Upload
saniy-amalia-priscila
View
66
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS KOMUNIKASI MASSA
Saniy Amalia Priscila
210110110041
ILKOM A
Pelanggaran-pelanggaran UU yang dilakukan oleh media massa :
1. TV One melakukan kebohongan publik
Kamis, 08/04/2010 23:14 WIB Kasus Markus Palsu di TVOne Indy Rahmawati:
Saya Tidak Sekotor Itu
Anwar Khumaini – detikNews
Jakarta - Presenter Apa Kabar Indonesia Pagi di TVOne Indy Rahmawati (IR)
dituduh Mabes Polri menayangkan makelar kasus (markus) palsu, Andris
Ronaldi. Atas tuduhan ini, Indy dengan tegas membantahnya.
Bantahan Indy tersebut diposting dalam Twitter yang diposting oleh salah satu
rekan Indy Rahmawati, Apni Jaya Putra. Apni adalah karyawan RCTI yang saat
ini diperbantukan di SUN TV.
"Bang Apni tau lah, ga mungkin aku merekayasa markus palsu, or bikin skenario.
Gak sekotor itu aku, bang!" demikian bunyi SMS Indy yang diposting di Twitter,
Kamis (8/4/2010).
Indy Rahmawati hingga saat ini belum bisa dimintai konfirmasi. Detikcom yang
mengirim pesan singkat untuk meminta konfirmasi belum dibalas.
Di akun Twitternya, Indy terakhir kali menulis status 'Dear problems, my GOD is
greater than you'. Tulisan tersebut diposting satu jam yang lalu, saat detikcom
membukanya sekitar pukul 23.10 WIB.
Di kalangan koleganya, Indy dikenal sebagai wartawan yang tangguh dan pekerja
keras. Indy bukanlah tipe presenter yang genit dan tidak bertingkah bak diva.
"Meski Indy kian meroket popularitasnya, Indy tetap low profile. Jarang
mengeluh. Integritasnya tinggi. Saat anaknya sakit pun Indy tetap membereskan
pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab," tutur salah seorang koleganya.
Untuk diketahui, Mabes Polri mengadukan presenter Indy Rahmawati ke Dewan
Pers atas dugaan merekayasa pemberitaan markus. Markus yang diwawancarai
Indi ternyata adalah seorang tenaga lepas di media hiburan, Andris Ronaldi.
Andris mengaku dibayar Rp 1,5 juta untuk tampil di acara Apa Kabar Indonesia
di TV0ne. (anw/ndr)
Kebohongan publik yang dilakukan TV One merupakan pelanggaran terhadap UU
Penyiaran No.32 tahun 2002 pasal 36 yang berisi :
1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga
persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran
Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak
khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang
tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi
khalayak sesuai dengan isi siaran.
4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan
golongan tertentu.
5. Isi siaran dilarang:
a. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan
obat terlarang; atau
c. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
6. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan
nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.
Kode Etik Wartawan Indonesia
· KEWI Butir 1: Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar.
· KEWI Butir 2: Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh
dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
· KEWI Butir 3: Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi,
serta tidak melakukan plagiat.
· KEWI Butir 4: Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat
dusta,fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebut identitas korban kejahatan susila.
· KEWI Butir 5: Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan
profesi.
· KEWI Butir 6: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
· KEWI Butir 7: Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan serta melayani hak jawab.
2. Penyampaian berita tidak berimbang antara dua elit politik pemilik stasiun televisi
TV One, Abu Rizal Bakrie dan pemilik stasiun Metro TV, Surya Paloh
Dalam kasus kebocoran lumpur di Sidoarjo, TV One dan Lapindo memiliki pemilik yang
sama yaitu Abu Rizal Bakrie menyebut peristiwa tersebut sebagai Lumpur Sidoarjo.
sedangkan Metro TV dan media lainnya menyebutnya sebagai Lumpur Lapindo. Hal ini
tentu saja untuk menjaga nama baik Abu Rizal Bakrie.
Dalam kasus ini TvOne memberitakan tentang kisah sukses korban Lumpur Lapindo
yang telah berhasil membangun usahanya kembali setelah ditimpa musibah tersebut.
Berbeda sekali dengan MetroTV yang menyampaikan berita tentang banyaknya hak-hak
warga sekitar Luapan Lumpur Lapindo yang belum terselesaikan. Hal yang paling
terlihat dari kurang independennya kedua stasiun televisi tersebut adalah ketika
mengadakan sebuah acara spesial dengan menampilkan satu calon saja dalam kemasan
yang bisa dibilang sangat eksklusif.
Berikut beritanya :
MetroTvnews.com
Sudah 6 Tahun, Ribuan Korban Lumpur Lapindo tak Kunjung Dilunasi
Nasional | Senin, 28 Mei 2012 11:10 WIB
Metrotvnews.com, Sidoarjo: Peristiwa semburan lumpur Lapindo di Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur, memasuki usia enam tahun besok (29/5). Namun,
semburan masih terlihat aktif. Pembayaran ganti rugi pada korban pun belum
tuntas.
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mencatat rata-rata volume
lumpur yang keluar berkisar 10 hingga 15 ribu meter kubik per hari.
Selain itu, PT Minarak Lapindo Jaya belum melunaskan pembayaran ganti rugi.
Sebanyak 4.229 dari 13.286 berkas korban lumpur belum dilunasi. Nilai ganti
rugi mencapai sekitar Rp920 miliar.
Ada pula korban yang belum dapat menikmati pembayaran sama sekali, yaitu
sebanyak 73 berkas dengan nilai ganti ruhi Rp27,5 miliar. Mereka dinyatakan
belum lolos verifikasi sengketa lahan.
Lantaran itu, mereka bertahan menduduki tanggul di titik 25 sejak enam pekan
silam. Mereka juga melarang petugas BPLS melakukan kegiatan apapun di kolam
lumpur.
Warga mengaku akan meninggalkan tanggul apabila ganti rugi sudah dilunasi.
Sementara pihak PT Minarak Lapindo menjanjikan akan membayar ganti rugi,
Juni mendatang. (Wrt3)
TVOnenews.com
Warga Gelar Doa Bersama Peringati 6 Tahun Lumpur Sidoarjo
Sidoarjo, (tvOne)
Ribuan warga yang menjadi korban semburan lumpur Sidoarjo melakukan doa
bersama dan istigosah, Rabu (29/5). Doa bersama dan pembacaan kitab Al-Quran
ini dilakukan untuk memperingati enam tahun lumpur Sidoarjo.
Ribuan warga telah datang sejak pagi dan menempati tenda-tenda di tanggul
penahan lumpur. Warga berharap pemerintah memfasilitasi PT Minarak Lapindo
untuk memperlancar proses ganti rugi. Warga meminta pemerintah memberi
pinjaman kepada PT Minarak Lapindo agar kekurangan pembayaran ganti rugi
bisa terselesaikan.
Hal-hal diatas melanggar Kode Etik Wartawan Indonesia butir ke-3 berisi:
Wartawan Indonesia menghormati asas-asas praduga tak bersalah, tidak
mencampuradukkan fakta-fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran
informasi, serta tidak melakukan plagiat.
Serta butir ke-5 berisi:
Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi.
3. Program Hitam Putih on The Weekend Trans 7 (Edisi 003: Desi Ratnasari, 7 April
2012)
Review: Anak Desi Ratna Sari, Nasywa, diwawancarai oleh Deddy Corbuzier perihal
kehidupann pribadi Desi Ratna Sari yang saat ini sedang menyandang status janda.
Deddy menanyakan bagaimana perasaan Nasywa melihat kedekatan Desy dengan
seorang pria yang dekat dengan mamanya. Tampak dalam program tersebut Nasywa
dengan leluasa mendengar percakapan Desy dan Deddy yang belum pantas
diperdengarkan untuk anak seusia Nasywa.
Pelanggaran UU Peyiaran 32/2002 Pasal 51 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran
Ayat 2: Semua lembaga penyiaran wajib mentaati keputusan yang dikeluarkan oleh KPI
berdasarkan pedoman perilaku penyiaran.
Pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 38 tentang Anak dan Remaja
sebagai Narasumber
Pasal 38.A: Dilarang mewawancarai anak dan remaja berusia di bawah umur 18 tahun,
mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, seperti: kematian,
perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga, serta kekuasaan yang menimbulkan
dampak traumatik.
4. Program Silet pada 7 November 2010
Dalam sebuah segmen Feni Rose yang pada saat itu menjadi host dari acara silet
mengucapkan :
“Puncak letusan Merapi kabarnya akan terjadi hari ini hingga esok hari pada laporan
bulan yang jatuh pada tanggal 8 November. Ahli Lapan selalu mencatat hampir semua
letusan dan guncangan gempa muncul pada bulan baru. Lantas apa yang terjadi dengan
Yogyakarta? Mungkinkah Yogyakarta yang elok akan tergolek lemah tak berdaya?
Benarkah Yogya yang dalam banyak lagu digambarkan begitu indah akan berubah
menjadi penuh malapetaka?”
Hal ini memicu kontroversi dan kecaman dari banyak pihak. Pasalnya, pertanyaan ini ini
telah menimbulkan keresahan, kepanikan, ketakutan, trauma, dan menambah penderitaan
terhadap korban, keluarga dan masyarakat yang sedang mengalami musibah bencana
alam Gunung Merapi. Ditambah dengan isi tayangan berupa informasi ramalan dengan
narasi dan gambar yang menyesatkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya terkait musibah bencana alam Gunung Merapi.
Menurut ketentuan Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU
Penyiaran) Pasal 36 ayat (5) huruf a. pelanggaran ini dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran pidana. Tayangan tersebut juga telah melanggar Pedoman Perilaku
Penyiaran (P3) KPI tahun 2009 Pasal 34 serta Standar Program Siaran (SPS) Pasal 55
dan Pasal 56 huruf d., dan huruf e. Silet juga terkena UU Penyiaran Pasal 44 tentang
Ralat Siaran.
Penghentian sementara program "Silet" RCTI dimulai tanggal 9 November 2010 sampai
dengan pemberitahuan pencabutan status siaga bencana Merapi oleh Pemerintah. Selain
itu juga, pihak RCTI juga wajib membuat permintaan maaf secara terbuka kepada publik
atas informasi yang telah tersiar pada tanggal 7 November 2010 melalui 1 (satu) surat
kabar nasional sebanyak 1 (satu) kali dan 2 (dua) surat kabar lokal sebanyak masing-
masing 2 (dua) kali paling lambat 13 November 2010.
RCTI juga wajib membuat permintaan maaf selama 7 (tujuh) hari berturut-turut
sebanyak 3 kali sehari setelah tanggal surat dikeluarkan pada program program berita
pagi, siang, dan petang di RCTI dengan format yang telah ditentukan oleh KPI Pusat.
Selain itu RCTI tidak diperkenankan untuk membuat program sejenis dengan format
yang sama. KPI Pusat menyatakan akan terus melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan sanksi ini.
5. Kasus Pelanggaran oleh PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk
Sebagai contoh kasus pelanggaran UU Penyiaran baru-baru ini adalah kasus akuisisi
stasiun TV Indosiar oleh PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang juga
memiliki SCTV dan O Channel. Kasus ini secara kasat melanggar UU nomor 32 tahun
2002 pasal 18 ayat 1 mengenai pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga
Penyiaran Swasta, dan pasal 34 ayat 4 mengenai pemindahtanganan frekuensi ke pihak.
Para ahli menjelaskan, Pasal 18 Ayat 1 harus ditafsirkan bahwa lembaga penyiaran tidak
boleh dimiliki secara monopoli oleh satu orang atau satu badan hukum di satu wilayah
siaran maupun beberapa wilayah siaran. Dalam hal ini, Kementerian Kominfo dan
Bapepam-LK dinilai membiarkan PT. EMTK melanggar UU Penyiaran dengan memiliki
tiga frekuensi (Indosiar, SCTV, dan O Channel) di satu provinsi, yakni Provinsi DKI
Jakarta. Demikian pun Pasal 34 Ayat 4, bahwa pemindahtangan frekuensi ke pihak lain
adalah bentuk pelanggaran hukum. Dengan demikian, kasus akuisisi Indosiar oleh PT
EMTK misalnya, jelas cacat hukum karena pemindatanganan dan pemusatan
kepemilikan frekuensi terjadi pada kasus tersebut.
Dari segi orientasi, keberadaan pasal tersebut dalam UU Penyiaran tidak lain adalah
untuk menjaga keseimbangan penyebaran informasi dengan tetap memberikan
kesempatan bagi berkembangnya industri penyiaran lain di Indonesia, menjaga
keberlangsungan demokratisasi, serta untuk mencegah hilangnya diversity of content
yang berimbas pada monopoli opini.
6. Kasus Antasari Azhar
Terdapat beberapa indikasi adanya pelanggaran kode etik jurnalistik dalam pemberitaan
tentang Antasari Azhar. indikasi pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan
yang kurang berimbang karena hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian
saja. Selain itu, narasumber yang dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya
keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama. Menanggapi hal
tersebut, Deputy Director News and Sports TV ONE Nurjaman Mochtar mengatakan,
polisi sebagai aparat hukum tentu sudah mempunyai bukti-bukti yang kuat sebelum
menetapkan Antasari sebagai tersangka.
Pihak Kepolisian menetapkan Ketua KPK Antasari Azhar sebagai tersangka dalam kasus
pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.Pemberitaan
mengenai kasus Antasari seputar cinta segitiga antara Antasari, Nasrudin dan Rani,
spekulasi motif pembunuhan, hingga berbagai spekulasi tentang konspirasi berbagai
pihak dalam kasus tersebut. Pemberitaan media tentang kasus Antasari cukup marak
hingga menjadi berita utama di beberapa media, mengalahkan pemberitaan koalisi partai-
partai politik.
Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a) Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b) Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c) Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d) Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e) Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.
Sebagai organisasi profesi, dihimbau kepada jurnalis untuk mengacu kepada Kode Etik
Jurnalistik seperti diamanatkan oleh Pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang Pers. Sebagai media
yang hidup di ranah publik, para jurnalis diharapkan senatiasa tetap menjaga
independensi, dan bekerja menggunakan standar profesionalisme yang berlaku di dunia
jurnalistik, antara lain dengan menyajikan berita secara berimbang. Dalam rangka
melayani hak masyarakat untuk tahu (rights to know), tanggungjawab profesional
seorang wartawan bukan hanya kepada pemilik, tetapi terutama sekali adalah kepada
publik
7. Kebohongan Wartawan Jawa Pos Meliput Teroris
Jakarta (voa-islam) - Pada edisi 3 Oktober 2005, dua hari setelah tiga rangkaian bom
meluluhlantahkan sejumlah restoran di Jimbaran dan Kuta, Bali, Harian Jawa Pos
mempublikasikan sebuah artikel berjudul: “Kasihan, Warga Tak Berdosa Jadi Korban”.
Artikel itu dibuat berdasarkan wawancaran koran itu dengan Nur Aini, istri dari buron
tersangka diduga teroris, Dr. Azahari.
Hal itu terungkap dalam diskusi dan bedah buku “Panduan Jurnalis Meliput Terorisme”
yang diterbitkan oleh Tim AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jakarta.
Wawancara itu dilakukan via telepon melalui telepon oleh jurnalis Jawa Pos Rizal
Husen, mengingat Nur Aini ada di Johor, Malaysia. Koran itu juga menambahi
keterangan dengan wawancaranya itu merupakan wawancara secara eksklusif.
Satu bulan kemudian, Jawa Pos kembali mempublikasikan wawancaranya dengan Nur
Aini. Artikel itu dimuat pada 10 November 2005, beberapa hari setelah Azahari
dilaporkan tewas dalam operasi penyergapan polisi di Villa Flamboyan, Batu, Jawa
Timur. Judul artikelnya “Istri Doakan Azahatri Mati Syahid”, juga diklaimnya dari hasil
wawancara wartawan yang sama (Rizal Husen) dengan istri Azahari. Suara perempuan
Malaysia itu juga digambarkan sesekali seperti terisak menahan tangis. Koran itu juga
menggambarkan dialek Nur Aini kental dengan logat Melayu.
Ada sebuah fakta penting yang mempertanyakan wawancara Rizal Husein, sang
wartawan Jawa Pos yang katanya pernah mewawancarai narasumbernya. Ternyata
faktanya, Nur Aini sama sekali tidak bisa bicara. Sejak beberapa tahun sebelumnya,
perempuan itu menderita penyakit kanker thyroid, yang membuat pita suara di
tenggorokannya terganggu. Kebohongan telah terungkap dari seorang jurnalis Jawa Pos
yang membuat berita bohong, fiktif dan rekayasa.
Kebohongan Rizal makin terang benderang, ketika beberapa saat kemudian, stasiun
televisi Trans TV menayangkan wawancara langsung dengan Nur Aini. Dalam tayangan
Trans TV itu, Nur hanya bisa berkomunukasi lewat tulisan tangan.
Kebohongan Rizal terungkap, ketika tidak adanya catatan data percakapan telepon dari
nomor telepon yang digunakan sang wartawan tersebut dipangkalan data (database)
Telkom. Meningat ia mengaku mewawancarai Nuraini via telepon.
Dewan Redaksi Jawa Pos pun langsung mengkonfirmasi Rizal. Benar saja, Rizal sama
sekali tidak menghubungi perempuan itu. Alhasil, Rizal pun dipecat, dan tak
termaafkan.Kepada Dewan Redaksi Jawa Pos, Rizal Husein mengaku tidak punya itikad
jahat. Dia hanya ingin Jawa Pos menjadi media terdepan dalam liputan terorisme.
Dewan Redaksi Jawa Pos pun langsung mengkonfirmasi Rizal. Benar saja, Rizal sama
sekali tidak menghubungi perempuan itu. Alhasil, Rizal pun dipecat, dan tak
termaafkan.Kepada Dewan Redaksi Jawa Pos, Rizal Husein mengaku tidak punya itikad
jahat. Dia hanya ingin Jawa Pos menjadi media terdepan dalam liputan terorisme.
Ternyata bukan hanya wartawan Jawa Pos yang pernah membuat berita bohong. Seorang
jurnalis The Washington Post, Janet Leslie Cooke, pernah membuat feature dramatis
tentang seorang anak kecil berkulit hitam berumur 8 tahun yang menjadi pecandu berat
narkotika. Anak itu tinggal bersama ibu dan ayah tirinya yang pengedar narkoba.
Ayahnya, bahkan ikut menyuntikan narkotik kepada anaknya jika sedang kecanduan.
Berkat tulisannya itu, Janet kemudian mendapat hadiah jurnalistik tertinggi di Amerika
Serikat, Pulitzer. Namun belakangan, Janet tak bisa menunjukkan keberadaan si anak
malang dalam beritanya. Ketika tersingkap cerita mengharukan anak itu ternyata hanya
isapan jempol belaka alias fiktif. Jurnalis pembohong itu tanpa ampun dipecat dari The
Washington Pos, tempatnya bekerja.
Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4.
Pasal 2 bernunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat
berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang
professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan
tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah
narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan
kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media
untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian tempat wartawan
tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.
8. Kasus Penayangan Iklan ON CLINIC
Undang Undang 32 Tahun 2002 berkaitan dengan penyiaran menyebutkan pasal 46 ayat
1 siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio
atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau
mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi
konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. Perusahaan menggunakan iklan
sebagai media untuk promosi produknya, tetapi masih banyak perusahaan yang
melanggar peraturan yang telah ada.
Seperti yang dilanggar oleh perusahaan dalam melayani bidang jasa yaitu On Clinic. On
Clinic Indonesia adalah jaringan klinik Internasional yang mengkhususkan diri dalam
konsultasi serta pengobatan Impotensi & Ejakulasi Dini, yang ditangani oleh dokter-
dokter berpengalaman. Selama 11 tahun kehadirannya, On Clinic telah berhasil berperan
serta dalam mengobati masalah Impotensi & Ejakulasi Dini dan telah mengobati lebih
120.000 pasien di seluruh Indonesia. Pengobatan di On Clinic seluruhnya menggunakan
obat-obat medis kedokteran dengan tingkat keberhasilan diatas 90%. Pengobatan di On
Clinic juga sangat efektif untuk pasien yang disertai penyakit degeneratif seperti diabetes
melitus, hypertensi, kolsterol tinggi, dll. Dengan Visi Membantu Kebahagian
Keluarga,On Clinic Indonesia memberikan pelayanan secara profesional dengan menjaga
kerahasiaan dan mendukung privacy pasien. (onclinic.co.id)
KPI Pusat melayangkan surat teguran kedua pada Trans 7 dan SCTV terkait adanya
pelanggaran pada penayangan program siaran iklan “On Clinic” di kedua stasiun televisi
tersebut. Pelanggaran yang dilakukan SCTV adalah penayangan materi dewasa berupa
pengobatan vitalitas seksual pada jam anak dan remaja. Jenis pelanggaran ini
dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak dan remaja, penggolongan
program siaran, dan siaran iklan. Selain pelanggaran di atas, hasil pemantauan kami juga
menemukan materi pelanggaran yang sama pada tanggal 8 Februari 2011 pukul 11.40
WIB, 29 Maret 2011 pukul 11.41 WIB, 31 Maret 2011 pukul 11.49 WIB, 5 April 2011
mulai pukul 11.50 WIB dan 7 April 2011 mulai pukul 11.37 WIB.
Dalam waktu yang bersamaan KPI Pusat juga memberikan teguran kepada Trans7 dalam
pelanggaran program yang sama. Pelanggaran yang dilakukan adalah penayangan materi
pada 16 Februari 2011 pukul 12.09 WIB,17 Februari 2011 pukul 12.14 WIB, 1 April
2011 pukul 17.04 WIB, 6 April 2011 mulai pukul 12.28 WIB dan 9 April 2011 mulai
pukul 12.13 WIB. (kpi.co.id)
Yang menjadi dari target iklan On Clinic adalah masyarat yang sudah berkeluarga baik
suami dan istrri dapat dikatakan orang yang dewasa dalam umurnya. Cara menentukan
target dari iklan tersebut adalah orang yang sudah dewasa, berkeluarga, secara perilaku
memiliki permasalahan dengan seks. Positioning dari on clinic adalah mengatasi
ejakulasi dini.
9. Tayangan VOA di Indonesia
Andrie Yudhistira
28/09/2011 07:38
Liputan6.com, Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)
menyebutkan kalau siaran Voice of America (VOA) di Indonesia adalah suatu
pelanggaran. Pasalnya tidak diperbolehkan media asing secara terus-menerus
nibrung siaran di media massa Tanah Air. Demikian dikatakan Staf Ahli Kominfo
Bidang Media Massa, Henry Subiakto.
"Tidak boleh media asing seperti VOA nebeng siaran di Indonesia terus menerus,
VOA itu punya Amerika. Itu melanggar Pasal 17 ayat 5 UU Penyiaran," ujar
Henry dalam diskusi di Jakarta, Selasa (27/9). Saat ditanya tentang tayangan
Aljazeera, Henry mengatakan beda kasus. "Enggak apa-apa kalau sesekali, kan
itu kalau lagi perang saja," jawabnya.
Henry juga mempertanyakan media luar negeri mendapatkan ruang di Indonesia,
sementara media massa nasional malah diacuhkan. "Kenapa tayangan luar negeri
disiarkan dan mendapatkan ruang, tapi kenapa seperti RRI tidak dapat tempat.
Swasta lebih suka tayangan international. VOA di Indonesia itu hanya ajang
propaganda asing," jelasnya.
Lebih jauh Henry mengatakan, dalam kasus ini pihak yang bertanggung jawab
adalah KPI. "KPI lembaga penyiaran yang menaungi media massa," kata Henry.
Di tempat yang sama, mantan Ketua Pansus RUU Penyiaran, Paulus Widiyanto
mengatakan untuk mengatasi permasalahan itu perlunya merevisi UU Penyiaran.
"Perlu merevisi UU Penyiaran," tuturnya.(BJK/JUM)
10. Iklan XL
Akhir-akhir ini sangat banyak iklan yang saling menjatuhkan satu sama lain. Banyak
iklan yang mempromosikan sebuah produk dengan menbandingkan produknya itu
dengan produk lain sejenis dengan cara merendahkan bahkan mengejek produk lain.
Jelas iklan-iklan tersebut sangatlah melanggar etika bisnis.
Masih hangat pasti tentang iklan penyindiran balas-balasan yang dilakukan oleh operator
telekomunikasi AS dan XL. Menurut saya bukanlah hal bermanfaat yang dilakukan oleh
kedua operator tersebut, justru mungkin akan banyak konsumen hanya tertawa melihat
iklan-iklan tersebut dan yang paling ekstrim mungkin akan meninggalkan loyalitas
mereka terhadap produk tersebut. Karena apa ? karena perilaku iklan-iklan tersebut
seperti perang, terus saling menyerang produk lawan tapi bukan terus memperbaiki
kualitas produk mereka masing-masing.
Ternyata iklan yang melanggar etika bisnis yang dilakukan oleh salah satu operator
telekomunikasi di atas bukanlah saat-saat ini saja, mungkin masih ada yang masih ingat
iklan operator telekomunikasi XL yang bercerita tentang seorang pria yang menikah
dengan monyet dan kambing. Sangatlah mengiris hati, konsumenlah yang direndahkan
dalam iklan tersebut. Iklan XL tersebut di nilai memperolok dan merendahkan martabat
manusia, bahkan beberapa pihak seperti BRTI( Badan Regulasti Telekomunikasi
Indonesia) menyatakan bahwa iklan tersebut kebablasan.
Iklan tersebut di nilai tidak memberikan informasi yang lengkap sehingga terjadi
misinterpretasi di kalangan konsumen, melampaui batas etika dan tidak memberikan
nilai pendidikan bagi masyarakat. Iklan operator telekomunikasi tersebut juga dan yang
melanggar UU No.8/1999 pasal 17f pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan.
Bukti nyata dari pelanggaran etika bisnis di atas adalah akhirnya KPI pusat meminta
kepada seluruh stasiun TV untuk menghentikan tayangan iklan tersebut.
Iklan XL tersebut telah melanggar UU Penyiaran Pasal 46 tentang Siaran Iklan.
Sumber:
http://forum.kompas.com/showthread.php?1949-XL-Cabut-Iklan-quot-Kawin-dengan-
Monyet-quot
http://berita.liputan6.com/read/355430/tayangan-voa-di-indonesia-adalah-pelanggaran
http://blog.ub.ac.id/satriomulyo/2012/03/13/kasus-iklan-on-clinic-yang-melanggar-peraturan-
penyiaran-ri/
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/05/24/14908/kebohongan-wartawan-
jawa-pos-meliput-teroris/
http://strategikomunikasi.blogspot.com/2011/11/pelanggaran-pada-etika-perundang.html
http://tulisandila.wordpress.com
http://kpid-jatimprov.go.id/siaran-pers/2/program_silet_rcti_diberhentikan_sementara_.html
http://realline.wordpress.com