Upload
others
View
31
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI
JUDUL : “POTENSI KOMODITI SUSU DI INDONESIA”
Disusun Oleh:
Ramadhani Savitri 135100307111058
Eko Widartiningsih 135100300111029
Sello Conni Prayudha 135100301111079
Muhammad Khoirul
Anam
135100301111091
El Poput Jis Popinoring 135100301111061
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha persusuan di Indonesia sudah sejak lama dikembangkan. Usaha
tersebut didominasi oleh peternakan rakyat dengan rataan produksi sekitar 8
sampai 10 liter/hari (Subandriyo, 2006). Sesuai data Dirjen Peternakan, untuk
memenuhi kebutuhan permintaan susu, Indonesia masih mengimpor dari luar
negeri sebanyak 70-75%, sebab kebutuhan dalam negeri hanya bisa memenuhi
25-30% (Ditjennak, 2008). Proyeksi produksi susu segar dan pasar susu nasional
dari tahun 2010 sampai 2015 belum mampu dipenuhi oleh produksi dalam negri.
Selain karena jumlah populasi sapi perah nasional yang masih terlalu sedikit,
modal juga menjadi kendala bagi peternak untuk mengembangkan usahanya.
Peternakan sapi perah dan industri susu nasional semakin bernilai strategis.
Selain dari nilai ekonomis yang dihasilkan cukup tinggi, peternakan sapi perah
juga membantu program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Sektor ini
memiliki rantai industri yang melibatkan berbagai jenis industri terkait
didalamnya, bahkan dari hulu sampai hilir jutaan tenaga kerja terserap dalam
proses pengerjaannya. Nilai strategis itu juga ditunjukkan dari manfaat output
yang dihasilkan, bahkan dari susu, daging sampai kotoran juga memiliki nilai
ekonomis (Saptahidayat, 2005).
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsistem oleh peternak
kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat
produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta
pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek reproduksi, pemberian
pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem pencatatan, pemerahan,
sanitasi, dan pencegahan penyakit (Saragih, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi ikan susu sapi di Indonesia?
2. Bagaimana kandungan susu sapi?
3. Bagaimana pohon industri susu sapi?
4. Bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi pada susu sapi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui potensi susu sapi di Indonesia.
2. Mengetahui kandungan yang terdapat pada susu sapi.
3. Mengetahui pohon industri susu sapi.
4. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada susu sapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Susu Sapi di Indonesia
Air susu adalah air susu yang diperoleh dengan jalan pemerahan seekor sapi
atau lebih secara teratur, terus-menerus, tanpa dicampur, dikurangi atau ditambah
apapun serta mempunyai berat jenis minimal 1,027 pada temperatur 27,5 derajat
dan kadar lemak 2,8 persen (Sindoeredjo, 1960). Produksi susu yang rendah di
daerah tropis, disebabkan oleh interaksi dari faktor iklim, penyakit,
pengembangbiakan, pemberian makanan dan pengelolaan, dan kepentingannya
bervariasi secara relatif dari negara satu ke negara lain dan dari satu daerah ke
daerah lain dalam satu negara (Williamson dan Payne, 1993).
Proyeksi Produksi Susu Segar dan Pasar Susu Indonesia (juta ton)
Tahun Produksi Kebutuhan
2010 0,69 3,1
2011 0,80 3,2
2012 0,80 3,5
2013 0,80 3,8
2014 0,80 4,0
2015 0,80 4,2
Sumber: Dewan Persusuan Nasional, 2012
Dari table di atas, permintaan susu segar pada tahun 2010 hingga 2015
diperkirakan mengalami peningkatan rata-rata 6,3 persen per tahun. Namun
demikian, penawaran susu segar relatif tetap. Kebutuhan susu nasional pada tahun
2010 yang mencapai 3,1 juta ton hanya dapat dipenuhi sebesar 690.000 ton,
sedangkan pada tahun 2011 kebutuhan susu nasional 3,2 juta ton hanya di-supply
produksi susu dalam negeri sebesar 800.000 ton susu, dan sisanya masih impor.
Bahkan pada tahun 2011 sampai 2015 diperkirakan produksi susu relatif tetap
pada jumlah 800.000 ton, sedangkan kebutuhan susu nasional terus mengalami
peningkatan antara 200.000 ton sampai 300.000 ton tiap tahunnya (Dewan
Persusuan Nasional, 2012).
Populasi terbesar masih terfokus di pulau Jawa. Jawa Timur sendiri menjadi
sentra peternakan terbesar di pulau Jawa yaitu dengan populasi 221.408 ekor
(Departemen Pertanian RI, 2012). Wilayah utama penghasil susu di Jawa Timur
adalah Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang, dengan populasi sapi perah
masing-masing 96.600 ekor dan 89.431 ekor. Selebihnya daerah dengan populasi
sapi perah di atas 10.000 ekor meliputi: Kabupaten Tulungagung (26.558),
Kabupaten Blitar (20.309), Kota Batu (12.763), dan Kabupaten Kediri (12.468).
Jumlah tersebut masih belum cukup mendukung pasokan industri pengolah susu,
dengan menyisakan kekurangan yang harus dipenuhi dari impor (Dinas
Peternakan Jawa Timur, 2011).
Peta Kawasan Sentra Peternakan Sapi Perah di Jawa Timur
Sumber : Dinas Peternakan Jawa Timur, 2011.
2.2 Kandungan Susu Sapi
Susu adalah hasil perahan dari sekresi kelenjar ambing ternak yang menyusui.
Susu mengandung protein, lemak, karbohidrat (laktosa), mineral dan vitamin. Di
alam, susu diperuntukan bagi anak hewan untuk perkembangan/pertumbuhannya.
Namun manusia memanfaatkan untuk dijadikan sumber pangan.
Susu sapi yang masih segar (mentah) pada umumnya terdiri dari sebagian
besar air (87,6%), protein (3,3%), lemak (3,8%) laktosa (4,7%) dan abu (0,7%)
(Priesley, 1979). Selain itu terdapat sejumlah kecil vitamin yang larut dalam air
dan lemak serta enzim-enzim.
Komposisi susu kambing, susu domba, susu kerbau, susu sapi dan susu Ibu
(ASI)
Sumber:
a) Sutama (1997)
b) Sunarlim et al (1992)
c) Direktorat Gizi Depkes RI dalam Syarief (1988)
Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-
garam mineral, protein dalam bentuk suspensi koloidal (Rahman et al., 1992).
Lemak susu merupakan komponen paling penting, berbentuk butiran yang
mengandung asam lemak jenuh (65-75%), asam lemak tidak jenuh (25-30%) dan
asam lemak tidak jenuh ganda sebesar 4% (Buckle et al., 1985). Protein utama
susu adalah kasein dalam bentuk koloidal dalam susu dan serum “whey” dalam
bentuk cairan yang jumlahnya mencapai 0.5 - 0.7% ( Buckle et al., 1985). Sekitar
80% dari protein susu berupa kasein. Karbohidrat susu adalah laktosa terdiri dari
glukosa dan galaktosa (Fennema, 1985). Mineral yang ada pada susu adalah K,
Ca, Cl, F, Na, Mg dan sulfur. Vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D dan E
serta vitamin yang larut dalam air seperti vitamin C, D, B (Thiamin, riboflavin,
niacin, pantothenic, asam folat, biotin, piridoxin dan vitamin B12) (Buckle et al.,
1985). Komposisi nilai gizi susu bervariasi tergantung jenis ternak. Susu sapi
mengandung protein 3,3% dan lemak 3%. Nilai tersebut relatif lebih rendah
dibandingkan susu kambing, susu domba dan susu kerbau.
Susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak
mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau
kotoran lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan.
Komposisi air susu rata-rata adalah sebagai berikut (Saleh, 2004):
Komponen-komponen air susu akan diuraikan satu persatu sebagai berikut
(Saleh, 2004):
1) Air
Air susu mengandung air 87.90%, yang berfungsi sebagai bahan pelarut
bahan kering. Air di dalam air susu sebagian besar dihasilkan dari air yang
diminum ternak sapi.
2) Lemak
Air susu merupakan suspensi alam antara air dan bahan terlarut
didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak di dalam air
susu adalah 3.45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air
susu. Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega,
keju, krim, susu kental dan susu bubuk banyak menagndung lemak.
Susunan lemak susu terdiri dari lemak majemuk, merupakan lemak murni
dan terdiri dari 3 molekul asam lemak terikat pada suatu molekul glycerine.
Lemak asam susu terdiri dari campuran beberapa asam lemak antara lain :
a. Lemak sederhana yang memiliki asam lemak sama
b. Lemak campuran yang terdiri dari beberapa macam lemak terikat
pada glyserine
Asam lemak yang terdapat di dalam air susu terdiri dari 2 golongan, yaitu
asam lemak yang dapat larut (butyric, caproic,caprilic dan capric ) serta asam
lemak yang tak dapat larut (leuric, myristic, palmitic dan oleic).
Buckle et al., (1987) menyatakan kerusakan yang dapat terjadi pada lemak
susu merupakan sebab dari berbagai perkembangan flavor yang menyimpang
dalam produk-produk susu, seperti:
a. Ketengikan, yang disebabkan karena hidrolisa dari gliserida dan
pelepasan asam lemak seperti butirat dan kaproat, yang
mempunyai bau yang keras, khas dan tidak menyenangkan.
b. Tallowiness yang disebabkan karena oksidasi asam lemak tak
jenuh.
c. Flavor teroksidasi yang disebabkan karena oksidasi fosfolipid.
d. Amis/bau seperti ikan yang disebabkan karena oksidasi dan reaksi
hidrolisasi
3) Protein
Kadar protein di dalam air susu rata-rata 3.20% yang terdiri dari : 2.70%
casein (bahan keju), dan 0.50% albumen. Berarti 26.50% dari bahan kering
air susu adalah protein. Di dalam air susu juga terdapat globulin dalam
jumlah sedikit. Protein di dalam air susu juga merupakan penentu kualitas air
susu sebagai bahan konsumsi.
4) Laktosa
Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat di dalam air susu.
Bentuk ini tidak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang lain. Kadar
laktosa di dalam air susu adalah 4.60% dan ditemukan dalam keadaan larut.
Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Sifat
air susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa. Kadar laktosa dalam air
susu dapat dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu.
5) Mineral dan Vitamin
Vitamin dan enzim : Kadar vitamin di dalam air susu tergantung dari jenis
makanan yang diperoleh ternak sapi dan waktu laktasinya. Vitamin diukur
dengan satuan International Units (IU) dan mg. Vitamin yang terdapat di
dalam lemak disebut ADEK, dan vitamin yang larut di dalam air susu,
tergolong vitamin B komplek, vitamin C, Vitamin A, provitamin A dan
vitamin D. Vitamin yang larut di dalam air susu yang terpenting ialah vitamin
B1, B2, asam nikotinat, dan asam pantotenat. Bila air susu
dipanaskan/dimasak, dipasteurisasi atau disterilisasi maka 10 – 30 % vitamin
B1 akan hilang, vitamin C akan hilang 20 – 60 %.
Enzim berfungsi untuk mengolah suatu bahan menjadi bahan lain dengan
jalan autolyse. Enzim yang terkenal adalah peroxydase, reductase, katalase
dan phospatase. Dengan adanya pemanasan, enzim tidak akan berfungsi lagi.
Komposisi air susu dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya (Saleh,
2004):
1. Jenis ternak dan keturunannya (hereditas),
2. Tingkat laktasi,
3. Umur ternak,
4. Infeksi/peradangan pada ambing,
5. Nutrisi/pakan ternak,
6. Lingkungan,
7. Prosedur pemerahan susu.
Keseluruhan faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (Saleh,
2004):
1) Lingkungan,
2) Genetik,
3) Management.
Bahan yang dapat diambil oleh tubuh dari air susu ialah (Astawan, 1989):
1. Laktose sebagai sumber energi.
2. Protein sebagi bahan penunjang kehidupan untuk hidup
pokok,pertumbuhan dan pergantian sel, dan diambil sebagai bentuk bahan
keju, albumin dan globulin.
3. Lemak sebagai sumber energi terbaik dibanding lemak produksi hewan
lain.
4. Mineral dan vitamin yang diperlukan dalam pencernaan dan metabolisme
sebagai katalisator untuk katabiose dan anabiose dan keperluan resistensi
tubuh.
2.3 Pohon Industri
2.4 Perubahan yang Terjadi
2.4.1 Pascapanen
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung
zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat,
mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Nilai gizinya yang tinggi
juga menyebabkan susu merupakan medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme
untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat
susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar.
Susu bubuk (powdered milk) berasal dari susu segar yang dikeringkan. Umur
simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan penanganan yang baik dan
benar. Susu bubuk rentan terhadap perubahan gizi karena mudah beroksidasi dengan
udara (Siaroto dan Prahahesta, 2009).
Uji mutu adalah kegiatan pertama yang dilakukan sebelum susu diproses. Mutu
susu segar tergantung dari beberapa faktor, seperti sapi perah, manusia, lingkungan,
dan kebijaksanaan perusahaan. Pengujian bertujuan untuk memeriksa kualitas bahan
baku meliputi rasa, kandungan bakteri dan komposisi protein dan lemak. Cara
penanganan air susu sesudah pemerahan adalah sebagai berikut:
1. Air susu hasil pemerahan harus segera dikeluarkan dari kandang untuk
menjaga jangan sampai susu tersebut berbau sapi atau kandang. Keadaan ini
penting terutama jika keadaan ventilasi kandang tidak baik.
2. Air susu tersebut disaring dengan saringan yang terbuat dari kapas atau kain
putih dan bersih, susu tersebut disaring langsung dalam milk can. Segera
setalah selesai penyaringan milk can tersebut ditutup rapat. Kain penyaring
harus dicuci bersih dan digodok kemudian dijemur. Bila kain penyaring
tersebut hendak dipakai kembali sebaiknya disetrika terlebih dahulu.
3. Tanpa menghiraukan banyaknya kuman yang telah ada, air susu perlu
didinginkan secepat mungkin sesudah pemerahan dan penyaringan sekurang-
kurangnya pada suhu 4oC–7
oC selama 2 atau 3 jam. Hal ini dilakukan untuk
mencegah berkembangnya kuman yang terdapat didalam air susu.bila tidak
mempunyai alat pendingin maka pendinginan tersebut dilakukan dengan
menggunakan balok es, dalam hal ini milk can yang telah berisi susu
dimasukkan kedalam bak yang berisi es balok dan ditutup rapat.
Jika peternakan tidak mempunyai alat pendingin, susu harus dibawa ke cooling unit
atau KUD yang mempunyai alat pendingin dalam waktu tidak lebih dari 2,5 jam
sesudah pemerahan. Bila tidak dapat ditempuh dalam waktu 2,5 jam maka dianjurkan
menambahkan H2O
2 (Hidrogen Peroksida) dengan kepekatan 35% sebanyak 2 cc
untuk setiap liter air susu. Dengan perlakuan demikian air susu dapat tahan selama 24
jam di daerah tropis.
Tanpa perlakuan penanganan, susu tidak dapat disimpan lebih dari 12 jam.
Berdasarkan uji reduktase, penambahan H2O
2 0,06%, air susu dapat disimpan selama
48 jam, sedangkan berdasarkan uji alkohol, susu dapat disimpan selama 24 jam. Susu
masak dan susu kukus dapat disimpan selama 24 jam berdasarkan uji reduktase dan
12 jam berdasarkan uji alkohol.
2.4.2 Selama Proses
Proses pembuatan susu bubuk formula merupakan salah satu contoh alternatif
pengolahan dan pengawetan susu dengan cara menurunkan kadar air susu dari 87%
(susu segar) menjadi 3% (susu bubuk) dengan cara spray drying. Pengeringan ini
bertujuan untuk menurunkan aktivitas air (aw) sehingga menekan pertumbuhan
mikroba. Bakteri dan khamir terhambat petumbuhannnya pada kadar aw 0,65,
sedangkan bakteri pertumbuhannya terhambat pada aw 0,75 (Widodo, 2003). Dalam
keadaan kering, tidak ada bakteri atau khamir yang dapat hidup
hingga susu dapat bertahan lama. Mula-mula susu dikentalkan dalam keadaan
tekanan rendah, kemudian diembuskan melalui semprotan halus hingga menjadi
partikel-partikel yang sangat halus. Tahapan proses pembuatan susu bubuk dapat
dijelaskan sebagai berikut (Deputi MENLH, 2006):
Penyaringan (penjernihan)
Proses penyaringan susu bertujuan memisahkan benda-benda pengotor susu yang
terbawa saat proses pemerahan. Penyaringan juga bertujuan untuk menghilangkan
sebagian leukosit dan bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan susu selama
penyimpanan.
Pasteurisasi
Dari tangki penampungan, susu dipasteurisasi dengan cara dipanaskan untuk
membunuh bakteri pathogen. Teknis pasteurisasi dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara
yaitu High Temperature Short Time (HTST) yaitu pasteurisasi dilakukan pada suhu
tinggi dengan waktu yang sangat pendek dan pasteurisasi yang dilakukan pada suhu
rendah dengan waktu yang cukup lama.
Evaporasi
Evaporasi dilakukan untuk mengurangi kandungan air dengan failing film yang
terdapat pada alat evaporasi, sehingga penguapan dapat dilakukan dengan tepat dan
waktu kontak dengan media pemanas singkat. Alat pemanas yang digunakan adalah
steam yang bekerja pada tekanan vakum, agar penguapan air dalam susu dapat
berlangsung pada temperatur yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak merusak susu.
Pencampuran
Dari tangki penyimpanan susu dipanaskan sebelum dialirkan ke tangki pencampur
yang berisi bahan-bahan tambahan seperti protein, mineral, vitamin dan lain-lain.
Tujuan pemanasan adalah menurunkan viskositas susu sehingga mempermudah
proses pencampuran.
Homogenisasi
Homogenisasi adalah perlakuan mekanik (mechanical treatment) pada butiran lemak
dalam susu dengan tekanan tinggi melalui sebuah lubang kecil. Homogenisasi
bertujuan untuk menyeragamkan ukuran globula-globula lemak susu menjadi rata-
rata 2 mikron, menggunakan sistem High Presssure Pump (HPP) yang melewati
sebuah lubang kecil dengan alat homogenizer.
Pengeringan
Proses pengeringan susu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan freez drying
dan spray drying. Freeze drying adalah penguapan susu dilakukan pada keadaan
vakum, air tersublimasi keluar dari susu. Proses spray drying adalah menyemprotkan
butiran halus ke dalam aliran udara panas. Pengeringan spray drying melalui tahapan
sebagai berikut (a) evaporasi, pengupan air susu dari kadar air 88% menjadi 50%, (b)
spraying adalah pengeringan seprot untuk enghasilkan bubuk (powder) dan (c)
pengeringan lanjut (after dyer) adalah penguapan partikel dari bubuk susu.
Finishing dan Pengemasan
Pada proses ini inti bubuk susu yang dihasilkan kemudian dicampurkan dengan bahan
lain sesuai dengan formula yang diinginkan. Selanjutnya susu tersebut masuk dalam
tahap pengemasan (dalam kaleng atau aluminium foil) menggunakan mesin flling
hooper.
2.4.3 Setelah Proses
Perubahan Produk Secara Mekanis
Kerusakan mekanis yang dapat terjadi pada produk susu bubuk yaitu perubahan
pada organoleptik meliputi warna, bau, rasa, dan juga kerusakan pada kemasan.
Indikasi kerusakan susu ini bisa ditandai dari bentuk fisiknya, apabila partikel susu
yang sudah menggumpal (terjadi penyerapan uap air dari udara), berbau tengik
(akibat oksidasi lemak karena panas), dan berubah warna seperti pencoklatan dan
karamelisasi. Selain itu, apabila terdapat proses pengolahan yang tidak benar,
kemungkinan terdapat material asing, cemaran logam, dan juga
serangga (seperti kutu, semut, dan lain-lain) pada susu bubuk. Perubahan mekanis
juga dapat terjadi apabila tidak dilakukan pengendalian suhu, kelembapan, dan
penanganan fisik dengan baik. Perubahan produk secara mekanis ditandai dengan
penyimpangan pada bulk density susu bubuk. Bulk density adalah massa partikel yang
menempati suatu unit volume tertentu atau jumlah massa persatuan volume yang
dapat dinyatakan dalam g atau ml atau g atau cm3. Bulk density ditentukan oleh berat
wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk
dengan volume wadah. Perubahan dari BD dapat menyebabkan perubahan pada sifat-
sifat bubuk (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Kerusakan susu bubuk juga ditandai dengan kemunculan sinkers lebih banyak
terkait dengan proses pengeringan. Sumber utama kemunculan sinkers adalah air
proses, metal dari peralatan, pemakaian gula lokal, udara kotor dan premix vitamin
yang rusak. Sinkers berupa sedimen merupakan endapan yang tidak dapat larut dalam
air. Menurut Widodo (2003), residu tersebut biasanya mengandung: a) protein yang
rusak atau mengalami denaturasi, b) partikel yang hangus atau lengket, c) partikel
yang sukar larut dan d) bahan campuran. Kemudian kerusakan susu bubuk ditandai
dengan munculnya curd atau white flecks, yaitu bintik-bintik putih di dalam larutan
susu yang tidak larut dan dapat membekas pada dinding botol atau gelas sebagai
suatu lapisan putih. Susu bubuk dengan kemunculan curd atau white flecks dalam
jumlah tidak banyak, akan mempunyai kecepatan larut yang lebih baik daripada susu
bubuk dengan kemunculan curd atau white flecks dalam jumlah banyak. Penyebab
utama kemunculan curd atau white flecks adalah akibat denaturasi protein susu.
Denaturasi terjadi terutama selama tahapan proses yang melibatkan panas sehingga
menyebabkan koagulasi protein susu. Denaturasi protein dapat terjadi oleh berbagai
penyebab, yang utama adalah panas, pH, garam dan pengaruh permukaan. Rentang
suhu pada saat terjadi denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein sekitar 55-
750C (Hadiwiyoto, 2004).
Perubahan Produk Secara Kimia
Kerusakan kimiawi yang dapat terjadi pada produk susu bubuk yaitu terjadinya
perubahan pH dan kadar lemak. Nilai pH (potential of hydrogen) atau derajat
keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman (atau kebasaan) yang
dimiliki oleh suatu larutan. Nilai pH dinyatakan netral, bila ion H+ dan ion OH-
terlarut pada jumlah yang sama atau apabila memiliki nilai pH sebesar 6,5-7 (Arpah,
2003).
Nilai pH atau keasaman liquid MST dipengaruhi oleh kandungan total solid (TS) di
dalamnya. TS liquid MST terdiri atas TS dengan komponen lemak dan TS tanpa
komponen lemak atau disebut solid non fat (SNF). SNF diantaranya terdiri atas
kasein, laktosa dan whey protein. Widodo (2003) menyatakan bahwa susu dengan
kandungan TS yang tinggi diduga mempunyai keasaman yang lebih tinggi dari pada
kondisi standar. Peningkatan keasaman menandakan kecenderungan yang mengarah
pada penurunan persentase SNF (lemak, kasein dan laktosa). Sebaliknya, penurunan
keasaman menandakan adanya peningkatan persentase protein non kasein yaitu whey
protein dan abu. Susu yang mempunyai keasaman tinggi mempunyai nutrien yang
lebih banyak dan mempunyai kekhususan yaitu tingginya kandungan fosfat.
Kerusakan kadar lemak dapat mempengaruhi tingkat kelarutan di dalam air dan
mutu fisik penampakan larutan; menjadi sumber penyebab utama terjadinya
ketengikan dan reversion (perubahan bau sebelum terjadi proses ketengikan).
Reversion ini terjadi karena susu bubuk berlemak mudah sekali menyerap bau dari
udara lingkungan. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya
mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi,
karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam esensial dalam lemak.
Susu bubuk dapat ditambahi antioksidan agar terhindar dari ketengikan sehingga
dapat lebih tahan lama. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku berpotensi
menjadi sumber antioksidan alami tetapi selama proses pengolahan menggunakan
suhu pemanasan atau pengeringan dapat mengalami kerusakan. Susu bubuk dapat
ditambahi antioksidan sintetik. Antioksidan sintetik yang dijinkan untuk makanan
yang sering digunakan adalah PG (propil galat), BHA (hidroksi anisol terbutilasi) dan
BHT (hidroksi toluena terbutilasi). PG lebih mudah larut dalam air daripada dalam
lemak. PG dan BHA mempunyai sifat ketahanan yaitu tahan panas dan tidak
menguap dengan uap air. BHT tidak mempunyai sifat ketahanan karena dapat
menguap dengan uap air (Muhandri dan Kadarisman, 2006).
Perubahan Produk Secara Mikrobiologis
Mikroorganisme menghendaki aktivitas air (aw) minimum agar dapat tumbuh
dengan baik, yaitu untuk bakteri 0,90, khamir 0,80−0,90, dan kapang 0,60−0,70. Pada
aw yang tinggi, oksidasi lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada aw rendah.
Kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan
kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan. Mikroba patogen yang
umum mencemari susu bubuk adalah E. coli. SNI mensyaratkan bakteri E. coli tidak
terdapat dalam susu dan produk olahannya. Selain E.coli, beberapa bakteri patogen
yang umum mencemari susu segar adalah Brucella sp., Bacillus cereus,
Campylobacter sp., Listeria monocytogenes, Salmonella sp., dan Staphylococcus
aureus. Susu perlu mendapat penanganan yang tepat dan benar, antara lain dengan
melakukan proses pemanasan, baik pasteurisasi ataupun sterilisasi untuk membunuh
mikroba patogen. Pencemaran pada susu bisa juga terjadi setelah proses pemanasan
dan pada saat pengemasan. Alat dan cara pengemasan yang tidak steril berpotensi
menyuburkan tumbuhnya bakteri patogen di dalam susu (Djaafar dan Rahayu, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peternakan sapi perah dan industri susu nasional semakin bernilai strategis.
Selain dari nilai ekonomis yang dihasilkan cukup tinggi, peternakan sapi perah
juga membantu program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Populasi
susu sapi terbesar masih terfokus di pulau Jawa. Jawa Timur sendiri menjadi
sentra peternakan terbesar di pulau Jawa yaitu dengan populasi 221.408 ekor.
Susu sapi yang masih segar (mentah) pada umumnya terdiri dari sebagian
besar air (87,6%), protein (3,3%), lemak (3,8%) laktosa (4,7%) dan abu (0,7%)
(Priesley, 1979). Selain itu terdapat sejumlah kecil vitamin yang larut dalam air
dan lemak serta enzim-enzim. Susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri
sedikit, tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak
mengandung debu atau kotoran lainnya.
3.2 Saran
Diharapkan untuk selanjutnya, kami dapat memahami kandungan protein pada
sumber protein lainnya. Selanjutnya, kami mengharapkan bimbingan agar ilmu
pengetahuan kami dapat bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan M. W. dan M. Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Akademi Presindo. Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan.
Terjemahan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Departemen pertanian RI, 2012. Hasil Survei Pendataan Sapi dan Kerbau (PSPK)
2011.
Deputi MENLH Bidang Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan
Hidup. 2006. Panduan Inspeksi Penaatan Pengelolaan Lingkungan Industri
Pengolahan Susu. Jakarta Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran
Agroindustri.
Dewan Persusuan Nasiona. 2012. Data susu nasional.
Dinas Peternakan Jawa Timur. 2011. Peta Potensi Peternakan di Jawa Timur Tahun
2011.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Statistik Peternakan 2008. Jakarta: Departemen
Pertanian.
Djaafar, T.F dan S. Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian,
Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogyakarta. 26(2) : 67-75.
Hadiwiyoto, S. 2004. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil
Olahannya. Yogyakarta: Liberty.
Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Priesley, R. J. 1979. Effects of Heating on Food Stuff. Applied Science. Publisher Ltd.
London.
Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahayu, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi
Fermentasi Susu. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Saleh, Aniza. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Ikutan Ternak. Sumatera Utara:
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Saptahidayat, N. 2005. Manajemen Pakan Sapi Perah. Edisi Februari 2005. Poultry
Indonesia. P 64-65.
Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran USESE
Foundation dan Pusat Studi Pembagunan IPB. Bogor: IPB.
Siaroto, W.A.W. dan I.R. Prahahesta. 2009. Tugas Akhir: Pabrik Susu Bubuk Dari
Susu Domba Dengan Proses Spray Drying. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia, FTI
ITS.
Sindoeredjo, S. 1960. Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Jakarta: Direktorat
Pengembangan Produksi. Direktorat Jendral Peternakan.
Subandriyo. 2006. Alternatif pengembang-an dan pembibitan sapi perah
menyongsong revolusi putih dan ketersediaan daging sapi. Malang: Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
Sunarlim, R., Triyantini, B. Setiati dan H. Setiyanto. 1992. Upaya Mempopulerkan
dan Meningkatkan Penelitian Susu Kambing dan Domba. Prosiding. Domba dan
Kambing untuk Kesejahteraan Masyarakat pada Saresehan Usaha Ternak Domba
dan Kambing Menyongsong Era PJPT I dengan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan
Indonesia (ISPI) Cabang Bogor dan Himpunan Peternakan Domba dan Kambing
Indonesia (HPDKI) Cabang. Bogor. Hal. 171.
Susilorini, T.E. dan M.E. Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu. Yogyakarta: Penebar
Swadaya.
Sutama, I.K. 1997. Kambing Peranakan Etawa Kambing Perah Indonesia. Ciawi-
Bogor: Balai Penelitian Ternak.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengolahan Bahan Pangan. Jakarta: PT. Mediyatma
Sarana Perkasa.
Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Yogyakarta: Lacticia Press.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. An Introduction To Animal Husbandary in
The Tropic. London: Longman Group Limited. (Diterjemahkan : S.G.N. Dwija
Darmadja).