Upload
mazamunie1
View
47
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Nausea and Vomiting
Citation preview
Tuntunan untuk Tatalaksana Postoperative Nausea and Vomiting
Abstrak
Tujuan: Untuk menyediakan rekomendasi tatalaksana dari postoperative nausea and
vomiting(PONV), yang mungkin mengenai 30% pasien.
Metode dan evidence: Medline, Pubmed, dan Cochrane Database mencari artikel yang
diterbitkan di Inggris dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2007. Mengetahui bahwa kita harus
bekerja sebagai suatu tim untuk mengoptimalkan penanganan dari pasien perioperative kami,
tuntunan ini ditulis bekerja sama dengan ahli anesthesia.
Pilihan: Daerah untuk praktek klinis dipertimbangkan dalam membuat formula tuntunan ini
adalah pencegahan, profilaksis, treatment, baik medis maupun alternative, serta edukasi
pasien.
Outcome: Penerapan dari tuntunan ini seharusnya mengoptimalkan pencegahan dari dan
propilaksis terhadap PONV dan terapi yang segera dari wanita yang menderita PONV setelah
pembedahan gynekologi. Peningkatan kewaspadaan untuk pilihan tatalaksana seharusnya
membantu meminimalkan efek PONV.
Keuntungan: bahaya, dan biaya: PONV menghasilkan tidak hanya dalam peningkatan
ketidaknyamanan pasien dan ketidakpuasan tetapi juga peningkatan biaya berkaitan dengan
lebih lamanya tinggal di rumah sakit. Biaya dari pengobatan untuk mencegah dan terapi PONV
harus dipertimbangkan terhadap peningkatan pengalaman pembedahan untuk pasien dan
mengurangi biaya dari system ini.
Nilai: Rekomendasi dibuat berdasarkan tuntunan yang dikembangkan oleh Canadian Task
Force on Preventive Health Care
Rekomendasi:
1. Dokter seharusnya waspada terhadap adanya faktor resiko yang berhubungan dengan
PONV, dan nilai dasar resiko seharusnya dikurangi ketika ada kemungkinan (III A)
2. Ketika tersedia pilihan, pasien seharusnya diberikan advice kalau resiko PONV
berkurang apabila anesthesia regional diberikan bila dibandingkan dengan pemberian
anesthesia general.
3. Penggunaan opioid perioperative seharusnya diminimalkan. Ahli bedah seharusnya
mengevaluasi resiko/ keuntungan dari pemberian opiod dalam hubungannya dengan
peningkatan resiko PONV.
4. Antiemesis propilaksis seharusnya diberikan kepada pasien dengan resiko sedang atau
tinggi terhadap berkembangnya PONV.
5. Pada pasien dengan resiko tinggi timbulnya PONV, kombinasi terapi antiemetic
seharusnya dipertimbangkan.
6. Rangsangan elektrik mungkin digunakan sebagai alternative terapi adjuvant untuk
pencegahan PONV.
7. Untuk pasien dengan PONV yang tidak menerima propilaksis atau di mana dalam
propilaksis gagal, terapi antiemetic seharusnya diberikan sesegera mungkin.
8. Ketika propilaksis dengan menggunakan satu obat gagal, pengulangan dosis dari obat
ini seharusnya diawali sebagai terapi darurat: sebagai tambahan, obat- obatan dari
kelas yang berbeda untuk antimuntah seharusnya diberikan.
9. Karena pasien yang dilakukan pembedahan di dalam unit pembedahan mungkin
mengalami PONV setelah mereka keluar dari kamar bedah, seharusnya mereka
diberikan instruksi untuk tatalaksananya.
10. Pasien dengan resiko perkembangan PONV seharusnya disediakan terapi gawat
darurat.
PENDAHULUAN
Post Operative Nausea and Vomiting, didefinisikan sebagai mual- mual dan atau
muntah yang terjadi di dalam 24 jam setelah pembedahan, mengenai 20% sampai dengan 30%
pasien. Sebanyak 70%- 80% pasien dengan resiko tinggi mungkin terkena pengaruhnya.
Etiology dari PONV bisa multifaktorial, termasuk faktor resiko anesthesia individual dan
pembedahan. PONV menghasilkan ketidaknyamanan pasien dan ketidakpuasan dan
meningkatkan biaya berkaitan dengan makin lamanya waktu tinggal di rumah sakit. Satu study
yang menyatakan bahwa waktu keluar rumah sakit makin panjang sebesar 25% pada pasien
dengan PONV. Komplikasi medis yang serius seperti aspirasi paru, meskipun tidak banyak
didapati, juga berhubungan dengan muntah- muntah.
PONV juga adalah masalah yang signifikan untuk pasien: dalam satu study, pasien lebih
konsentrasi tentang PONV daripada nyeri post operative, di lain sisi, pasien akan
menghabiskan biaya sampai dengan US$100 untuk terapi antiemetic yang efektif.
Beribu- ribu penelitian memeriksa PONV yang telah diterbitkan, dan berates- ratus surat
kabar yang telah diterbitkan pada masing- masing tahunnya. Tuntunan untuk pencegahan dan
tatalaksana PONV telah diterbitkan oleh jurnal- jurnal anesthesia dan masyarakatnya.
Tatalaksana PONV untuk pasien kandungan pada kebanyakan rumah sakit berlanjut
untuk berdasarkan ad hoc. Tujuan dari tuntunan ini adalah untuk menyediakan informasi pada
tatalaksana PONV pasien- pasien ginekologis.
FISIOLOGY DARI MUAL DAN MUNTAH
Kontrol primer dari mual muntah timbul dari pusat muntah, yang terletak dalam medulla.
Lima jalur aferen primer yang terlibat dalam perangsangan pusat muntah adalah:
1. Zona chemoreceptor
2. Jalur mukosa vagal dalam system gastrointestinal
3. Jalur neuronal dari system vestibular.
4. Jalur reflek afferent dari kortek serebral C2,3 dan
5. Afferen midbrain.
TATALAKSANA PONV
Mengurangi faktor resiko yang mendasari
Penutup dari propilaksis PONV tidak efektif bila ditinjau dari segi biaya dan resiko yang
tidak dibutuhkan terkait dengan efek samping dari obat. Kebanyakan tuntunan adalah dalam
persetujuan bahwa pasien yang resikonya rendah untuk PONV tidak suka akan manfaat dari
propilaksis dan seharusnya tersedia untuk pasien dengan resiko sedang atau tinggi. Pasien
dengan faktor resiko tidak lebih dari satu dipertimbangkan sebagai pasien dengan resiko
rendah. Mengidentifikasi pasien dengan resiko masih merupakan suatu tantangan.
Apfel dan kawan- kawan membagi skor resiko untuk memprediksikan timbulnya PONV. Mereka
disimpulkan bahwa ada 4 faktor resiko yang utama:
1. Jenis kelamin wanita
2. Riwayat sebelumnya adanya PONV atau nyeri kepala yang diprovokasi oleh gerakan,
3. Bukan perokok
4. Penggunaan opioid perioperative
Kemungkinan probabilitas dari PONV adalah 10%, 21%, 39%, dan 78% dengan faktor resiko 0,
1,2,3,dan 4 secara berturut- turut.
Faktor Resiko untuk PONV
Ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama:
-Pasien spesifik: jenis kelamin wanita, bukan perokok, riwayat PONV atau nyeri kepala karena
gerakan.
-Anesthesia: penggunaan anesthesia volatile dalam 0- 2 jam: menggunakan nitrous oxide:
menggunakan opiod intraoperative dan postoperative; menggunakan dosis tinggi neostigmine.
-Pembedahan: durasi pembedahan: dengan masing- masing peningkatan 30 menit
meningkatkan resiko sebesar 60%.
Rekomendasi
1. Dokter seharusnya waspada akan adanya faktor resiko yang berkaitan dengan PONV,
dan resiko yang mendasari PONV seharusnya dikurangi ketika memungkinkan
Optimisasi dalam periode perioperatif
Sejumlah faktor perioperative telah ditunjukkan dapat mengurangi resiko PONV. Ketika
memungkinkan, anesthesia regional seharusnya diberikan karena anesthesia general
berhubungan dengan 11 kali lipat peningkatan resiko PONV. Ketika anesthesia general
diperlukan, penggunaan propofol sebagai agent induksi efektif dalam mengurangi PONV pada
saat awal ketika dibandingkan dengan agent induksi yang lainnya. Jumlah yang diperlukan
untuk terapi dengan propofol agar mengurangi PONV kira- kira adalah 5.
Menghindari opioidsintraoperative dan postoperative telah Nampak dapat mengurangi
PONV.Moiniche dan kawan- kawan menunjukkan bahwa terapi dengan menggunakan NSAID
bila dibandingkan dengan opioid mengurangi resiko timbulnya PONV. Penggunaan suplemen
oksigen perioperatif telah Nampak dapat mengurangi hipoksia gastrointestinal. Meskipun
begitu, masih ada evidence yang menjadi konflik, dan study terbaru yang dikerjakan oleh Turan
dan kawan- kawan menunjukkan tidak ada keuntungan terkait dengan suplemen oksigen.
Pemberian cairan intravena telah Nampak dapat mengurangi resiko PONV.
Mekanismenya masih belum jelas tetapi mungkin berhubungan dengan pelepasa serotonin
karena berkurangnya perfusi intestinal, yang dapat disebabkan oleh turunnya tekanan darah
systole yang etrlihat dengan beberapa agen induksi.
Neostigmine, agent pembalik untuk relaksasi otot non- depolarisasi, berhubungan
dengan peningkatan PONV, khususnya dalam dosis yang besar (>2,5 mg), dan seharusnya
dihindari jika memungkinkan.
Rekomendasi
2. Ketika terdapat pilihan, pasien seharusnya diberikan advice bahwa resiko PONV
berkurang ketika anesthesia regional diberikan bila dibandingkan dengan penggunaan
anesthesia general.
3. Perioperative dengan menggunakan opioid seharusnya diminimalkan. Ahli bedah
seharusnya mengevaluasi resiko/ keuntungan dari pemberian opioid dalam
hubungannya dengan peningkatan resiko PONV.
Terapi Farmakologis Propilaksis
Dosis propilaksis dan waktu untuk pemberian antiemetic ditunjukkan dalam table 2.
Antagonis reseptor serotonin (5-HT3) memperbesar efek mereka untuk zona rangsangan
chemoreceptor dan afferent vagal dalam traktus gastrointestinal. Ondansetron adalah pilihan
pertama dari kelas obat- obatan untuk diperoleh: yang lainnya termasuk dolasetron, tropisetron,
dan granisetron.
Pada tahun 2003, sebuah panel dari para ahli menyetujui bahwa tidak ada evidence dari
perbedaan dalam efikasi dan profil keamanan dari antagonis reseptor Serotonin dalam
kaitannya sebagai propilaksis terhadap PONV. Ondansetron 4 mg memiliki NNT dari 7 untuk
pencegahan mual dan 6 untuk pencegahan muntah. Jumlah yang dapat berbahaya dengan
penggunaan dosis tunggal dari ondansetron adalah 36 untuk nyeri kepala, 31 untuk
peningkatan ensym hepar, dan 23 untuk konstipasi.
Deksamethason, kortikosteroid, diberikan dengan dosis 8- 10 mg IV, mencegah PONV
dengan NNT 4. Dosis yang lebih kecil 2,5- 5 mg telah Nampak sama efektif. Aksi kerja yang
tepat masih belum dimengerti dengan baik, tetapi mungkin berdasarkan pelepasan endorphin
yang meningkatkan kemauan dan merangsang nafsu makan. Tidak ada laporan dari efek
samping untuk penggunaan dosis dalam tatalaksana PONV.
Droperidol menutup reseptor Dopamine dalam CTZ. Efikasi droperidol sebanding
dengan ondansetron, dengan NNT 5 untuk pencegahan PONV. FDA memberikan peringatan
“kotak hitam” tentang penggunaan droperidol, menyatakan bahwa droperidol mungkin
menyebabkan kematian terkait dengan pemanjangan gelombang QT dan torsade de pointes. Di
Kanada, droperidol masih tersedia tetapi penggunaannya masih dibatasi oleh Departemen
Kesehatan Kanada.
Metoclopramide menutup reseptor dopamine dalam CTZ dan pusat muntah. Obat ini
juga memperpendek waktu transit makanan dalam usus dan dalam dosis yang tinggi meneutup
reseptor serotonin. Keika digunakan untuk standard klinis dosisnya adalah 10 mg,
metoclopramide diketahui tidak efektif untuk propilaksis PONV. Dosis 50 mg Intravena telah
nampakadapat mengurangi secara signifikan PONV yang lambat (> 12 jam), tetapi profil efek
sampingnya tidak memuaskan. Tuntunan prosedur oleh Gan dan kawan- kawan
merekomendasikan untuk tidak menggunakan metoclopramide sebagai antiemetic perioperatif.
Dimenhidrinat, agent yang biasanya dipakai sebagai antihistamin, memiliki efek yang
sama yaitu antagonis reseptor serotonin. Efikasinya diduga mungkin karena konsentrasi tinggi
dari histamine dan reseptor kolinergik muskarinik dalam system vestibular.
Promethazine dan prochlorperazine adalah kelompok obat yang dikenal dengan nama
phenothiazine, yang kinerjanya primer melalui mekanisme antidopaminergik dalam CTZ.
Penggunaan obat- obatan ini telah berkurang karena efek samping mereka yang signifikan:
sedasi, dizziness, dan symptom ekstrapiramidal.
Scopolamine adalah antikolinergik yang menutup reseptor muskarinik dalam kortek
serebral. Sangat efektif, dengan NNT 3,8 untuk pencegahan PONV. Penggunaannya terbatas
karena dua sampai empat jam onset dari efek dan efek samping seperti yang ada dalam daftar
di atas.
Publikasi resmi telah menunjukkan Diclectin sama efektifnya dengan ondansetron untuk
pencegahan muntah postoperative lambat pada wanita yang dilakukan ligasi tuba dengan
laparoskopi, dengan rata- rata NNT 5,9
Diclectin adalah pengobatan antiemetic yang mengandung 10 mg doxyclamine suksinat
(antihistamin umum dengan property antiemetic yang ditemukan dapat melawan pengobatan
yang menimbulkan ngantuk) dan 10 mg pyridoxine hydrochloride (vitamin B6), dalam formulasi
yang dilepaskan lambat. Pyridoxine mungki memiliki property antiemetic intrinsic dannmungki
juga bekerja sinergis dengan property anti mual dari agent antihistamine.
Diclectin telah digunakan sejak tahun 1950an dan dipertimbangkan aman untuk mual
dan muntah terkait dengan kehamilan. The International Cochrane Collaboration meninjau
kembali percobaan randomized dari Diclectin dan mengambil kesimpulan bahwa aman untuk
meringankan gejala mual dan muntah pada kondisi ibu hamil.
Aprepitant adalah antagonis reseptor neurokinin- 1 (NK-1) yang tersedia untuk terapi
PONV, Obat ini menutup reseptor NK-1 pada sarf pusat maupun saraf perifer sehingga dapat
mencegah muntah. Dalam satu study, pasien diberikan aprepitant oral tunggal atau kombinasi
dengan ondansetron IV memiliki episode emetic yang lebih kecil daripada mereka yang hanya
diberikan ondansetron saja. Dalam laporan kombinasi dari 2 percobaan dengan sampel besar,
penggunaan aprepitant oral 40 mg lebih superior daripada ondansetron IV 4 mg untuk
pencegahan PONV. Respon yang sempurna (tidak ada mual, muntah, atau perlu untuk
penanganan gawat darurat) mencapai 37, 9% dari kelompok aprepitant dibandingkan dengan
31,2% kelompok ondansetron. Tambahan biayanya yang relative tinggi, membuatnya sulit
untuk dijadikan sebagai agent terapi lini pertama.
Tidak ada agent yang efektif secara keseluruhan untuk pencegahan PONV, terutama
pada pasien dengan resiko tinggi. Karena ada empat reseptor mayor yang terlibat dalam
etiology PONV, kombinasi dari agent yang bekerja pada reseptor yang berbeda menghasilkan
propilaksis yang lebih baik. Study yang paling banyak kombinasi termasuk serotonin antagonis
reseptor dengan droperidol atau deksamethason, dan keduanya sama efikasinya. Gambar yang
ada mengilustrasikan algoritme untuk tatalaksana PONV.
Rekomendasi
4. Propilaksis antiemetic seharusnya diberikan kepada pasien dengan resiko sedang
sampai tinggi unttuk terjadinya PONV.
5. Pada pasien dengan resiko tinggi PONV, kombinasi terapi antiemetic seharusnya
dipertimbangkan.
Propilaksis Non- Farmakologis
Akupuntur telah menunjukkan efektif dalam tatalaksana PONV. Coloma dan kawan-
kawan membandingkan ondansetron untuk terapi PONV pada pasien yang dikerjakan
pembedahan. Mereka mengambil kesimpulan bahwa acustimulasi mungkin alternative yang
memuaskan terhadap ondansetron untuk menangani PONV, dan bahwa ondansetron
nampaknya meningkatkan efikasi dari acustimulasi dalam tujuaannya menangani PONV.
Akar jahe umum digunakan sebagai terapi non- medic tetapi tidak efektif untuk
propilaksis PONV. Sama dengan hal tersebut, cannabinoids belum dikonfirmasi untuk efektif
dalam tatalaksana PONV
Rekomendasi
6. Acupoint stimulasi listrik mungkin digunakan sebagai terapi alternative atau terapi
adjuvant bagi pencegahan PONV.
Terapi Gawat Darurat untuk PONV
Pada keberadaan mual- mual dan muntah yang menetap, faktor kontribusi yang
mungkin, seperti pasien yang dikontrol dengan analgesia morphine, keberadaan darah di dalam
pharyng, atau adanya obstruksi abdomen, seharusnya dikeluarkan sebelum terapi gawat
darurat dimulai.
Ketika propilaksis dengan menggunakan satu obat gagal, pengulangan dosis dengan
obat yang sama seharusnya diawali untuk terapi gawat darurat. Di samping itu, obat- obatan
dari kelas yang berbeda dari antiemetic seharusnya diberikan. Meskipun begitu, jika PONV
terjadi lebih dari 6 jam setelah pembedahan, pengulangan dosis dari obat- obatan propilaksis
mungkin perlu dipertimbangkan. Pengulangan dosis dari deksamethasone serta scopolamine
transdermal seharusnya dipertimbangkan tidak memandang interval waktu.
Jika pasien belum menerima propilaksis, terapi dengan menggunakan antagonis
reseptor serotonin mungkin perlu untuk dipertimbangkan. Terapi gawat darurat dengan dosis
antagonis reseptor serotonin hampir 25% dari dosis yang digunakan untuk propilaksis (contoh:
1 mg ondansetron)
Rekomendasi
7. Untuk pasien dengan PONV yang belum menerima propilaksis atau di mana propilaksis
gagal bekerja, terapi antiemetic seharusnya dipertimbangkan sesegera mungkin.
8. Ketika propilaksis dengan menggunakan satu macam obat gagal, pengulangan dosis
seharusnya perlu untuk diawali dengan terapi gawat darurat: sebagai tambahan, obat
dari kelas yang berbeda untuk anti muntah seharusnya diberikan.
Mual dan Muntah setelah Keluar (Post Discharge Nausea and Vomiting)
PDNV adalah nausea dan atau muntah yang terjadi setelah keluar dari fasilitas
penanganan kesehatan, tetapi dalam 24 jam segera setelah pembedahan. PDNV yang terjadi
setelah 24 jam post operative dipertimbangkan sebagai PDNV yang tertunda. PDNV menjadi
lebih umum didapati karena dioperasi pada latar belakang ambulatory, dan dilaporkan 35%-
50% pasien.
Dalam meta analysa, NNT untuk mencegah PDNV pada operasi ambulatory adalah 12,
9; 12,2; dan 5, 2 mengikuti pemberian propilaksis deksamethasone, dan kombinasi dari dua
antiemetic, secara berturut- turut. Untuk muntah- muntah setelah pulang, NNT adalah 13, 8
untuk ondansetron 4 mg dan 5 untuk kombinasi terapi. Hasil ini memberikan pemikiran bahwa
ondansetron tunggal seharusnya tidak diberikan sebagai rutinitas bagi pasien yang operasi
ambulatory untuk pasien dengan resiko rendah dan bahwa pasien dengan resiko tinggi sangat
baik diterapi dengan menggunakan strategy kombinasi.
Tatalaksana yang optimal dari PDNV tidak didukung oleh evidence yang ilmiah, dan
pilihan dari pengobatan bagi PDNV tergantung pada keputusan dokter. Dalam study yang
dilakukan oleh Gan dan kawan- kawan dengan 4 mg IV ondansetron untuk propilaksis PONV
diberikan. Pasien kemudian diacak untuk menerima ondansetron oral disintegrating tablet
(ODT) 8 mg placebo segera sebelum keluar dari pelayanan bedah rumah sakit ambulatory dan
lagi 12 jam kemudian. Pasien yang menerima ondansetron ODT memiliki muntah dan mual
yang lebih sedikit (3% vs 2%) setelah keluar dari pelayanan rumah sakit.
At Sadi dan kawan- kawan menilai efikasi dari akupuntur sebagai propilaksis antiemetic.
Mereka menemukan perbedaan yang signifikan di antara kelompok yang sebelum dan sesudah
pulang dari pelayanan rumah sakit, dengan kelompok placebo empat kali lebih banyak PDNV
daripada kelompok akupuntur.
REKOMENDASI
9. Karena pasien yang dilakukan pembedahan di dalam unit bedah mungkin menderita
PONV setelah keluar rumah sakit, mereka seharusnya diberikan instruksi untuk
tatalaksananya.
10. Pasien dengan resiko tinggi berkembangnya PDNV seharusnya disediakan terapi gawat
darurat.