Turnover Newest

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I Pengertian Turnover dan Terminasi

Setiap organisasi sangat bergantung kepada sumber daya yang dimilikinya untuk mampu berfungsi secara efektif. Salah satu sumber daya yang teramat penting adalah sumber daya manusia. SDM senantiasa melekat pada setiap sumber daya organisasi apapun sebagai faktor penentu keberadaan dan peranannya dalam memberikan kontribusi ke arah pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien (Cholil dan Riani, 2003). Permasalahan yang kemudian muncul terkait dengan Sumber Daya Manusia adalah tingginya tingkat perputaran karyawan yang dialami oleh beberapa perusahaan.

1.1 Pengertian Turnover 1. Maier (1971) dalam Ferry (2007) Turnover adalah perpisahan antara perusahaan dan pekerja. 2. Beach (1980) Menggunakan kata termination, turnover dijelaskan sebagai berpisah atau berhentinya karyawan dari perusahaan yang mengupahnya dengan berbagai alasan. 3. Jackofsky dan Peter (1983) dalam Ferry (2007) Turnover sebagai perpindahan karyawan dari pekerjaannya yang sekarang.

1

4. Mobley (1986) Turnover adalah berhentinya individu sebagai anggota sebuah organisasi yang disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. 5. Cascio (1987) dalam Ferry (2007) Turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. 6. Ronodipuro dan Husnan (1995) Turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan. 7. Harninda (1999) Turnover pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. 8. Mathis dan Jackson (2001) Turnover adalah suatu proses dimana tenaga kerja, secara individu ataupun kelompok meninggalkan organisasi mereka dan dalam proses tersebut harus ada yang menggantikan posisi yang ditinggalkan.

Menurut pendapat kelompok kami, turnover merupakan suatu proses aliran keluar-masuk karyawan baik secara individu maupun kelompok, yang ditandai dengan adanya tenaga kerja yang meninggalkan organisasi namun ada pula tenaga kerja yang masuk untuk menggantikan posisi yang kosong karena ditinggalkan.

2

1.2 Pengertian Terminasi Terminasi adalah tindakan manajemen berupa pemisahan pegawai dari organisasi karena melanggar aturan organisasi atau karena tidak menunjukkan kinerja yang cukup. Terminasi merupakan langkah penghentian sementara (sekuensi) kegiatan locality development; yang mungkin kelak ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan berikutnya. (Darwis, 2008) Sedangkan menurut Henry Simamora (2001), pemecatan (termination) merupakan terminologi umum yang meliputi pemisahan permanen seseorang dari organisasi karena berbagai alasan. Menurut pendapat kelompok kami, definisi terminasi adalah suatu proses pemutusan hubungan tenaga kerja dengan organisasi karena berbagai hal, yang salah satunya adalah karena ketidaksesuaian visi-misi dan persepsi karyawan dengan organisasi, karena melanggar aturan maupun karena faktor lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terminasi merupakan bagian dari proses turnover, dimana turnover merupakan perpindahan karyawan dan terminasi sebagai proses pemutusan hubungan kerja yang mana PHK ini merupakan bagian dari proses turnover. Ada pula ahli yang menyebutkan bahwa terminasi itu sama dengan turnover, yaitu menurut pendapat Beach (1980) yang memberikan definisi yang sama untuk turnover dan terminasi. Oleh karena itu, dalam bahasan selanjutnya, apabila digunakan istilah turnover, maka di dalamnya juga sudah termasuk membahas terminasi.

3

BAB II Jenis - Jenis Turnover dan Terminasi

2.1 Berdasarkan Tingkat Perpindahan Jackofsky dan Peters (1983) dalam Subariyanti (2004) membedakan turnover menjadi dua turnover yaitu a. Job turnover Karyawan meninggalkan jabatan awalnya dan berganti jabatan baru. b. Company turnover Karyawan meninggalkan organisasi asalnya dan berpindah ke organisasi yang lain.

2.2 Berdasarkan Alasan Perpindahan a. Voluntary turnover Adalah keluarnya karyawan dari organisasi atas permintaan dari karyawan tersebut, biasanya berwujud pensiun dini dan pengunduran diri. Fenomena voluntary turnover terjadi karena ketidakpuasaan karyawan yang bersumber dari interpersonalitas karyawan tersebut, tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaannya ataupun perilaku atasan serta rekan kerjanya atau tidak menutup kemungkinan karena ketidakpuasan mengenai peraturan / sistem yang diterapkan dalam organisasi tersebut. Voluntary turnover sendiri dibagi menjadi dua (2) yaitu voluntary turnover yang dapat dihindari (avoidable) dan voluntary turnover yang tidak dapat dihindari (unavoidable). Voluntary turnover yang dapat

4

dihindari disebabkan karena alasan-alasan seperti suasana kerja yang lebih kondusif pada organisasi lain sehingga memicu karyawan untuk meninggalkan organisasi tempat mereka bekerja, kesejahteraan yang lebih terjamin, karyawan tidak puas atau bermasalah dengan kepemimpinan manajer di tempatnya bekerja, kemudian adanya sistem distribusi imbalan dan hukuman yang tidak jelas dan terbuka. Keberadaan voluntary turnover yang tidak dapat dihindarkan disebabkan oleh alasan-alasan seperti keikutsertaan pasangan untuk berpindah tempat tinggal sehingga memaksa karyawan tersebut untuk meninggalkan organisasi, hal ini termasuk dalam faktor pribadi yang tidak dapat dikendalikan oleh organisasi (Malthis dan Jackson, 2001).

b. Involuntary turnover Adalah keluarnya karyawan dari organisasi karena diberhentikan dari pekerjaannya oleh organisasi yang bersangkutan dan hal ini dapat berwujud Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK (Malthis dan Jackson, 2001). Involuntary turnover merefleksikan bahwa karyawan gagal dalam memperlihatkan kinerjanya sesuai dengan persyaratan yang diinginkan organisasi atau karyawan tersebut melanggar peraturan organisasi pada saat bekerja.

5

2.3 Berdasarkan Fungsinya a. Fungsional turnover Apabila keluarnya karyawan (secara sukarela) dapat merupakan keuntungan bagi organisasi. Karyawan yang keluar adalah karyawan yang tidak produktif atau tidak potensial dalam organisasi, sedangkan organisasi dalam keadaan kesulitan ekonomi, sehingga harus melakukan penghematan biaya. Merupakan keuntungan apabila turnover digunakan sebagai kesempatan promosi ataupun mutasi bagi karyawan lain dalam organisasi yang sama. b. Disfungsional turnover Apabila dengan keluarnya karyawan tersebut, organisasi justru mengalami kerugian, terutama jika karyawan yang keluar adalah karyawan yang potensial.

2.4 Berdasarkan Sifatnya (Yuniarsih, 2009) a. Pemberhentian kerja secara terhormat Pemberhentian kerja dilakukan karena terjadi hal hal berikut: 1. Keinginan tenaga kerja yang bersangkutan 2. Telah mencapai batas waktu kontrak kerja yang telah disepakati antara perusahaan dengan tenaga kerja yang bersangkutan. 3. Akibat ekonomi Jika di perusahaan terjadi penurunan hasil produksi karena hasil produksi sulit dipasarkan atau karena biaya produksi dan bahan baku yang mahal. Oleh karena itu, perlu pengurangan tenaga kerja dengan

6

cara pemberhentian kerja agar ada pengurangan biaya di perusahaan itu sehingga perusahaan tidak bangkrut dan ekonomi perusahaan dapat kembali stabil. 4. Kondisi fisik psikologis tenaga kerja Jika kondisi fisik psikologis tenaga kerja yang bersangkutan menyebabkan mereka tidak mampu melaksanakan pekerjaan

sebagaimana mestinya, maka hal itu dapat merugikan tenaga kerja itu sendiri dan perusahaan. 5. Tenaga kerja yang bersangkutan meninggal dunia.

b. Pemberhentian kerja sementara Simamora mengemukakan bahwa pemberhentian sementara

karyawan (Layoff) berarti manajemen menyingkirkan karyawan dari posisi mereka, tetapi akan mengangkat mereka kembali jika kondisi dalam organisasi membaik / berubah.

c. Pemberhentian kerja dengan tidak hormat Pemberhentian kerja secara tidak hormat, harus dilakukan oleh pihak manajemen apabila : a. Tenaga kerja yang bersangkutan melanggar kontrak kerja serta janji yang telah disepakati pada saat mengadakan ikatan kerja bersama. b. Bertindak dan berperilaku yang merugikan perusahaan baik dalam jumlah besar maupun kecil secara langsung maupun tidak langsung.

7

c. Tenaga kerja dinyatakan melakukan tindak pidana sehingga mengakibatkan yang bersangkutan dihukum penjara. d. Kemangkiran yang terus-menerus dan telah diperingatkan beberapa kali oleh manajer, tapi tenaga kerja tersebut tetap demikian bahkan berusaha mempengaruhi tenaga kerja yang lain untuk melakukan hal yang serupa.

8

BAB III Penyebab Turnover dan Terminasi

Penyebab Turnover dan Terminasi dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Prakarsa karyawan Dimaksudkan sebagai persetujuan individu dalam melakukan turnover. Kendali utama ada pada karyawan dengan beragam pilihan alasan seperti tawaran kompensasi yang lebih baik di perusahaan lain, desakan dari keluarga yang menginginkan karyawan memberikan waktu lebih banyak pada keluarganya, atau dapat juga karena permasalahan dengan pimpinan atau organisasi seperti perbedaan filosofi, ketidak cocokan dengan rekan kerja dan lainnya. (Simamora, 2001).

High turnover often means that employees are unhappy with the work or compensation, but it can also indicate unsafe or unhealthy conditions. The lack of career opportunities and challenges, dissatisfaction with the job-scope or conflict with the management have been cited as predictors of high turnover. (Dijkstra, 2008)

Tingkat turnover yang tinggi bisa merupakan indikasi bahwa karyawan tidak senang dengan pekerjaan atau imbalan yang mereka terima, atau juga indikasi kondisi kerja yang tidak nyaman atau tidak sehat. Kesempatan dan

9

tantangan kerja yang kurang, ketidakpuasan terhadap lingkup pekerjaan atau konflik dengan manajemen diduga menjadi penyebab tingginya turnover.

Beberapa alasan karyawan melakukan turnover antara lain: 1. Adanya employees outgrow job Employees outgrow job yaitu kemampuan tenaga kerja yang berkembang melebihi perkembangan pekerjaan. Pada permulaan karyawan bekerja, mungkin tingkat pekerjaan yang dilakukan masih sesuai dengan kemampuannya. Tetapi lama kelamaan kemampuan karyawan tersebut akan mengalami peningkatan dan perkembangan. Misalnya telah mengikuti kursus, tugas belajar dan lain sebagainya. Apabila pekerjaannya tidak berkembang, karyawan yang kemampuannya telah mengalami peningkatan akan merasa bahwa penghasilan yang diperoleh tidak ada gunanya. Dengan demikian karyawan akan pergi mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan kemampuannya. 2. Adanya job outgrow employees Job outgrow employees merupakan keadaan di mana

perkembangan pekerjaaan lebih cepat daripada kemampuan yang dimiliki oleh karyawan di suatu perusahaan. Keadaan ini muncul biasanya karena digunakannya peralatan atau mesin dengan teknologi mutakhir sebagai konsekuensi inovatif pada teknologi produksi serta untuk meningkatkan hasil produksi. Meskipun tujuan yang ingin dicapai adalah baik, tetapi para karyawan sering tidak mampu mangikuti atau menyesuaikan dengan teknologi baru yang dipergunakan, kalaupun dapat mereka cenderung

10

memerlukan waktu yang lama apabila tidak diadakan suatu pelatihan, dengan demikian karyawan akan memilih mencari kerja yang lain yang sesuai dengan kemampuannya daripada bekerja dengan peralatan yang belum dikuasai. 3. Masalah kepuasan kerja Robbin (2003) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pada dasarnya kepuasan kerja dipengaruhi beberapa faktor. Pertama faktor individu, dimana kepuasan kerja dipengaruhi usia, jenis kelamin, pengalaman dan sebagainya. Kedua, faktor pekerjaan, dimana kepuasan kerja dipengaruhi oleh otonomi pekerjaan, kreatifitas yang beragam, identitas tugas, keberartian tugas (task significancy), pekerjaan tertentu yang bermakna dalam organisasi dan lain-lain. Dan ketiga, faktor organisasional, yakni kepuasan kerja dipengaruhi oleh skala usaha, kompleksitas organisasi, formalitas, sentralisasi, jumlah anggota kelompok, lamanya beroperasi, usia kelompok kerja dan kepemimpinan. Jika karyawan memiliki kepuasan kerja yang rendah, maka besar kemungkinan karyawan tersebut akan melakukan turnover. 4. Masalah promosi Promosi jabatan seringkali menjadi kendala yang menghambat aktivitas kerja di suatu perusahaan, terutama apabila berkaitan dengan promosi jabatan dari karyawan yang potensial. Pada umumnya karyawan

11

yang berprestasi selalu menuntut adanya penghargaan dan perhatian atas usahanya, bentuk penghargaan tersebut biasanya adalah promosi terhadap posisi atau jabatan yang diemban selama ini. Apabila hal tersebut tidak mendapatkan respon positif dari perusahaan atas karyawan yang benarbenar berprestasi, karyawan tersebut akan cenderung utuk keluar dari perusahaan tersebut untuk mendapatkan tempat kerja yang sesuai. 5. Masalah pengawasan Hal ini berkaitan erat dengan sikap pimpinan di suatu perusahaan dalam melakukan pengawasan terhadap karyawannya. Sikap-sikap pimpinan yang dapat mengakibatkan terjadinya turnover, misalnya sikap pengawasan yang terlalu berlebihan, sikap pimpinan yang tidak fleksibel terutama terhadap pemecahan masalah. Selain itu sikap tidak terbuka terhadap kritik dan pilih kasih yang dilakukan oleh atasan juga merupakan sebab terjadinya turnover. 6. Masalah lingkungan kerja Hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover adalah polusi udara, penerangan, kebersihan, kebisingan, penilaian atau sikap perusahaan terhadap pekerja (berkaitan dengan kecurigaan atasan yang berlebihan terhadap karyawan dan tekanan terhadap penghasilan karyawan), ketikadilan dan hubungan sesama pekerja yang kurang harmonis.

12

b. Kontrol Organisasi Kontrol organisasi berupa kendali perusahaan terhadap turnover tersebut, sehingga dalam kontrol organisasi ini karyawan tidak dapat melakukan interferensi atau mengubah keputusan turnover yang diberlakukan

perusahaan. Alasan yang biasa digunakan antara lain karena karyawan memiliki kinerja rendah atau bisa juga dikarenakan faktor regenerasi dimana karyawan yang bersangkutan telah mencapai masa pensiunnya (Simamora, 2001).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh A.Budiantoro,M.Eng.MBA tentang mengapa seseorang diberhentikan kerja yaitu: 1. Tidak kompeten (35%) 2. Tidak cocok dengan rekan kerjanya (10%) 3. Tidak jujur atau dusta (20%) 4. Sikap-sikap yang negative (15%) 5. Tidak ada motivasi (10%) 6. Gagal atau menolak perintah (5%) 7. Tidak disiplin

13

BAB IV Indikasi Terjadinya Turnover

Menurut Harnoto (2002:2), turnover, terutama voluntary turnover ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: a. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. b. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. c. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. d. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

14

e. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

15

BAB V Proses Turnover dan Terminasi

Job satisfaction

Organizational commitment

Withdrawal cognitions

Turnover

Expected utility of withdrawal Job search Compare alternatives

Sumber: P.W. Hom and R.W. Griffeth, Employee Turnover. Cincinnati, OH: SouthWestern, 1992, p. 108. (dikutip oleh Bernardin, 2003)

Proses turnover digambarkan oleh Hom dan Griffeth seperti model di atas. Proses diawali dengan tingkat kepuasan terhadap pekerjaan yang secara sinergis berhubungan dengan komitmen organisasi, dimana komitmen organisasional dan kepuasan kerja ini merupakan anteseden (variabel pendahulu) dari keinginan untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Ketidakpuasan dapat memicu seseorang untuk keluar dari komitmen organisasi, dan begitu pula sebaliknya. Komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Bila seseorang sudah merasa tidak puas dengan pekerjaan dan tidak

16

menjunjung komitmen organisasinya, maka dapat memunculkan kesadarannya untuk mengundurkan diri. Dan bila sudah muncul kesadaran untuk mengundurkan diri, orang tersebut akan mencari manfaat bila dia mengundurkan diri, atau juga dapat langsung melakukan turnover. Setelah orang tersebut merasa bahwa dia akan memperoleh manfaat bila dia mengundurkan diri, dia dapat mencari pekerjaan lain sebelum benar-benar keluar dari perusahaan. Pada tahap selanjutnya, orang tersebut akan mempertimbangkan kembali untuk tetap bertahan di perusahaan itu atau mencari pekerjaan lain. Bila dia memilih untuk mencoba pekerjaan di perusahaan lain, maka dia akan melakukan turnover.

Tahap-tahap dari proses turnover menurut teori Abelson (dalam Ferry, 2007) adalah: a. Penurunan kepuasan kerja. b. Berpikir keluar. c. Mencari pekerjaan alternatif. d. Membandingkan pekerjaan. e. Menentukan keputusan tetap atau pindah.

Sedangkan tahap-tahap dari proses turnover menurut teori Lee dan Mitchell adalah : a. Sejak awal ada rencana berhenti kerja dan tergantung situasi yang akan datang. b. Ada goncangan dan pelanggaran. c. Keluarga tidak puas. d. Ada ketidakpuasan, tidak ada alternatif pekerjan.

17

e. Ada ketidakpuasan dan ada alternatif pekerjaan.

Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada agar tidak menimbulkan masalah. Cara ini dilakukan agar tetap terjalin hubungan informal yang baik antara perusahaan dengan mantan karyawan. Hal di atas pada dasarnya menjadi keinginan kedua belah pihak. Akan tetapi, tidak dapat diingkari sering terjadi pemberhentian dengan pemecatan karena konflik yang tidak dapat diatasi lagi.

18

BAB VI Dampak Turnover dan Terminasi

Menurut Mobley (1986) dalam Rivai (2001), beberapa akibat yang ditimbulkan oleh turnover, antara lain: a. Dampak negatif 1) Biaya, biaya untuk sebuah pergantian karyawan adalah pengorbanan yang harus diberikan untuk menggantikan sumber daya-sumber daya manusia yang sekarang sedang dipekerjakan, biaya-biaya sebagai akibat pergantian karyawan yang sekarang, dan biaya-biaya pemerolehan karyawan serta pengembangan penggantiannya. 2) Masalah prestasi, karyawan-karyawan yang memiliki prestasi tinggi yang meninggalkan organisasi mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi. Organisasi kehilangan orang-orang potensial yang selama ini dapat menunjukkan prestasi mereka dalam membangun organisasi. 3) Pola komunikasi dan sosial, jika orang-orang yang pergi meninggalkan organisasi adalah orang-orang yang memiliki pengaruh dalam lingkungan kerjanya, akan menyebabkan terganggunya komunikasi dan interaksi sosial dalam bentuk hilangnya keakraban dan keterpaduan dalam kelompok-kelompok yang mengalami banyak pergantian karyawan. 4) Merosotnya semangat kerja, karyawan-karyawan yang masih berada dalam organisasi akan terpengaruh atas tindakan rekan yang

meninggalkan organisasi, dan kemungkinan menyebabkan keinginan baru bagi mereka untuk mengikuti jejak rekan yang telah keluar.

19

Akibatnya semangat kerja orang-orang yang masih bekerja akan menurun karena terpengaruh keinginan untuk keluar. 5) Strategi-strategi pengendalian yang kaku, pergantian karyawan

menyebabkan timbulnya kebijakan-kebijakan baru manajemen yang lebih tidak fleksibel dibanding sebelumnya, seperti aturan yang semakin ketat, pengawasan dan evaluasi menjadi kaku, pengenaan sanksi-sanksi yang memberatkan dan merugikan karyawan. 6) Peluang strategik, peluang-peluang yang seharusnya dapat meningkatkan kemampuan perusahaan ditunda untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan sumber daya manusia akibat perputaran atau keluarnya karyawan.

b.

Dampak Positif 1) Pembaharuan dalam organisasi, turnover dapat membuka peluang baru bagi pengurangan biaya dengan meniadakan atau menggabungkan beberapa jabatan, termasuk jabatan yang lowong, melakukan

restrukturisasi organisasi, atau memperkenalkan otomatisasi baru. Penggunaan komputerisasi menjadikan pekerjaan lebih efisien dan tidak membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga pengeluaran biaya bisa dihemat. 2) Pengurangan meninggalkan biaya turnover tidak lainnya, selalu seorang dapat karyawan yang

organisasi

merealisasikannya

disebabkan berbagai alasan, misal karena kurangnya peluang kerja ditempat lain, kendala keluarga dan sebagainya. Turnover dapat

20

digunakan sebagai kesempatan mobilitas intern karyawan-karyawan yang tinggal. Mereka diberi pelatihan-pelatihan yang bermanfaat untuk meningkatkan karirnya, atau diberi pengayaan jabatan. Cara ini sekaligus dapat mencegah terjadinya peningkatan turnover. 3) Bertambahnya keyakinan diri. Individu yang berusaha mencari pekerjaan di tempat lain dan berhasil menemukannya untuk kemudian direkrut oleh organisasi lain, akan dapat keyakinan diri yang besar. Apalagi bila tanpa mencari dan sudah datang padanya beberapa tawaran kerja.

21

BAB VII Penghitungan Ukuran Tingkat Turnover dan Terminasi

a. Turnover = Jumlah karyawan yang keluar Total jumlah karayawan Misal : Dalam suatu perusahaan total karyawan yang keluar dalam bulan Januari-Juni adalah 50 orang. Total karyawan yang ada pada akhir Juni 1500 orang. Maka turnovernya adalah = 50 1500 = 3,3%

b. Formulasi menurut Mobley dan Seashore, dkk (1986) LSP = P x 100 J Ket: LSP P : Laju seluruh pergantian karyawan : Jumlah keseluruhan pengunduran diri pada jarak yang berbeda, misalnya bulan atau tahun J : Jumlah rata-rata karyawan dalam daftar gaji yang ditelaah

22

BAB VIII Pencegahan Turnover dan Terminasi

Pencegahan terhadap terjadinya turnover dan terminasi dapat dilakukan mulai dari setiap tahap dalam proses Manajemen Sumber Daya Manusia. Upaya tersebut antara lain adalah : 1. Dalam rekrutmen dan seleksi Proses seleksi yang baik akan menemukan karyawan yang memenuhi syarat dan mempunyai kualifikasi sebagaimana yang tercantum pada job description, sehingga bisa memperkecil kemungkinan terjadinya turnover dan terminasi pada organisasi karena bidang kerjanya sesuai dengan kemampuan serta kemauan dari karyawan tersebut. Oleh karena itu, dalam rekrutmen dan seleksi, sebaiknya dipilih karyawan yang benar benar memenuhi kualifikasi yang disyaratkan dan juga komitmen yang tinggi untuk mencegah terjadinya turnover. 2. Retensi Upaya retensi yang dilakukan oleh perusahaan sangat mempengaruhi tingkat tinggi-rendahnya kejadian turnover dan terminasi karena upaya ini bertujuan untuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan tersebut. Beberapa strategi retensi karyawan yang berkaitan dengan tingkat turnover dan terminasi pada perusahaan: a. Pelatihan untuk meningkatkan kinerja para karyawan sehingga karyawan merasa diperhatikan sehingga dapat meningkatkan loyalitas pada

23

perusahaan yang nantinya juga dapat mempengaruhi tingkat turnover dan terminasi karyawan. b. Komunikasi antara manajer dan karyawan sangat penting karena komunikasi merupakan alat untuk saling bertukar informasi. Dengan melakukan komunikasi yang baik, diharapkan tingkat turnover akan rendah. c. Kompensasi merupakan hal yang paling berpengaruh pada retensi karyawan karena tujuan utama seseorang bekerja adalah untuk memperoleh pendapatan. Pemberian kompensasi ini erat kaitannya dengan kepuasan kerja. Sehingga dengan pemberian kompensasi yang sesuai, diharapkan hal ini dapat mencegah terjadinya turnover. d. Peningkatan komitmen karyawan agar karyawan tetap berada pada perusahaan tersebut. Jika sudah terbangun komitmen yang tinggi maka secara otomatis akan meningkatkan loyalitas sehingga dapat

mempertahankan karyawan terbaik perusahaan untuk tetap tinggal diperusahaan tersebut walaupun perusahaan lain menawarkan gaji yang lebih tinggi.

Selain itu, untuk mengadakan evaluasi tentang apa yang menjadi alasan karyawan melakukan voluntary turnover, organisasi perlu melakukan sebuah exit interview. Many organizations conduct exit interviews with employees who are voluntarily leaving. These interviews provide

24

important information for changing HR policies and practices to decrease employee turnover, improve efficiencies, etc.

Banyak organisasi melakukan exit interview pada karyawan yang secara sukarela meninggalkan (voluntary turnover). Wawancara ini memberikan informasi

penting untuk bahan pertimbangan perubahan kebijakan dan praktek manajemen SDM untuk mengurangi turnover karyawan, meningkatkan efisiensi, dll.

25

BAB IX Alternatif Pemberhentian

Alternatif pemberhentian dilakukan untuk mempertahankan citra positif perusahaan di pasar tenaga kerja dan menjaga nama baik perusahaan di mata pelanggan di masa depan. Berikut adalah alternatif pemberhentian menurut

Yuniarsih (2009) yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan : 1. Outplacement (penempatan keluar) Menurut Simamora, outplacement adalah proses membantu karyawan yang diberhentikan menghadapi krisis kehilangan kerja dengan penghargaan diri yang diperbaharui dan melaksanakan penempatan kerja yang positif. Aktivitas penempatan keluar ini biasanya dilakukan perusahaan dalam mencoba melunakkan dampak pemberhentian khususnya bagi karyawan yang telah bekerja dalam waktu yang lama. Menurut Simamora aktivitas penempatan keluar ini meliputi : a. Konseling karir, digunakan untuk membantu mengembangkan keahliankeahlian karyawan dalam mencari kerja. b. Konseling psikologis, dilakukan untuk memberi dukungan emosional dan psikologis. c. Bantuan pencarian kerja, dilakukan perusahaan untuk memastikan bahwa karyawan akan tetap mencari kerja walaupun layanan outplacement telah berakhir.

26

Fungsi program outplacement menurut Simamora adalah sebagai berikut: 1. Membantu karyawan yang dikeluarkan dalam mencari pekerjaan baru, pengurangan tenaga kerja agar tidak terlalu menekan dan traumatis. 2. Mengetahui bahwa perusahaan memperhatikan dan mempedulikan

karyawannya yang meninggalkan perusahaan. 3. Membantu karyawan menemukan pekerjaan lebih cepat. 4. Mengurangi diberhentikan. 2. Transfer dan Mutasi Simamora (2001), Rivai (2004), Siagian (1999), Ernie (2001) kemungkinan tuntutan hukum dari karyawan yang

mengemukakan transfer adalah perpindahan seorang karyawan secara geografis dari satu bidang pekerjaan ke posisi lainnya yang tingkat tanggung jawab, gaji maupun tingkat jabatannya relatif sama dengan status sebelumnya dan diharapkan tenaga kerja lebih produktif setelah menjalankannya. Cara ini dapat ditempuh jika organisasi mempunyai satuan kerja lebih dari satu lokasi. Sastrohadiwiryo (2003:247) mendefinisikan mutasi adalah kegiatan ketengakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin. Mutasi juga dapat dilakukan sebagai alternatif pemecatan oleh perusahaan terhadap karyawannya. 3. Job Posting program Rivai (2004:215) menyatakan bahwa job posting program memberikan informasi kepada karyawan tentang lowongan pekerjaan dan persyaratannya.

27

Pengumuman tentang lowongan kerja ini biasanya diumumkan melalui bulletin / surat kabar perusahaan. 4. Job Sharing Rivai (2004:215) menyatakan job sharing mensyaratkan dua pekerja atau lebih untuk mengerjakan pekerjaan yang sama secara berpasangan karena masing-masing mereka bekerja secara part time. Job sharing juga adalah salah satu alternatif pemecatan dalam perusahaan dan mungkin lebih baik daripada layoff, terutama apabila dilakukan dalam jangka waktu yang pendek atau apabila kedua karyawan tersebut sama-sama ingin bekerja part time. 5. Pemberhentian Karena Kondisi Perusahaan Upaya peningkatan efisiensi yang biasa digunakan perusahaan menurut Panggabean adalah dengan : a. Mengurangi shift kerja b. Menghapus kerja lembur c. Mengurangi jam kerja d. Mempercepat pensiun e. Meliburkan / merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara.

Upaya peningkatan efisiensi menurut Panggabean tersebut dapat juga dilakukan oleh perusahaan sebagai alternatif pemberhentian terhadap karyawan karena kondisi perusahaan yang tidak memungkinkan untuk mempekerjakan karyawan seperti biasanya.

28

BAB X Implementasi Turnover di Bidang Kesehatan

Turnover Perawat di Rumah Sakit Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, bahkan sebagai salah satu faktor penentu bagi mutu pelayanan dan citra rumah sakit di mata masyarakat. Pengelolaan bidang keperawatan memerlukan perhatian, khususnya asuhan keperawatan karena dapat mempengaruhi persepsi terhadap citra rumah sakit. Dalam memenuhi kepuasan pasien, harus diakui bahwa perawat merupakan tulang punggung suatu rumah sakit. Di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Surabaya turnover perawat tinggi pada tahun 1995, 1996, dan 1997. Hasil pengamatan sementara dari pencatatan yang ada, disimpulkan bahwa pada unit pelayanan rawat inap, ICU (Intensive Care Unit), kamar operasi (OK) rasio antara perawat yang masuk dan keluar berkisar antara (2-4) : 1. Bahkan pada tahun 1996 dan 1997 tidak ada perawat yang masuk tetapi terdapat beberapa karyawan yang keluar, padahal biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh karyawan baru lebih mahal daripada untuk mempertahankan karyawan lama yang berprestasi dan loyal (Gray AM., et al., 1996).Dengan mengamati keadaan di atas maka keluar masuknya perawat tersebut dapat menjadi sebuah masalah. Dari hasil kuesioner yang dilakukan pada tahun 1998 oleh Elly Sulastri, alumnus Program Studi AKK, Pascasarjana Universitas Airlangga, menemukan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki cenderung untuk lebih bertahan dalam

29

pekerjaannya daripada wanita. Hal ini tidak terlepas dari kultur yang memposisikan laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah utama sehingga memungkinkan laki-laki untuk mempertahankan pekerjaannya. Lain halnya dengan wanita yang hanya bekerja untuk menunjang perekonomian keluarganya saja sehingga dorongan untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan rumah tangga lebih utama daripada mencari nafkah. Dari kelompok responden wanita yang keluar (32,1%) dengan alasan sebagian besar adalah mengikuti suami. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin dapat membedakan perawat yang keluar atau bertahan kerja. Hal ini didukung pula oleh penelitian M. Gray, Philip. VL yang menyatakan bahwa kecenderungan keluar lebih tinggi pada perawat wanita dengan umur yang bertambah lanjut karena alasan keluarga. Hal ini menjadi pertimbangan pada saat merekrut perawat maupun saat

mempertahankan perawat. Dari faktor kelompok umur, dengan bertambahnya umur makin tinggi angka resiko keluar. Semakin bertambah umur maka semakin banyak kebutuhan, karena dengan bertambah besarnya keluarga, maka kebutuhan dasar semakin meningkat. Temuan ini didukung oleh teori Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan individu berkembang sesuai derajat kesejahteraan individu. Oleh karena itu perawat dengan usia yang semakin bertambah harus diperhatikan apalagi perawat tersebut telah berpengalaman dan memiliki keterampilan yang mempermudah dalam mencari pekerjaan baru yang lebih dapat memenuhi kebutuhannya. Responden perawat yang belum menikah cenderung lebih tahan untuk bekerja sebagai perawat. Karena perawat yang belum menikah ini sebagian besar

30

masih baru dalam pekerjaannya dan masih terikat wajib kerja, sedangkan perawat yang keluar karena alasan mengikuti suami ataupun alasan lain harus tetap diperhatikan. Ini didukung oleh penelitian M. Gray, Philips VL (1996) di mana dukungan suami sangat besar pada saat awal pernikahan dan cenderung mendorong untuk berhenti bekerja saat suami mendekati usia pensiun. Masa kerja juga mempengaruhi turnover perawat. Masa kerja 10 tahun

cenderung keluar dari pekerjaan (100%). Dari kelompok yang kelur, sebagian besar berasal dari unit perawatan dan unit layanan khusus. Menurut Guwandi J. (1995), tenaga perawat dengan keterampilan khusus masih terbatas dan cenderung berkurang dengan berdirinya rumah sakit baru. Oleh karena itu perlu perhatian khusus pada kelompok perawat tersebut. Kenyamanan kerja juga sangat mempengaruhi tingkat turnover perawat. Di mana kenyamanan kerja yang baik sangat dirasakan oleh kelompok perawat yang bertahan bekerja (100%). Disimpulkan juga bahwa alasan utama perawat keluar dari pekerjaannya disebabkan oleh kenyamanan kerja yang tidak baik. Oleh karena itu sangat perlu untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik di suatu rumah sakit karena hal ini dapat membuat perawat bersemangat untuk bekerja (termotivasi) sehingga mereka akan bertahan dengan pekerjaannya. Rekrutmen dan seleksi yang baik cenderung menyebabkan perawat untuk bertahan atau tidak berpindah ke rumah sakit yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa rekrutmen dan seleksi menentukan banyaknya perawat yang berhenti atau bertahan bekerja. Tujuan rekrutmen dan seleksi sendiri adalah untuk mendapatkan tenaga perawat yang berkualitas sehigga biaya yang dikeluarkan tidak terbuang

31

sia-sia, karena mendapatkan perawat yang loyal sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Hal ini juga terjadi pada budaya organisasi di mana budaya organisasi yang baik mempengaruhi perawat untuk tetap loyal dan tidak pindah ke rumah sakit lain. Apabila budaya organisasi baik maka akan mudah dianut dan dipatuhi oleh karyawan sehingga tercipta iklim kerja yang baik dan perawat akan lebih tahan untuk bekerja. Alasan perawat bertahan terutama karena adanya gaji yang besar. Sesuai dengan teori Maslow bahwa kebutuhan utama dari individu adalah kebutuhan finansial. Sedangkan alasan utama perawat keluar dari rumah sakit adalah kenyamanan atau suasana kerja yang tidak menyenangkan dan hubungan yang tidak harmonis. Jika diamati, hubungan antar manusia sangat perlu diperhatikan terutama hubungan dengan jajaran perawatan. Uang insentif atau bonus serta uang lembur juga hendaknya lebih transparan. Perawat juga sangat membutuhkan adanya kesempatan pengembangan karier. (Sulastri, 1998)

32

Daftar Pustaka Bernardin, H. John. 2003. Human Resource Management: An Experiential Approach Third Edition. New York: McGraw-Hill. Cholil, M dan Asri L. R, 2003. Kepuasan Kerja dan Karakteristik Individual dengan Komitmen Organisasi Tenaga Dosen Ilmu Ekonomi Perguruan Tinggi Swasta di Kotamadya Surakarta. Perspektif, 8 (1):13 25. Darwis, Rudi Saprudin. 2008. Community Development : Apa dan Bagaimana. http://blogs.unpad.ac.id/rsdarwis/?p=8. Diakses 20 Maret 2011. Dijkstra, Eelco. 2008. What drives logistics professionals? Netherland : Europhia Consulting Malthis, Robert L dan John H. Jackson. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Mobley, W. (1986). Pergantian Karyawan; Sebab Akibat dan Pengendaliannya. (Terjemahan Nurul Iman). Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Novliadi, Ferry. 2007. Intensi Turnover Karyawan ditinjau dari Budaya Perusahaan dan Kepuasan Kerja. http://paul02583.files.wordpress.com/2008/05/132316960.pdf . Diakses 12 April 2011 Phillips, Jack J. 1999. Accountability in Human Resources Management. Houston: Gulf Publishing Company Pranasetyawan, Valens. 2010. Definisi Turnover http://valensprana.blogspot.com/2010_01_01_archive.html. Maret 2011. Intentions. Diakses 5

Rivai, Harir Amali. 2001. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap Intensi keluar. Jurnal Bisnis dan Akuntansi : 335 352. Robbins, Stephen. 2002. Organizational Bahavior 8th Edition. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Simamora, H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia ed.2. Yogyakarta: STIE YKPN. Subariyanti. H, 2004, Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi terhadap Turnover Intention. Surakarta Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

33

Sulastri, Elly dan S. Supriyanto. 1998. Faktor Determinan Turnover Perawat di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Surabaya. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1303134139.pdf . Diakses 20 Mei 2011. Witasari, Lia. 2009. ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP TURNOVER INTENTIONS (Studi Empiris pada Novotel Semarang). Semarang : Universitas Diponegoro. Yuniarsih, Prof. Dr. Tjutju dan Dr. Suwatni, M.Si. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Alfabeta.

34