Upload
dilla-wendistia
View
62
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pharmacist
Citation preview
TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOTERAPI IV
KANKER PAYUDARA
Disususn oleh:
Kelompok 3 Kelas B
Jauvita Alvica Madyawati G1F012006Mutiara Nur Shovie G1F012010Dilla Wendistia G1F012014Rizky Tris Irianto G1F012018Cesa Radita Putra G1F012022Muntofingah G1F012024Devi Yanti G1F012026Ihsanti Dwi Rahayu G1F012028Nindya Nur Bagaskarina G1F012048Dina Qoyima G1F012046Anita Kurnia G1F012050Novita Cahya Puspitasari G1F012078Rafdy Falih Albani G1F012076Putri Margareta G1F012088
Dosen Pembimbing : Laksmi Maharani., M.Sc., Apt
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIDKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014
A. PATOFISIOLOGI
1. Tahapan Terbentuknya Sel Kanker
Gambar 2. Hallmarks of Cancer
(Sumber : Langhorne et al., 2007)
a) Sustaining Proliferation
Pada tahapan ini sel kanker memiliki kemampuan untuk terus-
menerus berproliferasi dalam kondisi kronik tanpa adanya
stimulasi eksternal. Pada sel kanker terjadi perubahan dari pro-
onkogen menjadi onkogen sehingga mengakibatkan sel mampu
memicu pertumbuhan sel secara mandiri.
b) Evading Growth Suppressors
Tumour suppressor genes dapat mencegah pertumbuhan sel. Sel
kanker dapat mengatasi kondisi tersebut melalui pertumbuhan sel
tumor.
c) Resisting Cell Death (apoptosis)
Proliferasi sel kanker kemungkinan dapat meningkat dengan
terjadinya mutasi pada gen yang mengatur regulasi kematian sel
secara terprogram.
d) Enabling Replicative Immortality
Sel kanker membutuhkan potensi replikasi secara luas untuk
membangun tumor makroskopis. Telomer pada akhir segmen
kromosom memendek selama pembelahan sel. Pada sel kanker
pemendekan telomer dapat dihindari oleh enzim telomerase hal ini
memungkinkan sel untuk bereplikasi secara luas.
e) Sustained Angiogenesis
Seperti pada jaringan normal, sel tumor membutuhkan nutrisi dan
oksigen sama baiknya dengan kemampuan sel tersebut untuk dapat
menghilangkan sisa hasil metabolisme dan karbon dioksida untuk
tetap bertahan hidup. Melalui proses angiogenesis, sistem
peredaran darah dibangun untuk pertumbuhan sel tumor dan
metastasis.
f) Activating Invasion and Metastasis
Sel kanker dapat menyebar melalui sel melalui sel yang ada di
tumor primer, kemudian memasuki pembuluh darah terdekat dan
menuju ke sistem limpa. Dengan memasuki kedua sistem tersebut
sel kanker akan memproduksi tumor sekunder di tempat yang
berbeda.
(Langhorne et al., 2007)
2. Patofisiologi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah penyakit yang bersifat ganas akibat tumbuhnya
sel kanker yang berasal dari sel-sel normal di payudara. Sel kanker ini bisa
berasal dari kelenjar susu, saluran susu, atau jaringan penunjang seperti lemak
dan saraf (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004). Kanker payudara (carcinoma
mammae) bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya,
dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Pada Carsinoma mammae,
metastasis yang sering terjadi adalah ke paru, pleura, dan tulang (Page, 2004).
Pada umumnya tumor pada payudara bermula dari sel epitelial, sehingga
kebanyakan kanker payudara dikelompokkan sebagai karsinoma (keganasan
tumor epitelial). Sedangkan sarkoma, yaitu keganasan yang berangkat dari
jaringan penghubung, jarang dijumpai pada payudara. Berdasarkan asal dan
karakter histologinya kanker payudara dikelompokkan menjadi dua kelompok
besar yaitu in situ karsinoma dan invasive karsinoma. Karsinoma in situ
dikarakterisasi oleh lokalisasi sel tumor baik di duktus maupun di lobular,
tanpa adanya invasi melalui membran basal menuju stroma di sekelilingnya.
Sebaliknya pada invasive karsinoma, membran basal akan rusak sebagian atau
secara keseluruhan dan sel kanker akan mampu menginvasi jaringan di
sekitarnya menjadi sel metastatik (Hondermarck, 2003).
Gambar 3. Perbedaan sel non-invasive dan sel invasive
Sumber : (www.breastcancer.org)
Meskipun mekanisme molekuler yang mempengaruhi risiko
terjadinya kanker payudara dan progresi dari penyakit ini belum dapat
diketahui secara persis namun aktivasi onkogen yang disebabkan oleh
modifikasi genetik (mutasi, amplifikasi atau penyusunan ulang kromosomal)
atau oleh modifikasi epigenetik (ekspresi berlebihan) dilaporkan mampu
mengarahkan pada terjadinya multiplikasi dan migrasi sel. Beberapa onkogen
telah diketahui mempengaruhi karsinogenesis kanker payudara, diantaranya
Ras, c-myc, epidermal growth factor receptor (EGFR, erb-B1), dan erb-B2
(HER-2/neu) (Greenwald, 2002).
Awalnya, proses metastase kanker payudara diinisiasi oleh adanya
aktivasi atau overekspresi beberapa protein, misalnya reseptor estrogen (ER)
dan c-erbB-2 (HER2) yang merupakan protein predisposisi kanker payudara
(Fuqua, 2001). Kedua protein tersebut selain berperan dalam metastasis, juga
berperan dalam perkembangan kanker payudara (early cancer development).
Estrogen berikatan dengan reseptor estrogen (ER) membentuk kompleks
reseptor aktif dan mempengaruhi transkripsi gen yang mengatur proliferasi
sel. Estrogen dapat memacu ekspresi protein yang berperan dalam cell cycle
progression, seperti Cyclin D1, CDK4 (cyclin-dependent kinase 4), Cyclin E
dan CDK2. Aktivasi reseptor estrogen juga berperan dalam aktivasi beberapa
onkoprotein seperti Ras, Myc, dan CycD1 (Foster et al., 2001). Aktivasi
protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan berlebih melalui aktivasi
onkoprotein yang lain seperti PI3K, Akt, Raf dan ERK. Protein Myc
merupakan protein faktor transkripsi yang penting untuk pertumbuhan,
sedang CycD1 merupakan protein penting dalam kelangsungan cell cycle
progression sehingga adanya aktivasi tersebut akan mengakibatkan
perkembangan kanker yang dipercepat (Hanahan and Weinberg, 2000).
Estrogen akan menstabilkan keberadaan protein Myc. Protein ini sendiri
berfungsi dalam menghambat kemampuan CKIKIPI untuk menghambat
Cdk2 (Foster et al., 2001), padahal komplek Cyclin E/Cdk2 bertanggung
jawab pada proses transisi sel dari fase G1 memasuki fase S (Pan et al.,
2002).
Selain itu, kompleks estrogen dengan reseptornya juga akan memacu
transkripsi beberapa gen tumor suppressor, seperti BRCA1, BRCA2, dan
p53. Gen BRCA 1 terletak pada kromosom 17q21, terdiri dari 22 ekson dan
panjangnya kira-kira 100 kb. Gen ini merupakan tumor suppresor gene.
Resiko terjadinya kanker payudara karena mutasi gen ini sebesar 85 % dan
pada wanita usia di bawah 50 tahun sebesar 50 %. Gen BRCA 2 mempunyai
ukuran 70 kb dan terdiri dari 27 ekson, terletak pada kromosom 13q12.
Resiko terjadinya kanker payudara karena mutasi pada gen ini sebesar 80-90
% pada wanita. Gen p53 secara normal menyandi protein dengan berat
molekul 53 kDa yang terlibat dalam kontrol pertumbuhan sel. Terjadinya
mutasi pada gen ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel menjadi tidak
terkontrol (Gondhowiarjo, 2004). Hilangnya 4p, 4q dan 5q pada BRCA1
serta 7p dan 17q24 pada BRCA2 dapat digunakan untuk membedakan antara
kanker payudara yang disebabkan faktor keturunan atau penyebab umum
lainnya. Mutasi pada BRCA1 adalah delesi ekson 11 sedangkan pada BRCA2
adalah delesi ekson 12 dan 3 (Franks and Teich, 1997). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peran BRCA1 dan BRCA2 diantaranya dapat menjaga
kestabilan dan integritas genetik melalui kemampuannya untuk melakukan
homolog rekombinasi. Fungsi BRCA1 dalam perbaikan DNA berkaitan
dengan protein GADD45 (Growth Arrest and DNA Damage) yang di-
upregulasi ketika terjadi overekspresi BRCA1. Saat terjadi kerusakan DNA,
BRCA1 akan terlepas dari pasangannya, yaitu CtIP (CtBP-Interacting
Protein) sehingga BRCA1 dapat mengaktifkan GADD45 yang akan menjaga
stabilitas genomik (Wickremasighe and Hoffbrand, 1999).
B. GEJALA KLINIK
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah dideteksi karena
awal pertumbuhan sel kanker payudara tidak dapat diketahui dengan mudah.
Gejala umumnya baru diketahui setelah stadium kanker berkembang agak
lanjut, karena pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan. Penderita
merasa sehat, tidak merasa nyeri, dan tidak mengganggu aktivitas (Elisabeth,
2001).
Gejala-gejala kanker payudara yang tidak disadari dan tidak dirasakan
pada stadium dini menyebabkan banyak penderita yang berobat dalam kondisi
kanker stadium lanjut dan akan mempersulit penyembuhan serta semakin kecil
peluang untuk disembuhkan. Tanda yang mungkin muncul pada stadium dini
adalah teraba benjolan kecil di payudara yang tidak terasa nyeri (Pane, 2002).
Gejala yang timbul saat penyakit memasuki stadium lanjut semakin
banyak, seperti (Pane , 2002) :
1. Timbul benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan, makin
lama benjolan ini makin mengeras dan bentuknya tidak beraturan.
2. Saat benjolan mulai membesar, barulah menimbulkan rasa sakit (nyeri)
saat payudara ditekan karena terbentuk penebalan pada kulit payudara.
3. Bentuk, ukuran atau berat salah satu payudara berubah kerena terjadi
pembengkakan.
4. Pembesaran kelenjar getah bening di ketiak atau timbul benjolan kecil
dibawah ketiak.
5. Bentuk atau arah puting berubah, misalnya puting susu tertarik ke dalam
dan yang tadinya berwarna merah muda dan akhirnya menjadi kecoklatan.
6. Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu pada wanita yang
sedang tidak hamil. Eksim pada puting susu dan sekitarnya sudah lama
tidak sembuh walau sudah diobati.
7. Luka pada payudara sudah lama tidak sembuh walau sudah diobati
8. Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (peau d’orange) akibat dari
neoplasma menyekat drainase limfatik sehingga terjadi edema dan pitting
kulit. Payudara yang mengalami peau d’orange
Gejala kanker payudara pada pria sama seperti kanker payudara yang
dialami wanita, mulanya hanya benjolan. Umumnya benjolah hanya dialami di
satu payudara, dan bila diraba terasa keras dan menggerenjil. Bila stadium
kanker sudah lanjut, ada perubahan pada puting dan daerah hitam di sekitar
puting. Kulit putingnya bertambah merah, mengerut, tertarik ke dalam, atau
puting mengeluarkan cairan.
C. FAKTOR RESIKO PENDERITA
Faktor risiko kanker payudara yang tidak dapat diubah, berikut ini
merupakan faktor resiko dari kanker payudara (American cancer society,
2014):
1. Jenis Kelamin
Wanita merupakan faktor risiko utama terkena kanker payudara. Pria juga
dapat terkena kanker payudara, tetapi kanker payudara 100 kali lebih umum
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin karena pria memiliki
lebih sedikit hormon wanita estrogen dan progesteron, yang dapat
meningkatkan pertumbuhan sel kanker payudara.
2. Penuaan
Resiko terkena kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia.
Sekitar 1 dari 8 kanker payudara invasif yang ditemukan pada wanita yang
lebih muda dari usia 45 tahun, sementara sekitar 2 dari 3 invasif kanker
payudara ditemukan pada wanita usia 55 tahun atau lebih tua.
3. Faktor risiko genetik
Sekitar 5% sampai 10% dari kasus kanker payudara dianggap turun-temurun,
yang berarti bahwa mereka hasil langsung dari cacat gen (disebut mutasi)
yang diwarisi dari orangtua.
4. Riwayat keluarga kanker payudara
Risiko kanker payudara lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki
keluarga mengidap kanker payudara.
5. Sejarah pribadi dari kanker payudara
Seorang wanita dengan riwayat kanker pada satu payudaranya memiliki
peningkatan risiko mengembangkan kanker baru di payudara lainnya atau
di bagian lain dari payudara yang sama. Risiko ini bahkan lebih tinggi jika
kanker payudara didiagnosis pada usia yang lebih muda.
6. Ras dan etnis
Secara keseluruhan, wanita yang berkulit putih (Amerika) sedikit lebih
rendah untuk mengembangkan kanker payudara daripada wanita berkulit
hitam (Afrika).
7. Jaringan payudara yang padat
Payudara terdiri dari jaringan lemak, jaringan fibrosa, dan jaringan
kelenjar. Seseorang dikatakan memiliki payudara padat ketika mereka
memiliki lebih banyak jaringan kelenjar dan fibrosa tetapi jaringan
lemaknya kurang. Wanita dengan payudara padat memiliki risiko
kanker payudara 1,2-2 kali dari wanita dengan kepadatan payudara
rata-rata.
8. Periode menstruasi
Wanita yang memiliki siklus menstruasi lebih karena mereka mulai
menstruasi lebih awal (sebelum usia 12) memiliki risiko sedikit lebih
tinggi terkena kanker payudara.
Gaya hidup juga mempengaruhi resiko kanker payudara, berikut
ini merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan gaya hidup untuk
kanker payudara (American cancer society, 2014):
1. Memiliki anak
Wanita yang belum memiliki anak atau yang memiliki anak pertama
setelah usia 30 tahun memiliki risiko kanker payudara sedikit lebih
tinggi. Dapat diartikan bahwa hamil pada usia dini mengurangi
risiko kanker payudara.
2. Terapi hormon setelah menopouse
Penggunaan terapi hormon gabungan (HT) pasca menopause dapat
meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Hal ini juga dapat
meningkatkan kemungkinan kematian akibat kanker payudara.
Peningkatan risiko dapat dilihat hanya setelah 2 tahun penggunaan.
3. Menyusui
Beberapa studi menunjukkan bahwa wanita menyusui memiliki risiko
kanker payudara sedikit lebih rendah, terutama jika dilanjutkan untuk 1 ½
sampai 2 tahun. Jadi wanita yang tidak menyusui dapat terkena risiko
kanker panyudara lebih besar, terutama di negara-negara seperti Amerika
Serikat, di mana menyusui selama ini jarang terjadi.
4. Minum alkohol
Konsumsi alkohol jelas terkait dengan peningkatan risiko terkena kanker
payudara. Risiko meningkat dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi.
Dibandingkan dengan non-peminum, wanita yang mengkonsumsi 1
minuman beralkohol setiap hari memiliki peningkatan risiko yang sangat
kecil. Mereka yang mengkonsumsi 2 sampai 5 minuman beralkohol setiap
hari memiliki sekitar 1 ½ kali risiko kanker payudara.
5. Kelebihan berat badan atau obesitas
Kelebihan berat badan atau obesitas setelah menopause dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita yang kelebihan berat badan
juga cenderung memiliki tingkat insulin darah yang lebih tinggi. Kadar
insulin yang tinggi berkaitan dengan beberapa jenis kanker, termasuk
kanker payudara.
6. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dalam bentuk latihan dapat mengurangi risiko kanker
payudara. Dalam suatu penelitian, dari berjalan cepat sekitar 2 ½ jam per
minggu dapat mengurangi satu risiko sebesar 18%. Untuk mengurangi
risiko terjadinya kanker payudara, American Cancer Society
merekomendasikan agar wanita dewasa setidaknya melakukan aktivitas
fisik dalam bentuk latihan sekitar 150 menit intensitas sedang atau 75
menit intensitas kuat setiap minggu.
D. PENATALAKSANAAN TERAPI
1. Guideline (PNKP)
a. Stadium 1 dan 2
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
b. Stadium 3 dan 4
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
c. Radioterapi
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
2. Klasifikasi kanker dibedakan menurut:
i. Kanker payudara stadium 0 (TIS / T0, N0M0)
Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan
histopatologi. Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan
radiologik.
ii. Kanker payudara stadium dini dini / operabel (stadium I dan II,
tumor <= 3 cm)
Dilakukan tindakan operasi :
• Mastektomi
• Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi
persyaratan tertentu)
Terapi adjuvan operasi:
Kemoterapi adjuvant bila :
1. Grade III
2. TNBC
3. Ki 67 bertambah kuat
4. Usia muda
5. Emboli lymphatic dan vaskular
6. KGB > 3
Radiasi bila :
1. Setelah tindakan operasi terbatas (BCT)
2. Tepi sayatan dekat / tidak bebas tumor
3. Tumor sentral / medial
4. KGB (+) > 3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler
Indikasi BCT :
• Tumor tidak lebih dari 3 cm
• Atas permintaan pasien
• Memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Tidak multipel dan/atau mikrokalsifikasi luas dan/atau terletak
sentral
2) Ukuran T dan payudara seimbang untuk tindakan kosmetik
3) Bukan ductal carcinoma in situ (DCIS) atau lobular carcinoma in
situ (LCIS)
4) Belum pernah diradiasi dibagian dada
5) Tidak ada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau
skleroderma
6) Memiliki alat radiasi yang adekuat
iii. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
Operabel (IIIA)
o Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant
dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target
o Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi
adjuvant, dengan/tanpa hormonal, dengan/ tanpa terapi target
o Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT atau
mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi
target
Inoperabel (IIIB)
o Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi + hormonal
terapi
o Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +
kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa terapi
target
o Kemoradiasi preoperasi dengan/tanpa operasi dengan/ tanpa
radiasi adjuvan dengan/ kemoterapi + dengan/ tanpa terapi target.
iv. Kanker payudara stadium lanjut
Prinsip :
o Sifat terapi paliatif
o Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi
hormonal)
o Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan
3. Penatalaksanaan Menurut WHO
Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian
pengobatan meliputi :
a) pembedahan
b) kemoterapi
c) terapi hormon
d) terapi radiasi
e) terapi imunologi (antibodi)
Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau
membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-
gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi
dilakukan secara individual yaitu (WHO, 2003) :
1) Pembedahan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan
pembedahan. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada
pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit,
tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum.
Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy),
mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel
kanker atau pengangkatan seluruh payudara (mastectomy).
Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya
diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormon atau
kemoterapi.
2) Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan
intensitas tinggi untuk membunuh sel kanker yang tidak
terangkat saat pembedahan.
3) Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor
yang peka hormon dan sebagai terapi pendamping setelah
pembedahan atau pada stadium akhir. Contoh terapi hormon
yang sering digunakan adalah
a) Terapi yang memblok reseptor esterogen, dimana obat
golongan ini menggantikan esterogen untuk berikatan
dengan reseptor sehingga tidak terjadi pertumbuhan dan
pembelahan sel. Obat jenis ini ada yang bekerja seperti
esterogen di jaringan tetapi juga bekerja anti esterogen
pada jaringan lainnya sehingga disebut Selective
Estrogen Receptor Modulator (SERM). Contoh obatnya
adalah Tamoxifen dan Toremifen, sedangkan obat yang
bukan termasuk SERM adalah Fulvestrant (Jones, 2004).
b) Terapi menurunkan kadar esterogen, contohnya
Aromatase Inhibitor memiliki mekanisme kerja blokade
enzim (aromatase) dalam jaringan lemak yang memiliki
respon membuat esterogen pada orang yang telah
meopause. Obat ini tidak dapat menghentikan ovarium
memproduksi esterogen sehingga obat ini efektif untuk
wanita yang telah menopause. Contoh obat golongan ini
adalah Letrozole, Anastrozole, dan Exemestane (Jones,
2004).
c) Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal
ataupun tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan
pembedahan). Obat kemoterapi bisa digunakan secara
tunggal atau dikombinasikan. Salah satu diantaranya
adalah Capecitabine, obat anti kanker oral yang
diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga
hanya menyerang sel kanker saja. Berikut ini merupakan
obat-obat kemoterapi pada kanker payudara :
o Obat Kemoterapi untuk Metastatik Kanker Payudara
(NCCN Guideline, 2013)
o Dosis Obat Kemoterapi
(Carlson et al, 2009)
4) Terapi Taget HER-2
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya
protein pemicu pertumbuhan atau HER-2 secara berlebihan
dan untuk pasien seperti ini trastuzumab, pertuzumab,
emtansine adotranstuzumab, dan lapatinib antibodi yang
secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan
menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi.
Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER-2 untuk
menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab. Terapi
HER-2 bisa dikombinasikan dengan obat kemoterapi untuk
mengatasi kanker payudara pada pasien (NCCN Guideline,
2013).
a. Regimen obat kemoterapi + Terapi Target HER-2
(NCCN Guideline, 2009)
b. Dosis obat kemoterapi + Terapi Target HER-2
(Carlson(NCCN Guideline, 2009)
4. Mengobati Pasien Pada Tahap Akhir Penyakit
Banyak obat anti kanker yang telah diteliti untuk membantu 50%
pasien yang mengalami kanker tahap akhir dengan tujuan memperbaiki
harapan. Meskipun demikian, hanya sedikit yang terbukti mampu
memperpanjang hidup pada pasien, diantaranya adalah kombinasi
trastuzumab dengan capecitabine. Fokus terapi pada kanker tahap akhir
bersifat paliatif (mengurangi rasa sakit). Pada pasien kanker payudara
dengan HER2 positif, trastuzumab memberikan harapan untuk pengobatan
kanker payudara yang dipicu oleh HER2 (NCCN Guideline, 2013).
5. Penatalaksanaan Kanker Payudar
Penatalaksanaan kanker payudara menurut Smeltzer dan Bare adalah
pengobatan lokal kanker payudara, yaitu memiliki tujuan utama
menyingkirkan adanya kanker lokal (NCCN Guideline, 2013):
Mastektomi radiasi yang modifikasi.
Bedah dengan menyelamatkan payudara :
i. Mastektomi, merupakan pengangkatan ke
seluruh tubuh payudara dan beberapa
nodus limfe untuk menghilangkan tumor
payudara dengan membuang payudara
dan jaringan yang mendasari.
ii. Terapi radiasi, biasanya di lakukan sel
infuse massa tumor untuk mengurangi
kecenderungan kambuh dan
menyingkirkan kanker resudial.
iii. Rekontruksi / pembedahan dilakukan
tergantung pada stadium 1 dan 11 lakukan
mastektomi radikal, bila ada metastasis
dilanjutkan dengan radiasi regional dan
kemoterapi ajuvan. Dapat juga dilakukan
mastektomi simplek yang harus di ikuti
radisi tumor bed. Untuk setiap tumor yang
terletak pada kuadran sentral
iv. Terapi Hormonal, tujuannya dari terapi
hormonal adalah untuk menekan sekresi
hormon esterogen
v. Tranplantasi sumsum tulang yang di
lakukan adalah pengangkatan sumsum
tulang dan memberikan kemoterapi dosis
tinggi, sumsum tulang pasien yang di
pisahkan dari efek samping kemoterapi,
kemudian infuskan ke IV.
E. EVALUASI OBAT
1. Trastuzumab (Herceptin)
Herceptin® (trastuzumab) adalah terapi yang diperuntukkan bagi pasien
kanker payudara yang jenis tumornya memiliki banyak protein yang
disebut HER2. Jenis kanker payudara ini disebut “HER2+”, “HER2
positif” atau “overekspresi HER2”. Kanker payudara dengan HER2+
cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan jenis lainnya. Oleh sebab
itulah, sangat penting untuk memeriksa status HER2 pada kanker
payudara sebelum memulai terapi (Genentech, 2015).
Herceptin® bukan untuk kemoterapi. Herceptin® adalah terapi anti-
kanker jenis baru yang berbeda dari kemoterapi maupun ataupun terapi
hormon. Herceptin® disebut sebagai terapi antibodi monoklonal
(Genentech, 2015).
Trastuzumab merupakan Antibodi Monoklonal Pertama (MAb) untuk
Kanker Payudara. Trastuzumab diberikan melalui infus intravena.
Trastuzumab dirancang untuk membidik dan menghambat
HER2. Trastuzumab telah menunjukan efektifitasnya sebagai terapi
tunggal ataupun kombinasi dengan kemoterapi standar, karena dapat
meningkatkan respon pengobatan dan harapan hidup serta kualitas hidup
yang lebih baik pada wanita penderita kanker payudara stadium lanjut
dengan HER2 positif (Genentech, 2015).
Efek samping dari Herceptin antara lain demam dan rasa dingin (biasa
terjadi saat pengobatan pertama kali), gagal nafas dan gagal jantung,
diare, sakit kepala, mual, dan muntah, nyeri, ruam pada kulit, dan
kelemahan. Bagaimanapun juga, yang paling tidak mengenakan dari
laporan tentang Herceptin adalah metastase otak (Genentech, 2015).
Sediaan Trastuzumab yang beredar di Indonesia yaitu
HERCEPTIN Roche Kt (Trastuzumab 440 mg). Indikasi terapi yaitu
kanker payudara dengan metastase yang menunjukkan ekspresi dari
HER2, sebagai terapi lini pertama, monoterapi untuk pengobatan pasien
yang telah menerima 1 atau beberapa regimen kemoterapi untuk penyakit
metastasisnya dan terapi kombinasi dengan kemoterapi untuk pasien yang
belum menerima kemoterapi (paclitacel, docetaxel). Memiliki Kontra
Indikasi Hipersensitif terhadap trastuzumab dan murine protein denga
Dosis 4mg/kgBB/hari secara infus i.v selama ≥90 menit (Bendell C.
Johanna, et all., 2003).
2. Capecitabine (Xeloda)
Capecitabine (dipasarkan dengan nama Xeloda®) adalah tablet yang
bekerja menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan
dan bahaya seperti pada terapi intravena konvensional (Drug bank, 2013).
Capecitabine memiliki profil toksisitas yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan kemoterapi standar. Secara keseluruhan,
capecitabine mengurangi resiko diare, sariawan, rambut rontok, mual,
netropenia (rendahnya sel darah putih) serta mengurangi perawatan di
rumah sakit. Kelebihan Capecitabine diantaranya (Drug bank, 2013):
Sebelum capecitabine dikembangkan, pasien dengan kanker
kolorektal metastase yang ingin mendapatkan terapi terbaik
atas penyakit mereka tidak memiliki pilihan kecuali kemoterapi
infus teratur dengan 5-FU/LV yang dimasukkan ke vena,
dipompakan melalui kateter yang secara permanen ditanamkan
di bawah kulit.
Bersamaan dengan ketidaknyamaan kateter – dan operasi yang
diperlukan untuk menanamnya – pasien juga beresiko terkena
infeksi, pembekuan darah dan memar serta harus melakukan
kunjungan rutin ke rumah sakit untuk mendapatkan
kemoterapi.
Ketersediaan capecitabine tablet memungkinkan pasien untuk
menjalani kemoterapi di rumah yang terntu saja efektifitasnya
lebih baik.
Dua studi yang menguji pilihan pasien menemukan bahwa
pasien lebih memilih meminum tablet untuk kemoterapi
dibandingkan dengan suntikan/infus, sepanjang tablet tersebut
bekerja seefektif infus, dan capecitabine memiliki daya kerja
yang diinginkan.
Efek Samping, Keamanan dan Tolerabilitas Capecitabine yaitu :
Efek samping yang paling banyak ditemui dalam terapi 5-FU
adalah diare, mual, stomatitis serta rambut rontok. Angka
kejadian pada pasien pengguna capecitabine lebih rendah
secara bermakna dibandingkan dengan 5-FU/LV infus
(WHO,2008).
Pada pasien pengguna capecitabine ditemukan kemerahan
pada telapak tangan dan kaki atau biasa disebut hand-foot
syndrome, tetapi dapat diatasi dengan penghentian terapi
sementara serta penyesuaian dosis. Sindrom ini tidak
membahayakan jiwa (WHO,2008).
Penurunan jumlah sel darah putih (netropenia) pada pengguna
capecitabine juga jauh lebih sedikit sehingga mengurangi
resiko infeksi serta perawatan di rumah sakit (WHO,2008).
Sediaan yang beredar di Indonesia adalah XELODA Roche K,
Kapesitabin 500 mg/tablet. Indikasi untuk kanker payudara setelah gagal
dengan regimen, paklitaksel dan antrasiklin. Kontra indikasi berupa
hipersensitif 5 FU atau fluoropirimidin. ES: kelainan saluran pencernaan,
nyeri (abdomen dan stomatitis), sakit kepala, anoreksia, fatique.Dengan
dosis 500 mg/m2/hari dibagi 2 dosis selama 2 minggu diikuti 1 minggu
istirahat dalam 1 siklus.
3. Cyclophosphamide ( cytoxan, Neosar )
Cyclophosphamide merupakan regimen kemoterapi kanker payudara
yang paling sering digunakan. Bentuk Hidroxy-peroxy-cyclophosphamide,
derivat aktif cyclophosphamide, menekan aktivitas sel Natural Killer
(NK), hal ini memperberat efek imunosupresan cyclophospamide (Drug
bank, 2013).
Penderita kanker sendiri mengalami supresi imun, selain itu juga
kemoterapi pada penderita kanker juga akan mempengaruhi sistem imun
itu sendiri. Cyclophosphamide menimbulkan kerusakan DNA permanen
dan menimbulkan efek yang lebih luas terhadap jaringan yang sedang
membelah. Sel-sel labil, seperti sel hemopoetik dalam sumsum tulang,
epitel rambut, epitel permukaan rongga organ dalam, yang mempunyai
kemampuan membelah terus menerus dan berprolifersi tak terbatas,
merupakan sasaran efek dari kemoterapi pada umumnya dan
cyclophosphamide pada khususnya. Hal ini tampak jelas terlihat seperti
rambut rontok, diare dan imunosupresi (Drug bank, 2013).
Untuk meminimalkan efek samping tersebut digunakan
imunostimulator. Salah satunya adalah transfer factor. Transfer factor
merupakan salah satu imunostimulator yang diproduksi oleh limfosit T,
tetapi sekarang dapat diperoleh dari pemurnian kolostrum sapi. Transfer
factor dapat mentransfer kemampuan pengenalan terhadap patogen ke sel
walaupun tidak kontak dengan patogen tersebut (sebagai fungsi memori)
dan dapat meningkatkan kemampuan sistem imun dalam bereaksi terhadap
patogen dan memicu pengenalan limfosit T terhadap antigen dan pada sisi
yang lain berperan sebagai produk gen yang mampu mempresentasikan
antigen ke limfosit T yang lain. Kemampuannya dalam meningkatkan
jumlah dan aktivitas Tumor Nekrosis Faktor(TNF) (Drug bank, 2013).
Sediaan yang beredar di Indonesia yaitu CYTOXAN Bristol-Myers
SquiBB K, Siklofosfamida 200 mg/vial injeksi. Indikasinya yaitu untuk
keganasan pada sumsum tulang dan jaringan limfoid, adenokarsima
ovarium, neuroblastoma, retinoblastoma, Ca mammae dan kanker paru.
Efek Samping obatnya berupa neoplasia sekunder, leukemia, anorexia,
mual dan muntah, alopecia, interstatial pulmonary fibrosis dan
cardiotoxicity (Drug bank, 2013).
Selain itu, ENDOXAN, Baxter Oncology/Transfarma K
Siklofosfamid juga tersedia di Indonesia. Dosis yang digunakan sebanyak
200 mg; 500 mg; 1 gr/vial injeksi; 50 gr/tablet. Indikasi terapi yaitu untuk
karsinoma dan sarkoma (leukimia, limfogranulomatosis, limfosarkoma,
retotelial sarkoma, multiple myeloma, mammary carcinoma, ovarian
carcinoma) dengan kontra indikasi terhadap kerusakan fungsi sumsum
tulang yang parah, trimester pertama kehamilan, sistitis. Efek samping
yang dapat terjadi yaitu dosis tinggi dapat mengakibatkan leukositopenia,
trombositopenia dan anemia (BPOM,2015).
F. MONITORING KEBERHASILAN TERAPI
Setelah kanker payudara didiagnosa, banyak tes yang dilakukan selama
dan setelah pengobatan untuk memantau seberapa baik terapi bekerja. Tes
pemantauan juga dapat digunakan untuk memeriksa tanda-tanda kekambuhan.
1. Mammography
Mammogram adalah x-ray dari payudara yang digunakan untuk
mendeteksi dan mengevaluasi perubahan payudara dengan menggunakan
radiasi yang lebih sedikit pada lengan yang dapat meningkatkan kualitas
gambar (American Cancer Society, 2013).
Mamografi adalah andalan pencitraan pengawasan setelah pengobatan
kuratif kanker payudara dengan 8% -50% dari kekambuhan ipsilateral dan
18% -80% dari kanker metachronous kontralateral terdeteksi oleh mamografi
saja. Kebanyakan pedoman pengobatan termasuk American Society for
Clinical Oncology dan NCCN menyarankan mamografi tahunan setelah terapi
konservasi payudara (American Cancer Society, 2013).
Prosedur menghasilkan gambar hitam dan putih yang dibaca oleh seorang
ahli radiologi (dokter terlatih untuk menafsirkan gambar dari x-ray, USG,
MRI, dan tes terkait.) Mamografi pertama kali direkam pada film
(mammogram film), namun sekarang direkam pada komputer sebagai
gantinya (mammogram digita atau dikenal sebagai full-field mammogram
digital atau FFDM). Mammogram digital lebih baik daripada mammogram
Film dalam menemukan kanker pada wanita yang lebih muda dari 50 tahun
dan pada wanita dengan jaringan payudara yang padat. Sebuah jenis baru dari
mamografi dikenal sebagai tomosynthesis payudara atau 3D mamografi.
Untuk tes ini, payudara dikompresi sekali dan mesin membutuhkan banyak
sinar-x dosis rendah. Gambar kemudian dapat digabungkan oleh komputer
menjadi gambar 3 dimensi. Ini menggunakan lebih banyak radiasi daripada
kebanyakan standar 2D mammogram, tetapi memungkinkan dokter untuk
melihat payudara lebih jelas (American Cancer Society, 2013).
(American Cancer Society, 2013)
2. Breast Ultrasound
USG, juga dikenal sebagai sonografi, menggunakan gelombang suara
untuk melihat ke dalam bagian tubuh. USG payudara sering digunakan untuk
memeriksa perubahan payudara saat mammogram menunjukkan jaringan
payudara yang padat. Gel A diletakkan pada kulit payudara dan alat yang
disebut transducer digerakkan di kulit untuk menunjukkan struktur jaringan di
bawahnya. Transduser memancarkan gelombang suara dan mengambil gema
saat dipantulkan jaringan tubuh. Gema yang diubah menjadi sebuah gambar
pada layar komputer. Tes ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak
mengekspos pasien untuk radiasi (American Cancer Society, 2013).
USG payudara yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi masalah
payudara yang ditemukan selama mammogram atau pemeriksaan fisik, dan
untuk memandu biopsi jarum dari massa yang mencurigakan. Meskipun USG
kurang sensitif dibandingkan MRI namun menjadi alat yang berguna untuk
digunakan bersama dengan mammogram karena banyak tersedia, non-invasif,
dan biaya lebih murah (American Cancer Society, 2013).
3. Termografi
Termografi adalah cara untuk mengukur dan memetakan panas pada
permukaan payudara menggunakan kamera panas-sensing khusus. Ini
didasarkan bahwa suhu meningkat pada daerah dengan peningkatan aliran
darah dan metabolisme, yang dapat menjadi tanda tumor. Termografi telah ada
selama bertahun-tahun, tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa termografi
bukan merupakan alat skrining yang efektif untuk menemukan kanker
payudara dini. Termografi hanya mampu mendeteksi seperempat dari kanker
payudara yang ditemukan dengan mamografi. Dengan kata lain, gagal untuk
mendeteksi 3 dari 4 kanker yang mungkin ditemukan dalam payudara. Oleh
karena itu, termografi tidak boleh digunakan sebagai pengganti mammogram
(American Cancer Society, 2014).
4. Scan Bone
Scan tulang digunakan untuk memeriksa kerusakan tulang yang
disebabkan oleh kanker atau penyakit lain. Ini adalah tes kedokteran nuklir,
yang berarti menggunakan zat radioaktif dalam jumlah yang sangat kecil.
Scan membantu menemukan kanker yang dimulai pada tulang dan kanker
yang menyebar ke tulang. Scan tulang juga digunakan untuk memantau
bagaimana kanker pada tulang merespon pengobatan, dengan cara memindai
seluruh tubuh. Jika hasilnya menunjukkan kerusakan tulang yang mungkin
disebabkan oleh kanker, maka tes lanjutan perlu dilakukan, seperti biopsy, CT
dan MRI (Anonim, 2014).
Scan tulang dapat dilakukan pada bagian radiologi atau kedokteran nuklir
dan dilakukan oleh teknolog kedokteran nuklir yang telah dilatih secara
khusus dan bersertifikat. Teknolog diawasi oleh seorang ahli radiologi
(seorang dokter yang mengkhususkan diri dalam menggunakan tes pencitraan
untuk mendiagnosa penyakit) atau dokter kedokteran nuklir. Sebelum
melakukan bone scan pasien tidak perlu puasa makan dan minum, namun
perlu menghindari obat-obatan yang mengandung barium atau bismuth karena
dapat mempengaruhi hasil tes. Pasien sebaiknya menjelaskan kondisi medis
yang dialami seperti riwayat alergi dan untuk pasien perempuan perlu
menginformasikan kondisi seperti menyusui atau hamil (Anonim, 2014).
Proses bone scan dimulai dengan menyuntikan bahan radioaktif (pelacak)
ke dalam tubuh melalui vena lengan. Injeksi mungkin menyengat sedikit,
tetapi pasien tidak akan merasakan pelacak bergerak. Pelacak membutuhkan
waktu satu sampai empat jam untuk diserap oleh tulang. Selama menunggu
pasien akan perlu untuk minum beberapa gelas air, yang menyebabkan sering
buang air kecil yang akan menghapus bahan radioaktif yang belum
dikumpulkan dalam tulang. Pengobatan ini tidak berbahaya bagi orang lain
karena jumlah radioaktivitas kurang dari jumlah xray normal. Selama proses
bone scan tidak boleh menggunakan perhiasan maupun logam yang menempal
pada tubuh. Kemudian teknolog akan membantu Anda berbaring telentang di
atas meja ujian empuk di ruang pemindaian dan akan memposisikan kamera
scanning besar di atas tubuh pasien. Selama pemindaian, kamera akan
bergerak perlahan ke seluruh tubuh pasien, mengambil gambar dari tracer
dalam tulang. (Area dimana terlalu banyak atau terlalu sedikit tracer telah
diserap mungkin menunjukkan kanker). Pasien perlu untuk berbaring diam
karena gerakan dapat mengaburkan gambar. Teknolog akan meminta Anda
untuk mengubah posisi selama pemindaian untuk mendapatkan gambar dari
sudut yang berbeda (Anonim, 2014).
Setelah proses bone scan pasien dapat beraktivitas seperti biasa dan
dianjurkan untuk banyak minum air putih selama 24 jam hingga 48 jam
setelah bone scan dilakukan untuk membersihkan zat radioaktif yang mungkin
tertinggal dalam tubuh (Anonim, 2014).
5. Biopsy
Biopsi dilakukan ketika pada pemeriksaan dengan mammogram, tes
pencitraan lainnya, atau pemeriksaan fisik ditemukan adanya perubahan/
kelainan pada payudara yang mungkin kanker. Hingga saat ini biopsi adalah
satu-satunya alat diagnostik untuk memastikan kanker atau tidak. Sampel
diambil dari bagian tubuh yang dicurigai, dalam bentuk sediaan hapusan
jaringan untuk dilihat di bawah mikroskop oleh dokter ahli patologi anatomi.
Ada beberapa jenis biopsi, seperti, biopsi aspirasi jarum halus (fine needle
aspiration biopsy), biopsi jarum inti/ besar ( core /large needle biopsy) , dan
biopsi bedah (surgical biopsy).
a. Biopsi aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy/ FNA)
Pada biopsi aspirasi jarum halus (FNA) digunakan jarum berongga sangat
tipis yang melekat pada jarum suntik untuk menarik (aspirasi) sejumlah
kecil jaringan dari daerah yang dicurigai, yang kemudian dilihat di bawah
mikroskop (Taghian AG, 2010). Biopsi FNA merupakan jenis biopsi yang
paling mudah, tetapi memiliki beberapa kelemahan. Hasil positif pada
pemeriksaan ini bukan indikasi untuk bedah radikal karena hasil positif
palsu dapat terjadi, sementara hasil negatif palsu juga sering terjadi
(Sjamsuhidajat dan de Jong, 2004). Kanker bisa tidak terdeteksi jika jarum
ditempatkan tidak tepat di antara sel-sel kanker (Taghian AG, 2010).
b. Biopsi jarum inti ( core needle biopsy)
Biopsi inti menggunakan jarum yang lebih besar dibandingkan dengan
jarum untuk biopsi FNA untuk aspirasi sampel yang penentuan lokasinya
dipandu dengan menggunakan USG atau mammogram. Dikenal sebagai
stereotactic core needle biopsy. Potongan jaringan yang diambil lebih
besar dari biopsi FNA, sehingga hasilnya lebih jelas untuk penegakan
diagnosis (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2004; Taghian AG, 2010),
meskipun masih ada beberapa jenis kanker yang belum jelas dengan
menggunakan metode ini.
c. Biopsi bedah/ biopsi terbuka (surgical biopsy) Kanker payudara biasanya
dapat didiagnosis cukup dengan menggunakan biopsi jarum. Operasi
jarang dilakukan untuk membuat hapusan semua atau sebagian dari
benjolan untuk diperiksa di bawah mikroskop, tapi kadang biopsi bedah
(terbuka) diperlukan, tergantung lokasi lesi, bila biopsi jarum tidak
memberikan hasil yang jelas (Taghian AG, 2010; American Cancer
Society, 2013).
d. Biopsi kelenjar getah bening Jika kelenjar getah bening di bawah aksila
membesar (baik dengan diraba atau dengan tes pencitraan seperti
mamografi atau USG), perlu diperiksa untuk mengetahui penyebaran
kanker. Dilakukan dengan biopsi kelenjar getah bening sentinel (sentinel
lymph node biopsy) dan / atau diseksi kelenjar getah bening aksila
(American Cancer Society, 2013).
Sampel biopsi jaringan payudara diperiksa di laboratorium untuk
menentukan ada atau tidaknya kanker, menentukan jenis sel kanker, grading
kanker, menilai status reseptor estrogen dan progesteron, serta status
HER2/neu. Pedoman medis mengatakan bahwa sekitar 90% dari biopsi harus
biopsi jarum, setidaknya prosedur invasif. Namun, penelitian telah
menunjukkan bahwa sekitar 70% dari biopsi payudara adalah biopsi bedah. Ini
berarti bahwa banyak wanita yang tidak memiliki kanker mengalami operasi
yang tidak perlu. Ini juga berarti bahwa wanita yang didiagnosis dengan
kanker payudara harus memiliki operasi kedua untuk mengangkat kanker
(Anonim, 2015).
6. Ct (Cat) Scans (Computerized Tomography)
CT scan (juga disebut CAT scan, atau komputerisasi tomografi scan)
adalah teknik X-ray yang memberikan informasi kepada dokter tentang organ
tubuh secara 2-dimensi, atau lintas-bagian. Selama CT scan, Anda berbaring
di meja bergerak dan melewati mesin berbentuk donat yang mengambil sinar-
X dari tubuh dari berbagai sudut. Sebuah komputer menempatkan sinar-X ini
bersama-sama untuk menciptakan gambar rinci dari dalam tubuh. Sebelum
tes, Anda harus disuntik solusi kontras (dye) ke lengan Anda melalui jalur
intravena. Karena pewarna dapat mempengaruhi ginjal, dokter mungkin
melakukan tes fungsi ginjal sebelum memberikan Anda solusi kontras
(Anonim, 2013a).
Sekarang, CT scan tidak digunakan secara rutin untuk mengevaluasi
payudara. Jika Anda memiliki kanker payudara yang besar, dokter Anda
mungkin melakukan CT scan untuk menilai apakah kanker telah pindah ke
dinding dada. Hal ini membantu menentukan apakah kanker dapat dihilangkan
dengan mastektomi atau tidak (Anonim, 2013a).
7. Chest X-Rays
Sebelum memulai pengobatan untuk kanker payudara invasif, Anda
mungkin akan melakukan dada X-ray untuk memeriksa dan melihat apakah
kanker telah menyebar ke paru-paru. Tes ini juga dapat digunakan untuk
menilai jantung dan paru-paru sebelum Anda menerima anestesi umum atau
kemoterapi (Anonim, 2013a).
Selama pengobatan untuk kanker payudara, rontgen dada dapat digunakan
dalam situasi berikut (Anonim, 2013a) :
Jika seseorang telah kanker payudara yang telah menyebar ke paru-paru
X-ray dada digunakan untuk memeriksa bagaimana penyakit ini
menanggapi pengobatan.
Bagi orang yang mengalami demam selama kemoterapi, rontgen dada
digunakan untuk memeriksa keberadaan pneumonia.
Jika seseorang mengalami sesak napas baru dalam beberapa bulan pertama
setelah terapi radiasi, dengan atau tanpa batuk, dokter mungkin
memerintahkan dada X-ray untuk melihat apakah radiasi yang disebabkan
setiap radang paru-paru
8. Breast Mri (Magnetic Resonance Imaging)
MRI, atau pencitraan resonansi magnetik, adalah teknologi yang
menggunakan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar
penampang rinci dari dalam tubuh. MRI tidak menggunakan sinar-X, sehingga
tidak melibatkan paparan radiasi. MRI payudara memiliki sejumlah kegunaan
yang berbeda untuk kanker payudara, termasuk: skrining perempuan berisiko
tinggi, mammogram atau USG, pemantauan untuk kekambuhan setelah
pengobatan (Anonim, 2013c).
9. Hitung Sel Darah
Sebelum dan selama melakukan pengobatan untuk kanker payudara,
dokter Anda akan melakukan perhitungan sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit). Pengecekan tersebut dilakukan guna mengetahui apakah jumlah
variasi sel darah yang dimiliki pasien berada dalam kadar normal atau tidak.
Sedangkan kanker dan perlakuannya, seperti, kemoterapi dan terapi radiasi
dapat menurunkan kadar sel darah penting yang dibutuhkan oleh tubuh agar
berfungsi sebagaimana mestinya (American Cancer Society, 2013).
Sebelum pengobatan dimulai, perhitungan sel darah akan diperlukan untuk
menentukan apakah Anda mengidap kondisi medis lain, seperti anemia yang
harus diatasi terlebih dahulu. Jumlah yang tidak normal juga bisa menjadi
indikasi bahwa kanker telah menyebar ke sumsum tulang (jaringan spons
dalam tulang di mana sel darah dibuat) (American Cancer Society, 2013).
Selama pengobatan dengan kemoterapi, jumlah sel darah Anda akan dicek
terlebih dahulu sebelum memasuki setiap tahapan siklus pengobatan.
Pengobatan dengan kemoterapi dapat secara signifikan mengurangi kadar sel-
sel darah yang seharusnya dimiliki tubuh Anda. Terapi radiasi juga memiliki
pengaruh yang hampir sama, meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Sel
darah akan dihitung selama proses radiasi, terutama jika radiasi diberikan ke
area luas atau jika Anda sudah atau sedang melakukan kemoterapi (American
Cancer Society, 2013).
Jika diketahui jumlahnya terlalu rendah, maka dokter Anda akan
memberikan obat yang disebut dengan faktor pertumbuhan untuk merangsang
pertumbuhan beberapa jenis sel darah. Contoh faktor pertumbuhan meliputi
(American Cancer Society, 2013) :
Procrit (nama kimia: alfa epoetin), Epogen (nama kimia: alfa epoetin),
atau Aranesp (nama kimia: alfa darbepoetin) untuk meningkatkan jumlah
sel darah merah
Neumega (nama kimia: oprelvekin) untuk meningkatkan jumlah trombosit
Neupogen (nama kimia: filgrastim) untuk meningkatkan tingkat sel darah
putih
Transfusi darah adalah solusi lain, merupakan proses menransfer darah
yang sehat atau komponen darah yang diperlukan ke dalam tubuh Anda.
Setelah pengobatan, tes darah dilakukan untuk mencari tanda-tanda
kambuh atau tidak dan juga untuk melihat kemungkinan efek samping dari
pengobatan tersebut. Perhitungan sel-sel darah putih (sel-sel imun) dan
trombosit akan terus dilakukan sampai mereka kembali normal. Kemudian,
dokter Anda akan menyusun jumlah sel darah jika dibutuhkan saja, tergantung
pada jenis pengobatan dan perasaan Anda (American Cancer Society, 2013).
10. Tes Kimia Darah
Tes kimia darah mengukur kadar tertentu dalam darah yang dapat
memberitahu dokter apakah organ-organ tubuh sehat dan berfungsi dengan
baik selama pengobatan. Tes ini dapat dilakukan dengan tujuan untuk
mengukur (American Cancer Society, 2013) :
Kadar enzim hati (protein khusus yang terlibat dalam reaksi kimia penting)
dan bilirubin (zat yang membantu memecah lemak) untuk mengevaluasi
fungsi hati.
Kadar kalium klorida dan kadar nitrogen urea, yang mencerminkan
kesehatan hati dan ginjal selama dan setelah pengobatan.
Kadar kalsium, untuk menentukan kesehatan tulang dan ginjal.
Kadar gula darah, yang penting bagi penderita diabetes dan bagi
pengkonsumsi steroid (obat untuk mengurangi pembengkakan, nyeri, dan
gejala lain peradangan).
Hasil kimia darah yang abnormal juga dapat menunjukan bahwa kanker
payudara telah menyebar ke tulang atau hati. Dalam hal ini, dokter Anda akan
meminta studi penggambaran berupa CT scan guna mengumpulkan informasi
lebih dalam (American Cancer Society, 2013).
11. Tes Penanda Darah
Dokter Anda akan meminta Anda melakukan tes darah sebagai
pendeteksi aktivitas kanker atau tumor di dalam tubuh. Protein dan sel-sel
tumor yang menyebar merupakan dua jenis penanda yang dapat diukur.
Tumor kanker biasanya menghasilkan protein khusus dalam darah yang
berfungsi sebagai penanda untuk kanker. Sel tumor yang beredar adalah sel
yang terputus dari kanker dan bergerak ke dalam aliran darah. Penanda protein
dan sel-sel tumor yang beredar dapat diukur melalui sebuah tes sederhana
(American Cancer Society, 2013).
Tes penanda darah bisa dilakukan sebelum pengobatan guna membantu
mendiagnosa kanker payudara dan menentukan apakah berpindah ke bagian
lain di dalam tubuh; selama pengobatan untuk mengetahui apakah kanker
merespon; dan setelah pengobatan, untuk mengetahui apakah kanker muncul
kembali (American Cancer Society, 2013).
Contoh penanda yang akan diuji oleh dokter meliputi (American Cancer
Society, 2013):
• CA 15.3: digunakan untuk menemukan kanker payudara dan kanker
ovarium
• TRU-QUANT dan CA 27,29: berarti kanker payudara terdeteksi
• CA125: menandakan kemungkinan adanya kanker ovarium, kanker
ovarium dan kanker payudara muncul kembali
• CEA (Carcinoembryonic antigen): penanda untuk kanker usus besar,
paru-paru, dan hati. Penanda ini dapat digunakan untuk menentukan
apakah kanker payudara telah menyebar ke area lain dari tubuh.
• Sel Tumor yang bersirkulasi: sel yang terputus dari kanker dan bergerak
ke dalam aliran darah. Jumlah sel tumor bersirkulasi yang tinggi mungkin
menunjukkan bahwa kanker tersebut sedang tumbuh. Tes CellSearch
telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
memantau Sel tumor yang bersirkulasi pada yang menderita kanker
payudara metastatik.
Beberapa dokter menggunakan hasil tes penanda sebagai indikasi awal
perkembangan kanker payudara (kanker semakin parah) atau kambuh. Mereka
dapat menggunakan informasi ini untuk mengambil keputusan kapan
sebaiknya mengubah terapi – jika terapi saat ini tidak menunjukan progres
lebih baik – atau untuk memulai pengobatan dari kanker yang muncul
kembali. Apabila Anda memiliki penanda yang tinggi, dokter Anda akan
memeriksa penanda itu secara berkala untuk mengetahui respon Anda
terhadap kemoterapi dan treatmen lainnya (American Cancer Society, 2013). .
Ketika memutuskan apakah Anda harus melakukan tes penanda darah
untuk kanker payudara, ada beberapa hal yang mungkin perlu
dipertimbangkan (American Cancer Society, 2013) :
• Biaya: memakan biaya yang besar
• kecemasan: bukan hanya dari penanda darah yang tinggi, tetapi dengan
semua tes Anda perlu mencari tahu apa yang menyebabkan
penandanya naik.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society, 2013. Breast Cancer.
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/ documents/webcontent/003090-
pdf . Diakses 28 September 2015
American Cancer Society, 2013. Mammograms and Other Breast Imaging Tests.
American Cancer Society.
American Cancer Society, 2014. Breash Cancer Pevention And Early Detection.
Http://Www.Cancer.Org/Acs/Groups/Cid/Documents/Webcontent/003165
-Pdf.Pdf. Diakses Tanggal 25 Oktober 2015
Anonim, 2013a, CT (CAT) Scans (Computerized Tomography).
http://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/cat_scans. Diakses
tanggal 29 September 2015.
Anonim, 2013b. Chest X-Rays.
http://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/xray. Diakses tanggal
29 September 2015.
Anonim, 2013c. Breast MRI (Magnetic Resonance Imaging).
http://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/mri, 29 September
2015.
Anonim, 2014. Bone Scan, Cancer.Net Editorial Board. diakses tanggal 26
September 2015
Anonim, 2015. Biopsy.
http://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/biopsy. Diakses
tanggal 29 September 2015.
Anonim, Breast Cancer, http://www.breastcancer.org/symptoms/understand_bc
(diakses tanggal 4 oktober 2015).
Bendell C. Johanna, et all., 2003. Central Nervous System Metastases in Women
who Receive Trastuzumab-Based Therapy for Metastatic Breast
Carcinoma, American Cancer Society. Department of Adult Oncology,
Massachusetts General Hospital, Boston, Massachusetts, 15 juni 2003,
Vol: 97:2972-2977
BPOM,2015. Pusat Informasi Obat Nasional: Endoxan.
http://pionas.pom.go.id/obat/endoxan-0. Diakses tanggal 26 September
2015
Carlson, Robert., Anderson, Benjamin., Carter, W. Bradford., et al., 2009. Breast
Cancer : Clinical Practice Guidelines in Oncology, Jornal of The National
Comprehensive Cancer Network, 7 (2) : 122 – 192.
Drug bank, 2013. Capecitabine (Xeloda).
http://www.drugbank.ca/drugs/DB0110 1 . Diakses tanggal 25 september
2015.
Drug bank, 2013. Cyclophosphamide. http://www.drugbank.ca/drugs/DB0110 1 .
Diakses tanggal 25 september 2015
Elisabeth, T., 2001. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Kanker
Pada Wanita. Ladang Pustaka dan Intimedia: Jakarta.
Foster, J.S., Henley, D.C., Ahamed, S., And Wimalasena, J., 2001, Estrogens And
Daur Sel Regulation In Breast Cancer, Trends In Endocrinology &
Metabolism, 12(7), 320-327.
Frank, L. M., And Teich, N. M., 1997, Cellular And Molecular Biology Of
Cancer, 3th Ed., Oxford University Perss, London, 207.
Fuqua, S.A. (2001). The Role Of Estrogen Receptor In Breast Cancer Metastasis.
J Mammary Gland Biol Neoplasia . 6(4): 407-414.
Genentech, 2015. Herceptin® (trastuzumab).
http://www.gene.com/gene/products/information/oncology/herceptin/facts
heet.html. Diakses tanggal 25 september 2015
Gondhowiardjo, S., 2004, Proliferasi Sel Dan Keganasan, Majalah Kedokteran
Indonesia, 54 (7): 289-299
Greenwald, Peter. 2002. Cancer Chemoprevention. Bmj 324: 714 -718.
Hanahan, D., And Weinberg, R. A., 2000, The Hallmarks Of Cancer, Cell 100,
57-70
Hondermarck H, 2003. Breast Cancer. Molecular & Cellular Proteomics 2.5. The
American Society For Biochemistry And Molecular Biology, Inc. Pp.
281-291.
Jones, Kellie L., Buzdar, Aman U., 2004, A Review of Adjuvant Hormonal
Therapy in Breast Cancer [Review], Endocrine-Related Cancer, 11 : 391 -
406
Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015. Panduan Nasional Penanganan
Kanker Payudara. Kemenkes RI. Jakarta
Langhorne, M. E., Fulton, J. S. And Otto, S. E., 2007, Oncology Nursing, 5th Ed.,
Missouri: Mosby Elsevier.
NCCN Guideline, 2013. Breast Cancer. National Comprehensive Network
Page, D.L. 2004. Breast Lesions, Pathology And Cancer Risk. Breast J.10 (1):3-4.
Pan, M. H., Chen, W. J., Shiau, S. Y. L., Ho, C. T., And Lin, J. K. 2002.
Tangeretin Induced Cell Cycle G1 Arrest Through Inhibiting Cyclin
Dependent Kinases 2 And 4 Activities As Well As Elevating Cdk
Inhibitor P21 And P27 In Human Colorectal Carcinoma Cell,
Carcinogenesis, 23 (10): 1677-1684.
Pane, M., 2002. Aspek Klinis dan Epidemiologi Penyakit Kanker Payudara.
Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika No 8 Tahun XXVIII, Agustus
2002
Sjamsuhidajat R. dan de Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Tindakan bedah
organ dan sistem organ: Payudara. Edisi 2. EGC. Jakarta.
Smeltzer dan Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah Edisi 8 Volume
1. EGC. Jakarta
Taghian AG, Smith BL, Erban JK. 2010. Breast Cancer: A Multidisciplinary
Approach to Diagnosis and Management. Demos Medical. New York.
WHO, 2003. Global Cancer Control; Worldwide Cancer Burden. Geneva,
Switzerland.WHO Press.
WHO, 2008. Global Cancer Control; Worldwide Cancer Burden. Geneva,
Switzerland.WHO Press. 2008:42-55.
Wickremasinghe, R. G., Hoffbrand, A. V., 1999, Biochemical And Genetic
Control Of Apoptosis: Relevance To Normal Hematopoiesis And
Hematological Malignancies, Blood, 3 (11): 3587-3600.