen ke stigma bunga lain. Jenis polinator

berbeda dari satu spesies dengan spesies lainnya. Sebagai contoh, Lumnitzera littorea

yang paling banyak diserbuki oleh burung, sementara L. racemosa dan Bruguiera

Page 13: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

berbunga kecil diserbuki oleh serangga (Tomlinson, 1986). Sunbirds berkunjung dan juga

menyerbuki Acanthus ilicifolius (Aluri, 1990) dan Bruguiera hainesii berbunga besar

(Noske, 1993, 1995). Burung adalah polinator penting secara khusus di saat musim

kemarau.

Kelelawar polinator utama bagi Sonneratia, yang akan membuka bunga untuk

mengekspos serbuk sari pada dini hari. Jika tidak ada kelelawar, ngengat elang menjadi

polinator primer pada malam hari (Hockey dan De Baar, 1991). Dua kupu-kupu lycaenid

mungkin penting dalam penyerbukan bunga mangrove di brisbane australia di mana

mereka sangat berhubungan langsung dengan banyaknya bunga mangrove (Hill, 1992).

Lebah dengan teratur menghinggapi dan juga menyerbuki spesies Avicennia, Acanthus,

Excoecaria, Rhizopora, Scyphiphora, dan Xylocarpus. Beberapa lebah dan lalat sangat

tergantung pada mangrove untuk bersarang dan merupakan polinator yang sangat penting

bagi Ceriops decandra, Kandelia candel dan Lumnitzera racemosa (Tomlinson, 1986).

Rhizopora menghasilkan banyak spesies produktif pollens dan yang kebanyakan

penyerbukannya dengan angin, meskipun stigma tidak ada modifikasi khusus untuk

menangkap pollen dari angin angin (Tomlinson, 1986).

b. Produksi propagul.

Kebanyakan mangrove di daerah sub-tropis menghasilkan propagul masak pada musim

panas. Sedang pada daerah tropis mangrove berbunga dan berbuah umumnya pada awal

musim kemarau. Pembuahan terjadi hanya 0-7,2% dari bunga yang dihasilkan.

c. Vivipari dan kriptovivipari.

Page 14: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

Untuk bisa bertahan dan berkembang menyebar di kondisi alam yang keras, jenis-jenis

bakau sejati mempunyai cara yang khas yaitu mekanisme reproduksi dengan buah yang

disebut vivipar. Cara berbiak vivipar adalah dengan menyiapkan bakal pohon (propagule)

dari buah atau bijinya sebelum lepas dari pohon induk. Vivipari adalah biji sudah

berkecambah ketika masih diatas pohon dan embrio telah keluar dari pericarp, misalnya

pada Rhizopora spp, Bruguiera spp, Ceriops spp dan Kandelia sp. Mangrove

menghasilkan buah yang mengecambah, mengeluarkan akar sewaktu masih tergantung

pada ranting pohon dan berada jauh di atas permukaan air laut. Vivipari merupakan

mekanisme adaptasi untuk mempersiapkan seedling tersebar luas, dapat bertahan dan

tumbuh dalam lingkungan asin. Selama pembentukan vivipari, propagul diberi makan

pohon induk, sehingga dapat menyimpan dan mengakumulasi karbohidrat atau senyawa

lain yang nantinya diperlukan untuk pertumbuhan. Struktur kompleks seedling pada awal

pertumbuhan ini akan membantu aklimatisasi terhadap kondisi fisik lingkungan yang

ekstrim. Kebanyakan seedling tidak tumbuh di sekitar induk, namun mengapung selama

berminggu-minggu hingga jauh dari induknya. Pada kondisi tanah yang sesuai seedling

ini dapat berakar dan tumbuh dengan cepat. Vivipari dan propagul yang berumur panjang,

menyebabkan mangrove dapat tersebar pada area yang luas.

Pada vivipari, bijinya mengeluarkan tunas akar tunjang sebagai kecambah sehingga pada

waktu telah matang dan jatuh lepas dari tangkai nanti, telah siap untuk tumbuh. Buah ini

akan berkembang sampai tuntas, siap dijatuhkan ke laut untuk dapat tumbuh menjadi

pohon baru. Bakal pohon yang jatuh dapat langsung menancap di tanah dan tumbuh atau

terapung-apung terbawa arus, sampai jauh dari tempat pohon induknya, mencari tempat

yang lebih dangkal. Setelah matang dan jatuh ke dalam air, bakal pohon bakau ini

terapung-apung sampai mencapai tepi yang dangkal. Pada saat menemukan tempat

dangkal, posisi bakal pohon menjadi tegak vertikal, kemudian menumbuhkan akar-akar,

cabang dan daun-daun pertamanya. Demikian perkembangbiakan bakau secara alamiah.

Tentu saja apakah bakal pohon bakau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,

sangatlah bergantung pada factor lainnya seperti adanya hewan herbivora yang mungkin

memangsanya, nutrien yang cukup, air tawar dan adanya campur tangan manusia.

Sedangkan Kriptovivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon

(embrio berkembang di dalam buah) tetapi tidak cukup kuat menembus pericarp,misalnya

pada Aegialitis, Acanthus, Avicennia, Laguncularia.

Page 15: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

d. Penyebaran propagul dan pembentukannya.

Propagul pohon-pohon mangrove biasanya memiliki kemampuan mengapung sehingga

dapat beradaptasi dengan penyebaran oleh air. Misal pada Rhizopora spp, selama proses

vivipari buah memanjang dan distribusi beratnya berubah sehingga menjadi lebih berat

pada bagian ujung bawah serta akhirnya terlepas. Kemudian propagul ini mengapung di

air (atau langsung menancap di substrat ketika air surut), tumbuh dimulai dari akar yang

muncul dari ujung propagul dan bertahap akan menjadi individu baru. Propagule tersebar

melalui burung, arus, pasang surut. Kerusakan propagule diakibatkan oleh substrat yang

tidak sesuai, penenggelaman oleh organisme, pelukaan oleh organisme atau gelombang,

salinitas tanah tinggi.

Page 16: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

DAFTAR PUSTAKA

Aluri, R.J. 1990. Observations on the floral biology of certain mangroves. Proceedings of the Indian National Science Academy, Part B, Biological Sciences, 56 (4) : 367‐374

 Anonim. 1997. National Strategy for Mangrove Management in Indonesia. Volume 1: Strategy and Action Plan. Volume 2: Mangrove in Indonesia Current Status. Jakarta: Office of the Minister of Environment, Departement of Forestry, Indonesian Institute of Science, Department of Home Affairs, and The Mangrove Foundation

 Birkeland, C. 1983. Influences of Topography of Nearby Land Masses in Combination with Local Water Movement Patterns on the nature of Nearshore Marine Communities, Productivity and Processes in Island Marine Ecosystem. Dunedine: UNESCO Report in Marine Science No. 27

 Blasco, F. 1992. Outlines of ecology, botany and forestry of the mangals of the Indian subcontinent. In Chapman, V.J. (ed.). Ecosystems of the World 1: Wet Coastal Ecosystems. Amsterdam: Elsevier

 Chapman, V.J. 1976. Mangrove Vegetation. Liechtenstein J.Cramer Verlag

 Clarke, P.J. and Myerscough, P.J. 1991. Floral biology and reproductive phenology of Avicennia marina in south‐eastern Australia. Australian Journal of Botany, 39: 283‐293

 Dahuri R, J. Rais, S.P.Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: P.T. Saptodadi

 Duke, N.C. 2006. Australia’s Mangroves: The authoritative guide to Australia’s mangrove plants. Brisbane: University of Queensland

 FAO. 1985. Mangrove Management in Thailand, Malaysia and Indonesia. Rome: FAO Environment Paper 3

 FAO. 1982. Managenet and Utilization of Mangrove in Asia and the Pacific. Rome: FAO Environment Paper 3

 Field, C. 1996. Restoration of Mangrove Ecosystems. Okinawa: International Tropical Timber Organization and International Society for Mangrove Ecosystems

 Giesen, W. 1991. Checklist of Indonesian Fresh Water Aquatic Herbs. PHPA/AWB Sumatra Wetland Project Report No. 27. Jakarta: Asian Wetland Bureau-Indonesia

 Goldman, R.C. and Horne, 1983. Lymnology. New York: McGraw Hill International Book Company

 Hill, C.J. 1992. Temporal changes in abundance of two lycaenid butterflies (Lycaenidae) in relation to adult food resources. Journal of the Lepidopteristsʹ Society, 46 (3) : 173‐181

Page 17: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

 Hockey, M.J. and de Baar, M. (1991). Some records of moths (Lepidoptera) from mangroves in southern Queensland. Australian Entomological Magazine, 18 (2) : 57‐60

 Jayatissa, L.P., F. Dahdouh-Guebas, and N. Koedam. 2002. A revi-ew of the floral composition and distribution of mangroves in Sri Lanka. Botanical Journal of the Linnean Society 138: 29-43

 Kairo, J.G., F Dahdouh-Guebas, J. Bosire, and N. Koedam. 2001. Restoration and management of mangrove systems — a lesson for and from the East African region. South African Journal of Botany 67: 383-389

 Kartawinata, K. 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia. Prosiding Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. Jakarta: MAP LON LIPI

 Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, and S. Baba. 1997. Handbook of Mangroves in Indonesia; Bal & Lombok. Denpasar: The Development of Sustainable Mangrove Management Project, Ministry of Forest Indonesia and Japan International Cooperation Agency

 La Rue, C.D. and T.J. Muzik. 1954. Does mangrove really plant its seedling. Nature 114: 661-662

 Lovelock, C. 1993. Field Guide to the Mangroves of Queensland. Queensland: Australian Institute of Marine Science. www.aims.gov.au

 Lugo A.E. and S.C. Snedaker. 1974. The ecology of mangroves. Annual Review of Ecology and Systematics 5: 39-63

 MacNae, W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West-Pacific region. Advances in Marine Biology 6: 73-270

 Ng, P.K.L. and N. Sivasothi (ed.). 2001. A Guide to Mangroves of Singapore. Volume 1: The Ecosystem and Plant Diversity and Volume 2: Animal Diversity. Singapore: The Singapore Science Centre

 Noor, Rusila Yus. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor : PHKA/WI-IP, Bogor

 Noske, R.A. 1993. Bruguiera hainesii: Another bird‐pollinated mangrove? Biotropica, 25 (4) : 481‐483

 Noske, R.A. 1995. The ecology of mangrove forest birds in Peninsular Malaysia. Biotropica, 137 (2) : 250‐263

 Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology, An Ecological Approach. Third edition. New York: Harper Collins College Publishers

 Ong, J.E. 2002. The hidden costs of mangrove services: use of mangroves for shrimp aquaculture. International Science Round Table for the Media, Bali Indonesia, 4 June 2002. Joint event of ICSU, IGBP, IHDP, WCRP, DIVERSITAS and START

Page 18: Tugas Ekola Reproduksi Mangrove

 Rabinowitz, D. 1978. Early growth of mangrove seedlings in Panama, and hypothesis concerning the relationship of dispersal and zonation. Journal of Biogeography 5: 113-133

 Soemodihardjo, S. and L. Sumardjani. 1994. Re-afforestation of mangrove forests in Indonesia. Proceeding of the Workshop on ITTO Project. Bangkok, 18-20 April 1994

 Spalding, M., F. Blasco, and C. Field. 1997. World Mangrove Atlas. Okinawa: International Society for Mangrove Ecosystems

 Steenis, C.G.G..J. van. 1958. Ecology of mangroves. In Flora Malesiana. Djakarta: Noordhoff-Kollf

 Tomlinson, C.B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge: Cambridge University Press

 Walsh, G.E. 1974. Mangroves: a review. In Reimold, R.J., and W.H. Queen (ed.). Ecology of Halophytes. New York: Academic Press

 Widodo, H. 1987. Mangrove hilang ekosistem terancam. Suara Alam49: 11-15