16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki bermacam ragam suku bangsa, budaya, ras dan agama. Keragaman ini menciptakan berbagai perbedaan kebiasaan masyarakat- masyarakatnya yang dapat menimbulkan berbagai macam masalah sosial. Salah satunya perbendaan pandangan suatu suku atau budaya terhadap budaya lain sehingga menimbulkan perselisihan diantara keduanya. Pada dasarnya perbedaan-perbedaan ini tidak hanya menimbulkan konflik sosial dan disintregrasi sosial, namun juga dapat memberikan hal baik pada dua golongan masyarakat yang berbeda. Seperti halnya ikatan religi, keadaan alam, dan lain-lain. Keanekaragaman inilah yang membuat Negara Indonesia memiliki keunikan tersendiri di mata dunia. Berdasarkan permasalahan di atas maka masyarakat indonesia dapat dikatakan sebagai masyarakat majemuk. Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakatnya, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat kesejahteraan ekonomi, pandangan politik serta kewilayahan, yang semua itu sesungguhnya memiliki arti dan peran strategis bagi masyarakat Indonesia. Meski demikian, secara bersamaan kemajemukan masyarakat itu juga bersifat dilematis dalam kerangka penggalian, pengelo1aan, serta pengembangan potensi bagi bangsa Indonesia untuk menapaki jenjang masa depannya. 1

Tugas ISBD Masyarakat Majemuk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

masyarakat majemuk

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki bermacam ragam suku bangsa, budaya, ras dan agama. Keragaman ini menciptakan berbagai perbedaan kebiasaan masyarakat-masyarakatnya yang dapat menimbulkan berbagai macam masalah sosial. Salah satunya perbendaan pandangan suatu suku atau budaya terhadap budaya lain sehingga menimbulkan perselisihan diantara keduanya. Pada dasarnya perbedaan-perbedaan ini tidak hanya menimbulkan konflik sosial dan disintregrasi sosial, namun juga dapat memberikan hal baik pada dua golongan masyarakat yang berbeda. Seperti halnya ikatan religi, keadaan alam, dan lain-lain. Keanekaragaman inilah yang membuat Negara Indonesia memiliki keunikan tersendiri di mata dunia. Berdasarkan permasalahan di atas maka masyarakat indonesia dapat dikatakan sebagai masyarakat majemuk. Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakatnya, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat kesejahteraan ekonomi, pandangan politik serta kewilayahan, yang semua itu sesungguhnya memiliki arti dan peran strategis bagi masyarakat Indonesia. Meski demikian, secara bersamaan kemajemukan masyarakat itu juga bersifat dilematis dalam kerangka penggalian, pengelo1aan, serta pengembangan potensi bagi bangsa Indonesia untuk menapaki jenjang masa depannya.Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat berpotensi membantu bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang bersama. Sebaliknya, jika kemajemukan masyarakat tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menyuburkan berbagai prasangka negatif (negative stereotyping) antar individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan solidaritas sosial.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.1. Apa yang di maksud dengan masyarakat majemuk ?2. Apa yang menyebabkan masyarakat menjadi masyarakat majemuk ?3. Bagaimana ciri-ciri masyarakat majemuk?4. Apa saja karakteristik masyarakat majemuk?5. Bagaimana kemajemukan masyarakat Indonesia?6. Bagaimana pengaruh kemajemukan masyarakat di Indonesia?

7. Bagaimana kemajemukan masyarakat di kota Banda Aceh?

1.3 Tujuan PembelajaranBerdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.1. Untuk mengetahui apa itu masyarakat majemuk.2. Untuk mengetahui masalah yang ditimbulkan dari masyarakat majemuk.3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi timbulnya masyarakat majemuk.4. Untuk mengetahui bagaimana kemajemukan masyarakat di Kota Banda Aceh.5. Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu sosial dan budaya.

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Pengertian Masyarakat MajemukPerbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering disebut sebagai cirri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula sekali diperkenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda.Menurut J. S. Furnivall,Masyarakat majemuk adalahsuatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu keadaan politik. Sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia ia sebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis di mana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.Kesimpulan dari konsep Furnivall tentang pengertian masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat bagaimana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.Menurut Cliford Geertz,Masyarakat majemuk adalah merupakan masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam mana masing-masing sub sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial.Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang memiliki berbagai macam perbedaan baik dari segi suku, agama, ras, maupun budaya.2.2. Karakteristik Masyarakat MajemukKarakteristik masyarakat majemuk menurut Van de Berg adalah sebagai berikut.

1. Terintegrasinya masyarakat ke dalam kelompok-kelompok sosial yang memiliki ciri khas budaya yang berbeda satu sama lain.2. Adanya lembaga-lembaga sosial yang saling tergantung satu sama lain karena adanya tingkat perbedaan budaya yang tinggi.3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.4. Kecenderungan terjadinya konflik lebih besar di antara kelompok satu dengan yang lain.5. Integrasi sosial tumbuh di antara kelompok sosial yang satu dengan yang lain.6. Adanya kekuasaan politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

Karakteristik masyarakat majemuk menurut Pierre L. Van Den Berghe :1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain.2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.3. Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.4. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.

2.3. Faktor Penyebab Masyarakat MajemukFaktor penyebab masyarakat majemuk :a.Letak suatu negara / masyarakatKenyataan bahwa Indonesia terletak di antara samudera Indonesia dan Samudera Pasifik, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia. Selain itu, karena letaknya berada di tengah-tengah lalu-lintas perdagangan laut, maka masyarakat Indonesia telah sejak lama memperoleh pengaruh-pengaruh kebudayaan asing melalui para pedagang asing.b.Keadaan geografis suatu negaraKeadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia kurang lebih 3.000 pulau merupakan faktor yang sangat berpengaruh besar terhadap terciptanya pluralitas suku bangsa di Indonesia. Keadaan geografis telah memaksa nenek moyang bangsa Indonesia untuk tinggal menetap di daerah yang terpisah-pisah satu sama lain. Isolasi geografis ini mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau atau sebagian pulau di Nusantara tumbuh menjadi kesatuan sukubangsa yang sedikit banyak terisolasi dari kesatuan suku-bangsa yang lain.Setiap kesatuan suku-bangsa terdiri dari sejumlah orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan emosional, serta memandang diri mereka masing-masing sebagai suatu jenis tersendiri. Mereka pada umunya memiliki bahasa dan warisan kebudayaan yang sama. Mereka biasanya mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama, suatu kepercayaan yang sering didukung oleh mitos-mitos yang hidup dalam masyarakat tersebut.Hildred Greetz, menyebutkan bahwa jumlah suku-bangsa di Indonesia adalah berjumlah lebih dari 300 ribu suku-bangsa yang masing-masing memiliki bahasa dan identitas cultural yang berbeda-beda. Sedangkan menurutSkinner, jumlah suku-bangsa Indonesia adalah lebih dar 35 suku-bangsa yang masing-masing dengan bahasa dan adat yang tidak sama.c.Iklim yang berbeda dan keadaan struktur tanah yang berbeda di setiap daerahPerbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakankondisi yang menciptakan dua macam lingkungan ekologis yang berbeda di Indonesia, yaitu : daerah pertainan sawah (wet rice cultivation) yang terutama banyak kita jumpai di pulau Jawa dan Bali, serta daerah pertanian ladang (shifting culivation) yang banyak kita jumpai di luar pulau Jawa. Perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan yang kontras antara Jawa dan Luar Jawa dalam bidang kependudukan, ekonomi, dan sosial-budaya.

2.4. Kemajemukan masyarakat indonesia Furnivall mengatakan dalam bukunya yang berjudul Netherlands India : A Study Of Plural Economy ( 1965 ) bahwa istilah masyarakat Indonesia Majemuk menggambarkan kenyataan masyarakat indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersau dalam satu kesatuan politik. Sehingga bangsa Indonesia dikatakan sebagai bangsa yang unik akibat keanekaragamannya. Adapula faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat indonesia sebagai berikut :a. Keadaan geografi indonesia yang terdiri dari kepulauan dari lima pulau besar dan lebih dari 13.000 pulau kecil, sehingga penduduk indonesia hidup terpisah di masing-masing pulau tersebut. Namun adapula masyarakat yang menempati satu pulau atau sebagian dari satu pulau tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa, setiap suku bangsa tersebut memandang dirinya sebagai suku jenis tersendiri. b. Letak indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara Benua Asia dan Australia, maka Indonesia berada di tengah-tengah jalur perdagangan dunia. Dengan datangnya masyarakat dari benua lain ke indonesia untuk urusan berdagang maupun politik, membawa sertakan budaya dari negara mereka dan memperkenalkannya kepada masyarakat lokal, sehingga mempengaruhi budaya lokal tersebut walaupun tidak mendominasi. Hal ini juga mempengaruhi terciptanya pluralitas/kemajemukan agama. c. Iklim yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan nusantara ini menjadi salah satu faktor yang menciptakan kemajemukan regional. Kemajemukan bangsa indonesia juga tampak pada perbedaan warga masyarakat secara horizontal yang terdiri atas berbagai ras, agama, adat dan perbedaan-perbedaan kedaerahan.

Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut menjadi serasi, indah apabila kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah diwujudkan melalui inegrasi.

2.5. Pengaruh Kemajemukan Masyarakat IndonesiaPengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan suku bangsa,ras dan agama dapat dibagi atas pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh negatifnya antara lain :

a. PrimordialKarena adanya sikap primordial kebudayaan daerah, agama dan kebiasaan di masa lalu tetap bertahan sampai kini. Sikap primordial yang berlebihan disebut etnosentris. Jika sikap ini mewarnai interaksi di masyarakat maka akan timbul konflik, karena setiap anggota masyarakat akan mengukur keadaan atau situasi berdasarkan nilai dan norma kelompoknya. Sikap ini menghambat tejadinya integrasi sosial atau integrasi bangsa. Primordialisme harus diimbangi tenggang rasa dan toleransi.

b. Stereotip EtnikInteraksi sosial dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan stereotip etnik yaitu pandangan (image) umum suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain (Horton & Hunt). Cara pandang stereotip diterapkan tanpa pandang bulu terhadap semua anggota kelompok etnis yang distereotipkan, tanpa memperhatikan adanya perbedaan yang bersifat individual. Stereotip etnis disalah tafsirkan dengan menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok etnis kepada ciri khusus seluruh anggota etnis.Dengan adanya beberapa orang dari sukubangsa A yang tidak berpendidikan formal atau berpendidikan formal rendah, orang dari suku lain (B) menganggap semua orang dari sukubangsa A berpendidikan rendah. Orang dari luar suku A menganggap suku bangsanya yang paling baik dengan berpendidikan tinggi. Padahal anggapan itu bisa saja keliru karena tidak semua orang dari sukubangsa di luar sukubangsa A berpendidikan tinggi, banyak orang dari luar sukubangsa A yang berpendidikan rendah. Jika interaksi sosial diwarnai stereotip negatip, akan terjadi disintegrasi sosial. Orang akan memberlakukan anggota kelompok etnis lain berdasarkan gambaran stereotip tersebut. Agar integrasi sosial tidak rusak, setiap anggota masyarakat harus menyadari bahwa selain sukubangsa ada faktor lain yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu pendidikan, pengalaman, pergaulan dengan kelompok lain, wilayah tempat tinggal, usia dan kedewasaan jiwa.

c. Potensi KonflikCiri utama masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnifall (1940) adalah kehidupan masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka dalam satu unit politik tertentu.Mungkin pendekatan yang relevan untuk melihat persoalan masyarakat majemuk ini adalah bahwa perbedaan kebudayaan atau agama memang potensial untuk mendestabilkan negara-bangsa. Karena memang terdapat perbedaan dalam orientasi dan cara memandang kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut masing-masing juga berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat (inherent) potensi pertentangan, suatu konflik yang tersembunyi (covert conflict). Namun demikian, potensi itu tidak akan manifes untuk menjadi konflik terbuka bila faktor-faktor lain tidak ikut memicunya. Dan dalam konteks persoalan itu nampaknya faktor ekonomi dan politik sangat signifikan dalam mendorong termanifestasinya konflik yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka.Furnivall sendiri sudah mensinyalir bahwa konflik pada masyarakat majemuk Indonesia menemukan sifatnya yang sangat tajam, karena di samping berbeda secara horisontal, kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal, menunjukkan adanya polarisasi. Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok etnik agama dan ras juga ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi dan kekayaan. Ada ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan kontrolnya pada sumber-sumber daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang lainnya sangat kurang. Kemudian juga, akses dan kontrol pada sektor politik yang bisa dijadikan instrumen untuk pemilikan dan penguasaan sumber-sumber daya ekonomi, juga tidak menunjukkan adanya kesamaan bagi semua kelompok.Di Kalimantan Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama Islam setahap demi setahap bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi. Demikian pula dengan orang-orang Bugis-Makassar dan Buton yang umumnya beragama Islam di kawasan Timur Indonesia telah membuat jaringan yang cukup luas dalam sektor ekonomi ini. Termasuk dalam kasus ini adalah orang-orang Cina yang sebagian besar beragama non-Islam yang menguasai sebagian besar sarana dan aset produksi serta jaringan distribusi di kota-kota besar dan menengah Indonesia. Ketika Orde Baru memegang tampuk pemerintahan tampaknya ketimpangan ekonomi dan politik antar kelompok etnik dan ras ini tidak secara sungguh-sungguh dicoba untuk dihapuskan. Malah pemihakan pada kelompok tertentu sangat kentara, sementara kelompok yang lain mengalami proses marjinalisasi. Di sinilah polarisasi antar kelompok masyarakat yang berbeda secara kultural dan agama itu menjadi semakin tajam. Di samping itu, pemerintah dan masyarakat di daerah secara politik betul-betul lemah, tidak memiliki saluran institusional yang memungkinkan kepentingan dan kebutuhan mereka dapat diakomodasi. Di sini sentralisme adalah ciri utama sistem politik negara Orde Baru.Memang selama rezim Orde Baru berkuasa konflik itu tidak banyak muncul, kalaupun terjadi ledakannya tidak besar dan akan segera diredam secara represif. Namun pendekatan keamanan itu tidak menghilangkan potensi konflik tersebut, karena akar persoalannya tidak dipecahkan. Hubungan antar kelompok tetap dalam situasi ketegangan, menunggu momen untuk meledak. Karena itu, ketika rezim Orde Baru mulai kehilangan legitimasi dan kemudian jatuh, konflik yang tadinya laten menjadi terbuka.Hal ini dikarenakan, bahwa pengkotakan masyarakat hanya mampu menekan eskalasi konflik dan disharmoni sosial dalam masyarakat, namun ia tidak mampu menghilangkan poensi-potensi konflik yang telah lama dan masih terpendam dalam masyarakat. Konflik dan disharmoni sosial dapat muncul karena mereka, kelompok-kelompok sosial tersebut tetap hidup berdampingan secara fisik dalam suatu komunitas masyarakat. Pembenaran atas ketidaksamaan, pada hakekatnya adalah juga sebentuk pembenaran terhadap adanya potensi potensi konflik dalam masyarakat yang pluralis.

2.6. Masyarakat Majemuk Di Kota Banda AcehMasyarakat Tionghoa di PeunayongBanda Aceh merupakan Ibukota dari Provinsi Aceh. Masyarakat Kota Banda Aceh dapat kita sebut sebagai masyarakat majemuk. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai aspek, seperti bentuk fisik (wajah), agama, suku, dan bahasa. Salah satu hal yang paling menonjol dapat kita lihat dari populasi Masyarakat Cina (Toinghoa) yang mendiami salah satu wilayah di Kota Banda Aceh, yaitu daerah Peunayong.Letak Kota Banda Aceh sangat strategis karena berhadapan dengan Selat Malaka, sehingga menjadikan kota ini berada di jalur sibuk. Banyak para pedagang dunia dari berbagai etnis yang melintas dan singgah. Dan Peunayong dipilih menjadi salah satu tempat persinggahan, termasuk etnis China. Bangsa China telah melakukan transaksi perdagangan dengan Aceh sekitar abad ke 9. Keramik, sutera, kertas dan mesiu termasuk dari beberapa komoditas perdagangan yang dibawa oleh mereka. Komoditas-komoditas itu ditukar dengan rempah-rempah yang berasal dari daratan Aceh. Etnis China yang datang ke Aceh umumnya berasal dari suku Hakka, Teo-Chiu yang berasal dari provinsi Kwangtung, Hokkian dan Kanton.

Letak Peunayong yang bersebelahan denganKrueng Aceh(sungai Aceh), mungkin menjadi alasan kawasan ini mereka pilih untuk ditempati. Dalam konsep kehidupan etnis China, hidup berdampingan dengan air mendatangkan kebaikan dan kemurahan hidup. Pada umumnya, masyarakat Tionghoa tinggal berkelompok. Ada yang tinggal di kawasan perdagangan dan ada juga yang tinggal di kampung-kampung. mereka sangat menjunjung tinggi kebudayaan mereka, oleh karena itu tidak heran bila mereka tetap memakai bahasa aslinya sebagai alat komunikasi sehari-hari walaupun mereka telah lama menetap di Aceh.Keberadaan etnis Tionghoa menimbulkan berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial. Salah satu penyebab adalah karena kurangnya interaksi sosial antara etnis Tionghoa dan masyarakat pribumi di Aceh. Kurangnya interaksi sosial tersebut dapat dilihat pada pola sosialisasi mereka yang berkelompok-kelompok. Jarang ditemukannya masyarakat Tionghoa yang hidup berdampingan dengan masyarakat Aceh. Perbedaan kepercayaan menjadi salah satu penyebab kurangnya interaksi sosial. Biasanya kepercayaan yang menjadi mayoritas akan mengenyampingkan kepercayaan yang minoritas. Misalnya di Aceh sendiri yang mayoritasnya menganut agama islam. Mereka menganggap rendah orang Tionghoa. Adapun solusi dari permasalahan di atas antara lain : 1. Menyelenggarakan kegiatan masyarakat yang melibatkan keduanya. Seperti gotong-royong dan lain-lain2. Menjalin kebersamaan antara kedua belah pihak dengan cara menjalin persahabatan .3. Meningkatkan sosialisasi antara dua belah pihak melalui ruang terbuka seperti taman, tempat rekreasi an lain-lain.

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanMasyarakat majemuk merupakan masyarakat yang memiliki berbagai macam perbedaan baik dari segi suku, agama, ras, maupun budaya. akibat dari masyarakat majemuk itu sendiri terdiri atas kurangnya interaksi antara masyarakat, adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain, cenderung terjadinya konflik lebih besar di antara kelompok satu dengan yang lainnya, kurang berkembangnyan konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar serta beberapa akibat lainnya yang merujuk kepada terbentuknya masyarakat majemuk.

3.2. SaranKita sebagai masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk sebaiknya dapat hidup harmonis dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Karena apabila keharmonisan ini tidak dapat dicapai maka akan terjadi disintegrasi social dan konflik-konflik social yang akan menyebabkan perpecahan bangsa dan akan menyebabkan hancurnya negara kita.

1