Upload
ngokhuong
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
317
UPAYA MENDAPATKAN DAN MEMPERTAHANKAN MUTU JERUK SIAM BANJAR( Citrus nobilis var microcarpa ) DI LAHAN PASANG SURUT DAN RAWA LEBAK KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENYIMPANAN DINGIN
Noveria Sjafrina
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta [email protected]
ABSTRACT
The objective of this study is to assess changes in quality of citrus Siam Banjar tidal and swampy land during storage at a temperature of 150 C and room temperature, and determine the effect of temperature and storage time on the quality of citrus in the fourth typology Banjar wetlands. The study was conducted by taking samples of citrus fruits Siam Banjar as many as 300 pieces in each typology tidal land either type A and Lebak land with old quotes 270 days after the flowers bloom and the tidal type B and type C with old quotes 240 days after anthesis. Then an orange Siam Banjar land typology of four stored at room temperature and the temperature of 150 C for 40 days of storage with physico-chemical observations every 10 days of storage. Storage temperature and storage time significantly affect the citrus fruit in the typology of violence tidal type B, type C and swampy. Significant retention of vitamin C in the four typologies of land. Storage temperature significantly affect the levels of TPT oranges from tidal typology A. Storage time significantly affect the value of L orange color on the typology of tidal type A, type B and swampy land while storage temperature significantly affect the value of color of an orange on the b typology tidal types A, B and C Keywords: Siam Banjar Citrus, swamp land,shelf life
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu jeruk Siam Banjar di lahan pasang surut dan lahan lebak selama penyimpanan pada suhu 150 C dan suhu kamar dan mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap mutu jeruk siam Banjar di keempat tipologi lahan rawa. Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel buah jeruk Siam Banjar sebanyak 300 buah pada masing-masing tipologi lahan baik lahan pasang surut tipe A dan lahan Lebak dengan umur petik 270 hari setelah bunga mekar dan pada lahan pasang surut tipe B dan tipe C dengan umur petik 240 hari setelah bunga mekar. Kemudian buah jeruk Siam Banjar dari keempat tipologi lahan di simpan pada suhu kamar dan suhu 150C selama 40 hari penyimpanan dengan pengamatan fisiko kimia setiap 10 hari penyimpanan. Suhu penyimpanan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah jeruk di tipologi pasang surut tipe B, tipe C dan lebak. Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap vitamin C di keempat tipologi lahan. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar TPT buah jeruk dari tipologi pasang surut tipe A.Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai L warna buah jeruk pada tipologi pasang surut tipe A, tipe B dan lahan lebak sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai b warna buah jeruk pada tipologi pasang surut tipe A, B dan C
318
PENDAHULUAN
Jeruk merupakan salah satu produk buah unggulan nasional. Salah satu
varietas jeruk yang banyak diproduksi di Indonesia adalah jeruk siam. Jeruk siam
Banjar merupakan salah satu komoditi unggulan di Kalimantan Selatan dengan luas
tanam 2.594 Ha, produksi 113. 149 Ton dan produktivitas 43,72 Ha/ton (
www.kalselprov.go.id/ ).
Jeruk siam merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sifatnya tahunan
dan produksinya sangat tergantung pada musim/iklim. Keadaan ini salahsatu
penyebab terjadinya fluktuasi jumlah dan harga jeruk yang dipasarkan (
Winarno,2004). Mutu/kualitas eksternal memegang peranan penting dalam keputusan
konsumen memilih jeruk karena dianggap dapat menggambarkan kualitas internal
buah. Selain itu, ketebalan kulit buah terkait pula dengan umur simpan buah yang
berhubungan dengan fleksibilitas distribusi dan pemasaran buah (Supriyanto et
al.,2005; Alva et al., 2006; Pangestuti et al., 2007).
Semua karakteristik mutu tersebut bisa diperoleh bila pemanenan dilakukan
pada tingkat kematangan yang tepat .Buah jeruk yang dipanen saat belum matang
akan menghasilkan mutu yang rendah terutama berkaitan dengan rasa buah.
Sebaliknya, pemanenan lewat waktu akan menyebabkan buah kehilangan aroma dan
mutu terbaiknya, dan terbukti menyebabkan penurunan hasil pada periode berikutnya,
meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan dan umur simpannya relatif singkat
(Pantastico et al. 1993, Monselise 1986).
Kebiasaan petani jeruk Siam Banjar pada saat panen raya melakukan
penyimpanan jeruk Siam Banjar di pohon dengan menunda pemetikan jeruk hingga
lewat waktu optimum umur petik jeruk karena fluktuasi harga. Hal ini akan menurunkan
umur simpan jeruk Siam Banjar. Untuk itu dilakukan studi tentang penyimpanan jeruk
Siam Banjar setelah dipanen dengan umur panen mengikuti kebiasaan petani untuk
melihat perubahan mutu buah jeruk Siam Banjar.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui perubahan mutu jeruk Siam Banjar di
lahan pasang surut dan lahan lebak selama penyimpanan pada suhu 150 C dan suhu
kamar dan mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap mutu jeruk
siam Banjar di keempat tipologi lahan rawa. Buah jeruk akan mengalami perubahan
kualitas eksternal dan sedikit kualitas internal selama proses penyimpanan, distribusi
dan pemasaran. Rantai pemasaran yang panjang mensyaratkan juga umur simpan
yang panjang dengan mutu yang terjaga agar buah yang sampai ke konsumen akhir
masih dalam kualitas mutu yang diharapkan.
319
BAHAN DAN METODA
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala yang
mewakili lahan pasang surut dan Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar mewakili
lahan Lebak. Analisis kimia dilaksanakan di laboratorium Teknologi Industri Pertanian
Univeristas Lambung Mangkurat, pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2008
Bahan penelitian utama adalah buah jeruk Siam Banjar diambil dari masing-
masing tipe lahan dengan umur panen sesuai kebiasaan petani (pada lahan pasang
surut tipe A dan lahan Lebak dengan umur petik 270 hari setelah bunga mekar dan
pada lahan pasang surut tipe B dan tipe C dengan umur petik 240 hari setelah bunga
mekar). Alat yang digunakan adalah timbangan mettler PM-4800 untuk mengukur
susut bobot, chromameter tipe CR-200 untuk mengukur warna, penetrometer untuk
mengukur kekerasan, serta alat pendukung untuk analisis kimia seperti gelas ukur,
tabung reaksi dan pipet.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok pada suhu kamar dan suhu 15 oC dengan 3 kali ulangan.
Suhu Kamar, dengan :
Kelompok = tipologi pasang surut tipe A, B, C dan tipologi Lebak
Perlakuan = Lama penyimpanan : 10 hari dan 20 hari penyimpanan
Suhu 15 oC, dengan :
Kelompok = K1 = tipologi pasang surut tipe A, B, C dan tipologi Lebak
Perlakuan = Lama penyimpanan :10 hari, 20 hari, 30 hari dan 40 hari
penyimpanan
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam ( Steel and Torrie,
1980 ) pada tingkat kepercayaan 95 % menggunakan program SPSS. Jika terdapat
pengaruh perlakuan, maka dilakukan pengujian lanjut dengan menggunakan Duncan
Multiple Range Test (DNMRT).
Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Pengamatan Fisik dan Kimia
Pengamatan fisik buah dilakukan pada warna kulit buah dan tingkat kekerasan
buah; sedangkan pengamatan kimia dilakukan pada laju respirasi, TPT dan vitamin
C buah jeruk.
2. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap
warna buah, aroma dan rasa buah (manis/asam) melalui sejumlah 40 responden.
320
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan hasil budidaya jeruk untuk empat
tipologi lahan rawa dari informasi petani lokal. Karakterisasi lahan dari keempat tipologi
lahan rawa yaitu lahan pasang surut tipe A, pasang surut Tipe B ,lahan pasang surut
Tipe C dan lahan lebak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel.1 Karakteristik lahan jeruk di empat tipologi lahan rawa di Kalimantan Selatan
Tipologi lahan rawa
Pengertian lahan Pengolahan lahan Waktu panen
Pasang surut A
Daerah yg terluapi air sepanjang tahun
Di lumpuri 2-3 bulan sekali untuk menyuburkan unsur-unsur hara dalam tanah.
270 hari setelah bunga mekar.
Pasang surut B
Daerah yg terluapi pada saat pasang besar
Di beri pupuk kandang. 240 hari setelah bunga mekar.
Pasang surut C
Daerah yg terluapi pada saat pasang kecil
Di beri pupuk kandang. 240 hari setelah bunga mekar.
Lebak Daerah yg luapan airnya tergantung air hujan
Tanpa melakukan pemberian pupuk
270 hari setelah bunga mekar.
Data karakteristik lahan pada Tabel.1 diperoleh berdasarkan kebiasaan yang
dilakukan petani lokal jeruk di keempat lahan rawa. Perbedaan waktu panen pada
keempat tipologi lahan rawa karena bedanya tujuan pemasaran buah jeruk siam. Jeruk
siam yang lebih awal di panen pada lahan pasang surut tipe B dan tipe C mempunyai
tujuan pemasaran ke luar daerah Kalimantan Selatan seperti pulau Jawa sedangkan
petani lokal jeruk siam lahan pasang surut tipe A dan lebak yang memanen jeruk
dengan waktu yang lebih lama dengan memasarkan jeruk siam ke pasar lokal di
daerah-daerah Kalimantan Selatan.
Perubahan Mutu Jeruk Siam Banjar Selama Penyimpanan
Setelah dikarakterisasikan buah jeruk Siam Banjar yang diperoleh dari keempat
tipologi lahan rawa di Kalimantan Selatan, dilakukan penyimpanan buah jeruk siam di
suhu kamar dan suhu 150 C. Perubahan mutu jeruk Siam Banjar pada suhu kamar
dapat dilihat pada Tabel.2
321
Tabel.2 Perubahan Mutu Jeruk Siam Banjar pada Suhu Kamar
Tipologi lahan Laju respirasi
Kekerasan (N)
TPT (0Brix)
Vitamin C gvitC/100g)
Pasang surut A
10 HSP
20 HSP
Pasang surut B
10 HSP
20 HSP
Pasang surut C
10 HSP
20 HSP
Lebak
10 HSP
20 HSP
0.615 0.279
0.596
0.368
0.618 0.301
0.607
0.224
11.82 11.79
12.33 11.08
13.13
12.97
11.43 11.33
15.48 15.11
13.18 12.96
12.78 12.98
12.78 13.15
37.14 27.07
36.88
26.10
36.18 25.71
36.18
26.83
Tabel 3. Perubahan Mutu Jeruk Siam Banjar pada suhu 150C
Tipologi lahan Laju respirasi
Kekerasan (N)
TPT (0Brix)
Vitamin C gvitC/100g)
Pasang surut A
10 HSP
20 HSP
30 HSP
40 HSP
Pasang surut B
10 HSP
20 HSP
30 HSP 40 HSP
Pasang surut C
10 HSP
20 HSP
30 HSP 40 HSP
Lebak
10 HSP
20 HSP
30 HSP
40 HSP
0.343 0.118 0.042 0.012
0.212 0.073 0.05 0.055
0.232 0.101 0.045 0.023
0.442 0.096 0.043 0.018
12.56 12.16 12.25 11.87
17.26 16.03 13.46 13.31
16.41 15.93 15.51 15.45
14.03 13.08 12.19 11.54
13.69 13.43 14.64 13.88
13.18 12.22 12.40 12.35
12.33 12.35 13.20 12.96
13.48 12.62 13.65 12.80
36.5 28.1 25.1 12.5
36.2 27.0 24.4 10.8
36.2 26.9 24.2 9.9
36.9 27.6 24.6 10.1
322
Laju Respirasi
Laju respirasi buah jeruk siam dari keempat tipologi lahan rawa mengalami
penurunan selama waktu penyimpanan baik pada perlakuan penyimpanan pada suhu
kamar dengan maupun pada suhu 150 C. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa laju
respirasi buah jeruk Siam Banjar pada keempat tipologi lahan rawa tidak berbeda
nyata baik pada suhu kamar maupun suhu 150C. Perubahan laju respirasi buah jeruk
siam terlihat pada Gambar 1 dan Gambar.2.
Gambar.1 Laju respirasi buah jeruk Siam penyimpanan suhu kamar
Gambar.2 Laju respirasi buah jeruk Siam penyimpanan suhu dingin (150C)
Pada Gambar.1 dan Gambar.2 terlihat laju respirasi pada penyimpanan buah
jeruk Siam Banjar di suhu dingin (150C) lebih rendah dibandingkan suhu kamar. Hal ini
menunjukkan suhu dingin (150C) dapat menurunkan laju respirasi buah jeruk Siam.
323
Penurunan ini merupakan gambaran terjadinya perusakan (denaturasi) enzim. Menurut
Pantastico (1993) penurunan laju respirasi pada suhu tinggi merupakan pertanda
bahwa : a) O2 tidak berdifusi cukup cepat untuk dapat mempertahankan laju respirasi
yang ada; b) CO2 tertimbun di dalam sel sampai tingkat yang dapat menghambat
metabolisme; c) suplai bahan makanan yang dapat dioksidasi tidak cukup untuk
mempertahankan laju respirasi yang tinggi.
Laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam bahan (buah dan sayur), meliputi tingkat
perkembangan organ, komposisi kimia jaringan, ukuran produk, pelapisan alami, dan
jenis jaringan). Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sekeliling
bahan, meliputi suhu, etilen, ketersediaan oksigen, karbon dioksida, dan luka pada
bahan. Laju respirasi lebih cepat jika suhu penyimpanan tinggi, umur panen muda,
ukuran buah lebih besar, adanya luka pada buah dan kandungan gula awal yang tinggi
pada produk (Winarno dan Aman, 1981).
Buah jeruk Siam termasuk dalam buah non klimaterik atau buah yang tidak
mengalami lonjakan respirasi setelah pemanenan, bahkan cenderung menurun seiring
lama penyimpanan, karena setelah di panen CO2 yang dihasilkan tidak terus
meningkat tetapi terus turun perlahan-lahan.
Kekerasan
Selama penyimpanan pada suhu kamar dan suhu 150C nilai kekerasan buah
jeruk Siam Banjar dari keempat tipologi lahan rawa mengalami penurunan. Penurunan
kekerasan ini menunjukkan bahwa buah semakin lunak.
Pada awal penyimpanan nilai kekerasan buah berkisar antara 14.49 – 25.00
N. Pada akhir penyimpanan pada suhu kamar yang hanya sampai 20 HSP nilainya
berkisar antara 11.08 – 13.13 N sedangkan penyimpanan pada suhu 150C berkisar
11.54 – 17.26 N. Menurunnya kekerasan buah jeruk disebabkan selama penyimpanan
buah mengalami perubahan kematangan sehingga tingkat kekerasan buah berubah.
Perubahan ini disebabkan oleh degradasi senyawa-senyawa penyusun dinding sel
buah. Secara kimiawi, dinding sel tersusun dari senyawa-senyawa kompleks yang
terdiri dari selulosa, hemi selulosa, zat pektin dan lignin Terjadinya degradasi ini
disebabkan adanya beberapa bakteri yang menghidrolisa selulosa menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Kelunakan buah karena pektin yang tidak larut(protopektin)
menurun jumlahnya dan pektin menjadi mudah larut.
324
Sidik ragam menunjukkan pada penyimpanan suhu kamar, perlakuan
kelompok tipologi lahan berpengaruh sangat nyata terhadap kekerasan buah jeruk dan
perlakuan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kekerasan buah
jeruk. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa kekerasan buah jeruk yang
berasal dari tipologi pasang surut tipe C berbeda nyata dengan jeruk dari tipologi
pasang surut tipe A, tipe B dan lahan lebak. Sedangkan kekerasan buah jeruk pada
lama penyimpanan 10 hari berbeda sangat nyata dengan buah jeruk pada
penyimpanan 20 hari.
Sidik ragam menunjukkan pada penyimpanan suhu 150, perlakuan kelompok
tipologi lahan berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah jeruk dan perlakuan lama
penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kekerasan buah jeruk. Hasil uji
lanjut Duncan memperlihatkan bahwa kekerasan buah jeruk yang berasal dari keempat
tipologi lahan sangat berbeda nyata dengan nilai kekerasan tertinggi pada tipologi
pasang surut tipe B. Sedangkan kekerasan buah jeruk pada lama penyimpanan
10,20,30 dan 40 hari berbeda sangat nyata, dengan nilai kekerasan terendah pada hari
penyimpanan 40 hari.
Perbedaan ini dapat disebabkan karena umur panen yang berbeda, pada
tipologi pasang surut tipe B dengan umur panen 240 hari di panen lebih awal di
bandingkan jeruk di tipologi lebak dengan umur panen 270 hari. Pemanenan jeruk di
tipologi pasang tipe B sudah sesuai dengan umur panen jeruk pada umumnya.
Perubahan kekerasan buah jeruk Siam Banjar dapat dilihat pada Gambar 3.
(a)
325
(b) Gambar.4 Perubahan kekerasan buah jeruk selama penyimpanan suhu kamar (a) dan
suhu 150C(b)
Pada Gambar.3 nilai kekerasan buah jeruk Siam Banjar mengalami
penurunan pada suhu kamar dan suhu 150C. Kekerasan buah jeruk di suhu 150C lebih
tinggi dibandingkan suhu kamar dapat disebabkan karena penyimpanan dingin dapat
menghambat proses metabolisme, pemasakan , pelunakan dan penuaan, sedangkan
buah jeruk yang disimpan pada suhu kamar teksturnya cepat menjadi lunak, karena
pada suhu ruang proses penguapan lebih tinggi sehingga mempercepat turunnya nilai
kekerasan dan terjadinya perubahan dinding sel yang disebabkan oleh degradasi
senyawa-senyawa penyusun dinding sel. Hal ini menunjukkan bahwa suhu rendah
dapat mempertahankan tekstur buah hingga akhir penyimpanan.
Vitamin C
Buah jeruk merupakan sumber vitamin C (asam askorbat ). Pada awal
penyimpanan, kandungan vitamin C buah jeruk di keempat tipologi lahan rata-rata
berkisar antara 35.27 – 36.98 mg vit C/100g. Selama penyimpanan, kandungan
vitamin C buah menurun baik pada suhu ruang maupun suhu dingin berkisar antara
25.85 – 36.90 mg vit C/100g . Menurut Pantastico (1989) penurunan ini disebabkan
oleh karena rusaknya asam askorbat karena adanya proses oksidasi yang terjadi pada
saat respirasi buah jeruk, sehingga mengakibatkan penurunan kandungan asam
askorbat selama penyimpanan.
Sidik ragam pada penyimpanan suhu kamar menunjukkan perlakuan
kelompok tipologi lahan berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C buah jeruk.
Sedangkan perlakuan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap
326
kandungan vitamin C buah jeruk. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kandungan
vitamin C buah jeruk pada tipologi lahan pasang surut tipe A berbeda nyata dengan
tipologi pasang surut tipe C dan lahan lebak dengan kandungan vitamin C tertinggi
pada buah jeruk dari tipologi pasang surut tipe A. Sedangkan uji lanjut duncan pada
lama penyimpanan 10 hari dan 20 hari sangat berbeda nyata.
Sidik ragam pada penyimpanan suhu 150C menunjukkan perlakuan kelompok
tipologi lahan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C buah jeruk.
Sedangkan perlakuan lama penyimpanan 10,20,30 dan 40 hari penyimpanan
berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan vitamin C buah jeruk. Uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa kandungan vitamin C buah jeruk pada lama penyimpanan
10,20,30 dan 40 hari berbeda sangat nyata. Kandungan vitamin C semakin menurun
sampai penyimpanan 40 hari.
Laju perubahan vitamin C buah jeruk siam terlihat pada Gambar 5.
(a)
Gambar.5 Perubahan vitamin C buah selama penyimpanan suhu kamar (a) dan suhu150C (b)
327
Perbedaan umur panen dapat mempengaruhi kandungan vitamin C, dikatakan
oleh Salunke dan Desai diacu dalam Larasati D (2003) bahwa kandungan asam
askorbat berbeda pada tingkat kematangan dan meningkat sesuai dengan
kematangannya.
.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Pada awal penyimpanan Total Padatan Terlarut (TPT) buah jeruk dari keempat
tipologi berkisar antara 12.24 – 13.970 Brix. Selama penyimpanan kandungan TPT
buah jeruk dari keempat lokasi tidak terjadi perubahan yanng significant. Kandungan
total padatan terlarut merupakan gambaran banyaknya kandungan gula total pada
buah jeruk yang diukur. Perubahan kandungan gula meliputi tiga macam yaitu glukosa,
fruktosa dan sukrosa. Oleh enzim invertase, sukrosa dihidrolisa menjadi glukosa dan
fruktosa. Sukrosa memberikan rasa manis, sehingga semakin tinggi nilai TPT buah
akan semakin manis.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa pada penyimpanan suhu kamar
perlakuan kelompok tipologi berpengaruh nyata terhadap kadar TPT buah jeruk d
namun lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar TPT buah jeruk.
Hasil uji lanjut duncan tipologi lahan pasang surut tipe A berbeda sangat nyata dengan
tipologi pasang surut tipe B, tipe C dan lebak. Berbeda nyatanya kadar TPT di tipologi
pasang surut tipe A ini berkaitan dengan umur panen buah jeruk yang lebih panjang di
tipologi pasang surut A yang ditandai dengan rasa buah yang lebih manis. Menurut
Winarno (2002), bahwa peningkatan total gula terjadi karena akumulasi gula sebagai
hasil degradasi pati, karena selama pematangan terjadi hidrolisa polisakarida menjadi
gula-gula sederhana, sedangkan penurunan total gula terjadi karena sebagian gula
digunakan untuk proses respirasi, karena gula tersebut digunakan sebagai substrat
respirasi untuk menghasilkan energi. Perubahan kadar TPT selama penyimpanan
dapat dilihat pada Gambar.6
328
(a)
(b)
Gambar.6 Perubahan kadar TPT buah selama penyimpanan suhu kamar (a) dan suhu150C (b)
Sidik ragam pada penyimpanan suhu 150C menunjukkan perlakuan kelompok
tipologi lahan dan lama penyimpanan 10,20,30 dan 40 hari berpengaruh nyata
terhadap kadar TPT buah jeruk. Hasil uji lanjut duncan kadar TPT buah jeruk pada
keempat tipologi lahan berpengaruh sangat nyata dengan nilai kadar TPT tertinggi
terdapat pada buah jeruk dari tipologi lahan pasang surut tipe A. Sedangkan uji lanjut
duncan pada lama penyimpanan 10 hari berbeda nyata dengan lama penyimpanan
20,30 dan 40 hari.
Pada gambar 6 (a) berdasarkan rata-rata kadar TPT terendah baik pada suhu
kamar selama 20 hari penyimpanan maupun pada suhu 150C selama 40 hari
329
penyimpanan diperoleh dari perlakuan tipologi lahan pasang surut B yaitu sebesar
12,960 brix dan 12,350 brix sedangkan yang tertinggi dari perlakuan tipologi lahan
pasang surut A yaitu sebesar 15,110 brix dan 13,880 brix. Buah jeruk yang disimpan
pada suhu kamar memberikan kadar TPT yang lebih tinggi, hal ini menunjukkan
bahwa suhu penyimpanan yang rendah akan menghambat proses pematangan. Hal
serupa juga dilaporkan oleh Muchtadi dan Sugiyono (1989) bahwa penanganan
dengan cara penyimpanan dingin untuk buah-buahan yang mudah rusak dapat
mengurangi proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan dan
perubahan-perubahan warna serta tekstur.
Warna
Warna biasanya digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas buah yang
akan dikonsumsi, sehingga warna menjadi daya tarik konsumen. Tanda kematangan
yang paling sesuai dan mudah digunakan untuk jeruk adalah perubahan warna kulit
buah. Pada awal penyimpanan, warna buah jeruk adalah berwarna kuning di tipologi
lahan pasang surut tipe A dan lahan lebak sedangkan pada tipologi pasang surut tipe
B dan pasang surut tipe C dengan nilai L berkisar antara 49.8 – 55.5 , nilai a berkisar
antara (-)15.7 – (-)12.8 dan nilai b berkisar antara 23.5 – 26.7. Pada 10 hari
penyimpanan, nilai L meningkat namun setelah 20 hari penyimpanan nilai L
cenderung menurun baik pada penyimpanan suhu kamar maupun suhu 150C. Nilai L
menunjukkan kecerahan warna buah jeruk. Demikian pula nilai b meningkat pada 10
hari penyimpanan kemudian menurun di 20 hari penyimpanan. Peningkatan nilai b
menunjukkan warna jeruk semakin kuning kemudian mengalami pengurangan menjadi
kusam. Sedangkan nilai a cenderung berkurang baik pada 10 hari penyimpanan
maupun di 20 hari penyimpanan pada penyimpanan suhu kamar sedang pada
penyimpanan suhu 150C nilai a tidak mengalami perubahan yang significant yang
menunjukkan warna buah jeruk dapat dipertahankan pada suhu 150C. Perubahan nilai
variable L a b warna buah jeruk selama penyimpanan pada suhu kamar dan suhu 150C
dapat dilihat pada gambar 7.
Berdasarkan analisa sidik ragam pada penyimpanan suhu kamar perlakuan
kelompok tipologi dan lama penyimpanan menunjukkan tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai L, a dan b.
Sedangkan analisa sidik ragam pada penyimpanan suhu 150C perlakuan
kelompok tipologi lahan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai L warna buah jeruk,
330
namun berpengaruh nyata terhadap nilai a dan nilai b buah jeruk. Perlakuan lama
penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai L, a dan b warna buah jeruk.
Hasil uji lanjut Duncan nilai L pada lama penyimpanan 10 hari berbeda nyata
dengan lama penyimpanan 20,30 dan 40 hari. Perubahan nilai L dengan terjadinya
penurunan dari penyimpanan 10 hari ke penyimpanan 20 hari. Hal ini menunjukkan
berkurangnya kecerahan warna buah jeruk, kemungkinan disebabkan karena
pengaruh proses penuaan ( senescense ) yang terjadi pada buah jeruk.
Hasil uji lanjut Duncan nilai b warna buah jeruk dari tipologi lebak berbeda
nyata dengan ketiga tipologi lain sedangkan uji lanjut Duncan pada lama penyimpanan
40 hari berbeda nyata dengan 10,20 dan 30 hari. Nilai b warna buah jeruk cenderung
meningkat sampai penyimpanan 40 hari. Ini menunjukkan warna buah jeruk pada suhu
penyimpanan 150C semakin mengarah kekuningan dan pada penyimpanan 150C
kesegaran warna buah jeruk bertahan sampai penyimpanan 40 hari.
Hasil uji lanjut Duncan nilai a warna buah jeruk dari tipologi lahan pasang surut
tipe C berbeda nyata dengan jeruk dari tipologi lahan lebak. Perbedaan ini dikarenakan
perbedaan umur panen yang berbeda pada tipologi pasang surut tipe C yang lebih
cepat dipanen dibandingkan tipologi lahan lebak.
(a) (b)
. . . . . .
331
( c ) (d)
Gambar.7. Warna buah jeruk pada (a) tipologi pasang surut A, (b) tipologi pasang surut B, (c) tipologi pasang surut C,(d) tipologi lahan lebak
Berdasarkan penampakan visual warna buah jeruk yang disimpan pada suhu
kamar terlihat semakin kearah menguning sampai penyimpanan 20 hari sedangkan
buah jeruk yang disimpan pada suhu 150C terlihat masih dapat dipertahankan
kesegaran warna buah jeruk sampai lama penyimpanan 40 hari. Hal ini dikarenakan
suhu rendah menyebabkan proses degradasi khlorofil selama penyimpanan berjalan
lebih lambat. Menurut Kader (1992) mengemukakan bahwa suhu suhu penyimpanan
adalah faktor utama yang mempengaruhi terjadinya degradasi khlorofil.
Uji Organoleptik
Selama penyimpanan di suhu kamar dan suhu 15 0C buah jeruk siam dilakukan
uji organoleptik untuk mengetahui perubahan tingkat kesukaan panelis pada buah
jeruk siam.
Warna kulit
Selama penyimpanan, pada penyimpanan hari ke 10 perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata ( p≤0.05) terhadap warna kulit jeruk, dengan
penilaian skor tertinggi pada buah jeruk tipologi lahan lebak yang disimpan pada suhu
150C yang mana panelis lebih banyak menyukai warna kulit jeruk dari warna kuning
Suhu 15 0C (20 HSP)
Suhu Kamar (20 HSP)
0 HSP
. . . . . .
332
kehijauan sampai sangat kuning. Pada penyimpanan hari ke 20, perlakuan suhu
penyimpanan dan hari penyimpanan tidak berpengaruh nyata ( p≥0.05) terhadap
warna kulit jeruk, dengan penilaian skor tertinggi pada buah jeruk tipologi pasang surut
tipe A yang mana panelis lebih banyak menyukai warna kulit jeruk dari warna kuning
kehijauan sampai sangat kuning . Selama penyimpanan hari ke-30 pada penyimpanan
suhu kamar, panelis sudah tidak dapat menerima warna kulit buah jeruk, sedangkan
untuk penyimpanan suhu 150C pada hari ke 30 penyimpanan panelis menyukai buah
jeruk dari tipologi lahan lebak dan di hari ke 40 penyimpanan panelis menyukai buah
jeruk dari tipologi lahan pasang surut tipe A . Perubahan kimiawi dan fisiologis buah
jeruk sangat erat kaitannya terhadap perubahan warna jeruk. Semakin matang buah
jeruk warna kulitnya akan semakin menguning.
Aroma
Daya tarik buah jeruk dapat dipengaruhi oleh tingkat kesukaan terhadap aroma
buah jeruk itu sendiri. Buah jeruk yang memiliki aroma jeruk yang tercium aroma wangi
buah jeruk akan lebih disukai konsumen Berdasarkan hasil penelitian tahap
karakterisasi buah jeruk di keempat lahan dengan pembagian kelas super, kelas A dan
kelas B,dengan analisa sidik ragam Kruskal Wallis diketahui bahwa pembagian kelas
Super, kelas A dan kelas B pada keempat tipologi lahan berpengaruh nyata ( p≤0.05)
terhadap uji organoleptik aroma buah jeruk.
Selama penyimpanan, pada penyimpanan hari ke 10 perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh tidak nyata ( p≥0.05) terhadap aroma buah jeruk, dengan
penilaian skor terendah pada buah jeruk tipologi lahan lebak yang disimpan pada suhu
150C yang mana panelis lebih banyak memilih kriteria pada tingkat sangat suka sampai
cukup suka . Pada penyimpanan hari ke 20, perlakuan suhu penyimpanan dan hari
penyimpanan tidak berpengaruh nyata ( p≥0.05) terhadap aroma bauh jeruk, dengan
penilaian skor terendah pada buah jeruk tipologi pasang surut tipe B yang disimpan di
suhu kamar. Selama penyimpanan hari ke-30 pada penyimpanan suhu kamar, buah
jeruk sudah tidak dilakukan organoleptik karena kondisi buah yang sudah tidak layak
konsumsi, sedangkan untuk penyimpanan suhu 150C panelis pada hari ke 30 dan 40
hari panelis menyukai aroma buah jeruk dari tipelogi pasang surut tipe A.
Tingkat Kemanisan/Keasaman
Selama penyimpanan, pada penyimpanan hari ke 10 perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata ( p≤0.05) terhadap warna kulit jeruk, dengan
penilaian skor yang banyak diminati pada buah jeruk tipologi lahan pasang surut tipe A
333
yang disimpan pada suhu 150C yang mana panelis lebih banyak menyukai kriteria
manis dan sangat manis. Pada penyimpanan hari ke 20, perlakuan suhu penyimpanan
dan hari penyimpanan tidak berpengaruh nyata ( p≥0.05) terhadap tingkat
kemanisan/keasaman buah jeruk, dengan penilaian skor yang banyak menyukai
kriteria manis dan sangat manis pada buah jeruk tipologi pasang surut tipe C. Selama
penyimpanan hari ke-30 pada penyimpanan suhu kamar, panelis sudah tidak
melakukan organoleptik karena buah jeruk yang sudah tidak layak konsumsi,
sedangkan untuk penyimpanan suhu 150C panelis pada hari ke 30 dan 40 hari panelis
menyukai tingkat kemanisan buah jeruk dari tipelogi pasang surut tipe A.
Rasa
Berdasarkan hasil penelitian tahap karakterisasi buah jeruk di keempat lahan
dengan pembagian kelas super, kelas A dan kelas B,dengan analisa sidik ragam
Kruskal Wallis diketahui bahwa pembagian kelas Super, kelas A dan kelas B pada
keempat tipologi lahan berpengaruh nyata ( p≤0.05) terhadap uji organoleptik tingkat
kesukaan terhadap rasa buah jeruk.
Penilaian panelis untuk tingkat kesukaan rasa buah jeruk skor yang paling
banyak disukai panelis adalah buah jeruk pada tipologi lahan pasang surut tipe A kelas
super dengan kriteria sangat suka dan suka, dan buah jeruk yang kurang diminati
panelis adalah buah jeruk pada tipologi pasang surut tipe C kelas B .
Selama penyimpanan, pada penyimpanan hari ke 10 perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata ( p≤0.05) terhadap tingkat kesukaan terhadap rasa
buah jeruk, dengan penilaian skor yang banyak diminati pada buah jeruk tipologi lahan
pasang surut tipe A yang disimpan pada suhu 150C. Pada penyimpanan hari ke 20,
perlakuan suhu penyimpanan dan hari penyimpanan berpengaruh nyata (p≤0.05)
terhadap tingkat kesukaan rasa buah jeruk, dengan penilaian yang banyak disukai rasa
buah jeruk pada buah jeruk tipologi pasang surut tipe C. Pada penyimpanan suhu 150C
pada penyimpanan hari ke 30 dan 40 hari panelis tetap menyukai buah jeruk dari
tipologi pasang surut tipe A
KESIMPULAN
1. Suhu penyimpanan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap
kekerasan buah jeruk di tipologi pasang surut tipe B, tipe C dan lebak.
334
2. Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap vitamin C di keempat tipologi
lahan.
3. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar TPT buah jeruk dari
tipologi pasang surut tipe A.
4. Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai L warna buah jeruk pada
tipologi pasang surut tipe A, tipe B dan lahan lebak sedangkan suhu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap nilai b warna buah jeruk pada tipologi pasang surut
tipe A, B dan C
5. Suhu penyimpanan pada suhu 150C menghambat laju respirasi buah jeruk,
mempertahankan kekerasan buah, nilai TPT buah dan warna buah.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, 2006.
Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Monograf. Balittra. Banjarbaru.
Biale, J.B, 1961. Postharvest Physiology and Chemistry. In W.B. Sinclair (ed.) The
Orange :Its Biochemistry and Physiology. University of California, Division of
Agricultural Science.
Biale, J. B. dan R. E. Young, 1981. Respiration and Ripening in Fruit, Restrospect and
Prospect. Di dalam Friend, J. and M. J. C. Rhodes (eds.). Recent Advance in
the Biochemistry of Fruit and Vegetable. Academic Press, London, New York.
Budiastra, W. dan Purwadaria, H. K., 1993. Penanganan Pascapanen Sayuran dan
Buah-buahan dalam Rumah Pengemasan. Makalah Pelatihan Pascapanen
Sayuran dan Buah-buahan. Bogor, 10-15 Mei 1993.
Canwell M, 2001. Properties and Recommended Conditions For Long Term Storage of
Fresh Fruits and Vegetables. Http
://postharvest.ucdavis.edu/Produce/Storage/Properties-english.pdf.