TUGAS ISBD.docx

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 TUGAS ISBD.docx

    1/4

    TUGAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

    TANGGAPAN BERITA TENTANG HUKUM DI INDONESIA

    Disusun oleh :

    Okky Mareta Octadevi (M3511042)

    D3 FARMASI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    2013

  • 7/22/2019 TUGAS ISBD.docx

    2/4

    Jumat, 11/01/2013 12:40 WIB

    Politisi PKS: Dibanding Kasus Nenek Minah, Vonis Angie Ada GapBesar!

    M IqbaldetikNews

    Jakarta - Angelina Sondakh divonis 4,5 tahun oleh pengadilan.

    Menurut anggota komisi III FPKS, Aboe Bakar Al-Habsy, vonis

    Angie menunjukkan gap besar jika dibandingkan dengan kasusRasminah yang divonis 140 hari karena mencuri buntut sapi dan

    piring.

    "Bila disandingkan dengan dengan vonis nenek Minah yang mencuri

    piring, sepertinya ada gap yang besar. Rasminah divonis 140 hari

    penjara karena mencuri 1 kilogram buntut sapi dan 6 piring, berapa

    sih harganya? Coba bandingkan dengan kerugian negara pada kasus

    nggelina yang mencapai 12,58 miliar rupiah dan 2,35 juta dollar AS," kata anggota komisi IIIFPKS Aboe Bakar Al-Habsy dalam pesan singkat, Jumat (11/1/2013).

    "Hakim sepertinya tidak menengok argumen kerugian negara dalam kasus Angie. Dari putusan

    yang dibacakan, terlihat pula semangat majelis hakim yang memandang pemberantasan korupsi

    sebatas memberikan efek jera terhadap koruptor. Belum ada semangat untuk mengembalikan

    kerugian negara atau pemiskinan para koruptor," lanjutnya.

    Menurut Aboe, majelis hakim tidak mengenakan pasal 18 UU Tipikor merujuk pada UNODC

    (United Nations Office on Drugs and Crime), sehingga hanya denda Rp 250 juta saja. Ini bisamenjadi preseden tidak baik bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

    "Bayangkan saja kerugian negara mencapai 12,58 miliar rupiah dan 2,35 juta dollar AS, namun

    hanya dikembalikan ke negara dengan denda Rp 250 juta saja. Saya rasa bila KPK konsisten,mereka akan banding atas putusan tersebut," tegasnya.

    Meski demikian, ia mengapresiasi hakim yang sudah menggunakan data elektronik sebagaibarang bukti yang sah, namun ia heran ketika "menjadi berbagai pembicara" menjadi faktor

    meringankan, karena tidak ada relevansinya dengan tindak pidana itu sendiri.

    "Bukankah pertimbangan dalam putusan seharusnya menyangkut langsung dengan materi

    perkara? Sesuai dengan pasal 18 UU Tipikor yang merujuk pada UNODC, bila dalam

    pertimbangannya hakim menyatakan bahwa uang suap tidak berasal dari uang negara, tapi dari

    korporasi sebagai alasan tidak perlu penyitaan dan pengembalian uang negara, ini adalah logikayang sesat," kritiknya.

    "Karena dalam beberapa kasus yang sudah terbukti di pengadilan kasus korupsi menggunakan

    sistem ijon, di mana korporasi mengeluarkan uang terlebih dahulu untuk mendapatkan proyek.

    Kalau dalam kasus ini biasanya oleh Mindo dan kawan-kawan disebut sebagai biaya proyek,

    yaitu anggaran untuk menggiring proyek agar bisa memenangkan tender," ucap Aboe.

  • 7/22/2019 TUGAS ISBD.docx

    3/4

    Nah, bila logika itu yang dipakai, maka hanya pemilik korporasi saja yang akan kena delik

    korupsi, karena merekalah yang menggunakan uang negara.

    "Hampir pada semua perkara korupsi pastilah pejabat negara mendapatkan uang dari korporasi,bukan dari uang negara secara langsung," kata politisi PKS itu.

    TANGGAPAN

    Dalam kasus ini menjelaskan bahwa hokum di Indonesia masih sangat buruk. Dilihat

    dari penyelesaian kasus seorang koruptor/si KAYA dengan pencuri piring/si MISKIN

    terjadi penyimpangan hokum dimana masih adanya penegak hokum yang tidak peka terhadap

    hokum social masyarakat. Pada kasus nenek Minah yang didakwa atas pencurian 6 piring dan

    buntut sapi yang harganya tidak seberapa tapi tetap diberikan tindak pidana yaitu penjara 140

    hari atau kurang lebih 4.5 bulan. Sedangkan koruptur yang merugikan uang Negara mencapai

    12,58 miliar rupiah dan 2,35 juta dollar AS hanya di penjara 4.5 tahun dan denda 250 juta saja.

    Untuk itu, dalam hal ini masih menunjukan kurangnya kepedulian terhadap hokum di Indonesia.

    Dimana terungkapnya banyak kasus kecurangan dalam penegakan hukum di Indonesia

    mengarahkan masyarakat berpikir kepada bahwa hukum hanya untuk mereka yang memiliki

    uang, kekuasaan atau jabatan maupun kekuatan politik sehingga dengan itu mereka bisa membelihukum. Sehingga masyarakat juga menilai bahwa hukum sebagai dewa penolong bagi mereka

    yang diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang

    seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang

    mengalami konflik seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa.

    Sehingga buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan

    masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari.

    Drs. IGM. Nurdjana, SH, MH menjelaskan, pertama lemahnya integritas penegakanhokum korupsi dipengaruhi oleh problematik dalam sistem hukum pidana sebagai hukum formal

    dan hukum materiil yang secara substansi hukum pada peraturan perundang undangan pidana

    potensi korupsi. Kedua, secara struktur hukum atau kelembagaan terdapat overlapping

    kewenangan dan mengabaikan asas diferensial fungsional dalam bentuk konflik. Ketiga, adanya

    disharmoni atau rivalitas negatif antara Polri, Jaksa dan KPK serta dilema terbentuknya hakim

  • 7/22/2019 TUGAS ISBD.docx

    4/4

    adhoc. Terakhir, terjadinya kesenjangan dan keterbatasan anggaran sarana dan prasarana

    sehingga secara cultural hukum menjadi cara dinamis untuk dimanfaatkan sebagai alat

    pemerkaya diri. Para koruptor berusaha memanfaatkan kesempatan bagus tersebut sebagai alat

    dalam mempertahankan dirinya dari jeratan hukum. Hasilnya, vonis hakim terhadap koruptor

    tersebut banyak yang hasil akhirnya bebas.

    Untuk itu perlu adanya perbaikan dan penataan dengan baik dan benar pada struktur

    hokum yang ada di Indonesia seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan organisasi

    advokat serta pengawas hokum itu sendiri. Begitu juga dengan sistem hukum perlu segera

    direvisi berbagai perangkat peraturan perundang undangan yang menunjang proses penegakan

    hukum di Indonesia, karena zaman semakin berubah dari waktu ke waktu. Dan yang paling

    penting adalah budaya hukum perlu dikembangkan perilaku taat, jujur dan patuh terhadap hokum,

    kesadaran diri sendiri, memperbaiki diri dan mampu membedakan yang salah dan benar dengan

    tajam.