Upload
najwashavira
View
73
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kasus
Ulkus KorneaDiajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUDZA/FK UnsyiahBanda Aceh
Oleh:
Safira Najwa Elzam1407101030227
Pembimbingdr.Eva Imelda, M.Ked (Oph), Sp.M
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH
2016
1
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan laporan kasus yang berjudul “Ulkus Kornea”
dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata dr. Zainoel
Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr.Eva Imelda, M.Ked (Oph),
Sp.M yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk
penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat
dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga
tugas ini dapat selesai.
Banda Aceh, April 2016
Wassalam,
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
1.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea................................................................3
1.2 Definisi Ulkus Kornea.............................................................................6
1.3 Epidemiologi...........................................................................................6
1.4 Patofisiologi ...........................................................................................6
1.5 Etiologi ...................................................................................................7
1.6 Klasifikasi .............................................................................................10
1.7 Penatalaksanaan ....................................................................................15
1.8 Pencegahan ...........................................................................................19
1.9 Prognosis ..............................................................................................19
BAB III LAPORAN KASUS .........................................................................20
I. Identitas pasien ...............................................................................20
II. Anamnesis.......................................................................................20
III. Pemeriksaan Fisik............................................................................21
IV. Pemeriksaan Penunjang...................................................................22
V. Resume ...........................................................................................22
VI. Diagnosa kerja.................................................................................23
VII. Tatalaksana......................................................................................23
VIII. Prognosis.........................................................................................23
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................24
BAB V KESIMPULAN...................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................27
4
BAB I
PENDAHULUAN
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1,3
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat
film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.2
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus
kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.4
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.
5
Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.1
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.1,3
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.5,7
Gambar 1. Anatomi Kornea
7
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
8
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.4
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.4
1.2 Definisi Ulkus Kornea
9
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma.2,5
1.3 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa
kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari
ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
1.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
10
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5
1.5 Etiologi
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.
11
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus
dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di
bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola,
vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu
12
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
1.6 Klasifikasi
13
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
14
Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis
Gambar 3.b Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang
dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak
lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
15
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala
kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
16
Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik
Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.
Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
17
Gambar 7. Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.15
Gambar 8. Mooren's Ulcer
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya
tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya
menahun.5
18
1.7 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
19
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine adalah sebagai sedatif, menghilangkan rasa
sakit. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang. Menyebabkan
paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M.
siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan
keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi
midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik, untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik, yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur, terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
20
Anti Viral, untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti
biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A,
PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.8
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
21
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.5,13
Gambar 9. Ulkus kornea perforasi
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :14,15
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 10. Keratoplasti
22
1.8 Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak
kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang
sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.14
1.9 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.15
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.16
23
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E
Umur : 32 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Petani
Alamat : Montasik
CM : 0-90-87-81
Tanggal Pemeriksaan : 22/04/2016
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : mata perih
b. Keluhan Tambahan : pandangan kabur, keluar sekret
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUDZA dengan keluhan mata perih
dan pandangan kabur sejak 1 minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata
berair dan gatal, namun mata pasien terus mengeluarkan sekret. Pasien
sebelumnya mengaku mata kanannya pernah terkena trauma, yaitu tertusuk batang
padi yang sudah dialami 3 tahun yang lalu, pasien sudah berobat ke puskesmas
dan diberikan obat obatan namun gejalanya tidak membaik. Pasien tidak pernah
menggunakan kacamata sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita hal yang sama sebelumnya, riwayat
hipertensi disangkal, riwayat diabetes mellitus disangkal. Pasien pernah
mengalami trauma di matanya 3 tahun lalu karena tertusuk batang padi.
e. Riwayat pengobatan
24
Pasien belum pernah berobat atau dioperasi sebelumnya. Riwayat
penggunaan obat steroid lama tidak ada.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama.
g. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien bekerja sebagai petani, sehari hari pasien sering mengusap-usap
mata dengan menggunakan tangan yang tidak bersih. Mata pasien juga pernah
terkena batang padi pada 3 tahun yang lalu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Jantung : 75 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperatur : 36,50C
b. Status Oftalmologis
1. Uji Hirscberg
2. Uji Pursuit (Sulit dinilai)
3. Pemeriksaan Segmen Anterior
VOD
0,5/60
VOS
5/15
25
OD Bagian Mata OS
Normal Palpebra Superior Normal
Normal Palpebra Inferior Normal
Normal Conjungtiva Tarsal Superior Normal
Normal Conjungtiva Tarsal Inferior Normal
Injeksi siliar (+),
hiperemis (+)
Conjungtiva Bulbi Normal
Defek (+) Kornea Jernih, arcus senilis (+)
Dalam COA cukup
Bulat, Isokor (+)
RCL(-), RCTL(-)
Pupil Bulat, Isokor (+),
RCL(+), RCTL(+)
Sulit dinilai Iris Kripta jelas
Sulit dinilai Lensa Jernih
Foto Klinis
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
26
1. Pemeriksaan visus snellen chart
VOD : 0,5/60 Ph: -
VOS : 5/15 Ph: -
2.Pemeriksaan dengan Slit Lamp
V. RESUME
Pasien Tn. E 37 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUDZA dengan
keluhan mata perih sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan tajam
penglihatan menurun seiring dengan keluhan mata perih tersebut. Pasien tidak
mengeluhkan mata berair dan gatal, namun mata pasien terus mengeluarkan
sekret. Pasien sebelumnya mengaku mata kanannya pernah terkena trauma, yaitu
tertusuk batang padi yang sudah dialami 3 tahun yang lalu, pasien sudah berobat
ke puskesmas dan diberikan obat obatan namun gejalanya tidak membaik. Pasien
tidak pernah menggunakan kacamata sebelumnya. Pada pemeriksaan vital sign
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 75x/menit dan suhu afebris. Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan visus VOD 0,5/60 dan VOS 5/15, pada konjungtiva bulbi
dextra didapatkan hiperemis dan injeksi siliar, kornea oculi dextra didapatkan
defek sehingga pupil dan iris serta refleks cahaya sulit dinilai.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Ulkus Kornea Oculi Dextra
VIII. TATALAKSANA
LFX ed 5x2 tetes OD
Hyaloph ed 5x1 tetes OD
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB IV
27
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan mata kanan terasa perih yang
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Pandangan kabur pada kedua mata, namun
lebih berat pada mata kanan. Pasien juga mengeluhkan matanya terus
mengeluarkan secret. Tidak ada keluhan mata berair, gatal pada mata pasien
dirasakan sesekali. Dari pemeriksaan visus snellen chart VOD 0,5/60 dengan
pinhole tidak maju dan VOS 5/15 dengan pinhole tidak maju. Pada pemeriksaan
ofthalmologi didapatkan konjungtiva bulbi dextra hiperemis, kornea oculi dextra
perforasi, camera oculi anterior dextra hipopion, lensa dan pupil sulit dinilai. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas pasien didiagnosa dengan Ulkus Kornea
Oculi Dextra.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
menggunakan penlight maupun pemeriksaan visus. Anamnesis pasien penting
pada penyakit kornea karena sering diungkapkan adanya riwayat trauma
sebelumnya, benda asing, abrasi, maupun riwayat penyakit kornea sebelumnya
seperti keratitis akibat infeksi virus yang sering kambuh. Pada kasus ini awalnya
pasien mengaku mata kanannya pernah kemasukan batang padi ketika ia sedang
bekera sebagai petani, namun awalnya pasien tidak memperdulikan hal tersebut.
Hingga beberapa hari kemudian pasien merasakan matanya merah, berair,
bengkak dan perlahan penglihatannya mulai berkabut. Hal ini diperparah oleh
kebiasaan pasien yang sering mengkucek-kucek matanya dan tidak mendapat
terapi yang tepat.6
Ketika ulkus kornea terjadi maka artinya kornea mengalami kematian
jaringan akibat sebagian permukaannya yang hilang, hal ini ditandai dengan
adanya infiltrat yang disertai kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea
seperti manifestasi klinis yang dapat dilihat dari mata kanan pasien. Karena
kornea mengalami avaskularisasi, maka reaksi pertahanan tubuh saat peradangan
tidak segera datang seperti pada jaringan lain yang banyak vaskularisasi. Maka
badan kornea, wandering cell dan sel sel lain yang terdapat didalam stroma kornea
segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darahyang terdapat di limbus dan pada pasien terlihat sebagai injeksi perikornea.
28
Lalu terjadilah infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN) yang mengakibatkan timbulnya infiltrate yang tampak
sebagai bercak warna kelabu, keruh dengan batas-batas yang tidak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah
ulkus kornea yang menutupi lensa sehingga menyebabkan teradi penurunan tajam
penglihatan pada pasien.5,13,14
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan untuk menghalangi hidupnya
bakteri dengan pemberian antibiotika. Levofloxacin merupakan antibiotik
spectrum luas golongan quinolon, efektif terhadap bakteri gram negative maupun
gram positif. Pada kasus ini jenis bakteri yang menjadi penyebab terjadinya ulkus
kornea belum diketahui karena belum dilakukan kultur dan test sensitivitas
sehingga antibiotic yang tepat diberikan adalah yang memiliki spectrum luas.
Hyaloph merupakan golongan natrium hialuronat yang bekerja dengan mengikat
fibronektin dan mempercepat proses adhesi dan ekstensi sel epitel, maka dari itu
obat dengan golongan ini perlu diberikan untuk mempercepat proses
penyembuhan sel epitel yang rusak.15
BAB V
KESIMPULAN
29
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea disebabkan
oleh adanya kolagenase yang dibentuk sel epitel baru dan sel radang.5
Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri, berair, fotofobia, blefarospasme, dan
biasanya diawali dengan riwayat trauma di mata. Ulkus kornea yang meluas
memerlukan penanganan cepat dan tepat untuk menghindari perluasan ulkus dan
timbulnya komplikasi seperti descementocele, perforasi, endoftalmitis, bahkan
kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan jaringan parut kornea
yang merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.1,4
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi penyebab dari ulkus
kornea, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada
kornea, mempercepat pertumbuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta
memperbaiki taam penglihatan. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat
keparahan dan cepat lambatnya seseorang tersebut mendapat pertolongan, enis
mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.15,16
30
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Profil Kesehatan Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
3. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Kementrian Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2007.
4. Guyton AC, Hell EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philladephia : W.B. Saunders Company ; 2006.
5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2, Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
6. Whitcher J P and Eva PR, Low Vision. In Whitcher J P and Eva PR,Vaughan& Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill,2007
7. Pearce, E. 2010. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
8. Artini W, Hutauruk J, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. Jakarta. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2011.
9. Junqueira,et.al. Histologi Dasar, Teks dan Atlas.Edisi 10. Jakarta : EGC. 2007.
10. Vaughan DG, Asbury T, Eva , Riordan P. Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: Widya Medika; 2007.
11. Artini W, Hutauruk J, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.
12. Swartz, Mark H. 2012. Buku Ajar Diagnostik fisik. Jakarta: EGC.
13. Bowling B. Kanski's Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 8th ed. China: Elsevier; 2016.
31
14. Keshav BR, Zacheria G, et all. Epidemiological Characteristics of Corneal Ulcers. Oman Medical Journal 2008, Issue 1, January 2008.
15. Dini H, Delfitri L, dkk. Graft Reection Keratoplasty in Mooren Ulcers Rejected by Unsutured Frozen Amnion Graft. Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Unair. Jurnal Oftalmologi Indonesia Volume 6, No.3, Desember 2008. ISSN : 1693-2587.
16. Hatim B, Nikisha A, et all. Spontaneous Corneal Hydrops in a Patient with Corneal Ulcer. Case Report in Ophtalmology 2016; 7 : 49-53.