23
UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI ADMINISTRASI DAN SANKSI PIDANA DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH YANG BERPOTENSI MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA MENURUT HUKUM KEUANGAN PUBLIK RINGKASAN SKRIPSI Arsa Mufti Yogyandi 0906490046 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK JANUARI, 2013 Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

1

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN PILIHAN SANKSI ADMINISTRASI DAN SANKSI PIDANA DALAM PENGADAAN BARANG/JASA

PEMERINTAH YANG BERPOTENSI MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA MENURUT HUKUM KEUANGAN

PUBLIK

RINGKASAN SKRIPSI

Arsa Mufti Yogyandi0906490046

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIAPROGRAM SARJANA REGULER

DEPOKJANUARI, 2013

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

2

ABSTRAK

Nama : Arsa Mufti YogyandiProgram Studi : Ilmu HukumJudul : Penerapan Pilihan Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana

Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang Berpotensi Merugikan Keuangan Negara Menurut Hukum Keuangan Publik

Skripsi ini mebahas mengenai sanksi yang dikenakan terhadap penyimpangan atau pelanggaran yang terjadi dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara dapat berupa sanksi pidana dan sanksi administrasi. Skripsi ini membagi penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi karena tidak semua penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dikenakan sanksi pidana. Penelitian ini termasuk penelitian Yuridis Normatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis. Hasil penelitian menyarankan untuk dibuatnya Standar Operasional (SOP) bagi lembaga negara yang bertugas memeriksa adanya kerugian keuangan negara (BPK) terhadap penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dikenakan sanksi pidana atau sanksi administrasi guna menciptakan adanya kepastian hukum.

Kata Kunci : Pengadaan, Procurement, Administrasi

ABSTRACT

Name : Arsa Mufti YogyandiStudy Program: LawTitle : The Application of Administrative Sanctions and Criminal

Sanctions in Procuring Government Goods and Services Which are Potential Adverse State Finances According to Law on Public Finance

This thesis examine sanctions imposed against infringment or violations that occurred in the Procurement of Goods / Services potentially devastating state finances can be criminal sanctions or administrative sanctions. This thesis is divided infringment in the Procurement of Goods / Services potentially devastating financial state to criminal sanctions or administrative sanctions for not all irregularities in the Procurement of Goods / Services are imposed criminal sanctions. This research is a normative juridical study aims to describe and analyze. The results suggest to make an Operational Standards (SOP) for the state agencies in charge of examining the state of financial loss (BPK) to the aberration in the Procurement of Goods / Services are subject to criminal sanctions or administrative sanctions in order to create legal certainty.

Key Words : Government, Procurement, Administrative

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

3

1. Pendahuluan

Dalam mewujudkan kepastian hukum yang merupakan salah satu tujuan

dari adanya hukum atas penegakan hukum terhadap penyimpangan yang terjadi

dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan

negara yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penerapan pilihan sanksi

pidana atau sanksi administrasi yang diberlakukan. Untuk menciptakan suatu

ketertiban umum dalam kehidupan bersama perlu diciptakan suatu suasana yang

tertib. Jadi kebutuhan akan ketertiban merupakan syarat pokok (fundamental) bagi

adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.1

Pesatnya pembangunan tentunya harus diimbangi dengan peran

pemerintah dalam menyediakan berbagai bentuk berupa barang, jasa maupun

pembangunan infrastruktur.2 Kondisi demikian membuat pengadaan barang dan

jasa Pemerintah menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Namun

sayangnya, berbagai penyimpangan kerap terjadi dalam proses pengadaan barang

dan jasa Pemerintah. Seringnya terjadi penyimpangan atas ketentuan pengadaan

barang/jasa Pemerintah dapat diindikasikan dari banyaknya penanganan tindak

pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun oleh penegak hukum lain di Indonesia.

Penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang merugikan

keuangan negara merupakan salah satu bentuk korupsi. Definisi korupsi itu

sendiri diatur Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Definisi tersebut memuat unsur-

unsur korupsi diantaranya memuat unsur secara melawan hukum; memperkaya

diri sendiri; orang lain atau suatu korporasi; yang dapat menimbulkan kerugian

keuangan negara atau perekonomian negara.

Penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah, seringkali

terjadi karena adanya perbuatan dari pejabat pengadaan serta pejabat terkait

1 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung:Alumni, 2002), hal. 3.

2 Yohanes Sogar Simamora, Disertasi, Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, (Yohanes Sogar Simamora I, 2005), hal.1.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

4

lainnya yang melakukan penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya. Dari

beberapa proses dalam pengadaan barang/jasa oleh pemerintah, masing-masing

tahap berpotensi terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang

terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Pihak-pihak yang dimaksud adalah

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Pengadaan di satu pihak. Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran

(PA)/ Kuasa Pengguna Anggaran /Dewan Gurbernur Bank Indonesia (BI)/

Pemimpin Badan Hukum Milik Negara (BHMN)/Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD)/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemilik pekerjaan yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa3. Panitia/Pejabat

Penerima Hasil Pekerjaan adalah tim yang diangkat oleh Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Dewan Gubernur BI/Pimpinan

BHMN/Direksi BUMN/Direksi BUMD, untuk memeriksa dan menerima hasil

pekerjaan pengadaan barang dan jasa.4

Dalam praktek, pihak-pihak tersebut seringkali dianggap sebagai pihak

yang bertanggungjawab apabila terjadi penyimpangan terhadap proses pengadaan

barang dan jasa. Bahkan pihak-pihak tersebut langsung diproses secara pidana,

pihak-pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan

barang dan jasa, maka:5

a. dikenakan sanksi administrasi;

b. dituntut ganti rugi/digugat secara perdata;

c. dilaporkan untuk diproses secara pidana.

Seharusnya langkah penanganannya diawali dengan mengidentifikasi dan

mengklasifikasi penyimpangan tersebut termasuk dalam ranah hukum

administrasi atau hukum pidana. Langkah ini penting untuk mengetahui aturan

hukum yang mana yang akan berlaku pada kasus tersebut. Untuk menentukan

apakah sanksi pidana atau sanksi administrasi yang diterapkan diperlukan

pemeriksaan/audit oleh lembaga yang berwenang yaitu Badan Pemeriksa

3 Indonesia (A), Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah,Perpres No. 54 Tahun 2010, Ps. 1 angka 7.

4 Ibid., Ps. 1 angka 10.

5 Ibid., Ps. 118 ayat (7).

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

5

Keuangan (BPK) berupa Audit Investigatif yang terdiri dari Audit Finansial dan

Audit Performa untuk mementukan apakah ada kerugian negara atau tidak dan

menentukan apakah kerugian keuangan negara tersebut disebabkan oleh perbuatan

yang melawan hukum atau tidak.

Unsur kerugian keuangan negara dapat disebabkan oleh kelalaian atau

perbuatan melawan hukum.6 Hal tersebut yang akan digunakan kemudian untuk

menentukan penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat dalam

proses pengadaan barang dan jasa termasuk lingkup pidana (Tindak Pidana

Korupsi) ataukah sekedar mal-administrasi yang diberlakukan sanksi administrasi

terhadapnya. Penyimpangan tersebut juga dapat diduga menimbulkan kerugian

keuangan negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. Dengan

demikian, dapat dikatagorikan suatu penyimpangan dalam pengadaan barang dan

jasa Pemerintah memenuhi unsur-unsur yang ada di dalam delik korupsi, yakni

unsur menyalahgunakan kewenangan; kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan; yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian Negara.

Jika ditinjau dari segi pertanggungjawaban, dalam praktiknya

pertanggungjawaban atas penyimpangan terhadap suatu proses pengadaan barang

dan jasa Pemerintah dilimpahkan kepada para pejabat dalam struktur pengadaan

barang/jasa khususnya terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/PIMPRO. Hal

ini tidak terlepas dari kedudukan dan jabatan Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK)/PIMPRO dalam struktur pengadaan barang dan jasa di Pemerintah yang

memiliki tugas, fungsi dan kewenangan dan tanggungjawab yang sangat besar.

Pengguna barang/jasa bertanggungjawab dari segi administrasi, fisik, keuangan

dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.7

Berbagai penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah

menarik untuk dilihat dari berbagai aspek seperti aspek hukum pidana dan

administrasi. Dilihat dari aspek hukum pidana dan administrasi, terdapat beberapa

hal yang menarik untuk dikaji dan dibahas terkait dengan hal tersebut. Pertama,

6 Indonesia (B) Undang-Undang Tentang Pembendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4335, Ps. 1 ayat (22).

7 Indonesia (A), Op. Cit., Ps. 9 ayat (5).

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

6

apa saja pelanggaran/penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa

Pemerintah yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam

konsep pidana ataukah hanya sebatas pada pelanggaran administrasi saja. Kedua,

bagaimana ketentuan Undang-Undang Tindak pidana Korupsi diterapkan apabila

terjadi penyimpangan pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah dan

termasuk sebagai perbuatan melawan hukum dalam konsep hukum pidana.

1.1. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan pemaparan yang diuraikan di dalam latar belakang,

masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kriteria Kerugian Keuangan Negara berdasarkan Hukum

Keuangan Publik ?

2. Bagaimana menentukan penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah dikenakan sanksi administrasi atau sanksi pidana?

2. Pembahasan

Untuk menentukan sanksi yang diberikan terhadap suatu pengadaan

barang dan jasa pemerintah yang mengakibatkan kerugian keuangan negara,

terlebih dahulu harus dilihat dan dianalisis adanya kerugian keuangan negara yang

disebabkan oleh penyimpangan tersebut. Pengertian kerugian keuangan negara

adalah:

1. Kekurangan semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan

uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang

dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban tersebut. Yang meliputi :

a. Hak Negara untuk memungut Pajak;

b. Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan Negara;

d. Pengeluaran Negara;

e. Penerimaan Daerah;

f. Pengeluaran Daerah;

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

7

g. Kekayaan Negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain

berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang

dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

perusahaan Negara/daerah; (BUMN dan BUMND);

h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas

yang diberikan pemerintah.

2. Sudah berada dalam penguasaan Menteri Keuangan Sebagai Bendahara

Umum Negara;

3. Bersifat pasti, maksudnya uang berkurang telah dipastikan jumlahnya

melalui laporan keuangan;

4. Bersifat nyata, maksudnya uang tersebut telah menjadi hak atau kewajiban

negara;

5. Disebabkan Perbuatan Melawan Hukum (pidana/perdata) atau kelalaian.

Dari beberapa unsur dalam kerugian keuangan negara yang telah

disebutkan di atas, beberapa unsur seperti unsur pada huruf g, h dan i masih

mengalami perdebatan oleh beberapa ahli hukum keuangan negara karena

perbedaan pandangan mengenai pengertian keuangan negara itu sendiri. Jika salah

satu dari hal tersebut tidak terpenuhi, maka secara hukum administratif tidaklah

dapat dikatakan sebagai Kerugian Keuangan Negara.

Adanya kerugian negara dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan

hukum, khususnya hukum pidana, apabila kerugian negara mengandung

kekurangan yuridis, yaitu :8

1. Paksaan atau suapan, yaitu kerugian negara yang terjadi karena paksaan dari

pihak manapun, baik langsung ataupun tidak langsung yang diikuti dengan

pemberian janji atau usaha pemberian sesuatu.

2. Tipuan yang bersifat muslihat , yaitu kerugian negara yang terjadi akibat

penggunaan uang, surat berharga, dan barang yang direkayasa atau seolah-

olah telah sesuai dengan peraturan yang ada.

8 Simatupang, Op. Cit., hal. 332.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

8

Namun, dalam hal tindakan yang dilakukan karena salah kira yang

didasarkan pada pertimbangan pokok yang salah atau salah mengira mengenai

ketentuan dan salah mengira mengenai wewenang diri sendiri (kelalaian) secara

hukum administrasi negara tidak termasuk perbuatan melawan hukum dalam

hukum pidana, tetapi merupakan penyimpangan administrasi (mal-administrasi)

yang dapat dituntut ganti kerugian karena tindakan yang dilakukan tetap sah,

tetapi dapat dibatalkan sesuai dengan prosedur administrasi negara. Alasan

ketetapan ini tetap sah, tetapi dapat dibatalkan adalah karena hukum administrasi

negara tetap harus melindungi aparat negara yang beritikad baik meskipun tidak

bersalah sehingga dapat dikenakan ganti rugi/ sanksi administrasi yang ditentukan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai

Negeri Sipil. Jadi dapat disimpulkan atas pemaparan tersebut bahwa sanksi yang

dikenakan terhadap kerugian keuangan negara terbagi dua yaitu sanksi

administrasi dan sanksi pidana sebagaimana disebutkan dalam UU PTPK.

Sanksi administrasi itu sendiri adalah sanksi yang dijatuhkan kepada

Pegawai Negeri apabila melakukan tindakan berupa mal-administrasi dengan

tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana,

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman

disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum :9

(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :

a. hukuman disiplin ringan;

b. hukuman disiplin sedang; dan

c. hukuman disiplin berat.

(2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :

a. tegoran lisan;

b. tegoran tertulis; dan

c. pernyataan tidak puas secara tertulis.

(3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :

a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;

9 Indonesia (F), Op. Cit., Ps. 7.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

9

b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling

lama 1 (satu) tahun; dan

c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

(4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:

a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk

paling lama 1 (satu) tahun;

b. pembebasan dari jabatan;

c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai

Pegawai Negeri Sipil; dan

d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Sedangkan sanksi pidana (Tindak Pidana Korupsi) terhadap tindakan

yang merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal

3 UU PTPK, yaitu :

Pasal 2:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Pasal 3:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20

(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

10

(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah).”

Untuk menentukan adanya kerugian negara atau tidak, diperlukan adanya

pemeriksaan terhadap potensi kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh

lembaga yang berwenang. Lembaga yang berwenang untuk menghitung adanya

kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU

BPK), BPK diberikan wewenang untuk menentukan jumlah kerugian negara yang

disebabkan oleh perbuatan melawan hukum.

Pasal 6 ayat (1):

“BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,

Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha

Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola

keuangan negara.”

Pasal 8 ayat (3) :

“Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK

melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang -undangan paling lama 1

(satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.”

Pasal 10 :

“BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang

diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun

lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD,

dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan

keuangan negara.”

Pasal 62 ayat (1) UU No.1 Tahun 2004 menyatakan :

“Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara

ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.”

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

11

Dalam Konsiderans Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dikatakan bahwa :

“ Bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana

dimaksud pada huruf a, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar

pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”

Selain hal tersebut BPK juga berwenang untuk menggunakan tenaga ahli

dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK,

jadi secara tidak langsung BPK dapat meminta BPKP untuk membantu BPK

dalam hal melakukan wewenangnya sesuai peraturan yang berlaku dengan

bertindak untuk dan atas nama BPK (Pasal 9 ayat (1) huruf g UU Nomor 15

Tahun 2006 tentang BPK). Guna menentukan apakah dugaan penyimpangan

dalam tindakan hukum administrasi negara tersebut memenuhi kriteria perbuatan

melawan hukum atau tidak, prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK

dilakukan 2 (dua) tahap, yaitu:10

1. Pemeriksaan keuangan (finansial), yang akan menetapkan dan menilai

kekurangan uang, barang dan surat berharga yang pasti jumlahnya, yang

kemudian dilanjutkan ke;

2. Pemeriksaan performa (kinerja), yang akan menentukan kekurangan uang,

barang dan surat berharga yang telah pasti jumlahnya tersebut termasuk

kedalam kriteria perbuatan melawan hukum (pidana) atau kelalaian (mal-

administrasi)

Proses pemeriksaan BPK yang melalui 2 (dua) tahap yaitu

audit/pemeriksaan keuangan (finansial) dan performa (kinerja) harus memenuhi

asas asersi, yaitu para pihak termasuk aparatur pejabat pemerintah diberi

kesempatan memberikan penjelasan serta pembelaan diri sesuai dengan banding

administratif serta penelaahan yang mendalam dari semua segi. Ketentuan asas

asersi merupakan asas yang harus diikuti sesuai dengan Peraturan Badan

Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Standar Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Jika asas asersi tidak

10 Simatupang, Op. Cit., hal. 333.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

12

terpenuhi, pemeriksaan yang dilakukan secara yuridis formal harus dinyatakan

batal demi hukum.

Terhadap kerugian negara sebagai akibat mal-administrasi hakikatnya dapat

dikenakan sanksi administrasi karena tidak memenuhi kewajiban administratif

yang tercantum dalam suatu peraturan perundang-undangan semu atau norma

jabaran. Sanksi administrasi tersebut adalah berupa eksekusi yang nyata

sebagaimana diatur dalam sanksi disiplin pegawai negeri sipil sebagaimana diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 atau ganti kerugian dengan

menjadikan kekurangan sebagai piutang pihak yang lalai memenuhi kewajiban.

Dasar hukum kerugian negara tersebut dapat diselesaikan dengan sanksi

administrasi apabila telah memenuhi unsur kerugian negara dari administratif

adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara

yang menyatakan “Setiap kerugian negara/daerah disebabkan oleh tindakan

melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”11

Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian

pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara negara dalam rangka

pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka

pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. Oleh karena itu, jelas dalam peraturan

perundang-undangan dan teori hukum, persoalan kewenangan administratif

diselesaikan menurut hukum administratif negara. Adapun kemungkinan

kewenangan yang memuat paksaan dan tipuan secara hukum termasuk dalam

hukum pidana. Oleh sebab itu, berdasarkan ketentuan hukum yang ada, jelas

pertanggung jawaban kerugian negara tidak serta merta selalu disandarkan pada

sanksi pidana, karena sanksi administrasi juga memiliki dasar hukum pelaksanaan

dan efek yang jera terhadap pelaku.

Adanya kerugian negara dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan

hukum, khususnya hukum pidana, apabila kerugian negara mengandung

kekurangan yuridis, yaitu:12

11 Indonesia (B), Ps. 59 ayat (1).

12 Simatupang, Op. Cit., hal. 332.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

13

1. Paksaan atau suapan, yaitu kerugian negara yang terjadi karena paksaan dari

pihak manapun, baik langsung ataupun tidak langsung yang diikuti dengan

pemberian janji atau usaha pemberian sesuatu.

2. Tipuan yang bersifat muslihat , yaitu kerugian negara yang terjadi akibat

penggunaan uang, surat berharga, dan barang yang direkayasa atau seolah-

olah telah sesuai dengan peraturan yang ada.

Namun, dalam hal tindakan yang dilakukan karena salah kira yang

didasarkan pada pertimbangan pokok yang salah atau salah mengira mengenai

ketentuan dan salah mengira mengenai wewenang diri sendiri (kelalaian) secara

hukum administrasi negara tidak termasuk perbuatan melawan hukum dalam

hukum pidana, tetapi merupakan penyimpangan administrasi (mal-administrasi)

yang dapat dituntut ganti kerugian karena tindakan yang dilakukan tetap sah,

tetapi dapat dibatalkan sesuai dengan prosedur administrasi negara. Alasan

ketetapan ini tetap sah, tetapi dapat dibatalkan adalah karena hukum administrasi

negara tetap harus melindungi aparat negara yang beritikad baik meskipun tidak

bersalah sehingga dapat dikenakan ganti rugi/ sanksi administrasi yang ditentukan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai

Negeri Sipil.

Maka sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang

menyatakan untuk menentukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum atau

kelalaian dilakukan dengan audit investigatif yang dilakukan oleh Badan

Pemeriksan Keuangan (BPK) yang terdiri dari audit finansial (keuangan) dan

audit performa (kinerja).

Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang transparan tetapi tidak

efisien akan menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang

memiliki risiko korupsi dan merugikan keuangan negara yang terjadi dalam

proses pengadaan barang dan jasa. Penyimpangan dan potensi korupsi dapat

terjadi dalam setiap tahapan pengadaan barang dan jasa pemerintah dan berbeda

jenis di setiap tahapnya. Berikut adalah contoh manifestasi dan potensi korupsi

yang paling sering dijumpai dalam setiap tahapan :13

13 Sutedi, Op. Cit, hal. 114-116.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

14

1. Tahap Penilaian Kebutuhan/Penentuan Kebutuhan :

a. Ketidakharusan melakukan investasi dan pembelian. Adanya

tawaran dari beberapa perusahaan untuk membuat kesepakatan;

b. Menerapkan sistem baru yang justru lebih rentan terhadap

kebocoran;

c. Adanya investasi yang tidak adil secara ekonomis dan merusak

mekanisme yang ada;

d. Hanya menguntungkan sebagian penyedia barang;

e. Suap / uang “terima kasih”;

f. Konflik kepentingan, dimana pembuat kebijakan mempengaruhi

proses tender dengan cara menekan panitia tender.

2. Tahap persiapan Perancangan dan Persiapan Dokumen Tender :

a. Dokumen atau panduan tender dibuat untuk menguntungkan salah

satu kontraktor;

b. Mengatur jumlah barang atau jasa, sehingga menguntungkan

sebagian kontraktor;

c. Kompleksitas proyek dalam dokumen dan panduan tender untuk

membingungkan proses pengawasan;

d. Konsultan sengaja membuat perencanaan proyek untuk

menguntungkan peserta tender;

e. Menyalahgunakan prinsip penunjukkan langsung;

3. Tahap Pemilihan Peserta dan Penentuan Pemenang tender :

a. Pembuat kebijakan bersikap tidak adil (karena disuap atau ada

konflik kepentingan);

b. Seleksi kriteria yang sangat subjektif untuk memudahkan pembuat

kebijakan mengambil alih peran didalamnya;

c. Penyalahgunaan kerahasiaan;

d. Adanya pemberian informasi yang bersifat rahasia sebelum

penawaran dimulai;

e. Kriteria pemilihan pemenang tender diumumkan kepada publik

(transparansi hasil evaluasi penawaran);

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

15

f. Pembayaran harga sangat mahal akibat proses tender yang tidak

benar.

4. Tahap Pelaksanaan Pekerjaan :

a. Sebagai ganti atas suap dan uang tidak resmi lainnya, kontraktor

akan mengganti dengan barang dengan kualitas lebih rendah;

b. Re-negosiasi kontrak dengan sejumlah imbalan;

c. Harga yang meningkat akibat adanya perubahan kontrak;

d. Pengawas dan pemantau tidak independen;

e. Akuntan yang melakukan audit tidak jujur dan meluluskan banyak

bukti akutansi yang tidak benar.

Berdasarkan pengalaman dan penelitian yang dilakukan oleh TI, mulai

sejak awal dan akhir proses pengadaan barang dan jasa sangat rawan terjadi

korupsi dan merugikan keuangan negara. Hal-hal yang menimbulkan adanya

potensi korupsi adalah :14

1. Keterbatasan akses informasi;

2. Penyalahgunaan sistem penunjukkan langsung dan tender tertutup;

3. Keterbatasan atau ketidakefisienan pengawasan dan pemantauan

selama proses tender dilakukan;

4. Kurangnya transparansi dalam penghitungan anggaran.

Berkaitan dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum

tetap mengenai penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah yang ditemukan, sebagai berikut :

Terdakwa Drs. BANGGAS SITORUS, MM. sebagai kuasa pengguna

anggaran dari Menteri keuangan, yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan

Pengadaan Tanah / Belanja Modal Tanah tempat dibangunnya Kantor Pelayanan

Pajak Bumi dan Bangunan Deli Serdang yang baru, untuk itu terdakwa

14 Hasil lebih lengkap tentang penerapan dan metodologi Sistem Pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa yang dikembangkan Transparency International untuk memetakan risiko korupsi dalam sistem pengadaan barang dan jasa dapat dilihat pada http://www.transparency.org regional_pages/americas/contrataciones_publicas_y_medicion.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

16

membentuk panitia pengadaan dan melakukan proses pengadaan sampai

ditentukanlah Sdr. Eddy Susanto sebagai pemenang tender. Tetapi menurut

peraturan yang berlaku Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dijelaskan bahwa

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah

yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar dapat dilakukan langsung oleh

instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah

dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua

belah pihak ,jadi tidak melalui tender, namun Terdakwa Drs. Banggas Sitorus,

MM selaku Kuasa Pengguna Anggaran tidak melaksanakan ketentuan Pasal 20

Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tersebut dan malah membuat Surat Keputusan

Kuasa Pengguna Anggaran Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Deli

Serdang tentang Pembentukan Panitia Untuk Pekerjaan Pengadaan Tanah Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Deli Serdang. Dengan melakukan

penawaran yang besifat tender (penawaran umum) maka negara dianggap telah

dirugikan karena ditemukan fakta bahwa Sdr. Eddy Susanto selaku pemenang

tender bukanlah pemilik asli tanah, berdasarkan surat kuasa jual yang dimiliki

oleh Sdr. Eddy , dan tanah tersebut milik orang lain. Dengan kondisi ini, terdakwa

dianggap telah menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan keuangan

negara dirugikan, karena apabila membeli secara langsung kepada pemilik tanah

aslinya , negara tidak akan mengeluarkan biaya sebesar itu.

Berdasarkan audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) Perwakilan Sumatera Utara terdapat pembebanan / pengeluaran uang

negara melebihi nilai prestasi / perolehan tanah sehingga secara keseluruhan

diperoleh hasil perhitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana

korupsi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan Deli Serdang Tahun Anggaran 2007 sebesar Rp 1.018.934.009,00 (satu

milyar delapan belas juta sembilan ratus tiga puluh empat ribu sembilan rupiah).

Kasus ini merupakan bentuk penyimpangan dalam pengadaan barang dan

jasa pemerintah dalam proses pembentukan panitia tender, dalam proses ini yang

dilakukan adalah Panitia Tender yang merupakan lembaga pelaksanaan yang

pertama dibentuk oleh Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

17

(KPA) setelah seluruh persiapan administrasi kegiatan ditetapkan. Panitia tender

memiliki kewenangan antara lain : 15

a. Menyusun dokumen tender;

b. Menyusun dan menyeleksi peserta tender;

Dalam proses ini penyimpangan yang dilakukan adalah pada saat

pemilihan dan menyeleksi peserta tender. Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005

dijelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang

memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar dapat dilakukan

langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang

hak atas tanah dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang

disepakati kedua belah pihak , jadi tidak melalui tender.

Adanya kerugian negara dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan

hukum, khususnya hukum pidana, apabila kerugian negara mengandung

kekurangan yuridis, yaitu 16:

1. Paksaan atau suapan, yaitu kerugian negara yang terjadi karena paksaan

dari pihak manapun, baik langsung ataupun tidak langsung yang diikuti

dengan pemberian janji atau usaha pemberian sesuatu.

2. Tipuan yang bersifat muslihat , yaitu kerugian negara yang terjadi akibat

penggunaan uang, surat berharga, dan barang yang direkayasa atau seolah-

olah telah sesuai dengan peraturan yang ada.

Dalam kasus ini tidak ditemukan adanya tindakan melawan hukum yang

dilakukan oleh Terdakwa, melainkan hanya ditemukan tindakan salah kira atau

lalai dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan yaitu melanggar

ketentuan Pasal 20 Perpres Nomor 36 Tahun 2005. Sehingga seharusnya sanksi

yang dikenakan adalah sanksi administrasi bukanlah sanksi pidana karena tidak

adanya unsur paksaan/suapan ataupun tipuan yang bersifat muslihat dan hanya

mengandung unsur kelalaian. Selain itu dalam kasus ini yang menghitung adanya

kerugian keuangan negara adalah BPKP yang seharusnya tidak memiliki

wewenang untuk menghitung atau menyatakan adanya kerugian keuangan negara

15 Amiruddin, Op. Cit., hal. 74.

16 Simatupang Op. Cit., hal. 332.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

18

kecuali BPKP bertindak untuk dan atas nama BPK sebagai satu-satunya lembaga

yang dapat menyatakan adanya kerugian keuangan negara. Sehingga untuk

menentukan adanya perbuatan melawan hukum atau kelalaian (mal-administratif)

diperlukan adanya audit performa yang merupakan bagian dari audit investigatif

yang hanya bisa dilakukan oleh BPK.

3. Simpulan

Berdasarkan Rumusan Masalah dalam penelitian ini dan uraian serta

penjelasan

1. Kriteria kerugian keuangan negara berdasarkan Hukum Keuangan Publik

adalah:

1) Kekurangan semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Yang meliputi :

a. Hak Negara untuk memungut Pajak;

b. Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan Negara;

d. Pengeluaran Negara;

e. Penerimaan Daerah;

f. Pengeluaran Daerah;

2) Kekayaan Negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain

berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang

dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

perusahaan Negara/daerah; (BUMN dan BUMND)

3) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

4) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas

yang diberikan pemerintah.

5) Sudah berada dalam penguasaan Menteri Keuangan Sebagai

Bendahara Umum Negara;

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

19

6) Bersifat pasti, maksudnya uang berkurang telah dipastikan jumlahnya

melalui laporan keuangan;

7) Bersifat nyata, maksudnya uang tersebut telah menjadi hak atau

kewajiban negara;

8) Disebabkan Perbuatan Melawan Hukum (pidana/perdata) atau

kelalaian.

2. Menentukan penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

dikenakan sanksi administrasi atau sanksi pidana dengan melihat dugaan

penyimpangan dalam tindakan hukum administrasi negara tersebut

memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum atau tidak melalui Audit

Investigatif yang dilakukan oleh BPK. Tindakan yang dilakukan karena

salah kira yang didasarkan pada pertimbangan pokok yang salah atau salah

mengira mengenai ketentuan dan salah mengira mengenai wewenang diri

sendiri (kelalaian) secara hukum administrasi negara tidak termasuk

perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana, tetapi merupakan

penyimpangan administrasi (mal-administrasi) yang dapat dituntut ganti

kerugian karena tindakan yang dilakukan tetap sah. Tindakan yang

mengandung unsur melawan hukum dikenakan sanksi pidana dan tindakan

yang mengandung unsur kelalaian atau mal-administrasi dikenakan sanksi

administrasi. Adanya sanksi administrasi tidak menghilangkan

diberlakukannya sanksi pidana.

4. Saran

Terkait dengan penelitian ini, terdapat beberapa saran yang penulis sampaikan,

yaitu:

1. Perlunya dibuat Standar Operasional bagi Penyidik (POLRI dan Kejaksaan)

dan Komisi Pemberantasan Korupsi pelanggaran-pelanggaran dalam

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dapat dikenakan sanksi pidana dan

sanksi administrasi.

2. Harus adanya keseragaman dalam peraturan perundang-undangan

mengenai siapa yang sebenarnya berwenang untuk memeriksa adanya

kerugian keuangan negara sehingga kinerja Badan Pemeriksa Keuangan

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

20

(BPK) tidak tumpang tindih dengan lembaga lain sehingga pengenaan

sanksi terhadap penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

dapat berjalan dengan baik.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

21

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alatas, Syed Husein. Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer. Jakarta: LP3ES, 1983.

Amiruddin. Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa. Yogyakarta: Genta Publishing, 2010.

Arief, Barda Nawawi dan Muladi. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni, 1992.

Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-Undang. Jakarta: Konstitusi Press, 2006.

Atmadja, Arifin. P, Soeria. Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum. Teori, Kritik, dan Praktik.Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Black, Henry Campbel. Black’s Law Dictionary. Fifth Edition. St. Paul: Minn West Publishing, 1979.

Chazawi, Adami. Hukum Pidana Materiil dan Formiel Korupsi di Indonesia. Cet. II. Malang: Bayumedia Publishing, 2005.

Hadjon, Philipus M. et. al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008.

Indarti, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Jakarta: Kanisius, 1998.

Indonesia. Prinsip Dasar Kebijakan & Kerangka Hukum Pengadaan Barang & Jasa. Jakarta: Indonesian Procurement Watch, 2005.

Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan. Bandung: Alumni, 2002.

Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty, 2002.

Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Mulyadi, Lilik. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia :Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya. Bandung: Alumni, 2007.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

22

Plato. The Laws. New York: Penguin Books, 2005.

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto. Perihal Kaedah Hukum. Bandung: Alumni, 1982.

Sidman, Ann et. al. Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis, Jakarta: ELIPS, 2001.

Simatupang, Dian P.N. Paradoks Rasionalitas Perluasan Lingkup Keuangan Negara dan Implikasinya Terhadap Kinerja Pemerintah . Jakarta: FHUI Press, 2011.

Soesilo, R.. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1996.

Subekti, R. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 1985.

Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya. Sinar Grafika: Jakarta, 2008.

B. Jurnal, Artikel dan Sumber Lainnya

Arief, Barda Nawawi, “Pokok Pikiran Kebijakan Pembaharuan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi”, (makalah disampaikan pada seminar di Universitas Jenderal Soedirman, Poerwokerto, 1999).

Okatani, Naoki, “Regulations on Bid Rigging in Japan, The United States and Europe”, Pacific Rim Law & Policy Journal, March, 1995.

Rajagukguk, Erman, “Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara”,(makalah disampaikan pada “Diskusi Publik Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Komisi Hukum Nasional RI”, Jakarta, 26 Juli 2006), hal.12., Jakarta 26 Juli 2006.

Simamora, Yohanes Sogar, Disertasi, Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, (Yohanes Sogar Simamora I, 2005).

Soepardi, Eddy Mulyadi, “Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi”, (makalah disampaikan pada ceramah ilmiah pada Fakutals Hukum Universitas Pakuan, Bogor, 24 Januari 2009).

Plats, Stephen D., “Optimalisasi Fungsi BPK dalam Pengawasan Keuangan Negara, Sebagai Upaya Preventif terjadinya KKN”, (makalah disampaikan pada seminar di Universitas Jenderal Soedirman, Poerwokerto, 1999).

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PILIHAN SANKSI

23

Takeshima, Kazuhiko (Chairman Fair Trade Commission of Japan), The Lessons from Experience of Antimonopoly Act in Japan and the Future of Competition Laws and Policies in East Asia, disajikan dalam The 2nd East Asia Conference on Competition Law and Policie (Toward Effective Implementation of Competition Policies in East Asia), Bogor, 3-4 Mei 2005

Theberge, Leonard J., “Law and Economic Development”, Journal of International Law and Policy. Vol. 9 Tahun 1980.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Indonesia. Undang-Undang Tentang Pembendaharaan Negara. UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4335.

Indonesia. Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan. UU No. 15 Tahun 2006, LN No. 85 Tahun 2006, TLN No. 4654.

Indonesia. Undang-Undang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003. UU No.17 Tahun 2003, LN No. 47 Tahun 2003, TLN No. 4286.

Indonesia. Undang Undang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003, LN No.70 Tahun 2003, TLN No.4352.

Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756.

Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Perpres No. 53 Tahun 2010, LN No. 74 Tahun 2010, TLN No. 5135.

Indonesia. Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Perpres No. 54 Tahun 2010, Ps. 1 angka 7.

Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan

Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah. Perpres No. 70 Tahun 2012, LN No. 155 Tahun 2012, TLN

No. 5334.

Penerapan pilihan sanksi..., Arsa Mufti Yogyandi, FH UI, 2013