Upload
pank-buminata
View
53
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS
VESIKOLITHIASIS
Disusun oleh :
Arini Dewi S G1A2120
Bangkit Pank B G1A212050
Pembimbing :
dr. Tri Budiyanto, Sp.U
SMF ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANUNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
PURWOKERTO2013
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :
VESIKOLITHIASIS
Pada Tanggal : 31 Juli 2013
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Bagian Ilmu Bedah
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun oleh :
Arini Dewi S G1A2120
Bangkit Pank B G1A212050
Pembimbing :
dr. Tri Budiyanto, Sp.U
BAB I
LAPORAN KASUS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar Belakang
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama
pafda tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukkan
batu.
Faktor resiko Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolic, infeksi
saluran kemih, dehidrasi, dan idiopatik. Secara epidemiologis terdapat
beberapa factor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsic yaitu keadaan yang berasal
dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsi yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya (Purnomo, 2003)
Faktor intrinsic antara lain herediter (keturunan), Umur : Penyakit ini
sering didapatkan pada usia 30-50 tahun, Jenis kelamin : jumlah pasien laki-
laki lebih banyak dari pasien perempuan. Faktor ekstrinsik yaitu Geografi,
pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu). Iklim dan temperatur, Kurangnya asupan air dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi. Diet banyak purin, oksalat, dan
kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Dan penyakit
ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang
aktifitas (Purnomo, 2003)
B. Anatomi Vesika Urinaria
Vesika urinaria atau yang sering disebut kandung kemih merupakan
tempat menampung urin yang berasal dari ginjal mellalui ureter, untuk
selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui
mekanisme relaksasi sfingter. Vesika urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic
floor), bersama-sama dengan organ lain (Netter, 2006)
Gambar 1. Anatomi Vesika Urinaria
Pada laki-laki terletak di bagian anterior dari rectum sedangkan pada
wanita terletak di sebelah anterior vagina dan uterus. Kandung kemih
memiliki tiga bentuk membuka pada daerah triangular yang disebut sebagai
trigone. Pada saat kosong, vesika urinaria akan terlihat kolaps dan akan
tampak rugae-rugae. Apabila terisi penuh kandung kemih akan menegang dan
rugae akan menghilang. Bentuk, ukuran dan posisi vesika urinaria bervariasi
tergantung dari jumlah urine yang terdapat di dalamnya. Secara umum volume
kandung kemih berkisar antara 350 – 500 ml. Fungsi dari kandung kemih
ialah menampung urine yang dialirkan oleh ureter dari ginjal dan dibantu
uretra kandung kemih berfungsi mendorong kemih keluar tubuh. (Netter,
2006)
Vaskularisasi Vesika Urinaria:
a. A. Vesicalis Superior cbg dari A. Hypogastrica
b. A, Vesicalis Inferior cbg dari A. Hypogastrica
Persarafan Vesika Urinaria:
Oleh saraf otonom para sympatic yang berasal dari N. Splanchnicus
Pelvicus (sacral 2-3-4) dan saraf simpatis ganglion symphaticus (Lumbal 1-2-
3) (Netter, 2006).
C. Definisi
Vesicolithiasis adalah keadaan dimana terdapat batu di bagian bawah
traktus urinarius biasanya disebabkan oleh diet protein non hewani.
Sedangkan yang bagian atas disebabkan oleh diet protein hewani. Batu dapat
berasal dari vesika urinaria disebut batu primer; atau berasal dari ginjal disebut
batu sekunder (Purnomo, 2008).
Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari : batu
infeksi (struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Batu kandung
kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala
obstruktif dan iritatif saat berkemih dan tidak sering datang dengan keluhan
disuria, nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba
(Purnomo, 2008).
Gambar 2. Anatomi Sistem Urologi
D. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan batu kandung
kemih adalah :
1. Faktor Endogen: Faktor genetik, pada hiperkalsiuria, hipositraturia,
hiperurikosuria, dan hiperoksalouria.
2. Faktor Eksogen, Faktor lingkungan, pekerjaan, infeksi dan jenis cairan
yang diminum, faktor diet juga dapat berperan penting dalam mengawali
pembentukan batu (Sja’bani, 2006)
E. Patogenesis
Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu
kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor
(reaktan) dapat memicu pembentukan batu kemih seperti asam sitrat memacu
batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan intibitor belum di kenali sepenuhnya
dan terjadi peningkatan kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat
meningkat akan terjadinya batu disaluran kemih.
Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu
kandung kemih, mencangkup infeksi saluran ureter atau vesika urinari, stasis
urine, priode imobilitas dan perubahan metabolisme kalsium. Telah diketahui
sejak waktu yang lalu, bahwa batu kandung kemih sering terjadi pada laki-laki
dibanding pada wanita, terutama pada usia 30-50 tahun serta pasien yang
menderita infeksi saluran kemih.
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan
karena infeksi, pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut
sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan
aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta
kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra
sehingga terjadi bendungan dan statis urin.
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah asam urat,
oksalat, fosfat, sistin dan xantin. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun
oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-
kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi akan
membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-
bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih (Purnoemo, 2009).
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid
di dalam urin, konsentrasi solute didalam urin, laju aliran urin di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum didalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu. Banyak teori yang menerangkan proses
pembentukan batu di saluran kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori
mana yang paling benar (Purnoemo, 2009).
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urin), yaitu pada sistem kalises ginal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan
pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertrikel obstruksi ontravesica
kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu (Poernomo, 2009).
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi akan membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya
cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu
saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih (Purnoemo, 2009).
Beberapa teori pembentukan batu adalah (Muslim, 2007) :
1. Teori Nukleasi: Batu terbentuk didalam urin karena adanya inti batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh
(supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga akhirnya
membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran
kemih.
2. Teori Matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin,
globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya
kristal-kristal batu.
3. Teori Penghambat Kristalisasi: Urin orang normal mengandung zat-zat
penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat,
mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat
itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu didalam saluran
kemih.
4. Teori Supersaturasi: Supersaturasi air kemih dengan garam-garam
pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat
terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk tinggi
dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga
menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu.
Di sini terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti
sistin, xantin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah
terbentuknya batu.
Faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi kalkulogenesis antara lain:
a. Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing. Infeksi oleh bakteri
yang memecah ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH urin
menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan
mempercepat pembentukan batu yang telah ada.
b. Hipertensi
Pada penderita darah tinggi, aliran darah berubah dari aminer menjadi
turbulensi. Hal ini menyebabkan pengendapan ion-ion kalsium papilla
(Ranal’s plaque) atau disebut juga perkapuran ginjal, yang dapat berubah
menjadi batu.
c. Obsruksi dan Statis Urin
Adanya obstruksi dan statis urin menyebabkan infeksi karena memberikan
kesempatan bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak.
d. Jenis Kelamin
Data menunjukan bahwa batu saluran kencing banyak ditemukan pada
pria. Hal ini disebabkan saluran kemih pria lebih panjang dan sempit
daripada wanita (Lina,N. 2008)
e. Keturunan
Ternyata keluarga penderita batu saluran kencing lebih banyak
mempunyai kesempatan untuk menderita batu saluran kencing dari pada
orang lain karena umumnya memiliki habit perilaku dan kebiasaan yang
serupa.
f. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi
kemungkinan trebentuknya batu sakuran kemih, sedangkan bila kurang
minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat
dan akan mempermudah pembentukan batu saluran kemih. Konsumsi air
minum yang banyak, akan meningkatkan dieresis dan mengefektifkan efek
washout. Kandungan mineral pada air minum juga turut kontribusi pada
kalkulogenesis. Air yang mengandung sodium karbonat seperti softdrink
serta phospidic acid (Alon, U.S. 2008).
g. Pekerjaan
Pekerja-pekerja yang banyak bergerak misalnya buruh dan petani akan
mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya batu saluran kemih
bila dibandingkan dengan pekerja yang lebih banyak duduk. Namun
kekurangannya, mereka beraktivitas mengeluarkan keringat yang banyak,
di bawah terik matahari sehingga banyak cairan tubuh serta elektrolit yang
hilang yang tidak diimbangi dengan pemasukan cairan.
h. Makanan
Pada golongan masyarakat yang lebih banyak makanan protein hewani
angka morbiditas batu saluran kemih berkurang.
i. Suhu
Tempat yang bersuhu panas misalnya didaerah panas menyebakan banyak
mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan
mempermudah pembentukan batu sakuran kemih.
F. Faktor Predisposisi
1. Riwayat pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Pernah mengalami infeksi saluran kemih
5. Makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat
6. Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih
7. Masukan cairan kurang dari pengeluaran
8. Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama.
G. Manifestasi Klinik
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain, nyeri
saat berkemih/disuria hingga stranguria, perasaan tidak enak sewaktu
berkemih, dan saat berrkemih tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancer
kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat berkemih seringkali
dirasakan (referred pain) pada ujung penis, skrotum, perineum. Pinggang,
sampai kaki. Pada anak kecil sering kali menarik-narik penisnya (pada anak
laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan) (Purnomo,
2003).
Selain itu juga masih bisa menyebabkan gejala-gejala lain seperti,
mual-muntah, retensio urin, hematuria, dan nyeri di sekitar daerah suprapubik.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan juga pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lain, yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis (Sjamsuhidayat, 2005):
1. Urinalisa, warna kuning, coklat atau gelap.
2. Darah lengkap
3. Foto polos abdomen, menunjukan kemungkinan adanya batu di dalam
saluran kemih..
4. IVP ( intra venous pylografi ), menunjukan perlambatan pengosongan
kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli
kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
5. Pielogram retrograde, menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan
kandung kemih.
6. USG, bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP,yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun,
dan pada wanita yang sedang hamil.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih,
urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine
dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan
volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi
serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di
dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu
kandung kemih pada pasien (Sjamsuhidayat, 2005)
I. Penatalaksanaan.
1. Pencegahan (Sja’bani, 2006)
a. Menurunkan konsentrasi reaktan
b. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu
Sitrat: dengan meminum jeruk nipis atau lemon sesudah makan malam
c. Pengaturan diet
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Hindari masukan soft drink lebih dari 1 liter per-minggu
3. Kurangi masukan protein
4. Membatasi masukan natrium
2. Medika mentosa
Pemberian obat disesuaikan dengan kelainan metabolic yang ada
3. Pengambilan batu
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi
infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu. Cara yang biasanya
digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah :
a. Vesikolitektomi atau secsio alta.
b. Litotripsi gelombang kejut ekstrakorpureal (ESWL).
c. Ureteroskopi.
J. Komplikasi
1. Hidronefrosis,
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal,
sehingga ginjal menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini
terjadi karena tekanan dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat
kandung kemih tidak mampu lagi menampung urine. Sementara urine
terus-menerus bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi
maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan basar didaerah ginjal
dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal (Aronson, 2003).
2. Uremia,
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan
ginjal menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala
mual muntah, sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan
keringat berbau urine (Aronson, 2003).
3. Pyelonefritis,
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik
secara assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka
akan timbul panas yang tinggi disertai mengigil, sakit pinggang, disuria,
poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra (Aronson, 2003).
4. Gagal ginjal akut sampai kronis;
5. Obstruksi pada kandung kemih;
6. Perforasi pada kandung kemih;
7. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu.
BAB III
KESIMPULAN
1. Vesicolithiasis adalah keadaan dimana terdapat batu di bagian bawah traktus
urinarius biasanya disebabkan oleh diet protein non hewani.
2. Faktor Endogen: Faktor genetik, pada hiperkalsiuria, hipositraturia,
hiperurikosuria, dan hiperoksalouria.
3. Faktor Eksogen: Faktor lingkungan, pekerjaan, infeksi dan jenis cairan yang
diminum, serta faktor diet juga dapat berperan penting dalam mengawali
pembentukan batu.
4. Penatalaksanaan untuk penyakit ini, pertama-tama dengan pencegahan, lalu
diberikan terapi medikamentosa, dan dengan pengambilan batu.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Aronson, M.D., Rose B.D. 2003. Diagnosis and Acute Management of Suspect Nephrolitiasis. Uptodate. 12.1.
Lina, Nur. 2008. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih pada Laki-Laki (Studi Kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, RSI Sultan Agung Semarang). Tesis. Semarang: Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Muslim, Rifky. 2007. Batu Saluran Kemih : Suatu Problema Gaya Hidup dan Pola Makan Serta Analisis Ekonomi pada Penatalaksanaannya. Badan penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed.US : Saunders; 2006.
Purnomo Basuki B. 2003. Dasar - dasar urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.
Purnomo Basuki B. 2008. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC.