19
TUGAS KHUSUS KANDUNGAN POLIKATIONIK PADA CITOSAN Citosan merupakan turunan dari polimer kitin, yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Citosan disebut juga dengan β-1,4-2-amino-2-dioksi-D-glokosa merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilasi. Senyawa ini merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat. Citosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga gugus yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder, sehingga menyebabkan citosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi. Citosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO 3 dan H 3 PO 4 dan tidak larut dalam H 2 SO 4 . Citosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik. Disamping itu citosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, citosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan.

Tugas Khusus Chitosan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tk

Citation preview

TUGAS KHUSUSKANDUNGAN POLIKATIONIK PADA CITOSANCitosan merupakan turunan dari polimer kitin, yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Citosan disebut juga dengan-1,4-2-amino-2-dioksi-D-glokosa merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilasi. Senyawa inimerupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat. Citosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga gugus yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder, sehingga menyebabkan citosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi.Citosanmerupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3dan H3PO4 dan tidak larut dalam H2SO4. Citosantidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik. Disamping itu citosandapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, citosanrelatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan.

Gambar 1. StrukturMolekulCitosanSedangkan kitin merupakan molekul polimer berantai lurus dengan nama lain-(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin). Struktur kitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi-(1-4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terkait pada atom karbon yang kedua pada kitin diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin.Kitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat yang tak terbentuk (amorphus), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Kitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan citosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin.

Gambar 2.StrukturMolekulKitinPerbedaan antara kitin dan citosan didasarkan pada kandungan nitrogennya. Bila nitrogen kurang dari 7%, maka polimer disebut kitin dan apabila kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka disebut citosan. Citosan yang disebut juga dengan-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 dan tidak larut dalam H2SO4.Proses utama dalam pembuatan citosan, katanya, meliputi penghilangan protein dan kendungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, citosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Karakteristik fisika-kimia citosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut citosan yang baik adalah asam asetat.Adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan citosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada citosan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkinkannya citosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan basa konsentrasi tinggi, maka hasilnya dinamakan citosan atau kitin terdeasetilasi.Citosan sendiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat deasetilasi beragam. Kitin adalah N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan citosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup untuk dinamakan poliglukosamin. Citosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri kesehatan dan terapan karena citosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.Pembuatan citosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas citosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan citosan dari kitin.Proses pembuatan citosan biasanya melalui beberapa tahapan yakni pengeringan bahan baku mentah citosan, pengilingan, penyaringan, deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan mineral Ca), pencucian, deasilitilisasi, pengeringan dan akhirnya terbentuklah produk akhir berupa citosan. Pada tahap persiapan, limbah kulit udang dicuci dengan air lalu dikeringkan di dalam oven dengan temperatur 65oC selama 4 jam. Setelah kering, kulit udang dihancurkan di dalam grinder dan diayak untuk mendapatkan bubuk dengan ukuran 50 mesh. Kulit udang yang ukurannya melebihi 50 mesh akan dimasukkan kembali ke dalam grinder. Tahap selanjutnya adalah tahap demineralisasi, yaitu tahap penghilangan mineral yang terdapat dalam cangkang udang, mineral utana pada cangkang udang adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsiu fosfat [(Ca(PO4)2]. Mineral tersebut dapat dihilangkandari matriks dengan menggunakan larutan HCl. Serbuk hasil gilingan kulit udang bersih yang diperoleh diperlakukan dengan HCl 1 N; 1: 5 (w/v), lalu diaduk selama 3-4 jam pada suhu 65oC untuk menghilangkan mineral-mineral. Terjadinya proses pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO2 berupa gelembung udara pada saat larutan HCl ditambahkan ke dalam sampel. Kemudian dilakukan penyaringan dan pencucian sampai netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC. Proses penghilangan mineral diperkirakan menurut reaksi sebagai berikut: CaCO3 (s) + 2HCl (aq) CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)Ca(PO4)2 (s) + 6HCl (aq) 3CaCl2 (aq) + 2H3PO4 (aq)Cangkang udang memiliki kandungan protein yang cukup besar, yaitu sekitar 21-24% dari bahan keringnya. Protein ini berikatan dengan kitin secara kovalen maupun berikatan secara fisik. Oleh karena itu, untuk menghasilkan kitin, diperlukan proses untuk melepaskan ikatan protein dengan kitin yang disebut deproteinasi. Proses deproteinasi dilakukan dengan menggunakan 3,5 % NaOH; 1:10 (w/v) selama 45 jam pada suhu 65oC sambil diaduk. Lalu disaring dan dicuci dengan air sampai netral.Tahap berikutnya adalah tahap depigmentasi dengan natrium hipoklorit untuk menghilangkan pengotor yang mungkin ada. Produk dari tahap ini disebut kitin. Pada tahapan depigmentasi, residu yang diperoleh diekstraksi dengan menggunakan aseton untuk menghilangkan zat warna (pigmen). Kemudian dicuci kembali dengan air sampai netral. Setelah dilakukan proses depigmentasi diperlukan proses lanjutan untuk memperoleh citosan, yaitu proses deasetilasi. Residu yang berupa kitin dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70oC. Pada proses deasitelasi kitin yang diperoleh dari hasil isolasi tersebut direfluks (deasetilasi) dengan 50 % NaOH; 1:10 (w/v) sambil diaduk pada suhu 100oC selama 4 jam. Lalu didinginkan dan dicuci dengan air sampai netral. Residu adalah kitin yang terdeasetilasi sebagian atau seluruhnya. Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70oC. Tahap demineralisasi-deproteinasi menghasilkan rendemen kitin dan derajat deasetilasi yang lebih baik dibandingkan dengan proses deproteinasi-demineralisasi. Ini dikarenakan mineral membentuk shield (pelindung) yang keras pada kulit udang dan cangkang kepiting, pada umumnya mineral lebih keras dibandingkan protein, sehingga dengan menghilangkan mineral terlebih dahulu, pada tahap deproteinasi basa dapat lebih optimal menghilangkan protein, karena pelindung yang terbuat dari mineral telah hilang.Berat molekul citosan adalah sekitar 1,2 x 105, bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger). Sifat-sifat citosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan citosan mempunyai reaktifitas. Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan yaitu molekul citosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri kemudian terabsorbsi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel.Derajat deasetilasi dan berat molekul berperan penting dalam kelarutan citosan, sedangkan derajat deasetilasi sendiri berkaitan dengan kemampuan citosan untuk membentuk interaksi isoelektrik dengan molekul lain. Citosan dapat dapat berinteraksi dengan bahan-bahan yang bermuatan, seperti protein, polisakarida, anionik, asam lemak, asam empedu dan fosfolipid. Citosan larut asam dan larut air mempunyai keunikan membentuk gel yang stabil dan mempunyai muatan dwi kutub, yaitu muatan negatif pada gugus karboksilat dan muatan positif pada gugus NH. Kelarutan citosan dipengaruhi oleh tingkat ionisasinya, dan dalam bentuk terionisasi penuh, kelarutannya dalam air meningkat karena adanya jumlah gugus yang bermuatan. Pada pH asam, citosan memiliki gugus amin bebas (-NH2) menjadi bermuatan positif untuk membentuk gugus amin kationik (NH3 ). Sehingga, dapat diketahui bahwa sifat larutan citosan akan sangat tergantung pada dua kondisi di atas, yaitu berbentuk amin bebas NH2 atau amina bermuatan positif +NH3. Citosan yang dilarutkan dalam asam maka secara proporsional atom hidrogen dari radikal amina primernya akan lepas sebagai proton, sehingga larutan akan bermuatan positif, dan bila ditambahkan molekul lain sebagai pembawa muatan negatif, maka akan terbentuklah polikationat, dan citosan akan menggumpal. Sebagai contoh, natrium alginat (molekul pembawa bermuatan negatif) dan larutan-larutan bervalensi dua (sulfat, fosfat atau polianion) dari ion mineral atau protein dapat membentuk senyawa kompleks dengan citosan.Sebagai antibakteri, citosan memiliki sifat sbg mekanisme penghambatan, dimana citosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membran, citosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin (PC), sehingga meningkatkan permeabilitas inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. coli misalnya, setelah 60 menit, komponen enzim -galaktosidase akan terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya, atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel.Reaksi pembentukan citosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu citosan. Deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan NaOH. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga citosan akan bersifat polikationik. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari citosan akan semakin kuat. Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada citosan sangat berperan dalam berbagai aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengawet, penstabil warna, flokulan, membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, dan sebagai bahan aditif untuk proses agrokimia dan pengawet benih.Citosan memiliki gugus amina dan hidroksi yang menyebabkan citosan mempunyai reaktifitas yang tinggi. Dalam suasana asam, gugus amina akan terprotonasi sehingga dapat berikatan dengan gugus sulfonate zat warna sedangkan dalam suasana basa gugus hidroksil dapat berikatan dengan gugus vinil sulfon zat warna. Hidrofilitas citosan lebih tinggi dari pada kitin. Citosan memiliki gugus-gugus amino dan hidroksil yang dapat menyebabkan citosan mempunyai reaktifitas yang tinggi. Ketika citosan dilarutkan kedalam asam, amina primer pada molekul citosan menjadi terprotonasi dan memperoleh muatan positif, karena itu molekul citosan yang terlarut adalah polikationik. Citosan dengan sifat penukar ionnya dapat membentuk komplek dengan berbagai logam transisi, hal ini melibatkan donasi pasangan electron bebas dari nitrogen dan atau oksigen dari gugus hidroksil kepada ion logam berat yang bersaing. Citosan dengan sifatnya yang polikationik juga dapat berikatan dengan zat warna. Hal ini dikarenakan dalam keadaan terprotonasi, gugus amina pada citosan dapat berikatan dengan gugus sulfonat dari zat pewarna.Adanya gugus amino dari hasil deasetilasi menyebabkan citosan mempunyai kemampuan yang lebih besar sebagai ligan pengompleks ion-ion logam transisi seperti Mn, Mo, Co, Ni, Cd, Zn, Cu, dan Hg dibanding kitin Interaksi citosan dengan ion logam dapat melalui pertukaran ion, dan pengkelatan, tergantung pada ion logamnya. Pada kalsium, interaksi melalui pertukaran ion adalah proses yang dominan, sedangkan untuk ion logam yang lain dapat melalui mekanisme pembentukan kelat.

Gambar 3. Reaksi Pembentukan CitosanDengan sifat polikationiknya, citosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal (coagulating agent) dalam penanganan limbah, terutama limbah berprotein, karena dapat menggumpalkan protein yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Selain itu, pada penanganan limbah cair, berdasarkan sifat konfigurasinya dalam sistem berair maka citosan dapat digunakan sebagai agensia pengelat yang dapat mengikat logam beracun seperti merkuri, timah, tembaga, plutonium, dan uranium dalam perairan, dan juga digunakan untuk mengikat zat warna tekstil dalam air limbah. Citosan dapat berfungsi sebagai zat koagulan, adanya sifat ini menyebabkan citosan banyak dimanfaatkan bentuk recovery senyawa-senyawa organik dari limbah bekas media tumbuh seafood. Citosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, dan merupakan flokulan, koagulan yang baik, serta pengkelat logam. Citosan telah digunakan bersama-sama dengan bahan-bahan polimer perdagangan seperti PA 332 dan PN 161, serta diperoleh bahwa penambahan 1% larutan citosan dan polimer tersebut ternyata mempengaruhi penurunan kekeruhan, bentuk padatan sementara (suspended solid), COD, dan kandungan khrom. Citosan dapat berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan untuk pembentukan alat-alat gelas, plaslik, karet dan selulosa sehingga sering disebut specialily adhesif formulations. Selain itu citosan dapat digunakan sebagai perekat (misalnya citosan yang berkosentrasi rendah dan sedang yang berkosentrasi 3-4% dalam asam asetat 2% pada bahan untuk pembuatan rayon cotton. Citosan dapat meningkatkan kekuatan mekanik permukaan kertas, memperbaiki ikatan antara warna dengan makanan, menghilangkan kelebihan penggunaan perekat dan dapat mencegah kelarutan hasil dari kertas, plup dan tekstil. Citosan bersifat polikationik dapat mengikat lemak dan logam berat pencemar. Citosan yang memiliki gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat reaktif dan bersifat basa. Prinsip koagulasi citosan adalah penukar ion dimana garam amina yang terbentuk karena reaksi amina dengan asam akan mempertukarkan proton yang dimiliki logam pencemar dengan elektron yang dimiliki oleh nitrogen (N). Limbah cair yang mengandung logam berat apabila direaksikan dengan reagen yaitu citosan khususnya dengan gugus aminanya maka akan berubah menjadi koloid dan koloid inilah yang disebut flok.

Gambar 4. Mekanisme Pengikatan Logam Berat oleh CitosanContoh di atas menggunakan logam Cu atau tembaga. Dimana terjadi pengikatan Cu oleh gugus N dan O. Logam Cu tersebut akan terikat atau terserap, terkumpul dan terjadilah flok-flok logam. Citosan dengan kemampuan daya ikat atau daya serapnya mampu dijadikan koagulan yang tidak berbahaya. Polielektrolit merupakan bagian dari polimer khusus yang dapat terionisasi dan mempunyai kemampuan untuk membuat terjadinya suatu flokulasi dalam medium cair. Citosan merupakan salah satu contoh dari polielektrolit. Koagulasi yang disebabkan oleh polielektrolit meliputi empat tahap yaitu: 1. Dispersi dari polielektrolit dalam suspensi2. Adsorbsi antara permukaan solid-liquid.3. Kompresi atau pemeraman dari polielektrik yang teradsorbsi.4. Koalisi atau penyatuan dari masing masing polielektrik yang telah terlingkupi oleh partikel untuk membentuk flok flok kecil dan berkembang menjadi flok yang lebih besar.

Gambar 5. Tahap Tahap Koagulasi Polielektrolit CitosanLogam berat dan logam lain secara keseluruhan dalam larutan elektrolit merupakan partikel bermuatan positif, sedangkan citosan adalah polielektrolit bermuatan negatif, reaksi antara kedua partikel akan menuju pada arah penghilangan gradien muatan dan terbentuk senyawa produk yang tidak bermuatan.

Gambar 4. Mekanisme Koagulasi Perbedaan MuatanGlukosamina sebagai senyawa turunan citosan didapatkan dengan proses degradasi pemutusan molekul besar kiotsan melalui proses enzimatis atau kimiawi. Pemutusan molekul secara enzimatis dilakukan dengan bantuan enzim chitonase sedangkan proses kimiawi dilakukan secara hidrolisis menggunakan asam kuat. Glukosamina juga merupakan suatu senyawa gula yang mempunyai gugus amino dengan berat molekul yang rendah dan bersifat tidak beracun. Seperti senyawa induknya glukosamina juga cenderung bermuatan positif yang kuat, sehingga dapat berintaraksi dengan senyawa lain yang medis dan aplikasi lain umumnya harus memenuhi persyaratan atau spesifikasi tertentu. Aplikasi glukosamina di bidang medis sangatlah luas yakni meliputi pencegahan aterosklerosis, hipertensi, diabetes, meningkatkan kekebalan tubuh dan sebagai antitumor di bidang onkologi. Beberapa penyakit tersebut diatas diketahui merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian dan kecacatan pada manusia, sehingga oleh International Health Organization dinamakan sebagai musuh manusia nomor satu. Keuntungan dan sekaligus perbedaan utama glukosamina dari senyawa induknya adalah sifatnya yang lebih mudah larut dalam air, sehingga lebih memungkinkan untuk penggunaan di bidang medis, pangan, farmasi atau aplikasi lainnya. Ada beberapa sifat yang unik dari glukosamina sehingga memberikan kontribusi baru untuk membantu dalam melawan dan mencegah berbagai penyakit, yakni sangat mudah diabsorpsi oleh usus, cepat mencapai atau masuk dalam aliran darah, dan mempunyai efek medisinal secara sistemik pada tubuh. Biasanya merupakan polimer bentuk oligosakarida. Kitosan merupakan salah satu polisakarida yang terdiri atas unit N-asetil-D-glukosamin dan D-glukosamin yang dihasilkan dari proses N-deasetilasi polimer alamiah kitin, yaitu polimer yang diperoleh dari cangkang hewan laut, atau fungi. Reaktivitas yang tinggi dari gugus amino bebas menjadikan kitosan mempunyai potensi sebagai basa Lewis. Makin panjang rantai kitosan, makin banyak kandungan gugus amino bebasnya, makin tinggi sifat kebasaan. Sifat basa ini dapat diharapkan dapat menggantikan katalis basa homogen dalam proses transestrifikasi seperti NaOH dan KOH. Selain itu kebasaan gugus amina kitosan dapat ditingkatkan dengan memasukkan gugus pendorong elektron ke gugus aminanya. Salah satu gugus pendorong elektron adalah gugus alkil (R). Gugus pendorong elektron akan meningkatkan kestabilan kation terhadap amina bebasnya sehingga kebasaannyapun meningkat.DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2009. Pemanfaatan Chitosan sebagai Flokulan dan Koagulan. Online: http://www.anonimus997.wordpress.com/chitosan-sebagai-flokulan-dan-koagulan.html. (Diakses pada tanggal 22 Maret 2015).Erdawati. 2008. Kapasitas Adsorpsi Kitosan Nanomagetik Kitosanterhadap Ion Ni(II). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008, Universitas Lampung, 17-18 Nopember 2008.Nurhidayat, Dede. 2011. Proses Pembuatan Chitosan. Online: http://www. http://www.vco-semeru.com/?pembuatan-chitosan.html. (Diakses pada tanggal 22 Maret 2015).Wibowo, S. (2006). Produksi kitin kitosan secara komersial. Prosiding seminar nasional Kitin-Kitosan. DTHP, Institut Pertanian Bogor.Widodo, A., Mardiah, dan Prasetyo, A., 2005, Potensi Kitosan dari Sisa Udang sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri, Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.