Tutorial KTG

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    1/23

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas pelayanan

    obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal Indonesia masih jauh diatas

    rata- rata negara maju, yaitu 60 170 berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup.

    Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intra uterin.

    Kardiotokografi (KTG) baik intermiten maupun terus-menerus merupakan peralatan

    elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko

    mengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau mengalami kerusakan neurologic dengan

    menilai denyut jantung janin, sehingga dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib

    neonatus sehingga berperan penting dalam pemantauan kesejahteraan janin.

    Pemantauan kesejahteraan janin merupakan hal penting dalam pengawasan janin,

    terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan

    pemantauan janin. Asuhan antenatal modern memerlukan tatalaksana yang efisien, efektif,

    andal, dan komprehensif. Pemantauan kesejahteraan janin sudah merupakan suatu

    kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga medis dan paramedis yang melakukan asuhan

    antenatal dan asuhan persalinan. Standarisasi pemantauan sudah merupakan suatu prasyarat

    yang harus dipenuhi agar evaluasi keberhasilan atau kegagalan pemantauan kesejahteraan

    janin yang dikaitkan dengan luaran perinatal dapat dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini

    dapat dilakukan dengan baik, diharapkan angka kematian ibu dan perinatal dapatditurunkan.

    Standarisasi memerlukan kegiatan yang terstruktur dan berkesinambungan dengan evaluasi

    berkala melalui suatu pelatihan pemantauan kesejahteraan janin.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    2/23

    2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN

    Penilaian kesejahteraan janin yang konvensional umumnya dikerjakan dengan cara-

    cara yang tidak langsung, seperti palpasi abdomen, pengukuran tinggi fundus, maupun

    penilaian gejala atau tanda fisik ibu yang diduga dapat mengancam kesejahteraan janin

    (misalnya hipertensi, perdarahan pervaginam dan sebagainya). Cara-cara seperti itu seringkali

    tidak untuk memprediksi kesejahteraan janin, sehingga sulit digunakan untuk membuat

    strategi yang rasional dalam upaya pencegahan dan intervensi penanganan janin yang

    mengalami gangguan intrauterin

    Dalam konsep obstetri modern, khususnya di bidang perinatologi, janin dipandang

    sebagai individu yang harus diamati dan ditangani sebagaimana layaknya seorang pasien.

    Janin perlu mendapat pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah kondisinya aman, atau

    dalam bahaya (asfiksia, pertumbuhan terhambat, cacat bawaaan, dan sebagainya).

    Pengetahuan akan hal itu akan menentukan segi penanganan janin selanjutnya. Penilaianprofil biofisik janin merupakan salah satu cara yang efektif untuk mendeteksi adanya asfiksia

    janin lebih dini, sebelum menimbulkan kematian atau kerusakan yang permanen pada janin.

    Pemeriksaan tersebut dimungkinkan terutama dengan bantuan peralatan elektronik, seperti

    ultrasonografi (USG) dan kardiotokografi (KTG).

    Indikasi Pemeriksaan

    Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan janin yang baik Karena berkaitan

    dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal, misalnya pertumbuhan janin

    terhambat (PJT), gerakan janin berkurang, kehamilan post-term ( 42 minggu),

    preeklampsia/hipertensi kronik, diabetes mellitus pra kehamilan, DM yang memerlukan

    terapi insulin, ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan solusio plasentA. Identifikasi

    pasien yang memiliki risiko tinggi mutlak dilakukan karena hal ini berkaitan dengan

    tatalaksana yang harus dilakukan. Kegagalan mengantisipasi adanya faktor risiko, dapat

    berakibat fatal.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    3/23

    3

    KARDIOTOKOGRAFI

    Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan kesejahteraan

    janin, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya

    kontraksi ataupun aktivitas janin. Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau,

    yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin serta korelasi diantara

    ketiga parameter tersebut. Pemeriksaan KTG biasanya dilakukan pada kehamilan resiko

    tinggi, dan indikasinya terdiri dari :

    IBU

    a. Pre-eklampsia-eklampsia

    b. Ketuban pecah

    c. Diabetes melitus

    d. Kehamilan 40 minggu

    f. Asthma bronkhiale

    g.Inkompatibilitas Rhesus atau ABO

    h. Infeksi TORCH

    i. Bekas SC

    j.Induksi atau akselerasi persalinan

    k. Persalinan preterm

    l. Hipotensi

    m. Perdarahan antepartum

    o.Ibu berusia lanjut

    JANIN

    a.Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

    b.Gerakan janin berkurang

    c.Suspek lilitan tali pusat

    d.Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin

    e. Hidrops fetalis

    f.Kelainan presentasi, termasuk pasca versi

    luar.

    g.Mekoneum dalam cairan ketuban

    h.Riwayat lahir mati

    i. Kehamilan ganda

    j. Dan lain-lain

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    4/23

    4

    SYARAT PEMERIKSAAN KTG

    1. Usia kehamilan 28 minggu.2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG

    terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik

    MEKANISME PENGATURAN DJJ

    Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 dpm dengan variasi normal 20 dpm di

    atas atau di bawah nilai rata-rata. Jadi, nilai normal denyut jantung janin antara 120 160

    dpm (beberapa penulis menganut nilai normal denyut jantung janin antara 120150 dpm).

    Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu :

    Sistem Saraf Simpatis

    Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium.Stimulasi saraf

    simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akanmeningkatkan frekuensi DJJ,

    menambah kekuatan kontraksi jantung, danmeningkatkan volume curah jantung. Dalam

    keadaan stress, system saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah.

    Inhibisisaraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan frekuensi DJJ

    dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.

    Sistem saraf Parasimpatis

    Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yangberasal dari

    batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodusVA, dan neuron yang terletak di

    antara atrium dan ventrikel jantung.Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetil kolin

    akan menurunkanfrekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan

    atropin,akan meningkatkan frekuensi DJJ.

    Baroreseptor

    Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah meningkat,

    baroreseptor akan merangsang nervus vagus dannervus glosofaringeus pada batang otak.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    5/23

    5

    Akibatnya akan terjadipenekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah

    jantung.

    Kemoreseptor

    Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak didaerah karotid

    dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak dibatang otak. Reseptor ini berfungsi

    mengatur perubahan kadar oksigendan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal.

    Bila kadaroksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks darireseptor

    sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran

    darah, meningkatkan kadar oksigen, danmenurunkan kadar karbondioksida. Keadaan

    hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks

    bradikardia.Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan

    hipotensi.

    Susunan Saraf Pusat

    Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan janin.

    Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, danvariabilitas DJJ-pun akan berkurang.

    Rangsangan hipotalamus akan menyebabkan takhikardi.

    Sistem Pengaturan Hormonal

    Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan mengeluarkan

    epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan

    kontraksi jantung dan hipertensi.

    Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretch receptors

    dan pusat pengaturan

    Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satutiga sumber,

    yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf nyeri

    yang terutama banyak terdapat di jaringankulit; dan (3) baroreseptor di aorta askendens dan

    arteri karotis, danstretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan

    kecardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya

    menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ (lihat gambar 2 dan 3).

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    6/23

    6

    Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi DJJ (Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005)

    Gambar 3. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ (Lauren Ferrara, Frank

    Manning, 2005)

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    7/23

    7

    KARAKTERISTIK GAMBARAN DJJ

    Gambaran DJJ dalam pemeriksaan KTG dapat digolongkan ke dalam 2 bagian besar, yaitu:

    1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate). Yang termasuk disini adalahfrekuensi dasar dan variabilitas DJJ saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).

    2. Perubahan periodik / episodik DJJ (reactivity). Yang dimaksud dengan perubahanperiodik DJJ adalah perubahan DJJ yang terjadi akibat kontraksi uterus atau ada

    gerakan janin.

    Frekuensi dasar Denyut Jantung Janin (Base Line Rate)

    Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode 10

    menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak

    terdapat perubahan periodik atau episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar

    yang lebih dari 25 denyut per menit (dpm).

    Dalam keadaan normal, frekuensi dasar DJJ berkisar antara 120 160dpm (pendapat

    ini yang dianut di Indonesia). Frekuensi dasar DJJ yang lebih dari 160 dpm disebut

    takikardia; bila kurang dari 120 dpm disebut bradikardia. Ada juga yang memakai batasan

    normal 115160 dpm atau 110160 dpm.

    Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin, akan tetapi gambaran tersebut biasanya

    tidak berdiri sendiri. Bila takikardia diserta dengan variabilitas DJJ yang normal, biasanya

    janin masih dalam keadaan baik. Takikardia dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan

    hipoksia, seperti:

    1.Janin pada kehamilan kurang dari 30 minggu.

    2.Infeksi pada ibu atau janin (khorioamnionitis).

    3. Anemia janin.

    4. Ibu gelisah.

    5.Kontraksi uterus yang terlampau sering (takhisistolik).

    6. Ibu hipertiroid.

    7.Obat (atropin, skopolamin, ritrodrin, isoxsuprin, dsb).

    8.Takiaritmia janin (biasanya di atas 200 dpm)

    Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada hipoksia

    ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm dan variabilitas DJJ masih normal. Hal ini

    menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    8/23

    8

    Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut.Pada

    keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm, disertai dengan berkurang

    atau menghilangnya variabilitas DJJ.

    Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk

    bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang

    bukan hipoksia, seperti:

    1. Kehamilan postterm.

    2. Hipotermia.

    3.Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang.

    4.Obat (propranolol, analgetika golongankain).

    5. Bradiaritmia janin.

    Variabilitas DJJ (Variability)

    Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler (tidak teratur) yang terlihat pada

    rekaman DJJ. Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ masih mengandung perdebatan,diduga

    akibat adanya keseimbangan interaksi sistem saraf simpatis (kardioakselerator) dan

    parasimpatis (kardiodeselerator). Tetapi ada bukti lain bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat

    stimulus di daerah korteks serebri yang merangsang pusat pengatur denyut jantung di batang

    otak dengan perantaraan nervus vagus. Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah adalah

    dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas (long term variability). Berdasarkan

    besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat dikategorikan sebagai berikut:

    1.Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 525 dpm.

    2.Variabilitas berkurang: amplitudo 25 dpm.

    3.Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm.

    4.Variabilitas berlebih(saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    9/23

    9

    Gambar 4. Variabilitas normal dan Variabilitas menghilang

    Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak mampu

    mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi

    serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem

    persarafan janin mulai dari korteksserebri batang otak nervus vagus dan sistem

    konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang

    mengalami asidosis metabolik. Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan

    variabilitas DJJ berkurang:

    1.Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang).

    2.Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk).

    3.Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna).

    4.Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason).

    5. Blokade vagal.

    6.Defek jantung bawaan.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    10/23

    10

    Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali pada pemeriksaan KTG

    adalah:

    1. Akselerasi.

    2. Deselerasi dini.

    3. Deselerasi lambat.

    4. Deselerasi variabel.

    Akselerasi (accelerations)

    Akselerasi merupakan respon simpatetik, dimana terjadi peningkatan frekuensi denyut

    jantung jnain, suatu repon fisiologik yan gbaik (reaktif). Ciri-ciri akselerasi yang normal

    adalah peningkatan djj (amplitudo) sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung selama 15 detik

    atau lebih dan terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit, yang terjadi akibat

    gerakan atau stimulasi janin. Akselerasi yang berlangsung selama 2 10 menit disebut

    akselerasi memanjang (prolonged acceleration).

    Yang Penting dibedakan antara akselerasi oleh kontraksi dan gerakan janin

    Akselerasi yang sergam (Uniform acceleration). Terjadinya akselerasi sesuai dengankontraksi uterus.

    Akselerasi yang bervariasi (Variable acceleration) Terjadinya akselerasi sesuaidengan gerakan atau rangsangan pada janin.

    Penilaian akselerasi sering digunakan untuk menentukan kesejahteraan janin, dan

    merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test (NST). Janin yang tidak menunjukkan

    tanda akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk

    pemeriksaan lebih lanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik

    janin.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    11/23

    11

    Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabelmenunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat. Gambaran akselerasi yang menghilang

    dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan tanda-tanda

    lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia.

    Deselerasi

    Merupakan respon parasimpatis (n. Vagus) melalui reseptor-reseptor (baroreseptor /

    kemereseptor) sehingga menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung.

    Deselerasi dini (early decelerations)

    Deselerasi dini adalah penurunan djj sesaat yang terjadi bersamaan dengan timbulnya

    kontraksi. Gambaran penurunan djj pada deselerasi dini menyerupai bayangan cermin dari

    kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya deselerasi sesuai dengan saat timbul dan berakhirnya

    kontraksi. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi pada saat puncak kontraksi.

    Penurunan djj pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm (Penurunan

    tidak lebih dari 20 dpm) dan lamanya deselerasi kurang dari 90 detik. Deselerasi dini tidak

    mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada gambaran djj lainnya. Deselerasi

    dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis dimana terjadi kontraksi uterus yang

    periodik dan normal. Deselerasi dini terjadi oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang

    mengakibatkan hipoksia dan merangsang refleks vagal.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    12/23

    12

    Deselerasi lambat (late decelerations)

    Deselerasi lambat merupakan penurunan djj yang terjadi beberapa saat setelah

    kontraksi dimulai. Deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak kontraksi; dan deselerasi

    menghilang lebih lambat dari saat menghilangnya kontraksi. Ciri-ciri deselerasi lambat

    adalah sebagai berikut :

    Timbuknya sekitar 2030 detik setelah kontraksi uterus dimulai Berakhirnya sekitar 2030 detik setelah kontraksi uterus menghilang Lamanya kurang dari 90 detik ( rata-rata 4060 detik) Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesauai dengan intensitas

    kontraksi uterus

    Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan,akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa brakdikardi.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    13/23

    13

    Gambar 8. Deselerasi lambat (Bambang Karsono)

    Adapun deselerasi lambat dapat terjadi pada beberapa keadaan yang pada dasarnya

    semuanya bersifat patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan

    janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan oksigen yang

    mencakupi dan masih mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut, maka tidak tampak

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    14/23

    14

    adanya gangguan pada gambaran kardiotokografi selama tidak ada stres yang lain. Bila

    terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan semakin berkurang dan akan

    memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan terakhir ini akan menyebabkan rangsangan

    pada kemoreseptor dan n. Vagus dan terjadilah deselerasi lambat tersebut. Jarak waktu antara

    timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk

    rangsangan kemoreseptor dan n. Vagus. Pada fase awal, dimana tingkat hiposia belum

    sampai menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih mampu mengadakan kompensasi untuk

    mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas denyut jantung janin biasanya normal. Akan

    tetapi, bila keadaan hipoksia makin berat atau berlangsung lebih lama maka jaringan otak

    akan mengalami hipoksia dan otot jantung pun mengalami depresi oleh karena hipoksia.

    Sebagai akibatnya adalah variabilitas denyut jantung janin akan menurun dan akhirnya

    menghilang sebelum janin akhirnya mati dalam rahim. Penanganan apabila ditemukan suatu

    deselerasi lambat adalah memberikan infus, ibu tidur miring, berikan oksigen, menghentikan

    kontraksi uterus dengan obat-obat tokolitik dan segera rencanakan terminasi kehamilan

    dengan seksio sesarea.

    Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada keadaan insufisiensi

    plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang berkurang atau

    kelainan djj lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin (fetal distress),

    sehingga perlu segera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut.

    Gambaran deselerasi lambat yang halus (penurunan djj sangat sedikit) mungkin

    sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis (abnormal).

    Deselerasi variabel (variable decelerations)

    Deselerasi variabel mempunyai bentuk yang bervariasi, dan kaitan timbulnya

    deselerasi dengan kontraksi juga bervariasi. Deselerasi variabel paling sering terjadi akibat

    kontraksi uterus, terutama pada partus kala II; dan penyebabnya yang paling sering adalah

    kompresi tali pusat.

    Ciri-ciri deselerasi variable adalah :

    Gambaran deselerasi yang bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitudomaupun bentuknya

    Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan frekuensidasar denyut jantung janin (amplitudo) bisa sampai 60 dpm

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    15/23

    15

    Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pradeselerasi) atau sesudah (akselerasipascadeselerasi) terjadinya deselerasi

    Deselerasi variable diaggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasimencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar denyut jantung janin danlamanya deselerasi lebih dari 60 detik. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang

    terlalu sering atau deselerasi variabel yang memanjang (prolonged) harus waspada

    terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.

    Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran deselerasi variabel

    berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.

    Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3 kategori:

    1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan djj tidak mencapai 80 dpm danlamanya kurang dari 30 detik.

    2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan djj mencapai 70-80 dpmdan lamanya antara 30-60 detik.

    3. Deselerasi variabel berat, apabila djj menurun sampai di bawah 70 dpm danlamanya lebih dari 60 detik.

    Istilah deselerasi variable memanjang (prolonged variable decelerations) digunakan untuk

    menyatakan penurunan djj lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit

    Deselerasi variabel ini sering terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil atau

    kal I. Penekanan tali pusat ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat tumbung, atau

    jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnion). Selama variabilitas denyut jantung janin

    masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti.

    Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering dijumpai, yaitu

    pada sekitar 50% - 80% partus kala II; dan kebanyakan tidak berbahaya bagi janin. Tanda-

    tanda deselerasi variabel yang tidak berbahaya bagi janin adalah:

    1.Timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.

    2.Variabilitas djj masih normal.

    3.Terdapat akselerasi djj pada saat kontraksi.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    16/23

    16

    Gambar 10. Deselerasi variabel berat

    Tanda-tanda deselerasi variabel yang berbahaya bagi janin adalah:

    1.Terjadinya lebih lambat dari saat timbulnya kontraksi.

    2.Pemulihan (menghilangnya) deselerasi berlangsung lambat.

    3.Variabilitas djj berkurang, atau meningkat secara berlebihan.

    4.Menghilangnya akselerasi pra- dan pasca-deselerasi.

    5.Semakin beratnya derajat deselerasi variabel.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    17/23

    17

    Derajat beratnya deselerasi variabel ditentukan oleh amplitudo,frekuensi, dan

    lamanya deselerasi. Deselerasi variabel yang terjadi hanyasekali tidak berarti abnormal, oleh

    karena mungkin terjadi akibat pemeriksaandalam (PD), atau akibat perubahan posisi.

    Penanganan yang dianjurkan pada keadaan ini adalah perubahan posisi ibu, reposisi

    tali pusat bila ditemukan adanya tali pusat terkemukan atau menumbung, pemberian oksigen

    pada ibu, amnio-infusion untuk mengatasi oligohidramnion bila memungkinkan, dan

    terminasi persalinan bila diperlukan.

    Dalam praktik sehari-hari sering dijumpai gambaran kardiotokografi yang menyimpang

    dari normal. Namun, saat lahir bayi dalam kondisi baik, sebaliknya juga ditemukan keadaan

    dimana hasil kardiotokografi normal, tetapi ternyata baayi lahir dalam kondisi asfiksia. Hal

    ini menunjukan bahwa kesalahan dalam memberikan kesimpulan pada hasil kardiotokografi

    sering terjadi. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan yang memadai untuk dapat

    menyimpulkan hasil pemeriksaan kardiotokografi, sehingga pemeriksaan kardiotokografi

    mempunyai nilai ketepatan yang cukup memadai dalam menentuka diagnosis.

    KONTRA INDIKASI KTG

    Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan KTG terhadap ibu maupun

    janin.

    CARA MENGINTERPRETASI HASIL KTG

    Non-stress test (NST)

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran DJJ dan aktivitas janin.

    Cara pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama aktokardiografi, atau fetal activity

    acceleration determination (FAD; FAAD). Penilaian dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ,

    variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan janin.

    Tehnik pemeriksaan NST

    1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri. Haliniberguna untuk memperbaiki sirkulasi darah ke janin dan mencegahterjadinya

    hipotensi.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    18/23

    18

    2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi,danfrekuensi pernafasan ibu.Kemudian selama pemeriksaan dilakukan,tensi diukur

    setiap 10-15 menit (hasilnya dicatat pada kertas KTG).

    3. Aktivitas gerakan janin diperhatikan dengan cara:a. Menanyakan kepada pasien.

    b. Melakukan palpasi abdomen.c. Melihat gerakan tajam pada rekaman tokogram (kertas KTG).

    Bila dalam beberapa menit pemeriksaan tidak terdapat gerakan janin,dilakukan

    perangsangan janin, misalnya dengan menggoyang kepala ataubbagian janin

    lainnya, atau dengan 18ntrau rangsang vibro-akustik(dengan membunyikan bel, atau

    dengan menggunakan alat khusus untukbkeperluan tersebut).

    4. Perhatikan frekuensi dasar DJJ (normal antara 120160 dpm).5. Setiap terjadi gerakan janin diberikan tanda pada kertas KTG.6. Perhatikan variabilitas DJJ (normal antara 525 dpm).7. Lama pemeriksaan sedikitnya 20 menit.

    Interpretasi NST

    Reaktif:a. Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai dengan akselerasi

    sedikitnya 15 dpm.

    b. Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120160 dpm.c. Variabilitas djj antara 525 dpm. Non-reaktif:a. Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi pada

    gerakan janin.

    b. Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160 dpm).c. Variabilitas djj kurang dari 2 dpm. Meragukan:a. Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi yang kurang

    dari 15 dpm.

    b. Frekuensi dasar djj abnormal.c. Variabilitas djj antara 25 dpm.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    19/23

    19

    Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik sampai 1

    minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%). Hasil NST yangnon-reaktif disertai dengan

    keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilaiApgar rendah, adanya deselerasi

    lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%. Hasil NST yang meragukan harus

    diulang dalam waktu 24 jam. Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap

    hasil NST yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress

    test (CST), selama tidak ada kontraindikasi.

    Contraction stress test (CST)

    Pemeriksaan ini menilai hubungan gambaran djj dan kontraksi uterus.

    Dalampemeriksaan ini dilakukan pengamatan terhadap frekuensi dasar DJJ,variabilitas, dan

    perubahan 19ntraute djj akibat kontraksi uterus.

    Tehnik pemeriksaan CST

    1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri.2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi,dan frekuensi

    pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan,tensi diukur setiap 10-15

    menit (dicatat pada kertas KTG).

    3. Perhatikan timbulnya kontraksi uterus, yang dapat dilihat pada kertas KTG. Kontraksiuterus dianggap adekuat bila terjadi 3 kali dalam 10 menit.

    4. Bila tidak terjadi kontraksi uterus setelah beberapa menit pemeriksaan,dilakukanstimulasi, misalnya dengan cara Pemberian oksitosin (inhalasi,sublingual, atau

    19ntrau). Stimulasi dilakukan sampai timbul kontraksi yangadekuat. Apabila selama

    stimulasi terjadi deselerasi lambat meskipunkontraksi belum adekuat, maka

    pemeriksaan harus segera dihentikan danhasilnya dinyatakan positif.

    5. Pengamatan dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan19ntraute djj akibat kontraksi.

    6. Pemeriksaan dianggap cukup bila didapatkan kontraksi yang adekuatselama 10 menit.Stimulasi oksitosin harus segera dihentikan, dan pasiendiawasi terus sampai kontraksi

    menghilang.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    20/23

    20

    Interpretasi CST

    1. Negatif:a. Frekuensi dasar djj normal.

    b. Variabilitas DJJ normal.c. Tidak terdapat deselerasi lambat.

    2. Positif:a. Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.

    b. Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak adekuatc. Deselerasi 20ntraute berat yang persisten pada setiap kontraksi.d. Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.

    3. Mencurigakan(suspicious):a. Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat.

    b. Deselerasi 20ntraute (derajat ringan atau sedang).c. Frekuensi dasar djj abnormal.

    Bila hasil CST mencurugakan, pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam

    4. Tidak memuaskan (unsatisfactory):a. Hasil perekaman tidak baik, misalnya oleh karena ibu gemuk, atau gerakan janin yang

    berlebihan.

    b. Tidak terdapat kontraksi yang adekuat.Dalam keadaan ini pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam

    5. Hiperstimulasi:a. Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama kontraksi lebih dari 90

    detik.

    b. Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang

    berlanjut sehingga bkan tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu dilakukan adalah

    segera menghentikan pemriksaan dan berikan obat-obat penghilang kontraksi uterus

    (tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur miring untuk memperbaiki sirkulasi uteri-

    plasenta

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    21/23

    21

    Hasil CST yang mencurigakan harus terus diobservasi secara ketat (CST diulang

    setiap 3060 menit); bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan Ph darah janin. Hasil CST

    yang tidak memuaskan harus diulang dalam waktu 24 jam. Bila terdapat hiperstimulasi,

    kontraksi harus segera dihilangkan (tokolisis) dan kehamilan/persalinan diakhiri.

    Kontraindikasi CST

    1. Mutlak:a. Adanya risiko 21ntraut uteri: bekas seksio sesarea klasik, riwayat

    b. miomektomi 21ntrau, dsb.c. Perdarahan antepartum: plasenta previa, solusio plasenta.d. Ketuban pecah dini.e. Tali pusat terkemuka.f. Vasa previa.

    2. Relatif:a. Persalinan preterm.

    b.

    Kehamilan kembar (< 36 minggu).c. Inkompetensia serviks.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    22/23

    22

    BAB III

    KESIMPULAN

    Pemantauan kesejahteraan janin sudah merupakan suatu kompetensi yang harusdimiliki oleh tenaga medis dan paramedis yang melakukan asuhan antenatal dan

    asuhan persalinan

    Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan kesejahteraanjanin, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya

    kontraksi ataupun aktivitas janin.

    Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau, yaitu denyut jantung janin(DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin serta korelasi diantara ketiga parameter

    tersebut.

    Pemberian kesimpulan pada hasil kardiotokografi sering terjadi. Oleh karena itu,diperlukan kemampuan yang memadai untuk dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan

    kardiotokografi, sehingga pemeriksaan kardiotokografi mempunyai nilai ketepatan

    yang cukup memadai dalam menentukan diagnosis.

  • 7/29/2019 Tutorial KTG

    23/23

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    1.Agus Abadi : Kardiotokografi Janin dan Velosimetri Doppler, dalam buku Ilmu Kebidanan

    Sarwono Prawiroharjo. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiharjdjo. Jakarta 2010.

    2.dr. Bambang Widjanarko Sp.OG : Pengamatan Janin Intrapartum. Hand-Out Blog

    Persiapan Klinik Obstetri Ginekologi 2012.

    3.Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut Jantung Janin. Bagian

    Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo, Jakarta.