15

Click here to load reader

Uji Jominy

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Uji Jominy

UJI JOMINY

LAPORAN PRAKTIKUM TME 243 – Praktikum Material Teknik

Nama : Stephen Constantin

NIM : 2014-041-030

Shift/Kelompok : MD / 2

Tanggal Praktikum : 18 November 2015

Asisten : Willy Praja

LABORATORIUM MATERIAL TEKNIK

PRODI TEKNIK MESIN - FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

JAKARTA

2015

Page 2: Uji Jominy

I. TUJUAN

Mengukur kedalaman pengerasan baja.

II. TEORI DASAR

Berbagai definisi muncul untuk menjelaskan pengertian hardenability (mampu

keras). Grossman dan Bain mendefinisikan mampu keras baja sebagai kemampuan baja

dikeraskan dengan perlakuan panas yang diikuti laju pendinginan cepat (quenching);

atau dengan kata lain merupakan kedalaman dari distribusi kekerasan baja/paduannya

yang dihasilkan dari suatu proses perlakuan panas, yang diikuti laju pendinginan cepat

(quenching). Dari kedua definisi tersebut tersirat peningkatan nilai kekerasan baja yang

hanya dapat dicapai melalui transformasi martensit. Pengertian mampu keras tidaklah

sama dengan kekerasan, namun merupakan ukuran kualitatif yang menyatakan

penurunan kekerasan tehadap jarak dari permukaan pengerasan karena penurunan

kekerasan terhadap jarak dari permukaan pengerasan karena penurunan jumlah

kemampuan untuk transformasi martensit.

Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu

austenitnya didinginkan secara cepat/ di quench, sehingga atom karbon tidak sempat

berdifusi dan hanya sempat bergeser mengisi rongga - rongga tetrahedral dan

octahedral pada struktur FCC austenit. Karena terisinya rongga – rongga tersebut

sehingga mengakibatkan tidak teraturnya bentuk struktur FCC (latticesite lebih

panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek ini disebut dengan “Efek

Tetragonalitas”.

Prosedur standar untuk mengetahui mampu keras baja/ paduannya dilakukan

dengan pengujian Jominy end-Quench. Spesimen berbentuk silinder dengan diameter

25,4 mm (1 in.) dan panjang 100mm (4 in.) dipanaskan hingga temperatur austenit, dan

ditahan pada waktu tertentu. Selanjutnya diletakkan pada alat uji Jominy dan disemprot

dengan media pendingin pada salah satu sisinya. Setelah temperatur spesimen turun

hingga temperatur kamar dilakukan pengujian kekerasan dengan metode Rockwell dari

ujung end-quench spesimen, Gambar 1.

Page 3: Uji Jominy

Gambar 1. Skema uji Jominy end quench dan pengukuran kekerasan spesimen

Gambar 2. Skema grafik kekerasan terhadap jarak dari end-quench.

III. PERALATAN PERCOBAAN

1. Alat uji Jominy.

2. Spesimen terbuat dari baja karbon medium/tinggi.

3. Tungku/furnace.

4. Mistar dan spidol.

5. Mesin uji kekerasan Universal Hardness Test QV-700.

6. OES (Optical Emission Spectrometer).

Page 4: Uji Jominy

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Menyiapkan spesimen dengan dimensi: diameter 25,4 mm dan panjang 100 mm

2. Memanaskan spesimen di dalam tungku sampai temperatur austenit selama 60

menit. Selanjutnya spesimen dikeluarkan dan diletakkan pada dudukannya di alat

uji Jominy, diikuti dengan pendinginan melalui penyemprotan menggunakan media

air pada bagian bawah, end quench.

3. Setelah proses pendinginan selesai, spesimen dikeluarkan dari dudukannya dan

dibersihkan dari kerak agar permukaan tetap rata. Bila diperlukan lakukan

pengamplasan sedikit.

4. Selanjutnya permukaaan yang telah rata diuji keras pada jarak tertentu

menggunakan alat uji keras jenis Universal Hardness Tester QV-700, sesuai

petunjuk asisten.

V. TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Jelaskan bagaimana pengaruh kadar karbon terhadap mampu keras suatu baja?

Jawab: Untuk dapat meningkatkan kekuatan baja kita harus menghalangi gerak

dislokasi. Semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk menggerakan dislokasi maka

kekuatan logam (baja) akan meningkat. Batas butir adalah penghalang gerak dislokasi.

Pada baja karbon butirnya terdiri dari baja (Fe) dan karbon (C). Karbon memiliki

ukuran yang kecil sehingga dapat masuk ke dalam celah batas butir dan menghalangi

gerak dislokasi. Semakin banyak karbon maka batas butir semakin luas, secara

otomatis kemampuan untuk menahan dislokasi semakin besar, sehingga kekuatan baja

meningkat.

2. Jelaskan mengapa pada pengujian Jominy dihasilkan kekerasan yang tidak seragam,

kekerasan cenderung menurun pada kedalaman yang makin jauh dari end quench?

Jawab: Pada proses perlakuan panas, baja dan karbon bergerak dan saat dilakukan

pendinginan maka baja dan karbon berusaha untuk kembali ke posisi awalnya. Tetapi

karena pada bagian yang terkena air terjadi pendinginan yang cepat maka keberadaan

karbon akan lebih menyebar sehingga kekuatan meningkat. Tetapi dibagian ujung

yang lainnya, terjadi proses pendinginan yang lambat maka karbon dapat kembali ke

posisi awalnya. Sehingga kekuatan baja akan cenderung mirip seperti keadaan awal.

Page 5: Uji Jominy

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hardenability band?

Jawab: Hardenability band adalah suatu kemampuan yang dimiliki material untuk

mencapai fasa martensit karena dipanaskan sampai fasa austenit dan di quench.

4. Peningkatan jumlah karbon, terutama di atas 0,5% wt, maka kekerasan akan

meningkat, namun di sisi lain akan menimbulkan crack akibat adanya internal stress.

Jelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi!

Jawab: Pendinginan dengan metode quenching, menyebabkan bentuk kristal FCC

karena karbon belum sempat berdifusi ke Fe membuat karbon nyempil ke struktur

kristalnya sehingga membentuk BCT namun karena kadar karbon yang terlalu tinggi

BCT yang terbentuk terlalu lebar sehingga ikatannya menjadi melemah. Saat proses

pendinginan juga terdapat pristiwa pembentukan sel satuan, dimana carbon akan

menjadi batas butir. Karena kadar karbon yang terlalu tinggi menyebabkan batas butir

terlalu menumpuk dan menyebabkan internal stress yang nantinya dapat

menimbulkan crack.

5. Jelaskan mengapa fasa austenit pada jominy bar setelah dipanaskan dan dilakukan

quenching dapat berubah menjadi fasa martensit?

Jawab: Austenite terjadi pada baja yang dipanaskan sampai suhu austenitenya

tergantung kadar karbonnya. Pada fasa austenite yang awalnya memiliki bentuk

kristal BCC menjadi FCC. Saat dilakukan pendinginan dengan cepat (Quenching)

maka atom karbon tidak dapat kembali keposis awalnya tetapi mengisi rongga pada

struktur FCC sehingga bentuk karbonnya menjadi BCT. Saat proses pendinginan

cepat ini terbentuklah fasa alpha Eutektoid dan Proeutektoid yang dinamaka aplha

Super Solid Solution yang dapat meningkatkan kekuatan baja.

Page 6: Uji Jominy

ANALISA

Pada percobaan kali ini kita melakukan Uji Jominy yang bertujuan mengetahui

kedalaman pengerasan baja. Karena setelah proses perlakuan panas dan didinginkan,

pasti waktu pendinginan pada bagian permukaan dan pada bagian pusat berbeda. Waktu

pendinginan yang berbeda dapat menyebabkan kekerasannya berbeda juga.

Pendinginan metode Jominy kita hanya menyemprotkan air ke bagian bawah

spesimen. Dengan cara ini, pendinginan pada bagian bawah dan bagian paling atas

pastilah berbeda. Sehingga kekerasan pada bagian bawah pasti berbeda.

Pada bagian bawah akan terjadi proses quenching, dimana carbon belum sempat

berdifusi dengan Fe dan membentuk alpha Super Saturated Solid Solution, dengan fasa

martensit yang akan meningkatkan kekerasan baja. Semakin menjauhi bagian bawah

yang terkena air, seharusnya kekerasannya akan semakin berkurang. Pada bagian paling

atas seharunya memiliki kekerasan paling kecil karena pada bagian tersebut memiliki

waktu paling lama untuk dingin, sehingga waktu untuk karbon berdifusi kembali

dengan Fe cenderung lama yang memungkinkan hal itu terjadi.

Pada percobaan kali ini praktikan tidak mengetahui kadar karbon spesimen. Jika

baja yang digunakan termaksud baja karbon rendah proses pemanasan dan pendinginan

dengan metode quenching tidak akan berpengaruh banyak karena kadar karbonnya

terlalu sedikit untuk dapat meningkatkan kekuatan.

Dari hasil yang diperoleh secara keseluruhan memang benar, pada bagian bawah

memiliki nilai kekerasan paling tinggi, dan pada bagian paling atas memiliki nilai

kekerasan yang lebih kecil. Tetapi nilai kekerasan paling kecil tidak terdapat pada

bagian paling atas tapi pada bagian tengah, selain itu nilai kekerasan tidak terus

menurun tetapi membentuk gelombang. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor

kesalahan.

Kesalahan dapat terjadi saat melakukan pendinginan. Air yang seharusnya

hanya mengalir didasar spesimen muncrat dan mengenai bagian samping spesimen.

Selain itu kesalahan dari proses perhitungan nilai kekerasan juga dapat menjadi

faktor kesalahan. Perhitungan nilai kekerasan kali ini menggunakan metode Vickers,

dimana jejaknya berbentuk belah ketupat. Dengan metode ini diharuskan agar spesimen

berada dipermukaan yang rata sehingga jejak yang ditinggalkan berbentuk belah

ketupat sempurna.

Kesalahan saat mengamplas spesimen yang tidak rata dan terdapat goresan,

sehingga percobaan tidak dapat menghasilkan jejak yang baik, jejaknya miring.

Page 7: Uji Jominy

kesalahan dalam menempatkan spesimen pada penyangga spesimen juga dapat

menajadi faktor kesalahan. Peletakan spesimen yang tidak rata juga dapat menyebabkan

jejak yang ditinggalkan tidak rata.

Selain itu penggunaan penyangga spesimen juga dapat menyebabkan beberapa

faktor kesalahan. Spesimen yang tidak seluruhnya dialasi oleh penyangga spesimen

menyebabkan bagian yang tidak dialasi bergerak ketika dilakukan penekanan. Hal ini

dapat dilihat pada bagian ujung setelah dilakukan penekanan, jejak yang ditinggalkan

tidak berada pada bagian tengah. Sedangkan pada bagian tengah spesimen yang dialasi

oleh penyangga jejak yang ditinggalkan berada tidak jauh dari bagian yang diamati oleh

mikroskop. Gangguan lain seperti getaran pada meja saat melakukan penekanan juga

dapat menjadi faktor kesalahan.

Jika nilai yang ditunjukan benar, maka diketahui bahwa baja yang digunakan

adalah baja karbon rendah karena perbedaan nilai kekerasan antara ujung atas dan

ujung bawah tidak terlalu besar, hal ini disebabkan karena kadar karbon yang kecil

menyebabkan tidak cukup untuk membuat fasanya berubah menjadi martensit, dan

membuat batas butir yang akan menambah nilai kekerasannya.

PERHITUNGAN

VHN = 1,854 x P

d2

= 1,854 x1000 kg

69,72 m m2 = 0,38162kg/mm2

 S (mm)

 Diameter rata-rata (mm)

 VHN hasil percobaan (kg/mm2)

 VHN hasil perhitngan (kg/mm2)

3 69,7 381,6 0,3816316 71,81 359,5 0,3595349 77,24 310,8 0,31076

12 78,26 302,1 0,30271215 85,43 254 0,25403218 85,96 250,9 0,25090921 89,15 233,3 0,23327424 96,07 200,9 0,20087927 97,35 195,6 0,19563130 92,21 218 0,21804933 81,43 279,6 0,27960236 88,36 237,5 0,23746439 85,28 253,2 0,254927

Page 8: Uji Jominy

42 86,85 245,8 0,24579345 96,52 200,8 0,1990148 88,77 235,6 0,23527651 94,66 209,5 0,20690854 83,91 262,1 0,26331957 83,85 268,2 0,26369660 94,8 206,1 0,206297

0 10 20 30 40 50 60 700

50

100

150

200

250

300

350

400

450

VHN vs S

S (mm)

VHN

VII. SIMPULAN

Dari percobaan yang ada praktikan seharusnya dapat mengetahui kedalaman

pengerasan spesimen. Tetapi karena grafik yang tidak sesuai hal itu tidak dapat

dilakukan.

Kekerasan spesimen pada bagian bawah paling besar, karena terjadi proses

quenching yang memiliki fasa martensit sehingga kekerasannya tinggi,

sedangkan pada bagian yang semakin jauh dari bagian bawah memiliki

kekerasan yang semakin mengecil.

Dari hasil perhitungan kekerasan dapat diketahui bahwa baja yang digunakan

adalah baja karbon kecil karena perbedaan kekerasan antara ujung bawah dan

Page 9: Uji Jominy

ujung atas tidak terlalu besar. Hal tersebut disebabkan kadar karbon kurang

untuk membuat fasanya berubah menjadi martensit.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

[1] Callister, W.D., (2012): Materials Science and Engineering: Introduction, 8th Ed.,

John Willey & Sons, New York.

[2] Dieter, G.E., (1998): Mechanical Metallurgy, McGraw Hill Book Co., London.

IX. LAMPIRAN

Pendinginan Jominy

Page 10: Uji Jominy

Alat Uji Keras

Spesimen