85
UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMASI METODE ANALISIS ASAM VALPROAT DALAM PLASMA IN VITRO SECARA KROMATOGRAFI GAS SKRIPSI ANI SUSANTI 0606070503 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2010 Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMASI METODE ANALISIS ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-7/20181175-S33125-Ani...diff) dari metode ini -13,67% sampai 12,33% dengan presisi (KV) antara

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    OPTIMASI METODE ANALISIS ASAM VALPROAT DALAM

    PLASMA IN VITRO SECARA KROMATOGRAFI GAS

    SKRIPSI

    ANI SUSANTI

    0606070503

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI FARMASI

    DEPOK

    JULI 2010

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • ii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    OPTIMASI METODE ANALISIS ASAM VALPROAT DALAM

    PLASMA IN VITRO SECARA KROMATOGRAFI GAS

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Farmasi

    ANI SUSANTI

    0606070503

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI FARMASI

    DEPOK

    JULI 2010

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • iii

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • iv

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

    dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

    dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

    Sarjana Science Jurusan Farmasi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

    Alam Universitas Indonesia.

    Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

    masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya

    untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

    kepada:

    (1) Ibu Dr. Yahdiana Harahap, M.S, selaku Ketua Departemen dan pembimbing I

    atas segala bimbingan, saran, dan bantuan, kesabaran, serta dukungan moril

    selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    (2) Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku pembimbing II atas segala bimbingan, saran,

    bantuan serta dukungan moril selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    (3) Ibu Dr. Nelly D. Leswara, M. Sc, selaku pembimbing akademik yang telah

    memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di program S1

    Reguler Farmasi UI.

    (4) Bapak Drs. Hayun, M.Si, selaku ketua laboratorium Kimia Analisis Kuantitatif

    dan Instrumen tempat penulis melakukan kegiatan penelitian atas segala

    kepercayaan, bantuan, dan pengertian yang diberikan kepada penulis selama

    penelitian.

    (5) Seluruh dosen, laboran dan staf karyawan di Departemen Farmasi, atas segala

    ilmu, dukungan, dan saran kepada penulis selama masa pendidikan di

    Departemen Farmasi.

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • vi

    (6) PT. Mersifarma Tirmaku Mercusana yang telah memberikan bantuan bahan

    baku natrium divalproat kepada penulis.

    (7) Kedua orang tua dan adikku tercinta atas segala kasih sayang, do’a, dukungan

    dan pengorbanan yang tiada terkira kepada penulis.

    (8) Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Analisis Instrumen : Ekope, Indra,

    Yose, Hifdzi, Anisa, Jenny, Nindy, Ankie, Maul, Marvin, Sinta, Ka Anyu, dan

    Ka Nila.

    (9) Teman-teman senasib sepenanggungan : Anisa Suci Aprila, Dira Aztiani,

    Yaserita Achiro, Eka Irmawati Achmad, Wahyu Astuti, dan Arikadia Noviani

    dan teman-teman satu angkatan.

    Penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan skripsi ini masih jauh dari

    sempurna. Namun kiranya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

    yang membutuhkan.

    Penulis

    2010

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • vii

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Ani Susanti

    Program studi : Farmasi

    Judul : Optimasi Metode Analisis Asam Valproat dalam

    Plasma In Vitro Secara Kromatografi Gas

    Asam valproat dan bentuk garamnya merupakan obat antikonvulsi yang

    bekerja dengan meningkatkan kadar γ-aminobutyric acid (GABA).

    Penetapan kadar asam valproat menjadi masalah yang cukup sulit karena

    tidak terdapat gugus kromofor di dalam strukturnya. Metode analisis

    menggunakan kromatografi gas (KG) dengan detektor ionisasi nyala untuk

    penentuan asam valproat dalam plasma manusia in vitro telah

    dikembangkan dan dioptimasi. Asam valproat diekstraksi dari plasma

    dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan dietil eter. Kondisi analisis

    optimum asam valproat dalam plasma in vitro dengan kromatografi gas

    diatur pada suhu injektor dan detektor 250 oC dan pemrograman suhu yang

    digunakan adalah dengan suhu awal 70 o

    C dengan kenaikan suhu 5 o

    C per

    menit sampai suhu 100 o

    C, kemudian ditahan selama 1 menit, lalu suhu

    dinaikkan sebesar 2 o

    C per menit sampai suhu kolom menjadi 150 o

    C.

    Kondisi optimum ini membutuhkan waktu analisa 32 menit. Pada range

    konsentrasi 40,0-100,0 μg/mL dihasilkan kurva kalibrasi yang linier dengan

    koefisien korelasi (r) 0,9894. Akurasi (% diff) dari metode ini -13,67%

    sampai 12,33% dengan presisi (KV) antara 9,33% sampai 14,92%, dan uji

    perolehan kembali relatif sebesar 86,33% sampai 112,33%.

    Kata kunci : asam valproat, kromatografi gas, optimasi, plasma in vitro.

    xiii + 69 hlm ; 14 gambar; 12 tabel; 7 lampiran

    Daftar Acuan : 25 (1977-2009)

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • ix Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Ani Susanti

    Study program : Pharmacy

    Title : Analytical Method Optimation of Valproic Acid

    in Plasma In Vitro using Gas Chromatography

    Valproic acid an anticonvulsant drug that works by increasing the levels

    of γ-aminobutyric acid (GABA). Determination of valproic acid is quite

    difficult because it has no chromophore groups in its structure.

    Analytical methods using gas chromatography (GC) with flame

    ionization detector for the determination of valproic acid in human

    plasma has been developed and optimized. Valproic acid extracted from

    plasma by liquid-liquid extraction method using diethyl ether. The

    optimum analysis conditions for valproic acid in plasma achieved by

    regulated gas chromatography injector and detector at a temperature of

    250oC and temperature programming was used with an initial

    temperature of 70oC and 5

    oC temperature rise per minute until a

    temperature of 100oC, then held for 1 minute. Then the temperature is

    increased by 2°C per minute until the column temperature to 150oC.

    The optimum conditions of analysis takes 32 minutes. In the

    concentration range from 40,0 to 100,0 μg/mL yielded a linear

    calibration curve with correlation coefficient (r) of 0.9894. Accuracy

    (% diff) of this method is -13.67% to 12.33% with precision (CV)

    between 9.33% to 14.92%, and relative recovery test 86.33% to

    112.33%.

    Keywords : gas chromatography, optimation, plasma in vitro,

    valproic acid

    xiii + 69 pp ; 14 figures; 12 tables; 7 appendices

    Bibliography : 25 (1977-2009)

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • x Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii

    HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iv

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

    AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................ vii

    ABSTRAK ......................................................................................................... viii

    ABSTRACT ..........................................................................................................ix

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

    BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4

    2.1 Natrium Divalproat ............................................................................... 4

    2.2 Analisis Obat dalam Plasma ................................................................. 7

    2.3 Kromatografi Gas ........................................................................................ 8

    2.4 Validasi Metode Analisis ......................................................................... 13

    2.5 Metode Analisis Asam Valproat ............................................................. 18

    BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................................. 23

    3.1 Lokasi ......................................................................................................... 23

    3.2 Bahan .......................................................................................................... 23

    3.3 Alat .............................................................................................................. 23

    3.4 Cara Kerja .................................................................................................. 23

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 29

    4.1 Pencarian Kondisi Analisis Optimum untuk Analisis

    Asam Valproat dengan Kromatografi Gas ........................................... 29

    4.2 Validasi Metode Analisis Asam Valproat Dalam Plasma

    In Vitro ....................................................................................................... 32

    BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 36

    5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 36

    5.2 Saran ........................................................................................................... 36

    DAFTAR ACUAN........................................................................................................ 37

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • xi Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    2.1 Rumus struktur natrium divalproat ................................................................ 4

    4.1 Alat kromatografi gas Shimadzu GC-17A ................................................... 40

    4.2 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/mL dengan laju alir gas He

    1,0 mL/menit ................................................................................................ 41

    4.3 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/mL dengan laju alir gas He

    1,5 mL/menit ................................................................................................ 42

    4.4 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/mL dengan laju alir gas He

    2,0 mL/menit ................................................................................................ 43

    4.5 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/ml dengan suhu awal

    kolom 70°C ................................................................................................... 44

    4.6 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/ml dengan suhu awal

    kolom 90°C ................................................................................................... 45 4.7 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/ml dalam plasma yang

    diekstraksi dengan metanol .......................................................................... 46

    4.8 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/ml dalam plasma yang

    diekstraksi dengan kloroform ....................................................................... 47

    4.9 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/ml dalam plasma yang

    diekstraksi dengan heksan ............................................................................ 48

    4.10 Kromatogram larutan natrium divalproat 100 μg/ml dalam plasma yang

    diekstraksi dengan dietil eter ........................................................................ 49

    4.11 Kurva hubungan antara waktu vorteks dengan luas area dari larutan natrium

    divalproat konsentrasi 100μg/mL yang diekstraksi dengan dietil eter ......... 50

    4.12 Kurva hubungan antara waktu sentrifugasi dengan luas area dari larutan

    natrium divalproat konsentrasi 100μg/mL yang diekstraksi dengan dietil

    eter.. ............................................................................................................. .50

    4.13 Kurva kalibrasi natrium divalproat dalam plasma in vitro yang terdiri dari 7

    sampel plasma dengan konsentrasi 40 sampai 100 μg/mL .......................... 51

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL Tabel Halaman

    4.1 Hubungan waktu retensi, jumlah lempeng teoritis, dan faktor ikutan dari

    larutan natrium divalproat terhadap perubahan laju alir gas pembawa……..52

    4.2 Hubungan waktu retensi, jumlah lempeng teoritis, dan faktor ikutan dari

    larutan natrium divalproat terhadap perubahan suhu awal kolom ................ 53

    4.3 Hubungan luas area ekstrak plasma dari larutan natrium divalproat

    terhadap pelarut organik yang digunakan sebagai pengekstrak .................... 54

    4.4 Hubungan luas area ekstrak plasma dari larutan natrium divalproat

    terhadap perubahan waktu vorteks ................................................................ 55

    4.5 Hubungan luas area ekstrak plasma dari larutan natrium divalproat

    terhadap perubahan waktu sentrifugasi ......................................................... 56

    4.6 Data uji kesesuaian sistem ............................................................................ 57

    4.7 Data kurva kalibrasi natrium divalproat dalam plasma in vitro .................... 57

    4.8 Data Lower Limit of Quantification (LLOQ) larutan natrium divalproat

    dalam plasma in vitro .................................................................................... 58

    4.9 Data uji selektivitas larutan natrium divalproat dalam plasma in vitro ........ 59

    4.10 Data akurasi larutan natrium divalproat dalam plasma in vitro .................... 60

    4.11 Data presisi larutan natrium divalproat dalam plasma in vitro ..................... 61

    4.12 Data uji perolehan kembali larutan natrium divalproat dalam plasma in

    vitro ............................................................................................................... 62

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Cara perhitungan nilai N, HETP, dan Tf ............................................................ 63 2. Cara memperoleh regresi linier dari persamaan garis y = a + bx ....................... 64 3. Cara perhitungan koefisien variasi dari fungsi ................................................... 65 4. Cara perhitungan presisi ..................................................................................... 66

    5. Cara perhitungan akurasi .................................................................................... 67 6. Cara perhitungan uji perolehan kembali ............................................................ 68 7. Sertifikat analisis natrium divalproat ................................................................. 69

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Antiepilepsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati kejang

    epilepsi. Terdapat dua mekanisme antiepilepsi yang penting, yaitu mencegah

    timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi

    dan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat

    pengaruh dari fokus epilepsi (Gan & Utama, 1995).

    Masing-masing obat antiepilepsi memiliki efektivitas yang berbeda dalam

    mengobati tiap jenis kejang. Oleh karena itu, terapi antiepilepsi harus bersifat

    individual dan pemilihan obat yang digunakan harus berdasarkan kepada jenis

    kejang, sindrom epileptik, dan respon pasien. Secara umum, obat pilihan untuk

    mengobati kejang tonik-klonik adalah fenitoin, karbamazepin, atau asam valproat

    (Hoover, 2005). Untuk mengobati kejang lena, obat pilihan yang biasa digunakan

    adalah etosuksimid atau asam valproat. Dapat dilihat bahwa asam valproat efektif

    untuk mengobati jenis kejang umum. Sejauh ini, tidak ada bukti yang meyakinkan

    bahwa bahwa obat ini efektif pada kejang parsial (Pitlick & Porter, 2006).

    Asam valproat (asam-2-propilpentanoat) dan bentuk garamnya yaitu

    natrium valproat dan natrium divalproat, merupakan senyawa golongan asam

    karboksilat rantai sederhana yang digunakan dalam penanganan epilepsi karena

    memiliki spektrum aktivitas yang cukup luas (Gikas, Kazanis, Panderi, Parissi-

    Poulou, Rompotis, & Vavayannis, 2002). Obat ini biasa digunakan dalam

    pengobatan bipolar disorders dan epilepsi, terutama dalam penanganan kejang

    umum (Amini, Ghaeli, Kamalinia, & Rouini, 2009).

    Berdasarkan fakta bahwa obat ini digunakan secara luas dalam

    penanganan pasien dengan gangguan psikiatrik atau neurologik, penentuan kadar

    asam valproat dalam plasma merupakan hal yang penting dalam studi monitoring

    obat (Amini, Ghaeli, Kamalinia, & Rouini, 2009). Asam valproat merupakan obat

    yang wajib untuk uji bioekuivalensi (Food and Drug Administration, 2007).

    Untuk itu diperlukan suatu metode analisis obat yang terpercaya dalam matriks

    1

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 2

    Universitas Indonesia

    biologis yang sesuai. Metode analisis yang selektif dan sensitif untuk penilaian

    secara kuantitatif suatu obat dan metabolitnya penting agar berhasil menuntun uji

    preklinik dan/atau biofarmasetik dan uji farmakologi klinik. Pengukuran analit

    dalam matriks biologis harus divalidasi. Validasi metode bioanalisis mencakup

    semua prosedur yang menunjukkan bahwa metode khusus yang digunakan untuk

    pengukuran kuantitatif analit yang berasal dalam matriks biologis, seperti darah,

    plasma, serum, atau urin, dapat dipercaya dan dapat dilakukan ulang

    (reproducible) untuk penggunaan yang diinginkan (Food and Drug

    Administration, 2001). Validasi metode yang sempurna hanya dapat terjadi jika

    metode tersebut sudah dikembangkan dan dioptimasi (Gandjar & Rohman, 2007)

    Kadar asam valproat dalam plasma berkisar antara 40-90 μg/ml (Davis,

    DeVane, Ennis, Figueroa, Smith, & Winter, 2007). Apabila kadar asam valproat

    dalam plasma lebih dari 100 μg/ml, dikhawatirkan akan timbul efek samping yang

    membahayakan seperti hepatotoksik, trombositopenia, dan ensefalopati akut (

    Pitlick & Porter, 2006; Degel, Heidrich, Schmid, & Weidemann, 1984).

    Penetapan kadar asam valproat dalam plasma merupakan masalah yang

    cukup sulit karena asam valproat memiliki absorpsi UV yang rendah (Brega,

    Lucarelli, Lombaradi, Prandini, & Villa, 1992). Oleh karena itu, sangat penting

    untuk mengembangkan suatu metode analisis yang mudah dilakukan, cepat, dan

    terpercaya untuk penetapan kadar asam valproat dalam cairan biologis, termasuk

    dalam plasma (Gikas, Kazanis, Panderi, Parissi-Poulou, Rompotis, & Vavayannis,

    2002).

    Sejumlah metode, termasuk metode penetapan kadar dengan Kromatografi

    Cair Kinerja Tinggi (KCKT) detektor fluoresensi dan detektor UV-Vis telah

    digunakan untuk menentukan kadar asam valproat dalam plasma (Amini, Ghaeli,

    Kamalinia, & Rouini, 2009; Brega, Lucarelli, Lombaradi, Prandini, & Villa, 1992;

    Gikas, Kazanis, Panderi, Parissi-Poulou, Rompotis, & Vavayannis, 2002). Ketiga

    metode yang dikembangkan dengan menggunakan KCKT tersebut, memerlukan

    proses derivatisasi untuk mengubah analit menjadi senyawa yang dapat dideteksi

    oleh detektor. Hal ini memang memberikan hasil analisis yang akurat dan sensitif

    namun proses analisis yang dilakukan menjadi rumit dan memakan waktu lama.

    Sementara itu, metode yang dikembangkan dengan menggunakan kromatografi

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 3

    Universitas Indonesia

    gas lebih mengutamakan proses ekstraksi seoptimal mungkin dan penggunaan

    instrumen yang lebih modern seperti kromatografi gas-spektrometri massa

    sehingga diperoleh hasil analisis yang akurasi dan sensitifitasnya tidak kalah

    dengan KCKT (Degel, Heidrich, Schmid, & Weidemann, 1984; Deng, Duan, Ji,

    Li, Yang, & Zhang, 2006).

    Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin mengembangkan metode

    analisis asam valproat dalam plasma in vitro dengan menggunakan kromatografi

    gas detektor ionisasi nyala dan pengembangan teknik ekstraksi cair-cair sehingga

    diperoleh metode yang sederhana dan sensitif untuk analisis asam valproat.

    1.2 Tujuan Penelitian

    1. Memperoleh kondisi analisis optimum untuk analisis asam valproat dalam

    plasma in vitro secara kromatografi gas.

    2. Memperoleh metode ekstraksi optimum untuk analisis asam valproat

    dalam plasma in vitro secara kromatografi gas.

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 4 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Natrium Divalproat

    2.1.1 Monografi (Abbott Laboratories, 2009; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,

    2006; Sweetman, 2005; Budavari, 1996)

    Gambar 2.1 Rumus struktur natrium divalproat (Hoover, 2005)

    Nama dagang : Depakote ®

    Rumus molekul : C16H31NaO4

    Bobot molekul : 310,4

    Sinonim : Sodium hydrogen bis(2-propylpentanoate)

    Fungsi : Antikonvulsi, antiepilepsi

    Pemerian : Serbuk putih dengan bau spesifik

    Kelarutan : Sangat larut dalam alkohol dan metanol

    2.1.2 Sifat Farmakologi

    Natrium divalproat merupakan obat antiepilepsi yang mengalami disosiasi

    dalam saluran gastrointestinal menjadi dua molekul asam valproat. Oleh karena

    itu, senyawa ini memiliki indikasi, efek samping, dan kontraindikasi yang sama

    dengan asam valproat (Hoover, 2005).

    Asam valproat efektif terhadap kejang umum, seperti kejang tonik-klonik

    dan kejang lena, sedangkan terhadap kejang parsial efektivitasnya kurang

    memuaskan. Walaupun efektivitasnya sebagai obat untuk kejang umum telah

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 5

    Universitas Indonesia

    diakui, hal ini tidak menjadikan asam valproat sebagai obat terpilih dalam

    pengobatan epilepsi karena efek toksiknya terhadap hati (Gan & Utama, 1995).

    Mekanisme aksi dari asam valproat sampai saat ini masih belum diketahui

    secara pasti. Efek yang ditimbulkan dari pemberian obat ini diperkirakan

    berkaitan dengan meningkatnya kadar γ-aminobutyric acid (GABA), suatu

    neurotransmiter inhibitor di otak. Suatu studi mengindikasikan bahwa asam

    valproat menghambat aktivitas neuron dengan meningkatkan konduktansi kalium

    (McEvoy, 2002).

    Toksisitas asam valproat berupa gangguan saluran gastrointestinal, sistem

    saraf, hati, ruam kulit, dan alopesia. Efek terhadap sistem saraf pusat berupa rasa

    kantuk, ataksia, dan tremor. Efek terhadap sistem saraf pusat ini akan menghilang

    seiring dengan penurunan dosis. Gangguan pada hati berupa peningkatan aktivitas

    enzim-enzim hati, dan pernah terjadi pula kasus nekrosis hati yang berakibat fatal

    (Gan & Utama, 1995).

    2.1.3 Sifat Farmakokinetika

    2.1.3.1 Absorpsi

    Natrium divalproat mengalami disosiasi menjadi asam valproat dalam

    saluran gastrointestinal. Pemberian dosis oral yang ekuivalen antara natrium

    divalproat dan asam valproat memberikan jumLah ion valproat yang ekuivalen

    secara sistemik. Pemberian natrium divalproat bersama dengan makanan akan

    memperlambat laju absorpsi namun tidak mempengaruhi jumlah zat yang

    diabsorpsi.

    Konsentrasi plasma puncak setelah pemberian oral dosis tunggal dari

    natrium divalproat tercapai setelah 3-5 jam, dan pemberian natrium divalproat

    tablet extended-release dosis ganda akan mencapai konsentrasi plasma puncak

    setelah 7-14 jam (McEvoy, 2002).

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 6

    Universitas Indonesia

    2.1.3.2 Distribusi

    Asam valproat terdeteksi dalam cairan serebrospinal (sekitar 10% dari

    kosentrasi serum) dan air liur (sekitar 1% dari konsentrasi plasma). Asam valproat

    dapat melewati plasenta.

    Ikatan protein plasma dari asam valproat merupakan tipe tergantung

    dosis. Fraksi bebas dari obat meningkat dari 10% pada konsentrasi 40 μg/mL

    sampai 18,5 % pada konsentrasi 130 μg/mL. Ikatan protein dari asam valproat

    akan menurun pada pasien geriatrik, pasien dengan gangguan hati atau ginjal, dan

    adanya obat lain yang dapat menggeser ikatan obat-protein (McEvoy, 2002).

    2.1.3.3 Metabolisme

    Valproat mengalami metabolisme di hati. Pada pasien dewasa yang

    melakukan monoterapi, 30-50% dari dosis yang diberikan akan diekskresi di urin

    dalam bentuk konjugat glukuronida. Kurang dari 3% dari dosis yang diberikan

    akan diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah di urin.

    Hubungan antara dosis dan konsentrasi total valproat dalam plasma

    bersifat nonlinier. Konsentrasi obat dalam plasma tidak meningkat sebanding

    dengan dosis, karena adanya ikatan dengan protein yang bersifat dapat jenuh

    (Abbott Laboratories, 2009).

    2.1.3.4 Eliminasi

    Klirens plasma dan volume distribusi dari total valproat berturut-turut

    sebesar 0,56 L/jam/1,73 m2 dan 11 L/1,73 m

    2. Waktu paruh dari valproat berkisar

    antara 9 sampai 16 jam apabila rejimen dosis yang diberikan ada pada rentang

    250-1000 mg.

    Nilai-nilai perkiraan yang disebutkan di atas berlaku pada pasien yang

    tidak mengonsumsi obat yang memengaruhi sistem metabolisme enzim hepatik.

    Contoh, pasien yang mengonsumsi obat antiepilepsi yang bersifat induksi

    (karbamazepin, fenitoin, dan fenobarbital) akan menyebabkan valproat

    tereliminasi lebih cepat. Karena terjadi perubahan pada klirens valproat,

    monitoring terhadap konsentrasi obat dalam darah harus dilakukan secara lebih

    intensif (Abbott Laboratories, 2009).

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 7

    Universitas Indonesia

    2.2 Analisis Obat dalam Plasma

    Konsentrasi obat dalam plasma umumnya rendah pada dosis terapi, oleh

    karena itu diperlukan persiapan sampel khusus untuk analisis obat dalam plasma.

    Dalam plasma, obat terikat pada permukaan protein sehingga obat harus

    dibebaskan terlebih dahulu. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencapai

    tujuan di atas di antaranya dengan pengendapan protein, ekstraksi cair-cair, dan

    ekstraksi fase padat (Evans, 2004).

    2.2.1 Pengendapan Protein

    Pada pengendapan protein, biasanya digunakan asam atau pelarut organik

    yang dapat bercampur dengan air untuk memisahkan protein dari plasma. Asam

    trikloroasetat dan asam perklorat sangat efisien sebagai pengendap protein, tetapi

    asam yang terlalu kuat dapat menimbulkan efek kerusakan terhadap obat yang

    diekstraksi. Pelarut organik seperti metanol, asetonitril, aseton dan etanol,

    meskipun memiliki efisiensi yang relatif rendah dalam memisahkan protein, tetapi

    pelarut ini telah digunakan secara luas dalam bioanalisis karena kompatibilitasnya

    dengan fase gerak kromatografi cair kinerja tinggi.

    Setelah dicampur (biasanya menggunakan bantuan vorteks), sampel

    disentrifugasi untuk menghasilkan supernatan yang jernih, berisi komponen yang

    diinginkan. Larutan yang telah bebas protein mungkin perlu diekstraksi lebih

    lanjut dengan teknik ekstraksi cair-cair dengan pelarut organik yang tidak

    bercampur, atau dapat langsung disuntikkan pada sistem analisis yang akan

    digunakan, bila diyakini obat sepenuhnya larut dalam supernatan (Evans, 2004).

    2.2.2 Ekstraksi Cair-cair

    Ekstraksi cair-cair adalah proses pemindahan suatu komponen dari satu fase

    cair ke fase cair lainnya yang tidak saling bercampur sesamanya. Prosesnya

    disebut partisi atau distribusi.

    Umumnya, salah satu fasenya berupa air atau larutan air. Cara paling umum

    yang sering digunakan untuk pemisahan parsial adalah metode ekstraksi dengan

    pelarut organik. Agar obat dapat terekstraksi dalam pelarut organik, maka obat itu

    harus dalam bentuk tidak terionisasi. Oleh karena itu, pH fase air harus dioptimasi

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 8

    Universitas Indonesia

    agar diperoleh bentuk tidak terionisasi dengan sempurna. Optimasi dapat

    dilakukan dengan menghitung atau menentukan pKa obat.

    Setelah dipisahkan dari fase air, fase organik harus benar-benar bebas air.

    Untuk mempercepat penguapan, dapat ditambahkan beberapa tetes etanol, dan air

    dapat dihilangkan dari fase organik dengan penambahan sedikit natrium sulfat

    anhidrat pada saat penyaringan. Penguapan dapat dilakukan dengan alat

    evaporator vakum atau diuapkan pada temperatur kamar (Chamberlain, 1985).

    2.2.3 Ekstraksi Fase Padat

    Pada ekstraksi fase padat, analit ditahan oleh fase padat saat sampel

    dilewatkan, kemudian dilanjutkan dengan elusi analit oleh pelarut yang sesuai.

    Pada teknik ini digunakan kolom berukuran kecil dengan adsorben yang mirip

    dengan yang digunakan pada saat analisis. Metode ekstraksi fase padat ini

    berdasarkan prinsip dari kromatografi, yaitu adsorpsi obat dari larutan ke dalam

    adsorben atau fase diam.

    Pemilihan cara isolasi obat dalam plasma harus dilakukan karena akan

    memberikan nilai perolehan kembali (recovery) yang maksimum dari obat yang

    dianalisis. Selain itu juga untuk memperbaiki ketelitian, maka penggunaan baku

    dalam dapat ditambahkan pada sampel (Evans, 2004).

    2.3 Kromatografi Gas

    2.3.1 Teori

    Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri

    dengan meneruskan arus gas melalui fase diam. Bila fase diam berupa zat padat,

    maka cara itu disebut sebagai kromatografi gas padat (KGP).Bila fase diam

    berupa zat cair, cara tadi disebut kromatografi gas cair (KGC). Banyaknya macam

    fase cair yang dapat digunakan sampai suhu 400oC mengakibatkan KGC

    merupakan bentuk kromatografi gas yang paling serba guna dan selektif. KGC

    digunakan untuk menganalisis gas, zat cair, dan zat padat.

    Pada KGC, komponen yang akan dipisahkan dibawa oleh gas lembam (gas

    pembawa) melalui kolom. Campuran cuplikan terbagi diantara gas pembawa dan

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 9

    Universitas Indonesia

    pelarut (fase diam) yang terdapat pada zat padat dengan ukuran partikel tertentu

    (penyangga padat). Pelarut akan menahan komponen secara selektif berdasarkan

    koefisien distribusinya sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas

    pembawa. Pita komponen ini meninggalkan kolom bersama aliran gas pembawa

    dan dicatat sebagai fungsi waktu oleh detektor.

    Keuntungan dari kromatografi gas yaitu :

    a. Kecepatan

    Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Penggunaan gas

    sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu tercapainya kesetimbangan

    antara fase gerak dan fase diam, dan dapat digunakan kecepatan gas pembawa

    yang tinggi.

    b. Daya pisah

    Misalnya puncak C18, C18:1, dan C18:2 yang menyatakan ester metil asam

    stearat, oleat, dan linoleat. Pemisahan ketiga senyawa ini dengan cara lain sangat

    sukar atau tidak mungkin, perbedaan titik didihnya kecil sekali, hanya dalam

    derajat ketidakjenuhan. Tetapi dengan menggunakan fase cair yang selektif, KGC

    dapat memisahkan ketiganya, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan dengan

    cara penyulingan atau cara lain.

    c. Analisis kualitatif

    Waktu retensi adalah waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak.

    Sifat ini merupakan ciri khas cuplikan dan fase cair pada suhu tertentu. Waktu

    retensi ini tidak terpengaruh oleh adanya komponen lain dan dapat digunakan

    untuk mengidentifikasi puncak yang terbentuk.

    d. Analisis kuantitatif

    Luas tiap puncak yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi

    puncak tersebut. Ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi yang tepat

    dari setiap komponen.

    e. Kepekaan

    Alasan utama mengapa penggunaan kromatografi gas pada analisis begitu

    meluas adalah karena kepekaannya. Bentuk sel penghantar panas yang paling

    sederhana dapat mendeteksi sampai 0,01% (100 bpj = bagian per juta). Detektor

    pengionan nyala dapat mendeteksi dengan mudah bagian per juta. Detektor

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 10

    Universitas Indonesia

    tangkap elektron dan detektor fosfor dapat mengukur pada skala pikogram (10-12

    gram). Keuntungan tambahan dari kepekaan yang tinggi ini adalah cuplikan yang

    diperlukan sedikit sekali. Beberapa mikroliter saja sudah cukup untuk analisis

    lengkap.

    f. Kesederhanaan

    Penafsiran data yang diperoleh biasanya cepat dan langsung, serta mudah.

    Bila dibandingkan dengan data yang diperoleh, harga instrumentasi ini termasuk

    murah (McNair & Bonelli, 1988)

    2.3.2 Instrumentasi

    Bagian-bagian utama dari sebuah kromatografi gas yaitu silinder dengan gas

    pembawa (carrier gas), pengukur tekanan dan pengontrol flow rate, tempat

    injeksi sampel (injection port), kolom, detektor dan amplifier, rekorder/perekam,

    dan oven dengan termostat untuk tempat injeksi (gerbang suntik), kolom, dan

    detektor (Harmita, 2006).

    2.3.3 Sistem Kromatografi

    2.3.3.1 Gas Pembawa

    Tangki gas bertekanan tinggi berlaku sebagai sumber gas pembawa. Suatu

    pengatur tekanan digunakan untuk menjamin tekanan yang seragam pada

    pemasok kolom sehingga diperoleh laju aliran gas yang tetap. Gas yang biasa

    dipakai adalah hidrogen, helium, dan nitrogen. Gas pembawa harus memiliki sifat:

    inert, untuk mencegah interaksi dengan cuplikan atau pelarut (fase diam), dapat

    meminimumkan difusi gas, mudah didapat dan murni, murah serta cocok untuk

    detektor yang digunakan (McNair & Bonelli, 1988).

    2.3.3.2 Pemasukan Cuplikan

    Cuplikan zat cair biasanya dimasukkan dengan semprit. Untuk cuplikan

    berbetnuk zat padat, cara yang biasa digunakan adalah dengan melarutkannya

    dalam suatu pelarut yang tidak mengganggu cuplikan yang dianalisis. Suatu cara

    baku untuk memasukkan gas dan zat cair adalah dengan memasukkan jarum

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 11

    Universitas Indonesia

    suntik melalui septum yang dapat menutup kembali sendiri dan menyuntikkan

    sejumlah volume terukur dari semprit (McNair & Bonelli, 1988).

    2.3.3.3 Kolom

    Pipa kolom dapat terbuat dari tembaga, baja nirkarat, aluminium, dan kaca

    yang berbentuk lurus, lengkung, atau melingkar. Pada umumnya digunakan baja

    nirkarat, yang dikemas dalam bentuk lurus agar kemasan seragam, kemudian

    dilingkarkan agar dapat dipasang dalam ruang kolom yang terbatas. Kolom lurus

    lebih efisien, tetapi dapat menjadi tidak praktis, terutama bila alat bekerja pada

    suhu tinggi (McNair & Bonelli, 1988).

    Kolom pada kromatografi gas dikelompokkan menjadi dua kelompok

    utama, yaitu kolom yang terkemas (packed column) dan kolom kapiler (capillary

    column). Kolom yang terkemas (packed column) mempunyai panjang antara 1-10

    meter dengan diameter dalam antara 3-10 mm atau sampai lebih dari 10 cm bagi

    kolom preparative. Kolom kapiler (capillary column) panjangnya dapat mencapai

    10-50 meter dengan diameter dalam sangat kecil, yaitu 0,2-1,2 mm (Harmita,

    2006).

    Berdasarkan mekanisme pembuatannya, kolom kapiler dibagi menjadi tiga

    jenis, yaitu :

    a. Kolom WCOT (Wall Coated Open Tubular) adalah jenis kolom kapiler yang

    fase diamnya terikat pada permukaan bagian dalam kolom kapiler.

    b. Kolom SCOT (Support Coated Open Tubular Column) adalah jenis kolom

    kapiler yang cairan fase diamnya masih ditambah partikel pendukung padat

    seperti tanah diatom atau partikel silika yang telah disilinisasi.

    c. Kolom FSOT (Fused Silica Open Tubuler) adalah jenis kolom kapiler yang fase

    diamnya terikat secara kimia dengan permukaan bagian dalam kolom kapiler

    sedangkan bagian luar dilapisi resin poliimida (Harmita, 2006).

    2.3.3.4 Fase Diam

    Pemilihan fase diam yang tepat mungkin merupakan parameter terpenting

    pada KGC. Secara ideal fase diam tersebut harus mempunyai ciri sebagai berikut :

    a. Cuplikan harus menunjukkan koefisien distribusi yang berbeda pada fase diam,

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 12

    Universitas Indonesia

    b. Cuplikan harus mempunyai kelarutan yang berarti dalam fase diam,

    c. Fase diam harus mempunyai tekanan uap yang dapat diabaikan pada suhu kerja

    (McNair & Bonelli, 1988).

    2.3.3.5 Suhu

    Dalam sistem kromatografi diperlukan sekali untuk memiliki tiga

    pengendali suhu yang berlainan.

    a. Suhu gerbang suntik

    Gerbang suntik harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian

    cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan yang disebabkan oleh cara

    penyuntikan. Sebaliknya, suhu gerbang suntik harus cukup rendah untuk

    mencegah peruraian akibat panas.

    b. Suhu kolom

    Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam

    waktu yang layak, dan harus cukup rendah sehingga pemisahan yang dikehendaki

    tercapai. Menurut pendekatan sederhana yang dilakukan oleh Giddings, waktu

    retensi naik dua kali lipat tiap penurunan suhu kolom 30oC.

    Untuk kebanyakan cuplikan, semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi

    koefisien partisi dalam fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada

    beberapa kasus tidak dapat digunakan suhu rendah, terutama bila cuplikan terdiri

    atas senyawa yang rentangan titik didihnya lebar. Untuk itu suhu perlu diprogram.

    c. Suhu detektor

    Pengaruh suhu pada detektor sangat bergantung pada jenis detektor yang

    digunakan. Tetapi, sebagai patokan umum dapat dikatakan bahwa detektor dan

    sambungan antara kolom dan detektor harus cukup panas sehingga cuplikan

    dan/atau fase diam tidak mengembun. Pelebaran puncak dan menghilangnya

    puncak komponen merupakan ciri khas terjadinya pengembunan (McNair &

    Bonelli, 1988).

    2.3.3.5 Detektor

    Dalam kromatografi gas dikenal beberapa macam detektor yang lazim

    digunakan dan setiap detektor mempunyai karakteristik dalam selektivitas,

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 13

    Universitas Indonesia

    linearitas, sensitivitas atau kemampuan mendeteksi pada jumlah terkecil (limit

    detection).

    a. Detektor daya hantar panas (Thermal Conductivity Detector/TCD)

    Bersifat non dekstruktif, tidak selektif (bersifat umum), batas linearitas

    104 dan jumlah terkecil yang masih dapat terdeteksi sampai 10

    -5 g/mL.

    b. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector/FID)

    Bersifat dekstruktif, dapat mendeteksi semua senyawa organik, batas

    linearitas 107 dan batas terkecil pendeteksian 2 x 10

    -11 g/mL.

    c. Detektor fotometrik nyala (Flame Photometric Detector/FPD)

    Bersifat dekstruktif, selektif terhadap senyawa sulfur dan fosfor organik,

    batas linearitas 103 dan batas terkecil pendeteksian 2 x 10

    -12 g/mL.

    d. Detektor termionik nyala (Flame Thermal Detector/FTD)

    Bersifat dekstruktif, selektif terhadap senyawa nitrogen dan fosfor

    organik, batas linearitas 103 dan batas terkecil pendeteksian 2 x 10

    -10 g/mL.

    e. Detektor penangkap elektron (Electrolytic Conductivity Detector/ECD)

    Bersifat dekstruktif, selektif terhadap senyawa dengan sifat elektronegatif

    seperti halogen organik, batas linearitas 5 x 102 dan batas terkecil pendeteksian

    2 x 10-13

    g/mL (Harmita, 2006).

    2.3.3.8. Rekorder/Perekam

    Pada kebanyakan peralatan kromatografi yang telah menggunakan teknologi

    maju, peran pengolahan data dilakukan oleh suatu alat pengolah data atau

    komputer. Informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam analisis kualitatif

    biasanya dilakukan dengan membandingkan waktu retensi contoh zat baku pada

    kondisi analisis yang sama. Sedangkan untuk analisis kuantitatif biasanya

    dilakukan dengan perhitungan relatif dari tinggi atau luas puncak kromatogram

    contoh terhadap zat baku melalui metode baku luar atau baku dalam (Harmita,

    2006).

    2.4 Validasi Metode Analisis

    Pada validasi metode bioanalisis terdapat tiga tipe dan tingkatan validasi

    yaitu sebagai berikut :

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 14

    Universitas Indonesia

    a. Validasi lengkap (full validation)

    Validasi lengkap ini sangat penting apabila ingin mengembangkan metode

    dan mengimplementasikan metode bioanalisis untuk pertama kalinya. Validasi ini

    penting untuk obat baru dan untuk penentuan metabolitnya.

    b. Validasi parsial (partial validation)

    Validasi parsial merupakan modifikasi dari metode bioanalisis yang sudah

    divalidasi. Beberapa tipe metode analisis yang termasuk dalam validasi parsial

    antara lain :

    1. Metode bioanalisis yang ditransfer antar laboratorium atau analisis.

    2. Ada perubahan pada metode analisanya (misalnya ada perubahan pada sistem

    deteksi).

    3. Perubahan antikoagulan.

    4. Perubahan matriks pada spesies yang sama (misalnya plasma manusia diganti

    urin).

    5. Perubahan prosedur proses sampling.

    6. Perubahan spesies pada matriks yang sama (misalnya plasma mencit diganti

    plasma tikus).

    7. Perubahan kisaran konsentrasi.

    8. Perubahan instrument atau platform software.

    9. Volume sampel terbatas.

    10.Matriksnya jarang.

    c. Validasi silang (cross validation)

    Validasi ini dilakukan dengan membandingkan parameter-parameter

    validasi apabila digunakan dua atau lebih metode bioanalisis untuk mendapatkan

    data pada studi yang sama atau pada studi yang berbeda. Pada validasi ini

    digunakan metode validasi yang original sebagai pembanding dan metode

    bioanalisis lainnya sebagai komparator.

    Analisis obat dalam matriks biologi memerlukan standar acuan (reference

    standard) dan sampel yang digunakan sebagai quality control (QC). Standar

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 15

    Universitas Indonesia

    acuan yang digunakan sebaiknya identik dengan analit, apabila tidak bisa

    digunakan basa bebas atau asamnya, maka dapat digunakan garam atau ester

    dengan kemurnian yang diketahui. Standar acuan dapat berupa baku dalam dan

    baku luar. Ada tiga macam standar acuan, antara lain :

    a. Standar acuan yang mempunyai sertifikat (misalnya USP standar).

    b. Standar acuan yang dijual secara komersil dari sumber yang mempunyai

    reputasi.

    c. Standar acuan yang disintesis oleh laboratorium analit, atau institusi non

    komersial lainnya (Food And Drug Administration).

    Parameter yang dibutuhkan untuk keseluruhan proses validasi metode

    bioanalisis meliputi evaluasi dari selektivitas, akurasi, presisi, uji perolehan

    kembali (% recovery), kurva kalibrasi, lower limit of quantification (LLOQ),

    linearitas, dan stabilitas (Food and Drug Administration, 2001).

    2.4.1 Selektivitas

    Selektivitas merupakan kemampuan metode analisis untuk mengukur kadar

    analit dengan adanya komponen-komponen lain dalam sampel (cairan biologis).

    Pada uji selektivitas ini dilakukan pengukuran pada 6 blanko plasma manusia

    yang berbeda. Setiap sampel blanko sebaiknya diuji terhadap adanya gangguan

    dan selektivitas pada lower limit of quantification (LLOQ) (Food and Drug

    Administration, 2001).

    2.4.2 Akurasi

    Akurasi menggambarkan kedekatan hasil pengujian dengan kadar

    sebenarnya. Akurasi dilakukan minimal 5 replikat untuk tiap kadar yaitu pada

    konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Pengukurannya dapat dilakukan intra

    assay (dalam satu kali analisis) dan inter assay (dilakukan analisis selama 5 hari).

    Pengukuran akurasi memenuhi syarat jika nilai % diff tidak menyimpang ±15%,

    kecuali jika pengukuran dilakukan pada kadar LLOQ maka tidak boleh

    menyimpang ±20% (Food and Drug Administration, 2001).

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 16

    Universitas Indonesia

    2.4.3 Presisi

    Presisi menggambarkan kedekatan antara hasil pengujian yang satu dengan

    hasil pengujian lainnya. Pada pengukuran presisi dilakukan minimal 5 replikat

    untuk tiap kadar yaitu pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi.

    Pengukurannya dapat dilakukan intra assay (dalam satu kali analisis) dan inter

    assay (dilakukan analisis selama 5 hari). Penentuan presisi pada tiap konsentrasi

    memenuhi syarat jika koefisien variasi (KV) tidak menyimpang ±15%, kecuali

    jika pengukuran dilakukan pada kadar LLOQ maka tidak boleh menyimpang

    ±20% (Food and Drug Administration, 2001).

    2.4.4 Uji Perolehan Kembali (% recovery)

    Uji perolehan kembali (% recovery) merupakan perbandingan respon

    detektor analit yang diekstraksi dari sampel biologis dengan respon detektor kadar

    yang sebenarnya dari standar murni. Perolehan kembali dari analit tidak perlu

    100% tetapi perolehan kembali dari analit dan baku dalam harus konsisten,

    presisi, dan reprodusibel. Uji perolehan kembali dilakukan dengan

    membandingkan hasil analisis dari sampel yang diekstraksi pada tiga konsentrasi

    (konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi) dan standar yang tidak diekstraksi di

    mana uji perolehan kembalinya 100%. Penentuan uji perolehan kembali (%

    recovery) pada tiap konsentrasi memenuhi syarat jika % recovery berkisar antara

    80-120% (Food and Drug Administration, 2001).

    2.4.5 Kurva Kalibrasi

    Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara respon instrumen dengan

    konsentrasi analit yang diketahui. Kurva kalibrasi harus terdiri dari 1 blank

    sample (matriks tanpa baku dalam), 1 zero sample (matriks dengan baku dalam )

    dan 6-8 non-zero samples yang mencakup kisaran konsentrasi pengukuran

    (termasuk konsentrasi pada LLOQ). Standar terendah dari kurva kalibrasi yang

    dapat diterima sebagai LLOQ jika memenuhi kondisi sebagai berikut :

    a. Respon analit pada LLOQ sedikitnya lima kali respon blanko.

    b. Respon analit (puncak analit) dapat diidentifikasi, terpisah, dan reproduksibel

    dengan koefisien variasi 20% dan akurasi 80-120% (Food and Drug

    Administration, 2001).

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 17

    Universitas Indonesia

    2.4.6 Linearitas dan Rentang

    Linearitas suatu metode bioanalisis harus diuji untuk mengetahui adanya

    hubungan yang linear antara kadar zat dengan respon detektor. Linearitas

    diperoleh dari koefisien korelasi (r) pada analisis regresi linier yang didapat dari

    kurva kalibrasi. Dengan dilakukan uji ini, maka dapat diketahui batas-batas

    konsentrasi dari analit yang memberikan respon detektor yang linear. Analisis

    harus dilakukan pada konsentrasi yang termasuk batas-batas linier dari konsentrasi

    yang telah dilakukan. Rentang metode adalah pernyataan konsentrasi terendah dan

    tertinggi analit yang dianalisis memberikan kecermatan, keseksamaan, dan

    linearitas yang dapat diterima (Food and Drug Administration, 2001).

    2.4.7 Stabilitas

    Berbagai kondisi seperti panas, cahaya, kelembaban, dan pH yang

    berbeda, kandungan kimia dari obat, matriks serta wadah penyimpanan dapat

    mempengaruhi kestabilan obat, sehingga obat yang ada dalam matriks biologis

    dapat terurai sewaktu penyimpanan dan tidak dapat terdeteksi sewaktu sampel

    dianalisis. Untuk menentukan stabilitas obat dalam matriks biologis maka

    digunakan beberapa sampel yang dipersiapkan dari larutan induk analit yang

    dibuat segar dan analit dalam matriks biologi. Penentuan stabilitas obat dalam

    matriks biologi dapat dilakukan dengan lima cara antara lain :

    a. Stabilitas freeze dan thaw

    Stabilitas sebaiknya ditentukan setelah tiga siklus pembekuan/pencairan.

    Pengujian dilakukan paling sedikit pada tiga konsentrasi sampel uji (konsentrasi

    rendah, sedang, tinggi) dalam plasma, kemudian disimpan pada temperatur yang

    diharapkan selama 24 jam dan pada temperatur kamar. Jika analit tidak stabil

    selama penyimpanan pada temperatur yang diharapkan, maka sampel sebaiknya

    disimpan pada temperatur -70o

    C selama tiga siklus freeze dan thaw (Food and

    Drug Administration, 2001).

    b. Stabilitas temperatur jangka pendek

    Pengujian dilakukan dengan menggunakan tiga konsentrasi sampel uji

    (konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi) dalam plasma, kemudian disimpan pada

    temperatur kamar selama 4 sampai 24 jam (Food and Drug Administration, 2001).

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 18

    Universitas Indonesia

    c. Stabilitas jangka panjang

    Pada stabilitas jangka panjang, pengujian dilakukan dengan menggunakan

    tiga konsentrasi sampel uji (konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi) dalam plasma.

    Pengujian dilakukan pada waktu mulai sampel dikumpulkan sampai tanggal

    terakhir sampel dianalisis, misalnya selama 0, 20, 60, dan 90 hari. Selama periode

    uji stabilitas, larutan uji disimpan pada lemari pendingin (-20oC). Konsentrasi

    analit diukur setelah rentang waktu penyimpanan tersebut (Food and Drug

    Administration, 2001).

    d. Stabilitas larutan stok

    Uji stabilitas larutan stok dilakukan dengan pengujian menggunakan larutan

    stok obat dan baku selama 6 jam pertama pada temperatur kamar dan untuk hari

    ke 20 pada penyimpanan di lemari pendingin (Food and Drug Administration,

    2001).

    e. Stabilitas post-preparative

    Stabilitas post-preparative yaitu stabilitas selama analit berada pada

    autosampler (Food and Drug Administration, 2001).

    2.5 Metode Analisis Asam Valproat

    Terdapat beberapa studi yang berkaitan dengan metode analisis asam

    valproat dalam serum atau plasma yang sudah dipublikasikan, diantaranya yaitu :

    a. Penetapan Kadar Asam Valproat dalam Plasma Manusia dengan

    Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Detektor Fluoresensi (Rompotis,

    Parissi-Poulou, Gikas, Kazanis, Vavayannis, & Panderi, 2002).

    Preparasi sampel :

    Dimasukkan 25 μL plasma manusia, 100 μL larutan asam valproat dengan

    konsentrasi tertentu, dan 100 μL larutan asam sikloheksankarboksilat (baku

    dalam), ditambahkan 275 μL asetonitril untuk mengendapkan protein.

    Dikocok dengan vorteks selama 30 detik kemudian disentrifugasi pada 2890

    g selama 5 menit. Diambil 50 μl supernatant kemudian direaksikan dengan

    50 μL N-(4-Bromometil-7-hidroksi-2-okso-2H-6-kromenil)bromoasetamida

    (senyawa penderivat), ditambahkan aseton sampai volume tepat 1 mL.

    Diambil 100 μL larutan hasil derivatisasi, diencerkan dengan 100 μL fase

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 19

    Universitas Indonesia

    gerak. Disuntikkan 20 μL hasil pengenceran ke sistem kromatografi cair

    kinerja tinggi (KCKT).

    Kondisi Analisis :

    Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan kolom

    LiChrospher RP 18 (125 x 4,6 mm) ukuran partikel 5 μm (Merck, Germany)

    dengan kolom pelindung BDS C-18 (10 x 4,6 mm) ukuran partikel 5 μm

    pada kondisi isokratik. Fase gerak asetonitril-air (60:40) dengan laju alir 1,0

    mL/menit. Detektor yang digunakan adalah detector fluoresensi dengan

    λeksitasi = 345 nm dan λemisi = 435 nm.

    Hasil :

    Limit deteksi asam valproat dalam plasma sebesar 0,13 μg/mL. Nilai

    perolehan kembali rata-rata sebesar 100,4 % dan akurasi metode sebesar -

    0,5%-1,3% pada rentang konsentrasi 6,0-150,0 μg/mL.

    b. N-(1-naftil)etilendiamin, Senyawa Penderivat UV untuk Penetapan Kadar

    Asam Valproat dalam Plasma Manusia (Kamalinia, Rouini, Ghaeli, &

    Amini, 2009).

    Preparasi Sampel :

    Dimasukkan 1 mL plasma yang sudah di-spike asam valproat konsentrasi

    tertentu, 1 mL asam sikloheksanpropionat (baku dalam), 1 mL NaCl jenuh,

    dan 1 mL asam fosfat ke dalam tube uji, dicampur selama 1 menit.

    Ditambahkan 6 mL diklormetan, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm,

    kemudian diambil lapisan organiknya. Ditambahkan Na2SO4 ke dalam

    lapisan organik, kemudian dialiri dengan gas N2. Diambil residu yang

    terbentuk, kemudian ditambahkan 200 μL asetonitril, 200 μL N-(1-

    naftil)etilendiamin, 100 μL N-hidroksisuksinimid, dan 100 μL

    disikloheksilkarbodiimida. Campuran kemudian dipanaskan pada suhu

    85oC selama 1 jam. Setelah didinginkan, diambil 25 μL campuran, lalu

    suntikkan ke sistem KCKT.

    Kondisi Analisis :

    Sistem KCKT yang terdiri dari injektor Rheodyne 20 μl dan detektor UV

    486. Kolom yang digunakan adalah kolom Tecknokroma C18 (250 x 4,6

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 20

    Universitas Indonesia

    mm) ukuran partikel 5 μm. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril-air

    (75:25) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit.

    Hasil :

    Kurva kalibrasi linier pada rentang 0,1-100 μg/mL. Batas deteksi sebesar 10

    ng/mL dan batas kuantisasi sebesar 0,1 μg/mL.

    c. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi untuk Analisis Asam Valproat

    dan Obat Antiepilepsi Lain dalam Serum atau Plasma Manusia (Lucarelli,

    Villa, Lombaradi, Prandini, & Brega, 1992)

    Preparasi Sampel :

    Dimasukkan 200 μL serum atau plasma yang mengandung asam valproat ke

    dalam microtube, ditambahkan 200 μL asam nonanoat (baku dalam), 100

    μL larutan penderivat (campuran 4-bromofenasil bromida dan

    disikloheksan-18-crown-6, masing-masing dengan konsentrasi 20 μg/mL

    dan 0,5 μg/mL), dan 25 μL dapar fosfat pH 7,0. Campuran dikocok dengan

    vorteks, kemudian disentrifus 1000 g selama 10 menit. Diambil 200 μL

    supernatan kemudian dipanaskan pada suhu 70 oC selama 15 menit. Setelah

    didinginkan, diambil 40 μL aliquot untuk dianalisis menggunakan

    kromatografi cair kinerja tinggi.

    Kondisi Analisis :

    Sistem KCKT Perkin Elmer 410 Series yang dilengkapi detektor LC 90 UV.

    Kolom yang digunakan adalah kolom Pecosphere C18 (300 x 4,6 mm)

    ukuran partikel 3 μm. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril-dapar

    fosfat (70:30) dengan kecepatan alir 2,0 mL/menit.

    Hasil :

    Kurva kalibrasi linier pada rentang 12,5-100 μg/mL. Batas deteksi sebesar 3

    ng/mL.

    d. Metode Kromatografi Gas Cair Untuk Penetapan Kadar Asam Valproat

    dalam Cairan Biologis (Jensen & Gugler, 1977)

    Preparasi Sampel :

    Masukkan 1 mL plasma dan 1 mL larutan baku dalam (40 μg/mL) ke dalam

    tabung sentrifugasi. Larutan kemudian diasamkan dengan 1 mL HCl 0,5 N.

    Campuran ini kemudian diekstraksi dengan pelarut organik (heksan –

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 21

    Universitas Indonesia

    kloroform, 1:1), lalu dikocok dengan vorteks selama 4 menit. Diambil 3,5

    mL lapisan organik, dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi lain.

    Ditambahkan 2 mL larutan NaOH 0,5 N, lalu dikocok dengan vorteks dan

    sentrifus, kemudian diambil 1,5 mL lapisan air. Masukkan lapisan air ke

    dalam tabung sentrifus lain, lalu tambahkan 1 mL larutan HCl 3N dan 50 μl

    kloroform. Tabung sentrifugasi lalu dikocok dengan vorteks selama 30 detik

    dan disentrifus selama 2 menit. Ambil 1 μl lapisan organik kemudian

    disuntikkan ke instrumen kromatografi gas.

    Kondisi Analisis :

    Kromatografi gas dual kolom Hewlett-Packard Model 5736 A dengan

    detektor ionisasi nyala. Suhu injektor dan detektor diatur pada suhu 250 oC,

    sementara suhu kolom diatur pada suhu 170 oC, laju alir gas pembawa

    (nitrogen) diatur sebesar 30 mL/menit.

    Hasil :

    Kurva kalibrasi linier pada rentang 0,5-150 μg/mL dalam plasma.

    e. Metode Kromatografi Gas yang Mudah dan Cepat untuk Kuantitasi Asam

    Valproat Bebas dan Kadar Asam Valproat Total dalam Serum Manusia

    (Bigdeli, Falahat-Pisheh, & Neyestani, 2006)

    Preparasi Sampel :

    Masukkan 200 μL plasma dan 200 μL HCl 0,1 N, lalu dikocok dengan

    vorteks, kemudian ditambahkan 400 μL campuran kloroform:metanol (1:1)

    yanag sudah mengandung larutan baku dalam dengan konsentrasi 186

    μg/mL. Larutan dihomogenkan kemudian disentrifus dengan kecepatan

    3000 g selama 10 menit pada suhu kamar. Diambil 1,0 μL dari lapisan

    terbawah kemudian disuntikkan ke kromatografi gas.

    Kondisi Analisis :

    Kromatografi gas Younglin Model M600 D dengan kolom Teknokroam

    TRB-1 dan detektor ionisasi nyala. Suhu injektor 200oC dan suhu detektor

    290oC. Elusi dilakukan dengan program temperatur mulai dari suhu 80

    oC

    hingga 100oC dengan kenaikan suhu 10

    oC/menit, ditahan selama 1 menit,

    kemudian dinaikkan hingga suhu 106oC dengan kenaikan suhu 5

    oC/menit.

    Laju alir gas pembawa (helium) diatur sebesar 20 mL/menit.

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 22

    Universitas Indonesia

    Hasil :

    Metode ini linier pada rentang 2,5-6400 μg/mL dengan % perolehan

    kembali sebesar 92%. Presisi intra-assay dan inter-assay pada rentang 25-

    100 μg/mL memberikan nilai koefisien variasi sebesar 1,49 dan 2,61.

    f. Metode Kromatografi Gas Kapiler-Spektrometri Massa dalam Monitoring

    Kadar Asam Valproat dan Tujuh Metabolitnya dalam Serum Manusia

    (Darius & Meyer, 1994).

    Preparasi Sampel :

    Dimasukkan 100 μL plasma ke dalam microtube Effendorf, lalu

    ditambahkan 50 μL dapar fosfat 1 M, 100 μL larutan asam 2-etil-2-

    metilkaproat, dan 1 mL etil asetat, kemudian dikocok dengan vorteks.

    Setelah pengocokan, campuran kemudian disentrifus selama 5 menit dengan

    kecepatan 500 g. Diambil lapisan organik, kemudian dialiri dengan gas N2

    hingga kering. Setelah itu, ditambahkan kembali 1 mL etil asetat dan 10 μL

    asetonitril. Fase etil asetat kemudian dipekatkan hingga 20 μL. Fase etil

    asett yang sudah dipekatkan selanjutnya ditambahkan 40 μL N-trimetilsilil-

    N-metil-trifluorasetamida (senyawa penderivat) lalu dikocok dengan

    vorteks. Larutan yang sudah dikocok dengan vorteks kemudian dipindahkan

    ke dalam vial lalu dipanaskan selama 1 jam pada suhu 70oC.

    Kondisi Analisis :

    Kromatografi gas-spektrometri massa Hewlett- Packard dengan kolom non

    polar kapiler HP1. Suhu injektor 250oC dan suhu detektor 250

    oC. Elusi

    dilakukan dengan program temperatur mulai dari suhu 90oC hingga 150

    oC

    dengan kenaikan suhu 5oC/menit, ditahan selama 1 menit, kemudian

    dinaikkan hingga suhu 250oC dengan kenaikan suhu 40

    oC/menit. Tekanan

    gas pembawa yang digunakan (helium) diatur sebesar 75 kPa.

    Hasil :

    Metode ini memiliki limit deteksi 100 ng/mL. Presisi intra-assay pada

    konsentrasi 18, 36, dan 72 μg/mL memberikan nilai koefisien variasi

    sebesar 5,5; 3,2; dan 1,4 %.

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 23 Universitas Indonesia

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Instrumen,

    Departemen Famasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Indonesia.

    3.2 Bahan

    Natrium divalproat (Katwijk Chemie bv), metanol p.a (Merck), kloroform

    p.a (Merck), n-heksan p.a (Merck), dietil eter p.a (Merck), HCl (Merck), aquadest,

    plasma darah (Palang Merah Indonesia).

    3.3 Alat

    Kromatografi Gas Shimadzu model GC 17A yang dilengkapi dengan

    detektor ionisasi nyala (FID), kolom kapiler CBP-10 dengan panjang 50 meter

    dan diameter dalam 0,25 mm, pemroses data Class GC Solution, dan integrator

    CBM 102; microsyringe 5 μL (Hamilton Co, Nevada); sentrifugator (TGL-16);

    mikropipet 100 dan 1000 μL (Soccorex); alat vorteks; microtube; blue tip; yellow

    tip; lemari pendingin; timbangan analitik; alat-alat gelas yang umum digunakan

    dalam analisis kuantitatif.

    3.4 Cara Kerja

    3.4.1 Penyiapan Bahan Percobaan

    3.4.1.1 Pembuatan Larutan Induk Natrium Divalproat dan Larutan Uji

    Natrium divalproat ditimbang 100,0 mg secara seksama, dimasukkan ke

    dalam labu ukur 10,0 mL dan dilarutkan dengan metanol, ditambahkan hingga

    batas, sehingga diperoleh larutan natrium divalproat dengan konsentrasi 10

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 24

    Universitas Indonesia

    mg/mL (10.000 μg/mL = 10.000 ppm). Pengenceran dengan aquadest dilakukan

    untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi tertentu.

    3.4.1.2 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

    Larutan HCl pekat diambil sebanyak 10,0 mL dengan menggunakan pipet

    volume, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga diperoleh volume akhir

    120,0 mL dengan konsentrasi 1 N. Diambil 60,0 mL larutan HCl 1 N, kemudian

    diencerkan dengan aquadest hingga diperoleh volume akhir 600,0 mL dengan

    konsentrasi 0,1 N.

    3.4.2 Pencarian Kondisi Analisis Optimum untuk Analisis Asam Valproat dengan

    Kromatografi Gas

    Untuk mencari kondisi analisis optimum, dibuat larutan induk natrium

    divalproat 100 ppm. Dipipet 1,0 mL larutan induk natrium divalproat 10.000 ppm,

    dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan

    aquadest. Diperoleh larutan natrium divalproat 1000 ppm. Dipipet 1,0 mL larutan

    baku natrium divalproat 1000 ppm, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan

    dicukupkan volumenya dengan aquadest. Diperoleh larutan natrium divalproat

    100 ppm. Sebanyak 1,0 μL larutan natrium divalproat 100 ppm disuntikkan pada

    kromatografi gas.

    3.4.2.1 Pemilihan Laju Alir Gas Pembawa untuk Analisis Asam Valproat secara

    Kromatografi Gas

    Larutan natrium divalproat konsentrasi 100 ppm disuntikkan sebanyak 1,0

    μL pada alat KG dengan kondisi awal laju alir 2,0 mL/menit. Kemudian dilakukan

    modifikasi laju alir menjadi 1,0 dan 1,5 mL/menit. Suhu injektor dan detektor

    yang digunakan adalah 250°C. Elusi dilakukan dengan suhu kolom terprogram

    80°C sampai 100oC dengan kenaikan suhu 5

    oC per menit. Setelah itu, suhu kolom

    ditahan selama 1 menit lalu dinaikkan sampai 150oC dengan kenaikan suhu 2

    oC

    per menit. Diperoleh waktu retensi, lalu dihitung faktor ikutan, jumlah pelat

    teoritis dan HETP.

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 25

    Universitas Indonesia

    3.4.2.2 Pemilihan Suhu Awal Kolom untuk Analisis Asam Valproat secara

    Kromatografi Gas

    Larutan natrium divalproat dengan konsentrasi 100 ppm disuntikkan

    sebanyak 1,0 μL pada alat KG dengan kondisi laju alir terpilih. Suhu injektor dan

    detektor yang digunakan adalah 250°C. Suhu awal kolom divariasikan menjadi

    70°C, 80°C, dan 90°C. Elusi dilakukan dengan suhu kolom terprogram dari suhu

    awal sampai 100oC dengan kenaikan suhu 5

    oC per menit. Setelah itu, suhu kolom

    ditahan selama 1 menit lalu dinaikkan sampai 150oC dengan kenaikan suhu 2

    oC

    per menit. Diperoleh waktu retensi, lalu dihitung faktor ikutan, jumlah plat teoritis

    dan HETP.

    3.4.2.3 Pemilihan Pelarut Organik untuk Ekstraksi Asam Valproat dalam Plasma

    Ke dalam microtube, dimasukkan 200 μL larutan HCl 0,1 N dan 200 μL

    plasma yang mengandung natrium divalproat dengan konsentrasi 100 ppm.

    Setelah itu microtube ditutup, dikocok dengan vorteks selama 30 detik hingga

    homogen. Kemudian ditambahkan 400 μL pelarut organik ke dalam masing-

    masing microtube. Digunakan empat macam pelarut organik dengan polaritas

    yang berbeda yaitu metanol, kloroform, dietil eter, dan heksan. Setelah itu

    microtube ditutup, dikocok dengan vorteks selama 30 detik hingga homogen, lalu

    disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Sebanyak1,0 μL

    lapisan organik diambil lalu disuntikkan ke kromatografi gas. Untuk lapisan

    organik kloroform, lapisan organik harus diuapkan terlebih dahulu hingga kering

    dengan dialiri gas N2, Setelah dingin, residunya dilarutkan dengan 100 μL

    metanol. Sebanyak 1,0 μL lapisan metanol kemudian disuntikkan ke dalam

    kromatografi gas. Kemudian dihitung luas area asam valproat yang diekstrak dari

    masing-masing pelarut organik.

    3.4.2.4 Pemilihan Waktu Vorteks untuk Analisis Asam Valproat dalam Plasma

    Ke dalam microtube, dimasukkan 200 μL larutan HCl 0,1 N dan 200 μL

    plasma yang mengandung natrium divalproat dengan konsentrasi 100 ppm.

    Setelah itu microtube ditutup, divorteks selama 30 detik hingga homogen.

    Kemudian ditambahkan 400 μL pelarut organik terpilih. Setelah itu microtube

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 26

    Universitas Indonesia

    ditutup, dikocok dengan vorteks selama 30, 45, 60, dan 120 detik hingga

    homogen, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.

    Sebanyak 1,0 μL lapisan organik diambil lalu disuntikkan ke kromatografi gas.

    Kemudian dihitung luas area dari masing-masing waktu vorteks.

    3.4.2.5 Pemilihan Waktu Sentrifugasi untuk Analisis Asam Valproat dalam

    Plasma

    Ke dalam microtube, dimasukkan 200 μL larutan HCl 0,1 N dan 200 μL

    plasma yang mengandung asam valproat dengan konsentrasi 100 ppm. Setelah itu

    microtube ditutup, divorteks selama 30 detik hingga homogen. Kemudian

    ditambahkan 400 μL larutan organik terpilih. Setelah itu microtube ditutup,

    dikocok dengan vorteks selama waktu terpilih hingga homogen, lalu disentrifugasi

    dengan kecepatan 3000 rpm selama 5, 10, 15, dan 20 menit. Sebanyak 1,0 μL

    lapisan organik diambil lalu disuntikkan ke kromatografi gas. Kemudian dihitung

    luas area dari masing-masing waktu sentrifugasi.

    3.4.2.6 Uji Kesesuaian Sistem

    Larutan standar natrium divalproat dengan konsentrasi 100 ppm

    disuntikkan sebanyak 1,0 μL pada alat KG dengan kondisi laju alir dan suhu awal

    kolom terpilih. Waktu retensi dicatat, lalu dihitung jumlah pelat teoritis, HETP,

    faktor ikutan, dan presisi pada enam kali penyuntikan.

    3.4.3 Validasi Metode Analisis Asam Valproat dalam Plasma

    3.4.3.1 Penyiapan Sampel Natrium Divalproat dalam Plasma

    Ke dalam microtube, dimasukkan 200 μL larutan HCl 0,1 N dan 200 μL

    plasma yang mengandung natrium divalproat dengan konsentrasi 100 ppm.

    Setelah itu microtube ditutup, divorteks selama 30 detik hingga homogen.

    Kemudian ditambahkan 400 μL dietil eter. Setelah itu microtube ditutup, dikocok

    dengan vorteks selama 2 menit hingga homogen, lalu disentrifugasi dengan

    kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Sebanyak 1,0 μL lapisan organik diambil

    lalu disuntikkan ke kromatografi gas.

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 27

    Universitas Indonesia

    3.4.3.2 Pengukuran LLOQ

    Larutan natrium divalproat dalam plasma disiapkan dengan konsentrasi

    30,0; 40,0; 50,0; 60,0; 70,0; 80,0; 90,0 dan 100,0 μg/mL, kemudian diekstraksi

    seperti cara penyiapan sampel. Sebanyak 1,0 μL lapisan organik diambil lalu

    disuntikkan ke kromatografi gas pada kondisi terpilih. Kemudian dicari

    konsentrasi natrium divalproat terendah dalam plasma yang masih dapat dideteksi

    oleh instrumen. Kemudian dihitung persentase akurasi (% diff) dan koefisien

    variasi (KV) dari konsentrasi tersebut.

    3.4.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas dalam Plasma In Vitro

    Sampel blanko serta larutan natrium divalproat dalam plasma dengan

    konsentrasi 40,0; 50,0; 60,0; 70,0; 80,0; 90,0 dan 100,0 μg/mL disiapkan,

    kemudian diekstraksi seperti pada cara penyiapan sampel. Sebanyak 1,0 μL

    lapisan organik dari masing-masing larutan tersebut disuntikkan ke alat

    kromatografi gas pada kondisi terpilih.

    3.4.3.4 Uji Akurasi

    Larutan natrium divalproat dalam plasma dengan konsentrasi rendah (40,0

    μg/mL), sedang (60,0 μg/mL), dan tinggi (80,0 μg/mL) disiapkan, lalu diekstraksi

    seperti pada cara penyiapan sampel. Sebanyak 1,0 μL lapisan organik dari

    masing-masing larutan tersebut disuntikkan ke alat kromatografi gas pada kondisi

    terpilih, diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing konsentrasi. Akurasi

    dihitung sebagai perbedaan nilai terukur dengan nilai yang sebenarnya (% diff)

    3.4.3.4 Uji Presisi

    Larutan natrium divalproat dalam plasma dengan konsentrasi rendah (40,0

    μg/mL), sedang (60,0 μg/mL), dan tinggi (80,0 μg/mL) disiapkan, lalu diekstraksi

    seperti pada cara penyiapan sampel. Sebanyak 1,0 μL lapisan organik dari

    masing-masing larutan tersebut disuntikkan ke alat kromatografi gas pada kondisi

    terpilih, diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing konsentrasi. Presisi

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 28

    Universitas Indonesia

    dihitung sebagai nilai simpangan baku relatif atau koefisien variasi dari masing-

    masing konsentrasi.

    3.4.3.5 Uji Perolehan Kembali (% recovery)

    Larutan natrium divalproat dalam plasma dengan konsentrasi rendah (40,0

    μg/mL), sedang (60,0 μg/mL), dan tinggi (80,0 μg/mL) disiapkan, lalu diekstraksi

    seperti pada cara penyiapan sampel. Sebanyak 1,0 μL lapisan organik dari

    masing-masing larutan tersebut disuntikkan ke alat kromatografi gas pada kondisi

    terpilih, diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing konsentrasi. Dihitung %

    perolehan kembali relatif.

    3.4.3.6 Uji Selektivitas Metode Analisis dalam Plasma

    Larutan natrium divalproat dalam plasma dengan konsentrasi LLOQ (40,0

    μg/mL) disiapkan, setelah itu diekstraksi seperti pada penyiapan sampel.

    Sebanyak 1,0 μL lapisan organik dari masing-masing larutan tersebut disuntikkan

    ke alat kromatografi gas pada kondisi terpilih. Diuji terhadap plasma yang berasal

    dari enam sumber yang berbeda. Dihitung nilai akurasinya (% diff).

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 29 Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Pencarian Kondisi Analisis Optimum untuk Analisis Asam Valproat dengan

    Kromatografi Gas

    4.1.1 Pemilihan Laju Alir Gas Pembawa untuk Analisis Asam Valproat dengan

    Kromatografi Gas

    Kondisi analisis optimum untuk penetapan kadar asam valproat dalam

    plasma adalah dengan laju alir gas pembawa 1,0 ml/menit. Suhu injektor dan

    detektor diatur pada suhu 250ºC. Berdasarkan literatur, laju alir gas pembawa

    yang digunakan sebesar 20 ml/menit. Namun, dalam penelitian ini digunakan

    variasi laju alir gas pembawa, yaitu 1,0 ml/menit, 1,5 ml/menit, dan 2,0 ml/menit.

    Pertimbangan variasi laju alir gas pembawa adalah diameter kolom yang

    digunakan. Penelitian ini menggunakan kolom kapiler yang memiliki diameter

    kecil sehingga laju alir yang digunakan memiliki rentang antara 0,2– 2 ml/menit.

    Untuk semua elusi, suhu injektor dan detektor diatur pada suhu 250ºC.

    Pertimbangan penetapan suhu injektor adalah suhu injektor harus diatur lebih

    tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap segera

    setelah sampel disuntikkan sedangkan pertimbangan suhu detektor adalah

    biasanya suhu detektor 15º–30ºC lebih tinggi dari titik didih senyawa yang

    dianalisis. Selain itu, suhu detektor disesuaikan dengan detektor yang digunakan.

    Untuk detektor ionisasi nyala, suhu detektor harus di atas 100ºC. Hal ini bertujuan

    untuk mencegah terjadinya kondensasi uap air sehingga mengakibatkan

    pengkaratan pada detektor ionisasi nyala atau penghilangan (penurunan)

    sensitivitasnya (Gandjar & Rohman, 2007).

    Kondisi optimum terpilih adalah yang memberikan nilai lempeng teoritis

    (N) besar, ukuran efisiensi kolom (HETP) kecil, faktor ikutan (Tf) yang mendekati

    satu, waktu retensi yang tidak terlalu lama, serta pada kromatogram plasma

    blanko tidak ada puncak yang mengganggu pada waktu retensi asam valproat.

    Pada laju alir 1,0 ml/menit diperoleh waktu retensi 24,1 menit dengan nilai N rata-

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 30

    Universitas Indonesia

    rata 13442,8; HETP rata-rata 0,0372 dan Tf masing-masing 1,055; 1,263; dan

    0,857. Kemudian pada laju alir 1,5 ml/menit diperoleh waktu retensi 20,9 menit

    dengan nilai N rata-rata 105481,4; HETP rata-rata 0,0474 dan Tf masing-masing

    0,952; 1,509; dan 1,977. Selanjutnya, pada laju alir 2,0 ml/menit diperoleh waktu

    retensi 18,9 menit dengan nilai N rata-rata 13442,8; HETP rata-rata 0,0372 dan Tf

    masing-masing 1,055; 1,263; dan 0,857. Dari ketiga kondisi tersebut, dipilih laju

    alir sebesar 1,0 ml/ menit karena memberikan nilai N terbesar dan HETP terkecil.

    Data dan gambar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1, Gambar 4.2, Gambar

    4.3, dan Gambar 4.4.

    4.1.2 Pemilihan Suhu Awal Kolom untuk Analisis Asam Valproat secara

    Kromatografi Gas.

    Kondisi analisis optimum untuk penetapan kadar asam valproat dalam

    plasma adalah dengan laju alir gas pembawa 1,0 ml/menit. Suhu injektor dan

    detektor diatur pada suhu 250ºC. Elusi dilakukan pada suhu awal kolom 70oC

    dengan kenaikan suhu 5oC per menit sampai suhu 100

    oC dan ditahan selama 1

    menit. Setelah itu suhu dinaikkan sampai 150 o

    C dengan kenaikan suhu 2oC per

    menit.

    Berdasarkan literatur, suhu awal kolom yang digunakan adalah 80ºC.

    Dalam penelitian ini, suhu awal kolom divariasikan menjadi 70ºC, 80ºC, dan

    90ºC. Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa suhu awal kolom 70ºC

    diperoleh nilai N terbesar dan HETP terkecil dibanding kedua kondisi lainnya.

    Oleh karena itu, dapat disimpulkan kondisi analisis terpilih untuk analisis asam

    valproat dalam plasma adalah elusi dengan suhu terprogram dimulai dari suhu

    70ºC dengan kenaikan suhu 5ºC/menit sampai 100ºC, kemudian ditahan selama 1

    menit. Setelah itu suhu dinaikkan sampai 150ºC dengan kenaikan 2ºC/menit. Data

    dan gambar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2, Gambar 4.2, Gambar 4.5,

    dan Gambar 4.6.

    4.1.3 Pemilihan Pelarut Organik untuk Ekstraksi Asam Valproat dalam Plasma

    Untuk memperoleh asam valproat dari plasma lebih optimal dicobakan

    empat jenis pelarut organik pada saat ekstraksi, yaitu metanol, kloroform, dietil

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 31

    Universitas Indonesia

    eter, dan heksan. Pada saat ekstraksi dengan menggunakan metanol dan kloroform

    ternyata asam valproat tidak dapat terekstraksi ke dalam pelarut organik tersebut.

    Pada saat ekstraksi dengan menggunakan dietil eter, luas area rata-rata yang

    diperoleh sebesar 20636,1. Pada saat ekstraksi dengan menggunakan heksan, luas

    area rata-rata yang diperoleh sebesar 9704,2.

    Sampel natrium divalproat dalam plasma sebelum disuntikkan ke alat

    kromatografi gas harus diekstraksi terlebih dahulu untuk membebaskan ikatannya

    dengan protein. Untuk memperoleh metode ekstraksi yang paling optimal,

    dicobakan metode pengendapan protein menggunakan metanol dan metode

    ekstraksi cair-cair dengan pelarut koroform, heksan, dan dietil eter. Setelah

    dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas, ternyata metanol dan kloroform

    tidak dapat digunakan untuk ekstraksi natrium divalproat dalam plasma, yang

    dapat digunakan adalah heksan dan dietil eter. Kemudian dari kedua pelarut

    tersebut dibandingkan luas area yang terbentuk pada kromatogram. Karena luas

    area natrium divalproat yang diekstraksi dengan dietil eter lebih besar dari luas

    area yang diekstraksi dengan heksan, maka dalam penelitian ini, metode yang

    akan digunakan untuk mengekstraksi natrium divalproat dalam plasma adalah

    ekstraksi cair-cair dengan dietil eter. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

    4.3. Kromatogram dari masing-masing larutan pengekstraksi dapat dilihat pada

    Gambar 4.7, Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10.

    4.1.4 Pemilihan Waktu Vorteks untuk Analisis Asam Valproat dalam Plasma

    Untuk memperoleh natrium divalproat dari plasma lebih optimal dicobakan

    empat kondisi waktu vorteks yaitu selama 30, 45, 60, dan 120 detik. Pada waktu

    vorteks selama 30 detik diperoleh luas area rata-rata sebesar 8059,8. Pada waktu

    vorteks selama 45 detik diperoleh luas area rata-rata sebesar 20809,0. Pada waktu

    vorteks selama 60 detik diperoleh luas area rata-rata sebesar 15924,7. Pada waktu

    vorteks selama 120 detik diperoleh luas area rata-rata sebesar 24472,6. Dari hasil

    percobaan dipilih waktu vorteks selama 120 detik karena pada kondisi ini

    diperoleh nilai luas area rata-rata paling besar. Data luas area rata-rata dari

    natrium divalproat pada berbagai kondisi waktu vorteks dapat dilihat pada Tabel

    4.4 dan Gambar 4.11

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 32

    Universitas Indonesia

    4.1.5 Pemilihan Waktu Sentrifugasi untuk Analisis Asam Valproat dalam Plasma

    Untuk memperoleh asam valproat dari plasma secara optimal dicobakan

    empat kondisi waktu sentrifugasi yaitu selama 5, 10, 15, dan 20 menit. Pada

    sentrifugasi selama 5 menit diperoleh nilai luas area rata-rata sebesar 8492,2. Pada

    sentrifugasi selama 10 menit diperoleh nilai luas area rata-rata sebesar 14692,2.

    Pada sentrifugasi selama 15 menit diperoleh nilai luas area rata-rata sebesar

    25326,9. Pada sentrifugasi selama 20 menit diperoleh nilai luas area rata-rata

    sebesar 14692,2. Dari hasil percobaan dipilih waktu sentrifugasi selama 15 menit

    karena pada kondisi ini diperoleh nilai luas area rata-rata paling besar. Data luas

    area rata-rata dari asam valproat pada berbagai kondisi waktu sentrifugasi dapat

    dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.12.

    4.2 Validasi Metode Analisis Asam Valproat dalam Plasma In Vitro

    4.2.1 Pengukuran LLOQ

    Berdasarkan literatur, diperoleh rentang konsentrasi natrium divalproat

    dalam plasma adalah 40,0-90,0 μg/mL (Winter, et al., 2007). Oleh karena itu,

    dibuat kurva kalibrasi untuk menentukan LLOQ dengan rentang konsentrasi 30,0;

    40,0; 50,0; 60,0; 70,0; 80,0; 90,0 dan 100,0 μg/mL. Karena pada konsentrasi 30,0

    μg/mL instrumen sudah tidak memberikan respons, maka konsentrasi 40,0 μg/mL

    ditetapkan sebagai konsentrasi LLOQ, yaitu konsentrasi terendah analit dalam

    sampel yang dapat ditentukan secara kuantitatif dan masih memenuhi syarat

    akurasi dan presisi, dimana nilai % diff pada lima kali penyuntikan tidak lebih dari

    ±20% (Food and Drug Administration, 2001). Setelah dicoba lima kali

    penyuntikan, didapatkan hasil nilai % diff tidak ada yang menyimpang lebih dari

    +20% atau kurang dari -20%, maka ditetapkan nilai LLOQ adalah sebesar 40,0

    μg/mL. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8.

    4.2.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Valproat dalam Plasma

    Setelah diperoleh nilai LLOQ, dibuat kurva kalibrasi dan uji linearitas

    dengan menghitung koefisien korelasi dari kurva kalibrasi, dengan rentang

    konsentrasi lebih kurang 40,0-100,0 μg/mL, di mana nilai LLOQ harus menjadi

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 33

    Universitas Indonesia

    konsentrasi terendah dari kurva kalibrasi. Pada pembuatan kurva kalibrasi

    disuntikkan plasma blanko (plasma tanpa penambahan natrium divalproat) dan

    tujuh larutan natrium divalproat dalam plasma dengan konsentrasi 40,0; 50,0;

    60,0; 70,0; 80,0; 90,0 dan100,0 μg/mL.

    Dari hasil analisis diperoleh persamaan regresi linear y = 459,7 x -18964

    dengan koefisien korelasi r = 0,9894, di mana kriteria linearitas untuk sediaan

    dalam matriks biologis adalah r = 0,98 (Alizadeh, Mohammadi, & Shahdousti,

    2007). Maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis natrium divalproat dalam

    plasma dengan rentang konsentrasi 40,0-100,0 μg/mL memenuhi kriteria uji

    linearitas. Data dan gambar kurva kalibrasi natrium divalproat dalam plasma dapat

    dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.13.

    4.2.3 Uji Selektivitas

    Pada uji selektivitas, dilakukan analisis terhadap enam plasma dari sumber

    yang berbeda pada konsentrasi LLOQ yaitu 40,0 μg/mL. Dari hasil analisis, yang

    diperoleh, dihitung nilai KV kurang dari 20% , yaitu 11,57% dan % diff tidak

    menyimpang lebih dari +20% atau kurang dari -20%, yaitu dalam kisaran 9,53%

    sampai 13,79%, serta tidak ada puncak pengganggu pada waktu retensi asam

    valproat. Maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan adalah

    selektif. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.

    4.2.4 Uji Akurasi

    Pada uji akurasi, dilakukan analisis terhadap tiga rentang konsentrasi yang

    disebut sebagai Quality control sample (QC), yaitu konsentrasi rendah (40,0

    μg/mL), sedang (60,0 μg/mL), dan tinggi (80,0 μg/mL). Uji yang dilakukan

    adalah hanya mencakup uji intra-day karena keterbatasan waktu. Hasil dari uji

    akurasi adalah konsentrasi rendah (40,0 μg/mL) memberikan nilai % diff 8,06

    sampai 12,33%, konsentrasi sedang (60,0 μg/mL) memberikan nilai % diff -11,63

    sampai -9,95%, dan konsentrasi tinggi (80,0 μg/mL) memberikan nilai % diff -

    13,67 sampai 9,41%. Nilai % diff yang diperoleh tidak menyimpang kurang dari -

    15% atau lebih dari +15% untuk masing-masing konsentrasi.

    Optimasi metode..., Ani Susanti, FMIPA UI, 2010

  • 34

    Universitas Indonesia

    Dari hasil pengujian akurasi yang telah dilakukan untuk analisis asam

    valproat dalam plasma sudah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Data hasil

    uji akurasi asam valproat dalam plasma dapat dilihat pada Tabel 4.10.

    4.2.5 Uji Presisi

    Pada uji presisi asam valproat dalam plasma, konsentrasi rendah (40,0

    μg/mL) memberikan nilai koefisien variasi (KV) 10,49 %, konsentrasi sedang

    (60,0 μg/mL) memberikan nilai KV 13,92 %, konsentrasi tinggi (80,0 μg/mL)

    memberikan nilai KV 9,33 %, pada. Dari hasil percobaan uji presisi yang telah

    dilakukan untuk analisis natrium divalproat dalam plasma sudah memenuhi

    kriteria yang dipersyaratkan karena diperoleh nilai KV kurang dari 15% untuk

    masing-masing konsentrasi. Data hasil uji presisi asam valproat dalam plasma

    dapat dilihat pada Tabel 4.11.

    4.2.6 Uji Perolehan Kembali (% recovery)

    Pada penelitian ini dilakukan uji perolehan kembali relative (% relative

    recovery). Berdasarkan perhitungan dari hasil penelitian, diperoleh % recovery

    sebesar 108,06 sampai 112,32% untuk konsentrasi rendah, 81,91 sampai 103,17%

    untuk konsentrasi sedang, dan 86,97 sampai 101,65% untuk konsentrasi tinggi.

    Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh nilai persen perolehan kembali seluruhnya

    berada dalam rentang yang dipersyaratkan, yaitu sebesar 80-120%. Data hasil uji

    perolehan kembali dapat dilihat pada Tabel 4.11.

    Berdasarkan jurnal yang menjadi acuan penulis dalam mengembangkan

    metode analisis, rentang kalibrasi linier diperoleh pada konsentrasi 2,5-6400

    μg/mL (Bigdeli, Falahat-Pisheh, & Neyestani, 2007). Berdasarkan hasil penelitian

    yang dilakukan penulis, dapat dilihat bahwa validasi metode yang dilakukan

    memberikan rentang kalibrasi yang linier pada konsentrasi 40,0-100,0 μg/mL dan

    nilai LLOQ yang diperoleh sebesar 40,0 μg/mL. Rentang kalibrasi linier yang

    diperoleh dari jurnal acuan emang lebih sensitif dibanding metode ekstraksi cair-

    cair yang dikembangkan oleh penulis, namun metode yang dikembangkan oleh

    penulis ini masih valid untuk digunakan karena rentang asam valproat d