259
UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA KARYA JUNAEDI SETIYONO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA (Kajian Antropologi Sastra) SKRIPSI disusun sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar Sarjana Pendidikan Oleh Khusnul Khotimah NIM 122110159 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2016

UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA KARYA JUNAEDI SETIYONO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA

(Kajian Antropologi Sastra)

SKRIPSI

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperolehgelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Khusnul Khotimah NIM 122110159

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2016

Page 2: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKALDALAM NOVEL DASAMUKA KARYA JUNAEDI SETIYONODAN SKENARIO PEMBELAJARAt~YADI KELAS XU SMA

(Kajian Antropologi Sastra)

OlehKhusnul KhotimahNlM 122110159

Pembimbingn,

8kri i ini telah disetujui untuk dipertahankandi depan Tim Penguji Skripsi

Penibimbing I,

MengetahuiKetua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

11

Page 3: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKALNOVEL DASAMUKA KARYA JUNAEDI SETIYONO

DANSKENARIOPEMBELAJARANNYADlKELASxnSMA(Kajian Antropologi Sastra)

OlehKhusnul Khotimah

NIM 122110159

Skripsi ini e ah dipertahankan di dep Tim Penguji SkripsiFakultas Keguruan dan llmu PendidikU ·vers·tas Muhammadiyah Purworejo

ada tanggal: 1 Maret 2016

Suryo Dam Santoso, M.Pd(penguji Utama)

Drs, H. Bagiya, M.Hum.(P~nguji I/Pembimb' g I)

Dra. Hj. Kadaryati, MHum.(penguji II/PembimbOng II)

111

Page 4: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

) ١١: ا(

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga

mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du: 11)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

1. Ayah (Alm) dan Ibu tercinta yang selalu memberikan ridho

dan kasih sayangnya;

2. kakak-kakak yang selalu memberikan motivasi dan dukungan;

3. kemenakan-kemenakan yang selalu membawa keceriaan;

4. guru-guru dan dosen yang tak pernah lelah membimbing dan

mengajarkan ilmu kepada peneliti sejak Taman Kanak-kanak

hingga kuliah;

5. guru-guru bahasa Indonesia seluruh Indonesia yang selalu

semangat menempa generasi bangsa lewat bahasa dan sastra;

6. pembaca buku-buku karya saya yang senantiasa menumbuhkan

semangat untuk terus berkarya;

7. Seluruh teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, khususnya angkatan 2012, yang telah mewarnai

hari-hari peneliti selama menuntut ilmu di Universitas

Muhammadiyah Purworejo.

Page 5: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

nama

NIM

Program Studi

: Khusnul Khotimah

: 122110159

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya

sendiri, bukan plagiat dari karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya.

Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau

dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Apabila terbukti atau dapat membuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil

plagiat, saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh

Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Purworejo, 1 Maret 2016Yang membuat pemyataan,

11Khusnul Khotimah

Page 6: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

vi

PRAKATA

Alhamdulillah,puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt.

yang telah melimpahkan nikmat dankasih sayang-Nyasehingga skripsi yang

berjudul “Unsur Budaya dan Kearifan Lokal dalam novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XII SMA (Kajian

Antropologi Sastra)” dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 Program

Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Sungguh banyak rintangan yang peneliti hadapi selama menyusun skripsi

ini. Namun, atas bantuan berbagai pihak, khususnya dosen pembimbing, peneliti

dapat menyelesaikan rintangan itu. Oleh sebab itu, peneliti sampaikan ucapan

terimakasih kepada beberapa pihak berikut ini.

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan

kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi di Universitas

Muhammadiyah Purworejo.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk

menempuh pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

3. Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan

perhatian dan dorongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

4. Drs. H. Bagiya, M.Hum., Joko Pmwanto, M.Pd., dan Dra. Hj. Kadariyati,

M.Pd. selaku pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan,

memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah, serta

mengoreksi skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

yang telah memberikan ilmu kepada peneliti selama kuliah di Universitas

Muhammadiyah Purworejo.

6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti hanya dapat menguntaikan doa, semoga Allah Swt. selalu

melimpahkan pahala dan balasan yang lebih baik atas segala jasa dan bantuan

yang diberikan kepada peneliti. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti

khususnya dan para pembaca umumnya. Aamiin.

Purworejo, 1 Maret 2016Peneliti,

Khusnul Khotimah

\ II

Page 8: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

viii

ABSTRAK

Khusnul Khotimah. 2016. “UnsurBudaya dan Kearifan Lokal Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XII SMA (Kajian Antropologi Sastra)”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur budaya dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono; (2) kearifan lokal dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono; (3) skenario pembelajaran analisis novel dengan pendekatan antropologi sastra karya Junaedi Setiyono di kelas XII SMA.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono dan skenario pembelajarannya di kelas XII SMA. Penelitian ini difokuskan pada unsur budaya dan kearifan lokal dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono serta skenario pembelajarannya di kelas XII SMA. Data penelitian ini berupa data lunak yang berwujud kata,frasa, klausa, kalimat, paragraf, atau wacana yang terdapat dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono yang diterbitkan oleh Penerbit Elmatera (Yogyakarta) tahun 2014.Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan kartu data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik catat. Validitas data dilakukan dengan meningkatkan kecermatan dalam membaca ulang dan konfirmasi dengan penulis.Analisis data dilakukan dengan analisis interaktif. Hasil analisis disajikan dengan teknik informal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono mengandung unsur budaya meliputi: (a) sistem religi (ritual agama, guru/pemimpin agama, dan pakaian simbol agama); (b) sistem dan organisasi kemasyarakatan (kekerabatan, politik, hukum, dan kelompok sosial);(c) sistem pengetahuan (alam (flora), sifat/tingkah manusia, kriteria pendamping hidup, ruang dan waktu dalam ilmu Jawa, pendidikan anak, dan ramuan Jawa); (d) bahasa (proses belajar bahasa dan tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa); (e) kesenian (seni macapat, alat musik Jawa, dan seni tari);(f) sistem mata pencaharian hidup (mata pencaharian hidup dalam lingkup keraton dan di luar lingkup keraton);(g) serta sistem peralatan hidup dan teknologi (senjata, wadah, makanan serta ramuan, pakaian, perhiasan, tempat berlindung/perumahan, dan alat transportasi); (2) novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono mengandung kearifan lokal meliputi wayang (dunia pewayangan), tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa, ungkapan dan istilah budaya Jawa, macapat, titi mongso, ramuan, dan batik; (3) skenario pembelajaran novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono di kelas XII SMA dapat diterapkan dalam pembelajaran analisis teks novel untuk kelas XII SMA, yakni pada kompetensi dasar 3.3 dengan metode pembelajaran inkuiri berbasis saintifik. Kata kunci:Dasamuka, unsur budaya, kearifan lokal, antropologi sastra.

Page 9: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

ix

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL .......................................................................................... PERSETUJUAN ........................................................................... PENGESAHAN ............................................................................ MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... PERNYATAAN ............................................................................ PRAKATA .................................................................................... ABSTRAK .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. BAB I PENDAHULUAN ..............................................................

A. Latar Belakang Masalah .............................................. B. Identifikasi Masalah ..................................................... C. Penegasan Istilah .......................................................... D. Batasan Masalah .......................................................... E. Rumusan Masalah ........................................................ F. Tujuan Penelitian .......................................................... G. Manfaat Penelitian ........................................................ H. Sistematika Skripsi .......................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS .......... A. Tinjauan Pustaka ........................................................... B. Kajian Teoretis ..............................................................

BAB III METODE PENELITIAN .................................................... A. Jenis Penelitian ............................................................... B. Objek Penelitian .............................................................. C. Fokus Penelitian .............................................................. D. Data dan Sumber Data .................................................... E. Instrumen Penelitin ......................................................... F. Teknik Pengumpulan Data .............................................. G. Validitas Data .................................................................. H. Teknik Analisis Data ....................................................... I. Teknik Penyajian Hasil Analisis ......................................

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA ...................... A. Penyajian Data .................................................................. B. Pembahasan Data ..............................................................

BAB V PENUTUP ............................................................................. A. Simpulan .......................................................................... B. Saran ................................................................................

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

I ii iii iv v vi

viii ix x xi 1 1 11 12 13 14 15 15 17 19 19 22 88 88 89 89 89 90 91 91 92 93 94 94

117 224 224 226

Page 10: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Sistem Religi Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono Tabel 2. Data Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan Novel

Dasamuka Karya Junaedi Setiyono ......................................... Tabel 3. Data Sistem Pengetahuan Novel Dasamuka Karya Junaedi

Setiyono ................................................................................... Tabel 4. Data Bahasa Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono........ Tabel 5. Data Kesenian Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono..... Tabel 6. Data Sistem Mata Pencaharian Hidup Novel Dasamuka

Karya Junaedi Setiyono............................................................ Tabel 7. Data Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi novel Dasamuka

Karya Junaedi Setiyono............................................................ Tabel 8. Data Kearifan Lokal Novel Dasamuka Karya Junaedi

Setiyono ................................................................................... Tabel 9. Indikator Penilaian Tes ......................................................... Tabel 10. Indikator Penilaian Kinerja dalam Kelompok ..................... Tabel 11. Indikator Penilaian Presentasi Lisan ................................... Tabel 12. Indikator Penilaian Laporan Hasil Analisis ........................

95

96

101 103 104

104

105

109 218 219 220 222

Page 11: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lampiran 2. Sinopsis novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono Lampiran 3. Biografi Junaedi Setiyono Lampiran 4. Kartu Bimbingan

Page 12: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dibahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, batas-

an masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat pene-

litian, dan sistematika skripsi.

A. Latar Belakang

Menurut Teeuw, sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti

mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti

alat, sarana. Jadi, secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar,

buku petunjuk, atau buku pengajaran yang baik. Dalam perkembangan beri-

kutnya kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan ‘su’, sehingga

menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah.

Dalam teori kontemporer, sastra dikaitkan dengan ciri-ciri imajinasi dan krea-

tivitas, yang selanjutnya merupakan satu-satunya ciri khas kesusastraan

(Ratna, 2015: 4-5).

Dari pendapat Teeuw tersebut, terlihat bahwa sastra sangat erat hubu-

ngannya dengan pendidikan karena sastra merupakan sebuah karya hasil krea-

tivitas dan imajinasi manusia yang berfungsi sebagai alat pengajaran atau

petunjuk yang baik. Fungsi sastra sebagai pengajaran terjadi secara langsung

maupun tidak langsung. Secara langsung, sastra digunakan sebagai media

pengajaran dalam pembelajaran formal, sedangkan secara tidak langsung,

sastra menjadi teks ajaran bagi pembacanya. Sebagaimana yang dikatakan

Endraswara (2013: 2) bahwa sastra sering dimaknai sebagai alat untuk

Page 13: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

2

mengajarkan perilaku budaya sehingga sikap dan perilaku pembaca sastra

sering dipengaruhi oleh karya sastra yang dibacanya.

Karya sastra merupakan karya seni dalam bentuk ungkapan tertulis

yang indah dan bermanfaat. Ada banyak karya seni, ketika ungkapan kein-

dahan itu dilakukan melalui tulisan, itulah karya sastra. Karya sastra bukanlah

tulisan yang indah karena bukan kaligrafi. Bukan pula kata mutiara karena

bukan semata-mata ajaran. Karya sastra menjawab bagaimana gagasan-gaga-

san ideal bisa mewujudkan diri dalam ungkapan tertulis (Rohman, 2012: 18).

Gagasan-gagasan tersebut muncul dari imajinasi dan nalar kreativitas manu-

sia yang terbungkus dalam sebuah tulisan yang mengandung hiburan dan

pesan-pesan tersirat bagi kehidupan manusia. Salah satu bentuk karya sastra

yang memuat gagasan-gagasan ideal dalam bentuk tulisan adalah novel.

Novel merupakan salah satu karya sastra berbentuk prosa. Abrams

menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella (dalam

bahasa Jerman: novelle) (Nurgiyantoro, 2013: 11-12). Secara harfiah novella

berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’. Kemudian, novel diartikan sebagai

‘cerita pendek dalam bentuk prosa’. Selanjutnya, Nurgiyantoro (2013: 12-13)

menambahkan bahwa novel merupakan karya sastra naratif yang menge-

mukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih

rinci, lebih detil, dan banyak melibatkan berbagai permasalah kompleks. Jadi,

secara umum novel dapat diartikan sebagai sebuah cerita tertulis berbentuk

prosa naratif yang terdiri dari berbagai macam permasalahan kompleks

dengan berbagai macam peristiwa yang jalin menjalin.

Page 14: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

3

Untuk dapat memahami sebuah karya sastra, khususnya novel, perlu

adanya pengkajian lebih mendalam terhadap sebuah karya. Di dalam teori

sastra terdapat banyak pendekatan yang dapat dijadikan alat analisis untuk

mengkaji karya sastra lebih dalam. Salah satu pendekatan yang dapat

dijadikan alat untuk mengkaji karya sastra lebih mendalam yaitu pendekatan

antropologi sastra.

Pendekatan antropologi sastra digunakan sebagai alat analisis di dalam

penelitian ini. Penelitian antropologi sastra adalah celah baru penelitian

sastra. Penelitian yang mencoba menggabungkan dua disiplin ilmu ini,

tampaknya masih jarang diminati. Padahal, sesungguhnya banyak hal yang

menarik dan dapat digali. Peneliti sastra dapat mengungkap berbagai hal yang

berhubungan dengan kiasan-kiasan antropologis. Peneliti juga dapat lebih

leluasa memadukan kedua bidang itu secara interdisipliner karena baik sastra

maupun antropologi sama-sama berbicara tentang manusia (Endraswara,

2013: 107). Antropologi berbicara tentang manusia berbudaya di dalam

kehidupan nyata, sedangkan sastra merupakan hasil budaya manusia. Di

samping sebagai hasil budaya, sastra juga membicarakan manusia yang

berbudaya dalam ranah imajinatif penulisnya. Jadi, antara antropologi dengan

sastra memiliki hubungan yang sangat erat.

Endraswara (2013: 5-6) menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek

penting yang menyebabkan kedekatan antara sastra dan antropologi, yaitu (1)

keduanya sama-sama memperhatikan aspek manusia dengan seluruh

perilakunnya; (2) manusia adalah makhluk yang berbudaya, memiliki daya

Page 15: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

4

cipta rasa kritis untuk mengubah hidupnya; (3) antropologi dan sastra tidak

alergi pada fenomena imajinatif kehidupan manusia yang lebih indah dari

warna aslinya; (4) banyak wacana lisan dan sastra lisan yang menarik minat

para antropolog dan ahli sastra; (5) banyak interdisiplin yang mengitari

bidang sastra dan budaya hingga menantang munculnya antropologi sastra.

Lima aspek ini menandai bahwa adat istiadat, tradisi, seremonial, mitos, dan

sejenisnya banyak menarik perhatian sastrawan untuk mewarnai karya-karya

yang dilahirkannya.

Bahan penelitian antropologi sastra adalah sikap dan perilaku manusia

lewat fakta-fakta sastra dan budaya. Antropologi adalah penelitian terhadap

manusia. Dalam hal ini, manusia adalah sikap dan perilakunya. Antropologi

sastra berupaya meneliti sikap dan perilaku yang muncul sebagai budaya

dalam karya sastra. Manusia sering bersikap dan berperilaku dengan tata

krama. Tata krama memuat tata susila dan unggah-ungguh bahasa yang

menjadi ciri sebuah peradaban. Sastra sering menyuarakan tata krama dalam

interaksi budaya satu sama lain yang penuh dengan simbol (Endraswara,

2013: 1).

Adapun konsep kebudayaan itu sendiri adalah seluruh totalitas dari

pikiran, karya, dan tingkah laku manusia yang tidak berakar kepada

nalurinya, yang hanya bisa terjadi setelah manusia mengalami proses belajar

(Koentjaraningrat, 1985: 1). Jadi, semua hal yang dilakukan manusia yang

berasal dari proses belajar sajalah yang dapat dikatakan kebudayaan,

sedangkan hal-hal yang muncul dari naluri atau insting semata tidak termasuk

Page 16: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

5

kebudayaan. Sebagai contoh, kebutuhan makan merupakan naluri manusia

bukan budaya, tetapi tata krama manusia dalam aktivitas makan merupakan

budaya. Itulah yang membedakan antara binatang dan manusia. Manusia

memiliki budaya, sedangkan binatang tidak berbudaya. Di dalam sebuah

karya sastra khususnya novel, banyak sekali disajikan berbagai macam

aktivitas manusia sebagai wujud budaya dalam bentuk simbol-simbol yang

merupakan bahan kajian antropologi sastra.

Kajian antropologis terhadap sebuah karya sastra dilakukan sebagai

usaha untuk mencoba memberikan identitas terhadap karya tersebut, dengan

menganggapnya sebagai sebuah karya yang mengandung aspek tertentu,

dalam hubungannya dengan ciri-ciri kebudayaannya. Ciri-ciri tersebut di

antaranya yang memiliki kecenderungan ke masa lampau, citra primodial,

citra arketipe. Ciri-ciri yang lain, misalnya, mengandung aspek kearifan lokal

dengan fungsi dan kedudukan masing-masing, berbicara mengenai suku-suku

bangsa dengan subkategorinya, seperti trah, klen, dan kasta. Bentuk

kecenderungan yang dimaksudkan juga muncul sebagai paguyuban tertentu,

seperti kampung Bali, Minangkabau, Jawa, Bugis, Papua, dan kelompok

tertentu, seperti priayi, santri, abangan. Pada gilirannya dalam perkembangan

sejarah sastra Indonesia akan lahir genre novel antropologis (Ratna, 2011: 39-

40). Penelitian ini juga sebagai usaha untuk memberikan identitas terhadap

sebuah karya sastra bebentuk novel melalu pengkajian kearifan lokal yang

tersaji di dalamnya.

Page 17: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

6

Kearifan lokal merupakan sebagian kecil atau intisari dari kebiasaan-

kebiasaan kelompok masyarakat tertentu. Kearifan lokal memiliki ciri-ciri

universal dalam arti bahwa gejala tersebut hadir di berbagai komunitas,

meskipun dikemukakan dengan bahasa yang berbeda-beda. Sebagai warisan

budaya, kearifan lokal perlu dipelihara dan dilestarikan. Dalam kebudayaan

lokal, selain sistem norma juga terkandung pengetahuan lokal, pengetahuan

tradisional, yaitu berbagai konsep, bahkan teori yang sudah digunakan oleh

nenek moyang dalam rangka menopang keberlangsungan kehidupannya

(Ratna, 2011: 92). Jenis karya sastra yang paling banyak menampilkan

kearifan lokal adalah novel dan bentuk-bentuk fiksi naratif lainnya.

Novel Dasamuka merupakan novel ketiga dari sastrawan Purworejo,

Junaedi Setiyono, setelah Gelonggong dan Arumdalu. Novel ini menjadi

pemenang unggulan dalam sayembara menulis novel Dewan Kesenian

Jakarta (DKJ) tahun 2012. Sayembara menulis novel DKJ merupakan sebuah

sayembara pencarian novel yang sarat akan ragam kultural di Indonesia.

Junaedi Setiyono dalam bedah bukunya di Universitas Muhammadiyah

Purworejo tanggal 20 Desember 2014 mengatakan bahwa dirinya sangat

mencintai dunia sastra sejak kecil. Ia bercita-cita mencipta genre sendiri di

dalam dunia kesusastraan Indonesia dengan menjadikan sastra khususnya

novel sebagai sarana untuk mengangkat budaya dan sejarah masa lampau

suku di Indonesia, terutama Jawa, sebagai tanah kelahirannya. Berangkat dari

hal tersebut, novel Dasamuka dijadikan bahan penelitian karena memiliki

corak warna budaya Jawa, kearifan lokal, dan sejarah di tanah Jawa. Selain

Page 18: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

7

itu, Junaedi Setiyono juga mengangkat filosofi dunia pewayangan ke dalam

novel-novelnya. Novel Dasamuka sendiri memuat filosofi tokoh Dasamuka

di dalam dunia pewayangan. Selanjutnya, filosofi tokoh Dasamuka ini

dipadukan dengan budaya Jawa yang tercermin dalam kehidupan Kasultanan

Yogyakarta, juga sejarah pendudukan bangsa Eropa di tanah Jawa.

Novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono mengisahkan tentang

seorang tokoh bernama Willem. Willem merupakan seorang peneliti

berkebangsaan Skotlandia yang datang ke Indonesia untuk meneliti bronjong

yang ada di Kasultanan Yogyakarta. Bronjong merupakan salah satu sistem

hukum yang ada di Kasultanan Yogyakarta pada masa lampau. Melalui

bronjong inilah Willem bertemu dengan tokoh Dasamuka yang merupakan

representasi dari tokoh Dasamuka di dalam pewayangan. Dasamuka

merupakan tokoh pemuda licik yang mampu meluluskan keinginan orang-

orang berkantong tebal untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Kedua

tokoh berbeda suku bangsa dan latar budaya ini disajikan dengan berbagai

konflik dan intrik yang ada di bawah kekuasaan empat sultan di wilayah

Kasultanan Yogyakarta.

Novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono dijadikan bahan penelitian

antropologi sastra karena novel tersebut memiliki kecenderungan ke masa

lampau, citra primodial; mengandung aspek kearifan lokal dengan fungsi dan

kedudukan masing-masing, berbicara mengenai suku-suku bangsa dengan

subkategori trah. Bentuk kecenderungan yang dimaksudkan juga muncul

sebagai paguyuban masyarakat Jawa, dan dengan kelompok masyarakat

Page 19: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

8

priayi, santri, dan abangan yang telah disebutkan sebelumnya sebagai ciri

novel bergenre antropologis. Oleh sebab itu, novel tersebut sangat cocok

untuk didekati dengan alat analisis antropologi sastra, khususnya terkait unsur

budaya dan kearifan lokal yang ada di dalamnya.

Penggunaan novel bercorak budaya sebagai bahan pembelajaran sangat

penting bagi terwujudnya tujuan pendidikan di Indonesia. Sebagaimana yang

telah tertuang di dalam landasan filosofis kurikulum 2013 sebagai pijakan

pengembangan pembelajaran. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan

didasarkan pada akar budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa

masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013

dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam,

diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun

dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan. Untuk

mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik,

Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan

kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang

diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu

bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris

budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan

bangsa masa kini.

Selain itu, kurikulum 2013 juga dikembangkan berdasarkan pandangan

bahwa peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut

pandangan filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa

Page 20: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

9

lampau adalah sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk

dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya

menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan

memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari

dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa

budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta

kematangan fisik peserta didik. Selain mengembangkan kemampuan berpikir

rasional dan cemerlang dalam akademik, Kurikulum 2013 memposisikan

keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga,

diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi

sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini

(Salinan Lampiran Permendikbud No. 69 th 2013 tentang Kurikulum SMA-

MA, 2013: 4-5).

Dari landasan filosofis tersebut, pelajaran Bahasa Indonesia yang

terdapat di dalam setiap jenjang pendidikan memiliki peran penting untuk

melakukan internalisasi budaya ke dalam diri peserta didik. Di dalam

kurikulum 2013 terdapat kompetensi dasar terkait analisis teks novel pada

jenjang kelas XII SMA pada mata pelajaran Bahasa Indonesia wajib, yaitu

pada KD 3.3 (menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini,

dan novel baik melalui lisan maupun tulisan).

Dalam menganalisis sebuah novel, perlu dipertimbangkan tujuan dari

kajian sastra. Kajian sastra di SMA tentunya tidak sekadar bertujuan untuk

Page 21: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

10

mengetahui isi dari sebuah karya sastra, tetapi kajian yang dilakukan juga

diharapkan dapat bermanfaat dalam kehidupan keseharian peserta didik. Di

samping itu, karya sastra yang akan dijadikan objek kajian juga harus

disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan kebermanfaatannya. Oleh

sebab itu, sangat penting adanya pertimbangan dalam memilih bahan ajar

novel dan pisau analisis yang digunakan dalam pembelajaran, seperti halnya

pertimbangan-pertimbangan yang telah dibahas sebelumnya.

Namun, pada kenyataan di lapangan, penggunaan bahan ajar,

khususnya dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia, yang bercorak budaya dan kearifan lokal masih jarang sekali

digunakan di sekolah. Terutama novel yang bercorak budaya dan kearifan

lokal yang ada di sekitar lingkungan peserta didik. Oleh sebab itu,

penggunaan bahan ajar yang memiliki corak budaya dan kearifan lokal sangat

perlu dilakukan oleh para pendidik. Penggunaan bahan ajar yang demikian

menjadi sangat penting demi melihat generasi muda Indonesia masa kini,

terutama siswa SMA banyak mengadopsi budaya barat yang tidak sesuai

dengan jati diri bangsa Indonesia.

Sebuah pendekatan pengkajian karya sastra sangat penting digunakan

untuk menganalisis sebuah karya sastra, khususnya novel. Pendekatan

antropologi sastra digunakan untuk memahami unsur budaya dan kearifan

lokal yang ada di dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono. Dengan

adanya kajian budaya dan kearifan lokal yang ada di dalam novel tersebut,

siswa SMA diharapkan dapat mengambil manfaat yang tersirat di dalamnya.

Page 22: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

11

Peneliti menyimpulkan perlunya pengembangan pendidikan berlandas

budaya dan kearifan lokal pada peserta didik yang nantinya akan memberikan

kontribusi yang besar dalam proses pendidikan. Hal inilah yang

melatarbelakangi penulis untuk menganalisis unsur budaya dan kearifan lokal

dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono, melalui pendekatan

antropologi sastra. Di samping itu, penulis juga akan memaparkan bagaimana

aplikasi bahan pembelajaran novel tersebut dalam pembelajaran di kelas XII

SMA.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah

dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Penelitian karya sastra khususnya novel dengan pendekatan antropologi

sastra masih sangat jarang dilakukan, baik oleh akademisi maupun

praktisi.

2. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan

bangsa masa kini dan masa mendatang menjadi landasan Kurikulum

2013. Oleh sebab itu, perlu adanya bahan pembelajaran yang memuat

budaya dan kearifan lokal sebagai sarana untuk mencapai tujuan

pendidikan yang diinginkan.

3. Penggunaan bahan ajar sastra berupa novel yang bercorak budaya dan

kearifan lokal masih jarang sekali digunakan di sekolah. Terutama

novel yang bercorak budaya dan kearifan lokal yang ada di sekitar

lingkungan peserta didik.

Page 23: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

12

4. Generasi muda Indonesia masa kini, terutama siswa SMA, banyak

mengadopsi budaya barat yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa

Indonesia. Oleh sebab itu, perlu adanya bahan ajar yang mampu

menarik kembali minat pelajar dengan budayanya sendiri.

C. Penegasan Istilah

Dari penjelasan latar belakang tersebut, terdapat beberapa penegasan

istilah yang dipaparkan di bawah ini.

1. Unsur budaya merupakan bagian-bagian yang membangun kebudayaan

di suatu tempat. Adapun unsur budaya tersebut meliputi sistem religi,

sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,

kesenian, sistem mata pencaharian hidup, serta sistem teknologi dan

peralatan hidup manusia (Koentjaraningrat, 1985: 2).

2. Kearifan lokal merupakan sebagian kecil atau intisari dari kebiasaan-

kebiasaan kelompok masyarakat tertentu. Kearifan lokal memiliki ciri-

ciri universal dalam arti bahwa gejala tersebut hadir di berbagai

komunitas, meskipun dikemukakan dengan bahasa yang berbeda-beda

(Ratna, 2011: 92).

3. Novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono merupakan salah satu bahan

pembelajaran yang digunakan untuk mengenalkan budaya dan kearifan

lokal kepada peserta didik, serta sebagai upaya internalisasi nilai

budaya dan kearifan lokal kepada peserta didik.

4. Skenario adalah rencana lakon sandiwara berupa adegan demi adegan

yang tertulis secara terperinci (Depdiknas, 2008: 1324).

Page 24: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

13

5. Pembelajaran sastra merupakan sebuah proses komunikasi antara

pendidik dengan peserta didik yang menyajikan karya sastra dalam

suatu proses pembelajaran yang meliputi teori sastra, sejarah sastra,

kritik sastra, sastra bandingan, dan apresiasi sastra melalui berbagai

jenis teks sastra (Ismawati 2013: 1).

Jadi, maksud judul skripsi “Unsur Budaya dan Kearifan Lokal dalam

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono dan Skenario Pembelajaran di Kelas

XII SMA (Kajian Antropologi Sastra)” adalah penelitian terhadap unsur

budaya yang meliputi sistem religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan,

sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem

teknologi dan peralatan hidup manusia, juga kearifan lokal dalam novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono serta Skenario Pembelajaran di Kelas XII

SMA.

D. Batasan Masalah

Masalah yang terlalu luas akan berakibat suatu penelitian tidak atau

kurang berhasil. Selain itu, masalah yang terlalu luas akan mengakibatkan

kekaburan bagi masalah yang diteliti. Agar masalah dapat dikaji dengan

mendalam, perlu adanya pembatasan masalah dalam penelitian ini. Batasan

masalah penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Kajian antropologi sastra terhadap novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono terfokus hanya pada isi atau muatan teks sastra.

2. Kajian antropologi sastra yang akan dilakukan terfokus pada unsur-

unsur budaya dan kearifan lokal yang ada di dalam novel yang meliputi

Page 25: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

14

sistem religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem

pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem

teknologi dan peralatan hidup manusia pada novel Dasamuka karya

Junaedi Setiyono.

3. Arah dari kajian ini difungsikan untuk perencanaan pembelajaran

analisis teks novel pada kelas XII SMA.

Dengan adanya pembatasan masalah tidak akan terjadi penyimpangan

terhadap penelitian yang dilakukan sehingga penelitian masih berada dalam

lingkup yang akan diteliti.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah dapat peneliti rumuskan

sebagai berikut.

1. Bagaimana unsur budaya dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono?

2. Bagaimana kearifan lokal dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono?

3. Bagaimana skenario pembelajaran analisis novel dengan pendekatan

antropologi sastra karya Junaedi Setiyono di kelas XII SMA?

F. Tujuan Penelitian

Penelitian dengan judul “Unsur Budaya dan Kearifan Lokal dalam

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono (melalui pendekatan Antropologi

Sastra) serta Skenario Pembelajaran di Kelas XII SMA”, bertujuan untuk

mendeskripsikan:

Page 26: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

15

1. unsur budaya dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono;

2. kearifan lokal dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono;

3. skenario pembelajaran analisis novel dengan pendekatan antropologi

sastra karya Junaedi Setiyono di kelas XII SMA.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat kajian antropologi sastra dalam novel Dasamuka karya

Junaedi Setiyono dibagi menjadi dua, yaitu secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

wawasan dan memperkaya khasanah penelitian mengenai unsur budaya

dan kearifan lokal melalui kajian antropologi sastra terhadap novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono.

2. Manfaat Praktis

Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat baik bagi

peneliti, pendidik, peserta didik, sekolah, maupun peneliti lanjutan.

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan acuan

dalam melaksanakan penelitian selanjutnya atau penelitian serupa

di masa yang akan datang.

b. Bagi Pendidik

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu

alternatif pembelajaran sastra yang efektif untuk menanamkan nilai

Page 27: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

16

budaya dan kearifan lokal kepada peserta didik dan menumbuhkan

rasa cinta peserta didik pada karya sastra khususnya novel.

c. Bagi Peserta Didik

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan

kepada peserta didik untuk memahami karya sastra serta mampu

merefleksikan budaya dan kearifan lokal dalam kehidupan.

d. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan

dalam mempersiapkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia,

khususnya pada kompetensi dasar analisis teks fiksi dalam novel.

e. Bagi Peneliti Lanjutan/Berikutnya

Penelitian ini diharapkan dapat membantu penulis

selanjutnya sebagai acuan serta dapat menambah wawasan

mengenai sastra khususnya dalam bidang budaya dan kearifan

lokal dalam pendidikan.

H. Sistematika Skripsi

Skripsi yang berjudul “Unsur Budaya dan Kearifan Lokal Novel

Dasamuka Karya Junaedi Setiyono dan Skenario Pembelajarannya di Kelas

XII SMA (Kajian Antropologi Sastra)” terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian

awal, bagian isi, bagian akhir. Pada bagian awal skripsi, penulis menyajikan

judul skripsi, persetujuan pembimbing, pengesahan, moto dan persembahan,

kata pengantar, daftar isi, dan abstrak. Pada bagian isi, penulis menyajikan isi

skripsi ysng terdiri dari lima bab, yang tersusun sebagai berikut.

Page 28: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

17

Bab I berisi pendahuluan. Pendahuluan terdiri atas latar belakang

masalah, identifikasi masalah, penegasan istilah, batasan masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka

berisi tentang uraian penelitian terdahulu yang terdiri dari tesis Muharrina

Harahap (2009) dan Nurelide (2007), sedangkan kajian teoretis digunakan

sebagai acuan dalam penelitian. Dalam kajian teoretis ini disajikan teori

antropologi sastra; konsep budaya serta unsur budaya yang meliputi sistem

religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,

kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan hidup

manusia; teori kearifan lokal; dan teori pembelajaran sastra di Kelas XII

SMA.

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian ini terdiri dari

objek penelitian, fokus penelitian, jenis penelitian, instrumen penelitian, data

dan sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, teknik analisis

data, serta teknik penyajian hasil analisis data. Bab ini menjelaskan tentang

metode yang digunakan penulis untuk meneliti karya sastra.

Bab IV berisi penyajian data dan pembahasan data hasil penelitian.

Dalam bab ini, penulis menguraikan data penelitian yang diambil dari novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono berupa kutipan-kutipan narasi dan

percakapan. Sub bab dalam pembahasan data menguraikan unsur budaya dan

kearifan lokal dalam novel, dan skenario pembelajaran analisis teks novel di

kelas XII SMA.

Page 29: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

18

Bab V berisi penutup. Dalam bab ini penulis menyajikan simpulan

dan saran-saran yang relevan dengan kesimpulan tersebut. Selain itu, penulis

juga melampirkan sinopsis novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono dan

daftar pustaka.

Page 30: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

Bab II ini berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka

berisi tentang penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu untuk

mengetahui persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Kajian teoretis berisi

tentang teori antropologi sastra, unsur budaya, kearifan lokal dan skenario

pembelajarannya di kelas XII SMA.

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis untuk membanding-

kan kajian terdahulu dengan kajian yang akan dilakukan penulis sehingga

diketahui perbedaan dan persamaan yang khas antara kajian-kajian tersebut.

Berdasarkan penelusuran terhadap berbagai referensi, terdapat beberapa

penelitian yang mempunyai tema hampir sama, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Muharrina Harahap (2009) dengan judul penelitian “Mitologi

Jawa dalam Novel-Novel Kuntowijoyo”; dan penelitian yang dilakukan oleh

Nurelide (2007) dengan judul penelitian “Meretas Budaya Masyarakat Batak

Toba dalam Cerita Sigalegale (Telaah Cerita Rakyat dengan Pendekatan

Antropologi Sastra)”.

Harahap (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Mitologi Jawa

dalam Novel-Novel Kuntowijoyo” menjelaskan secara rinci mengenai

mitologi, filsafat, dan representasi nilai budaya Jawa dalam novel-novel

Kuntowijoyo dengan menggunakan teori antropologi sastra dan semiotika.

Mitologi Jawa dalam novel-novel Kuntowijoyo terlihat melalui wujud sikap

Page 31: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

20

kosmologi masyarakat Jawa dan pandangan hidup orang Jawa. Wujud sikap

kosmologi tercermin melalui upacara tradisi seperti slametan, sesajen,

pengkultusan orang, penamaan anak, dan ritual sowan dan ruwatan.

Pandangan hidup orang Jawa diaktualisasikan pada empat hal yaitu raja

sebagai pemusatan kosmis, keraton sebagai pusat kerajaan numinus, Gunung

Merapi, dan Laut Selatan. Kemudian mitologi Jawa tersebut berkembang

menjadi mitos-mitos masa kini yang telah bergeser maknanya seiring dengan

perkembangan zaman. Filsafat Jawa yang juga merupakan bagian dari mitos

terungkap melalui tiga aspek yaitu metafisika, epistemologi, dan aksiologi.

Selanjutnya, representasi nilai budaya Jawa dalam novel-novel Kuntowijoyo

dipaparkan melalui tokoh-tokoh yang hidup dan berinteraksi dengan

serangkaian mitos dan realitas.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2009) dengan

penelitian ini terdapat pada pendekatan yang digunakan sebagai alat analisis

untuk memahami objek penelitian, yakni pendekatan antropologi sastra.

Persamaan juga terdapat di dalam jenis objek yang digunakan, yakni

berbentuk novel, khususnya novel yang bersetting dan memiliki corak budaya

Jawa.

Adapun perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan Harahap

(2009) menggambil sudut pandang kajian mitologi budaya Jawa dengan

menggunakan teori strukturalisme Levi-Strauss, sedangkan penelitian ini

mengambil sudut pandang unsur budaya, khususnya budaya Jawa, dengan

menggunakan teori budaya Koentjaraningrat. Selain itu, penelitian yang

Page 32: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

21

dilakukan oleh Harahap (2009) sebatas kajian terhadap karya sastra yang

hanya bermanfaat untuk akademisi semata, sedangkan penelitian ini

memaparkan skenario pembelajaran analisis novel menggunakan pendekatan

antropologi sastra di kelas XII SMA sehingga manfaat penelitian tidak hanya

diperuntukkan bagi akademisi, tetapi juga untuk praktisi pendidikan.

Nurelide (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Meretas Budaya

Masyarakat Batak Toba dalam Cerita Sigalegale (Telaah Cerita Rakyat

dengan Pendekatan Antropologi Sastra)” menjelaskan secara rinci mengenai

isi dan struktur cerita serta konsep kebudayaan masyarakat Batak Toba yang

terdapat dalam cerita Sigalegale. Hasil penelitian cerita Sigalegale ini

menunjukkan bahwa tujuan hidup masyarakat Batak Toba di Samosir pada

zaman dahulu, yaitu setiap orang berkeinginan mencapai kekayaan,

keturunan, dan kehormatan. Khusus mengenai tujuan hidup untuk mendapat

berkat melalui keturunan itu, dalam pandangan masyarakat Batak tradisional

bahwa memiliki banyak anak merupakan hal yang sangat penting. Bagi

masyarakat Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Anak

laki-laki diibaratkan sebatang pohon yang tidak memiliki akar. Setiap anak

laki-laki mempunyai kewajiban mengurus dan meneruskan kelangsungan

hidup keluarga.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Nurelide (2007) dengan

penelitian ini terdapat pada pendekatan yang digunakan sebagai alat analisis

untuk memahami objek penelitian, yakni sama-sama menggunakan

pendekatan antropologi sastra. Perbedaannya adalah objek penelitian yang

Page 33: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

22

digunakan Nurelide (2007) berbentuk sastra lisan cerita daerah Batak Toba

berjudul Sigalegale, sedangkan objek penelitian ini berbentuk novel bercorak

Budaya Jawa, yaitu novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono. Nurelide

(2007) menggambil sudut pandang kajian Budaya Batak Toba, sedangkan

penelitian ini mengambil sudut pandang kajian Budaya Jawa. Selain itu,

penelitian yang dilakukan oleh Nurelide (2007) sebatas kajian terhadap karya

sastra yang hanya bermanfaat untuk akademisi semata, sedangkan penelitian

ini memaparkan skenario pembelajaran analisis novel menggunakan

pendekatan antropologi sastra di kelas XII SMA sehingga manfaat penelitian

tidak hanya diperuntukkan bagi akademisi, tetapi juga untuk praktisi

pendidikan.

B. Kajian Teoretis

Kajian teoretis merupakan kajian terhadap berbagai macam teori yang

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Kajian teori digunakan sebagai

dasar untuk melakukan penelitian. Kajian teoretis ini berisi kajian tentang

teori antropologi sastra, unsur budaya, kearifan lokal dan skenario

pembelajaran sastra di kelas XII SMA.

1. Antropologi Sastra

Untuk memahami dan mengkaji corak kebudayaan dalam sebu-

ah karya sastra, termasuk novel, dibutuhkan peran serta ilmu pengeta-

huan lain di luar sastra. Ilmu pengetahuan lain, seperti antropologi

budaya, difungsikan sebagai ilmu bantu dalam menganalisis. Antro-

pologi budaya dianggap sebagai ilmu bantu paling relevan untuk alat

Page 34: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

23

analisis seluk beluk atau corak kebudayaan suatu kelompok masyarakat.

Penerapan antropologi budaya untuk menelaah karya sastra, selanjutnya

disebut antropologi sastra.

Penelitian antropologi sastra merupakan celah baru penelitian

sastra. Penelitian yang mencoba menggabungkan dua disiplin ilmu ini,

masih jarang diminati. Padahal sesungguhnya banyak hal yang menarik

dan dapat digali dengan penelitian antropologi sastra. Maksudnya,

penelitian sastra dapat mengungkap berbagai hal yang berhubungan

dengan kiasan-kiasan antropologis. Peneliti juga dapat lebih leluasa

memadukan kedua bidang itu secara interdisipliner, karena baik sastra

maupun antropologi sama-sama berbicara tentang manusia

(Endraswara, 2013: 107). Antropologi berbicara tentang manusia berbu-

daya di dalam kehidupan nyata, sedangkan sastra merupakan hasil

budaya manusia. Di samping sebagai hasil budaya, sastra juga membi-

carakan manusia yang berbudaya dalam ranah imajinatif penulisnya.

Jadi, antara antropologi dengan sastra memiliki hubungan yang erat.

Secara istilah antropologi berasal dari kata anthropos (Yunani)

yang memiliki arti ilmu pengetahuan untuk mempelajari hakikat manu-

sia, baik secara jasmaniah maupun rohaniah (Ratna, 2011: 465). Senada

dengan pernyataan tersebut, Koentjaraningrat (2009: 9) menyatakan

bahwa antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia.

Kemudian, pernyataan-pernyataan tersebut disempurnakan oleh

Haviland yang menyatakan bahwa antropologi merupakan penelitian

Page 35: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

24

tentang manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat

bagi manusia untuk menuntun perilaku dan untuk memperoleh

pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman budaya (Endraswara,

2013: 3). Jadi, dapat disimpulkan bahwa antropologi merupakan ilmu

yang mempelajari manusia berbudaya.

Sastra merupakan warisan budaya yang memuat potret keaneka-

ragaman budaya dalam masyarakat (Endrasawara, 2013: 10-11). Oleh

sebab itu, antropologi dan sastra memiliki kedekatan. Antropologi

berbicara tentang manusia berbudaya di dalam kehidupan nyata, se-

dangkan sastra merupakan hasil budaya manusia. Di samping sebagai

hasil budaya, sastra juga membicarakan manusia yang berbudaya dalam

ranah imajinatif penulisnya. Jadi, antara antropologi dengan sastra

memiliki hubungan yang sangat erat.

Terdapat beberapa aspek penting yang menyebabkan kedekatan

antara sastra dan antropologi, yaitu (a) keduanya sama-sama memper-

hatikan aspek manusia dengan seluruh perilakunnya; (b) manusia ada-

lah makhluk yang berbudaya, memiliki daya cipta rasa kritis untuk

mengubah hidupnya; (c) antropologi dan sastra tidak alergi pada feno-

mena imajinatif kehidupan manusia yang lebih indah dari warna

aslinya; (d) banyak wacana lisan dan sastra lisan yang menarik minat

para antropolog dan ahli sastra; (e) banyak interdisiplin yang mengitari

bidang sastra dan budaya hingga menantang munculnya antropologi

sastra. Lima aspek ini menandai bahwa adat istiadat, tradisi, seremonial,

Page 36: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

25

mitos, dan sejenisnya banyak menarik perhatian sastrawan untuk me-

warnai karya-karya yang dilahirkannya (Endraswara, 2013: 5-6).

Ratna (2015: 351) menyatakan bahwa antropologi sastra adalah

studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia (anthropos).

Antropologi dibagi menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan

antropologi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia,

seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat istiadat, dan karya

seni, khususnya karya sastra. Dalam kaitannya dengan tiga macam

bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia, yaitu kompleks ide,

kompleks aktivitas, dan kompleks benda-benda, maka antropologi

sastra memusatkan pada kompleks ide. Sedikit berbeda dengan

pandangan Ratna, antropologi sastra dalam pandangan Poyatos adalah

ilmu yang mempelajari sastra berdasarkan penelitian antarbudaya.

Penelitian budaya dalam sastra diyakini sebagai sebuah refleksi

kehidupan (Endraswara, 2013: 3). Jadi, dapat disimpulkan bahwa

antropologi sastra merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia

beserta budaya yang melingkupinya.

Studi antropologi mulai berkembang pada awal abad ke-20 pada

saat negara-negara kolonial, khususnya Inggris menaruh perhatian

terhadap bangsa non-Eropa dalam rangka mengetahui sifat bangsa-

bangsa yang dijajah. Dalam hal ini antropologi sastra ada kaitannya

dengan studi orientalis. Atas dasar pertimbangan bahwa sistem kultural

Page 37: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

26

suatu bangsa tersimpan di dalam bahasa, maka jelas karya sastra

merupakan sumber yang sangat penting (Ratna, 2015: 351-352).

Melalui kajian antropologi sastra terhadap karya-karya sastra

suatu daerah atau negara dapat diketahui bagaimana kondisi kultural

yang ada di daerah atau negara tersebut. Kondisi kultural adalah kondisi

yang khas di dalam suatu daerah atau negara tersebut yang tidak

terdapat di daerah lain, misalnya kondisi geografis, bahasa, adat isti-

adat, mata pencaharian penduduknya, kemajuan peradaban masyara-

katnya, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut atara daerah atau negara

yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Salah satu cara untuk

mengetahui ciri khas tersebut yaitu dengan kajian antropologi sastra.

Dalam ruang lingkup regional dan nasional antropologi sastra

perlu dibina dan dikembangkan. Polemik kebudayaan tahun 1930-an

yang dipicu oleh pikiran-pikiran Sutan Takdir Alisyahbana tidak

semata-mata berorientasi ke Barat, sebagaimana ditanggapi oleh

kritikus dan budayawan yang lain. Sebaliknya, polemik kebudayaan

bermaksud untuk menemukan pola-pola kebudayaan nasional, dasar-

dasar berpikir yang dapat digunakan untuk mengembangkan model-

model kesenian berikutnya, khususnya kesusastraan.

Ratna (2015: 352) menyatakan bahwa dengan memanfaatkan

bahasa Indonesia yang secara definitif sudah mulai digunakan sejak

Kebangkitan Nasional tahun 1908, yang kemudian disahkan dalam

Sumpah pemuda tahun 1928, karya sastra Indonesia modern diharapkan

Page 38: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

27

mampu menjadi wadah bagi aspirasi bangsa, baik intelektual maupun

emosional. Sastra Indonesia modern yang pada dasarnya merupakan

kelanjutan sastra Melayu, bersama-sama dengan sastra daerah lainnya

diharapkan mampu unttuk memberikan keseimbangan antara perkem-

bangan teknologi dan perkembangan spiritual. Meskipun karya sastra

tersebut merupakan hasil imajinasi, perlu diketahui bahwa justru di

dalam imajinasi itulah nilai-nilai antropologis ‘dipermain-mainkan’,

disitulah inti penelitan antropologi sastra.

Karya sastra yang diungkapkan melalui bahasa dari periode ke

periode, dari sastra melayu klasik sampai sastra modern mengungkap

perkembangan budaya Indonesia. Oleh sebab itu, kajian dengan pende-

katan antropologi terhadap karya sastra penting untuk dilakukan. Karya

sastra menjadi pandangan sisi lain etnografi Indonesia yang dituliskan

oleh para etnograf maupun antropolog. Karya sastra memiliki ciri

subjektif karena berasal dari imajinasi manusia, berbeda dengan etno-

grafi yang ditulis berdasarkan objek yang ada. Namun, latar belakang

penulis turut ikut di dalam proses lahirnya karya sastra maupun karya

etnografi sehingga keduanya dapat dijadikan rujukan pengetahuan

budaya manusia.

Pendekatan antropologi sastra termasuk ke dalam pendekatan

arketipal, yaitu karya sastra merupakan warisan budaya masa lalu.

Warisan budaya tersebut dapat terpantul dalam karya-karya sastra

klasik dan modern. Oleh sebab itu, penelitian antropologi sastra dapat

Page 39: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

28

mengkaji keduanya dalam bentuk paparan etnografi (Endraswara, 2013:

109). Paparan Endraswara tersebut di perjelas dengan pernyataan Ratna

(2015: 353) yang menyatakan bahwa dalam paparan etnografi itu,

antropologi sastra memberikan perhatian pada manusia sebagai agen

kultural, sistem kekerabatan, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan

lainnya.

Menurut Bernard, pada umumnya penelitian antropologi sastra

mayoritas bersumber pada tiga hal, yaitu manusia/orang, artikel tentang

sastra, atau bibliografi. Dari ketiga sumber data ini sering dijadikan

pijakan peneliti sastra untuk mengungkap makna di balik karya sastra.

Ketiga sumber data tersebut dipandang sebagai documentation

resources (Endraswara, 2013: 109). Pendapat Bernard ini mendukung

pernyataan Endraswara dan Ratna tersebut yang menyatakan bahwa

karya sastra merupakan sumber informasi mengenai manusia yang

berbudaya. Budaya manusia dan kearifan lokal dikaji dalam antropologi

sastra.

Endraswara (2013: 109-110) dalam bukunya yang berjudul

Metodologi Penelitian Antropologi Sastra menyatakan bahwa analisis

antropologi sastra digunakan untuk mengungkap beberapa hal, antara

lain:

(a) kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang-uang masih

dilakukan dalam cipta sastra. Kebiasaan leluhur melakukan semedi,

Page 40: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

29

melantunkan pantun, mengucapkan mantra-mantra, dan sejenisnya

menjadi fokus penelitian;

(b) mengungkap akar tradisi atau subkultural serta kepercayaan

seorang penulis yang terrpantul dalam karya sastra. Dalam kaitan

ini tema-tema tradisional yang diwariskan turun temurun akan

menjadi perhatian tersendiri;

(c) kajian juga dapat diarahkan pada aspek penikmat sastra etnografis,

mengapa mereka sangat taat menjalankan pesan-pesan yang ada

dalam karya sastra;

(d) proses pewarisan sastra tradisonal dari waktu ke waktu;

(e) kajian diarahkan pada unsur-unsur etnografis atau budaya

masyarakat yang mengitari karya sastra tersebut;

(f) simbol-simbol mitologi dan pola pikir masyarakat pengagumnya.

Dari keenam hal yang biasa diungkap dari kajian antropologi

sastra, penulis mengambil fokus pada poin kajian yang diarahkan pada

unsur-unsur etnografi atau budaya masyarakat yang mengitari karya

sastra tersebut. Kajian ini dimaksudkan untuk mengkaji novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono pada unsur budaya yang mengitari

lahirnya karya tersebut, yaitu budaya Jawa.

2. Budaya

Budaya merupakan bukti peradaban manusia. Budaya dimiliki

oleh seluruh suku bangsa di dunia. Dalam pandangan masyarakat

umum, budaya diidentikkan dengan sesuatu yang sifatnya masa lampau

Page 41: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

30

dan tradisional. Padahal sesungguhnya budaya sudah ada sejak zaman

prasejarah hingga sekarang dan akan terus ada sampai punahnya

kehidupan manusia. Jadi, antara manusia dengan budaya memiliki

hubungan yang sangat erat.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah

yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang memiliki arti “budi”

atau “akal”. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-

hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Dalam pendapat lain juga

dipaparkan bahwa budaya berasal dari kata majemuk budi-daya yang

berarti kekuatan dari akal (Koentjaraningrat, 1985: 9).

Berbeda dengan definisi yang diungkapkan Koentjaraningrat

tersebut, Endraswara (2013: 10) mendefinisikan kebudayaan sebagai

keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan,

moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diper-

oleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku.

Sama dengan yang diungkapkan Endraswara, Tylor juga

mengungkapkan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan aktivitas

manusia termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat

istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain (Ratna, 2010: 5).

Senada dengan pernyataan Endraswara dan Tylor tersebut, Ruth

Benedict mengatakan bahwa kebudayaan merupakan pola-pola

pemikiran serta tindakan tertentu yang terungkap dalam aktivitas,

(Daeng, 2012: 45). Pendapat-pendapat tersebut memiliki simpul bahwa

Page 42: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

31

kebudayaan merupakan tata cara aktivitas manusia dalam kehidupan

sehari-hari yang memancarkan identitas tertentu.

Poespowardojo mengatakan bahwa kebudayaan disalurkan dari

generasi ke generasi untuk kehidupan manusiawi yang lebih baik

(Daeng, 2012: 45). Sementara itu Marvin Harris menyatakan bahwa

kebudayaan merupakan seluruh aspek kehidupan manusia dalam

masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan

tingkah laku (Ratna, 2010: 5). Senada dengan yang dinyatakan oleh

Harris, Koentjaraningrat (1985: 1-2) mengatakan bahwa konsep

kebudayaan merupakan seluruh totalitas dari pikiran, karya, dan hasil

karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya, dan hanya bisa

dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar.

Dari pendapat beberapa pakar di atas dapat diambil sebuah

kesimpulan bahwa kebudayaan merupakan sebuah pola aktivitas

kehidupan manusia sehari-hari seperti pengetahuan, kepercayaan, seni,

moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang

didasarkan adanya proses belajar sebelumnya.

Jadi, hal-hal yang tidak termasuk kebudayaan hanyalah

beberapa tindakan spontan yang berdasarkan naluri, sedangkan suatu

perbuatan yang sebenarnya juga merupakan perbuatan naluri, seperti

makan misalnya, oleh manusia dilakukan dengan peralatan, dengan tata

cara sopan santun dan protokol sehingga hanya bisa dilakukannya

dengan baik sesudah suatu proses belajar tata cara makan, termasuk

Page 43: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

32

kebudayaan. Hal ini yang membedakan antara manusia dengan

binatang. Manusia berakal sehingga manusia termasuk makhluk

berbudaya, sedangkan binatang tidak berakal sehingga binatang

termasuk makhluk tak berbudaya. Oleh sebab itu, yang menjadi bahan

kajian dalam antropologi sastra adalah manusia.

a. Unsur-Unsur Budaya

Unsur budaya merupakan bagian-bagian yang membangun

kebudayaan di suatu tempat (Koentjaraningrat, 1985: 2). Unsur-

unsur budaya pasti ditemukan dalam kebudayan di seluruh dunia,

baik yang hidup di masyarakat pedesaan yang kecil terpencil

maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks.

Unsur-unsur budaya juga pasti ditemukian di setiap zaman, dari

masa prasejarah hingga masa kini dan masa depan. Berikut ini

merupakan unsur-unsur budaya menurut beberapa ahli.

1) Unsur Budaya menurut Melville J Herskovits.

Berikut ini empat unsur budaya menurut Melville J

Herskovits.

a) Alat-alat teknologi.

b) Sistem ekonomi.

c) Keluarga.

d) Kekuasaan Politik (Soekanto, 2003: 153).

Page 44: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

33

2) Unsur Budaya menurut Bronislaw Malinowski.

Berikut ini empat unsur budaya menurut Bronislaw

Malinowski.

a) Sistem norma sosial yang memungkinkan kerjasama antara

para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan

alam sekitarnya.

b) Organisasi ekonomi.

c) Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk

pendidik (keluarga adalah lembaga pendidik utama).

d) Organisasi kekuatan (politik) (Soekanto, 2003: 153).

3) Unsur Budaya menurut Ratna.

Tujuh unsur budaya menurut Ratna (2011: 395-396)

adalah sebagai berikut:

a) peralatan kehidupan manusia;

b) mata pencaharian;

c) sistem kemasyarakatan;

d) sistem bahasa (dan sastra);

e) kesenian dengan berbagai jenisnya;

f) sistem pengetahuan;

g) sistem religi.

4) Unsur Budaya menurut Koenjaraningrat.

Tujuh unsur budaya menurut Koentjaraningrat (1985:

2) adalah sebagai berikut:

Page 45: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

34

a) sistem religi;

b) sistem dan organisasi kemasyarakatan;

c) sistem pengetahuan;

d) bahasa;

e) kesenian;

f) sistem mata pencaharian hidup;

g) sistem peralatan hidup dan teknologi.

Kendatipun pendapat Ratna senada dengan pendapat

Koentjaraningrat, tetapi ketujuh unsur budaya tersebut memiliki

perbedaan. Koentjaraningrat (1985: 2) menyatakan bahwa susunan

tata urut dari ketujuh unsur-unsur kebudayaan tersebut dibuat dengan

sengaja untuk sekalian menggambarkan unsur-unsur yang paling

sukar berubah atau mendapatkan pengaruh kebudayaan lain, dan

yang paling mudah berubah atau diganti dengan unsur-unsur serupa

dari kebudayaan-kebudayaan lain. Dalam tata urut tersebut terlihat

bahwa unsur-unsur yang berada di bagian atas dari deretan

merupakan unsur-unsur yang lebih sukar berubah daripada unsur-

unsur yang di bawahnya. Sistem religi merupakan sistem yang

sangat sulit berubah karena sudah menjadi kepercayaan yang

ditanamkan sejak lahir, sedangkan sistem teknologi mudah sekali

berubah seiring perkembangan zaman. Adapun ketujuh unsur yang

dinyatakan oleh Ratna tidak memiliki kepakeman yang

mengharuskan ketujuh unsur tersebut tersusun secara urus.

Page 46: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

35

Perbedaan unsur budaya yang dipaparkan oleh Ratna dan

Koentjaraningrat juga terlihat pada paparan dari setiap unsur.

Sebagai Antropolog, Koentjaraningrat memaparkan unsur budaya

berdasarkan pola aktivitas manusia dalam masyarakat, sedangan

Ratna, sebagai seorang akademisi dalam bidang sastra, memaparkan

ketujuh unsur berdasarkan pola aktivitas manusia dalam karya sastra.

Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan teori gabungan

antara teori unsur budaya Ratna dengan unsur budaya

Koentjaraningrat untuk mengkaji novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono.

a) Sistem religi

Istilah religi diturunkan dari akar kata religio (Latin)

berkaitan deengan kepercayaan, keyakinan. Pengertian religi

dianggap lebih luas dibandingkan dengan agama. Religi dengan

sendirinya meliputi seluruh sistem kepercayaan, pada umumnya

berlaku dalam kelompok-kelompok terbatas, sedangkan agama

mengacu hanya pada agama formal, keberadaannya memperoleh

pengakuan secara hukum (Ratna, 2011: 429).

Sistem religi, menyangkut sistem ilmu gaib. Semua

aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan

atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan

(religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah

dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mung-

Page 47: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

36

kin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk ke-

mudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang men-

dorong orang melakukan tindakan-tindakan bersifat religi.

Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mem-

punyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi

keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demi-

kian, emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu

religi bersama dengan tiga unsur yang lain, yaitu: (1) sistem

keyakinan, (2) sistem upacara keagamaan, (3) umat yang

menganutnya. Sistem upacara keagamaan secara khusus

mengandung empat aspek yaitu: (1) tempat upacara keagamaan,

(2) waktu upacara keagamaan, (3) benda-benda dan alat-alat

upacara, (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin

upacara (Koentjaraningrat, 2009: 295-296).

Unsur religi menyangkut agama, baik agama samawi

maupun agama duniawi dan kepercayaan yang biasanya dianut

oleh sekelompok masyarakat berdasarkan kultural yang ada di

dalamnya. Agama dan kepercayaan memiliki unsur sistem

keyakinan berupa keyakinan-keyakinan terhadap ajaran yang

dianut; sistem upacara keagamaan berupa ibadah sesuai dengan

agama dan kepercayaan yang bersangkutan; dan unsur umat

yang menganutnya. Dalam unsur sistem upacara keagamaan

terdapat empat aspek, yaitu tempat ibadah, waktu ibadah, alat

Page 48: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

37

ibadah, dan umat yang melakukan ibadah. Hal-hal tersebut yang

akan dikaji di darri novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono.

b) Sistem dan organisasi kemasyarakatan

Dalam tiap kehidupan masyarakat, unsur-unsur khusus

dalam organisasi kemasyarakatan diorganisasi atau diatur oleh

adat-istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam

kesatuan di dalam lingkungan di mana individu hidup dan

bergaul sehari-hari. Kesatuan sosial yang paling dekat adalah

kesatuan kekerabatan, yaitu keluarga inti yang dekat, dan kaum

kerabat yang lain. Kemudian ada kesatuan-kesatuan di luar

kaum kerabat, tetapi masih dalam lingkungan komunitas atau

kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat ini terbagi menja-

di lapisan-lapisan tingkat sosial. Setiap orang di luar kaum

kerabatnya menghadapi lingkungan orang-orang yang lebih

tinggi tingkat sosialnya dan yang sama tingkat sosialnya

(Koentjaraningrat, 2009: 285). Di dalam kelompok-kelompok

masyarakat tersebut manusia saling berinteraksi membentuk

budaya.

Sebagai bentuk narasi etis estetis, dalam karya sastra,

masalah yang paling banyak diungkapkan adalah sistem

kekerabatan dengan berbagai implikasinya. Sistem kekerabatan

melibatkan sistem komunikasi dari kelompok manusia yang

paling kecil, sebagai tatap muka hingga kelompok yang paling

Page 49: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

38

besar, sebagai masayarakat itu sendiri. Kelompok terkecil dalam

hubunagn ini juga termasuk hubungan suami istri, sebagai

keluarga inti, melaluinya akan berkembang model hubungan

kekerabatan lain yang lebih luas. Model hubungan inilah yang

mendasari mekanisme penyusunan cerita dalam berbagai

bentuknya (Ratna, 2011: 405).

Sistem kekerabatan berkembang sesuai dengan perkem-

bangan peradaban. Secara tradisional karya sastra bercerita

tentang hubungan suami sitri, anak dengan orang tua, dengan

tetangga terdekat, sesuai dengan mekanisme komunikasi.

Dengan adanya mobilitas manusia, sistem antar hubungan pun

semakin bertambah luas. Perkawinan antar keluarga,

antardaerah, antarsuku, bahkan antarbangsa (Ratna, 2011: 409).

Di samping itu hubungan kekerabatan juga dapat terlihat dari

hubungan dalam dunia kerja maupun dunia politik.

Lebih luas lagi, sistem kekerabatan dalam masyarakat,

tercermin dalam kehidupan keluarga, perkawinan, tolong-

menolong antarkerabat, sopan-santun pergaulan antarkerabat,

sistem istilah kekerabatan, sistem politik, sistem hukum dan

sebagainya (Koentjaraningrat, 2009: 287).

Antara satu sistem kultur daerah satu dengan yang lain

memiliki perbedaan dalam sistem kekerabatan ini. Sisitem

Page 50: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

39

kekerabatan budaya Jawa ini yang akan dikaji dari novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono.

c) Sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan,

merupakan suatu uraian tentang cabang-cabang pengetahuan

yang dimiliki masyarakat, menyangkut pengetahuan tentang: (1)

alam sekitarnya, (2) alam flora di daerah tempat tinggalnya, (3)

alam fauna di daerah tempat tinggalnya, (4) zat-zat, bahan men-

tah, dan benda-benda dalam lingkungannya, (5) tubuh manusia

(6) sifat-sifat dan tingkah sesama manusia; dan (7) ruang dan

waktu (Koentjaraningrat, 2009: 291).

Sebagai salah satu bagian dari kebudayaan, sistem

pengetahuan jelas bertentangan dengan sistem sastra, ilmu

pengetahuan merupakan objektivitas empiris, karya sastra meru-

pakan subjektivitas imjinatif sehingga keduanya seolah-olah

tidak bisa dipertemukan. Meskipun demikian, sebagai inter-

disiplin, untuk memahaminya secara bersama-sama ada tiga cara

yang dapat dilakukan. Pertama, ilmu pengetahuan dianggap

sebagai muatan, diceritakan sebagai salah satu unsur di antara

unsur-unsur yang lain. Kedua, menganggap bahwa karya sastra

bukan semata-mata imajinasi, dengan berbagai petunjuk karya

sastra itu sendiri juga merupakan ilmu pengetahuan. Pada

gilirannya, pada tataran berbeda, dengan cara yang berbeda

Page 51: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

40

pengarang adalah ilmuwan. Ketiga, sebagai bentuk, wadah,

karya sastra bersifat terbuka. Karya sastra dapat menyajikan

bermacam-macam aspek kebudayaan, baik secara fragmentaris

maupun keseluruhan (Ratna, 2011: 425).

d) Bahasa

Koentjaraningrat (2009: 261) menyatakan bahwa bahasa

adalah sistem perlambangan manusia yang berbentuk lisan

maupun tulisan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain.

Dalam karangan etnografi, bahasa masyarakat tercermin dalam

rangkaian kata-kata dan kalimat yang diucapkan oleh suku

bangsa, beserta variasi-variasi dari pemilik bahasa itu.

Bahasa dalam arti seluas-luasnya merupakan warisan

biologis tetapi proses perkembangannya terjadi melalui proses

belajar. Belum ditemukan jawaban mengapa seorang bayi yang

baru keluar dari rahim ibunya secara serta merta dapat

menangis. Tangis, tawa, tatapan mata, dan berbagai gerak tubuh

bayi yang baru lahir adalah bahasa. Dengan terjadinya

perkembangan biologis yang dengan sendirinya diikuti oleh

perkembangan psikologi, maka melalui pengaruh lingkungan

terjadilah perkembangan bahasa tersebut. Dalam ruang lingkup

yang lebih luas setiap komunitas, kelompok tertentu memiliki

bahasa, yang dapat diperluas sebagai bahasa etnis tertentu,

seperti bahasa Bali, Jawa, Sunda dan sebagainya, bahasa bangsa

Page 52: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

41

tertentu, seperti bahasa Indonesia, Arab, Inggris, dan

sebagainya, dan bahasa dunia seperti bahasa Inggris. Dengan

adanya bahasalah maka setiap kelompok masyarakat memiliki

kebudayaan tertentu (Ratna, 2011: 60).

Bahasa tidak semata-mata untuk berkomunikasi, tetapi

juga untuk menempatkan seseorang pada tempat yang

sesungguhnya (Ratna, 2011: 416). Misalnya, di dalam budaya

Jawa terdapat perbedaan penggunaan bahasa yang ditentukan

oleh lapis-lapis sosial dalam masyarakat. Bahasa Jawa yang

digunakan oleh masyarakat di desa, yang dipakai dalam lapisan

pegawai (priyayi), di dalam istana (keraton), para kepala

Swapraja di Jawa Tengah, berbeda-beda. Koentjaraningrat

(2009: 263) menyatakan bahwa perbedaan bahasa menurut

lapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan disebut

tingkat sosial bahasa (social kevels of speech).

e) Kesenian

Kesenian sebagai unsur kebudayaan, merupakan ekspresi

hasrat manusia akan keindahan. Ada dua macam seni yang

penting di sini yaitu: (1) seni rupa, atau kesenian yang dinikmati

oleh manusia dengan mata, dan (2) seni suara, atau kesenian

yang dinikmati oleh manusia dengan telinga. Seni rupa ada

berupa seni patung, seni relief (termasuk seni ukir), seni lukis

serta gambar, dan seni rias, sedangkan seni musik ada yang

Page 53: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

42

vokal (menyanyi) dan ada yang istrumen (dengan alat bunyi-

bunyian) (Koentjaraningrat, 2009: 298).

Yang dimaksud dengan karya seni dalam hubungan

dengan kajian antropologi sastra adalah karya-karya seni yang

terkandung dalam karya sastra, karya seni sebagai muatan

(Ratna, 2011: 422). Unsur karya seni banyak menghiasi karya

sastra yang ikut membangun alur cerita di dalam karya sastra.

Misalnya, karya sastra yang mengisahkan tentang seorang

seniman lukis. Maka, unsur budaya, dalam hal ini seni, banyak

menghiasi karya tersebut.

f) Sistem mata pencaharian hidup

Untuk mempertahankan hidup, manusia harus dapat

memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis dan sosial, seperti

makan, minum, dan bekerja sama. Oleh sebab itu, manusia harus

bisa bekerja atau memiliki mata pencaharian. Sistem mata

pencaharian dapat diperinci ke dalam beberapa jenis seperti:

perburuan, peladangan, pertanian, peternakan, perdagangan,

perkebunan, industri, kerajinan, industri manufaktur, dll. Tiap

jenis mata pencaharian tadi, terkait dengan sistem sosialnya,

sisem sosial yang berlaku dan diberlakukan di dalam

berinetraksi dan bekerjasama dalam kaitannya dengan mata

pencaharian disebut sebagai adat. Adat dalam sistem sosial

tercermin dari keteraturan dalam berbagai aktifitas sosialnya.

Page 54: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

43

Sedangkan adat yang dimanifestasikan dalam wujud fisik yang

berupa berbagai peralatan yang tentunya merupakan benda-

benda kebudayaan (Koentjaraningrat, 2009: 275-285).

Dalam seluruh kehidupan manusia, mata pencaharian

merupakan masalah pokok karena keberlangsungan kehidupan

terjadi semata-mata dengan dipenuhinya berbagai bentuk

kebutuhan jasmani (Ratna, 2011: 400). Dalam karya sastra baik

langsung maupun tidak langsung, mata pencaharian dengan

sendirinya dikemukakan secara estetis. Berbagai bentuk

peribahasa digali melalui kekayaan alam sebagai bukti bahwa

antara manusia dengan alam sekitar memiliki hubungan tak

terpisahkan. Contoh: seperti ilmu padi, semakin berisi, semakin

merunduk. Selain itu, di dalam prosa fiksi seringkali alur cerita

dipengaruhi oleh pekerjaan tokoh dalam cerita.

g) Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Dalam teknologi tradisional dikenal paling sedikit 8

(delapan) macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik.

Kedelapan sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik dipakai

oleh manusia hidup dalam masyarakat pedesaan yang hidup

dalam masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat

pedesaan yang hidup dari pertanian, berupa: (1) alat-alat

produktif, (2) senjata, (3) wadah, (4) alat-alat menyalakan api,

(5) makanan, minuman, bahan pembangkit gairah, dan jamu-

Page 55: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

44

jamu, (6) pakaian dan perhiasan, (7) tempat berlindung dan

perumahan, (8) alat-alat transportasi (Koentjaraningrat, 2009:

263-275). Dalam perkembangan peradaban, teknologi

tradisional tersebut berkembang menjadi teknologi modern.

Namun, Baik teknologi tradisional maupun teknologi modern

sama-sama merupakan budaya yang dimiliki oleh manusia.

Dalam karya sastra masalah-masalah peralatan hidup

tidak dilukiskan secara kronologis, melainkan secara fragmen-

taris sesuai dengan struktur penceritaan. Ceritalah yang menjadi

masalah utama, di dalamnya berbagai bentuk peralatan menjadi

pelengkap (Ratna, 2011: 397). Peralatan itu pun tidak banyak

dijelaskan, melainkan semata-mata disinggung sebagai data

untuk menunjuk terjadinya suatu peristiwa (Ratna, 2011: 400).

Karya sastra yang baik, menunjukkan dengan jelas

penggunaan peralatan sehingga sesuai dengan situasi dan

kondisi, latar secara keseluruhan, sekaligus menghindarkan

terjadinya anakronisme (Ratna, 2011: 399).

3. Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam

tata kehidupan bermasyarakat (Sjarif, 2010: 338). Sejalan dengan

pernyataan Sjarif, Kearifan lokal menurut Utomo (2014: 10) adalah

nilai-nilai luhur dari budaya bangsa yang ada di tengah-tengah

masyarakat di setiap daerah. Nilai kearifan itu dapat bersumber pada

Page 56: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

45

petuah leluhur, ajaran budaya, cerita rakyat, sejarah maupun adat

istiadat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan nilai-

nilai luhur dari budaya yang berlaku dalam tata kehidupan

bermasyarakat yang bersumber pada petuah leluhur, ajaran budaya,

cerita rakyat, sejarah maupun adat istiadat yang berfungsi untuk

melindungi dan mengelola lingkungan hidup (fisik dan non fisik) secara

lestari.

Lokal tidak harus diartikan sebagai sesuatu yang sederhana,

sempit, rendah, dan nilai-nilai peyoratif lainnya. Sebaliknya, berbagai

kebijaksanaan lokal, pengetahuan tradisional, dan berbagai bentuk

kebudayaan setempat yang lain, sebagai sesuatu yang pernah diping-

girkan, dimarginalisasikan, diangkat kembali ke permukaan, dijadikan

sebagai isu utama, bahkan ditempatkan pada posisi pusat. Dalam

banyak hal, kebijaksanaan lokal mampu mengantisipasi berbagai

permasalahan, terrmasuk yang terjadi di dunia kontemporer. Misalnya

dalam bidang pengobatan. Seiring perkembangan zaman penyakit

banyak sekali bermunculan. Menghadapi permasalahan yang demikian,

bidang kesehatan terus mencari formula pengobatan yang pas untuk

mengatasinya. Namun, di sisi lain pengobatan tradisional warisan nenek

moyang juga mulai digali kembali untuk mengatasi permasalahan

tersebut.

Kearifan lokal (local wisdom) menurut pemahaman lain sering

dikacaukan dengan kebudayaan lokal (local culture). Di samping itu

Page 57: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

46

istilah lain yang sering muncul adalah pengetahuan lokal (lokal

knowledge). Secara definitif, baik kearifan lokal maupun pengetahuan

lokal jelas merupakan bagian kebudayaan lokal. Kearifan lokal dan

pengetahuan lokal hanyalah sebagian kecil, intisari kebiasaan-kebiasaan

kelompok masyarakat tertentu (Ratna, 2011: 91).

Kearifan lokal memiliki ciri-ciri universal dalam arti bahwa

gejala tersebut hadir di berbagai komunitas, meskipun dikemukakan

dengan bahasa dan cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam upacara

adat pernikahan di Indonesia. Salah satu prosesi pernikahan yang ada di

Indonesia, pada hampir seluruh sukunya, terdapat prosesi lamaran dan

seserahan. Namun, antara adat yang satu dengan yang lain memiliki

nama dan prosesi berbeda-beda, sesuai dengan kultur budaya yang ada

di dalamnya.

Sebagai warisan budaya, kearifan lokal perlu dipelihara dan

dilestarikan. Dalam kebudayaan lokal, selain sistem norma juga

terkandung pengetahuan lokal, pengetahuan tradisional, yaitu berbagai

konsep, bahkan teori yang sudah digunakan oleh nenek moyang dalam

rangka menopang keberlangsungan kehidupannya.

Pada masa nenek moyang dahulu tidak dikenal adanya pupuk

kimia untuk menambah kuantitas produk padi. Mereka menggunakan

pupuk alami untuk dijadikan penyubur tanaman, sedangkan masa

sekarang petani menggunakan berbagai macam pupuk kimia untuk

meningkatkan kuantitas produk padi. Namun, sekarang mulai

Page 58: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

47

digalakkan lagi padi organik untuk mengembalikan hidup sehat. Dalam

hal ini lah kearifan lokal berperan dalam menopang keberlangsungan

hidup (Astiyanto, 2013: 253-254).

Ratna (2011: 94) mengemukakan tiga fungsi utama kearifan

lokal sebagai pendukung kearifan nasional adalah sebagai berikut.

a. Kearifan lokal merupakan semen pengikat berbagai bentuk

kebudayaan yang sudah ada sehingga disadari keberadaannya. Oleh

sebab itu, kearifan lokal diharapkan dapat dipelihara dan

dikembangkan secara optimal.

b. Kearifan lokal berfungsi untuk mengantisipasi, menyaring, bahkan

mentransformasikan berbagai bentuk pengaruh budaya luar sehingga

sesuai dengan ciri-ciri masyarakat lokal. Makin kuat daya tahan

kearifan lokalnya, maka masyarakat yang bersangkutan makin stabil.

c. Kearifan lokal dengan demikian berfungsi untuk memberikan

sumbangan terhadap kebudayaan yang lebih luas, baik nasional

maupun internasional.

4. Skenario Pembelajaran Sastra di SMA

Skenario adalah rencana berupa adegan-adegan yang

disusun secara terstruktur dan bertahap untuk mencapai sesuatu

(Depdiknas, 2008: 1324). Adapun pembelajaran sastra merupakan

pembelajaran yang mencakup seluruh aspek sastra, yang meliputi teori

sastra, sejarah sastra, kritik sastra, sastra bandingan, dan apresiasi sastra

(Ismawati 2013: 1). Jadi, dapat disimpulkan bahwa skenario

Page 59: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

48

pembelajaran sastra merupakan rencana berupa adegan atau langkah

yang disusun oleh pendidik secara terstruktur dan bertahap untuk

merencanakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik demi

tercapai tujuan pembelajaran sastra.

a. Pembelajaran Sastra

Di dalam kurikulum pendidikan, pembelajaran sastra tidak

berdiri sendiri seperti mata pelajaran lain, melainkan terintegrasi

dalam peembelajaran bahasa. Hal ini bukan berarti membuat pem-

belajaran sastra tidak penting karena sesungguhnya pembelajaran

sastra sangat penting untuk membentuk karakter seseorang melalui

media hiburan (teks sastra) sebagaimana pendapat Endraswara

(2013: 2) yang menyatakan bahwa sastra merupakan alat untuk

mengajarkan perilaku budaya sehingga sikap dan perilaku pembaca

sastra sering dipengaruhi oleh karya sastra yang dibacanya.

Pembelajaran sastra terintegrasi di dalam pembelajaran bahasa

karena media untuk bersastra adalah bahasa sehingga terdapat

kedekatan khusus di antara keduanya.

Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang

mencakup seluruh aspek sastra, yang meliputi teori sastra, sejarah

sastra, kritik sastra, sastra bandingan, dan apresiasi sastra (Ismawati

2013: 1). Dari pendapat Ismawati tersebut dapat diketahui bahwa

pembelajaran sastra tidak hanya terkait teori sastra tetapi juga

bagaimana menumbuhkan minat apresiasi peserta didik terhadap

Page 60: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

49

karya sastra, baik dalam benttuk teks puisi, drama, novel, cerpen,

maupun teks sastra lainya.

b. Tujuan Pembelajaran Sastra

Tujuan pembelajaran sastra ditekankan demi terwujudnya

kompetensi bersastra atau kompetensi mengapresiasi sastra peserta

didik secara memadai. Tujuan pembelajaran sastra diarahkan agar

peserta didik memeroleh sesuatu yang lebih bernilai dibandingkan

bacaan teks lain yang bukan teks sastra. Sesuatu yang bernilai itu

menurut Saryono dapat berupa pengalaman, pengetahuan,

kesadaran, dan hiburan (Nurgiyantoro, 2010: 452). Dari pendapat

Saryono tersebut dapat diketahui bahwa teks sastra diajarkan di

sekolah untuk memberikan pengalaman, pengetahuan, dan

kesadaran sosial yang menghibur sehingga secara tidak langsung

peserta didik mendapatkan pelajaran dari teks sastra yang

dibacanya.

Sementara itu, Ismawati (2013: 30) menyatakan bahwa

secara garis besar tujuan pembelajaran sastra dapat dipilah menjadi

dua bagian, yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

Tujuan jangka pendek adalah agar peserta didik mengenal cipta

sastra dan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait

dengannya. Di samping itu, peserta didik dapat memberi tanggapan

atau pertanyaan tentang cipta sastra yang dibacanya; peserta didik

dapat menyelesaikan tugas-tugas pengajaran sastra; mengunjungi

Page 61: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

50

kegiatan sastra; menyatakan tertarik dengan kegiatan pengajaran

sastra; dan memilih kegiatan sastra di antara kegiatan lain yang

disediakan. Sementara itu, tujuan pembelajaran sastra jangka

panjang adalah terbentuknya sikap positif terhadap sastra dengan

ciri, peserta didik mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap karya

sastra dan dapat membuat indah dalam setiap fase kehidupannya

sebagaimana pepatah mengatakan dengan seni (sastra) hidup

menjadi lebih indah.

Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra sangat bermanfaat

bagi kehidupan manusia, khususnya peserta didik. Sastra tidak

sekadar sebagai hiburan atau suatu ilmu yang harus dipelajari,

melainkan bagian hidup dari peserta didik itu sendiri. Oleh sebab

itu, pembelajaran sastra perlu mendapat porsi khusus di dalam

pembelajaran di sekolah. Semua itu dapat diperoleh melalui

pembelajaran sastra dari teks-teks sastra secara langsung.

c. Fungsi Pembelajaran Sastra

Sebuah pembelajaran harus memiliki fungsi tertentu baik

bagi peserta didik sendiri maupun bagi lingkungan peserta didik

berada. Begitu pula dengan pembelajaran sastra. Pembelajaran

sastra harus memiliki fungsi tertentu, terutama bagi peserta didik

sendiri. Menurut Ismawati (2013: 1), pembelajaran sastra memiliki

fungsi sebagai sarana untuk belajar menemukan nilai-nilai yang

terdapat dalam karya sastra yang diajarkan dalam suasana yang

Page 62: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

51

kondusif di bawah bimbingan guru. Pembelajaran sastra

memungkinkan tumbuhnya sikap apresiasi terhadap hal-hal yang

indah, yang lembut, yang manusiawi, untuk diinternalisasikan

menjadi bagian dari karakter peserta didik yang akan dibentuk.

Selain itu, Ismawati (2013: 30-31) mengatakan bahwa

pembelajaran sastra juga berfungsi untuk mengenalkan beragam

denyut kehidupan kepada pembacanya antara lain keindahan, cinta

kasih, penderitaan, kegelisahan, harapan, tanggung jawab

pengabdian, pandangan hidup, serta keadilan sehingga dapat

menyadarkan pembaca akan manfaat pembelajaran sastra.

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa fungsi

pembelajaran sastra adalah untuk mengenalkan beragam denyut

kehidupan kepada pembacanya, antara lain keindahan, cinta kasih,

penderitaan, kegelisahan, harapan, tanggung jawab pengabdian,

pandangan hidup, serta keadilan yang akhirnya memunginkan akan

terbentuknya keterampilan berbahasa, pengetahuan budaya,

perkembangan daya cipta dan rasa, juga terbentuknya watak bagi

pembacanya.

d. Bahan Pembelajaran Sastra

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta

didik dalam pembelajaran sastra, pendidik hendaknya mampu

memilih bahan ajar yang relevan yang dapat mendidik dan dapat

menambah wawasan peserta didik serta dapat diamalkan dalam

Page 63: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

52

kehidupan sehari-hari sehingga tujuan dari pembelajaran itu dapat

tercapai. Sumber belajar peserta didik dapat berupa majalah, buku

teks, novel, dan sumber belajar lain yang relevan. Dalam penelitian

ini mengambil penelitian pembelajaran khusus pada teks novel.

Secara garis besar bahan pembelajaran sastra dapat

dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu bahan apresiasi tidak

langsung dan apresiasi langsung (Nurgiyantoro, 2010: 452). Bahan

apresiasi tidak langsung menyaran pada bahan pembelajaran yang

bersifat teoretis dan kesejarahan, tepatnya teori sastra dan sejarah

sastra, atau pengetahuan tentang sastra. Sementara itu, dalam

pembelajaran apresiasi sastra langsung, peserta didik secara kritis

dibimbing untuk membaca dan memahami; mengenali karakter-

istiknya yang khas; menunjukkan keindahan; menunjukkan berba-

gai pengalaman dan pengetahuan yang dapat diperoleh; dan lain-

lain yang semuanya tercakup dalam wadah apresiasi.

Dengan adanya pembelajaran apresiasi langsung, kompe-

tensi bersastra peserta didik akan lebih bermakna dari sekadar

pengetahuan tentang sastra. Pembelajaran ini diharapkan mampu

menjadikan peserta didik memiliki kecakapan dalam menimbang

berbagai pengalaman kehidupan melalui berbagai teks sastra;

sendiri dan langsung; dengan cara-cara yang menyenangkan; selalu

tertantang rasa ingin tahunya; serta tidak terbatas pada lingkup dan

waktu di sekolah. Oleh sebab itu, pembelajaran sastra yang bersifat

Page 64: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

53

langsung harus lebih ditekankan. Pembelajaran sastra secara

langsung ini dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas

karena jika hanya dilaksanakan di dalam kelas waktu yang tersedia

tidak mencukupi. Di samping itu, dengan adanya pembelajaran

sastra di luar kelas, peserta didik dapat menjadikan sastra sebagai

bagian dari hidup, tidak hanya sekadar sebagai tuntutan belajar.

Berdasarkan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia, pembelajaran sastra, khususnya novel di kelas XII

SMA terdapat dalam kompetensi inti 3, yaitu memahami, menerap-

kan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konsep-

tual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya

tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora

dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan pera-

daban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai

dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Untuk

materi analisis novel terdapat dalam kompetensi dasar 3.3, yaitu

Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan

novel baik melalui lisan maupun tulisan.

Pembelajaran teks sastra di kelas XII SMA khusus

mempelajari teks prosa fiksi berupa novel. Novel yang digunakan

sebagai bahan ajar hendaknya mempunyai nilai estetika yang dapat

menarik minat peserta didik. Di samping itu, karya sastra yang

Page 65: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

54

digunakan sebagai bahan ajar hendaknya mempunyai nilai

kehidupan yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik dalam

lingkungan sosial masyarakat. Pada penelitian ini, karya sastra

yang dipilih sebagai materi pembelajaran sastra kelas XII adalah

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono dengan kajiannya berupa

kajian atropologi sastra untuk mencari unsur budaya dan kearifan

lokal yang terdapat di dalamnya. Hal ini sesuai dengan landasan

filosofis kurikulum 2013 yang menekankan pada internalisasi

budaya Indonesia kepada peserta didik melalui proses

pembelajaran di sekolah.

e. Metode Pembelajaran Prosa Fiksi

Dalam pembelajaran, pendidik membutuhkan cara untuk

mendesain sebuah pembelajaran agar menarik minat peserta didik

dan tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Cara tersebut

disebut metode. Setiap pembelajaran membutuhkan metode untuk

mengajarkan kompetensi kepada peserta didik, tidak terkecuali

dalam pembelajaran prosa fiksi.

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk

melaksanakan rencana yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang

didesain untuk mencapai tujuan tertentu (Sanjaya, 2006: 124-125).

Untuk melaksanakan suatu strategi, seorang pendidik

menggunakan seperangkat metode pembelajaran tertentu. Dalam

pengertian yang demikian maka, metode pembelajaran menjadi

Page 66: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

55

salah satu unsur dalam strategi pembelajaran. Metode digunakan

oleh pendidik untuk mengkreasi lingkungan belajar dan

mengkhususkan aktivitas dimana pendidik dan peserta didik

terlibat selama proses pembelajaran berlangsung. Jadi, dapat

diketahui bahwa metode merupakan cara yang digunakan oleh

pendidik untuk mengkreasi lingkungan belajar demi tercapai tujuan

pembelajaran yang diinginkan.

Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang telah

dirancang untuk mengaktifkan peran peserta didik di dalam pembe-

lajaran sehingga pendidik hendaknya mampu memilih dan

menerapkan metode yang tepat untuk diterapkan dalam

pembelajaran novel di SMA. Berikut ini merupakan metode-

metode pembelajaran yang cocok untuk mengaktifkan peserta didik

di dalam pembelajaran di SMA.

1) Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan pembelajaran

yang melibatkan peserta didik dalam merumuskan pertanyaan

yang mengarahkan untuk melakukan investigasi dalam upaya

membangun pengetahuan dan makna baru. Pembelajaran ber-

basis inkuiri ini melibatkan peserta didik secara aktif dalam

pembelajaran karena pembelajaran beerpusat pada aktivitas

peserta didik. Dengan demikian, peserta didik memiliki kebe-

basan lebih luas dalam mengeksplorasi kemampuan diri.

Page 67: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

56

Sanjaya (2006:194) menyatakan bahwa pembelajaran

inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekan-

kan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari

dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan

melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Selanjunya, Sanjaya

(2006:197-199) mengungkapkan bahwa pembelajaran inkuiri

dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut ini.

a) Berorientasi pada pengembangan intelektual

Kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran

dengan menggunakan strategi inkuiri bukan ditentukan

sejauh mana peserta didik dapat menguasai materi pelaja-

ran, akan tetapi sejauh mana peserta didik beraktivitas

mencari dan menemukan sesuatu. Jadi, penilaian nantinya

tidak dilihat hanya dari hasil belajar, tetapi juga dari proses

perserta didik berinkuiri dalam pembelajaran.

b) Prinsip interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses

interaksi, baik interaksi antara peserta didik maupun inter-

aksi peserta didik dengan guru, bahkan interaksi antara

peserta didik dengan lingkungan.

Page 68: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

57

c) Prinsip bertanya

Guru berrperan aktif bertanya untuk memancing

pengetahuan peserta didik dan menumbuhkan motivasi

peserta didik untuk mencari tahu lebih dalam terkait kom-

petensi yang sedang dipelajari.

d) Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan

tetapi belajar adalah proses berpikir, yakni proses mengem-

bangkan seluruh potensi otak secara maksimal.

e) Prinsip keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai

kemungkinan. Oleh sebab itu, peserta didik perlu diberikan

kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan

kemampuan logika dan nalarnya. Dengan demikian akan

tercipta generasi muda yang kreatif, inovatif, berwawasan

luas, memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tidak

bergantung dengan orang lain.

Pengajaran inkuiri dibentuk atas dasar diskoveri. Oleh

sebab itu, seorang peserta didik harus menggunakan kemam-

puannya berdiskoveri dan kemampuan lainnya dalam proses

pembelajaran. Dalam inkuiri, seseorang bertindak sebagai

seorang ilmuwan (scientist), melakukan eksperimen, dan

mampu melakukan proses mental berinkuiri (Hamalik, 2014:

Page 69: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

58

2019-220). Proses berinkuiri peserta didik di dalam pem-

belajaran adalah sebagai berikut:

a) mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alami;

b) merumuskan masalah-masalah;

c) merumuskan hipotesis-hipotesis;

d) merancang pendekatan investigatif yang meliputi

eksperimen;

e) melaksanakan eksperimen;

f) mensintesiskan pengetahuan;

g) memiliki sikap ilmiah, antara lain objektif, ingin tahu,

keterbukaan, menginginkan dan menghormati model-model

teoretis, serta bertanggung jawab.

Inkuiri berorientasi diskoveri menunjuk pada situs-situs

akademik di mana kelompok-kelompok kecil peserta didik

(umumnya antara 4-5 anggota) berupaya menemukan jawaban-

jawaban atas topik-topik inkuiri. Dalam situasi-situasi tersebut,

peserta didik dapat menemukan konsep atau rincian informasi.

Model ini dapat dilaksanakan kepada seluruh kelas sebagai

bagian dari kegiatan-kegiatan inkuiri, yang disebut social

inquiry (Hamalik, 2014: 220).

Page 70: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

59

Asumsi-asumsi yang mendasari model inkuiri ini ialah:

a) keterampilan berpikir kritis dan berpikir edukatif yang

diperlukan berkaitan dengan pengumpulan data yang

bertalian dengan kelompok hipotesis;

b) keuntungan bagi siswa dari pengalaman kelompok di mana

mereka berkomunikasi, berbagi tanggung jawab, dan

bersama-sama mencari pengetahuan;

c) kegiatan-kegiatan belajar disajikan dengan semangat

berbagai inkuiri dan diskoveri menambah motivasi dan

memajukan partisipasi.

Penggunaan strategi inkuiri menurut Hamalik (2014:

221) dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a) mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi

fokus inkuiri secara jelas;

b) mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta;

c) memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk

menjawab pertanyaan yang sudah ditentukan pada langkah

sebelumnya;

d) mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis

dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul;

e) merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan

menyatakan jawaban sebagai preposisi tentang fakta.

Page 71: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

60

Sementara itu, langkah-langkah pembelajaran inkuiri

menurut Sanjaya (2006: 199) adalah sebagai berikut:

a) orientasi;

b) merumuskan masalah;

c) mengajukan hipotesis;

d) mengumpulkan data;

e) menguji hipotesis;

f) merumuskan kesimpulan.

Adapun, Tahapan model belajar secara inkuiri yang

diperkenalkan oleh Alberta Learning adalah sebagai berikut:

a) perencanaan; yang mencakup pembuatan perencanaan

untuk melakukan inkuiri. Guru dan peserta didik perlu

menentukan topik inkuiri dan memilih sumber belajar atau

sumber informasi yang diperlukan.

b) mencari informasi; yang mencakup pengumpulan dan

pemilihan informasi, serta mengevaluasi informasi.

Kegiatan memperoleh informasi yang mencakup pelaksana-

an aktivitas inkuiri untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan.

c) mengolah; yang mencakup analisis informasi dengan

mencari hubungan dan melakukan penarikan kesimpulan.

d) mengkreasi; yang mencakup kegiatan mengelola informasi,

mengkreasi produk, dan memperbaiki produk.

Page 72: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

61

e) berbagi; yang mencakup komunikasi atau paparan hasil

pada audien yang terkait.

f) mengevaluasi; yang mencakup aktivitas evaluasi produk

dan proses inkuiri yang telah dilakukan. Kemampuan yang

diharapkan adalah transfer kemampuan dalam menangani

masalah lain (Sani, 2014: 93).

Proses inkuiri menuntut guru bertindak sebagai fasili-

tator, narasumber, dan penyuluh kelompok. Peserta didik dido-

rong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan

pengetahuan. Strategi instruksional dapat berhasil apabila guru

memperhatikan hal-hal berikut ini.

a) Mendefinisikan secara jelas topik inkuiri yang dianggap

bermanfaat bagi peserta didik.

b) Membentuk kelompok-kelompok dengan memperhatikan

keseimbangan aspek akademik dan aspek sosial.

c) Menjelaskan tugas dan menyediakan umpan balik kepada

kelompok dengan cara yang responsif dan tepat waktu.

d) Intervensi untuk meyakinkan terjadinya interaksi antara

pribadi secara sehat dan terdapat dalam kemajuan

pelaksanaan tugas.

e) Melakukan evaluasi dengan berbagai cara untuk menilai

kemajuan kelompok dan hasil yang dicapai oleh kelompok

dan masing-masing peserta didik (Hamalik, 2014: 221).

Page 73: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

62

Pelaksanaan strategi inkuiri kelompok di dalam suatu

kelas dilaksanakan oleh kelompok-kelompok yang terdiri dari

enam kelompok, masing-masing terdiri dari lima orang siswa,

dan setiap anggota melakukan peran tertentu, yakni sebagai

berikut:

a) pemimpin kelompok; bertanggung jawab memulai diskusi,

menyiapkan kelompok untuk mengerjakan tugas dan me-

lengkapi tugas-tugas, bertemu dengan guru untuk mendis-

kusikan kemajuan serta kebutuhan kelompoknya, mendes-

kripsikan informasi dari guru kepada kelompok, dan

menyampaikan informasi kepada kelas atau kepada ke-

lompok lainnya.

b) pencatat; membuat dan memelihara catatan, karya tulis, dan

materi tulisan kelompok, baik yang dibuat pada waktu

berdiskusi maupun membagikannya kepada anggota

kelompok, serta membuat daftar centang dan daftar hadir

para anggota kelompok.

c) pemantau diskusi; berupaya memastikan bahwa diskusi

berlangsung lancar dan semua pendapat disampaikan dan

dibahas dalam diskusi. Pemantauan diperlukan agar diskusi

berlangsung secara terbuka dan mendapat dukungan.

d) pendorong; memelihara mental berdiskusi para anggota

dengan teknik menggunakan daftar centang partisipasi

Page 74: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

63

terhadap semua anggota kelompok. Mendorong tiap ang-

gota agar memberikan kontribusi dan mencoba meng-

gambarkan penjelasan yang lebih rinci dari para anggota

kelompok.

e) pembuat rangkuman; selama berlangsung diskusi dan pada

waktu menarik kesimpulan pada setiap pertemuan inkuiri,

perangkum merangkum butir-butir pokok yang muncul dan

merangkum tugas-tugas spesifik baik yang lengkap maupun

yang belum lengkap, mengundang pertanyaan-pertanyaan

dari kelompok untuk mengklarifikasikan kedudukan kema-

juan dan tujuan-tujuan kelompok.

f) pengacara; bertugas melakukan dan memberikan pendapat

bandingan terhadap argumen yang disampaikan dalam

diskusi terhadap pendapat yang diajukan oleh kelompok

lainnnya (Hamalik, 2014: 221-222).

Kendatipun setiap anggota kelompok telah memiliki

peran masing-masing di dalam kerja kelompok, mereka tidak

hanya menjalankan perannya semata, tetapi secara bersama-

sama mencari jawaban atas rumusan masalah yang telah

dirumuskan dengan jalan berinkuiri.

Sebuah metode pembelajaran pasti memiliki kelebihan

dan kekurangan. Di dalam bukunya yang berjudul Strategi

Pembelajaran, Sanjaya (2006: 206-207) memaparkan kelebihan

Page 75: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

64

dan kekurangan dari metode pembelajaran inkuiri, sebagai

berikut.

a) Kelebihan pembelajaran inkuiri

Pembelajaran berbasis inkuiri memiliki kelebihan

sebagai berikut:

(1) pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran

yang menekankan pada pengembangan aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pem-

belajaran melalui metode ini dianggap lebih bermakna;

(2) pembelajaran inkuiri memberi ruang kepada peserta

didik untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka;

(3) pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap

sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern

yang menganggap belajar adalah proses peerubahan

tingkah laku berkat adanya pengalaman;

(4) pembelajaran inkuiri dapat melayani kebutuhan peserta

didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

b) Kelemahan pembelajaran inkuiri

Pembelajaran berbasis inkuiri memiliki kelemahan

sebagai berikut:

(1) Jika digunakan sebagai metode pembelajaran, maka akan

sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik.

Page 76: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

65

(2) Metode ini sulit dalam merencanakan pembelajaran

karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam

belajar.

(3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, me-

merlukan waktu yang panjang sehingga guru sering

kesulitan dalam menyesuaikan dengan waktu yang telah

ditentukan.

(4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh

kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran,

maka metode inkuiri akan sulit di implementasikan oleh

setiap guru.

2) Pengajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah ini didadasarkan pada

sifat manusia yang belajar dari lingkungan sekitar yang penuh

dengan permasalahan. Pembelajaran ini menuntut peserta didik

untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan per-

masalahan, sedangkan pendidik berperan sebagai faasilitator

atau pembimbing. Pembelajaran berbasis masalah dapat mem-

bentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi dan meningkatkan

kemampuan pesrta didik untuk perpikir kritis.

Sanjaya (2006: 212) menyatakan bahwa pembelajaran

berbasis masalah merupakan sebuah rangkaian aktivitas pem-

belajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian ma-

Page 77: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

66

salah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari

pembelajaran berbasis masalah. Pertama, pembelajaran berbasis

masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya

dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus

dilakukan peserta didik. Peserta didik tidak hanya sekadar

mendengar, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran,

akan tetapi melalui pembelajaran ini peserta didik aktif berpikir,

berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya

menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk

menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan

dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Pembelajaran berbasis masalah didasarkan atas teori

psikologi kognitif yang berlandaskan pada teori konstruktivisme

yang memungkinkan peserta didik belajar mengonstruksi penge-

tahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Kemudian,

Sani (2014: 127) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis

masalah merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dila-

kukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan mem-

buka dialog.

Page 78: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

67

Karakteristik permasalahan yang dapat diselesaikan de-

ngan pembelajaran berbasis masalah menurut Oo Seng Tan

adalah sebagai berikut:

a) permasalahan dunia nyata yang tidak terstruktur atau kurang

terstruktur;

b) permasalahan yang mencakup beberapa sudut pandang

(beberapa mata pelajaran atau topik);

c) permasalahan yang menantang peserta didik untuk men-

guasai pengetahuan baru (Sani, 2014: 137).

Tahapan pembelajaran berbasis masalah yang dikem-

bangkan oleh Moust, dkk adalah sebagai berikut:

a) mengklarifikasi konsep yang belum jelas;

b) mendefinisikan permasalahan;

c) menganalisis permasalahan;

d) diskusi;

e) merumuskan tujuan belajar;

f) belajar mandiri;

g) evaluasi (Sani, 2014: 148).

Sementara itu, kegiatan dalam pembelajaran berbasis

masalah menurut Sani (2014: 145) adalah sebagai berikut:

a) merumuskan tujuan pembelajaran;

b) memperoleh informasi baru melalui pembelajaran mandiri;

Page 79: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

68

c) menerapkan strategi/metode baru dalam menganalisis

permasalahan;

d) mengajukan solusi permasalahan;

e) mengkaji dan mengevaluasi solusi yang diterapkan.

David Johnson dan Johnson mengemukakan ada lima

langkah pembelajaran berbasis masalah melalui kegiatan

kelompok. Berikut ini merupakan lima langkah pembelajaran

berbasis masalah yang dikemukakan oleh David Johnson dan

Johnson.

a) Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari

peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga

peserta didik menjadi jelas, masalah apa yang akan dikaji.

Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan pen-

jelasan peserta didik tentang isu-isu hangat yang menarik

untuk dipecahkan.

b) Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab ter-

jadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor, baik

faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat

mendukung dalam menyelesaikan masalah.

c) Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap

tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada

tahapan ini setiap siswa didorong unntuk berpikir me-

Page 80: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

69

ngemukakan penndapat dan argumentasi tentang kemung-

kinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.

d) menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengam-

bilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.

e) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi

hasil. Evalusi proses adalah evaluasi terhadap seluruh

pelaksanaan kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah

evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang

diterapkan (Sanjaya, 2006: 215-216).

Sebuah metode pembelajaran pasti memiliki kelebihan

dan kekurangan. Di dalam bukunya yang berjudul Strategi

Pembelajaran, Sanjaya (2006: 218-219) memaparkan kelebihan

dan kekurangan dari metode pembelajaran inkuiri, sebagai

berikut.

a) Kelebihan pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan

sebagai berikut:

(1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup

bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

(2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan

peserta didik serta memberikan kepuasan untuk mene-

mukan pengetahuan baru bagi peserta didik.

Page 81: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

70

(3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas

pembelajaran peserta didik.

(4) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik

bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk

memahami masalah dalam kehidupan nyata.

(5) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik

untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka

lakukan.

(6) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan

kepada peserta didik bahwa setiap mata pelajaran, pada

dasanya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang

harus dimengerti oleh peserta didik.

(7) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan

disukai peserta didik.

(8) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemam-

puan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengem-

bangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan

dengan pengetahuan baru.

(9) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan

pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan

yang mereka miliki dalam dunia nyata.

Page 82: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

71

(10) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat

peserta didik untuk secara terus menerus belajar

sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir

b) Kelemahan pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah memiliki kele-

mahan sebagai berikut:

(1) Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak

mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipel-

ajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa

enggan untuk mencoba.

(2) Keberhasilan strategi pembelajaran memalui problem

solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

(3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk

memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka

mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin

pelajari.

Dari teori metode-metode pembelajaran yang telah dipa-

parkan sebelumnya, pendidik memilih metode pembelajaran

inkuiri sebagai metode pembelajaran yang diterapkan di dalam

pembelajaran analisis teks novel. Pembelajaran berbasis inkuiri

ini dipilih karena pembelajaran ini sangat cocok untuk meng-

aktifkan peserta didik dalam pembelajaran serta menumbuhkan

semangat mencari ilmu, rasa tanggung jawab, dan percaya diri

Page 83: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

72

bagi peserta didik baik dalam proses pembelajaran maupun di

luar proses pembelajaran. Di samping itu, model pembelajaran

inkuiri ini juga sangat sesuai dengan tahapan pembelajaran

dalam analisis teks novel. Dengan menggunakan metode inkuiri

ini, pendidik berupaya membuat design dan skenario sebaik-

baiknya dengan mempertimbangkan kondisi peserta didik untuk

memaksimalkan pembelajaran di dalam kelas. Melalui

pembelajaran inkuiri ini diuapayakan siswa dapat

memaksimalkan potensinya di dalam bembelajaran. Dalam hal

ini, pembelajaran analisis novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono.

f. Langkah-langkah Pembelajaran Prosa Fiksi

Pembelajaran kurikulum 2013 memiliki ciri adanya

penggunaan pendekatan saintifik. Di dalam pendekatan saintifik

terdapat langkah atau tahapan di dalam proses pembelajaran.

Sebelumnya juga sudah dipaparkan bahwa salah satu model

pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah model pem-

belajaran inkuiri. Berikut ini tahapan atau langkah pembelajaran

prosa fiksi dengan pendekatan saintifik menurut Sani (2014: 281-

283) yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti pem-

belajaran, dan kegiatan peutup.

Page 84: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

73

1) Kegiatan pendahuluan

Aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan pendahu-

luan adalah sebagai berikut:

a) orientasi;

Orientasi dimaksudkan untuk memusatkan perhatian

peserta didik pada materi yang akan dipelajari, misal-

nya dengan cara menunjukkan sebuah fenomena yang

menarik, melakukan demonstrasi, memberikan ilustrasi,

menampilkan animasi atau tayangan video, dan seba-

gainya. Guru juga perlu menyampaikan tujuan pem-

belajaran sebagai upaya memberikan orientasi pada

peserta didik tentang apa yang ingin dicapai dengan

mengikuti kegiatan pembelajaran.

b) apersepsi;

Apersepsi perlu dilakukan untuk memberikan persepsi

awal kepada peserta didik tentang materi yang akan

dipelajari. Salah satu bentuk apersepsi adalah mena-

nyakan konsep yang telah dipelajari oleh peserta didik,

yang terkait dengan konsep yang akan dipelajari.

c) motivasi;

Motivasi perlu dilakukan pada kegiatan pendahuluan,

misalnya dengan memberikan gambaran tentang man-

faat materi yang akan dipelajari.

Page 85: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

74

d) pemberian acuan.

Guru perlu memberikan acuan terkait dengan kajian

yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan

materi pokok dan ringkasan materi pelajaran, pemba-

gian kelompok belajar, mekanisme kegiatan belajar,

tugas-tugas yang akan dikerjakan, dan penilaian yang

akan dilakukan.

Pada kegiatan pendahuluan ini pendidik menyam-

paikan tujuan pembelajara prosa fiksi yang akan dilakukan;

membangun motivasi dan minat peserta didik untuk menge-

tahui lebih jauh terkait pembelajara analisis novel; mem-

bangun pengetahuan bersama terkait pembelajaran analisis

teks novel; dan mendorong peserta didik untuk mengem-

bangkan pengetahuannya terkait analisis teks novel.

2) Kegiatan inti pembelajaran

Kegiatan inti merupakan aktivitas untuk mencapai

kompetensi inti dan kompetensi dasar. Kegiatan ini harus

dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, me-

nantang, memotivasi peserta didik untuk belajar. Kegiatan

inti pembelajaran dapat menggunakan model pembelajarann

atau strategi pembelajaran tertentu yang disesuaikan dengan

karakteristik peserta didik dan karakteristik mata pelajaran.

Page 86: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

75

Rancangan strategi pembelajaran yang mencakup

pemilihan beberapa metode pembelajaran dan sumber bel-

ajar perlu mempertimbangkan keterlibatan peserta didik

dalam belajar. Peserta didik perlu dilibatkan dalam proses

mengamati, berlatih menyusun pertanyaan, mengumpulkan

informasi, mengasosiasi atau menalar, dan mengomuni-

kasikan hasil atau mengembangkan jaringan.

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran memiliki

komponen proses belajar antara lain: mengamati; menanya;

mengumpulkan informasi; menalar/mengasosiasi; memba-

ngun jaringan (melakukan komunikasi).

a) Melakukan pengamatan atau observasi

Pengamatan atau observasi merupakan sebuah

kegiatan mendayakan panca indra untuk memperoleh

informasi. Pengamatan dapat dilakukan secara kualitatif

atau kuantitatif sehingga data yang didapatkan dapat

berupa data naratif maupun data angka. Pengamatan

kualitatif mengandalkan panca indra dan hasilnya

dideskripsikan secara naratif. Sementara itu, pengama-

tan kuantitatif untuk melihat karakteristik benda pada

umumnya menggunakan alat ukur karena dideskrip-

sikan menggunakan angka (Sani, 2014: 54-55).

Page 87: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

76

Tahap mengamati ini merupakan tahapan pertama

dalam pembelajaran yang dilakukan oleh setiap kelompok

peserta didik. Pada tahap ini, peserta didik diarahkan oleh

pendidik untuk membaca teks novel yang telah ditentukan

atau dipilih. Sebelum membaca teks, peserta didik di-

bekali pengetahuan dasar mengenai karakteristik dan

kaidah teks novel.

b) Menanya

Peserta didik perlu dilatih untuk merumuskan

pertanyaan terkait dengan topik yang akan dipelajari.

Aktivitas belajar ini sangat penting untuk meningkat-

kan keingintahuan dalam diri peserta didik dan me-

ngembangkan kemampuan mereka untuk belajar

sepanjang hayat. Pendidik perlu mengajukan perta-

nyaan dalam upaya memotivasi peserta didik untuk

mengajukan pertanyaan (Sani, 2014: 57).

Dari tahap mengamati akan timbul minat peserta

didik untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang novel yang

telah dibaca dalam wujud pertanyaan. Pada tahap ini

peserta didik dengan bimbingan guru berupaya mem-

bangun pertanyaan-pertanyaan berupa rumusan untuk

mengkaji isi novel lebih jauh.

Page 88: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

77

c) Mengumpulkan Informasi

Pendidik menugaskan kepada peserta didik

untuk mengumpulkan data atau informasi dari berbagai

sumber, misalnya dalam pelajaran bahasa dan kelom-

pok pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Guru perlu

mengarahkan peserta didik dalam merencanakan

aktivitas, melaksanakan aktivitas, dan melaporkan

aktivitas yang telah dilakukan (Sani, 2014: 62).

Pada tahap mengumpulkan informasi, peserta

didik mulai mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

dari rumusan yang telah dibuat pada tahapan menanya.

Informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya dari novel

yang telah dibaca sebagai bahan analisis atau kajian.

d) Menalar (Mengasosiasi)

Kemampuan mengolah informasi melalui

penalaran dan berpikir rasional merupakan kompetensi

penting yang harus dimiliki oleh peserta didik. Infor-

masi yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan

harus diproses untuk menemukan keterkaitan satu

informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola

dari keterkaitan informasi, dan mengambil berbagai

kesimpulan dari pola yang ditentukan. Pengolahan

informasi membutuhkan kemampuan logika (ilmu

Page 89: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

78

menalar). Menalar adalah aktivitas mental khusus

dalam menarik kesimpulan berdasarkan pendapat, data,

fakta, atau informasi (Sani, 2014: 66-67).

Pada tahap ini, informasi yang telah dikumpulkan

pada tahap mengumpulkan informasi dianalisis berda-

sarkan teori yang ada. Peserta didik memaksimalkan

seluruh pengetahuannya untuk menggali isi dari teks

novel yang telah dibaca. Pada tahap ini diskusi antar

anggota kelompok sangat diperkukan untuk mendapatkan

analisis terbaik.

e) Membangun Jaringan dan Melakukan Komunikasi

Pada dasarnya, setiap orang memiliki jaringan,

walaupun tidak disadari oleh yang bersangkutan.

Jaringan sangat dibutuhkan dalam belajar dari aneka

sumber, mengembangkan diri, dan memperoleh peker-

jaan. Dalam jaringan pembelajaran memungkinkan

terdapat komunikasi antara pendidik dengan peserta

didik, antar peserta didik dalam kelompok, dan antara

peserta didik di dalam kelas (Sani, 2014: 71).

Sesungguhnya, di dalam pembelajaran, antara

peserta didik yang satu dengan yang lain telah mem-

bangun sebuah jaringan untuk mencapai sebuah tujuan

dalam kelompok kecil. Pada langkah membangun jari-

Page 90: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

79

ngan dan melakukan komunikasi ini peserta didik

membangun jaringan lebih luas lagi, yakni seluruh

kelas. Jaringan ini berfungsi untuk mengkomunikasikan

hasil analisis yang telah dilakukan oleh masing-masing

kelompok. Peserta didik menuliskan dalam bentuk

laporan tertulis. Kemudian, peserta didik mempre-

sentasikan hasil analisisnya di depan kelas. Peserta didik

yang lain mengomentari presentasi peserta didik lain.

Pendidik berperan memfasilitasi seluruh kegiatan yang

dilakukan oleh peserta didik di dalam pembelajaran.

3) Kegiatan penutup

Kegiatan penutup perlu dilakukan untuk meman-

tapkan menguasaan pengetahuan siswa dengan mengarah-

kan siswa untuk membuat rangkuman, menemukan manfaat

pembelajaran, memberikan umpan balik terhadap proses

dan hasil pembelajaran, melakukan proses tindak lanjut

berupa penguasaan (individu atau kelompok), dan mengin-

formasikan kegiatan pembelajaran untuk pertemuan selan-

jutnya. Pemberian tes atau tugas, dan memberikan arahan

tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar

kelas, di rumah atau tugas sebagai bagian dari pengayaan

atau remidi (Sani, 2014: 281-283).

Page 91: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

80

g. Penilaian Pembelajaran Prosa Fiksi

Untuk mengukur berhasil atau tidaknya sebuah pembe-

lajaran diperlukan adanya penilaian. Antara jenis pembelajaran satu

dengan pembelajaran yang lain memiliki model penilaian yang

berbeda. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran

kompetensi yang bersangkutan. Bentuk penilaian dapat berupa tes

tertulis, wawancara, observasi, tugas proyek, dan portofolio.

Menurut Cronbach, penilaian pada hakikatnya adalah

suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang di-

pergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program

pendidikan (Nurgiyantoro, 2010: 10). Keputusan adalah pilihan di

antara berbagai arah tindakan. Jadi, penilaian memiliki komponen

pengumpulan informasi, penggunaan informasi, dan pembuat

keputusan.

Penilaian dalam pembelajaran sastra memiliki fungsi

ganda, yaitu (1) untuk mengungkapkan kompetensi bersastra

peserta didik, dan (2) menunjang tercapainya tujuan pem-

belajaran kompetensi bersastra (Nurgiyantoro, 2010: 453).

Penilaian pembelajaran sastra menurut Moody dibagi menjadi

empat kategori yang disusun dari tingkatan yang sederhana ke

tingkatan yang semakin kompleks. Keempat tingkatan yang

dimaksud adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur

Page 92: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

81

kemampuan pada tingkat informasi, konsep, perspektif, dan

apresiasi.

1) Tes kesastraan tingkat informasi; dimaksudkan untuk

mengungkap kemampuan peserta didik yang berkaitan

dengan hal-hal pokok yang berkenaan dengan sastra, baik

yang menyangkut data-data tentang suatu karya maupun

data-data lain yang dapat dipergunakan untuk membantu

penafsirannya.

2) Tes kesastraan tingkat konsep; berkaitan dengan persepsi

tentang bagaimana data-data karya sastra diorganisasikan.

3) Tes kesastraan tingkat perspektif, berkaitan dengan pan-

dangan peserta didik terhadap karya sastra yang dibacanya.

Pandangan dan reaksi perserta didik terhadap sebuah karya

ditentukan oleh kemampuannya memahami karya yang

bersangkutan.

4) Tes kesastraan tingkat apresiasi; berkaitan dengan sikap

peserta didik memperlakukan karya sastra (Nurgiyantoro,

2010: 459). Sikap tersebut dapat berupa menggemari untuk

dibaca, mengritisi atau mengkaji, dan atau memproduksi.

Dalam pembelajaran analisis prosa fiksi, khususnya

kajian unsur budaya dan kearifan lokal novel Dasamuka karya

Junaedi Setiyono ini, tes yang dilakukan untuk mengukur kemam-

puan peserta didik berada pada tahapan apresiasi. Hal ini

Page 93: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

82

dimaksudkan untuk mengetahui sikap peserta didik memper-

lakukan karya sastra.

Metode penilaian yang harus digunakan di sekolah telah

ditetapkan dalam permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang

Standar Penilaian pendidikan Penilaian yang digunakan harus

mencakup ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan

keterampilan (psikomotor) (Sani, 2014: 204).

1) Penilaian Kompetensi Sikap (Afektif)

Dalam pembelajaran prosa fiksi ini, pendidik

melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi.

Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara

berkesinambungan dengan menggunakan indra, baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan

pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku

yang diamati (Sani, 2014: 204).

Penilaian afektif berhubungan dengan masalah sikap,

pandangan dan nilai-nilai yang diyakini seseorang. Hal ini

dapat dilihat pada proses peserta didik mengikuti seluruh

rangkaian kegiatan pembelajaran berbasis saintifik yang

dilaksanakan di dalam kelas maupun di luar kelas.

2) Penilaian Kompetensi Pengetahuan (Kognitif)

Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes

tertulis, tes lisan, maupun penugasan. Pelaksanaan penilaian

Page 94: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

83

dapat dilakukan dalam proses pembelajaran, tes formatif pada

akhir pembelajaran, dan tes sumatif. Tes sumatif biasanya

dilaksanakan dalam bentuk ulangan umum dengan alat

penilaian yang berupa tes tertulis (Sani, 2014: 205).

Untuk peserta didik SMA, tugas-tugas yang dibe-

rikan harus lebih ditekankan pada tugas yang menuntut

aktivitas mental yang lebih tinggi, sikap kritis dalam

membaca karya sastra, menganalisis karya sastra seperti

menemukan tema, karakter tokoh, mencari kaitan antar-

peristiwa, konflik, gaya bahasa, menjelaskan keindahan,

menjelaskan nilai-nilai kehidupan dalam teks novel, dan

lain-lain. Pemberian tugas yang bersifat mengaktifkan

peserta didik akan jauh lebih bermakna daripada sekadar

tugas menghafal (Nurgiyantoro, 2010: 455).

Menurut Nurgiyantoro (2010: 461), terdapat bebe-

rapa model tes kemampuan bersastra untuk mengetahui

kompetensi pengetahuan peserta didik.

a) Tes merespon jawaban

Tes yang mengharuskan peserta didik merespon

jawaban. Tes ini berbentuk tes objektif. Untuk menger-

jakan tes, peserta didik tinggal memilih jawaban yang

telah disediakan oleh pendidik. Dalam evaluasi

pembelajaran prosa fiksi sistem merespon jawaban,

Page 95: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

84

teks yang dikutip sebaiknya dipilih pada bagian-bagian

yang menunjukkan identitas dan karakteristik teks

prosa fiksi yang bersangkutan. Misalnya pada bagian

yang memuat unsur budaya yang ditanyakan dalam teks

soal. Tes merespon jawaban ini cocok digunakan dalam

tes sumatif atau tes akhir semester.

b) Tes menyusun jawaban

Pembacaan teks kesastraan merupakan pergu-

latan intensif antara dunia yang dibangun oleh

pengarang dan tanggapan yang diberikan oleh pembaca

yang telah memiliki dunia sendiri. Oleh sebab itu,

peserta didik hendaknya diberikan lebih banyak ruang

untuk menuangkan pemikirannya dalam menanggapi

teks sastra yang diberikan. Agar soal benar-benar dapat

mengukur kompetensi bersastra, pertanyaan yang

diberikan haruslah berangkat dari berbagai teks kesas-

traan, sedang teori dapat dimanfaatkan sebagai lan-

dasan yang memerkaya dan atau memperkuat jawaban.

Soal-soal dapat berupa berbagai macam hal, mulai dari

soal yang membutuhkan jawaban uraian, meringkas

atau membuat sinopsis novel, meresensi suatu karya,

menganalisis berbagai teks kesastraan, menulis teks

sendiri, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2010: 474).

Page 96: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

85

Pertanyaan yang diberikan haruslah yang

membuat peserta didik berpikir kritis, memanfaatkan

berbagai pengetahuan yang terkait dengan perma-

salahan, berpikir memilih bahan (gagasan, pesan,

informasi), dan bahasa yang mengreasikan jawaban,

berpikir kreatif untuk menghasilkan jawaban dengan

logika dan argumentasi yang baik. Namun, pertanyaan

itu juga haruslah pertanyaan yang menarik dan

menantang peserta didik untuk memberikan jawaban

terbaiknya. Pertanyaan tidak hanya dimaksudkan untuk

mengungkapkan fakta dalam teks, seperti pertanyaan

yang berawal dengan “sebutkan”, melainkan lebih

terkait dengan logika, penalaran, argumentasi, dan lain-

lain, seperti “jelaskan”, “bagaimana pendapat”, dll.

3) Penilaian Kompetensi Keterampilan (Psikomotor)

Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui

kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mende-

monstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan

tes praktik dan proyek (Sani, 2014: 205).

a) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon

berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau

perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Dalam

pembelajaran analisis novel, tes praktik dapat dijadikan

Page 97: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

86

sebagai acuan penilaian ketika peserta didik melakukan

proses kerja kelompok dan penampilan pada saat

melakukan presentasi hasil kerja kelompok.

b) Proyek adalah tugas-tugas belajar yang meliputi kegiatan

perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan, baik secara

tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.

Menurut Nurgiyantoro (2010: 484), tugas pro-

yek merupakan kegiatan investigasi sejak perencanaan,

pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan

penyajian data, sampai pembuatan laporan. Tugas

proyek adalah tugas bersama teman kelompok,

karenanya peserta didik diharapkan mampu bekerja

sama mulai dari pembagian tugas, berdiskusi, dan

pemecahan masalah. Pemberian tugas proyek

hendaknya yang dapat menunjukkan penguasaan

pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis

data, sampai dengan pemaknaan dan penyimpulan oleh

peserta didik. Tugas proyek dapat berupa tugas

melakukan penelitian yang juga bertujuan mengukur

kompetensi bersastra, namun sekaligus juga

kompetensi berbahasa produktif dalam bentuk karya

tulis.

Page 98: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

87

Salah satu bentuk tugas proyek dalam pembe-

lajaran teks prosa fiksi adalah menganalisis teks novel.

Tugas menganalisis teks kesastraan dimaksudkan untuk

dapat memahami makna secara lebih baik dan men-

dalam terhadap karya yang bersangkutan. Analisis di-

maksudkan untuk mendeskripsikan, memahami, dan

menjelaskan keadaan, fungsi, dan hubungan tiap unsur

dalam menunjang makna secara keseluruhan secara

padu dan harmonis. Tugas analisis teks kesastraan dila-

kukan dalam tes proses dan menjadi bagian kegiatan

pembelajaran. Tugas ini dapat dilakukan secara kelom-

pok dalam bentuk tugas proyek tergantung luas dan

kompleksnya tugas yang diberikan, baik dilakukan di

dalam maupun di luar kelas (Nurgiyantoro, 2010: 481).

Page 99: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

88

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III ini berisi metode penelitian. Metode penelitian merupakan cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono,

2013: 3). Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, objek penelitian, fokus

penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data,

validitas data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan mengungkapkan informasi kualitatif

dengan cara mendeskripsikan secarai detil dan cermat keadaan, gejala,

fenomena, serta unsur-unsur sebagai keutuhan struktur dalam teks-teks yang

menjadi objek penelitian (Sugiyono, 2013: 36). Sementara itu, strategi

penelitian yang digunakan adalah analisis interaktif. Analisis interaktif

dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh dari novel Dasamuka

karya Junaedi Setiyono. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan antropologi sastra, yaitu untuk mengetahui unsur budaya

yang meliputi sistem religi, sistem dan organisasi kemasyarakatann, sistem

pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem

peralatan hidup dan teknologi, juga ke-arifan lokal budaya Jawa, serta

skenario pembelajarannya di kelas XII SMA.

Page 100: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

89

B. Objek Penelitian

Objek adalah hal yang menjadi sasaran penelitian. Sugiyono (2013:

38) mengemukakan bahwa objek penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari

orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Objek penelitian dalam

skripsi ini adalah novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono dan Skenario

Pembelajaran di Kelas XII SMA.

C. Fokus Penelitian

Untuk mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus

penelitian. Penetapan fokus didasarkan pada permasalahan yang terkait

dengan teori-teori yang telah ada (Sugiyono, 2013: 288). Penelitian ini

difokuskan pada unsur-unsur budaya dan kearifan lokal yang ada di dalam

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono yang meliputi sistem religi, sistem

dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem

mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan hidup manusia.

Sedangkan kearifan lokal yang dianalisis, khusus kearifan lokal budaya Jawa.

D. Data dan Sumber Data

Data merupakan semua informasi yang disediakan oleh alam yang

harus dicari dan dikumpulkan oleh peneliti sesuai dengan masalah yang

dihadapi. Data merupakan bagian yang penting dalam penelitian. Oleh karena

itu, berbagai hal yang merupakan bagian dari keseluruhan proses pengum-

pulan data harus benar-benar dipahami oleh setiap peneliti. Adapun data

dalam penelitian ini berupa data lunak yang berwujud kata, frasa, klausa,

Page 101: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

90

kalimat, paragraf, atau wacana yang terdapat dalam novel Dasamuka karya

Junaedi Setiyono.

Sumber data adalah segala sesuatu yang digunakan untuk memperoleh

data dalam penelitian (Arikunto, 2013: 172). Adapun sumber data dalam

penelitian ini adalah novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono yang

diterbitkan oleh Penerbit Elmatera (Yogyakarta) pada tahun 2014 dengan

jumlah halaman 284 halaman.

E. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2013: 160), instrumen penelitian adalah alat bantu

atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaan lebih mudah, hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap

dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Sementara itu, Ratna (2011: 49)

berpendapat bahwa instrumen analisis di dalam penelitian antropologi sastra

adalah peneliti sendiri, kartu data, kertas, pensil, dan lain sebagainya.

Merujuk dari pendapat Ratna (2011: 49) tersebut, instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan kertas

pencatat data beserta dengan alat tulis berupa kertas, pensil, dan hardisk

penyimpan data. Kertas pencatat digunakan untuk mencatat seluruh data yang

berupa kutipan-kutipan yang berkaitan dengan unsur-unsur budaya dan

kearifan lokal yang terdapat di dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono.

Page 102: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

91

F. Teknik Pengumpulan Data

Agar mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan suatu cara pengumpulan data atau teknik pengumpulan data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

catat. Teknik catat adalah mencatat data-data yang telah ditemukan ke dalam

catatan (Arikunto, 2013: 272).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data

adalah sebagai berikut:

1) membaca novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono secara kritis, cermat

dan teliti;

2) mengidentifikasi data yang berhubungan dengan unsur-unsur budaya dan

kearifan lokal;

3) mengklasifikasikan data menjadi satu sesuai dengan kelompok data

masing-masing;

4) mencatat data-data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian.

G. Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid

apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti (Sugiyono, 2013: 365). Uji

validasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik membaca

ulang. Uji validitas dilakukan oleh peneliti dengan cara membaca ulang objek

yang diteliti dengan meningkatkan kecermatan dan menyocokkanya dengan

Page 103: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

92

teori yang digunakan. Di samping itu, validasi juga peneliti lakukan dengan

konfirmasi langsung kepada penulis novel Dasamuka yaitu Junaedi Setiyono.

H. Teknik Analisis Data

Jenis analisis data dalam penelitian ini adalah analisis interaktif. Miles

and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai

tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (Sugiyono, 2013: 337). Interaktif adalah

suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat interaksi secara langsung dan terus

menerus antara peneliti dengan objek yang diteliti. Aktivitas analisis data

interaktif Miles and Huberman adalah sebagai berikut.

1. Reduksi data (data teduction)

Pada bagian ini, langkah yang dilakukan adalah mencatat data yang

diperoleh dalam bentuk uraian secara rinci. Data yang diambil berupa kata,

kalimat, ungkapan yang terdapat dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono yang mengungkapkan informasi tentang unsur-unsur budaya,

yang meliputi: sistem religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem

pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem

teknologi dan peralatan hidup manusia; dan informasi tentang kearifan

lokal. Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang

menjadi data penelitian ini.

2. Sajian Data (Data Display)

Data yang telah terkumpul, peneliti kelompokkan ke dalam

beberapa bagian sesuai dengan jenis permasalahannya (agar mudah

Page 104: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

93

untuk dianalisis). Langkah ini telah memasuki analisis data yang

kemudian dijabarkan untuk menemukan sistem religi, sistem dan

organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian,

sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan hidup

manusia yang terkandung dalam kedua novel tersebut.

3. Penarikan Simpulan (Conclution Drawing)

Pada tahap ini, data yang telah diperoleh dan dianalisis sejak

awal penelitian novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono disimpulkan

terkait analisis unsur-unsur budaya dan kearifan lokal. Simpulan ini

masih bersifat sementara, maka akan tetap diverifikasi (diteliti

kembali tentang kebenaran laporan) selama penelitian berlangsung.

Tiga komponen tersebut terjadi secara bersama-sama dan dilakukan

secara terus menerus, baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah

pelaksanaan pengumpulan data sehingga terbentuk siklus.

I. Teknik Penyajian Hasil Analisis

Dalam penyajian data, penulis menggunakan metode informal.

Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan

kata-kata biasa (Sudaryanto, 2015: 241). Hasil analisis yang berupa unsur-

unsur budaya dan kearifan lokal novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono;

dan skenario pembelajaran yang relevan di SMA disajikan secara verbal

dengan bahasa lugas, tidak menggunakan tanda atau simbol yang bersifat

khusus.

Page 105: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

94

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

Bab ini berisi sajian data, pembahasan data, dan skenario pembelajaran

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono di kelas XII SMA. Berikut ini disajikan

ketiga subbab tersebut.

A. Penyajian Data

Data yang terdapat dalam penyajian ini merupakan gambaran

tentang masalah-masalah yang akan dibahas dalam analisis data. Penelitian

ini berupa kajian terhadap unsur-unsur budaya dan kearifan lokal pada novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono berdasarkan pendekatan antropologi

sastra, yang meliputi sistem religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan,

sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, serta

sistem peralatan dan teknologi.

Sebelum melakukan analisis antropologi sastra, terlebih dahulu

penulis sajikan data-data tentang unsur budaya dan kearifan lokal yang

berupa kata, frasa, klausa, kalimat atau wacana dalam kutipan-kutipan

langsung dari objek penelitian. Kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf atau

wacana yang merupakan data dicetak dengan garis bawah untuk memperjelas

data dalam kutipan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerancuan data

karena terdapat beberapa kutipan yang sama antara sistem budaya yang satu

dengan sistem budaya yang lain. Data-data ini akan digunakan sebagai bahan

pembelajaran dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) analisis unsur

Page 106: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

95

budaya dan kearifan lokal novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono. Berikut

ini adalah data-data yang diambil dari novel tersebut.

1. Unsur-unsur Budaya Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

Data hasil penelitian novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

berupa tujuh unsur budaya dalam novel disajikan dalam betuk tabel-tabel

berikut ini.

Tabel 1 Data Sistem Religi Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

No. Sistem

Religi Data Halaman

1. Ritual Agama

Seperti tak disesalinya hilangnya kuku yang dia pendekkan atau hilangnya daki yang dia bersihkan setiap hendak jumatan di masjid.

27

Ada suara azan terdengar. Meski aku tak tahu artinya, aku tahu bahwa itu panggilan bagi orang-orang yang mendengarnya untuk berdoa bersama di dalam rumah yang mereka sebut masjid.

98

Kemudian Kyai Ngarip bangkit dari pembaringannya. Dengan sambil tetap duduk bersila, dia khusuk melafalkan doa dengan suara lirih.

98

2. Guru/ Pemimpin Agama

Sehari sebelum Ki Sena berangkat ke Kedu, di mana putri itu tinggal bersama ayah-ibunya yang dikenal sebagai bangsawan tinggi yang juga anggota kehormatan Korps Suranatan, terdengar percakapan Ki Sena dengan Istrinya.

30

Maka kami pun berkuda samping menyamping mengunjungi pondok pesantren Kiai Ngarip di Bagelen.

94

3. Pakaian Simbol Agama

Sekali lagi kuamati penampilan Branjang sekarang. Perubahan cara berpakaiannya, dari surjan ke jubah, dari destar ke serban, adalah ungkapan metamorfosis yang tepat

278

Page 107: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

96

tentang perubahan cara berfikir kelompok Tegalreja yang termaktub di dalam surat ini.

Tabel 2

Data Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

No. Sistem dan

Organisasi Kemasyara-

katan

Data Halaman

1. Kekeraba-tan

Sebagai orang yang lebih tua, Kanjeng Pangeran Aria Dipanegara meminta Sultan Jarot adiknya untuk berkenan rawuh mengunjunginya. Dan Sultan Jarot bersedia.

166

Dia tak tahan lagi dengan perlakuan sewenang-wenang yang datang dari kerabat istrinya yang dialamatkan ke dirinya. Perkawinannya dengan Den Rara Wahyuningsih banyak ditentang oleh keluarga dekat putri ayu berdarah biru itu, dan penentangannya terus berlangsung meski mereka sudah dikaruniai momongan. Ki Sena merasa lebih tentran berada di antara para penentang gubernemen, para pejuang, yang lebih tertarik membincangkan bagaimana membersikan keraton yang dikotori Belanda daripada membicarakan bagaimana menjaga kemurnian darah bangsawannya. Dia memang berdarah merah, darah petani Bagelen, yang diejek karena tutur bahasanya yang kaku kasar.

23

Pertemuan-pertemuan selanjutnya sudah bukan lagi pertemuan antara seorang guru dan muridnya, tapi lebih sebagai pertemuan dua orang yang bersahabat. Dia sudah mempercayaiku lebih dari sebelumnya. Dia ceritakan hal-hal yang mestinya dirahasiakannyan.

77

Page 108: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

97

Akhirnya Dasamuka menyimpulkan bahwa kerabat paling tepat untuk dijadikan penghubung adalah Raden Ayu Wiji. Dia adalah salah satu istri Den Mas Mangli. Dan Den Mas Mangli adalah paman Dasamuka dari garis ibu. Perempuan separuh baya itu bisa menghubungkannya dengan keluarga ndalem Sujanan karena masih kerabatnya, dan pasti mau bersusah payah membantunya karena dia juga masih terhitung bibinya.

144

2. Politik Kabar ketentraman perlu ditanyakan karena sepeninggal Sultan Swargi, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah kasultanan yang tak pernah sepi dari intrik politik yang meresahkan. Dia masih ingat betul bagaimana Sultan Sepuh, anak Sultan Swargi, berebut kekuasaan dengan Sultan Raja yang adalah anaknya sendiri. Dan sekarang keadaanya lebih runyam lagi, kasultanan ada di tangan Sultan Jarot, seorang sultan berusia belasan yang begitu suka hura-hura dan foya-foya.

145

Keraton dan kasultanan menjadi semakin kacau sepeninggal Sultan Jarot. Tiga serangkai – Residen Smissaert, Patih Danureja, dan Kolonel Wiranegara – yang meman-dang Puri Tegalrejasebagai ancaman besar, menjadi semakin berkuasa. Mereka menjadi gergasi yang siap melantak siapa pun yang menghalangi jalannya, jalan busuk berjelaga, untuk menjadi makin berharta dan makin berkuasa. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat semakin jauh meninggal-kan kawula dasih yang melata-lata di tanah yang dilanda berbagai macam pajak. Pajak-pajak yang tidak masuk akal. Dan memang penarikan beraneka macam jenis pajak itu tujuannya hanya untuk dijejalkan ke dalam kantung

269

Page 109: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

98

ketiga serangkai beserta cecunguknya. Sultan Menol, pengganti Sultan Jarot, yang masih balita itu, tentu dianggap tidak ada. Barangkali perlu kuceritakan, meski serba sedikit, tentang kedua sultan itu; tentu saja menurut sudut pandangku yang bukan orang Jawa. Sengitnya perseteruan antara keduanya sudah cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa raja Jawa pada hakikatnya sudah tidak ada. Barangkali aku terlalu sarkastik. Tapi memang begitulah kenyataannya. Raja Jawa itu tinggal bayang-bayang. Hanya karena keberadaan ‘raja’ itu menguntungkan gubernemen, maka perlu dijaga keberadaan bayang-bayang itu. Di sini lah aku harus memahami betul perbedaan antara raja sejati dan raja boneka. Namun tidak boleh tidak, raja boneka harus menguntungkan gubernemen. Dia tidak boleh menguntungkan dirinya sendiri, apa lagi menguntungkan orang Jawa yang menjadi kawulanya.

53

Pasalnya, Patih Danureja memang terlalu memihak gubernemen Belanda. Perilaku yang demukian itu tentu saja tidak disukai oleh Sultan Sepuh yang masih begitu bangga dengan kejawaannya. Ketika Sultan meminta Sang Gubernur Jendral untuk memecat Patih itu, dia menyatakan keberatannya. Daendels Sang Gubernur Jendral, memang banyak diuntungkan oleh bercokolnya Patih itu di dalam keraton.

24

Page 110: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

99

3. Hukum Apakah Tuan Leyden memang memintaku untuk menulis tentang bronjong yang ternyata merupakan amphitheatre tempat di mana gladiator bertarung melawan macan? Untuk urusan penghakiman dan penghukuman, ternyata kekejaman keraton Jawa tak jauh beda dengan kebengisan kekaisaran Romawi.

83

Tidak seperti di amphethetre, di bronjong ini hadirinnya tidak begitu banyak. Bukan karena terlarang bagi penduduk untuk melihatnya, tapi karena banyak yang yakin bahwa pesakitan kali ini bukan orang yang bersalah.

87

“Baik aku percaya padamu, Dasamuka. Ini murni urusan kerja. Sebagai tanda jadi bahwa aku memintamu bekerja untukku, berapa bayaran yang kau minta?” “Aku perlu biaya tidak sedikit, Tuan. Aku minta separuh dulu. Setengah selebihnya baru kuminta kalau Kiai Ngarip sudah ada di dalam rumahnya bersama segenap keluarganya, ada di rumahnya dalam keadaan selamat.”

85

Uang yang kuberikan kepadanya ketika itu digunakannya untuk membeli kambing dan lembing. Dengan menyumpalkan sejumlah uang di ikat pinggang pawang, dia bisa membuat macan itu menyantap seekor kambing gemuk sesaat sebelum masuk dalam bronjong. Dengan menyumpalkan uang di ikat pinggang penjaga, dia berhasil menukar lembing yang biasa disediakan untuk pesakitan, digantikan lembing yang mata lembingnya lebih panjang dan lebih tajam. Sangat sederhana kerja Dasamuka. Tapi kalau bukan Dasamuka adalah mustahil untuk berkeliaran dengan leluasa di kawasan terlarang di sekitar bronjong.

91

Page 111: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

100

4. Kelompok Sosial

Untukku sekarang, Den Wahyana menjadi sosok yang makin istimewa. Aku merasa bodoh kalau tidak ingin tahu lebih dalam tentang sahabatku ini. Terjadinya suatu peristiwa memang bisa menyebabkan terjadinya perubahan pandangan seseorang. Sebelum peristiwa Alas Roban, aku melihatnya sebagai sosok priyayi terpelajar, sosok yang biasa kulihat di sekitar keraton. Setelah peristiwa itu, kulihat bahwa kepriyayiannya beda dengan kepriyayian yang biasa kulihat. Gerakannya lebih gesit. Kulitnya lebih gelap oleh panggangan sinar matahari.

78

Kembali kami terdiam. Ada suara azan terdengar. Meski aku tak tahu artinya, aku tahu bahwa itu panggilan bagi orang-orang yang mendengarnya untuk berdoa bersama di dalam rumah yang mereka sebut masjid. Kulihat Kiai Ngarip bangkit dari pembaringannya. Dia meminta izin untuk sejenak berdoa. Dengan sambil tetap duduk bersila, dia khusuk melafalkan doa dengan suara lirih. Aku tak mau mengganggu kekhidmatannya. Aku pun keluar dari kamar.

98

“Kami wong durjana, tak berumah, tak ada urusan dengan gubernemen. Yang takut pada gubernemen adalah orang yang disuapinya. Kami bisa dan biasa cari makan sendiri.”

123

Page 112: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

101

Tabel 3 Data Sistem Pengetahuan Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

No. Sistem

Pengetahuan Data Halaman

1. Alam (Flora)

Di dalam, setelah omong-omong sebentar dengan seorang penjaga lainnya, Dasamuka yang sudah turun dari kudanya, berjalan kaki menuju bangunan paling besar berbentuk joglo yang diteduhi sepasang pohon beringin, pohon ningrat yang menambah kewibawaan puri kepangeranan.

139

2. Sifat/tingkah manusia

Suara Den Rara Ningsih sebenarnya terlalu lembut untuk telinga orang kebanyakan, tapi tidak untuk telinga Ki Sena. Dia mengerti dengan baik apa yang dikatakan putri itu karena dia mencermati gerak bibirnya tidak hanya mendengarkan suaranya.

36

Dasamuka memang punya banyak keistimewaan. Salah satu kelebihannya adalah kemampuannya untuk menebak isi hati orang cukup dengan sekilas melihat wajah orang itu. Untuk mengetahui apa yang sedang dirasakan seseorang, dia cukup melihat raut mukanya. Dan, penilai-annya itu sangat jarang meleset. Dia bisa membedakan orang yang benar-benar gembira atau sedang pura-pura gembira. Atau sebaliknya, orang yang benar-benar sedih atau sedang pura-pura sedih. Dunia pura-pura adalah dunia yang sungguh dikuasainya dengan baik. Sebaliknya pada saat dia berpura-pura, tidak ada orang yang tahu. Dia bisa begitu lihai menyembunyikan kepura-puraannya. Wajahnya bisa diaturnya sekehendak-nya. Konon karena keistimewaannya itulah maka dia dipanggil Dasamuka oleh teman-temannya, si muka sepuluh.

140-141

Dengan cara melemparkan batu 244

Page 113: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

102

sebesar jempol kaki pada dinding anyaman bambu sebanyak tiga kali, yang merupakan tanda khas di antara wong durjana yang sepakat menjalin kerjasama, pelahan terkuaklah pintu rumah tanpa jendela itu.

3. Kriteria Pendamping Hidup

Tidak hanya bibit yang menjadi petimbangan, tapi juga bebet dan terutama bobot pemimpin-pemimpin itu. Ya, bibit-bebet-bobot menjadi satu kesatuan.”

39

4. Ruang dan waktu dalam ilmu Jawa

Orang Jawa sungguh percaya bahwa berkuasanya garengpung berarti berkuasanya kemarau.

67

“Bila pada saat lingsir wengi Rara ireng sudah berada di sini ini,” telunjuk Den Wahyana menunjuk pada suatu titik di gambarnya,”Pada saat titiyono, dia sudah akan berhasil kita keluarkan dari pagar tembok kaputren.

217

5. Pendidikan Anak

Tapi aku belum menemukan jawaban yang lebih baik dari itu: bahwa menurutku pemanjaan pada hakikatnya adalah peracunan. Orang tua telah meracuni anaknya, racun yang menjadi potensi di dalam batinnya untuk melahirkan kejahatan.

98-99

“Semua bayi dilahirkan Suci. Bayi yang lahir dari perzinaan pun suci. Itulah keyakinanku. Jadi bayi Dasamuka adalah bayi suci. Yang membuatnya jahat adalah tempat dan saat yang kemudian dialaminya dalam perjalanan menuju kedewasaannya.”

112

Page 114: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

103

Ibunda Sultan, yang lebih dikenal sebagai Gusti Ratu Kencana, begitu ingin putranya cepat tumbuh dewasa. Sayangnya keinginan itu tidak didukung oleh wawasan yang luas dan bijaksana yang bernas. Alih-alih mendatangkan guru-guru luhur budi pekerti atau pujangga-pujangga arif bijak bestari, dia mendatangkan perempuan-perempuan cantik kenes usia belasan yang sungguh menggairahkan yang dimintanya menuruti semua kemauan anak tercintanya.

189-190

6. Ramuan Jawa

Juga, tak boleh dilupakan, jenis tumbuhan apa yang dimamah si kambing sebelum ternak itu disantap si macan dan jenis ramuan apa yang digosokkan pada mata lembing juga memegang peranan penting.

91

Tabel 4

Data Bahasa Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

No. Bahasa Data Halaman 1. Proses

Belajar Bahasa

Untuk tahap pertama, kita belajar supaya kita bisa diterima oleh orang Jawa. Untuk itu ucapan demi kesantunan saat pertama bertemu adalah pelajaran pertama kita. Setuju?” Ucapan demi kesantunan...ya, itu memang bagian penting belajar bahasa.

15

2. Tingkat Bahasa dalam Bahasa Jawa

Ki Sena bertutur dengan bahasa Jawa Krama.

23

Dia memang berdarah merah, darah petani Bagelen, yang diejek karena tutur bahasanya yang kaku kasar.

23

Ketika kuedarkan pandanganku dan kulihat bahwa aku adalah satu-satunya orangkulit putih yang ada di situ, dengan menggunakan bahasa Jawa Krama yang sudah kukuasai, aku pun menolaknya.

87

Page 115: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

104

Tabel 5 Data Kesenian Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

No. Kesenian Data Halaman 1. Seni

Macapat Bulan di langit timur sudah tampak sepertiga. Purnama memang selalu memancarkan tembang asmarandana.

45

Pada saat suara gemericik air makin keras terdengar, Den Rara Ningsih memelankan langkahnya. Dia lalu mendengar suara lembut nyanyian, tembang yang disenandungkan dengan pelahan oleh seorang laki-laki. Suara yang biasanya pendek-pendek dan tegas itu ternyata bisa lembut mendayu-dayu pada saat melantunkan tembang macapat.

45

2. Alat Musik Jawa

Waktu tunggu yang untukku terlalu lama itu diisi dengan hiburan, yaitu dengan ditabuhnya seperangkat gamelan. Tentu saja gamelannya tidak selengkap seperti pada pertunjukan wayang kulit. Yang ini lebih mirip seperti yang ada pada pertunjukan reog atau kuda lumping.

87

Dalam sepi dapat kudengar lamat-lamat suara gambang yang ditabuh. Juga sayup-sayup kudengar suara perempuan menembang.

180

3. Seni Tari Begitu pandangan kuedarkan lebih dalam, kulihat masih ada sekumpulan putri-putri yang duduk mengelilingi seseorang yang sedang berlatih menari.

181-182

Page 116: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

105

Tabel 6 Data Sistem Mata Pencaharian Hidup Novel Dasamuka Karya Junaedi

Setiyono

No. Sistem Mata

Pencaharian Hidup

Data Halaman

1. Dalam Lingkup Keraton

Kubuatkan surat pengantar, seorang opsir akan mengantarkanmu menemuinya. Dia seorang tolek yang bisa diandalkan,” kata Sang Residen sambil beranjak menuju meja tulisnya.

13

Dan tidak terlalu sulit bagi Ki Sena untuk menjadikan impian adiknya, impian untuk bisa menjadi abdi dalem keraton.

32

“Dari seorang telik sandi, kami mendapat kabar adanya pencegatan dan pengeroyokan ini. Maaf kami agak terlambat,”

125

“Bahaya? Bukankah menurutmu sekarang dia sudah menjadi seorang pengawal kepercayaan Sultan Jarot? Siapa yang berani mengusiknya?”

172

2. Di Luar Lingkup Keraton

Dia kemudian melambaikan tangannya pada tukang rakit yang terlihat sedang menambatkan rakitnya di kejauhan.

41

Bila semula kukira sosoknya mirip dengan Kiai Ngali, perpaduan antara sosok pedagang yang pintar bicara dan sosok petani yang kukuh berotot, ternyata dugaanku tidak seluruhnya benar.

117

“Juraganku, pemilik rumah yang kutempati ini, juga pemilik tanah-tanah persawahan disekelilingnya,” jawabnya dengan nada suara dan roman muka bangga.

137

Page 117: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

106

Tabel 7 Data Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono

No. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Data Halaman

1. Senjata “Ki Sena yang hendak beranjak memeriksa keris dan tombaknya, kembali duduk.

30

Orang-orang mulai bertanya-tanya: apa yang sedang terjadi? Dan ketika orang yang diterkam macan itu pelan-pelan bangkit dan duduk, duduk dengan lembing berdarah yang mencuat tegak dalam genggamannya, membahana sorak sorai penonton mengelu-elukan keperkasaan lelaki tua itu ... orang yang tampak kurus dan lemah itu.

90

2. Wadah Seakan aku dan Den Wahyana tidak beda dengan sekepal nasi jagung dibungkus daun jati yang kulihat teronggok bersebelahan dengan setempurung air di sampingnya.

22

“Bronjong yang banyak dikenal orang adalah wadah atau keranjang terbuat dari bambu yang digunakan untuk membawa unggas atau ternak. Akan mudah kita lihat kambing atau babi diringkukkan di dalam bronjong semacam itu di pasar-pasar.”

61

Kain kebaya berbahan katun sudah lengkap membungkus badannya, tenggok cucian anyaman bambu sudah luwes menempel pinggangnya.

121

Acara yang permukaannya adalah keluarnya berbagai penganan dan minuma, tetapi yang pendalamannya adalah keluarnya calon pengantin putri, yaitu keluarnya Rara Ireng bersama-sama para abdi perempuan yang membaca nampan penuh berisi makanan dan minuman.

150

Page 118: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

107

Hanya ada suara keletik cangkir yang mulai berderet menghiasi meja, dan suara batuk-batuk kecil yang berasal dari Den Mas Suryanata, batuk yang mendadak timbul karena digelitiki gejolak dari dalam dada.

150

Diam-diam hati Dasamuka bergetar pada saat Rara Ireng mendekatinya untuk meletakkan sepiring nagasari di atas meja di hadapannya.

151

Suara bungkus daun pisang yang dibuka, suara cangkir yang beradu dengan meja, suara kecap mulut yang bergairah, suara tawa yang cerah, mulai meningkahi bincang-bincang yang mulai mengerucut, mulai mengarah pada tujuan pokok pertemuan, yaitu pada maksud kedatangan para tamu di ndalem Sujanan ini.

152

4. Makanan, minuman, dan Ramuan

Seakan aku dan Den Wahyana tidak beda dengan sekepal nasi jagung dibungkus daun jati yang kulihat teronggok bersebelahan dengan setempurung air di sampingnya.

22

Diam-diam hati Dasamuka bergetar pada saat Rara Ireng mendekatinya untuk meletakkan sepiring nagasari di atas meja di hadapannya

151

Bahkan tidak segan-segan dia menawarkan berbagai bedak dan lulur untuk ngadi-sarira milik anak-anaknya. Dan tentu tak ketinggalan menawarkan sari rapet yang dibikinnya sendiri.

193

5. Pakaian dan Perhiasan

Nyi Wuli diam tertunduk. Kemudian tangannya tampak gugup melipat jarit yang akan dijadikan salah satu tukon dalam acara lamaran nanti.

30

Baju surjan berbahan lurik yang biasa dipakainya tak mampu menyembunyi-kan tubuhnya yang tegap liat.

78

Kain kebaya berbahan katun sudah lengkap membungkus badannya, tenggok cucian anyaman bambu sudah luwes menempel pinggangnya.

121

Page 119: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

108

Dari belakang, Semi dapat melihat pemuda itu menganggung-angguk. Semi dapat melihat destar wulung yang ikut berayun-ayun. Tidak banyak orang yang bermukim di desa memakai destar semacam itu, pikir Semi.

121

Para penumpang, yang kebanyakan pria dan sudah berumur, berpakaian resmi dengan surjan dan destar warna gelap. Sedangkan para kusir perbakaian lurik dengan pernak pernik yang menunjukkan keresmian acara yang melibatkannya.

148

Gelang dan kalung pemberian Danar dipakainya. Kecantikannya menyala benderang.

233

Jarit Truntum yang dipakainyalah yang paling banyak terbercaki noda darah.

238

6. Tempat Berlindung dan Perumahan

Dan penjelasan singkat Ki Sena iu telah menyebabkan sang putri batal membaringkan tubuhnya di permadani yang sudah tergelar di dalam tenda.

43

Di dalam, setelah omong-omong sebentar dengan seorang penjaga lainnya, Dasamuka yang sudah turun dari kudanya, berjalan kaki menuju bangunan paling besar berbentuk joglo yang diteduhi sepasang pohon beringin, pohon ningrat yang menambah kewibawaan puuri kepangeranan.

139

Rumah limasan beratap damen itu terlalu gelap dan terlalu besar untuk ukuran rumah orang kebanyakan.

245

7. Alat-alat Transportasi

Dengan fasilitas yang diberikan gubernemen – karena aku dianggap berjasa, punya hubungan dengan ilmuwan terpandang Kerajaan Inggris dan juga seorang akademisi muda Edenburgh – aku berhasil memperoleh kereta kuda beserta kusir yang sedikit bisa bicara Belanda.

9

Selanjutnya kita harus naik rakit menyusuri sungai ini.

41

Sebelum berangkat menuju rumah 62

Page 120: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

109

dinasku yang ada di kompleks Karesidenan dengan bendi yang kupinjam dari Tuan Thomson, kembali kulihat sosok yang beberapa pekan ini memancing perhatianku, Den Mas Sentot. Kuakui bahwa aku telah bertindak terlalu sembrono ketika dengan bersemangat kusongsong kedatangan Pieter, yang seperti biasa mengunjungi Loji Rejowinangun dengan kuda gagah berwarna dawuk pada saat matahari sudah condong ke barat.

63

“Aku memerlukan bantuan Ngusman untuk meletakkan bantal ini di kereta kencana Nyai Jimat, kereta keraton yang besok akan digunakan untuk pesiar Sultan Jarot,” kata Danar pada Den Wahyana yang diundang datang ke persembunyiannya pada pagi buta itu.

252

2. Kearifan Lokal Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono.

Kearifan lokal novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono penulis

sajikan datanya dalam bentuk tabel berikut ini.

Tabel 8 Data Kearifan Lokal Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

No. Kearifan

Lokal Data Halaman

1. Wayang Dialah yang nantinya akan menggiringku masuk ke dalam dunia Jawa, dunia wayang, dunia bayang-bayang; seperti halnya raja dan keraton orang Jawa yang tinggal bayang-bayang.

60

2. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jawa

Ki Sena bertutur dengan bahasa Jawa Krama.

23

Dia memang berdarah merah, darah petani Bagelen, yang diejek karena tutur bahasanya yang kaku kasar.

23

Page 121: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

110

Ketika kuedarkan pandanganku dan kulihat bahwa aku adalah satu-satunya orangkulit putih yang ada di situ, dengan menggunakan bahasa Jawa krama yang sudah kukuasai, aku pun menolaknya.

87

3. Ungkapan dan Istilah Budaya Jawa

Tidak hanya bibit yang menjadi petimbangan, tapi juga bebet dan terutama bobot pemimpin-pemimpin itu. Ya, bibit-bebet-bobot menjadi satu kesatuan.”

39

Aku kadang mengamati gerak kehidupan di sekitarku, bahwa warisan berupa tanah subur, dengan kehangatan matahari yang bikin penghuninya makmur, malah jadi penghalang bagi orang Jawa untuk menjalani hidup yang lebih bermartabat, hidup karena kerja keras, karena akalnya yang diperas. Yang kelas atas, yaitu para ningrat aristokrat, lebih suka digaji daripada mencari penghsilan sendiri. Yang kelas bawah, yaitu kawula alit, lebih suka menghambakan diri menjadi kuli daripada hidup mandiri. Mestinya mereka bisa menjadi pedagang, misalnya. Kesimpulanku, orang Jawa takut tantangan, hidup adem ayem tentrem lebih disukai daripada hidup bergairah bergejolak.

131

Apakah hidup adem ayem tentrem semacam itu salah? Mungkin juga tidak seluruhnya salah. Masih banyak orang Jawa yang menyikapi ‘warisan’ kemakmuran itu dengan pandangan yang lain, tidak semata-mata karena penakut dan pemalas. Mereka adalah orang Jawa yang sak madya, yang di tengah-tengah, yang menjauhi ekstremitas. Tidak sedikit orang yang punya pendapat bahwa urip mung mampir ngombe, begitu sebentarnya hidup, begitu sederhananya hidup. Mempersiapkan mati lebih penting ketimbang menikmati hidup. Maka

131-132

Page 122: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

111

hal yang terpenting bagi mereka adalah pengendalian diri untuk menyongsong kehidupan abadi, bukan kehidupan yang hanya sebentar ini. Ya, pengendalian diri yang mereka sebut meper (mepet) hawa sanga. Mereka percaya bahwa nafsu selalu mengintip untuk mencari kesempatan mencelakakan manusia dari sembilan lubang yang ada pada tubuh manusia Dua lubang ada di telinga, mata, dan hidung. Satu lubang ada di mulut, kelamin, dan pelepasan. Nafsu-nafsu kehidupan itu harus dikendalikan karena akan menodai kesucian kematian yang dirindukannya.

132

4. Macapat Bulan di langit timur sudah tampak sepertiga. Purnama memang selalu memancarkan tembang asmarandana.

45

Pada saat suara gemericik air makin keras terdengar, Den Rara Ningsih memelankan langkahnya. Dia lalu mendengar suara lembut nyanyian, tembang yang disenandungkan dengan pelahan oleh seorang laki-laki. Suara yang biasanya pendek-pendek dan tegas itu ternyata bisa lembut mendayu-dayu pada saat melantunkan tembang macapat.

45

5. Titi Mongso Orang Jawa sungguh percaya bahwa berkuasanya garengpung berarti berkuasanya kemarau.

67

6. Ramuan Jamu

Bahkan tidak segan-segan dia menawarkan berbagai bedak dan lulur untuk ngadi-sarira milik anak-anaknya. Dan tentu tak kettinggalan menawarkan sari rapet yang dibikinnya sendiri.

193

7. Batik Dan bisa ditebak, Dasamuka mendapat peranmenjadi kusir yang mengantar Rara Ireng. Bersama dengan Den Ayu Wiji, mereka akan berbelanja jarit ke pengrajin batik paling kondang di seantero kasultanan ketika itu, Nyi Canting.

155

Page 123: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

112

Jarit truntum yang dipakainyalah yang paling banyak terbercaki noda darah.

238

3. Skenario Pembelajaran Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyawan.

Pembelajaran novel di sekolah, khususnya di SMA dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra yang

berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya

khayal, kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Untuk dapat memahami dan menghayati karya sastra, khususnya novel,

peserta didik diharapkan membaca teks novel secara langsung, bukan

sekadar membaca ringkasannya. Berhasil atau tidaknya suatu pembe-

lajaran teks novel di sekolah salah satunya dipengaruhi oleh skenario

pembelajaran yang dibuat oleh pendidik.

Skenario pembelajaran sastra, khususnya teks novel di kelas XII

SMA berdasarkan kurikulum 2013 diawali dengan membuat rencana

pembelajaran yang terwujud dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP). Di bawah ini disajikan gambaran perencanaan pembelajaran teks

novel tersebut.

a. Kompetensi Inti

Kompetensi inti yang ingin dicapai dalam pembelajaran

sastra, khususnya teks novel di kelas XII SMA adalah peserta didik

dapat memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif

berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,

Page 124: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

113

seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena

dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang

kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk

memecahkan masalah.

b. Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran

sastra, khususnya teks novel di kelas XII SMA adalah menganalisis

teks novel baik melalui lisan maupun tulisan.

c. Indikator

Indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran sastra,

khususnya teks novel di kelas XII SMA adalah sebagai berikut:

1) mengungkapkan kembali langkah-langkah menganalisis teks

novel;

2) menganalisis unsur-unsur budaya dalam novel Dasamuka

Karya Junaedi Setiyono;

3) menganalisis kearifan lokal dalam novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono.

d. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran yang dikembangan dari indikator dalam

pembelajaran novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono adalah

sebagai berikut:

Page 125: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

114

1) peserta didik mampu mengungkapkan kembali lamgkah-langkah

menganalisis teks novel;

2) peserta didik mampu menganalisis unsur-unsur budaya dalam

novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono;

3) peserta didik mampu menganalisis kearifan lokal dalam novel

Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

a) Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran unsur budaya dan kearifan lokal novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono harus sesuai dengan indikator

yang terdapat di dalam RPP. Materi pembelajaran tersebut meliputi

langkah-langkah menganalisis teks novel, unsur-unsur budaya, dan

kearifan lokal.

1) Langkah-langkah menganalisis teks novel.

Langkah-langkah menganalisis teks novel adalah

sebagai berikut:

a) membaca novel dengan saksama;

b) memahami isi novel;

c) melakukan pengecekan terhadap setiap hal yang ada di

dalam novel berdasarkan suatu teori definisi, atau referensi;

d) mengumpulkan data yang ada di dalam novel berdasarkan

teori;

e) menganalisis data yang ada di dalam novel berdasarkan

teori.

Page 126: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

115

2) Unsur-unsur budaya.

Unsur budaya merupakan bagian-bagian yang

membangun kebudayaan di suatu tempat. Budaya terdiri atas

tujuh unsur, yaitu sistem religi, sistem dan organisasi

kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem

mata pencaharian hidup, serta sistem peralatan hidup dan

teknologi.

3) Kearifan lokal.

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur dari budaya

yang berlaku dalam tata kehidupan bermasyarakat yang

bersumber pada petuah leluhur, ajaran budaya, cerita rakyat,

sejarah maupun adat istiadat yang berfungsi untuk melindungi

dan mengelola lingkungan hidup (fisik dan non fisik) secara

lestari. Nilai kearifan itu dapat bersumber pada petuah leluhur,

ajaran budaya, cerita rakyat, sejarah maupun adat istiadat.

b) Metode Pembelajaran

Pembelajaran sastra, khususnya teks novel di kelas XII SMA

menggunakan metode pembelajaran inkuiri berbasis saintifik.

c) Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran sastra, khususnya teks novel

di kelas XII SMA dengan pendekatan saintifik dilaksanakan dengan

sistematika yang terbagi atas dua kali pertemuan. Aktivitas pada

pertemuan pertama meliputi kegiatan mengamati, menanya, dan

Page 127: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

116

mengumpulkan informasi. Adapun aktivitas pada pertemuan kedua

meliputi kegiatan mengasosiasi dan mengomunikasikan.

d) Sumber Belajar

Sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran

sastra, khususnya teks novel di kelas XII SMA adalah sebagai

berikut:

1) novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono,

2) buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik pegangan

siswa kelas XII kurikulum 2013,

3) Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Indonesia untuk SMK/MAK

dan SMA/MA kelas XII. Yogyakarta: LP2IP

4) buku Antropologi Sastra karya Nyoman Kutha Ratna,

5) buku Metode Antropologi Sastra karya Suwardi Endraswara,

6) buku Ilmu Pengantar Antropologi karya Koentjaraningrat, dan

7) buku penunjang lain yang sesuai dengan pembelajaran.

e) Alokasi Waktu belajar

Waktu yang digunakan untuk pembelajaran sastra, khususnya

teks novel di kelas XII SMA adalah 4x45 menit (2x pertemuan).

f) Penilaian pembelajaran

Dalam skenario pembelajaran sastra, khususnya teks novel di

kelas XII SMA, penilaian dilakukan dengan teknik tes dan teknik

nontes. Teknik tes dilakukan dengan soal uraian, sedangkan teknik

nontes dilakukan dengan tugas proyek.

Page 128: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

117

B. Pembahasan Data

Berikut ini penulis paparkan pembahasan data yang telah diperoleh,

berupa unsur-unsur budaya novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono yang

meliputi sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan,

sistem bahasa, sistem kesenian, sistem mata pencaharian hidup, sisterm

peralatan hidup dan teknologi; dan kearifan lokal; serta skenario

pembelajarannya di kelas XII SMA.

1. Unsur Budaya Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

Unsur-unsur budaya novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono

yang akan dibahas meliputi sistem religi, sistem organisasi kemasyara-

katan, sistem pengetahuan, sistem bahasa, sistem seni, sistem mata pen-

caharian hidup, serta sistem peralatan hidup dan teknologi.

a. Sistem Religi

Sistem religi novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono yang

akan dibahas meliputi ritual agama, guru/pemimpin agama, simbol

pendidikan agama, dan pakaian simbol agama.

1) Ritual Agama

Di dalam novel terdapat beberapa data terkait unsur

budaya sistem religi, khususnya dalam segi ritual keagamaan

dalam agama Islam. Hal ini menandakan bahwa mayoritas

masyarakat Jawa di Kasultanan Yogyakarta merupakan pemeluk

agama Islam.

Page 129: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

118

Setiap agama memiliki ritual ibadah yang berbeda antara

agama satu dengan agama yang lainnya. Di dalam sebuah agama

dan atau kepercayaan terdapat berbagai macam ritual ibadah

yang menjadi media komunikasi antara penganut agama dengan

Tuhannya. Novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono sangat

kental dengan nuansa agama Islam. Hal ini ditandai dengan

penyebutan ritual ibadah sebagaimana kutipan berikut.

Seperti tak disesalinya hilangnya kuku yang dia pendekkan atau hilangnya daki yang dia bersihkan setiap hendak jumatan di masjid. (Dasamuka: 27)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Jumatan atau sholat

Jumat merupakan ritual ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap

umat Islam laki-laki. Sholat Jumat dilakukan pada hari jumat se-

cara berjamaah di dalam masjid yang dilaksanakan di waktu

Dzuhur. Orang yang sudah melaksanakan sholah Jumat tidak

diwajibkan untuk sholat Dzuhur. Sebelum melaksanakan sholat

Jumat umat Islam disunnahkan untuk mandi sunnah, memotong

kuku, dan memakai wewangian sebagaimana yang ada di dalam

kutipan tersebut.

Tidak hanya sholat Jumat saja ritual yang ada di dalam

agama Islam, terdapat berbagai macam sholat yang menjadi

ritual ibadah umat Islam. Sholat dibagi menjadi dua, yaitu sholat

wajib dan sholat sunnah. Sholat sendiri merupakan bagian doa

Page 130: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

119

yang merupakan komunikasi paling privasi antara manusia

dengan Tuhannya (Allah) sebagaimana kutipan berikut ini.

Kemudian Kyai Ngarip bangkit dari pembaringannya. Dengan tetap sambil duduk, dia khusuk melafalkan doa dengan suara lirih. (Dasamuka: 98)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Kyai Ngarip berdoa –

sholat – dengan khusuk sambil duduk. Di dalam kutipan tersebut

sholat disebut dengan doa karena pada hakikatnya bacaan yang

ada di dalam sholat merupakan doa yang sudah ada aturannya di

dalam agama. Kyai Ngarip melaksanakan sholat dengan duduk

karena sakit. Hal ini merupakan keringan yang ada dalam agama

Islam bagi umatnya yang sakit, yang tetap diwajibkan untuk

sholat.

Untuk melaksanakan sholat wajib ditandai dengan adanya

panggilan berupa adzan. Adzan berisi lafadz mengagungkan

nama Allah. Adzan dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah

karena merupakan sunnah Rosulullah sebagai panggilan sholat,

tetapi juga dikategorikan sebagai waktu ibadah karena menandai

datangnya waktu sholat. Ritual adzan sebagai bagian dari ibadah

terdapat di dalam kutipan berikut ini.

Ada suara azan terdengar. Meski aku tak tahu artinya, aku tahu bahwa itu panggilan bagi orang-orang yang mendengarnya untuk berdoa bersama di dalam rumah yang mereka sebut masjid. (Dasamuka: 98)

Page 131: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

120

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa adzan biasanya

dikumandangkan dari masjid atau mushola sebagai tanda datang-

nya waktu sholat dan juga untuk mengajak umat Islam untuk

melaksanakan sholat berjamaah di masjid atau mushola.

2) Guru/pemimpin agama

Di dalam novel terdapat data yang menunjukkan adanya

guru atau pemimpin agama di dalam agama Islam yang ada

dalam budaya Jawa, yaitu Korp Suranatan dan kiai. Korp

Suranatan merupakan sebutan bagi guru/pemimpin agama dalam

lingkungan keraton Ngayogyakarta, sedangkan kiai merupakan

sebuatan bagi guru/pemimpin agama dalam masyarakat umum di

dalam masyarakat Jawa.

Cerita yang ada di dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono berlatarkan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Peng--

huni keraton memiliki korps khusus yang menangani bidang

keagamaan yang disebut dengan korps Suranatan sebagaimana

kutipan berikut ini.

Sehari sebelum Ki Sena berangkat ke Kedu, di mana putri itu tinggal bersama ayah-ibunya yang dikenal sebagai bangsawan tinggi yang juga anggota kehormatan Korps Suranatan, terdelah percakapan Ki Sena dengan Istrinya. (Dasamuka: 30)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Korp

Suranatan merupakan rohaniwan keraton yang biasanya terlibat

dalam urusan ritual-ritual yang sering dilakukan di dalam

Page 132: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

121

keraton, seperti upacara slametan, kelahiran, sunatan, perni-

kahan, dan kematian. Rohaniwan-rohaniwan ini biasa dipanggil

oleh warga keraton jika pihak keraton akan mengadakan

upacara-upacara keagamaan yang sifatnya sakral seperti upacara

slametan, kelahiran, sunatan, pernikahan, dan kematian.

Selain Korp Suranatan, di dalam novel juga terdapat Kyai

yang disandingkan dengan keberadaan pondok pesantren di te-

ngah masyarakat umum sebagaimana kutipan berikut ini.

Maka kami pun berkuda bersama, samping menyamping mengunjungi pondok pesantren Kyai Ngarip di Bagelen. (Dasamuka: 94)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa dalam

masyarakat Islam di Jawa, Kiai merupakan gelar yang biasa

diberikan kepada seseorang yang memiliki ilmu agama yang

tinggi, sering memberikan pengajaran agama baik secara pribadi

maupun secara berjamaah. Kiai biasanya juga ditempatkan se-

bagai imam dalam sholat. Selain itu, Kiai juga biasanya menjadi

tempat untuk mengkonsultasikan masalah-masalah yang berkait-

an dengan agama Islam oleh masyarakat. Biasanya kiai memiliki

pondok pesantren sebagai tempat pendidikan agama yang

dikelolanya.

3) Pakaian simbol agama

Pakaian yang dipakai oleh seseorang seringkali mencer-

minkan agama yang dianutnya. Selain itu, pakaian juga mencer-

Page 133: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

122

minkan seberapa taat seorang umat dalam menjalankan agama-

nya. Tata cara berpakaian di dalam agama Islam telah diatur

sedemikian rupa sebagaimana aturan menutup aurat. Di dalam

novel, data terkait pakaian yang dipakai sebagai penganut agama

Islam lebih cenderung digambarkan sebagai simbol pandangan

hidup dan cara berpikir seseorang yang memakai sebagaimana

kutipan berikut ini.

Sekali lagi kuamati penampilan Branjang sekarang. Perubahan cara berpakaiannya, dari surjan ke jubah, dari destar ke serban, adalah ung-kapan metamorfosis yang tepat tentang perubahan cara berfikir kelompok Tegalreja yang termaktub di dalam surat ini. (Dasamuka: 278)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa pakaian yang dipakai

seseorang menunjukkan agama yang dianut disertai dengan

pandangan hidup atau pola pikirnya. Dalam novel, pengarang

menceritakan bahwa Willem sedang menunggu Den Wahyana di

pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Willem menawarkan bantu-

an persenjataan dari Inggris untuk pejuang Indonesia jika

sewaktu-waktu terdapat serangan dari pihak kolonial Belanda.

Namun, Den Wahyana menolak dengan mengirimkan Branjang

untuk menemui Willem. Branjang yang merupakan abdi dari

Raden Aria Dipanegara menemui Willem dengan pakaian yang

sudah berbeda dari pakaian masyarakat Jawa – terutama abdi –,

pada umumnya. Kebiasaan orang Jawa pada masa itu, bagi

Page 134: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

123

seorang abdi memakai baju surjan dan menutup kepala dengan

destar, sedangkan Branjang ketika menemui Willem memakai

pakaian jubah dan penutup kepala dengan sorban sebagaimana

laiknya seorang kiai atau orang yang taat menjalankan

agamanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa

pada masa itu – sekitar tahun 1812-an – sudah mengenal adanyanya

agama. Masyarakat Jawa pada masa itu mayoritan menganut agama

Islam. Hal itu ditandai dengan hadirnya pondok pesantren yang ikut

berperan dalam kehidupan sosial masyarakat.

b. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan

Sistem dan organisasi kemasyarakatan novel Dasamuka karya

Junaedi Setiyono yang akan dibahas meliputi kekerabatan, politik,

hukum, dan kelompok sosial.

1) Kekerabatan

Sistem kekerabatan di dalam novel tergambar pada

kekerabatan dalam keluarga keraton maupun keluarga masyara-

kat umum. Dalam penelitian ini yang dibahas terkait kekerabatan

yang tercermin dalam persaudaraan, pernikahan, dan persaha-

batan.

Keluarga keraton sendiri sangat rumit untuk ditelisik

sistem kekeluargaannya karena satu sultan memiliki banyak istri

sehinggi hubungan-hubungan antar kerabat terlihat sangat rumit

Page 135: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

124

untuk diuraikan. Di dalam novel sendiri diceritakan bahwa

Sultan Suwargi (Hamengkubuwana I) memiliki anak yang

dijuluki Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II). Sultan Sepuh

memiliki anak yang dijuluki Sultan Raja (Hamengkubuwana III).

Sultan Raja memiliki anak dari garwa padmi (istri permaisuri)

bernama Sultan Jarot (Hamengkubawa IV) dan Sultan Menol

(Hamengkubuwana V), serta anak dari garwa selir (istri selir)

bernama Pangeran Aria Dipanegara.

Selain keluarga inti keraton yang tinggal di dalam keraton,

juga terdapat kerabat keraton yang tinggal di puri-puri

kepangeranan. Puri-puri ini biasanya milik pangeran dari garwa

selir atau saudara-saudara sultan yang tidak menjadi Sultan dan

tidak ingin terlalu ikut campur di dalam pemerintahan – Salah

satu kerabat keraton yang tinggal di Puri adalah Raden Aria

Dipanegara –. Walaupun tidak tinggal di keraton, Pangeran Aria

Dipanegara tetap memperhatikan kondisi keraton yang dipimpin

oleh adiknya, Sultan Jarot, sebagaimana kutipan berikut ini.

“Sebagai orang yang lebih tua, Kanjeng Pange-ran Aria Dipanegara meminta Sultan Jarot adiknya untuk berkenan rawuh mengunjungi-nya. Dan Sultan Jarot bersedia. (Dasamuka: 166)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa di dalam sistem

kekerabatan budaya Jawa orang yang hubungan darahnya lebih

muda sowan (datang mengunjungi) kerabat yang lebih tua

Page 136: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

125

sebagai wujud kesopanan yang senantiasa dijunjung oleh

masyarakat Jawa, meskipun kedudukan sosial kerabat yang muda

lebih tinggi daripada kerabat yang tua. Hal ini tercermin dalam

kehidupan Sultan Jarot dan Raden Aria Dipanegara yang terdapat

di dalam kutipan tersebut. Walaupun berkedudukan sebagai

sultan, Sultan Jarot tetap bersedia mengunjungi kakaknya, Raden

Aria Dipanegara yang tidak memiliki kedudukan apa-apa di

dalam kasultanan.

Selain budaya yang muda mengunjungi yang tua di dalam

sebuah jalinan kekerabatan persaudaraan, terdapat juga budaya

tolong menolong antara keluarga yang tercermin di dalam novel

sebagaimana kutipan berikut ini.

Akhirnya Dasamuka menyimpulkan bahwa ke-rabat paling tepat untuk dijadikan penghubung adalah Raden Ayu Wiji. Dia adalah salah satu istri Den Mas Mangli. Dan Den Mas Mangli adalah paman Dasamuka dari garis ibu. Perempuan separuh baya itu bisa menghubung-kannya dengan keluarga ndalem Sujanan karena masih kerabatnya, dan pasti mau bersusah payah membantunya karena dia juga masih terhitung bibinya. (Dasamuka: 144)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa di dalam budaya

Jawa, untuk meminta tolong biasanya mencari saudara yang

memiliki hubungan kekerabatan darah terlebih dahulu. Hal itu

tercermin dalam novel ketika Dasamuka ingin berhubungan

dengan keluarga Ndalem Sujanan. Dasamuka meminta tolong

Page 137: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

126

kepada bibinya Den Ayu Wiji yang merupakan salah satu istri

dari Den Mas Mangli, pamannya. Den Ayu Wiji juga masih

memiliki hubungan kekerabatan dengan Puri Sujanan. Dengan

kedekatan kekerabatan ini, keinginan Dasamuka dapat tercapai

untuk dapat berhubungan dengan keluarga Ndalem Sujanan.

Dasar dari terbentuknya sistem kekerabatan berupa

hubungan kekeluargaan adalah adanya pernikahan. Di dalam

budaya Jawa, pernikahan berbeda trah seringkali menimbulkan

permasalahan. Masalah tersebut biasanya timbul dari pihak yang

memiliki trah darah biru atau priyayi. Di dalam novel, penikahan

dengan perbedaan trah ini terjadi antara ayah dan ibu Dasamuka,

yaitu Ki Sena dan Den Rara Wahyuningsing. Pernikahan

keduanya menuai konflik panjang sebagaimana kutipan berikut

ini.

Dia tak tahan lagi dengan perlakuan sewenang-wenang yang datang dari kerabat istrinya yang dialamatkan ke dirinya. Perkawinannya dengan Den Rara Wahyuningsih banyak ditentang oleh keluarga dekat putri ayu berdarah biru itu, dan penentangannya terus berlangsung meski mere-ka sudah dikaruniai momongan. Ki Sena merasa lebih tentran berada di antara para penentang gubernemen, para pejuang, yang lebih tertarik membincangkan bagaimana mem-bersihkan keraton yang dikotori Belanda dari-pada membicarakan bagaimana menjaga kemur-nian darah bangsawannya. Dia memang ber-darah merah, darah petani Bagelen, yang diejek karena tutur bahasanya yang kaku kasar. (Dasamuka: 23)

Page 138: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

127

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Den Rara

Wahyuningsih berasal dari keluarga priyai. Dalam pandangan

masyarakat Jawa keluarga priyayi harus menikah dengan keluar-

ga priyayi. Jika keluarga priyayi menikah dengan rakyat jelata,

maka akan memalukan keluarga. Kehidupan pernikahan berbeda

trah antara Ki Sena dengan Den Rara Wahyuningsih tidak ten-

tram karena Ki Sena yang ber-trah rendah selalu direndahkan

oleh keluarga Puri Sutejan. Penghinaan keluarga Puri Sutejan ini

membuat Ki Sena tidak betah berada di rumah sehingga dia

bergabung dengan kelompok Raden Rangga yang melakukan

pemberontakan terhadap pemerintah. Hal ini mengakibatkan Ki

Sena masuk ke dalam sel penjara meninggalkan anak istrinya.

Hal ini juga yang menyebabkan Dasamuka mengalami kurang

pengasuhan orang tua.

Perbedaan trah atau tingkat sosial seperti ini seringkali

menjadi masalah di dalam kehidupan perrnikahan. Hal ini tidak

hanya terjadi pada masa lampau yang memang terjadi perbedaan

yang teramat mencolok antara orang berdarah biru – yang biasa-

nya merupakan kerabat keraton – dengan orang yang berdarah

merah – biasanya untuk keturunan rakyat jelata –, tetapi juga

terjadi pada kehidupan masa sekarang antara orang dari keluarga

yang beerkedudukan tinggi di masyarakat dengan yang

Page 139: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

128

berkedudukan rendah. Tingkat kedudukan ini biasanya ditentu-

kan oleh taraf ekonomi orang yang bersangkutan.

Korban dari rumah tangga yang penuh dengan masalah

adalah anak, seperti halnya Dasamuka. Dasamuka merupakan

potret korban dari rumah tangga yang rusak. Dasamuka mendidik

dirinya sendiri untuk bisa hidup di tengah masyakarat. Oleh

sebab itu, Dasamuka menjadi sosok pemuda yang mengalami

dewasa dini dan hukum benar dan salah ditentukan oleh dirinya

sendiri.

Selain kekerabatan berupa persaudaraan yang terjalin

dengan adanya pertalian darah dan perkawinan, terdapat juga

kekerabatan yang timbul dari pertemanan dan persahabatan antar

negara. Hal ini terjadi antara tokoh Den Wahyana dengan

Willem sebagaimana kutipan berikut ini.

Pertemuan-pertemuan selanjutnya sudah bukan lagi antara seorang guru dengan muridnya, tapi lebih sebagai pertemuan dua orang sahabat. Dia sudah mempercayaiku lebih dari sebelumnya. Dia ceritakan hal-hal yang mestinya diraha-siakannya. (Dasamuka: 77)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa terdapat jalinan ke-

kerabatan berupa persahabatan beda negara anatara tokoh Den

Wahyana dengan Willem. Hal ini membuktikan bahwa warga

pribumi tidak selalu dianggap rendah oleh bangsa asing. Bahkan

Willem menempatkan Den Wahyana sebagai guru sekaligus

Page 140: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

129

sahabat yang paling diseganinya. Begitu juga dengan Den

Wahyana, Den Wahyana menganggap Willem sebagai sahabat

yang dapat dipercaya menyimpan rahasia-rahasia hidupnya.

2) Politik

Sistem kekerabatan di dalam keraton sendiri mempenga-

ruhi sistem pemerintahan dan politik yang ada di dalam Kasul-

tanan Ngayogyakarta. Tidak jarang terjadi perebutan kekuasaan

dan pendapat yang berbeda dari unsur keraton terkait sultan yang

akan diangkat sepeninggal sultan sebelumnya. Di dalam novel

masalah pengangkatan sultan setidaknya terjadi tiga kali.

Pertama, antara Sultan Sepuh dengan Sultan Raja – yang

merupakan anak Sultan Sepuh sendiri – sebagaimana kutipan

berikut ini.

Kabar ketentraman perlu ditanyakan karena sepenelinggal Sultan Swargi, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah kasultanan yang tak pernah sepi dari intrik politik yang meresahkan. Dia masih ingat betul bagaimana Sultan Sepuh, anak Sultan Swargi, berebut kekuasaan dengan Sultan Raja yang adalah anaknya sendiri. Dan sekarang keadaanya lebih runyam lagi, kasultanan ada di tangan Sultan Jarot, seorang sultan berusia belasan yang begitu suka hura-hura dan foya-foya. (Dasamuka: 145)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Sultan Raja ingin

menyalahi aturan kasultanan. Sesuai dengan peraturan keraton,

setelah meninggalnya sultan sebelumnya, maka yang akan di-

angkat menjadi sultan selanjutnya adalah anak laki-laki tertua

Page 141: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

130

dari garwa padmi. Oleh sebab itu, sepeninggal Sultan Suwargi

yang berhak menduduki posisi Sultan adalah Sultan Sepuh.

Namun, Sultan Raja yang mendapat pengaruh dari pihak kolonial

berupaya untuk merebut kekuasaan dari tangan Sultan Sepuh

hingga pada akhirnya Sultan Sepuh diasingkan ke Penang.

Kedua, antara pengangkatan Sultan Jarot dengan Pangeran

Aria Dipanegara sepeninggal Sultan Raja yang telah dibahas

sebelumnya. Secara kompetensi Pangeran Aria Dipanegara lebih

berhak menjadi sultan, tetapi dia anak dari garwa selir sehingga

yang berhak menduduki posisi sultan adalah Sultan Jarot yang

lahir dari rahim garwa padmi.

Ketiga, ketika Sultan Jarot meninggal dalam perjalanan

berpesiar. Masyarakat Jawa mengharapkan Raden Aria

Dipanegara yang akan menggantikan Sultan Jarot memimpin

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun, Sultan Menol

lah yang diangkat menjadi Sultan menggantikan kakak

kandungnya – Sultan Jarot –. Hal ini terjadi karena adanya

peraturan yang sudah dipaparkan sebelumnya, juga karena

adanya pengaruh pemerintah kolonial yang memiliki penpanjang

tanganan Patih Danureja yang sangat memihak terhadap

pemerintah kolonial. Dengan adanya kepemimpinan yang lemah

di kasultanan sangat menguntungkan pihak pemerintah kolonial

yang ingin menguasai tanah Jawa. Adapun orang pribumi seperti

Page 142: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

131

Patih Danureja yang memihak pada pihak kolonial, tanpa di-

sadari hanya menjadi alat bagi pemerintah kolonial. Hal tersebut

terlihat dalam kutipan berikut ini.

Keraton dan kasultanan menjadi semakin kacau sepeninggal Sultan Jarot. Tiga serangkai – Residen Smissaert, Patih Danureja, dan Kolonel Wiranegara – yang memandang Puri Tegalreja sebagai ancaman besar, menjadi semakin ber-kuasa. Mereka menjadi gergasi yang siap melantak siapa pun yang menghalangi jalannya, jalan busuk berjelaga, untuk menjadi makin berharta dan makin berkuasa. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat semakin jauh meninggalkan kawula dasih yang melata-lata di tanah yang dilanda berbagai macam pajak. Pajak-pajak yang tidak masuk akal. Dan memang penarikan beraneka macam jenis pajak itu tujuannya hanya untuk dijejalkan ke dalam kantung ketiga serangkai beserta cecunguknya. Sultan Menol, pengganti Sultan Jarot, yang ma-sih balita itu, tentu dianggap tidak ada. (Dasamuka: 268-269)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa hadirnya kolonial

penjajah di tanah Jawa pada masa itu memperngaruhi sistem

pemerintahan yang ada. Pemerintahan di Kasultanan Yogyakarta

dipegang oleh dua penguasa, yaitu sultan dari pihak keraton dan

residen dari pihak kolonial. Sultan dan residen secara bersama

menjalankan pemerintahan. Namun, seringkali kebijakan-kebi-

jakan yang dibuat lebih banyak berada dibawah kuasa residen

sehingga sultan terkesan hanya sebagai boneka, terlebih lagi

ketika kekuasaan Kasultanan Yogyakarta di bawah kepemim-

pinan Sultan Jarot dan Sultan Menol. Sultan memang terlihat

Page 143: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

132

berkuasa di mata rakyatnya – masyarakat Jawa –, tetapi sultan

kehilangan ‘taring’nya di depan Residen. Hal ini terlihat pada

kutipan berikut ini.

Barangkali perlu kuceritakan, meski serba se-dikit, tentang kedua sultan itu; tentu saja me-nurut sudut pandangku yang bukan orang Jawa. Sengitnya perseteruan antara keduanya sudah cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa raja Jawa pada hakikatnya sudah tidak ada. Ba-rangkali aku terlalu sarkastik. Tapi memang begitulah kenyataannya. Raja Jawa itu tinggal bayang-bayang. Hanya karena keberadaan ‘raja’ itu menguntungkan gubernemen, maka perlu dijaga keberadaan bayang-bayang itu. Di sini lah aku harus memahami betul perbedaan antara raja sejati dan raja boneka. Namun tidak boleh tidak, raja boneka harus menguntungkan guber-nemen. Dia tidak boleh menguntungkan dirinya sendiri, apa lagi menguntungkan orang Jawa yang menjadi kawulanya. (Dasamuka: 53)

Pada kutipan tersebut, Willem memandang bahwa Raja

Jawa, dalam hal ini sultan, hanya sekadar bayang-bayang.

Keberadaan Sultan antara ada dan tiada. Secara nyata, sultan

memang ada dalam keraton, tetapi tidak dapat memiliki

kebijakan sendiri. Seluruh kebijakan dilakukan oleh residen.

Sultan yang dikultuskan oleh masyarakat Jawa hanya dijadikan

alat untuk mengaplikasikan kebijakan-kebijakan residen terhadap

rakyat. Terlebih lagi ketika sultan yang berkuasa sangat memihak

pada pemerintah kolonial, seperti pada kepemimpinan Sultan

Raja, residen semakin berkuasa. Selain itu, juga pada

kepemimpinan Sultan Jarot yang umurnya masih belasan tahun

Page 144: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

133

sehingga tidak memiliki wibawa apa-apa dihadapan pemerintah

kolonial.

Hancurnya sebuah dinasti juga dipengaruhi oleh hadirnya

seorang penghianat. Begitu juga yang terjadi pada Keraton

Yogyakarta. Patih Danureja yang sangat memihak terhadap

pemerintah kolonial laiknya seorang penghianat. Hal ini terlihat

dalam kutipan berikut ini.

Pasalnya, Patih Danureja memang terlalu me-mihak gubernemen Belanda. Perilaku yang demikian itu tentu saja tidak disukai oleh Sultan Sepuh yang masih begitu bangga dengan ke-jawaannya. Ketika Sultan meminta Sang Gubernur Jendral untuk memecat Patih itu, dia menyatakan keberatannya. Daendels Sang Gubernur Jendral, memang banyak diuntung-kan oleh bercokolnya Patih itu di dalam keraton. (Dasamuka: 24)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa, Sultan Sepuh yang

masih begitu memihak pada masyarakat Jawa tidak suka dengan

keberadaan Patih Danureja yang sangat memihak kepada

pemerintah kolonial. Namun, Sultan Sepuh yang berkedudukan

sebagai Sultan tidak memiliki kuasa untuk memecat Patih karena

semua unsur di dalam keraton diangkat dan diberhentikan oleh

pemerintah kolonial.

3) Hukum

Sistem dan organisasi kemasyarakatan tidak terlepas dari

hadirnya hukum dan peradilan. Hal ini digunakan sebagai alat

untuk menumpas kejahatan di dalam sistem sosial kemasyara-

Page 145: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

134

katan. Sistem hukum yang diceritakan di dalam novel terlihat

pada peristiwa bronjong. Bronjong merupakan sebuah objek

penelitian dari Willem yang datang jauh-jauh dari Inggris ke

Pulau Jawa. Pada dasarnya bronjong adalah sebuah keranjang

besar yang terbuat dari bilahan-bilahan bambu yang dianyam

jalin menjalin antara bilahan yang satu dengan yang lain. Dalam

kehidupan sehari-hari bronjong biasanya digunakan sebagai

wadah untuk membawa hewan ternak. Namun, bronjong di

dalam novel ini berbeda, bronjong merupakan sebuah peristiwa

hukuman bagi seorang narapidana yang diadu dengan seekor

macan kelaparan sebagaimana kutipan berikut ini.

Apakah Tuan Leyden memang memintaku untuk menulis tentang bronjong yang ternyata merupakan amphitheatre tempat di mana gladiator bertarung melawan macan? Untuk urusan penghakiman dan penghukuman, ternya-ta kekejaman keraton Jawa tak jauh beda dengan kebengisan kekaisaran Romawi. (Dasamuka: 82-83)

Dari kutipan tersebut jelas terlihat bahwa pada masa itu

terdapat satu model hukuman yang sangat keji, yakni dengan

mempertarungkan antara seorang terdakwa dengan seekor ma-

can. Hukuman ini dilakukan di lingkungan keraton. Pengambilan

kata bronjong sendiri terjadi karena tempat yang digunakan

untuk mempertarungkan antara terdakwa dengan macan adalah

sebuah bronjong raksasa yang ukurannya berkali-kali lipat lebih

besar dibandingkan dengan bronjong tempat membawa hewan

Page 146: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

135

yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bronjong

tersebut juga terbuat dari bilah bambu yang ukurannya lebih

besar dari bronjong pada umumnya.

Dalam sebuah mahkamah peradilan seringkali terjadi

ketidakadilan. Orang yang tidak bersalah dihukum begitu saja

dengan tuduhan tertentu. Begitu juga dengan peristiwa bronjong

yang disaksikan oleh Willem di dalam novel sebagaimana ku-

tipan berikut ini.

Tidak seperti di amphethetre, di bronjong ini hadirinnya tidak begitu banyak. Bukan karena terlarang bagi penduduk untuk melihatnya, tapi karena banyak yang yakin bahwa pesakitan kali ini bukan orang yang bersalah. (Dasamuka: 87)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa terdakwa pada waktu

itu bernama Kiai Ngarip, seorang pemimpin pondok pesantren di

daerah Bagelen. Masyarakat yakin bahwa Kiai Ngarip tidak

bersalah sama sekali. Masyarakat pun tidak tahu apa kesalahan

Kiai Ngarip, padahal yang biasanya masuk hukum bronjong

adalah kecu, begal, dan sebangsa wong durjana lainnya.

Politik seringkali terjadi di dalam peradilan. Begitu juga

dengan kisah peristiwa bronjong yang menjadikan Kiai Ngarip

sebagai terdakwa. Anak menantu Kiai Ngarip yang bernama

Semi meminta tolong kepada Willem – yang merupakan orang

gubernemen – untuk menolong Kiai Ngarip. Willem bersedia

menolong Semi tidak semata karena faktor kemanusiaan, tetapi

Page 147: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

136

juga ada rasa ketertarikan Willem kepada sosok Semi. Untuk

menolong Kiai Ngarip, Willem meminta tolong kepada

Dasamuka. Pertolongan yang diberikan oleh sosok Dasamuka ti-

dak gratis. Selain mengharapkan upah, dia memerlukan uang

untuk menjalankan misinya, sebagaimana kutipan berikut ini.

“Baik aku percaya padamu, Dasamuka. Ini murni urusan kerja. Sebagai tanda jadi bahwa aku memintamu bekerja untukku, berapa baya-ran yang kau minta?” “Aku perlu biaya tidak sedikit, Tuan. Aku minta separuh dulu. Setengah selebihnya baru kuminta kalau Kiai Ngarip sudah ada di dalam rumahnya bersama segenap keluarganya, ada di rumahnya dalam keadaan selamat.” (Dasamuka: 85)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa pada masa itu

pemanfaatan orang yang memiliki keahlian bersiasat untuk

menyiasati peradilan sudah ada. Orang semacam Dasamuka ini

pada saat ini biasa disebut dengan pengacara, yaitu orang yang

diminta tolong oleh pihak terdakwa untuk membebaskan atau

setidaknya meringankan hukuman bagi terdakwa.

Cara yang dilakukan oleh Dasamuka untuk menyela-

matkan Kiai Ngarip yakni dengan memanfaatkan uang yang

diberi Willem kepadanya guna dibelikan kambing dan lembing

bermata pajang dan tajam. Kambing dan lembing, dia susupkan

ke dalam peradilan dengan menyuap pawang dan penjaga se-

bagaimana kutipan berikut ini.

Page 148: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

137

Uang yang kuberikan kepadanya ketika itu digunakannya untuk membeli kambing dan lembing. Dengan menyumpalkan sejumlah uang di ikat pinggang pawang, dia bisa membuat macan itu menyantap seekor kambing gemuk sesaat sebelum masuk dalam bronjong. Dengan menyumpalkan uang di ikat pinggang penjaga, dia berhasil menukar lembing yang biasa dise-diakan untuk pesakitan, digantikan lembing yang mata lembingnya lebih panjang dan lebih tajam. Sangat sederhana kerja Dasamuka. Tapi kalau bukan Dasamuka adalah mustahil untuk berkeliaran dengan leluasa di kawasan terlarang di sekitar bronjong. (Dasamuka: 91)

Dari kutipan tersebut tercermin bahwa sesungguhnya

sekejam apapun peradilan masih kalah dengan uang. Hal ini

disebabkan karena lemahnya pertahanan unsur manusia di dalam

peradilan itu sendiri. Contohnya di dalam novel, peradilan dapat

diakali oleh uang yang dimiliki Dasamuka, yang pada waktu itu

diceritakan umurnya masih sekitar belasan tahun. Begitu juga

yang terjadi sekarang ini baik di Indonesia maupun dibelakan

bumi manapun, peradilan seringkali takluk dengan keberadaan

uang karena pertahanan keimanan yang dimiliki oleh unsur-unsur

manusia di dalam peradilan.

4) Kelompok sosial

Dalam masyarakat Jawa dikenal adanya kelompok sosial.

Kelompok sosial tersebut terbagai ke dalam tiga golongan, yaitu

golongan priyayi, santri, dan abangan. Dalam novel ini, ketiga

Page 149: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

138

kelompok sosial tersebut tercermin dalam kehidupan berma-

syarakat.

a) Priyayi

Kelompok Priyayi tercermin dalam kehidupan

Sultan, para kerabat Sultan, dan orang-orang terpelajar yang

ada disekeliling keraton. Gambaran priyayi terlihat pada

kutipan berikut ini.

Untukku sekarang, Den Wahyana menjadi sosok yang makin istimewa. Aku merasa bodoh kalau tidak ingin tahu lebih dalam tentang sahabatku ini. Terjadinya suatu peristiwa me-mang bisa menyebabkan terjadinya perubahan pandangan seseorang. Sebelum peristiwa Alas Roban, aku melihatnya sebagai sosok priyayi terpelajar, sosok yang biasa kulihat di sekitar keraton. Setelah peristiwa itu, kulihat bahwa kepriyayiannya beda dengan kepriyayian yang biasa kulihat. Gerakannya lebih gesit. Kulitnya lebih gelap oleh panggangan sinar matahari. (Dasamuka: 78)

Dari kutipan tersebut dapat ditarik sebuah kesim-

pulan bahwa sosok priyayai merupakan sosok yang keba-

nyakan memiliki sifat lembut, baik tingkah laku maupun budi

bahasanya. Tingkah lakunya pelan dan tertata untuk menjaga

wibawanya. Secara fisik terlihat lebih bersih dibandingan

masyarakat umum karena kehidupannya yang banyak diha-

biskan di dalam keraton atau puri dengan fasilitas yang serba

ada, tidak harus mengerjakan pekerjaan kasar laiknya

masyarakat umum. Selain itu, kelompok priyayi Jawa juga

Page 150: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

139

dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan. Corak kain batik

dan warna destar yang dikenakan juga menunjukkan tingkat

kepriyayian seseorang. Sosok priyayi lebih dihormati dika-

langan masyarakat karena kedudukannya yang tinggi.

b) Santri

Kelompok santri di dalam novel tercermin dalam

kehidupan keluarga Kiai Ngarip yang hidup di pondok pesan-

tren di kawasan Bagelen. Hal ini terlihat di dalam kutipan

berikut ini.

Kembali kami terdiam. Ada suara azan ter-dengar. Meski aku tak tahu artinya, aku tahu bahwa itu panggilan bagi orang-orang yang mendengarnya untuk berdoa bersama di dalam rumah yang mereka sebut masjid. Kulihat Kiai Ngarip bangkit dari pembaringannya. Dia meminta izin untuk sejenak berdoa. Dengan sambil tetap duduk bersila, dia khusuk me-lafalkan doa dengan suara lirih. Aku tak mau mengganggu kekhidmatannya. Aku pun keluar dari kamar. (Dasamuka: 98)

Kutipan tersebut menggambarkan kehidupan Kiai

Ngarip yang merupakan figur seorang santri di dalam cerita.

Sosok santri biasanya hidup sederhana sebagai wujud

tawadhu kepada Allah. Digambarkan di dalam novel, Kiai

Ngarip yang sedang sakit sekalipun tetap menjalankan ibadah

ritual sholat setelah mendengar kumandang adzan dari masjid

pondok pesantrennya sebagai wujud ketaatan kepada Tuhan-

nya.

Page 151: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

140

c) Abangan

Kelompok abangan atau yang di dalam novel sering

disebut dengan wong durjana tercermin dalam kehidupan Ki

Poleng yang merupakan wong durjana terkenal seantero

nagari sebagaimana kutipan berikut ini.

“Kami wong durjana, tak berumah, tak ada urusan dengan gubernemen. Yang takut pada gubernemen adalah orang yang disuapinya. Kami bisa dan biasa cari makan sendiri.” (Dasamuka: 123)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa wong durjana

merupakan kelompok abangan yang tidak berumah. Mereka

tinggal secara berpindah-pindah untuk menghindari para pe-

tugas keamanan. Kelompok abangan ini biasanya memiliki

fisik dan tutur kata yang kasar karena tempaan hidup yang

dialaminya. Kelompok abangan digambarkan dalam novel

sebagai sosok kecu, begal, dan penindak kejahatan lainnya.

c. Sistem Pengetahuan

Di dalam pembahasan terkait sistem pengetahuan di dalam

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono, penulis akan membahas

setidaknya enam hal, yaitu alam Jawa, sifat/tingkah manusia, kriteria

pendamping hidup, ruang dan waktu dalam ilmu Jawa, pendidikan

anak, dan ramuan Jawa.

Page 152: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

141

1) Alam (Flora)

Flora dan fauna tanah Jawa tidak hanya terlihat indah

dipandang mata, tetapi juga memiliki filosofi atau makna ter-

sendiri sebagaimana kutipan berikut ini.

Di dalam, setelah omong-omong sebentar dengan seorang penjaga lainnya, Dasamuka yang sudah turun dari kudanya, berjalan kaki menuju bangunan paling besar berbentuk joglo yang diteduhi sepasang pohon beringin, pohon ningrat yang menambah kewibawaan puri kepa-ngeranan. (Dasamuka: 139)

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa menurut pan-

dangan masyarakat Jawa, pohon beringin tidak hanya sekadar

pohon biasa yang tumbuh subur di tanah Jawa. Dalam filosofi

Jawa pohon beringin kembar – seperti yang diungkapan dalam

kutipan – merupakan pohon ningrat yang menambah kewi-

bawaan. Pohon beringin kembar masih dapat dilihat sampai

sekarang di tengah alun-alun atau depan rumah dinas Bupati

hampir di seluruh kabupaten di Jawa, khususnya Jawa Tengah

dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pohon beringin merupakan pohon tropis yang dapat

tumbuh subur di kepulauan Nusantara, termasuk di Pulau Jawa.

Bentuk fisik pohon beringin yang besar, rimbun, dan melebar

merupakan tempat yang nyaman untuk berteduh dan berlindung

sekaligus lahan mencari makan bagi burung, kelelawar, dan

hewan lainnya. Di samping itu, akar pohon beringin yang

Page 153: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

142

merupakan akar tunggang merupakan penyimpan air terbaik.

Oleh sebab itu, pohon beringan tidak hanya dapat dilihat di alun-

alun atau rumah dinas bupati, tetapi juga dapat dilihat di desa-

desa dengan sendang kecil yang berada di bawahnya. Di banyak

desa di tanah Jawa, pohon beringin merupakan sumber

kehidupan paling utama karena mampu memberikan cadangan

air yang melimpah di musim kemarau. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa pohon beringin merupakan pelindung, pemak-

mur, dan sumber kehidupan bagi makhluk di sekelilingnya.

Karakteristik dari pohon beringin inilah yang menyebabkan

pohon beringin menjadi simbol kewibawaan pemimpin Jawa

dengan fungsi pengayom dan pemberi kehidupan bagi rakyatnya.

2) Sifat/Tingkah Manusia

Sifat atau tingkah laku manusia bisa dipelajari dan

dipahami oleh manusia yang lain. Pengetahuan terkait sifat atau

tingkah manusia ini terlihat pada saat tokoh Ki Sena menghadapi

Den Rara Ningsih. Ki Sena mengatur strategi untuk dapat lolos

dalam ujian agar lamarannya diterima. Hal tersebut terdapat

dalam kutipan berikut ini.

Suara Den Rara Ningsih sebenarnya terlalu lem-but untuk telinga orang kebanyakan, tapi tidak untuk telinga Ki Sena. Dia mengerti dengan baik apa yang dikatakan putri itu karena dia mencermati gerak bibirnya tidak hanya men-dengarkan suaranya. (Dasamuka: 36)

Page 154: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

143

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa gadis Jawa

memiliki sifat yang lembut, baik tingkah lakunya maupun tutur

katanya. Terutama gadis-gadis putri keraton atau kerabat keraton

seperti halnya Den Rara Ningsih. Untuk menyiasati hal tersebut,

Ki Sena sudah mempersiapkan diri dengan tidak hanya mem-

pertajam pendengarannya, tetapi juga dengan mempelajari gerak

bibir dengan mempertajam mata dan logika.

Kemampuan yang dimiliki Ki Sena untuk mengetahui

gerak gerik seseorang juga dimiliki oleh anaknya, Dasamuka.

Dasamuka sendiri sebenarnya hanya julukan yang memiliki arti

bermuka sepuluh. Dasamuka memiliki nama asli Danar. Danar

atau Dasamuka memiliki kemampuan untuk menebak isi hati de-

ngan melihat wajah sekilas orang lain, sebagaimana kutipan beri-

kut ini.

Dasamuka memang punya banyak keistimewaan. Salah satu kelebihannya adalah kemampuannya untuk menebak isi hati orang cukup dengan sekilas melihat wajah orang itu. Untuk mengetahui apa yang sedang dirasakan seseorang, dia cukup melihat raut mukanya. Dan, penilaiannya itu sangat jarang meleset. Dia bisa membedakan orang yang benar-benar gem-bira atau sedang pura-pura gembira. Atau sebaliknya, orang yang benar-benar sedih atau sedang pura-pura sedih. Dunia pura-pura adalah dunia yang sungguh dikuasainya dengan baik. Sebaliknya pada saat dia berpura-pura, tidak ada orang yang tahu. Dia bisa begitu lihai menyem-bunyi-kan kepura-puraannya. Wajahnya bisa diaturnya sekehendaknya. Konon karena keistimewaannya itulah maka dia dipanggil

Page 155: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

144

Dasamuka oleh teman-temannya, si muka sepuluh. (Dasamuka: 140-141)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa dunia ma-

nusia memang penuh dengan kepura-puraan. Oleh sebab itu,

butuh ketajaman hati untuk melihatnya. Ketajaman itu dimiliki

oleh Dasamuka. Dengan ketajaman pengetahuannya itu, dia bisa

mengetahui masalah yang dimiliki oleh orang lain dan meman-

faatkannya untuk mendapatkan uang dengan cara mengulurkan

bantuan. Sedangkan Dasamuka sendiri memiliki kemampuan

menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya de-

ngan ‘muka sepuluh’-nya.

Dengan ‘muka sepuluh’-nya, Dasamuka bisa dekat dan

masuk ke dalam semua kalangan, dari kalangan priyayi keraton

sampai kalangan abangan wong durjana. Dasamuka memiliki

banyak kunci rahasia yang dimiliki untuk bisa diterima di setiap

kalangan itu. Salah satu pengetahuin Dasamuka ini terdapat pada

kutipan berikut ini.

Dengan cara melemparkan batu sebesar jempol kaki pada dinding anyaman bambu sebanyak tiga kali, yang merupakan tanda khas di antara wong durjana yang sepakat menjalin kerjasama, pelahan terkuaklah pintu rumah tanpa jendela itu. (Dasamuka: 244)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Dasamuka memi-

liki pengetahuan dan pemahaman terkait dunia wong durjana.

Page 156: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

145

Hal ini memudahkannya untuk bisa masuk ke dalam dunianya.

Dari kutipan tersebut juga dapat diketahui bahwa wong durjana

memiliki kode khusus untuk berkomunikasi. Salah satunya kode

itu adalah dengan melempar batu kerikil sebanyak tiga kali untuk

membangun kerjasama kesepakatan. Untuk bisa masuk ke dalam

kelompok priyayi maupun santri, tentunya Dasamuka juga me-

miliki trik tersendiri yang membuatnya dapat diterima.

Dasamuka selalu menarik perhatian priyayi dengan kemam-

puannya menebak kebutuhan priyayi yang bersangkutan untuk

menawarkan bantuan. Tentunya bantuan itu tidak gratis,

Dasamuka akan meminta imbalan tertentu yang membuatnya

terkenal sebagai pemuda kaya raya. Kemampuan Dasamuka

untuk mengetahui apa yang sedang terjadi pada orang lain

dengan melihat watak atau tingkah ini dimiliki oleh sebagian

orang Jawa yang ber ‘ilmu’.

3) Kriteria Pendamping Hidup

Pernikahan merupakan sebuah tradisi dalam kebudaya-

an manusia di belahan bumi mana pun dan ada di dalam setiap

dekade peradaban. Setiap suku memiliki tradisi sendiri-sendiri,

termasuk dalam kriteria tertentu dalam menentukan pendamping

hidup yang terbaik untuk dibawa ke dalam pernikahan. Begitu

juga dengan suku Jawa. Hal ini digambarkan dalam novel pada

kutipan berikut ini.

Page 157: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

146

Tidak hanya bibit yang menjadi petimbangan, tapi juga bebet dan terutama bobot pemimpin-pemimpin itu. Ya, bibit-bebet-bobot menjadi satu kesatuan.” (Dasamuka: 39)

Berdasarkan kutipan tersebut dapat diketahui bahwa

terdapat tiga kriteria pendamping hidup dalam budaya jawa,

yaitu bibit, bebet, dan bobot. Bibit, memiliki makna siapa orang

tuanya atau garis keturunan yang menurunkannya yang di Jawa

disebut dengan trah. Pada masa lalu, trah menjadi pertimbangan

utama dalam memilih pendamping hidup. Perbedaan trah dalam

pernikahan seringkali menimbulkan permasalah. Hal ini ter-

cermin dalam pernikahan Ki Sena dengan Den Rara

Wahyuningsih dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono

yang telah dipaparkan sebelumnya dalam pembahasan kekerabat-

an dalam organisasi kemasyarakatan. Pernikahan dengan perbe-

daan trah dianggap mencoreng kewibawaan dari pihak trah

berdarah biru atau priyayi. Selanjutnya, bebet memiliki makna

siapa teman-temannya. Dalam memilih pendamping hidup,

kriteria ini dianggap sangat penting bangi orang Jawa untuk

diperhatikan karena baik dan buruknya seseorang dipengaruhi

oleh teman dan lingkungan yang ada di sekelilingnya. Selain

bibit dan bebet, terdapat pertimbangan bobot, yakni kemampuan

dan kualitas diri calon pasangan hidup. Kriteria ini dirasa perlu

diperhatikan oleh orang Jawa karena kemampuan dan kualitas

Page 158: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

147

diri pasangan akan menentukan masa depan hidup berumah

tangga.

4) Ruang dan Waktu dalam Ilmu Jawa

Masyarakat Jawa memiliki pandangan sendiri terkait

ruang dan waktu yang berasal dari pengetahuannya dalam

memperhatikan kondisi alam yang ada di sekelilingnya sebagai-

mana kutipan berikut ini.

Orang Jawa sungguh percaya bahwa ber-kuasanya garengpung berarti berkuasanya kemarau. (Dasamuka:67)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa masyarakat Jawa

mengetahui akan datangnya musim kemarau dari hadirnya suara

garengpung yang memekakkan telingan. Dapat diketahui bahwa

pulau Jawa memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan

musim kemarau. Masyarakat Jawa memiliki ilmu titen yang

dijadikan patokan untuk menandai akan datangnya musim

penghujan dan musim kemarau. Seperti yang ada di dalam

kutipan tersebut, datangnya musim kemarau ditandai dengan

hadirnya garengpung. Garengpung merupakan serangga hutan

yang bunyinya sangat keras. Garengpung akan berbunyi di akhir

musim penghujan. Hal ini dijadikan penanda waktu bagi

masyarakat Jawa akan datangnya musim kemarau. Begitu juga

dengan penanda akan datang musim penghujan. Masyarakat

percaya bahwa ketika bunga lily – orang Jawa biasa menye-

Page 159: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

148

butnya dengan bawang-bawangan – mekar akan hadir musim

penghujan.

Selain penanda musim, masyarakat Jawa juga sering

menyebutkan waktu dengan kondisi alam yang ada di sekitarnya

sebagaimana kutipan berikut ini.

“Bila pada saat lingsir wengi Rara ireng sudah berada di sini ini,” telunjuk Den Wahyana menunjuk pada suatu titik di gambarnya,”Pada saat titiyono, dia sudah akan berhasil kita keluarkan dari pagar tembok kaputren. (Dasamuka: 217)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa frasa lingsir wengi

dan kata titiyono digunakan masyarakat Jawa pada masa lalu

untuk menyebutkan sekitar pukul satu malam untuk lingsir wengi

dan titiyono untuk menyebutkan sekitar pukul dua malam.

5) Pendidikan Anak

Pengetahuan perempuan Jawa dalam pendidikan bagi

anaknya masih kurang. Hal ini terlihat dari perbuatan Ibunda

Sultan sendiri di dalam novel yang tercermin dalam kutipan

berikut ini.

Ibunda Sultan, yang lebih dikenal sebagai Gusti Ratu Kencana, begitu ingin putranya cepat tumbuh dewasa. Sayangnya keinginan itu tidak didukung oleh wawasan yang luas dan bijaksana yang bernas. Alih-alih mendatangkan guru-guru luhur budi pekerti atau pujangga-pujangga arif bijak bestari, dia mendatangkan perempuan-perempuan cantik kenes usia belasan yang sungguh menggairahkan yang dimintanya menuruti semua kemauan anak tercintanya. (Dasamuka: 189-190)

Page 160: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

149

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Ibunda Sultan

terlihat salah dalam memberikan pola asuk terhadap sultan yang

masih berusia remaja. Gusti Ratu Kencana menginginkan Sultan

Jarot, anak laki-lakinya yang telah diangkat menjadi sultan itu,

lebih cepat dewasa. Untuk mewujudkan keinginannya itu Gusti

Ratu Kencana menyendiakan banyak gadis sebagai teman Sultan.

Gusti Ratu Kencana berharap, Sultan Jarot akan lebih cepat

dewasa dengan adanya gadis-gadis di sekelilingnya yang dapat

membangkitkan gairah alaminya. Namun yang terjadi, Sultan

Jarot tidak juga menjadi dewasa pemikirannya dan memiliki

wibawa dihadapan pemerintah koloniah dan rakyatnya, tetapi

menjadi sosok Sultan yang hanya senang berfoya-foya tanpa

memikirkan amanah yang sedang diembannya.

Sebagaimana pendapat Willem dalam kutipan tersebut,

apa yang dilakukan oleh Ibu Ratu Kencana merupakan tindakan

yang salah langkah. Untuk membuat seorang anak menjadi

dewasa seharusnya dengan mendatangkan guru pendidikan

akhlak untuk menempa akhlaknya menjadi lebih baik dan

dewasa. Bukan dengan cara mendewasakan fungsi biologis yang

dimiliki oleh Sultan Jarot untuk membuatnya dewasa.

Sehubungan dengan pendidikan dan pola asuh anak,

Kiai Ngarip dan Willem juga pernah berduskusi panjang. Diskusi

Page 161: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

150

mereka terkait salah satu tokoh di dalam novel, yakni Dasamuka.

Willem memiliki pendapat seperti kutipan berikut ini.

Tapi aku belum menemukan jawaban yang lebih baik dari itu: bahwa menurutku pemanjaan pada hakikatnya adalah peracunan. Orang tua telah meracuni anaknya, racun yang menjadi potensi di dalam batinnya untuk melahirkan kejahatan. (Dasamuka: 98-99)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa kunci pola asuh

anak ada di tangan orang tua. Pemanjaan yang dianggap baik

oleh orang tua justru membuat anak menjadi tidak mandiri dan

berakhlak buruk. Di dalam novel, tokoh Dasamuka dan Sultan

Jarot sama-sama mengalami pemanjaan di waktu kecil. Semasa

keci, Dasamuka dimajakan oleh keluarga ibunya di Puri Sutejan.

Begitu juga dengan Sultan Jarot, Sultan Jarot dimanjakan oleh

ibunya dengan banyak gadis disekelilingnya dan kehidupan yang

foya-foya. Namun perbedaannya, pemanjaan pada diri Dasamuka

hanya di waktu kecil. Ketika remaja Dasamuka hidup berkelana

dengan dunianya sendiri dan mendidik dirinya sendiri untuk

dapat menghadapi kehidupan yang keras. Adapun pemanjaan

Sultan Jarot terjadi hingga usia remaja.

Berbeda dengan pendapat Willem, Kiai Ngarip

berpendapat bahwa jahatnya seseorang ditentukan oleh saat dan

tempat tumbuh-kembangnya seseorang. Hal ini Kiai Ngarip

paparkan dalam kutipan berikut ini.

Page 162: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

151

“Semua bayi dilahirkan Suci. Bayi yang lahir dari perzinaan pun suci. Itulah keyakinanku. Jadi bayi Dasamuka adalah bayi suci. Yang membuatnya jahat adalah tempat dan saat yang kemudian dialaminya dalam perjalanan menuju kedewasaannya.” (Dasamuka: 112)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa tempat

atau lingkungan hidup seorang manusia akan mempengaruhi

sifatnnya. Jika lingkungannya baik, maka seseorang juga akan

baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk, maka seseorang itu akan

menjadi buruk. Begitu juga dengan waktu, seiring dengan

berjalannya waktu seseorang akan mengalami banyak hal dan

mempertemukan dengan banyak orang yang memungkinkannya

mendapatkan pengaruh, baik pengaruh baik maupun pengaruh

buruk.

6) Ramuan Jawa

Salah satu kelebihan masyarakat Jawa terletak pada

pengetahuan terkait karakteristis tumbuh-tumbuhkan yang

tumbuh di lingkungan sekitar. Tumbuh-tumbuhan ini dapat

berfungsi sebagai racun maupun obat. Untuk menjadi racun atau

obat tumbuh-tumbuhan atau bagian tumbuhan – daun, akar,

batang – bisa langsung digunakan maupun diolah menjadi

ramuan. Ramuan ini diketahui dan dipercaya khasiatnya oleh

masyarakat Jawa. Salah satu fungsi ramuan terdapat dalam kuti-

pan novel berikut ini.

Page 163: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

152

Juga, tak boleh dilupakan, jenis tumbuhan apa yang imamah si kambing sebelum ternak itu disantap si macan dan jenis ramuan apa yang digosokkan pada mata lembing juga memegang peranan penting. (Dasamuka: 91)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat

dua pengetahuan Jawa terkait tumbuhan yang dapat diketahui.

Pertama, terkait daun beracun. Terdapat beberapa jenis daun

tumbuhan yang sifatnya beracun bagi binatang yang memakan-

nya. Contohnya daun singkon yang dimakan kambing ketika

daun itu diambil di sore hari dan baru saja terkena air hujan, akan

menjadi racun. Racun sifatnya mengalir ke dalam darah. Ketika

kambing dimakan macan, berarti ada darah kambing yang sudah

beracun masuk ke dalam tubuh macan dan ikut meracuni macan.

Kedua, terkait ramuan yang dioleskan pada mata lembing. Ra-

muan racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat berfungsi

ampuh untuk membunuh. Tidak hanya pada mata lembing,

tombak-tombak yang dimiliki oleh masyarakat Jawa, baik untuk

melawan musuh atau berburu, biasanya juga diberi ramuan

tertentu untuk proses pembunuhan lebih cepat.

d. Bahasa

Di dalam pembahasan terkait bahasa, di dalam novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono terdapat pembahasan terkait

proses belajar berbahasa dan tingkatan bahasa.

Page 164: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

153

1) Proses Belajar Bahasa

Dalam pemerolehan bahasa kedua dibutuhkan adanya

proses belajar bahasa. Di dalam novel Dasamuka ini diceritakan

secara detail bagaimana seseorang belajar bahasa kedua. Willem

sebagai tokoh utama di dalam novel merupakan tokoh yang

berkebangsaan Skotlandia. Di tanah Jawa, dia ingin meneliti

bronjong yang merupakan salah satu bentuk hukum di Kasultan-

an Yogyakarta, di samping budaya Jawa yang lainnya. Willem

membutuhkan kecakapan dalam bahasa Jawa untuk dapat me-

neliti secara langsung karena kunci utama untuk dapat mengenal

budaya di luar budaya sendiri adalah penguasaan bahasa. Willem

belajar bahasa Jawa dengan seorang tolek (ahli bahasa) dari

keraton Ngayogyakarta bernama Den Wahyana.

Untuk belajar bahasa, pembelajar membutuhkan bahasa

pengantar yang telah dikuasai oleh pembelajar dan pendidik. Den

Wahyana menguasa bahasa Belanda, Willem juga menguasai

bahasa Belanda sehingga mereka belajar bahasa Jawa dengan

bahasa pengantar bahasa Belanda.

Pelajaran bahasa tahap pertama adalah ucapan kesan-

tunan agar dapat mudah diterima oleh masarakat pemilik bahasa

sebagaimana kutipan berikut ini.

Untuk tahap pertama, kita belajar supaya kita bisa diterima oleh orang Jawa. Untuk itu ucapan demi kesantunan saat pertama bertemu adalah pelajaran pertama kita. Setuju?”

Page 165: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

154

Ucapan demi kesantunan...ya, itu memang bagi-an penting belajar bahasa. (Dasamuka: 15)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa ucapan

bahasa kesantunan sangat penting, terutama untuk dapat berin-

teraksi dengan orang Jawa karena orang Jawa sangat menjunjung

kesantunan dalam berbahasa. Dalam bahasa pada umumnya,

ucapan kesopanan ini dapat berupa ucapan selama siang, apa

kabar, dan sapaan lainnya. Namun, untuk bahasa Jawa, lebih dari

itu. Di dalam bahasa Jawa terdapat tingkatan-tingkatan bahasa

yang akan dipaparkan pada pembahasan tingkat bahasa dalam

bahasa Jawa pada pembahasan selanjutnya.

2) Tingkat Bahasa dalam Bahasa Jawa

Bahasa Jawa memiliki ciri khas tertentu dibandingkan

dengan bahasa yang lainnya. Dalam bahasa Jawa, dikenal adanya

tingkatan dalam berbahasa. Jumlah tingkatan bahasa dalam

bahasa Jawa ada tiga, yaitu bahasa Jawa Kromo Inggil, Kromo

atau Kromo Alus, dan Ngoko. Tingkatan tersebut digunakan

sesuai dengan tingkat sosial penutur dan mitra tutur. Penggunaan

tingkat bahasa ini sebagai salah satu bentuk kesopanan dan

penghormatan terdapat di dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono, sebagaimana kutipan di bawah ini.

Ki Sena bertutur dengan bahasa Jawa Krama. (Dasamuka: 23)

Page 166: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

155

Kutipan tersebut terjadi pada saat Ki Sena bercerita

terkait perjuangan pemberontakan Raden Rangga kepada Willem

dengan bahasa Jawa Kromo. Bahasa Jawa Kromo merupakan

bahasa Jawa yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang

belum dikenal atau disegani atau yang tidak kenal akrab. Bahasa

ini digunakan Ki Sena sebagai wujud kesopanan terhadap mitra

bicara. Begitu juga apa yang dilakukan Willem pada kutipan

berikut ini.

Ketika kuedarkan pandanganku dan kulihat bahwa aku adalah satu-satunya orang kulit putih yang ada di situ, dengan menggunakan bahasa Jawa krama yang sudah kukuasai, aku pun menolaknya. (Dasamuka: 87)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa bahasa

Jawa Kromo digunakan oleh Willem untuk berkomunikasi de-

ngan orang pribumi sebagai wujud kesopanan. Terlebih lagi

tuturan yang diucapkan Willem merupakan tuturan penolakan.

Penggunaan bahasa Jawa Krooa yang digunakan oleh Willem ini

sebagai upaya agar dirinya bisa diterima di lingkungan ma-

syarakat Jawa.

Selain yang sudah dipaparkan sebelumnya, tuturan

dengan bahasa Jawa Kromo ini biasanya digunakan oleh orang

yang merasa memiliki status sosial yang lebih rendah dari pada

mitra bicaranya. Adapun bahasa Ngoko digunakan bagi orang

yang merasa memiliki status sosial yang sama, sedangkan bahasa

Page 167: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

156

Jawa Kromo Inggil digunakan bagi orang yang merasa memiliki

status sosial yang rendah kepada orang ang memiliki status sosial

tinggi.

Di samping untuk memperhatikan kesopanan, penggu-

naan lapis bahasa juga menunjukkan kelompok sosial tertentu

bagi penggunanya sebagaimana kutipan berikut ini.

Dia memang berdarah merah, darah petani Bagelen, yang diejek karena tutur bahasanya yang kaku kasar. (Dasamuka: 23)

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa darah merah atau

darah petani (rakyat jelata) biasanya memiliki tutur bahasa kasar.

Tutur bahasa kasar ini biasanya digunakannya bahasa Jawa

Ngoko. Terlebih lagi bagi kelompok sosial abangan wong

durjana, bahasa Jawa Ngoko yang digunakan lebih kasar lagi.

Petani menggunakan bahasa Jawa Ngoko hanya sebatas untuk

berkomunikasi dengan orang sesamanya, sedangkan untuk

berbicara dengan orang yang memiliki tingkat sosial yang lebih

tinggi atau orang yang disegani tetap menggunakan bahasa Jawa

Kromo. Namun, bahasa Jawa Kromo yang digunakan tidak

sehalus kaum santri dan priyayi. Kelompok sosial santri biasanya

menggunakan bahasa Jawa Krama. Hal ini terlihat di kalangan

santri pondok pesantren. Walaupun berkomunikasi dengan teman

sesamanya yang satu umuran, tetap menggunakan bahasa Jawa

Kromo. Kelompok sosial priyayi biasanya menggunakan bahasa

Page 168: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

157

Jawa Kromo Inggil untuk bertutur. Terutama untuk berkomu-

nikasi dengan orang yang memiliki tingkat sosial yang sama

maupun tingkat sosial yang lebih tinggi.

e. Kesenian

Di dalam pembahasan terkait kesenian, penulis akan mem-

bahas terkait seni macapat, alat musik Jawa, dan seni tari.

1) Macapat

Macapat merupakan salah satu bentuk seni suara atau

nyanyian yang ada di dalam budaya Jawa. Macapat tidak sekadar

lagu Jawa biasa, tetapi memiliki aturan tertentu dalam pencip-

taannya, dan berisi pitutur atau pengajaran yang memiliki filosofi

tinggi. Macapat dalam novel tercermin pada cerita saat Ki Sena

mandi di sendang sebagaimana kutipan berikut ini.

Pada saat suara gemericik air makin keras terdengar, Den Rara Ningsih memelankan langkahnya. Dia lalu mendengar suara lembut nyanyian, tembang yang disenandungkan dengan pelahan oleh seorang laki-laki. Suara yang biasanya pendek-pendek dan tegas itu ternyata bisa lembut mendayu-dayu pada saat melantunkan tembang macapat. (Dasamuka: 45)

Dari kutipat tersebut terlihat bahwa tembang macapat

biasanya dilantunkan pada saat santai seperti yang dilakukan Ki

Sena dalam kutipan tersebut. Bisa juga dinyanyikan pada acara-

acara tertentu. Tembang macapat sendiri memiliki berbagai ma-

cam bentuk. Jenis-jenis ini memiliki kandungan makna filosofis

Page 169: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

158

sendiri. Salah satu bentuk jenis macapat adalah tembang

asmarandana sebagaimana kutipan berikut ini.

Bulan di langit timur sudah tampak sepertiga. Purnama memang selalu memancarkan tembang asmarandana. (Dasamuka: 45)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa sinar bulan di

malam hari menimbulkan kesan yang romantis. Oleh sebab itu,

digambarkan bagaikan tembang asmarandana yang romantis.

Asmarandana merupakan tembang mocopat yang lagu-lagunya

memiliki makna kesetiaan, jatuh cinta, kesedihan, dan prihatin

dalam bingkai cinta. Asmarandana biasanya dinyanyikan bagi

orang yang sedang jatuh cinta maupun yang sedang patah hati.

2) Alat Musik Jawa

Selain seni suara, budaya Jawa juga memiliki seni

musik. Salah satu seni musik khas Jawa yaitu gamelan, sebagai-

mana kutipan berikut ini.

Waktu tunggu yang untukku terlalu lama itu diisi dengan hiburan, yaitu dengan ditabuhnya seperangkat gamelan. Tentu saja gamelannya ti-dak selengkap seperti pada pertunjukan wayang kulit. Yang ini lebih mirip seperti yang ada pada pertunjukan reog atau kuda lumping. (Dasamuka: 87)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa gamelan dibunyi--

kan pada saat jeda waktu menunggu hukuman bronjong dilak-

sanakan. Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional

Jawa yang telah menjadi budaya. Gamelan sendiri terdiri dari

Page 170: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

159

berbagai macam alat musik, dari gong, gambang, kendang,

gambang, kenong, demung, saron, dan lain sebagainya. Gamelan

biasanya dibunyikan pada saat pertunjukan wayang kulit atau

kesenian Jawa lainnya. Gamelan ini menjadi musik pengiring

bagi berbagai macam jenis kesenian di Jawa.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, salah satu

bentuk dari gamelan adalah gambang. Di dalam novel, gambang

digambarkan sebagai alat musik pengiring tembang sebagaimana

kutipan berikut ini.

Dalam sepi dapat kudengar lamat-lamat suara gambang yang ditabuh. Juga sayup-sayup kudengar suara perempuan menembang. (Dasamuka: 180)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa gambang

dibunyikan untuk mengiri orang yang sedang menyanyi Jawa.

Gambang merupakan salah satu bentuk gamelan yang terbuat

dari bilahan-bilangan bambu yang dirakit sedemikian rupa.

Bilahan-bilahan bambu tersebut membentuk tangga nada yang

menimbukan suara khas alat musik gambang.

3) Seni Tari

Seni tari merupakan seni gerak yang dimiliki oleh

suku-suku di belahan bumi mana pun, termasuk Jawa. Di dalam

novel, seni tari digambarkan pada kutipan berikut ini.

Begitu pandangan kuedarkan lebih dalam, kulihat masih ada sekumpulan putri-putri yang

Page 171: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

160

duduk mengelilingi seseorang yang sedang berlatih menari. (Dasamuka: 181-182)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa di dalam

budaya Jawa terdapat seni tari. Pada kutipan tersebut hanya

disebutkan ‘sedang berlatih menari’, tidak disebutkan tarian apa.

Dalam budaya Jawa terdapat berbagai macam tarian, ada tari

merak, gambyong, serimpi, dan lain sebagainya. Ciri khas dari

tarian Jawa, yaitu lembut, halus, pelan, dan menunjukkan

kegemulaian gerak penarinya. Dari kutipan tersebut tercermin

bahwa gadis-gadis yang tinggal di keraton menggemari seni tari

bahkan diwajibkan untuk dapat menari sebagai bentuk olah jiwa,

olah rasa, dan olah raga.

f. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Pada dasarnya, sistem mata pencaharian tidak terlalu ba-

nyak dibahas di dalam novel Dasamuka. Hanya ada beberapa

kutipan yang mencerminkan mata pencaharian hidup massyarakat

Jawa pada masa 1812-an. Di dalam pembahasan terkait sistem mata

pencaharian hidup, penulis akan membahas terkait mata pencaharian

sebagai orang di lingkup keraton dan mata pencaharian sebagai

orang yang berada di luar keraton.

1) Dalam Lingkup Keraton

Page 172: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

161

Beberapa pekerjaan dalam lingkup keraton yang

tercermin pada novel Dasamukan karya Junaedi Setiyono, yaitu

tolek, abdi dalem, telik sandi, dan pengawal sultan.

a) Tolek

Mata pencaharian hidup sebagai tolek tercermin

dalam kutipan berikut ini.

Kubuatkan surat pengantar, seorang opsir akan mengantarkanmu menemuinya. Dia seorang tolek yang bisa diandalkan,” kata Sang Residen sambil beranjak menuju meja tulisnya. (Dasamuka: 13)

Di dalam novel, kutipan tersebut terjadi pada saat

Willem mengutarakan keinginannya belajar bahasa Jawa

sehingga disarankan untuk menemui seorang Tolek. Tolek

merupakan ahli bahasa. Biasanya tolek memiliki beberapa

bahasa yang dikuasainya. Tolek ini sangat penting kebera-

daannya di keraton untuk memberikan pengajaran bahasa,

baik untuk orang pribumi maupun kolonial yang datang.

Tolek di dalam novel diperankan oleh Den Wahyana yang

mengajarkan bahasa kepada Willem yang ingin bisa ber-

bahasa Jawa. Mustahil bagi Den Wahyana dapat meng-ajar-

kan bahasa Jawa kepada Willem yang berkebangsaan

Skotlandia, kalau dia sendiri tidak menguasai banyak bahasa

sehingga profesi tolek diharuskan menguasai banyak bahasa.

Page 173: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

162

b) Abdi Dalem

Di dalam novel, mata pencaharian hidup sebagai

abdi dalem tercermin dalam kutipan berikut ini.

Dan tidak terlalu sulit bagi Ki Sena untuk menjadikan impian adiknya, impian untuk bisa menjadi abdi dalem keraton. (Dasamuka: 32)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa menjadi abdi

dalem merupakan suatu kehormatan. Abdi dalem merupakan

orang yang mengabdi sebagai pekerja di dalam keraton.

Terdapat berbagai macam jenis pekerjaan sebagai abdi

dalem. Pekerjaan sebagai abdi dalem disandang oleh kaum

laki-laki dan perempuan. Salah satu contoh pekerjaan sebagai

abdi dalem terdapat di dalam kutipan tersebut, yakni abdi

dalem sebagai emban (pengasuh/pembantu) di dalam ka-

putren. Sosok abdi dalem di dalam novel, tercermin dalam

tokoh Semi.

c) Telik Sandi

Di dalam novel, mata pencaharian hidup sebagai

telik sandi tercermin dalam kutipan berikut ini.

“Dari seorang telik sandi, kami mendapat kabar adanya pencegatan dan pengeroyokan ini. Maaf kami agak terlambat,” (Dasamuka: 125)

Dari kutipan tersebut diktehaui bahwa dalam ling-

kup keraton, telik sandi bertugas untuk mengamat-amati atau

Page 174: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

163

menyelidiki hal-hal yang harus dilakukan secara diam-diam

demi keamanan dan kenyamanan keluarga keraton atau

orang-orang yang dekat dengan keraton. Pada zaman seka-

rang, pekerjaan sebagai telik sandi semacam pekerjaan seba-

gai intelijen negara yang bertugas menjadi mata-mata untuk

menjaga keamanan dan kedaulatan negara.

d) Pengawal Sultan

Di dalam novel, mata pencaharian hidup sebagai

pengawal Sultan tercermin dalam kutipan berikut ini.

“Bahaya? Bukankah menurutmu sekarang dia sudah menjadi seorang pengawal kepercayaan Sultan Jarot? Siapa yang berani mengusiknya?” (Dasamuka: 172)

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa pengawal

Sultan merupakan pekerjaan yang bertugas mengawal Sultan

ke mana saja Sultan pergi. Pengawal menjadi garda terdepan

demi keselamatan orang yang dikawalnya. Dalam kutipan

tersebut, pekerjaan sebagai pengawal Sultan Jarot bukan

sesuatu yang dibanggakan. Menjadi pengawal Sultan Jarot

menjadi momok yang sangat menakutkan karena nyawa

menjadi taruhannya.

2) Di Luar Lingkup Keraton

Beberapa pekerjaan dalam lingkup keraton yang tercer-

min pada novel Dasamukan karya Junaedi Setiyono, yaitu

tukang rakit, pedagang, dan petani.

Page 175: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

164

a) Tukang Rakit

Di dalam novel, mata pencaharian hidup sebagai

tukang rakit tercermin dalam kutipan berikut ini.

Dia kemudian melambaikan tangannya pada tukang rakit yang terlihat sedang menambatkan rakitnya di kejauhan. (Dasamuka: 41)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa tukang

rakit merupakan orang yang mengemudikan rakit. Pekerjaan

sebagai tukang rakit ini berhubungan langsung dengan

unsur budaya sistem peralatan hidup, yakni rakit. Di dalam

novel, tukang rakit ini disewa oleh Ki Sena untuk menye-

brangkan Ki Sena dan Den Rara Wahyuningsih yang meng-

hindari cegatan dari Den Mas Mangli – kakak Den Rara

Wahyuningsih yang akan membawa pulang kembali adik-

nya jika pelamar yang bertarung dengannya mengalami

kekalahan – dengan berjalan melalui sungai.

b) Pedagang dan Petani

Di dalam novel, mata pencaharian hidup sebagai

pedagang dan petani tercermin dalam kutipan berikut ini.

Bila semula kukira sosoknya mirip dengan Kiai Ngali, perpaduan antara sosok pedagang yang pintar bicara dan sosok petani yang kukuh berotot, ternyata dugaanku tidak seluruhnya benar. (Dasamuka: 117)

Page 176: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

165

Sebagaimana kutipan tersebut, sosok pedagang dan

petani tercermin di dalam novel pada sosok Kiai Ngali.

Sebagai seorang pedagang dan petani, Kiai Ngali digambar-

kan memiliki perawakan yang kukuh berotot. Perawakan

kukuh berotot ini menandakan pemiliknya merupakan sosok

pekerja keras dan apa yang dikerjaan merupakan pekerjaan

yang berat.

Di dalam novel juga diceritakan bahwa mata

pencaharian hidup sebagai petani ini hanya dikerjakan oleh

orang-orang yang memiliki pola pikir bahwa tanah Jawa

harus diperjuangkan untuk dipertahankan agar tidak benar-

benar jatuh ke tangan kolonial. Sosok itu salah satunya

adalah Kiai Ngali yang telah dipaparkan sebelumnya, selain

itu sosok petani juga digambarkan oleh Pangeran Aria

Dipanegara. Walapun ia seorang priyayi, tetapi Pangeran

Aria Dipanegara tidak berpangku tangan, ia sosok pekerja

keras yang memiliki lahan pertanian luas. Hal ini terdapat

dalam kutipan berikut ini.

“Juraganku, pemilik rumah yang kutempati ini, juga pemilik tanah-tanah persawahan disekeli-lingnya,” jawabnya dengan nada suara dan roman muka bangga. (Dasamuka: 137)

Kutipan tersebut diucapkan oleh Branjang kepada

Willem. Dari kutipan di atas terlihat bahwa Branjang sangat

Page 177: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

166

bangga menjadi abdi seorang priyayi yang tidak hanya

bersantai menyewakan tanah kepada pihak kolonial untuk

diolah, tetapi priyayi tersebut – Raden Aria Dipanegara –

mengolahnya sendiri dengan bekerja keras.

g. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono ini,

setidaknya terdapat 6 (enam) macam sistem peralatan hidup dan

teknologi. Keenam sistem peralatan hidup dan teknologi tersebut

dipakai oleh tokoh-tokoh dalam novel yang mencerminkan budaya

Jawa pada masa itu. Keenam peralatan hidup dan teknologi tersebut

dipaparkan berikut ini.

1) Senjata

Peralatan hidup berupa senjata tercermin di dapam

novel pada kutipan berikut ini.

“Ki Sena yang hendak beranjak memeriksa keris dan tombaknya, kembali duduk. (Dasamuka: 30)

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa keris dan tombak

merupakan senjata tradisional suku Jawa. Keris memiliki ber-

bagai macam bentuk, tetapi pada umumnya keris berbentuk

senjata tajam dengan bentuk berkelok. Tempat untuk menyim-

pan keris bernama warangka. Di dalam masyarakat Jawa,

biasanya keris tidak semata senjata tajam, tetapi senjata tajam

yang diisi dengan kekuatan gaib. Adapun tombak merupakan

Page 178: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

167

senjata panjang berbentuk runcing. Biasa dibuat dari bambu

kecil atau kayu dengan ujung (mata) terbuat dari besi runcing.

Sama halnya dengan keris, tombak juga kadangkala diolesi

ramuan-ramuan tertentu pada ujung tombaknya agar memiliki

sifat mematikan jika mengenai musuh atau hewan buruan.

Selanjutnya, senjata yang tercermin di dalam novel

adalah lembing. Di dalam novel, senjata lembing tedapat dalam

kutipan berikut ini.

Orang-orang mulai bertanya-tanya: apa yang sedang terjadi? Dan ketika orang yang diterkam macan itu pelan-pelan bangkut dan duduk, duduk dengan lembing berdarah yang mencuat tegak dalam genggamannya, membahana sorak sorai penonton mengelu-elukan keperkasaan lelaki tua itu ... orang yang tampak kurus dan lemah itu. (Dasamuka: 90)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa lembing

merupakan salah satu senjata tradisional Jawa. Lembing me-

rupakan senjata tradisional Jawa berupa batu runcing yang me-

miliki gagang kayu. Lembing biasanya digunakan oleh masya-

rakat untuk berburu hewan liar di dalam hutan. Di dalam novel,

lembing yang sudah dioles dengan ramuan tertenttu digunakan

oleh Kiai Ngarip untuk membunuh macan yang menyerangnya.

Sekarang ini, senjata-senjata tradisional seperti ini sudah jarang

sekali ditemui dalam kehidupan masyarakat Jawa. Biasanya

Page 179: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

168

senjata-senjata seperti ini disimpan di dalam musium senjata un-

tuk diambil nilai history-nya.

2) wadah,

Wadah merupakan peralatan hidup yang sangat penting

dalam kehidupan manusia. Berikut ini terdapat berbagai macam

wadah yang digunakan sebagai peralatan hidup masyarakat Jawa

pada masa tahun 1812-an yang digunakan oleh tokoh-tokoh di

dalam novel.

a) Alat makan dan minum

Di dalam budaya Jawa terdapat perbedaan wadah

tempat makan antara rakyat jelata dengan kaum priyayi.

Untuk makan dan minum rakyat jelatan biasanya meng-

gunakan wadah berupa daun jati dan tempurung seba-

gaimana kutipan berikut ini.

Seakan aku dan Den Wahyana tidak beda dengan sekepal nasi jagung dibungkus daun jati yang kulihat teronggok bersebelahan dengan setempurung air di sampingnya. (Dasamuka: 22)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa terdapat dua

peralatan hidup yang digunakan, yaitu daun jati dan

tempurung. Pada zaman dahulu daun jati menjadi wadah

atau bungkus makanan, sedangkan tempurung kelapa untuk

wadah air minum. Tempat makan dan minum berupa daun

jati dan tempurung ini biasaanya digunakan oleh rakyat

Page 180: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

169

jelata dan aktivitas makan dan minum dalam kesehariannya.

Adapun kaum priyayi, wadah untuk minum berupa cangkir

sebagaimana kutipan berikut ini.

Hanya ada suara keletik cangkir yang mulai berderet menghiasi meja, dan suara batuk-batuk kecil yang berasal dari Den Mas Suryanata, batuk yang mendadak timbul karena digelitiki gejolak dari dalam dada. (Dasamuka: 150)

Dari kedua kutipan tersebut terlihat bahwa tem-

purung dan cangkir yang digunakan untuk melambang-kan

tingkat dan kondisi sosial yang melatarbelakangi kedua-nya.

Tempurung kelapa digunakan untuk narapidana yang ada di

dalam penjara, sedangkan cangkir digunakan oleh kalangan

priyayi. Hal ini terlihat pada kedua kutipan tersebut. Pada

saat Den Mas Suryanata melakukan nontoni di Puri

Sujanan, Den Mas Suryanata dan tamu lain mendapat-kan

suguhan minuman dengan menggunakan wadah cangkir.

Sementara itu, wadah untuk makanan bagi kaum

priyayi berupa piring sebagaimana kutipan berikut ini.

Diam-diam hati Dasamuka bergetar pada saat Rara Ireng mendekatinya untuk meletakkan sepiring nagasari di atas meja di hadapannya. (Dasamuka: 151)

Dari kutipan novel tersebut terlihat bahwa terdapat

wadah yang digunakan sebagai peralatan hidup masyarakat

Jawa khususnya kaum priyayi, yakni piring. Piring meru-

Page 181: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

170

pakan tempa untuk wadah makanan. Selain itu, piring juga

sering digunakan sebagai wadah untuk makan. Keberadaan

piring ada sejak zaman dahulu hingga sekarang. Berda-

sarkan bahan untuk membuatnya, piring dibagi menjadi

tiga, yaitu piring stainless, piring gerabah, dan piring kaca

beling.

Selain penggunaan daun jati sebagai alas atau

bungkus makanan yang telah dipaparkan sebelumnya, di

dalam novel juga terdapat kutipan yang menyatakan bahwa

daun pisang juga digunakan sebagai bungkus makanan

sebagaimana kutipan berikut ini.

Suara bungkus daun pisang yang dibuka, suara cangkir yang beradu dengan meja, suara kecap mulut yang bergairah, suara tawa yang cerah, mulai meningkahi bincang-bincang yang mulai mengerucut, mulai mengarah pada tujuan pokok pertemuan, yaitu pada maksud kedatangan para tamu di ndalem Sujanan ini. (Dasamuka: 152)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa ter-

dapat peralatan hidup berupa wadah yang fungsinya sama

dengan daun jati, yakni daun pisang. Sebagai alat pembung-

kus perbedaan daun jati dengan daun pisang sangat tipis.

Daun pisang lebih fleksibel dan lebih luas jangkauan peng-

gunaannya dibandingan dengan daun jati. Daun pisang

biasanya digunakan oleh masyarakat Jawa untuk alas ma-

kan, pembungkus makanan, dan pembungkus kudapan, se-

Page 182: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

171

dangkan daun daun jati biasanya hanya digunakan sebagai

pembungkus luar. Dua daun tersebut sampai sekarang ma--

sih digunakan oleh masyarakat Jawa untuk membungkus

makanan.

Untuk membawa cangkir dan piring terdapat alat

wadah berupa baki sebagaimana kutipan berikut ini.

Acara yang permukaannya adalah keluarnya berbagai penganan dan minuma, tetapi yang pendalamannya adalah kelarunya calon pengan-tin putri, yaitu keluarnya Rara Ireng bersama-sama para abdi perempuan yang membawa nampan penuh berisi makanan dan minuman. (Dasamuka: 150)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa terdapat

wadah berupa nampan yang digunakan untuk membawa

piring berisi makanan dan gelas berisi minuman. Nampan

merupakan peralatan hidup manusia yang dipakai dari

zaman dahulu hingga sekarang. Nampan biasanya diguna-

kan sebagai alat untuk membawa makanan dan minum.

Seperti yang terdapat di dalam kutipan tersebut, nampan

digunakan oleh Rara Ireng dan abdinya.

b) Keranjang

Di dalam novel wadah berupa keranjang terdapat

dua jenis yaitu bronjong dan tenggok. Untuk wadah hewan

agar mudah dibawa, masyarakat Jawa biasanya mengguna-

Page 183: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

172

kan keranjang bernama bronjong sebagaimana kutipan

berikut ini.

“Bronjong yang banyak dikenal orang adalah wadah atau keranjang terbuat dari bambu yang digunakan untuk membawa unggas atau ternak. Akan mudah kita lihat kambing atau babi diringkukkan di dalam bronjong semacam itu di pasar-pasar.” (Dasamuka: 61)

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa terdapat

peralatan hidup berupa wadah yang digunakan oleh masya-

rakat Jawa masa lalu sampai sekarang. Wadah itu bernama

bronjong. Bronjong merupakan keranjang yang terbuat dari

bilahan bambu yang dianyam. Bambu dianya dengan jarak

yang lumayang renggang. Bronjong biasanya digunakan un-

tuk wadah atau tempat membawa hewan ternak ke pasar.

Selain bronjong, terdapat wadah yang mirip dengan bron-

jong yang sering digunakan oleh masyarakat Jawa, bernama

tenggok sebagaimana kutipan berikuti ini.

Kain kebaya berbahan katun sudah lengkap membungkus badannya, tenggok cucian anyam-an bambu sudah luwes menempel pinggangnya. (Dasamuka: 121)

Dari kutipan-kutipan tersebut terlihat bahwa

tenggok dan bronjong sama-sama wadah tradisional Jawa

yang terbuat dari anyaman bambu. Perbedaanya, pertama,

anyaman pada tenggok rapat-rapat, sedangkan bronjong

sedikit lebih renggang renggang; kedua, tenggok berukuran

Page 184: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

173

kecil, sedangkan bronjong berukuran besar; ketiga, bagian

atas tenggok ketika digunakan untuk wadah, terbuka,

sedangkan bronjong ketiga digunakan untuk wadah, ter-

tutup. Persamaan antara bronjong dan tenggok adalah sama-

sama merupakan wadah tradisional Jawa yang terbuat dari

anyaman bilah bambu. Tenggok bisa digunakan se-bagai

wadah bahan makanan atau kain. Pada novel, tenggok

digunakan oleh Semi untuk membawa kain cucian.

3) makanan, minuman, dan jamu-jamuan;

Masyarakat Jawa memiliki makanan, minuman, dan

jamu-jamuan (ramuan) yang tidak dimiliki oleh suku lain. Ma-

kanan, minuman, dan ramuan ini berasal dari tumbuh-tumbuh-

an yang tumbuh subur di tanah Jawa. Di dalam novel hanya

disebutkan makanan dan ramuan saja, tetapi tidak disebutkan

terkait minuman. Salah satu makanan khas masya-rakat Jawa

pada zaman dulu yang ada di dalam novel adalah nasi jagung

sebagaimana kutipan berikut ini.

Seakan aku dan Den Wahyana tidak beda de-ngan sekepal nasi jagung dibungkus daun jati yang kulihat teronggok bersebelahan dengan setempurung air di sampingnya. (Dasamuka: 22)

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa terdapat makan-

an khas masyarakat Jawa, yakni nasi jagung. Nasi jagung terbuat

dari jagung yang diolah sedemikian rupa hingga membentukan

Page 185: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

174

makanan seperti nasi dari beras. Nasi jagung banyak dikonsumsi

oleh masyarakat pedesaan yang tidak bisa membeli beras. Nasi

jagung terkenal sebagai makanan pokok bagi strata sosial rendah

sehingga di dalam novel diggambarkan nasi jagung sebagai ma-

kanan narapidana di dalam penjara.

Selain nasi jagung, terdapat makanan bernama nagasari

yang menjadi makanan tradisional masyarakat Jawa sebagai-

mana kutipan berikut ini.

Diam-diam hati Dasamuka bergetar pada saat Rara Ireng mendekatinya untuk meletakkan sepiring nagasari di atas meja di hadapannya. (Dasamuka: 151)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa makanan nagasari

biasanya disajikan dalam acara-acara tertentu seperti kenduri,

lamaran, pernikahan, dan acara-acara lainnya. Nagasari merupa-

kan jenis makanan kudapan yang terbuat dari adonan tepung

beras dan pisang yang dibungkus dengan daun pisang.

Sementara itu, peralatan hidup berupa ramuan atau

jamu-jamuan yang digunakan oleh masyarakat Jawa yang tercer-

min di dalam novel terdapat pada kutipan berikut ini.

Bahkan tidak segan-segan dia menawarkan ber-bagai bedak dan lulur untuk ngadi-sarira milik anak-anaknya. Dan tentu tak kettinggalan mena-warkan sari rapet yang dibikinnya sendiri. (Dasamuka: 193)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat

ramuan tradisional Jawa yang digunakan oleh tokoh dalam

Page 186: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

175

novel. Budaya Jawa terkenal dengan ramuan Jawa yang dibuat

dari bahan-bahan alami yang ada di lingkungan sekitar,

khususnya untuk merawat tubuh perempuan seperti kutipan

tersebut. Oleh sebab itu, perempuan-perempuan Jawa terlihat

memiliki kecantikan alami. Dari kutipan tersebut, dapat

diketahui bahwa perempuan Jawa pada masa lalu membuat

ramuan sendiri untuk ngadi sarira – merawah tubuh luar – dan

membuat jamu sari rapet untuk merawat tubuh dari dalam.

4) pakaian dan perhiasan,

Budaya Jawa memiliki berbagai macam jenis pakaian

tradisional yang menjadi ciri khasnya. Kebanyakan pakaian-

pakaian tradisonal Jawa dibuat dengan jari-jari terampil perem-

puan Jawa. Di dalam novel Dasamuka terdapat beberapa jenis

pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh orang Jawa. Salah satu

peralatan hidup berupa pakaian adalah jarit yang terdapat di

dalam kutipan berikut ini.

Nyi Wuli diam tertunduk. Kemudian tangannya tampak gugup melipat jarit yang akan dijadikan salah satu tukon dalam acara lamaran nanti. (Dasamuka: 30)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa jarit merupakan

lembaran kain panjang yang bercorak batik. Kain jarit ini biasa

dipakai oleh kaum laki-laki dan perempuan Jawa. Kaum laki-

laki biasanya memakai jarit untuk pakaian bawahan, sedangkan

untuk perempuan biasanya digunakan untuk kemban atau pakai-

Page 187: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

176

an bawahan juga. Jarit memiliki corak batik berbagai macam.

Setiap corak batik yang teraplikasi dalam jarit terdapat makna

filosofis tersendiri. Salah satu corak batik yang disebutkan di

dalam novel adalah jarit batik corak truntutum sebagaimana

kutipan berikut ini.

Jarit Truntum yang dipakainyalah yang paling banyak terbercaki noda darah. (Dasamuka: 238)

Kutipan tersebut merupakan cuplikan kejadian pada

saat Dasamuka dan Rara Ireng lari dari kejaran prajurit keraton

menuju Salatiga, rumah keluarga Dasamuka. Dalam perjalanan

itu, Rara Ireng memakai jarit corak truntum yang merupakan

hadiah dari Dasamuka untuk pertama kalinya. Corak truntum

memiliki makna cinta dan kesetiaan. Laki-laki yang memberi-

kan corak jarit truntum kepada perempuan, memiliki harapan si

perempuan akan menjaga cinta dan kesetiaan yang diberikan.

Begitu juga bagi perempuan yang mengenakan jarit truntum,

diharapkan dengan mengenakan jarit truntum sebagai pertanda

mampu menjaga cinta dan kesetiaan. Sebagaimana yang dilaku-

kan oleh Roro Ireng, Roro Ireng memiliki cinta dan kesetiaan

begitu besar terhadap Dasamuka dengan batik yang ia kenakan

di akhir hidupnya.

Jika, jarit digunakan untuk pakaian bawahan atau biasa

disebut dengan tapih, pakaian atas tradisional Jawa bagi

Page 188: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

177

perempuan adalah kain kebaya. Pakaian berupaka kebaya ter-

dapat dalam kutipan berikut ini.

Kain kebaya berbahan katun sudah lengkap membungkus badannya, tenggok cucian anyam-an bambu sudah luwes menempel pinggangnya. (Dasamuka: 121)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa kebaya merupakan

pakaian tradisional perempuan Jawa. Pakaian kebaya ini kini

tidak hanya bagian dari budaya Jawa, tetapi juga telah menjadi

pakaian nasional, seperti halnya batik. Jika pada masa sekarang

kebaya hanya dipakai dalam situasi-situasi tertentu, pada zaman

dahulu kebaya dipakai oleh perempuan Jawa dalam kehidupan

keseehariannya.

Baju tradisional Jawa – khususnya Yogyakarta – untuk

laki-laki bernama surjan. Baju surjan tercermin dalam novel

pada kutipan berikut ini.

Baju surjan berbahan lurik yang biasa dipakai-nya tak mampu menyembunyikan tubuh-nya yang tegap liat. (Dasamuka: 78)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa baju surjan me-

rupakan baju tradisional Jawa untuk laki-laki yang biasanya

terbuat dari kain lurik. Pola surjan dibuat seperti bentuk sikap

tangan orang menyilang. Hal ini memiliki makna filosofis seba-

gai sikap waspada. Seorang laki-laki harus waspada dengan

segala ancaman dari luar, terutama pada masa penjajahan zaman

Page 189: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

178

dahulu. Sama halnya dengan kebaya, baju surja dipakai oleh

sultan, punggawa keraton, dan masyarakat Jawa sebagai pakaian

sehari-hari di masa lalu. Namun sekarang, surjan hanya dipakai

oleh anggota keraton dan dipakai oleh masyarakat umum pada

acara-acara tertentu, seperti pernikahan, upacara adat, upacara

peringatan, dan acara resmi Jawa lainnya. Surjan terbuat dari

kain bermotif bunga dan lurik dengan berbagai macam warna.

Motif dan warna ini menunjukkan tinggat sosial atau kedudukan

seseorang dalam masyarakat, sebagaimana kutipan berikut ini.

Para penumpang, yang kebanyakan pria dan sudah berumur, berpakaian resmi dengan surjan dan destar warna gelap. Sedangkan para kusir perbakaian lurik dengan pernak pernik yang menunjukkan keresmian acara yang melibatkan-nya. (Dasamuka: 148)

Dari kutipan tersebut, hanya terdapat penjelasan dua

jenis surjan yang dipakai, yaitu surjan berwarna gelap yang

dipakai oleh sesepuh dan pakaian surjan bermotif lurik dipakai

oleh para kusir. Jadi, dari sini dapat disimpulkan bahwa surjan

berwarna gelap untuk orang yang memiliki kedudukan tinggi,

seperti bangsawan, sedangkan surjan bermotif lurik dipakai oleh

orang yang memiliki kedudukan sosial yang rendah.

Pelengkap busana laki-laki Jawa adalah destar. Destar

merupakan penutup kepala yang terbuat dari kain. Di dalam

novel, terdapat ungkapan tersirat dari Semi bahwa corak dan

Page 190: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

179

warna destar memiliki makna tertentu bagi kedudukan atau

jabatan pemakainya di tengah masyarakat seperti halnya surjan.

Terkait destar ini terlihat juga dalam kutipan berikut ini.

Dari belakang, Semi dapat melihat pemuda itu menganggung-angguk. Semi dapat melihat des-tar wulung yang ikut berayun-ayun. Tidak ba-nyak orang yang bermukim di desa memakai destar semacam itu, pikir Semi. (Dasamuka: 121)

Dari kalimat terakhir pada kutipan dapat diambil

kesimpulan bahwa destar bercorak wulung tidak biasa dipakai

oleh masyarakat umum. Orang yang memakai destar wulung

pasti memiliki kedudukan tertentu di dalam keraton. Jadi, pada

masa lalu kedudukan seseorang di dalam tingkat sosial dalam

masyarakat bisa langsung dilihat dari warna dan corak surjan

dan destar yang dikenakan.

Selain pakaian, peralatan hidup yang menambah kewi-

bawaan dan kecantikan adalah perhiasan. Perempuan Jawa biasa

menggunakan perhiasan gelang dan kalung emas untuk menam-

bah pesona kecantikan pemakanya. Di dalam novel, peralatan

hidup berupa perhiasan terlihat dalam kutipan berikut ini.

Gelang dan kalung pemberian Danar dipakai-nya. Kecantikannya menyala benderang. (Dasamuka: 233)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa gelang dan

kalung bukan sekadar perhiasan, tetapi biasanya juga untuk

hadiah pemberian dalam pernikahan.

Page 191: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

180

5) tempat berlindung dan perumahan,

Tempat berlindung dan perumahan merupakan salah

satu unsur budaya terpenting bagi peradaban manusia. Dengan

adanya tempat berlindung dan perumahan, seseorang akan me-

rasa aman dari gangguan cuaca dan binatang liar. Setiap suku

memiliki bentuk rumah yang menjadi ciri khas budayanya. Ciri

khas ini terjadi karena faktor lingkungan yang melingkupinya.

Salah satu bentuk rumah tradisional Jawa adalah joglo. Di dalam

novel, rumah joglo terdapat dalam kutipan berikut ini.

Di dalam, setelah omong-omong sebentar de-ngan seorang penjaga lainnya, Dasamuka yang sudah turun dari kudanya, berjalan kaki menuju bangunan paling besar berbentuk joglo yang diteduhi sepasang pohon beringin, pohon ningrat yang menambah kewibawaan puri kepangeranan. (Dasamuka: 139)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa rumah joglo

dimiliki oleh seseorang yang memiliki kedudukan tinggi di

tengah masyarakat. Rumah joglo biasanya dimiliki oleh kalang-

an bangsawan. Ciri khas rumah joglo adalah adanya pendapa

yang merupakan ruang tamu terbuka yang luas terdiri dari

beberapa saka penyangga – biasanya terdapat lima saka –.

Pendapa ini biasanya digunakan untuk tempat berkumpul,

pertemuan, tempat pertunjukan, dan lain sebagainya. Rumah

joglo masih dapat ditemui di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada

Page 192: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

181

bangunan-bangunan rumah dinas bupati dan orang-orang yang

masih memiliki trah darah biru.

Bentuk rumah tradisional Jawa selain joglo adalah

limasan. Di dalam novel, rumah limasan terdapat dalam kutipan

berikut ini.

Rumah limasan beratap damen itu terlalu gelap dan terlalu besar untuk ukuran rumah orang kebanyakan. (Dasamuka: 245)

Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa rumah limasan

lebih sederhana dibandingankan dengan rumah joglo. Rumah

limasan merupakan bentuk rumah yang dimiliki oleh masyarakat

Jawa umum. Di dalam novel, rumah limasan terkesan sangat

sederhana dengan adanya tambahan pernyataan ‘beratap

damen’. Damen merupakan batang tanaman padi yang d-

ikeringkan.

Tempat berlindung selain rumah adalah tenda. Di

dalam novel, peralatan hidup berupatenda terdapat dalam

kutipan berikut ini.

Dan penjelasan singkat Ki Sena iu telah me-nyebabkan sang putri batal membaringkan tubuhnya di permadani yang sudah tergelar di dalam tenda. (Dasamuka: 43)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa tenda sudah

dipakai oleh masyarakat Jawa zaman dahulu untuk berteduh

sementara waktu di luar rumah. Tenda biasanya digunakan

Page 193: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

182

hanya dalam kondisi darurat. Tenda terbuat dari bahan anti air

untuk melindungi orang yang berlindung di dalamnya dari panas

dan hujan. Di dalam novel, peralatan hidup berupa tenda ini

dipakai oleh Ki Sena dan Den Rara Wahyuningsih dari gelapnya

malam dan ancaman binatang malam dari luar karena mereka

sedang berada di tengah hutan.

6) alat-alat transportasi.

Alat transportasi merupakan peralatan hidup yang

penting bagi kehidupan manusia. Alat transportasi digunakan

oleh manusia untuk mempermudah manusia dalam berpindah

dari tempat satu ke tempat yang lain. Seiring perkembangan

zaman alat transportasi ini mengalami perkembangan yang

sangat pesat dibandingkan dengan peralatan hidup dan unsur

budaya yang lainnya. Pada novel digambarkan pada masa tahun

1812-an orang Jawa menggunaan alat transporrtasi kereta kuda

unntuk mempermuda aktivitasnya – termasuk aktivitas orang

luar Jawa yang tinggal di Jawa – sebagaimana kutipan berikut

ini.

Dengan fasilitas yang diberikan gubernemen – karena aku dianggap berjasa, punya hubungan dengan ilmuwan terpandang Kerajaan Inggris dan juga seorang akademisi muda Edenburgh – aku berhasil memperoleh kereta kuda beserta kusir yang diseikit bisa bicara Belanda. (Dasamuka: 9)

Page 194: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

183

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa kereta kuda

merupakan alat transportasi yang cukup mewah pada masa itu.

Hanya kalangan-kalangan tertentu yang dapat memiliki kereta

kuda. Seperti dalam kutipan tersebut, kereta kuda digunakan

oleh Willem, seorang peneliti berkebangsaan Skotlandia yang

sedang meneliti salah satu budaya Jawa. Kereta kuda biasanya

digunakan oleh kalangan bangsawan atau keluarga keraton.

Sultan sendiri memiliki alat trasportasi yang biasa

disebut dengan kereta kencana. Kereta kencana merupakan

kereta yang dibuat sangat mewah dengan lapisan emas dan

berukuran lebih besar dibanding kereta kuda biasa. Kereta

kencana ini memiliki berbagai macam jenis nama. Salah satu

kereta kencana bernama Nyai Jimat sebagaimana kutipan di

bawah ini.

“Aku memerlukan bantuan Ngusman untuk meletakkan bantal ini di kereta kencana Nyai Jimat, kereta keraton yang besok akan digunakan untuk pesiar Sultan Jarot,” kata Danar pada Den Wahyana yang diundang datang ke persembunyiannya pada pagi buta itu. (Dasamuka: 252)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa terdapat alat

transportasi yang mirip dengan kereta kuda yang ada di dalam

novel, selain alat transportasi kereta kuda. Alat transportasi

tersebut adalah bendi. Di dalam novel, alat transportasi bendi

terdapat dalam kutipan berikut ini.

Page 195: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

184

Sebelum berangkat menuju rumah dinasku yang ada di kompleks Karesidenan dengan bendi yang kupinjam dari Tuan Thomson, kembali kulihat sosok yang beberapa pekan ini memancing perhatianku, Den Mas Sentot. (Dasamuka: 62)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa kereta kuda tidak

hanya digunakan oleh kaum priyayi pribumi, tetapi juga oleh

masyarakat kolonial. Secara sekilas kereta kuda dengan bendi

terlihat sama. Perbedaan antara kereta kuda dan bendi adalah

kereta kuda biasanya memiliki roda lebih dari dua dan ditarik

oleh kuda yang jumlahnya lebih dari satu, sedangkan bendi

ukurannya lebih kecil, terdiri dari dua roda dan ditarik hanya

dengan satu kuda.

Kuda sendiri juga merupakan salah satu alat

transportasi yang banyak digunakan oleh orang Jawa untuk

berkendara. Alat transportasi kuda terdapat dalam kutipan

berikut ini.

Kuakui bahwa aku telah bertindak terlalu sembrono ketika dengan bersemangat kusong-song kedatang-an Pieter, yang seperti biasa mengunjungi Loji Rejowinangun dengan kuda gagah berwarna dawuk pada saat matahari sudah condong ke barat. (Dasamuka: 63)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa selain alat trans-

portasi darat berupa kereta kuda, bendi, dan kuda, terdapat juga

alat transportasi air yang digunakan oleh masyarakat Jawa yang

Page 196: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

185

tertuang di dalam novel. Alat transportasi air tersebut adalah

rakit sebagaimana kutipan berikut ini.

Selanjutnya kita harus naik rakit menyusuri sungai ini. (Dasamuka: 41)

Rakit merupakan alat transportasi air yang dibuat dari

bambu yang dirangkai berjajar. Pada zaman dahulu rakit diguna-

kan untuk menyebrang sungai. Namun, keberadaan rakit

sekarang ini sudah jarang ditemui. Sudah ada jembatan yang

banyak dibangun untuk mempermudah orang menyeberang

sungai.

2. Kearifan Lokal Novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono

Terdapat tujuh karifan lokal yang tercermin dalam novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono, yaitu wayang – dunia pewayangan –,

tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa, ungkapan dan istilah dalam budaya

Jawa, macapat, titi mongso, ramuan, dan batik.

a) Wayang

Wayang merupakan sebuah seni lakon yang keberadaannya

di Jawa ada sejak zaman dahulu hingga sekarang. Dunia

pewayangan seolah telah menyatu dengan budaya Jawa. Di dalam

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono, kearifan lokal berupa

dunia pewayangan dijadikan sajian utama. Dari judul Dasamuka,

sudah terlihat kekentalan dunia pewayangan yang dibawa ke dalam

novel sebagaimana kutipan berikut ini.

Page 197: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

186

Dialah yang nantinya akan menggiringku masuk ke dalam dunia Jawa, dunia wayang, dunia bayang-bayang; seperti halnya raja dan keraton orang Jawa yang tinggal bayang-bayang. (Dasamuka: 60)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa dunia Jawa erat sekali

kaitannya dengan dunia pewayangan. Dasamuka merupakan salah

satu tokoh di dalam dunia pewayangan. Di dalam dunia pewayangan,

tokoh Dasamuka digambarkan sebagai tokoh antagonis, anak dari

hubungan terlarang antara Begawan Wisrawa dengan Dewi Sukesi.

Begawan Wisrawa bertemu dengan Dewi Sukesi untuk melamarnya,

untuk dijadikan istri bagi anak lelakinya yang bernama Danareja.

Namun, pada saat Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi berduaan

dalam ruang khusus di kaputrin untuk penguraian rahasia ilmu gaib,

terjadilah peristiwa terlarang yang membuahkan anak bernama

Dasamuka itu.

Begitu juga yang terjadi di dalam novel ini, Dasamuka di

dalam novel merupakan tokoh yang terlahir dari hubungan terlarang

antara Ki Sena dengan Den Rara Wahyuningsih. Ki Sena bertemu

dengan Den Rara Wahyuningsih untuk melamarnya, untuk dijadikan

istri bagi anak tirinya yang bernama Reja. Namun, dalam perjalanan

pulang memboyong calon pengantin putri, Ki Sena membawa Den

Rara Wahyuningsih mengambil jalan yang tidak semestinya untuk

menghindari Den Mas Mangli yang akan mencegatnya di tengah

perjalanan untuk merebut kembali Den Rara Wahyuningsih. Dalam

Page 198: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

187

perjalanan yang hanya berdua itu, Ki Sena dan Den Rara

Wahyuningsih melakukan hubungan terlarang yang menghasilkan

anak bernama Danar yang lebih dikenal dengan nama Dasamuka di

dalam novel.

Kisah pewayangan juga tercermin di dalam novel pada

cerita Dasamuka dengan Rara Ireng. Pada awalnya Dasamuka

membantu Den Mas Suryanata untuk dapat menjadikan Rara Ireng

sebagai istrinya. Namun, Dasamuka malah jatuh cinta sendiri dengan

Rara Ireng ketika bertemu untuk pertama kalinya. Begitu juga

dengan Rara Ireng, Rara Ireng juga jatuh cinta dengan Dasamuka.

Karena cinta di antara keduanya yang sangat besar, pada suatu

malam Dasamuka menculik Rara Ireng untuk dinikahinya.

Ketika pernikahan Dasamuka dan Rara Ireng baru berjalan

tidak lebih dari satu bulan, Ibunda Sultan Jarot menginginkan Rara

Ireng untuk menjadi ‘gula-gula’ – wanita penghibur – bagi Sultan

Jarot. Demi harta yang akan didapatkan, Dasamuka dan Rara Ireng

sepakat untuk mengabulkan permintaan Kanjeng Ratu. Hal ini

menyebabkan penderitaan yang panjang bagi Rara Ireng yang hidup

di dalam keraton.

Pada akhirnya Rara Ireng berhasil kabur dari kaputren

dengan siasat yang dilakukan oleh suaminya, Dasamuka. Kehidupan

selama sebulan menjadi ‘gula-gula’ Sultan Jarot, memungkinkan

Rara Ireng sudah kehilangan kesuciannya. Namun kenyataannya,

Page 199: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

188

Rara Ireng pandai bersiasat sehingga kehidupannya yang sebulan

lebih di dalam keraton bersama Sultan Jarot, tidak menyebabkan

Rara Ireng kehilangan sedikitpun kesuciannya.

Cerita tersebut mirip dengan kisah Ramayana di dalam

dunia pewayangan. Pada saat itu Dewi Sinta menemani Prabu Rama

bertapa di dalam hutan. Prabu Dasamuka yang tahu kecantikan Dewi

Sinta, jatuh cinta kepadanya. Untuk itu, Prabu Dasamuka mem-

punyai maksud hendak mengambil Dewi Sinta sebagai istrinya.

Karena Prabu Dasamuka tahu bahwa Dewi Sinta adalah istri dari

Prabu Rama, maka Prabu Dasamuka berniat menculik Dewi Sinta.

Dengan strategi yang disusun oleh Prabu Dasamuka, akhirnya Prabu

Dasamuka dapat membawa Dewi Sinta ke Alengka. Selama

bertahun-tahun Dewi Sinta hidup sengsara di Alengka hingga

akhirnya Prabu Rama dapat membawa kembali Dewi Sinta dengan

cara membunuh Prabu Dasamuka.

Dewi Sinta dituduh telah melakukan hubungan terlarang

dengan Prabu Dasamuka. Untuk membuktikan bahwa Dewi Sinta

masih terjaga kesuciannya, Prabu Rama mengadakan upacara obong.

Di dalam upacara ini Dewi Sinta akan dibakar di dalam perapian.

Jika, Dewi Sinta telah melakukan perbuatan terlarang dengan Prabu

Dasamuka maka Dewi Sinta akan terbakar. Namun, jika Dewi Sinta

masih terjaga kesuciannya, Dewi Sinta akan terbebas dari jilatan api.

Pada akhirnya terbukti bahwa Dewi Sinta masih terjaga kesuciannya

Page 200: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

189

dengan tidak terbakarnya tubuh Dewi Sinta, walaupun selama dua

belas tahun hidup bersama Prabu Dasamuka di Alengka.

Dari kisah yang pertama mengandung sebuah ajaran bahwa

dua orang laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri dilarang

untuk menyepi berduaan karena godaan setan sangat kuat dikala

sepi. Adapun dari kisah kedua mengandung sebuah ajaran bahwa

sebagai seorang perempuan harus menjaga kesucian hanya untuk

orang yang halal. Bagaimana pun kedudukan dan harta yang dimiliki

oleh seorang laki-laki tidak akan menjadi godaan bagi perempuan

beriman yang senantiasa menjaga keimanan, kesucian, dan

kesetiaan.

Dunia pewayangan memang sarat akan petuah hidup. Oleh

sebab itu, sebagai salah satu kearifan lokal budaya Jawa, wayang

harus terus dijaga kelestariannya. Dengan dilestarikannya wayang,

diharapkan banyak petuah yang dapat diambil untuk kemaslahatan

hidup manusia dalam bermasyarakat dan menjalani hidup.

b) Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jawa

Tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa merupakan salah satu

unsur budaya di dalam sistem budaya termasuk kearifan lokal yang

patut dilestarikan keberadaannya. Di dalam novel Dasamuka karya

Junaedi Setiyono terdapat beberapa data yang menunjukkan betapa

pentingnya tingkatan bahasa Jawa untuk menjaga unggah ungguh –

sopan santun atau akhlak – orang Jawa, terutama generasi muda.

Page 201: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

190

Dalam bahasa Jawa, dikenal adanya tingkatan dalam

berbahasa. Jumlah tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa ada tiga,

yaitu bahasa Jawa Kromo Inggil, Kromo atau Kromo Halus, dan

Ngoko. Tingkatan tersebut digunakan sesuai dengan tingkat sosial

penutur dan mitra tutur. Penggunaan tingkat bahasa ini sebagai salah

satu bentuk kesopanan dan penghormatan sebagaimana kutipan

berikut ini.

Ki Sena bertutur dengan bahasa Jawa Krama. (Dasamuka: 23) Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Ki Sena bertutur

menggunakan bahasa Jawa Krama demi kesopanan kepada orang

yang belum dikenalnya. Ki Sena bercerita terkait perjuangan pem-

berontakan Raden Rangga kepada Willem dengan bahasa Jawa

Kromo. Bahasa Jawa Kromo merupakan bahasa Jawa yang

digunakan untuk berbicara dengan orang yang belum dikenal atau

disegani atau yang tidak kenal akrab. Bahasa ini digunakan Ki Sena

sebagai wujud kesopanan terhadap mitra bicara. Begitu juga apa

yang dilakukan Willem pada kutipan berikut ini.

Ketika kuedarkan pandanganku dan kulihat bahwa aku adalah satu-satunya orang kulit putih yang ada di situ, dengan menggunakan bahasa Jawa krama yang sudah kukuasai, aku pun menolaknya. (Dasamuka: 87) Dari kutipan tersebut terlihat bahwa bahasa Jawa Kromo

digunakan oleh Willem untuk berkomunikasi dengan orang pribumi

sebagai wujud kesopanan. Terlebih lagi tuturan yang diucapkan

Page 202: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

191

Willem merupakan tuturan penolakan. Penggunaan bahasa Jawa

Kromo yang digunakan oleh Willem ini sebagai upaya agar dirinya

bisa diterima di lingkungan masyarakat Jawa.

Selain yang sudah dipaparkan sebelumnya, tuturan dengan

bahasa Jawa Kromo ini biasanya digunakan oleh orang yang merasa

memiliki status sosial yang lebih rendah dari pada mitra bicaranya.

Adapun bahasa Ngoko digunakan bagi orang yang merasa memiliki

status sosial yang sama, sedangkan bahasa Jawa Kromo Inggil

digunakan bagi orang yang merasa memiliki status sosial yang

rendah kepada orang ang memiliki status sosial tinggi.

Di samping untuk memperhatikan kesopanan, penggunaan

lapis bahasa juga menunjukkan kelompok sosial tertentu bagi

penggunanya sebagaimana kutipan berikut ini.

Dia memang berdarah merah, darah petani Bagelen, yang diejek karena tutur bahasanya yang kaku kasar. (Dasamuka: 23) Dari kutipan tersebut terlihat bahwa darah merah, darah

petani biasanya memiliki tutur bahasa kasar. Tutur bahasa kasar ini

biasanya digunakannya bahasa Jawa Ngoko. Terlebih lagi bagi

kelompok sosial abangan wong durjana, bahasa Jawa Ngoko yang

digunakan lebih kasar lagi. Petani menggunakan bahasa Jawa Ngoko

hanya sebatas untuk berkomunikasi dengan orang sesamanya,

sedangkan untuk berbicara dengan orang yang memiliki tingkat

sosial yang lebih tinggi atau orang yang disegani tetap menggunakan

Page 203: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

192

bahasa Jawa Kromo. Namun, bahasa Jawa Kromo yang digunakan

tidak sehalus kaum santri dan priyayi. Kelompok sosial santri

biasanya menggunakan bahasa Jawa Kromo. Hal ini terlihat di

kalangan santri pondok pesantren. Walaupun berkomunikasi dengan

teman sesamanya yang satu umuran, tetap menggunakan bahasa

Jawa Kromo. Kelompok sosial priyayi biasanya menggunakan

bahasa Jawa Kromo Inggil untuk bertutur. Terutama untuk ber-

komunikasi dengan orang yang memiliki tingkat sosial yang sama

maupun tingkat sosial yang lebih tinggi.

Tingkatan bahasa Jawa ini masih dipakai sampai sekarang

oleh sebagian kalangan masyarakat Jawa. Biasanya orang-orang

yang tinggal di desa-desa di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta

atau yang masih memiliki trah darah biru masih menggunakan

tingkatan bahasa ini. Tingkatan bahasa Jawa ini merupakan bagian

dari Budaya Jawa yang harus dijaga dan dilestarikan karena dapat

menjadi sarana untuk mengasah jiwa sopan santunn kalangan muda.

c) Ungkapan dan Istilah dalam Budaya Jawa

Dalam budaya Jawa terdapat berbagaimacam kearifan lokal

yang salah satunya berupa ungkapan dan istilah Jawa yang syarat

akan nilai filosofis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa ungkapan

atau istilah dalam budaya Jawa yang ada di dalam novel Dasamuka

karya Junaedi Setiyono yang merupakan kearifan lokal yang harus

dijaga kelestariannya.

Page 204: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

193

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di dalam unsur

budaya sistem pengetahuan dalam memilih pendamping hidup di

kalangan masyarakat Jawa terdapat istilah bibit, bebet, dan bobot,

sebagaimana kutipan berikut ini.

Tidak hanya bibit yang menjadi petimbangan, tapi juga bebet dan terutama bobot pemimpin-pemimpin itu. Ya, bibit-bebet-bobot menjadi satu kesatuan.” (Dasamuka: 39) Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat tiga kriteria

pendamping hidup dalam budaya jawa, yaitu bibit, bebet, dan bobot.

Bibit, memiliki makna siapa orang tuanya atau garis keturunan yang

menurunkannya yang di Jawa disebut dengan trah. Pada masa lalu,

trah menjadi pertimbangan utama dalam memilih pendamping

hidup. Perbedaan trah dalam pernikahan seringkali menimbulkan

permasalah. Hal ini tercermin dalam pernikahan Ki Sena dengan

Den Rara Wahyuningsih dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono yang telah dipaparkan sebelumnya dalam pembahasan

kekerabatan dalam organisasi kemasyarakatan. Pernikahan dengan

perbedaan trah dianggap mencoreng kewibawaan dari pihak trah

berdarah biru atau priyayi.

Sebenarnya terdapat hal yang lebih penting dari perbedaan

trah yang perlu diperhatikan dari kriteria bibit ini, yaitu (a) faktor

keturunan diperhatikan untuk melihat penyakit bawaan yang ada di

dalam keluarga besar karena hal ini dapat mempengaruhi keturunan-

nya kelak; (b) faktor keturunan diperhatikan untuk melihat jumlah

Page 205: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

194

keturunan yang diturunkan sebelumnya karena akan mem-pengaruhi

jumlah keturunannya kelak.

Bebet memiliki makna siapa teman-temannya. Dalam

memilih pendamping hidup, kriteria ini sangat penting untuk

diperhatikan karena baik dan buruknya seseorang dipengaruhi oleh

teman dan lingkungan yang ada di sekelilingnya. Sebagaimana

pepatah arab yang menyatakan bahwa ‘sahabatmu adalah cermin-

anmu’. Jika teman-temannya merupakan orang-orang baik, maka dia

juga kemungkinan besar baik. Namun, jika teman-temannya merupa-

kan orang-orang yang memiliki karakter buruk, maka berkemung-

kinan besar dia memiliki karakter buruk.

Bobot, memiliki makna kemampuan dan kualitas diri calon

pasangan hidup. Kriteria ini perlu diperhatikan karena kemampuan

dan kualitas diri pasangan akan menentukan masa depan hidup

berumah tangga. Jika seorang calon suami tidak memiliki keteram-

pilan bekerja mencari nafkah dan memimpin keluarga, maka rumah

tangga akan hancur. Begitu juga dengan calon istri, jika calon istri

tidak memiliki keterampilan mengelola kehidupan rumah tangga,

maka rumah tangga akan berantakan.

Budaya mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobot ini

harus terus dijaga oleh orang Jawa karena dengan adanya per-

timbangan ini dalam nemenutukan pasangan dan pemimpin, maka

akan selamat dan bahagia dalam kehidupan kedepannya.

Page 206: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

195

Selain ungkapan filosofi bibit, bebet, dan bobot, terdapat

juga filosofi Jawa berupa ungkapan ‘hidup adem, ayem, tentrem’

yang terdapat di dalam novel sebagaimana kutipan berikut ini.

Aku kadang mengamati gerak kehidupan di sekitar-ku, bahwa warisan berupa tanah subur, dengan kehangatan matahari yang bikin penghuni-nya makmur, malah jadi penghalang bagi orang Jawa untuk menjalani hidup yang lebih bermar-tabat, hidup karena kerja keras, karena akalnya yang diperas. Yang kelas atas, yaitu para ningrat aristokrat, lebih suka digaji daripada mencari peng-hasilan sendiri. Yang kelas bawah, yaitu kawula alit, lebih suka menghambakan diri menjadi kuli daripada hidup mandiri. Mestinya mereka bisa menjadi pedagang, misalnya. Kesimpulanku, orang Jawa takut tantangan, hidup adem ayem tentrem lebih disukai daripada hidup bergairah bergejolak. (Dasamuka: 131)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa adem ayem tentrem

memiliki makna kenyamanan dan ketentraman. Ungkapan filosofi

Jawa yang terdapat pada kutipan tersebut menggambarkan bahwa

sebagain besar orang Jawa memiliki sifat mencari aman. Tidak

suka dengan percekcokan atau pemberontakan seperti yang dilaku-

kan oleh Raden Rangga – dalam cerita –. Dalam bahasa sekarang

hidup adem ayem tentrem ini merupakan hidup yang merasa

berada di zona nyaman. Zona nyaman ini tidak selamanya baik

karena dengan merasa aman di zona nyaman ini seseorang akan

terlena di dalam hidup. Ancaman-ancaman yang datang atau

masuk secara halus menyerang, tidak akan disadarinya.

Page 207: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

196

Jika hal ini kita kembalikan ke dalam cerita yang terdapat

di dalam novel, sifat adem ayem tentrem ini membuat orang Jawa

terlena dengan ancaman musuh dari luar, yakni pemerintah koloni-

al. Oleh sebab itu, banyak potensi alam dan budaya yang dikeruk

dan diambil habis-habisan oleh pemerintah kolonial. Hanya ter-

dapat segelintir orang yang menyadari kekeliruan dalam mema-

hami adem ayem tentrem ini, yaitu sebangsa Raden Rangga dan

para pengikutnya, juga Raden Aria Dipanegara.

Pandangan lain tentang filosofi hidup adem ayem tentrem

ini adalah adanya filosofi hidup lain yaitu urip mung mampir

ngombe yang disandingkan pada kutipan berikut ini.

Apakah hidup adem ayem tentrem semacam itu salah? Mungkin juga tidak seluruhnya salah. Masih banyak orang Jawa yang menyikapi ‘warisan’ kemakmuran itu dengan pandangan yang lain, tidak semata-mata karena penakut dan pemalas. Mereka adalah orang Jawa yang sak madya, yang di tengah-tengah, yang menjauhi ekstremitas. Tidak sedikit orang yang punya pendapat bahwa urip mung mampir ngombe, begitu sebentarnya hidup, begitu sederhananya hidup. Mempersiapkan mati lebih penting ketimbang menikmati hidup. Maka hal yang terpenting bagi mereka adalah pengendalian diri untuk menyongsong kehidupan abadi, bukan kehidupan yang hanya sebentar ini. (Dasamuka: 131-132).

Pada kutipan sebelumnya hidup adem ayem tentrem

dimaknai sebagai hidup yang tidak ingin repot sebagaimana yang

telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya. Adapun pada kutipan

berikutnya adem ayem tentrem dimaknai sebagai penyandaran

Page 208: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

197

nasib kepada Tuhan atau dalam agama disebut tawakal karena urip

mung mampir ngombe, hidup hanya sebentar, tujuan utama adalah

akhirat. Adem ayem tentrem sesungguhnya menjadi tujuan dari

usaha yang telah dilakukan. Hasilnya disandarkan kepada

ketentuan Tuhan sehingga membuat orang Jawa melakukan

sesuatu dengan alon-alon asal kelakon, pelan-pelan asal tercapai

sehingga orang Jawa terkenal dengan kegesitannya yang kurang

dibandingkan suku lain.

Adapun adem ayem tentrem menurut Raden Rangga dan

para pengikutnya adalah ketika zona nyaman yang menjadi jebakan

itu dapat terlewati dan selalu waspada terhadap ancaman dari luar,

di situlah adem ayem tentrem akan tercapai.

Terdapat satu lagi filosofi Jawa terkait ilmu pengendalian

diri, yakni ungkapan meper (mepet) hawa sanga. Ungkapan ini

terdapat di dalam kutipan berikut ini.

Ya, pengendalian diri yang mereka sebut meper hawa sanga. Mereka percaya bahwa nafsu selalu mengintip untuk mencari kesempatan mencelaka-kan manusia dari sembilan lubang yang ada pada tubuh manusia Dua lubang ada di telinga, mata, dan hidung. Satu lubang ada di mulut, kelamin, dan pelepasan. Nafsu-nafsu kehidupan itu harus diken-dalikan karena akan menodai kesucian kematian yang dirindukannya. (Dasamuka: 132)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa ungkapan mepet

hawa sanga memiliki makna pengendalian diri terhadap hawa

nafsu manusia yang bersumber dari lubang sembilan yang ada di

Page 209: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

198

tubuh manusia. Mepet hawa sanga ini tidak hanya ada dalam

filosofi Jawa, tetapi juga ada di dalam agama. Di dalam agama

Islam terdapat sebuah pameo yang mengatakan bahwa musuh

terbesar seseorang adalah hawa nafsu yang bercokol dalam diri

setiap manusia. Pameo ini menjadi salah satu tingkatan jihad dalam

Islam. Orang yang dapat mepet hawa sanga ini niscaya hidupnya

akan adem ayem tentrem di dunia dan di akhirat.

Ungkapan-ungkapan filosofis Jawa yang telah dipaparkan

merupakan salah satu bentuk kearifan lokal berupa falsafah Jawa

yang hendaknya dijaga dan dimaknai secara arif oleh orang-orang

Jawa. Ungkapan-ungkapan filosofi Jawa ini dapat dijadikan

sebagai salah satu pandangan hidup yang menjadi patokan bagi

orang Jawa.

d) Macapat

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, macapat merupakan

salah satu seni suara berupa lagu Jawa yang merupakan salah satu

sistem seni dalam unsur budaya Jawa. Sebagai unsur budaya

macapat juga merupakan sebuah kerarifan lokal Jawa yang harus

terus terjaga keberadaannya. Macapat merupakan salah satu bentuk

seni suara atau nyanyian yang ada di dalam budaya Jawa. Macapat

dalam novel tercermin pada cerita pada saat Ki Sena mandi di

sendang sebagaimana kutipan berikut ini.

Pada saat suara gemericik air makin keras ter-dengar, Den Rara Ningsih memelankan langkah-

Page 210: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

199

nya. Dia lalu mendengar suara lembut nyanyian, tembang yang disenandungkan dengan pelahan oleh seorang laki-laki. Suara yang biasanya pendek-pendek dan tegas itu ternyata bisa lembut mendayu-dayu pada saat melantunkan tembang macapat. (Dasamuka: 45)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa tembang macapat biasa-

nya dilantunkan pada saat santai seperti yang dilakukan Ki Sena

dalam kutipan tersebut. Bisa juga dinyanyikan pada acara-acara

tertentu. Macapat tidak sekadar lagu Jawa biasa, tetapi memiliki

aturan tertentu dalam penciptaannya, dan berisi pitutur atau peng-

ajaran yang memiliki filosofi tinggi. Tembang macapat sendiri me-

miliki berbagai macam bentuk. Jenis-jenis ini memiliki kandung-an

makna filosofis sendiri. Salah satu bentuk jenis macapat adalah

tembang asmarandana sebagaimana kutipan berikut ini.

Bulan di langit timur sudah tampak sepertiga. Purnama memang selalu memancarkan tembang asmarandana. (Dasamuka: 45)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa sinar bulan di malam

hari menimbulkan kesan yang romantis sehingga diibaratkan sebagai

tembang asmarandana. Asmarandana merupakan tembang macapat

yang lagu-lagunya memiliki makna asmara, kesetiaan, kesedihan,

dan prihatin dalam bingkai cinta. Asmarandana biasanya dinyanyi-

kan bagi orang yang sedang jatuh cinta maupun yang sedang patah

hati. Oleh sebab itu, digambarkan bagaikan tembang asmarandana

yang romantis.

Page 211: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

200

Macapat kini hanya diperdengarkan pada acara-acara adat

atau lomba-lomba kearifan budaya lokal. Jarang ada orang Jawa

yang masih nembang macapat untuk mengisi suasana santai.

Macapat ini merupakan kearifan lokal milik budaya Jawa yang

hendaknya terus dilestarikan karena terdapat pesan-pesan hidup yang

dapat mengasah jiwa. Dengan adanya pesan-pesan kehidupan dalam

macapat, dapat mengasah budi pekerti dan akhlak generasi muda

Jawa.

e) Titi Mongso

Seperti yang telah dibahas sebelumnya di dalam unsur

budaya sistem pengetahuan, titi mongso juga merupakan kearifan

lokal Jawa yang harus terus dipertahankan. Masyarakat Jawa yang

hidup berdampingan dengan alam yang gemah ripah loh jinawi

seringkali mennjadikan kondisi alam sebagai penanda akan suatu

hal. Salah satunya adalah dalam titi mongoso ini, yakni mengetahui

musim dengan memperhatikan kondisi alam yang ada di

sekelilingnya sebagaimana kutipan berikut ini.

Orang Jawa sungguh percaya bahwa berkuasanya garengpung berarti berkuasanya kemarau. (Dasamuka: 67)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa masyarakat Jawa dalam

menandai datangnya musim melalui tanda alam yang ada di

lingkungannya. Pulau Jawa memiliki dua musim, yaitu musim peng-

hujan dan musim kemarau. Masyarakat Jawa memiliki ilmu titen

Page 212: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

201

yang dijadikan patokan untuk menandai akan datangnya musim

penghujan dan musim kemarau. Seperti yang ada di dalam kutipan

tersebut, datangnya musim kemarau ditandai dengan hadirnya

garengpung. Garengpung merupakan serangga hutan yang bunyinya

sangat keras dan khas. Garengpung akan berbunyi di akhir musim

penghujan. Hal ini dijadikan penanda waktu bagi masyarakat Jawa

akan datangnya musim kemarau. Begitu juga dengan penanda akan

datang musim penghujan. Masyarakat percaya bahwa ketika bunga

lily atau orang Jawa biasa menyebutnya dengan bawang-bawangan,

mekar, akan hadir musim penghujan.

Karifan lokal terkat ilmu titen ini harus dipertahankan

keberadaannya. Dengan adanya ilmu titen ini orang Jawa menjadi

lebih menghargai alam karena semua tanda kehidupan ada di alam.

Oleh sebab itu, manusia dan alam hendaknya hidup saling

berdampingan. Manusia menjadi rahmat bagi sekalian alam.

f) Ramuan/Jamu

Salah satu kelebihan masyarakat Jawa terletak pada

pengetahuan terkait karakteristis tumbuh-tumbuhkan yang tumbuh di

lingkungan sekitar. Tumbuh-tumbuhan ini dapat berfungsi sebagai

ramuan jamu. Untuk menjadi ramuan jamu tumbuh-tumbuhan atau

bagian tumbuhan – daun, akar, batang – bisa langsung digunakan

maupun diolah menjadi ramuan. Ramuan ini diketahui dan dipercaya

Page 213: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

202

khasiatnya oleh masyarakat Jawa. Salah satu fungsi ramuan terdapat

dalam kutipan novel berikut ini.

Bahkan tidak segan-segan dia menawarkan berbagai bedak dan lulur untuk ngadi-sarira milik anak-anaknya. Dan tentu tak ketinggalan menawarkan sari rapet yang dibikinnya sendiri. (Dasamuka: 193)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa perempuan pada zaman

dahulu membuat rampuan sendiri untuk merawat diri. Budaya Jawa

terkenal dengan ramuan Jawa yang dibuat dari bahan-bahan alami

yang ada di lingkungan sekitar, khususnya untuk merawat tubuh

perempuan. Oleh sebab itu, perempuan-perempuan Jawa terlihat me-

miliki kecantikan alami. Dari kutipan tersebut, dapat diketahui

bahwa perempuan Jawa pada masa lalu membuat ramuan sendiri

untuk ngadi sarira (merawah tubuh luar) dan membuat jamu sari

rapet untuk merawat tubuh dari dalam.

Warisan leluhur Jawa berupa resep ramuan kecantikan Jawa

ini merupakan kearifan lokal yang mendunia karena banyak dipakai

oleh perusahaan-perusahaan produk kecantikan yang memiliki pasar

dunia. Hal ini perlu dijaga dan dipertahankan keberadaannya, untuk

menjaga kealamian kecantikan perempuan Jawa khususnya dan

perempuan Indonesia pada umumnya. Ramuan kecantikan warisan

leluhur Jawa perlu terus dikembangkan untuk menangkal maraknya

produk-produk kecantikan berbahan kimia yang banyak beredar di

pasaran dan ikut bersaing dalam pasar.

Page 214: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

203

g) Batik

Batik merupakan corak atau gambar yang diaplikasan di

atas kain. Motif gambar batik dibentuk atau ditulis dengan cairan

lilin menggunakan alat bernama canting. Batik merupakan salah satu

warisan budaya Jawa. Batik sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

Pada mulanya batik hanya dipakai oleh raja, keluarga raja, dan

anggota keraton lainnya. Corak batik juga memiliki pakem masing-

masing, baik yang digunakan oleh Raja maupun punggawanya

karena setiap corak batik memiliki makna sendiri-sendiri. Namun,

seringi berjalannya waktu, batik dipakai oleh masyarakat umun dan

tidak hanya menjadi ciri khas milik budaya Jawa, tetapi menjadi ciri

khas budaya Indonesia. Batik biasanya menjadi corak untuk kain

jarit sebagaimana kutipan berikut ini.

Dan bisa ditebak, Dasamuka mendapat peran menjadi kusir yang mengantar Rara Ireng. Bersama dengan Den Ayu Wiji, mereka akan berbelanja jarit ke pengrajin batik paling kondang di seantero kasultanan ketika itu, Nyi Canting. (Dasamuka: 155)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa jarit merupakan kain

yang identik dengan aplikasi corah batik di atasnya. Oleh sultan,

kerabat sultan, dan para pegawai keraton jarit biasanya digunakan

untuk pakaian bawah. Jika, merujuk pada unsur-unsur budaya yang

telah dipaparkan sebelumnya, batik dalam bentuk jarik termasuk

peralatan hidup yang menjadi ciri khas pemilik budayanya, yaitu

Page 215: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

204

budaya Jawa, dan sekarang budaya Indonesia. Batik memiliki corak

bermacam-macam dengan makna tertentu. Di dalam novel terdapat

satu jenis corak batik yang disebutkan, yaitu batik truntum. Hal ini

terdapat di dalam kutipan berikut ini.

Jarit Truntum yang dipakainyalah yang paling banyak terbercaki noda darah. (Dasamuka: 238)

Kutipan tersebut merupakan cuplikan kejadian pada saat

Dasamuka dan Rara Ireng lari dari kejaran prajurit keraton menuju

Salatiga, rumah keluarga Dasamuka. Dalam perjalanan itu, Rara

Ireng memakai jarit corak truntum yang merupakan hadiah dari

Dasamuka untuk pertama kalinya. Corak truntum memiliki makna

cinta dan kesetiaan. Laki-laki yang memberikan corak jarit truntum

kepada perempuan, memiliki harapan si perempuan akan menjaga

cinta dan kesetiaan yang diberikan. Begitu juga bagi perempuan

yang mengenakan jarit truntum, diharapkan dengan mengenakan

jarit truntum sebagai pertanda mampu menjaga cinta dan kesetiaan.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Roro Ireng, Roro Ireng memiliki

cinta dan kesetiaan begitu besar terhadap Dasamuka dengan batik

yang ia kenakan di akhir hidupnya.

Batik merupakan salah satu bentuk kearifan lokal Jawa

yang harus dijaga keasliannya. Sekarang ini batik sudah jauh

bergeser dari aslinya. Banyak corak batik yang bermunculan dengan

hanya memperhatikan estetika, bukan mengedepankan filosofi

Page 216: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

205

coraknya. Selain itu, produksi batik sudah tidak lagi menggunakan

hanya canting, tetapi juga dengan cap, dan printing yang membuat

nilai history dan budayanya berkurang.

3. Skenario Pembelajaran Unsur Budaya dan Kearifan Lokal Novel

Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

Pembelajaran sastra, khususnya novel di kelas XII SMA pada

kurikulum 2013 dituntut untuk mengungkap unsur ekstrinsik di dalam

novel, di samping unsur intrinsi. Berdasarkan kompetensi inti yang

menyaran pada pembelajaran yang mengharapkan peserta didik bangkit

rasa ingin tahunya terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,

dan humaniora, pembelajaran teks novel ini difokuskan pada menemukan

dan menganalis unsur-unsur budaya dan kearifan lokal dalam novel.

Sehubungan dengan hal itu, penulis memaparkan skenario pembelajaran

yang dibuat berdasarkan Rencana Pelaksaan Pembebelajaran (RPP) –

terlampir – yang telah dibuat. Berikut ini disajikan skenario pembelajaran

sastra, khususnya teks novel, dengan materi analisis unsur budaya dan

kearifan lokal dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono di kelas

XII SMA.

a. Kompetensi Inti

Kompetensi inti yang ingin dicapai dalam pembelajaran

sastra, khususnya teks novel adalah peserta didik dapat memahami,

menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,

konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin

Page 217: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

206

tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan

humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,

dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang

spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan

masalah.

b. Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran

sastra, khususnya teks novel adalah menganalisis teks novel baik

melalui lisan maupun tulisan.

c. Indikator

Indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran sastra,

khususnya teks novel di kelas XII SMA adalah sebagai berikut:

1) mengungkapkan kembali langkah-langkah menganalisis teks

novel;

2) menganalisis unsur-unsur budaya dalam novel Dasamuka

Karya Junaedi Setiyono

3) menganalisis kearifan lokal dalam novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono

e. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran yang dikembangan dari indikator dalam

pembelajaran sastra, khususnya teks novel di kelas XII SMA adalah

sebagai berikut:

Page 218: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

207

1) peserta didik mampu mengungkapkan kembali langkah-langkah

menganalisis teks novel;

2) peserta didik mampu menganalisis unsur-unsur budaya dalam

novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono;

3) peserta didik mampu menganalisis kearifan lokal dalam novel

Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

a) Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran unsur budaya dan kearifan lokal novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono harus sesuai dengan indikator

yang terdapat di dalam RPP. Materi pembelajaran tersebut meliputi

langkah-langkah menganalisis teks novel, unsur-unsur budaya, dan

kearifan lokal.

1) Langkah-langkah menganalisis teks novel

Langkah-langkah menganalisis teks novel adalah

sebagai berikut:

a) membaca novel dengan saksama;

b) memahami isi novel;

c) melakukan pengecekan terhadap setiap hal yang ada di

dalam novel berdasarkan suatu teori definisi, atau referensi;

d) mengumpulkan data yang ada di dalam novel berdasarkan

teori;

e) menganalisis data yang ada di dalam novel berdasarkan

teori.

Page 219: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

208

2) Unsur-unsur budaya

Unsur budaya merupakan bagian-bagian yang membangun

kebudayaan di suatu tempat. Budaya terdiri atas tujuh unsur

yang akan dipaparkan berikut ini.

a) Sistem religi

Unsur religi menyangkut agama, baik agama samawi

maupun agama duniawi dan kepercayaan yang biasanya

dianut oleh sekelompok masyarakat berdasarkan kultural

yang ada di dalamnya. Agama dan kepercayaan memiliki

unsur sistem keyakinan berupa keyakinan-keyakinan

terhadap ajaran yang dianut; sistem upacara keagamaan

berupa ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang

bersangkutan; dan unsur umat yang menganutnya. Dalam

unsur sistem upacara keagamaan terdapat empat aspek, yaitu

tempat ibadah, waktu ibadah, alat ibadah, dan umat yang

melakukan ibadah.

b) Sistem dan organisasi kemasyarakatan

Sistem kekerabatan berkembang sesuai dengan per--

kembangan peradaban. Secara tradisional karya sastra ber-

cerita tentang hubungan suami sitri, anak dengan orang tua,

dengan tetangga terdekat, sesuai dengan mekanisme komuni-

kasi. Dengan adanya mobilitas manusia yang semakin tinggi,

sistem hubungan antarmanusia pun semakin bertambah luas.

Page 220: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

209

Hubungan tersebut meliputi hubungan dalam perkawinan

antarkeluarga, antardaerah, antarsuku, bahkan antarbangsa.

Di samping itu hubungan kekerabatan juga dapat terlihat dari

hubungan dalam dunia kerja maupun dunia politik.

Lebih luas lagi, sistem kekerabatan dalam masyarakat,

tercermin dalam kehidupan keluarga, perkawinan, tolong-

menolong antarkerabat, sopan-santun pergaulan antarkerabat,

sistem istilah kekerabatan, sistem politik, sistem hukum dan

sebagainya.

c) Sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan, me-

rupakan suatu uraian tentang cabang-cabang pengetahuan

yang dimiliki masyarakat, menyangkut pengetahuan tentang:

(1) alam sekitarnya, (2) alam flora di daerah tempat tinggal-

nya, (3) alam fauna di daerah tempat tinggalnya, (4) zat-zat,

bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya, (5)

tubuh manusia (6) sifat-sifat dan tingkah sesama manusia;dan

(7) ruang dan waktu.

d) Bahasa

Bahasa merupakan media untuk bersosialisasi antar

individu di dalam sebuah masyarakat dalam membangun

sebuah budaya. Setiap suku bangsa memiliki bahasa sendiri

sebagai identitas diri. Bahasa tidak semata-mata untuk

Page 221: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

210

berkomunikasi, tetapi juga untuk menempatkan seseorang

pada tempat yang sesungguhnya. Misalnya, di dalam budaya

Jawa terdapat perbedaan penggunaan bahasa yang ditentukan

oleh lapis-lapis sosial dalam masyarakat. Bahasa Jawa yang

digunakan oleh masyarakat di desa, yang dipakai dalam

lapisan pegawai (priyayi), di dalam istana (keraton), para

kepala Swapraja di Jawa Tengah, berbeda-beda.

e) Kesenian

Kesenian sebagai unsur kebudayaan, merupakan

ekspresi hasrat manusia akan keindahan. Ada dua macam

seni yang penting di sini yaitu: (1) seni rupa, atau kesenian

yang dinikmati oleh manusia dengan mata, dan (2) seni suara,

atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga.

f) Sistem mata pencaharian hidup

Untuk mempertahankan hidup, manusia harus dapat

memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis dan sosial, seperti

makan, minum, dan bekerja sama. Oleh sebab itu, manusia

harus bisa bekerja atau memiliki mata pencaharian. Sistem

mata pencaharian dapat diperinci ke dalam beberapa jenis

seperti: perburuan, peladangan, pertanian, peternakan,

perdagangan, perkebunan, industri, kerajinan, industri

manufaktur, dll. Tiap jenis mata pencaharian tadi, terkait

dengan sistem sosialnya, sisem sosial yang berlaku dan

Page 222: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

211

diberlakukan di dalam berinetraksi dan bekerjasama dalam

kaitannya dengan mata pencaharian disebut sebagai adat.

g) Sistem peralatan hidup dan teknologi

Dalam teknologi tradisional dikenal paling sedikit 8

(delapan) macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan

fisik. Kedelapan sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik

dipakai oleh manusia hidup dalam masyarakat pedesaan yang

hidup dalam masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau

masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian, berupa: (1)

alat-alat produktif, (2) senjata, (3) wadah, (4) alat-alat me-

nyalakan api, (5) makanan, minuman, bahan pembangkit

gairah, dan jamu-jamu, (6) pakaian dan perhiasan, (7) tempat

berlindung dan perumahan, (8) alat-alat transportasi.

4) Kearifan lokal

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur dari budaya

yang berlaku dalam tata kehidupan bermasyarakat yang

bersumber pada petuah leluhur, ajaran budaya, cerita rakyat,

sejarah maupun adat istiadat yang berfungsi untuk melindungi

dan mengelola lingkungan hidup (fisik dan non fisik) secara

lestari. Nilai kearifan itu dapat bersumber pada petuah leluhur,

ajaran budaya, cerita rakyat, sejarah maupun adat istiadat.

Page 223: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

212

b) Metode Pembelajaran

Pembelajaran sastra, khususnya teks novel di kelas XII SMA

menggunakan metode inkuiri berbasis saintifik. Metode ini cocok

digunakan pada pembelajaran novel dalam kurikulum 2013 karena

ciri khas dari model pembelajaran ini adalah pembelajaran berpusat

pada aktivitas peserta didik. Pembelajaran berpusat pada aktivitas

peserta didik dan menuntut peserta didik untuk aktif berperan dalam

proses pembelajaran. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan men-

cakup 5M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

c) Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran sastra, khususnya teks novel

dengan pendekatan saintifik dilaksanakan dengan sistematika yang

terbagi atas dua kali pertemuan. Aktivitas pada pertemuan pertama

meliputi kegiatan mengamati, menanya, dan mengumpulkan infor-

masi. Adapun aktivitas pada pertemuan kedua meliputi tahap

mengasosiasi dan mengomunikasikan.

1) Pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2x45 menit (90

menit).

a) Pendahuluan dengan alokasi waktu 10 menit.

Sebagai pendahuluan, sebelum pembelajaran,

pendidik mengucap salam dan mengajak siswa untuk

berdoa bersama demi kelancaran dan keberkahan ilmu yang

Page 224: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

213

didapat. Setelah itu, pendidik memeriksa kehadiran peserta

didik dengan memanggil satu persatu nama siswa yang ada

di dalam daftar presensi. Selanjutnya, pendidik memberikan

penjelasan terkait pembelajaran yang akan dilakukan, yakni

menganalisis teks novel yang telah ditugaskan kepada

peserta didik untuk dibaca pada awal semester. Pendidik

juga meminta tanggapan peserta didik terkait novel yang

telah dibaca. Setelah itu, pendidik menyampaikan tujuan

pembelajaran. Setelah semua peserta didik memahami

rencana pembelajaran yang akan dilakukan, peserta didik

diminta untuk membentuk kelompok, satu kelompok terdiri

dari lima atau enam siswa.

b) Kegiatan inti dengan alokasi waktu 75 menit.

Pada kegiatan inti, pendidik meminta peserta didik

untuk memahami materi langkah-langkah analisis teks

novel, teori unsur budaya dan kearifan lokal secara ber-

kelompok. Setelah siswa selesai membaca dan mema-hami

materi, pendidik memberikan kesempatan kepada peserta

didik untuk bertanya terkait materi yang belum dipahami.

Selanjutnya, pendidik dan peserta didik secara bersama-

sama merumuskan masalah yang harus ditemukan di dalam

novel oleh peserta didik. Setelah siswa benar-benar

memahami materi, pendidik meminta peserta didik untuk

Page 225: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

214

memahami isi dan mengumpulkan informasi terkait unsur

budaya dan kearifan lokal yang ada di dalam novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono secara berkelompok.

c) Penutup dengan alokasi waktu 5 menit.

Pada kegiatan penutup, pendidik menanyakan

kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik dalam

pembelajaran hari itu. Setelah itu, pendidik meminta peserta

didik untuk melanjutkan kegiatan mengumpulkan informasi

dan menganalisis unsur budaya serta kearifan lokal yang

ada di dalam novel di luar jam pelajaran, secara

berkelompok.

2) Pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2x45 menit (90

menit).

a) Pendahuluan dengan alokasi waktu 5 menit.

Sebagai pendahuluan, sebelum pembelajaran, pen-

didik mengucap salam dan mengajak siswa untuk berdoa

bersama demi kelancaran dan keberkahan ilmu yang

didapat. Setelah itu, pendidik memeriksa kehadiran peserta

didik dengan memanggil satu persatu nama siswa yang ada

di dalam daftar presensi. Selanjutnya, pendidik menyampai-

kan rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan pada hari

itu, yaitu mengasosiasi (melanjut-kan analisis teks novel)

Page 226: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

215

dan mengomunikasikan (mempre-sentasikan) hasil analisis

kelompok di depan kelas.

b) Kegiatan inti dengan alokasi waktu 70 menit.

Pada bagian awal kegiatan ini, pendidik membuka

sesi tanya jawab terkait kesulitan-kesulitan yang ditemui

pada saat menemukan dan menganalisis unsur budaya dan

kearifan lokal yang ada di dalam novel. Setelah itu,

pendidik mempersilakan peserta didik untuk melanjutkan

aktivitas menganalisis data yang telah dikumpulkan dari

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono. Setiap kelompok

diminta untuk memaparkan hasil diskusi kelompoknya

masing-masing dengan dipandu oleh moderator yang

berasal dari salah satu siswa di dalam kelas. Peserta didik

lain diminta untuk menanggapi presentasi dari kelompok

yang sedang melakukan presentasi, baik berupa pernyataan

maupun pertanyaan.

c) Penutup dengan alokasi waktu 15 menit.

Pendidik memimpin peserta didik untuk meng-

organisir hasil pembelajaran. Setelah itu, pendidik meminta

salah satu peserta didik untuk menyimpulkan hasil

pembelajaran analisis novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono. Kemudian, pendidik mengakhiri pembelajaran

Page 227: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

216

dengan memberikan soal yang harus di kerjakan oleh setiap

individu secara mandiri di rumah.

d) Sumber Belajar

Sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran

sastra, khususnya teks novel adalah novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono, Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik

pegangan siswa kelas XII SMA kurikulum 2013, buku pelengkap

berupa buku Antropologi Sastra karya Nyoman Kutha Ratna,

Metode Antropologi Sastra karya Suwardi Endraswara, Ilmu

Pengantar Antropologi karya Koentjaraningrat, dan buku penunjang

lain yang sesuai dengan pembelajaran. Novel Dasamuka karya

Junaedi Setiyono digunakan sebagai objek penelitian peserta didik

dalam pembelajaran analisis teks novel. Sementara itu, buku Bahasa

Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik pegangan guru dan siswa

kelas XII SMA kurikulum 2013 digunakan sebagai acuan

pembelajaran analisis novel di kelas XII SMA. Adapun buku

Antropologi Sastra karya Nyoman Kutha Ratna, Metode Antropologi

Sastra karya Suwardi Endraswara, dan Ilmu Pengantar Antropologi

karya Koentjaraningrat digunakan sebagai acuan analisis unsur

budaya dan kearifan lokal dengan pendekatan antropologi sastra.

e) Alokasi Waktu belajar

Waktu yang digunakan untuk pembelajaran sastra, khususnya

teks novel diatur sesuai dengan alokasi waktu yang terdapat dalam

Page 228: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

217

silabus yang dikembangkan ke dalam RPP, yakni 4x45 menit (2x

pertemuan).

f) Penilaian pembelajaran

Dalam skenario pembelajaran sastra, khususnya teks novel,

penilaian yang dilakukan berupa tes dan nontes. Tes dilakukan

dengan soal uraian, sedangkaan nontes dengan penilaian tugas

proyek yang meliputi penilaian dalam kerja kelompok, presentasi,

serta laporan hasil kerja kelompok dan presentasi.

(1) Contoh Soal

Berikut ini merupakan soal-soal yang dapat digunakan

untuk mengukur pemahaman peserta didik dalam pembelajaran

menganalisis teks novel yang telah dilakukan.

(a) Bagaimana langkah-langkah menganalisis teks novel?

(b) Sebutkan dan jelaskan penggunaan peralatan hidup berupa

wadah yang ada di dalam novel?

(c) Apa persamaan dan perbedaan bronjong dalam sistem

organisasi kemasyarakatan dengan bronjong dalam sistem

peralatan hidup? Jelaskan!

(d) Mengapa pembelajaran bahasa yang paling utama dan

pertama terkait bahasa untuk pengucapan sopan santun?

Jelaskan!

(e) Apakah wayang termasuk kearifan lokal budaya Jawa?

Paparkan alasannya!

Page 229: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

218

(2) Indikator Penilaian

(a) Tes

Tabel 9 Indikator Penilaian Tes

Nomor

soal Uraian Skor

1 Peserta didik menjawab benar dan lengkap. 10 Peserta didik menjawab benar, tetapi tidak lengkap. 8 Peserta didik menjawab benar, tetapi salah dua 6 Peserta didik menjawab benar, tetapi salah tiga 4 Peserta didik menjawab benar satu 2 Peserta didik tidak menjawab 0

2 Peserta didik menjawab benar disertai dengan penjelasan yang sesuai.

10

Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan kurang sesuai.

8

Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan salah. 6 Peserta didik menjawab benar, tetapi tidak disertai

penjelasan. 4

Peserta didik menjawab, tetapi salah 2 Peserta didik tidak menjawab 0

3 Peserta didik menjawab benar disertai dengan penjelasan yang sesuai.

10

Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan kurang sesuai.

8

Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan salah. 6 Peserta didik menjawab benar, tetapi tidak disertai penjelasan.

4

Peserta didik menjawab, tetapi salah 2 Peserta didik tidak menjawab 0

4 Peserta didik menjawab benar disertai dengan penjelasan yang sesuai.

10

Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan kurang sesuai.

8

Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan salah. 6 Peserta didik menjawab benar, tetapi tidak disertai penjelasan.

4

Peserta didik menjawab, tetapi salah 2 Peserta didik tidak menjawab 0

5 Peserta didik menjawab benar disertai dengan penjelasan yang sesuai.

10

Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan kurang 8

Page 230: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

219

sesuai. Peserta didik menjawab benar, tetapi penjelasan salah. 6 Peserta didik menjawab benar, tetapi tidak disertai penjelasan.

4

Peserta didik menjawab, tetapi salah 2 Peserta didik tidak menjawab 0

Nilai = skor maksimal x 2 = 50x2 = 100 (b) Nontes

Tabel 10 Indikator Penilaian Kinerja dalam Kelompok

No. Aspek Skor Kurang (1) Baik (3) Amat Baik (5)

1. Keaktifan dalam kerja kelompok

Peserta didik tidak ikut serta dalam kerja kelompok.

Peserta didik terlibat dalam kerja kelompok, tetapi tidak banyak memberikan pemikirannya.

Peserta didik aktif dalam kerja kelompok, mencurahkan segala pemikirannya untuk menganalisis teks.

2. Kemampuan bekerjasama dalam kerja kelompok

Peserta didik bersikap individual, bekerja sendiri tanpa melibatkan yang lain atau tidak

Peserta didik dapat bekerjasama dengan teman yang lain, tetapi masil lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri.

Peserta didik mampu bekerjasama dengan baik bersama teman satu kelompok sehingga menghasilkan laporan analisis yang maksimal.

3. Sikap dalam menerima pendapat peserta didik lain

Peserta didik sama sekali tidak mau mendengar dan menerima pendapa teman, meskipun pendapat tersebut benar.

Peserta didik bersedia mendengarkan pendapat teman walaupun dengan sikap terpaksa dan mau menerima dengan setengah hati.

Peserta didik bersedia mendengarkan pendapat teman dengan sikap penuh penghargaan dan menerima dengan lapang dada.

4. Sikap dalam memberikan

Peserta didik tidak pernah

Peserta didik bersedia

Peserta didik bersedia

Page 231: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

220

pendapat memberikan pendapatnya.

memberikan pendapat, tetapi pendapatnya harus diterima oleh kelompok.

memberikan pendapatnya dan rela jika pendapatnya tidak diterima.

Nilai = jumlah aspek x skor maksimal = 4 x 5 = 20

Tabel 11

Indikator Penilaian Presentasi Lisan

No. Aspek Skor

Kurang (1) Baik (3) Amat Baik (5) 1. Persiapan Gagasan peserta

didik tidak terorganisasi dan Peserta didik tidak menguasai isi.

Gagasan peserta didik terorganisasikan, siswa tampak terlatih dan siap melakukan presentasi

Gagasan peserta didik terorganisasikan, terkembang, dan terkait untuk mendukung tujuan; tujuan presentasi ditunjukkan secara jelas.

2. Penyampaian Penyajian peserta didik banyak bergantung pada catatan/media visual, siswa lebih banyak membaca daripada melakukan presentasi.

Peserta didik dapat menyampaikan dan tidak membaca materi presentasi.

Presentasi peserta didik tampak alami dan santai tanpa mengurangi keseriusan.

3. Penampilan Pilihan pakaian peserta didik dan penampilan diri tidak sesuai dengan konteks; peserta didik kurang menghormati peserta didik lain.

Pilihan pakaian peserta didik dan penampilan diri sesuai dengan konteks; peserta didik menghormati peserta didik lain.

Pilihan pakaian peserta didik dan penampilan diri sesuai dengan konteks; penampilan sesuai dengan harapan; peserta didik menghormati peserta didik lain.

Page 232: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

221

4. Komunikasi nonverbal

Variasi ekspresi peserta didik dan kontak mata hanya sedikit.

Peserta didik menggunakan ekspresi wajah dan kontak mata untuk menjaga komunikasi dengan peserta didik lain.

Secara konsisten peserta didik menggunakan ekspresi wajah dan kontak mata dengan penuh makna.

Gerakan siswa mengganggu dan atau tidak tepat.

Penggunaan gerakan peserta didik dapat membanttu presentasi.

Gerakan peserta didik menghidupkan presentasi.

5. Komunikasi verbal

Peserta didik seolah-olah berbicara terhadap diri sendiri, berbicara terlalu cepat sehingga yang dikatakan tidak dapat dipahami dengan baik; dan/atau ttidak terdengar.

Pengucapan pada umumnya dilakukan baik; jeda terjaga dengan baik; volume suara dijaga sesuai dengan situasi.

Peserta didik secara konsisten menggunakan pengucapan baik sehingga presentasi mudah dipahami; jeda terjaga dengan baik.

6. Pemanfaatan peranti bahasa

Penguasaan peranti bahasa terbatas; presentasi dipenuhi dengan bahasa gaul, jargon; peranti kebahasaan yang digunakan sangat membosankan.

Penggunaan peranti bahasa sesuai dengan tujuan meskipun beberapa bagian presentasi tidak begitu jelas.

Peranti bahasa dimanfaatkan secara jelas, tepat, dan canggih.

7. Alat bantu visual

Penggunaan teknologi visual mengganggu dan/atau tidak mendukung presentasi.

Peserta didik memadukn penggunaan teknologi dan/atau audio visual; penggunaannya mendukung presentasi.

Peserta didik secara kreatif mengintegrasikan teknologi visual untuk presentasi.

8. Tanggapan terhadap

Tanggapan terhadap

Tanggapan terhadap

Tanggapan terhadap

Page 233: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

222

pernyataan pertanyaan peserta kurang dikembangkan atau tidak jelas.

pertanyaan peserta didik lain pada umumnya relevan, tetapi penjelasan masih kurang.

pertanyaan peserta terfokus dan relevan, ringkasan disampaikan apabila diperlukan.

9. Isi Peserta didik masih kurang menguasai topik.

Peserta didik telah menguasai topik.

Peserta didik telah menguasai topik yang sangat lengkap dengan perinciannya.

Nilai = jumlah aspek x skor maksimal = 9 x 5 = 45

Tabel 12

Indikator Penilaian Laporan Hasil Analisis

No. Aspek Skor Kurang (1) Baik (3) Amat Baik (5)

1. Sistematika laporan

Laporan dibuat dengan sistematika yang salah

Laporan dibuat dengan benar, tetapi kurang jelas

Laporan dibuat sesuai sistematika penulisan, jelas, dan benar

2. Kelengkaan laporan

Laporan dibuat tidak lengkap

Laporan dibuat tanpa kesimpulan

Laporan dibuat secara lengkap sesuai petunjuk pembuatan laporan

3. Kejelasan laporan

Laporan tidak jelas, tidak sesuai dengan keruntutan penulisan

Laporan jelas, tetapi penulisan kurang runtut

Laporan jelas, dapat dipahami, ditulis secara runtut

4. Kebenaran konsep

Konsep yang dipaparkan tidak tepat

Konsep yang dipaparkan sesuai dengan teori tetapi kurang jelas

Konsep yang dipaparkan tepat, benar, dan sesuai dengan teori

5. Ketepatan pemilihan kosakata

Banyak menggunakan kosakata yang salah

Masih terdapat penggunaan kosakata yang kurang tepat

Menggunakan kosakata yang tepat sehingga tulisan mudah dipahami

6. Kemampuan siswa menjelaskan

Menguasai latar belakang saja

Menguasai latar belakang, metode, dan analisis,

Menguasai latar belakang, metode, analisis, dan

Page 234: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

223

isi laporan tetapi tidak menyeluruh

kesimpulan dengan baik

7. Usaha siswa dalam menyusun laporan

Tidak berusaha melengkapi dan memperbaiki isi laporan

Laporan tidak lengkap (ada bagian yang tidak disertakan dalam laporan)

Berusaha melengkapi isi laporan dengan sungguh-sungguh, berusaha memperbaiki isi, tulisan rapi, dan mudah dibaca.

Nilai = jumlah aspek x skor maksimal = 7 x 5 = 35

Nilai proyek = nilai kinerja kelompok + nilai presentasi + nilai laporan = 20+45+35 = 100

Page 235: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

224

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban ringkas

rumusan masalah yang terkait dengan unsur-unsur budaya Jawa, kearifan lokal

budaya Jawa, dan skenario pembelajaran teks novel di kelas XII SMA. Adapun

saran merupakan rekomendasi peneliti yang disampaikan kepada pembaca sebagai

hasil refleksi peneliti terhadap temuannya.

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan data yang terdapat dalam bab IV tersebut,

peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut ini.

1. Unsur-unsur budaya dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono

meliputi sistem religi (ritual agama, guru/pemimpin agama, dan pakaian

simbol agama); sistem dan organisasi kemasyarakatan (kekerabatan,

politik, hukum, dan kelompok sosial); sistem pengetahuan (alam/flora,

sifat/tingkah manusia, kriteria pendamping hidup, ruang dan waktu dalam

ilmu Jawa, pendidikan anak, dan ramuan Jawa); bahasa (proses belajar

bahasa dan tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa); kesenian (seni macapat,

alat musik Jawa, dan seni tari); sistem mata pencaharian hidup (mata

pencaharian hidup dalam lingkup keraton dan di luar lingkup keraton);

serta sistem peralatan hidup dan teknologi (senjata, wadah, makanan serta

ramuan, pakaian, perhiasan, tempat berlindung/perumahan, dan alat

transportasi).

Page 236: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

225

2. Kearifan lokal dalam novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono meliputi

wayang (kisah dalam dunia pewayangan sarat akan petuah hidup yang

menjadikan wayang perlu dipertahankan kelestariannya, termasuk yang

ada di dalam novel), tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa (Kromo Inggil,

Kromo, dan Ngoko), ungkapan dan istilah budaya Jawa (bibit-bebet-bobot,

adem ayem tentrem, urip mung mampir ngombe, meper hawa sanga),

macapat (isi dari lagu macapat sarat akan makna yang menjadikan

macapat perlu dipertahankan kelestariannya), titi mongso (bunyi binatang

garengpung sebagai tanda datangnya musim kemarau), ramuan (bedak,

lulur, sari rapet), dan batik (corak batik).

3. Skenario pembelajaran teks novel di kelas XII SMA berdasarkan

kurikulum 2013 terdapat di dalam kompetensi inti 3 dan kompetensi dasar

3.3. Indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini, yaitu (a)

mengungkapkan kembali langkah-langkah menganalisis teks novel; (b)

menganalisis unsur-unsur budaya dalam novel Dasamuka Karya Junaedi

Setiyono; (c) menganalisis kearifan lokal dalam novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono. Materi pembelajaran unsur budaya dan kearifan lokal

novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono meliputi langkah-langkah

menganalisis teks novel, unsur-unsur budaya, dan kearifan lokal.

Pembelajaran dilaksanakan dengan metode pembelajaran inkuiri berbasis

saintifik dengan lima langkah pembelajaran, yaitu mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Sumber

belajar yang dapat digunakan, yaitu novel Dasamuka karya Junaedi

Page 237: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

226

Setiyono, buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik kelas XII

kurikulum 2013, buku Antropologi Sastra karya Nyoman Kutha Ratna,

buku Metode Antropologi Sastra karya Suwardi Endraswara, buku Ilmu

Pengantar Antropologi karya Koentjaraningrat, dan buku penunjang lain

yang sesuai dengan pembelajaran. Waktu yang digunakan untuk

pembelajaran adalah 4x45 menit (2x pertemuan). Dalam pembelajaran ini,

penilaian yang dilakukan berupa teknik tes dengan soal uraian dan teknik

nontes dengan tugas proyek.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti dapat memberikan

beberapa saran berikut ini.

1. Bagi Peneliti Lanjutan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan dalam

melaksanakan penelitian selanjutnya atau penelitian serupa di masa yang

akan datang.

2. Bagi Pendidik

a. Novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono dapat dijadikan sebagai

pilihan bahan ajar dalam pembelajaran teks novel karena novel

tersebut banyak menyajikan khasanah budaya salah satu suku di

Indonesia, yakni suku Jawa yang dapat menimbulkan rasa bangga di

hati peserta didik atas budaya negerinya sendiri. Selain itu, novel

tersebut juga menyajikan sejarah Indonesia masa lampau yang dapat

Page 238: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

227

dijadikan pelajaran bagi peserta didik dan menumbuhkan rasa cinta

tanah air.

b. Guru dapat menggunakan model pembelajaran inkuiri berbasis

saintifik dalam pembelajaran teks novel dengan menyesuaikan

kondisi siswa. Model pembelajaran inkuiri berbasis saintifik ini

dapat melatih siswa untuk bersikap aktif, mandiri, dan peka terhadap

kondisi sosial.

3. Bagi Peserta Didik

Peserta didik dapat menggunakan penelitian ini sebagai sumber

pengetahuan untuk memahami karya sastra, khususnya novel serta mampu

merefleksikan budaya dan kearifan lokal dalam kehidupan.

4. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam mempersiapkan

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pada kompetensi

dasar analisis teks cerita fiksi dalam novel.

5. Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini hendaknya dapat menambah wawasan mengenai sastra,

khususnya dalam bidang budaya dan kearifan lokal dalam pendidikan.

Page 239: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Astiyanto, Heniy. 2006. Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal.

Yogyakarta: Warta Pustaka. Daeng, J Hans. 2012. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan: Tinjauan

Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Balai

Pustaka. Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Antropologi Sastra.

Yogyakarta: Penerbit Ombak. _________ . 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS. Hamalik, Oemar. 2014. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Harahap, Muharrina. 2009. “Mitologi Jawa dalam Novel-Novel Kuntowijoyo”.

Tesis Universitas Sumatera Utara. Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. _________ . 1985. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia. Maryanto, dkk. 2015. Buku Teks Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan Akademik.

Jakarta: Kemendikbud. Nurelide. 2007. “Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba dalam Cerita Sigale-

gale”. Tesis Universitas Diponegoro. Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. ________ . 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.

Yogyakarta: IKAPI Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Page 240: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

________ . 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

________ . 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Rohman, Saifur. 2012. Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media. Salinan Lampiran Permendikbud No. 69 th. 2013 tentang Kurikulum SMA-MA Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi

Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Prenada Kencana. Setiyono, Junaedi. 2014. Dasamuka. Yogyakarta: Elmatera. Sjarif, Roestam. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Andi Publishing. Soekanto, Soejono, Budi Sulistyowati. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:

Raja Grafindo Persada. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata

Dharma University Press. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tim Penyusun. 2015. Bahasa Indonesia untuk SMK/MAK dan SMA/MA kelas XII.

Yogyakarta: LP2IP Tim Penyusun. 2015. Pedoman Penyusunan Skripsi. Purworejo: Universitas

Muhammadiyah Utomo, Tri. 2014. Berburu di Hutan Makna: 69 Cerita Budaya dan Karakter

Bangsa. Yogyakarta: Garudawacana.

Page 241: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

LAMPIRAN

Page 242: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

LAMPIRAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Jenjang Sekolah : SMA

Materi Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : XII

Materi Pokok : Teks Novel

Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan)

A. Kompetensi Inti

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,

peduli (gotong royong, kerja sama, toleransi, damai), santun, responsif,

dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas

berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai

cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban, terkait fenomena dan kejadian,

serta menerapkan pengetahaun prosedural pada bidang kajian spesifik

sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

Page 243: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak

terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara

mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar

1.1 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan

menggunakannnya sesuai dengan kaidah dan konteks untuk

mempersatukan bangsa.

1.2 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan

menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami,

menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks cerita

sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel.

1.3 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan

menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar,

dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

berita, iklan, editorial/opini, dan novel.

2.5 Menunjukkan perilaku jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab dalam

penggunaan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyajikan novel.

3.3 Menganalisis teks novel baik melalui lisan maupun tulisan.

Indikator:

a) mengungkapkan kembali langkah-langkah menganalisis teks novel;

b) menganalisis unsur-unsur budaya dalam novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono;

Page 244: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

c) menganalisis kearifan lokal dalam novel Dasamuka Karya Junaedi

Setiyono

C. Materi Pembelajaran

1. Langkah-langkah menganalisis teks novel.

2. Unsur-unsur budaya.

3. Kearifan lokal.

D. Metode Pembelajaran

1. Pendekatan : saintifik

2. Metode : inkuiri

E. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan Pertama

KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN ALOKASI WAKTU

Pendahuluan 1. Pendidik mengucap salam dan mengajak

siswa untuk berdoa bersama demi

kelancaran dan keberkahan ilmu yang

didapat.

2. pendidik memeriksa kehadiran peserta

didik dengan memanggil satu persatu nama

siswa yang ada di dalam daftar presensi.

3. Pendidik memberikan penjelasan terkait

pembelajaran yang akan dilakukan, yakni

menganalisis teks novel yang telah

ditugaskan kepada peserta didik untuk

10 menit

Page 245: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

dibaca pada awal semester.

4. Pendidik meminta tanggapan peserta didik

terkait novel yang telah dibaca.

5. Pendidik menyampaikan tujuan

pembelajaran.

6. Peserta didik diminta untuk membentuk

kelompok, satu kelompok terdiri dari lima

atau enam siswa.

Kegiatan Inti

Mengamati

Pendidik meminta peserta didik untuk

memahami materi langkah-langkah analisis

teks novel, teori unsur budaya dan kearifan

lokal secara berkelompok.

Menanya

1. Pendidik memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk bertanya terkait materi

yang belum dipahami.

2. Pendidik dan peserta didik secara bersama-

sama merumuskan masalah yang harus

ditemukan di dalam novel oleh peserta

didik.

Mengumpulkan Informasi

Pendidik meminta peserta didik untuk

75 menit

Page 246: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

memahami isi dan mengumpulkan informasi

terkait unsur budaya dan kearifan lokal yang

ada di dalam novel Dasamuka karya Junaedi

Setiyono secara berkelompok.

Penutup 1. Pendidik menanyakan kesulitan atau

masalah yang dihadapi peserta didik dalam

pembelajaran hari itu.

2. Pendidik meminta peserta didik untuk

melanjutkan kegiatan mengumpulkan

informasi dan menganalisis unsur budaya

serta kearifan lokal yang ada di dalam

novel di luar jam pelajaran, secara

berkelompok.

5 menit

Pertemuan Kedua

KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN ALOKASI WAKTU

Pendahuluan 1. Pendidik mengucap salam dan mengajak

siswa untuk berdoa bersama demi

kelancaran dan keberkahan ilmu yang

didapat.

2. Pendidik memeriksa kehadiran peserta didik

dengan memanggil satu persatu nama siswa

yang ada di dalam daftar presensi.

5 menit

Page 247: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

3. Pendidik menyampaikan rencana

pembelajaran yang akan dilaksanakan pada

hari itu, yaitu mengasosiasi (melanjutkan

analisis teks novel) dan mengomunikasikan

(mempresentasikan) hasil analisis

kelompok di depan kelas.

Kegiatan Inti

Mengasosiasi

Pendidik mempersilakan peserta didik untuk

melanjutkan aktivitas dengan menganalisis

data yang telah dikumpulkan dari novel

Dasamuka karya Junaedi Setiyono.

Mengomunikasikan

1. Setiap kelompok diminta untuk

memaparkan hasil diskusi kelompoknya

masing-masing.

2. Peserta didik lain diminta untuk

menanggapi presentasi dari kelompok yang

sedang melakukan presentasi, baik berupa

pernyataan maupun pertanyaan.

70 menit

Penutup 1. Pendidik memimpin peserta didik untuk

mengorganisir hasil pembelajaran.

2. Pendidik meminta salah satu peserta didik

untuk menyimpulkan hasil pembelajaran.

15 menit

Page 248: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

3. Pendidik mengakhiri pembelajaran dengan

memberikan soal yang harus di kerjakan

oleh setiap individu secara mandiri di

rumah.

F. Penilaian

Jenis/Teknik Bentuk Instrumen Tes Soal uraian Non Tes Tugas Proyek

G. Alat dan Sumber Pembelajaran

1. Alat

a) LCD

b) Proyektor

2. Sumber Belajar

a) Novel Dasamuka karya Junaedi Setiyono

b) Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik pegangan siswa

kelas XII SMA kurikulum 2013

c) Buku Antropologi Sastra karya Nyoman Kutha Ratna

d) Buku Metode Antropologi Sastra karya Suwardi Endraswara

e) Buku Ilmu Pengantar Antropologi karya Koentjaraningrat

f) Buku penunjang lain yang sesuai dengan pembelajaran

Page 249: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

LAMPIRAN 2 SINOPSIS NOVEL DASAMUKA KARYA JUNAEDI SETIYONO

Pada tahun 1812, keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diserbu dan

ditaklukkan oleh balatentara Inggris. Penguasa pada saat itu Sultan Sepuh

(Hamengkubuwana II) ditawan dan khazanah keraton dijarah, diangkuti ke negara

Inggris. Willem, seorang pengembara (peneliti) berkebangsaan Skotlandia,

menyaksikan dan mencatat peristiwa bersejarah itu. Willem tidak hanya

menyaksikan peristiwa tumbangnya kepemimpinan Sultan Sepuh yang

dipecundangi Sultan Raja – anaknya sendiri –. Ia juga menyaksikan polemik

kepemimpinan sultan-sultan di Kasultan Yogyakarta dari Sultan Sepuh

(Hemengkubuwana II), Sultan Raja (Hamengkubuwana III), Sultan Jarot

(Hamengkubuwana IV), sampai dengan Sultan Menol (Hamengkubuwana V).

Willem mengembara ke Pulau Jawa dengan menumpang kapal perang

kerajaan Inggris untuk meneliti salah satu bentuk hukuman yang terdapat dalam

pemerintahan Kasultanan Yogyakarta atas rekomendasi Tuan Leiden, seorang

ilmuwan berkebangsaan Skotlandia. Hukum itu bernama hukum Bronjong.

Hukum Bronjong merupakan sebuah hukuman yang dilaksanakan dengan

mengadu terdakwa dengan seekor macan. Dengan bantuan Den Wahyana, tolek

(ahli bahasa) dari Kasultanan Yogyakarta yang menjadi guru bahasa sekaligus

sahabatnya itu, Willem dapat menyaksikan peristiwa hukum Bronjong secara

langsung.

Willem tidah hanya menyaksikan hukum Bronjong terjadi, tetapi ia juga

terlibat dalam peristiwa itu. Pada saat itu, yang menjadi terdakwa adalah seorang

Page 250: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

Kiai dari Bagelen, bernama Kiai Ngarip. Kiai Ngarip dihukum tanpa ada dakwaan

yang jelas. Hanya karena Kiai Ngarip banyak terlibat pemberontakan Raden

Rangga, ia harus menghadapi hukuman yang sangat kejam. Willem sebagai orang

yang dekat dengan residen dimintai tolong oleh Semi – menantu Kiai Ngarip yang

mengenal Willem saat peristiwa penjarahan keraton – untuk membebaskan Kiai

Ngarip dari hukum Bronjong karena kasultanan akan tunduk dengan residen.

Namun, hal itu tidak semudah yang dibayangkan oleh Semi, kasultanan masih

berkuasa penuh terkait hukum Bronjong itu. Akhirnya, Den Wahyana

menyarankan Willem untuk meminta tolong pada sosok Dasamuka untuk

membantu menyelamatkan Kiai Ngarip dari kekejaman hukum Bronjong–

tentunya dengan imbalan uang –. Dengan kecerdikannya, Dasamuka dapat

menyelamatkan Kiai Ngarip dari terkaman macan lapar.

Dasamuka merupakan sosok fenomenal di kalangan Kasultanan

Yogyakarta. Dasamuka merupakan anak dari hubungan terlarang antara Ki Sena

dengan Den Rara Wahyuningsih dari Puri Sutejan. Pernikahan beda trah antara Ki

Sena dan Den Rara Wahyuningsih menjadikan Ki Sena lebih nyaman hidup diluar

puri, bergabung dengan kelompok pemberontak Raden Rangga. Sementara itu,

Dasamuka kehilangan pengasuhan sehingga hidup dengan caranya sendiri.

Dasamuka dikenal sebagai sosok pemuda yang dekat dengan semua

kalangan – dari kalangan priyayi, santri, sampai dengan abangan – karena

kecerdikannya. Sifatnya yang cerdik, pandai menangkap peluang, dan pandai

menyelesaikan masalah membuatnya banyak dimintai tolong kalangan priyayi,

salah satunya Den Mas Suryanata.

Page 251: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

Den Mas Suryanata merupakan seorang bangsawan yang sudah berumur

dan memiliki banyak istri. Ia meminta tolong pada Dasamuka untuk melancarkan

keinginannya mempersunting Rara Ireng – gadis belia dari Puri Sujanan – untuk

menjadi istrinya. Namun, setelah Dasamuka bertemu sendiri dengan sosok Rara

Ireng, Dasamuka jatuh cinta sendiri dengan Rara Ireng. Di malam lamaran,

Dasamuka membawa lari Rara Ireng dari Puri Sutejan dengan meninggalkan

sejumlah uang untuk membayar hutang kakek Rara Ireng kepada Den Mas

Suryanata agar tidak timbul masalah lebih besar lagi dikemudian hari.

Dasamuka dan Rara Ireng bersembunyi di rumah Nyi Wersi, seorang

kenalan Dasamuka yang tinggal berdampingan dengan tembok kaputren, Keraton

Yogyakarta. Dasamuka meminta Nyi Wersi untuk merahasiakan keberadaannya

dan membantu menikahi Rara Ireng. Dengan acara sederhana, Dasamuka

menikahi Rara Ireng dan hidup bahagia di rumah Nyi Wersi – untuk sementara –.

Kebahagiaan Dasamuka dan Rara Ireng hanya sebentar, Gusti Ratu

Kencana, Ibunda Sultan Jarot – yang sering datang ke rumah Nyi Wersi untuk

melihat persediaan perempuan untuk anaknya – menghendaki Rara Ireng untuk

menjadi kekasih Sultan Jarot yang menggandrungi perempuan-perempuan cantik

di Kasultanan Yogyakarta. Demi uang yang Dasamuka butuhkan untuk menebus

rumah orang tua Rara Ireng di Srondol, Dasamuka merelakan istrinya untuk

menemani Sultan Jarot. Biasanya perempuan-perempuan itu hanya ‘dipakai’ oleh

Sultan Jarot selama satu bulan, tetapi sudah lewat satu bulan Rara Ireng belum

juga dikembalikan. Hal ini membuat Dasamuka sangat gelisah. Dasamuka

Page 252: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

meminta tolong pada Willem dan Den Wahyana untuk menyusun strategi

bersama-sama membebaskan Rara Ireng dari Sultan Jarot.

Dengan kerjasama dari berbagai pihak, akhirnya Rara Ireng berhasil keluar

dari kaputren dan melarikan diri bersama Dasamuka. Namun, Dasamuka dan Rara

Ireng tidak luput dari kejaran pasukan bersenjata keraton. Dari pengejarang itu,

Rara Ireng terbunuh. Hal ini menimbulkan dendam yang begitu besar di hati

Dasamuka. Dasamuka berencana ingin membunuh Sultan Jarot – sultan berusia

belasan tahun yang tidak mengerti kepemiminan dan banyak merugikan rakyatnya

–. Namun, tidak ada seorang pun yang bersedia untuk diajak bekerjasama dengan

Dasamuka membunuh Sultan Jarot, meskipun banyak orang yang tidak suka

dengan Sultan Jarot karena sifatnya yang suka foya-foya dan tidak pernah

memikirkan rakyat.Hal ini terjadi karena orang Jawa takut mendapatkan tulah jika

berani membunuh sultan, bagaimana pun ulah sultan.

Akhirnya, dengan bujuk-rayu Dasamuka, Willem serta Ngusman dan Semi

– paman dan bibi Dasamuka yang menjadi abdi keraton – bersedia membantu

Dasamuka dalam rencana membunuh Sultan Jarot. Sebelum rencana yang disusun

Dasamuka berjalan, Sultan Jarot telah meninggal dalam perjalanan berpesiar ke

Gombong.

Meninggalnya Sultan Jarot kembali menimbulkan huru-hara di Kasultanan

Yogyakarta. Semua rakyat bertanya-tanya terkait Sultan yang akan menggantikan

Sultan Jarot. Banyak yang berharap Raden Aria Dipanegara, sosok arif bijaksana,

kakak tiri dari Sultan Jarot dapat menggantikan Sultan Jarot menjadi Sultan.

Namun, sosok tiga serangkai yang memegang kunci kekuasaan Kasultanan

Page 253: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

Yogyakarta – Residen Smissaert, Patih Danureja, dan Kolonel Wiranegara –

mengangkat Sultan Menol, adik Sultan Jarot yang masih berumur tiga tahun,

menjadi Sultan. Hal ini membuat rakyat semakin tertindas karena tidak memiliki

pemimpin yang mampu mengayomi rakyat. Sementara itu, Raden Aria

Dipanegara sebagai anak Sultan Raja (Hamengkubuwana III) hanya bisa bertindak

dengan caranya sendiri tanpa kekuasaan yang dimilikinya.

Willem akhirnya memutuskan untuk pulang ke Skotlandia, meninggalkan

sejuta kenangan di Pulau Jawa. Sebenarnya Willem menawarkan bantuan

persenjataan untuk kelompok Pangeran Aria Dipanegara lewat Den Wahyana –

tentunya dengan sebuah perjanjian –. Namun, mereka menolak. Raden Aria

Dipanegara beserta orang-orang yang bergabung dengannya memutuskan untuk

berjihad di jalan Allah, dengan menggantungkan segala pertolongan hanya kepada

Allah demi kemerdekaan tanah Jawa.

Page 254: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

LAMPIRAN 3 BIOGRAFI JUNAEDI SETIYONO

Junaedi Setiyono lahir di Kebumen, 16 Desember 1965. Penulis pernah

bekerja sebagai pekerja sosial di LSM dan sebagai guru bahasa Inggris di SMA.

Sejak tahun 1997 mengajar di almamaternya di Program Studi Pendidikan Bahasa

Inggris Universitas Muhammadiyah Purworejo. Pada tahun 2013, dalam rangka

bimbingan disertasinya, ia mendapatkan beasiswa ke Ohio State University,

Columbus, Ohio, Amerika Serikat selama empat bulan untuk bertemu langsung

dengan advisor-nya di sana.

Mulai menulis cerita pendek sejak tahun 1986, kemudian juga menulis

puisi. Novel pertamanya Glonggong menjadi pemenang Sayembara Menulis

Novel Dewan Kesenian Jakarta 2006 dan sekaligus masuk finalis Khatulistiwa

Literary Award 2008. Novel keduanya Arumdalu, menjadi nominasi Khatulistiwa

Literary Award 2010. Pada tahun 2012, novel ketiganya, Dasamuka, kembali

menjadi pemenang di ajang Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta.

Suami dari Sari Wahyuni dan ayah dari Martin Nuh Hanan dan Maryam

Mufidah ini sekarang tinggal di Ngupasan, Pangen Jurutengah, Purworejo.

Page 255: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

Nama

NIM

Program Studi

Judul Penelitian

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJOFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Alamat: JI. K.H.A. Dahlan No.3 TeleponlFax (0275) 321494

PURWOREJO 54111

KARTU BIMBINGAN SKRIPSI

: Khusnul Khotimah

: 122110159

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

: Unsur Budaya dan Kearifan Lokal dalam Novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XII

SMA (Kajian Antropologi Sastra)

Tanggal Materi ParafNo.

Konsultasi KonsultasiHasH Konsultasi

Pembimbing

11 (, ---- g ~ .2-015 JuJvL- Pc'r~V c'~ t' #---1.- g ---,-J1vOIS JuJu!" A-ee-- /#.3 II- ~ ~ ~ J-ol5 frOp{)L;a~

l---cJ-&a. r Bee.- 'gcL[~ev('Si•

~ /Ai-If 7-1U- cLOt;; Propo~C

7- b- /0- :<..-of 5 bah 1 J-(o.i--l~ ~N-d N;7e:tt-tY~ (/'

8dhfI /

,~ /)-IO-:ZO/5 I 4-e-e.- 7-y:; --- Tej)r~' d';reVt5~ //:{-/9 -10 -;2JJfi Bctl? n

~

.--

~ ' /3i8 7"l-t0 ~~t 5' P:>cPb f]---~ T, A r\ ?t lL' S {5 /if~ 11- rD -JvO tl) P.nvb tff d(;r-evt'5 c'-

10 ~ - V1-J-o 16 6~b"-

A-ec:- /31--ill/

Peinbimbing I

Page 256: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

Nama

NIM

Program Stucli

Juclu1 Penelitian

, NIVERSJTAS j\J UHAi\J;\ IADIYAH PURWOREJO

FAKULTAS KEG HUAN DAN lLl\IU PENDIDIKAN

Al<im~lt: ]1. K.H.A. D~1hJanNo.3 Telepon/Fax (0275) 321494

PURWOREJO 54111

KARTU BIMBINGAN SKRIPSI

: Khusnul Kl10timah

: 122110159

: Pcncliclikan Bahasa clan Sastra Indonesia

: Unsur Buclaya dan Kearifan Lokal clalm;1 Novel Dasamuka Karya

Junaecli Setiyono clan Skenario Pembelajarannya eli Kelas XII

SMA (Kajian Antropologi Sastra)

Tanggal l\1ateri ParafNo. Hasil Konsultasi

Konsultasi Konsultasi Pcmbimbing

'I t.( - I:L ~ ;LO 15 ~6 \v M4 ·'S c;:;5d \revZ-c=:; c

/2- IS~IA-- Aql5 t?cftk? \V ~

-1'-- ~Ol~ 1J;Jab '( SUrI f vl-c:q,(\.-- .~~e.v'si

'1-/:2-- ~Ol~ Bm1o~ ~-JL16 -1- 1--01-6 br~ 0r~Vl';;f

~/-;LOt b Abs1rrdJk kee-~

Sic:(JJJ-/l- Wi-b bah I-VoJiu ZK--an

Drs. H. B giya, M. Hum.v NIP 19640208 199003 1 002

Page 257: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

Nama

N1M

Program Studi

Judul Penelitian

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJOFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDlKAN

Alamat: J1. K.H.A. Dahlan No.3 Telepon/Fax (0275) 321494

PURWOREJO 54111

KARTU BIMBINGAN SKRIPSI

: Khusnul Khotimah

: 122110159

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

: Unsur Budaya dan Kearifan Lokal dalam Novel Dasamuka Karya

Junaedi Setiyono dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XII

SMA (Kajian Antropologi Sastra)

No.Tanggal Materi

HasH KonsultasiKonsultasi Konsultasi

1 \ 0 \c-(-6~ 7.A'v( ~I'l~ ~'

f). 2..6~ l-blK ~ ~

3 'D~~~ ~~ 1 ~):~lkJ~

4 \S~ 7,.IN: &~,...,

~~

ratri...,

~I:;fr )0 OkMer- ~ n'-

~ ?"L rJC<A b-er UJr ~ ii f?f0fM

8wt,....,

Ire7 2J: c> IAhber- ;).J) rr ~

g)~,..~k~8 c Nvvt.{fr\~ Wif til

~. fl-t..v-:. ~\

.9r"'

~ NotJ/lIfnk>er Uft ~ ~J ~(p 7 OQJem.~t( 1)) (~

r;>~ tV ~.{,,; SYr~'-

Paraf

Pembimbing

Pembimbing II

Page 258: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

Nama

NIM

Program Stueli

Jllellll Penelitian

UNIVERSITAS l\'lUl-L..'\:\IJ\IADJYA U PUP\VOI~ E.JO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILl\lU P£ND1Dll(AN

Alamat: J1. K.H.A. Dahlan No.3 Tclepon/Fax (0275) 321494

rURWORt:.lO 54111

KARTU BIl\1BJNGAN SKIUPSI

Khusnul Khotimah

: 122110159

: Penelielikan Bahasa clan Sastra Indonesia

: Unsur Buelaya clan Kearifan Lokal clalam Novel Dasal77uka Karya

Junaeeli Setiyono clan Skenario Pembelajarannya cli Kelas XII

SMA (Kajian Antropologi Sastra)

Tanggal :Matcri ParafNo.

Konsultasi KOllsultasiHasil Konsllltasi

Pcmbimbing

~~-

1~~~~{/ (\ Y)~~tt t-vlS'IV V.7o/",.--

~~...,

fPe V ;;;;;,0,.-

12 (~ ~~~tr 'V0\S' vy(' ~,..,

J;~~~it~I~ 31 P~j.,{?r'U> IS ~a/) 11 ~J7.- ~.tll C'y,r..... ~ -T

Rail:, '\

!fe ;,fer J,~1A~ y V- )to.ai~~1 ffe...,(

~~

I'S "Z-l Jall1cm' 2JJ (b '- T/"

~ »~~tf~ Ae (

/<2. ~~~ C - ~ ~

Pembiillhing II

'---~./\ <0 Purwanto, M.PelNIDN. 061 0068404

Page 259: UNSUR BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL NOVEL DASAMUKA …

UNIVERSITAS MUHAMMADIYADPlJJRWOREJOFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMIJJ PENDIDIKAN

Alamat: Jalan K.H.A.DaIaIaa1'03 Tllkpoa'lFJIK. (lZ7S) 321494PURWOREJO 54111

SURAT KEPUTUSAN PENETAPAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSINomor: 160081A.40/FKIP/UMP/IX/2015

Berdasarkan usulan Ketua Program Studi Pendidikan Babasadan Sastra Indonesia tentangPembimbing Skripsi, Dekan FKlP Universitas Muhammadiyah Purworejo menetapkan:

1. NamaNIPINBMJabatan AkademikSebagai Pembimbing I

2. NamaNIP/NBMJabatan AkademikSebagai Pembimbing II

: Drs. H. Bagiya, M. Hum: 19640208 199003 1 002: Lektor Kepala

: Joko Purwanto, M. Pd: 1182115: Tenaga Pengajar

Dalam penyusunan skripsi mahasiswa:

Nama : Khusnul KhotimahNIM : 12211 0159Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Unsur Budaya dan Kearifan Lokal dalam Novel

Dasamuka Karya Junaedi Setiyono dan Skenario

Pembelajarannya di Kelas XII SMA (Kajian Antropologi

Sastra)

Demikian ketetapan ini dibuat agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.