Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR
DAN APLIKASINYA DALAM KATEKESE
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Siswiyanti NIM : 041124027
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Dengan penuh syukur dan cinta skripsi ini kupersembahkan kepada
Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus, Bapak/Ibu yang merelakanku memilih hidup bakti serta saudari-saudariku sekomunitas yang setia
mendukung dan mendoakanku.
v
MOTTO
Menurut pendapatku (Elisbeth Gruyters Pendiri Kongregasi Carolus Borromeus)........memikul penderitaan itu dengan diam, dan menyerahkan semuanya di tangan Tuhan Yang Mahabaik, berdoa untuk minta kesabaran, sering memandang salib, maka semuanya akan beres, dan tak ada kebutuhan apa-apa lagi......Apa lagi yang hendak dikatakan? Semuanya sudah jelas.
EG. Art. 156
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan
dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 Desember 2008
Penulis,
Siswiyanti
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Nama : Siswiyanti NIM : 041124027 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA DALAM KATEKESE. Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 23 Desember 2008 Yang menyatakan
Siswiyanti
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA DALAM KATEKESE”. Pemilihan judul skripsi ini, dilatarbelakangi oleh pengalaman dan keprihatinan penulis melihat kenyataan bahwa banyak orang benar menderita bukan karena kesalahannya sendiri, tetapi juga karena faktor-faktor lain. Banyak orang menderita bukan karena kesalahannya sendiri namun belum mampu memaknainya sehingga penderitaan yang dialami dipandang sebagai hukuman dan kemarahan Tuhan. Bertitik tolak dari pengalaman dan keprihatinan tersebut, penulis ingin membantu mereka untuk mampu melihat penderitaan dengan kacamata iman sehingga mampu memaknai penderitaan sebagai sarana untuk semakin pasrah dan dekat dengan Tuhan. Seperti yang dialami oleh pemazmur di dalam Mazmur 13.
Persoalan pokok yang diangkat dalam skripsi ini adalah bahwa penderitaan merupakan realitas hidup manusia. Penderitaan tidak dapat diungkap dan dimengerti sepenuhnya oleh manusia terlebih kalau penderitaan itu menimpa orang-orang yang tidak bersalah. Pembahasan permasalahan ini dikaji melalui pengalaman konkrit karyawan Panti Asuhan dan studi pustaka. Melalui kajian tersebut maka diperoleh makna penderitaan yang direfleksikan sehingga gagasan–gagasan yang diperoleh dapat digunakan sebagai sumbangan katekese. Menanggapi permasalahan tersebut di atas, penulis menawarkan sebuah model pembinaan iman sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk membantu orang menderita misalnya para karyawan untuk menemukan makna di balik penderitaan. Model yang dimaksud adalah rekoleksi dengan model Shared Christian Praxis (SCP). Penulis berharap melalui rekoleksi ini para karyawan terbantu menemukan cara bagaimana memaknai penderitaan sebagai orang benar. Dengan demikian setiap orang benar yang mengalami penderitaan mampu memaknai penderitaan tersebut dengan terang iman.
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is “THE EFFORT TO FIND AN INSPIRATION IN PSALM 13 TO ELUCIDATE FAITHFULL PEOPLE’S SUFFERING AND ITS APPLICATION IN CATECHESES”. The title chosen was based on the writer’s experience and concern of the reality that many faithful people suffered not only because of their fault, but also because of another cause. They felt that their suffering is God’s punishment and anger. Based on these experience and concern, the writer wanted to help them to see their suffering with their faith so they are capable of elucidating their suffering as a way to submit their faith to God as the experience of psalmer of psalm 13. The main problem in this thesis is suffering is the reality of human’s life. For common people suffering is difficult to understand, moreover if suffering falls on faithful people. The problem is discussed by constrasting real experiences in running the orphanage. By means of that discussion, we can find the reflection of the suffered so the values from it can be applied in catecheses. To solve the problem above, the writer offers a model of catecheses as one of the efforts to help the suffered to find the meaning behind their suffering. The model is recolection with Shared Christian Praxis (SCP) model. The writer hopes that with this recolection many employee can find out the values of suffering. So the faithful people who are suffering can elucidate it in the light of faith.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Dia karena kasih dan kesetiaanNya
mendampingi dan menemani penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK
MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA
MELALUI KATEKESE.
Skripsi ini diilhami oleh keterlibatan penulis sendiri dalam karya
pendampingan karyawan di Panti Asuhan Ganjuran khususnya dalam kegiatan
pendampingan iman. Banyak pengalaman mewarnai perjalanan penulis dalam
menulis skripsi ini suka, duka bahkan bingung. Kendati demikian dukungan dan
rahmat Tuhan cukup bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para
pendamping anak-anak Panti Asuhan dalam memaknai penderitaan oarang benar.
Model Shared Christian Praxis memberikan sumbangan pemikiran bagi mereka
untuk lebih menyadari keberadaan peserta katekese sebagai subyek. Selain itu, skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pendidikan
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak secara
langsung maupun tidak langsung. Atas kerja sama yang baik penulis menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang ikut ambil bagian dan berperan serta dalam
xi
proses penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis dengan tulus hati
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung., S.J., M.Ed. selaku dosen pembimbing
utama dan dosen penguji satu yang telah memberikan perhatian, meluangkan
waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan saran,
kritikan, input, dan semangat sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam
menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. F.X. Dapiyanta, SFK. M. Pd selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
penguji dua yang telah membantu penulis dalam proses pendampingan selama
penulis kuliah.
3. P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M.Si., selaku dosen penguji ketiga yang telah dengan
rela sebagai penguji dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
4. Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus yang telah
memberi kesempatan kepada penulis untuk Studi di IPPAK Universitas Sanata
Dharma.
5. Suster Avriana, CB. selaku pimpinan komunitas dan para suster komunitas
Samirono yang telah memberi perhatian, doa dan dukungan selama penulis
menulis skripsi ini.
6. Segenap teman dan sahabat khususnya angkatan 2004 yang ikut berperan
dalam menempa pribadi penulis untuk terus memurnikan motivasi menjadi
pewarta yang handal dan gembira di jaman yang penuh tantangan ini.
xii
7. Kepada para karyawan perpustakaan IPPAK, Kolsani, Kentungan, dan SCJ, yang
telah dengan rela mencarikan dan memimjamkan buku-buku yang diperlukan oleh
penulis dalam penulisan skripsi ini.
8. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis
selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
9. Segenap Staf Sekretariat dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi
dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan
tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa
saja yang berkehendak baik untuk memperkembangkan iman.
Yogyakarta, 23 Desember 2008
Penulis, Siswiyanti
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................
MOTTO................................................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...............................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................................
ABSTRAK............................................................................................................
ABSTRACT............................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................
C. Tujuan Penulisan....................................................................................
D. Manfaat Penulisan..................................................................................
E. Metode Penulisan...................................................................................
F. Sistematika Penulisan............................................................................
BAB II. BELAJAR MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR
BERDASARKAN MAZMUR 13...........................................................
A. Gambaran Umum Tentang Kitab Mazmur...........................................
1. Pengertian Mazmur........................................................................
2. Sejarah Terjadinya Kitab Mazmur.................................................
3. Jenis-jenis Mazmur........................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xiii
xvii
1
1
6
7
7
8
8
10
10
11
13
14
xiv
a. Mazmur Orientasi (Mazmur Pujian).......................................
b. Mazmur Disorientasi...............................................................
c. Mazmur Orientasi Baru...........................................................
B. Tentang Mazmur 13...........................................................................
1. Keterangan Mazmur 13..................................................................
2. Mazmur 13 Sebagai Mazmur Disorientasi personal.......................
3. Struktur...........................................................................................
4. Tafsir...............................................................................................
5. Isi Pokok Mazmur 13 ...............................................................
C. Makna Penderitaan Orang Benar Berdasarkan Mazmur 13.................
BAB III. GAMBARAN PENDERITAAN ORANG BENAR ZAMAN SEKARANG........................................................................................
A. Penderitaan Merupakan Bagian Dari Realitas Hidup Manusia............
B. Penderitaan Secara Umum...................................................................
C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Manusia Menderita.......................
1. Penderitaan yang disebabkan oleh faktor alam............................
2. Penderitaan yang disebabkan oleh orang lain...............................
3. Penderitaan yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri...............
4. Penderitaan demi orang lain...........................................................
5. Penderitaan karena tugas perutusan................................................
D. Orang Benar Menderita.......................................................................
1. Pergulatan orang benar dalam menghadapi penderitaan................
2. Godaan untuk Mengindar...............................................................
E. Makna Penderitaan Orang Benar Zaman Sekarang..............................
1. Penderitaan karena tugas perutusan................................................
2. Penderitaan demi orang lain............................................................
3. Makna Penderitaan Bagi Orang Kristiani.......................................
14
16
20
21
22
23
24
25
28
29
31
32
33
35
35
37
37
38
41
44 44
45
46
46
47
49
xv
F . Manusia Senantiasa Bersyukur..............................................................
BAB IV. SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI SALAH SATU MODEL
KATEKESE UNTUK MEMBANTU UMAT DALAM MEMAKNAI
PENDERITAAN...................................................................................
A. Shared Christian Praxis Sebagai Model Katekese...............................
1. Katekese Model Shared Christian Praxis........................................
2. Lima Langkah Dalam Shared Christian Praxis...............................
a. Langkah Pertama : Pengungkapan Pengalaman Faktual................
b. Langkah Kedua : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta..........
c. Langkah Ketiga : Menggali Pengalaman Iman Kristiani............
d.Langkah Keempat: Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi
Konkrit Peserta..............................................
e. Langkah Kelima : Mengusahakan Aksi Konkrit.........................
B. Katekese Model Shared Christian Praxis Membantu Umat untuk
Memaknai Penderitaan Orang Benar...................................................
C. Rekoleksi Dengan Model SCP sebagai Salah Satu Bentuk Kegiatan
Untuk Menemukan Cara Memaknai Penderitaan Orang Benar.......
1. Alasan pemilihan dasar rekoleksi katekese model SCP............
2. Tujuan rekoleksi model SCP............................................
3. Materi pokok rekoleksi.................................................................
D. Contoh Persiapan Rekoleksi Dengan Model SCP Bagi karyawan Panti
Asuhan.................................................................
1. Identitas Pertemuan...........................................................................
2. Susunan acara rekoleksi..................................................................
3. Pemikiran dasar................................................................................
4. Pengembangan langkah-langkah.....................................................
52
53
53
53
57
57
58
59
60
61
62
63
63
64
65
66
66
68
69
71
xvi
BAB V. PENUTUP...............................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................................
Lampiran 1: Daftar lagu................................................................................
Lampiran 2: Sinopsis.....................................................................................
Lampiran 3: Pertanyaan Pendalaman............................................................
Lampiran 4: Evaluasi Kegiatan Rekoleksi....................................................
86
86
89
91
93
(1) (2) (3) (4)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada
Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik
Indonesia dalam rangka PELITA). Ende: Arnoldus, 1978/1979, hal. 8.
B. Singkatan - singkatan lain
Art : Artikel
CB : Carolus Borromeus
Flp : Filipi
IDT : Impres Desa Tertinggal
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
KE : Kidung Ekaristi
Kej : Kitab Kejadian
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
LBI : Lembaga Biblika Indonesia
Lih : Lihat
Mat : Injil Matius
Mrk : Injil Markus
Mzm : Mazmur
xviii
PAK : Pendidikan Agama Katolik
Prodi : Program Studi
PRT : Pembantu Rumah Tangga
Rom : Roma
SCP : Shared Christian Praxis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penderitaan merupakan kenyataan yang tidak terelakkan bagi setiap orang.
Penderitaan dapat dialami oleh siapapun juga: yang baik ataupun yang jahat, yang
suci ataupun yang berdosa, yang pintar ataupun yang bodoh, yang muda ataupun
yang tua, dan juga yang kaya ataupun yang miskin. Sebab-sebab penderitaan
dapat bermacam-macam. Penderitaan dapat disebabkan oleh faktor alam: tsunami,
tanah longsor, kebakaran hutan, lumpur Lapindo dan gempa bumi. Penderitaan
juga dapat disebabkan oleh kesalahan manusia sendiri misalnya, pergaulan bebas
dan narkoba.
Manusia ditantang untuk menerima secara bertanggungjawab kesusahan,
kemalangan, kesedihan, kedukaan, kehancuran serta kegagalan baik yang bersifat
sementara ataupun berkepanjangan. Di sisi lain penderitaan merupakan realita
hidup yang dialami manusia sejak dalam kandungan ibu sampai pada akhir
kehidupannya. Oleh karena itu penderitaan juga tidak hanya dialami oleh orang-
orang jahat saja, tetapi juga menimpa orang benar. Penderitaan yang dialami oleh
setiap orang, sering dihubungkan dengan keterbatasan manusia sebagai ciptaan.
Seringkali dikatakan bahwa manusia merasa dirinya yang paling
menderita dibandingkan dengan sesamanya, sehingga seringkali pula banyak
manusia tidak mampu lagi untuk merasakan rahmat dan kasih Allah dalam
hidupnya, karena manusia itu sibuk dan hanya berkutat dengan dirinya saja.
2
Di sisi lain ada banyak manusia yang berpandangan bahwa apabila hidupnya baik
dan saleh, maka ia akan terbebas atau dijauhkan dari penderitaan. Sebaliknya jika
manusia berbuat dosa maka manusia itu akan mengalami penderitaan dalam
hidupnya sebagai kutukan.
Namun demikian pada hakekatnya, manusia diciptakan untuk
mengusahakan kebahagiaan. Oleh karena itu, manusia berusaha dengan berbagai
cara untuk tetap bahagia. Apabila terjadi suatu penderitaan, atau penyakit,
manusia akan berusaha untuk menghindar dan menyembuhkanya. Kemajuan
tehnologi dalam bidang kedokteran juga merupakan salah satu upaya untuk
menghilangkan penderitaan yang ada dalam diri manusia.
Berhadapan dengan penderitaan, muncul aneka macam pertanyaan dalam
diri manusia terhadap arti dan makna penderitaan bagi manusia. Sebagai orang
beriman, pertanyaan mengenai penderitaan tentu tidak berhenti pada satu sisi
gelap saja, akan tetapi hal tersebut dapat menghantar kita untuk semakin percaya
akan campur tangan Tuhan bagi manusia.
Bagi banyak orang penderitaan merupakan sesuatu yang menyakitkan,
mengganggu, dan menggelisahkan, baik itu penderitaan yang berupa jasmani,
maupun rohani, fisik maupun batin. Meskipun penderitaan (suffering) sulit untuk
didefinisikan secara gamblang, namun dapat dikatakan bahwa penderitaan terjadi
ketika manusia berada di bawah tekanan dan tidak terpenuhinya harapan atau cita-
cita kehidupan (Kleden, 2006:18-19).
Menurut pandangan umum, orang benar seharusnya hidup bahagia,
sejahtera, keluarganya harmonis, anak-anaknya sehat dan usahanya sukses.
3
Seringkali terjadi bahwa orang benar yang hidupnya saleh, bahagia, sejahtera,
imannya mendalam, dapat hidup baik dalam masyarakat, dan juga bertanggung
jawab, justru mengalami penderitaan yang tak pernah kunjung henti; anaknya
hidup menderita amputasi kaki karena kecelakaan, istrinya tiba-tiba stroke, dan ia
sendiri juga sakit-sakitan. Berhadapan dengan kenyataan ini manusia mengajukan
pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana memaknai pengalaman tersebut? Apakah
hal ini merupakan kutukan? Apakah kenyataan tersebut merupakan ketidakadilan
Allah yang ditimpakan kepada manusia, supaya manusia percaya?
Tantangan inilah yang membuat penulis tertarik untuk mendalami lebih
lanjut, apakah penderitaan orang benar ini memiliki arti atau makna, khususnya
dalam perjuangan hidup setiap hari. Penulis meyakini bahwa penderitaan orang
benar itu sungguh-sungguh ada maknanya, baik untuk dirinya sendiri maupun
untuk orang-orang yang ikut terlibat dalam hidup orang benar yang mengalami
penderitaan.
Dalam skripsi ini penulis ingin memaparkan tentang makna penderitaan
orang benar. Penulis berharap dapat mengajukan gagasan yang bermanfaat dan
bermakna bagi umat Kristiani. Untuk membantu umat Kristiani memaknai
penderitaan yang dialami, penulis memilih katekese sebagai jalan untuk
membantu umat memaknai penderitaan yang mereka alami.
Penderitaan bisa membuat manusia bingung, kehilangan arah, merasa
sendirian, putus asa, terpisah dan tersingkir dari orang lain. Akan tetapi, dalam
keadaan sakit, manusia dibuat semakin pasrah, tetapi juga bisa kehilangan harapan
(Waskito,1994: 44). Mazmur 13 dipandang cocok dan inspiratif untuk membantu
4
umat beriman agar mampu memaknai penderitaannya. Berdasarkan inspirasi
Mazmur 13 tersebut, penderitaan yang terjadi dipahami bukan semata-mata
karena hukuman dari Tuhan, tetapi penderitaan itu dipandang sebagai sarana
untuk mendewasakan iman manusia yang mau terbuka dan merefleksikanya.
Berhadapan dengan situasi penderitaan, kemalangan dan rasa sakit,
muncul aneka macam pertanyaan dalam diri manusia mengenai arti dan makna
penderitaan dalam kehidupan manusia. Mengapa manusia mengalami
penderitaan? Apa arti penderitaan bagi manusia? Pergumulan manusia dengan
penderitaan menghantar manusia pada pertanyaan yang menggelisahkan mengenai
keberadaan dan peranan Allah dalam kehidupan manusia yang mengalami
penderitaan. Dimanakah Allah yang maha baik itu ketika penderitaan dan
kesengsaraan menimpa manusia? Apakah penderitaan merupakan hukuman dari
Allah karena dosa-dosa manusia? Di kalangan umat Kristiani, situasi penderitaan
sering disebut atau dikenal dengan istilah salib. Bagaimana pandangan umat
Kristiani terkait dengan penderitaan yang dialami manusia ini?
Dalam kotbahnya Paus Yohanes Paulus II, menyebutkan “Salvifici
Doloris” (Penderitaan yang Menyelamatkan) tidak dimaksudkan sebagai uraian
teologis, melainkan sebagai suatu tanggapan iman terhadap penderitaan yang
dialami dalam dunia ini, khususnya dalam terang Kitab Suci. Paus Yohanes
Paulus menyebut Salvifici Doloris sebagai renungan mengenai penderitaan. Di sisi
lain mau diperlihatkan arti keselamatan dari penderitaan tersebut, pertama-tama
bercermin pada keselamatan Kristus. Paus Yohanes Paulus II mengusulkan
5
pokok-pokok pikiran Kristiani guna memaknai penderitaan, agar manusia tidak
kehilangan harapan.
Dalam pandangan Kitab Suci Perjanjian Lama, segala sakit dan
penderitaan dipahami dalam konteks keyakinan akan Allah pencipta yang maha
baik dan maha adil. Oleh karena itu, segala pengalaman negatif yang berupa
keadaan sakit, tertindas, permusuhan bukan berasal dari Allah. akan tetapi
keadaan tersebut dihubungkan dengan kesalahan atau ketidaksetiaan manusia itu
sendiri. Penyakit dan penderitaan dimaknai sebagai konsekwensi dosa dan
ketidaksetiaan manusia terhadap Allahnya.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus mewartakan kabar baik pada semua orang
bahwa tidak semua penderitaan yang dialami manusia disebabkan oleh kesalahan
atau dosa manusia itu sendiri. Akan tetapi banyak faktor penyebabnya. Yesus
dalam karyaNya melayani dan mencintai orang kecil, terutama mereka yang tidak
berdaya karena sakit dan penyakit. Yesus ingin menyampaikan kuasa Allah yang
mampu menyelamatkan manusia.
(Mrk 8: 2). Dalam skripsi ini, penulis mencoba menulis dan menguraikan tentang
makna penderitaan orang benar yang menderita bukan karena kesalahannya
sendiri, akan tetpi oleh musuh dan lawannya berdasarkan inspirasi Mazmur 13.
Penulis memandang bahwa Mazmur 13 ini merupakan salah satu contoh Mazmur
yang cocok untuk memaknai penderitaan orang benar. Dalam Mazmur 13,
digambarkan secara singkat bagaimana situasi pemazmur yang mengalami
peenderitaan, marah, kecewa, dan bahkan protes terhadap Tuhan atas penderitaan
yang dialaminya. Namun dalam proses pergulatannya pemazmur sampai pada
6
pengalaman iman dan harapan bahwa Allah tetap setia menyertai dan
mencintainya.
Dari uraian di atas, penulis mencoba menggali makna dari setiap
penderitaan yang terinspirasikan dari mazmur 13 khususnya penderitaan yang
dialami oleh orang benar. Pengalaman yang dialami oleh pemazmur di atas, dapat
menjadi inspirasi bagi para karyawan Panti Asuhan yang menanggani anak-anak
balita yang berada di Panti Asuhan akibat pergaulan bebas. Anak-anak ini
mengalami penolakan sejak dalam kandungan ibunya. Pengalaman penderitaan
yang dialami anak-anak yang tidak bersalah ini lebih pada penderitaan secara
psikis.
Oleh karena itu, penulis mengusulkan sebuah model katekese bagi staf
Panti Asuhan yang sesuai dan relevan untuk zaman sekarang. Model katekese
yang relevan, maksudnya adalah model yang cocok, mengena dan aktual
khususnya agar dapat membantu menemukan cara dalam memaknai penderitaan.
Inspirasi yang diperoleh harapannya memberi kekuatan, peneguhan dan
pencerahan, sehingga memberi daya bagi para karyawan dalam pelayanan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis terdorong untuk menulis
skripsi ini dengan judul USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13
UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA
DALAM KATEKESE.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis merumuskan tiga
permasalahan pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun permasalahan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara pemazmur di dalam mazmur 13 memaknai penderitaannya
sebagai orang benar?
2. Bagaimana umat kristiani zaman sekarang dapat memaknai penderitaan yang
bukan kesalahannya sendiri berinspirasikan Mazmur 13?
3. Bagaimana katekese dapat membantu umat kristiani untuk memaknai
penderitaan mereka?
C. Tujuan Penulisan
1. Memberikan sumbangan pemikiran tentang pemaknaan penderitaan orang
benar berdasarkan inspirasi Mazmur 13.
2. Dapat membantu orang-orang zaman sekarang memaknai penderitaan yang
bukan kesalahannya sendiri berdasarkan inspirasi Mazmur 13.
3. Menemukan cara bagaimana katekese dapat membantu umat Kristiani untuk
memaknai penderitaan yang bukan kesalahanya sendiri.
4. Memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu
Pendidikan Kehkususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
8
D. Manfaat Penulisan
1. Memberi sumbangan bagi pengembangan katekese umat tentang pemaknaan
penderitaan orang benar berdasarkan inspirasi Mazmur 13
2. Membantu meningkatkan pelayanan kerasulan umat yang dijiwai oleh
semangat seorang murid yang rela memikul salib dalam kehidupan sehari-hari
dengan gembira karena percaya akan Kasih Allah yang menyertainya.
3. Penulis dapat memperoleh, pengetahuan dan wawasan yang luas.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskripsi,
analisis dan interpretasi baik melalui studi kepustakaan maupun melalui
pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman penulis sendiri.
Cara penulis mendeskripsikan dibantu oleh pustaka, khususnya tentang
Mazmur 13 bagaimana situasi pemazmur mengalami penderitaan. Pemahaman
terhadap realitas penderitaan orang benar tersebut, dimengerti melalui metode
analisis. Pemahaman yang mendalam dari realitas penderitaan orang benar
tersebut dimaknai melalui metode interpretasi.
F. Sistematika Penulisan
Judul skripsi ini adalah USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13
UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA
DALAM KATEKESE. Dengan judul tersebut, penulis bermaksud untuk
memaparkan pemaknaan penderitaan orang benar dan aplikasinya dalam katekese
9
model Shared Christian Praxis. Untuk mencapai maksud tersebut, penulis
membaginya dalam lima bab. Masing-masing bab akan penulis uraikan dalam
beberapa sub-sub judul.
Di dalam Bab I, penulis menguraikan pendahuluan. Dalam pendahuluan
penulis menguraikan beberapa hal pokok yang meliputi: latar belakang, rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II menguraikan sekilas tentang orang benar dalam memaknai
penderitaan yang berdasar pada Mazmur 13. Di dalam bab II ini, penulis akan
menguraikan ke dalam empat bagian. Bagian pertama membahas tentang Kitab
Mazmur dan sejarahnya. Bagian kedua membahas tentang jenis-jenis Mazmur
yakni Mazmur orientasi, Mazmur Disorientasi dan Mazmur Orientasi baru.
Bagian ketiga membahas tentang Mazmur 13, Konteks Mazmur, Struktur, dan
tafsir dan bagian keempat membahas tentang pesan pokok Mazmur 13.
Bab III menjelaskan gambaran penderitaan orang benar zaman sekarang.
Dalam pembahasannya penulis memaparkan dalam empat bagian. Pertama
menguraikan penderitaan merupakan bagiana dari realitas hidup manusia. Bagian
kedua menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan manusia menderita. Ketiga
menguraikan pemahaman penderitaan orang benar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bagian keempat penulis menggarisbawahi penderitaan Yesus sebagai
inspirasi untuk memaknai penderitaan jaman sekarang.
Di dalam Bab IV ini, penulis mencoba menggunakan katekese model
SCP (Shared Christian Praxis) untuk membantu karyawan Panti Asuhan dalam
10
memaknai penderitaan orang benar. Maka penulis menguraikannya dalam tiga hal
pokok; pertama SCP sebagai model katekese. Kedua bagaimana katekese dapat
membantu umat untuk memaknai penderitaannya. Ketiga menawarkan katekese
model SCP dalam bentuk rekoleksi sehari yang akan membahas mengenai
bagaimana memaknai penderitaan orang benar.
Di dalam Bab V ini, penulis akan menguraikan dua hal pokok yakni
kesimpulan dan saran.
11
BAB II
BELAJAR MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR
BERDASARKAN MAZMUR 13
Pada Bab II ini penulis akan memaparkan isi Kitab Mazmur, mulai dari
sejarah terbentuknya Kitab Mazmur, pengertian Mazmur, sampai dengan jenis-
jenis Mazmur. Setelah itu akan dibahas juga secara lebih rinci tentang jenis
Mazmur disorientasi, strukturnya dan tafsirnya. Penulis berharap dapat menarik
kesimpulan setelah memahami, mengolah dan mendalami apa isi yang terkandung
di dalam Mazmur 13. Bab ini bertujuan membantu kita untuk menemukan
inspirasi, agar dapat memaknai penderitaan orang benar.
Makna penderitaan orang benar dalam Mazmur 13, akan dibahas dalam
tiga hal pokok: pertama, bahwa penderitaan bukan semata-mata kesalahannya
sendiri. Kedua, penderitaan bukan karena akibat dosa. Ketiga, dalam
penderitaanya manusia semakin percaya dan pasrah pada kehendak Allah.
A. Gambaran Umum Tentang Kitab Mazmur
Kitab Mazmur adalah Kitab yang mengungkapkan pengalaman relasi yang
mendalam dan penuh makna antara Allah dan manusia. Pengalaman pergulatan
hidup, yang dipahami dengan terang iman, diungkapkan oleh manusia kepada
Tuhan dengan bahasa dan cara yang spontan, berani, terus terang, penuh
kepercayaan, dan pada umumya dalam bentuk puisi dan doa ( Heryatno, 2003: 1).
Para pemazmur mengimani Allah sebagai satu-satunya alamat untuk
12
menumpahkan seluruh pengalaman hidupnya, bagaimanapun keadaannya Allah
diyakini sebagai sumber dan acuan hidup yang memiliki dan menjadi satu-satunya
sumber pengharapan yang berkuasa mengatasi segala permasalahan hidup yang
pemazmur hadapi.
1. Pengertian Mazmur
Mazmur dapat disebut sebagai jawaban manusia atas sabda atau tindakan
Allah, baik itu merupakan jawaban perorangan maupun jawaban umat secara
keseluruhan. Jawaban manusia itu ditemukan bukan hanya dalam kitab Mazmur,
tetapi dalam seluruh Alkitab, dari kitab yang pertama sampai yang terakhir.
Dalam madah penciptaan Kej.1, kita telah mendengar pujian kepada Sang
Pencipta. Pujian kepada Dia yang menyelesaikan karya ciptaan itu, juga
diperdengarkan dalam kitab Wahyu. Di mana saja Allah bertindak, di situ ada
jawaban yang berupa puji syukur (Harun, 1998: 11). Seringkali kita
mendengarkan Mazmur yang berisi tentang pujian kepada Allah, namun ada juga
Mazmur yang berisi tentang ratapan atau keluhan. Pujian dan ratapan ini
merupakan dua nada dasar yang mengiringi perbuatan Allah sepanjang sejarah
sebagai gema yang berkumandang secara teratur. Dalam kitab Mazmur, kedua
nada itu dikembangkan dengan lebih intensif, lebih tajam, dan beraneka ragam.
Untuk dapat memahami Mazmur secara lebih jelas penulis mencoba
memaparkan pemikiran Martin Harun OFM. Menurut Harun, Mazmur pujian
merupakan bagian hakiki dari kisah-kisah perbuatan-perbuatan besar yang
dilakukan Allah, misalnya kisah tentang penyelamatan umat Israel menyeberangi
13
Laut Tiberau. Pujian mereka memuncak saat mereka diselamatkan (Kel:15). Ada
juga Mazmur yang berisi tentang ratapan, misalnya tentang tangisan kota
Yerusalem ketika Yesus disalib. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau
meninggalkan Daku?” (Mrk 15:34). Contoh Mazmur di atas menunjukan bahwa
di dalam Mazmur itu terkandung misteri keselamatan Allah bagi manusia yang
dikasihiNya (Harun, 1998: 11).
Mazmur merupakan suatu bentuk doa yang dinyanyikan dan diungkapkan
baik secara personal maupun komunal. Doa dan nyanyian juga merupakan reaksi
spontan yang keluar dari lubuk hati Allah yang terdalam bagi manusia. Peristiwa
yang melahirkan Mazmur tidak terjadi dalam ibadat, melainkan dalam kehidupan
seseorang atau kehidupan bangsa. Peristiwa-peristiwa itu terjadi di kebun atau di
ladang, di medan perang atau di padang belantara, di rumah atau di jalan, di
lapangan atau di pintu depan kota bahkan di dalam penjara (Harun, 1998: 13).
Dari uraian di atas, penulis mencoba untuk menarik sebuah kesimpulan
bahwa Mazmur lahir dari sebuah pengalaman iman, pengalaman pribadi ataupun
pengalaman kelompok yang mendalam, mengenai eksistensi Allah terhadap
manusia. Pengalaman iman yang dialami baik secara pribadi ataupun bersama ini
tertuang atau terungkap dalam Mazmur. Pengalaman iman ini dapat berupa
ungkapan syukur karena pemazmur mengalami dan merasakan kasih dan
kesetiaan Allah yang tak terbatas dan tanpa syarat. Pengalaman iman juga dapat
berupa ratapan kepada Tuhan karena penderitaan yang dialami. Setelah manusia
mengalami proses pergulatan dan refleksi, manusia dapat mengambil makna dari
suatu penderitaan tersebut. Mazmur juga merupakan proses dialog antara Tuhan
14
dan manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan.
2. Sejarah terjadinya Kitab Mazmur
Bangsa Israel merupakan bangsa yang memiliki kebiasaan mengadakan
ritual keagamaan lewat doa, kidung dan nyanyian. Permohonan kepada Tuhan.
Doa, kidung, nyanyian dan permohonan, yang mereka lambungkan berdasarkan
pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari, menyangkut relasi pribadinya yang
mendalam dengan Tuhannya. Bangsa Israel menyusun Mazmur sebagai reaksi
atas aksi Allah (Weiden, 1991: 48). Dari ribuan lagu yang telah disusun oleh para
penyair Israel, sampai kini tersimpan sekitar 250 lagu, 150 buah ada dalam Kitab
Mazmur, sejumlah lagu rohani atau kidung dalam kitab-kitab lain dari Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru.
Mazmur-mazmur ini lahir tidak dalam ibadat, melainkan dalam kehidupan
sehari-hari, dan tidak diciptakan pula sebagaimana sastra modern, melainkan
tahap demi tahap berkembang menurut pergulatan umat Israel pada masa itu.
Mazmur- mazmur ini tidak ditulis dahulu, kemudian baru dinyayikan, tetapi
sebaliknya, didoakan dan dinyayikan dahulu, baru dituliskan (Harun, 1998: 12).
Singkatnya, Mazmur ini lahir dari pengalaman iman pemazmur dengan Tuhannya.
Pengalaman hidup pemazmur dilanda oleh penderitaan yang berat seperti
penyakit, kegagalan, krisis ekonomi, ditekan oleh musuh, dan bahkan kalah dalam
peperangan akan menimbulkan reaksi spontan berupa keluhan dan ratapan yang
disampaikan kepada Sang penciptanya. Demikian juga sebaliknya, pengalaman
15
hidup berupa kekaguman akan karya Allah, akan menimbulkan reaksi spontan
yang berupa pujian dan syukur.
Peristiwa-peristiwa yang diuraikan di atas inilah, yang melahirkan sebuah
Mazmur yang kontekstual bagi hidup manusia sampai saat ini. Realitanya bahwa
masih banyak orang mengalami penderitaan tetapi belum mampu menerima,
sehingga banyak orang menjadi putus asa bahkan mengambil jalan pintas. Hal ini
berarti bahwa Mazmur 13 masih tetap relevan dan memberi inspirasi bagi mereka
yang mengalami penderitaan, bagaimana mereka dapat mengolah, merefleksikan
dan memaknainya.
3. Jenis- jenis Mazmur
Untuk mengelompokkan jenis-jenis Mazmur, penulis menggunakan
karangan Walter Brueggemann yang disadur oleh Heryatno, untuk mempermudah
dalam penggolongannya. Mazmur ini digolongkan menjadi tiga jenis (Heryatno,
2003: 2).
a. Mazmur Orientasi (Mazmur Pujian)
Motif dari Mazmur orientasi ini adalah iman jemaat sebagai tanggapan
terhadap sabda dan karya Allah yang diungkapkan dalam bentuk pujian dan
syukur. Pemazmur di sini mengalami suasana yang tentram, membahagiakan dan
sejahtera. Hidup pemazmur dan dunianya yang penuh berkat merupakan
kemurahan hati Allah yang dianugerahkan sebagai tanda bahwa Allah sungguh
setia dalam mendampingi seluruh hidup pemazmur (Heryatno, 2003: 1).
16
Pengalaman iman dan pengalaman kasih yang melimpah yang dialami
mendorong pemazmur untuk selalu memuji dan menyembah Tuhan. Pemazmur di
sini mengalami kehidupan yang harmonis, bahagia, tentram dan damai karena
mengalami penyertaan Tuhan sepanjang hidupnya. Pemazmur di sini menemukan
keyakinan bahwa Tuhan dapat menjadi andalan yang setia dan utama dalam
seluruh kehidupannya. Pemazmur merasakan bahwa Tuhan senantiasa setia
berada di pihaknya.
Mazmur orientasi (Mazmur pujian) semata-mata mau mengungkapkan
kebaikan dan kemurahanNya. Mazmur ini bersifat deskriptif. Isi pujiannya:
memuji Tuhan yang maha besar, maha baik, maha adil dan maha kasih. Di
samping itu, ada juga Mazmur yang bersifat deklaratif atau Mazmur syukur.
Mazmur ini mengungkapkan rasa syukur sebagai tanggapan spontan atas
pertolongan Tuhan terhadap pemazmur. Yang membedakan antara Mazmur pujian
dan Mazmur syukur adalah motif dan objeknya. Mazmur pujian lebih ditujukan
sebagai penghormatan kepada Allah dalam wujud pengakuan iman, sedangkan
Mazmur syukur merupakan reaksi spontan dari lubuk hati yang terdalam
pemazmur atas tindakan Allah yang berkenan menolong dan membebaskannya
dari penderitaan yang tak tertanggungkan untuk ukuran manusia. (Heryatno,
2003: 1-2).
Pesan penting yang hendak disampaikan oleh Mazmur orientasi:
Pemazmur ingin memuji dan besyukur karena kebaikan, kemurahan dan semua
penyelenggaraan Allah. Dasar dari Mamzur orientasi ini adalah bahwa mereka
mengimani Allah sebagai jawaban dan tanggapan kasih Allah yang telah mereka
17
terima. Warna dari Mazmur orientasi ini adalah rasa syukur atas suasana yang
menggembirakan, dan keadaan yang sejahtera. Dalam suasana yang demikan, rasa
syukur sungguh dialami, namun yang menjadi warna utama adalah pujian yang
spontan atas karya Allah pada mereka. Pujian di sini lebih murni sifatnya, melulu
karena menghormati Allah yang telah memberikan kemakmuran. Mazmur
orientasi dari awal sudah mengungkapkan rasa percaya yang besar pada Tuhan
dan menunjukkan iman yang kokoh pada Tuhan.
b. Mazmur Disorientasi
Mazmur Disorientasi dikenal sebagai Mazmur ratapan/keluhan, ada juga
yang menyebut sebagai mazmur permohonan. Menurut pemikiran Walter
Brueggemann, yang disadur oleh Heryatno. Mazmur Disorientasi ini merupakan
pergulatan hidup pemazmur yang sungguh riil, bagaimana mengakui, dan
menerima situasi sulit, tidak menyenangkan, menyedihkan, menakutkan, bahkan
pemazmur merasa ditinggalkan oleh Allah (Heryatno, 2003: 27).
Namun pemazmur bertahan di dalam penderitaan yang sedang
menimpanya dan tetap berharap kepada Dia yang selalu setia. Seperti kita,
pemazmur tidak mengetahui mengapa pengalaman duka itu harus terjadi, tetapi
kita boleh yakin bahwa Allah turut prihatin atas penderitaan yang menimpa
manusia. Oleh karena itu Allah tidak akan membiarkan manusia menderita
sendirian, semakin manusia menderita Allah semakin mengasihinya. Hal ini
bukan berarti Tuhan senang melihat umatNya menderita agar manusia percaya
kepadaNya.
18
Mazmur disorientasi ini juga dapat mendorong jemaat untuk mengahadapi
realitas penderitaan dengan kacamata positif. Artinya bahwa jemaat yang
menghadapi penderitaan diharapkan tetap teguh, sabar, setia dengan penuh
perpengharapan dan kepercayaan. Dengan demikian membantu untuk menyadari
dan mengenali kehadiran Allah di tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh kita.
Sekaligus juga membantu kita untuk menghayati iman dalam kenyataan hidup
yang tidak menyenangkan. Brueggemann mengemukakan Mazmur Disorientasi
ini terdiri dari dua bagian besar yakni: permohonan dan pujian.
1). Permohonan
a) Alamatnya adalah Allah
Permohonan yang bersifat sangat personal ini disampaikan kepada Allah oleh
pemazmur yang juga sungguh beriman kepadaNya.
b) Keluhan
Pemazmur menggungkapkan isi hatinya berupa keluhan kepada Allah, karena
penderitaan yang dialami amat sangat berat. Dengan mengungkapkan
keluhannya pemazmur berupaya menarik perhatian Allah, agar segera
bertindak untuk menyelamatkan umatnya yang sedang menderita.
c) Permohonan
Berdasarkan keluhan di atas, pemazmur menyampaikan permohonannya agar
Allah segera bertindak karena keadaan yang mendesak. Inti pokok yang mau
19
disampaikan adalah bahwa pemazmur memohon belas kasihan Allah untuk
keselamatan pemazmur.
d) Motivasi
Motivasi di sini dapat berupa tawar-menawar pemazmur yang mendesak
Allah, namun yang perlu dipahami adalah ungkapan permohonan umat kepada
keadilan Allah dan kedekatan umat pada Allah. Motivasi-motivasi itu
misalnya:
a) Pemazmur tidak bersalah, maka ia berhak mendapat pertolongan.
b) Pemazmur bersalah tetapi ia telah bertobat, mohon pengampunan Allah
c) Pemazmur mengingat kembali kebaikan dan belas kasih Allah.
d) Pemazmur menyatakan diri sebagai orang yang setia memuji Allah
e) Kutukan
Kutukan merupakan gema/ratapan pahit dari pemazmur yang merasa tidak
puas sebelum Allah membalaskan perbuatan jahat seorang musuh.
Ungkapan yang keras dapat dipahami oleh pemazmur sebagai bentuk
komunikasi yang otentik antara Allah dengan manusia.Yang
bertanggungjawab membalas kejahatan bukan lagi manusia melainkan
Allah sendiri yang akan bertindak dengan adil.
2) Pujian
Pujian dilambungkan karena terjadi gerakan perubahan dari situasi
disorientatif/tidak mengenakkan, menyesakkan menuju ke orientasi baru yang
20
penyelamatan. Perubahan situasi ini sangat mewarnai sebagian besar Mazmur-
mazmur keluhan yang ada. Dari bagian pujian, Brueggemann mengemukakan 3
unsur yakni:
a) Jaminan keluhan telah didengarkan.
Keluhan didengarkan, maka Allah segera bertindak untuk menyelamatkan
b)Pelunasan hutang/nadar
Karena sudah bebas, pemazmur memuji Allah dan menghaturkan persembahan
kepada-Nya sebagai tanda kesetiaan kepada janji yang telah diucapkanya.
c) Doksologi/pujian
Karena perubahan situasi Allah dialami sebagai yang setia, murah hati dan
penuh cinta. Tuduhan bahwa Allah tidak memperhatikan dan telah lalai, terjadi
karena kesalahpahaman umat
Dari perubahan tersebut dapat dilihat adanya hubungan antara ratapan dan
pujian:
o Dalam konteks ini ratapan dapat dimengerti sepenuhnya.
o Ratapan disampaikan pada saat dan alamt yang tepat
o Dua-duanya (ratapan dan pujian) dipahami sebagai ungkapan iman.
o Dua-duanya dipandang serius dan penting.
Pada kedua kutub tersebut dapat kita lihat dalam diri pemazmur, di sana terjadi
pengalaman iman yang mendalam. Perubahan situasi hidup yang dialami oleh
pemazmur pertama-tama dari Tuhan yang ditampakan melalui pertolongan
21
dari sesama manusia. Perubahan yang terjadi dalam diri pemazmur
ini adalah keluhan menjadi pujian:
(1) Pemazmur menerima nubuat keselamatan oracle yakni janji keselamatan
Allah yang akan segera dialami, dengan itu diharapkan tidak merasa
takut, khawatir atau cemas; sebaliknya tetap bertahan di dalam
penderitaan dengan semangat dan harapan baru.
(2) Pemazmur sungguh mengalami perubahan nyata di dalam hidupnya,
dari pengalaman gelap menjadi pengalaman terang.
c. Mazmur Orientasi Baru
Mazmur-mazmur disorientasi, meskipun memusatkan perhatiaanya pada
realitas penderitaan hidup yang berkepanjangan dan berat, tidak melupakan unsur
pengharapan akan munculnya situasi baru yang menyingkirkan penderitaan dan
menggantinya dengan pembebasan dan penyelamatan. Mazmur-mazmur
disorientasi berbicara tentang perubahan situasi hidup dari disorientasi menuju
kepada orientasi baru, dari penderitaan menuju pembebasan dan penyelamatan.
Mazmur orientasi baru secara lebih eksplisit menyampaikan kepada kita
suatu pengalaman keterkejutan surprise yang menggembirakan atau
membahagiakan. Keterkejutan itu dialami melalui perubahan hidup dari situasi
hidup yang sudah tidak ada jalan keluar dari penderitaan yang amat berat dan
pahit, berada di dalam batas kemampuan, menjadi pelepasan dan penyelamatan
yang mendatangkan sukacita besar. Perubahan tersebut dipahami sebagai
22
anugerah dari Allah yang mengasihi umatnya, maka kita menempatkan perubahan
hidup tersebut dalam Mazmur orientasi baru. Mazmur orientasi baru di sini lahir
dari pergulatan dengan penderitaan, ketahanan, ketekunan, dan ketegaran untuk
tidak menyerah pada kehancuran. Mazmur orientasi baru adalah buah konkrit dan
makna nyata dari orang yang bersedia berproses dan bergulat pada realita yang
hidup yang pahit.
Perlu disadari bahwa hidup baru bukan hanya usaha manusia semata, akan
tetapi campur tangan Tuhan yang senantiasa menyertainya. Orientasi baru
merupakan anugerah istimewa dari Tuhan yang sungguh-sungguh ditanggapi oleh
manusia dengan penuh rasa syukur (Barth & Pareira, 1984: Mzm 30: 2), inilah
yang menjadi daya kekuatan dan motivasi manusia untuk tetap berpengharapan
dalam menghadapi kesulitan hidup (Heryatno, 2003: 1).
Buah-buah pergulatan sang pemazmur menumbuhkan sikap iman yang
mendalam sehingga mampu memaknai setiap penderitaan yang dihadapi setiap
hari, sikap iman yang mendalam itu pula yang menjadikan pemazmur semakin
kuat, tegar, sabar, tabah bahkan membuat pemazmur semakin peka, terbuka dan
solider terhadap penderitaan sesama yang ada disekitarnya.
Mazmur orientasi baru merupakan Mazmur yang bernuansa syukur karena
Tuhan telah membebaskan dan menyelamatkan pemazmur dari pengalaman
keterpurukan yang amat berat. Ungkapan syukur ini oleh pemazmur ditujukan
kepada Tuhan yang telah berkenan menolongnya, sehingga pemazmur mampu
untuk bangkit dari keterpurukan yang selama ini menyesakan hidupnya (Mzm
138: 1-2a lih juga Mzm 92: 2-3). Mazmur orientasi baru ini dipahami sebagai
23
pernyataan bahwa penderitaan telah berakhir/sudah dapat diatasi, oleh karena itu
ungkapan syukur yang dilambungkan sebagai wujud perayaan kemenangan dalam
mengatasi/menghadapi penderitaan. Madah pujian kepada Tuhan Mzm 30 & 32
(Barth & Pareira, 1999: 65-66).
B. Mazmur 13
Teks Mazmur 13 1. Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud 2. Berapa lama lagi, Tuhan, Kau lupakan aku terus menerus?
Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajahMu terhadap aku? 3. Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih
hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuh meninggikan diri atasku?
4. Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya Tuhan, Allahku ! Buatlah mataku bercahaya,supaya jangan aku tertidur dan mati. 5. Supaya musuhku jangan berkata: “Aku telah mengalahkan dia”, dan lawan-
lawanku bersorak-sorak, apabila aku goyah. 6. Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena
penyelamatanMu. Aku mau bernyayi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.
1. Keterangan Mazmur 13
Mazmur ini digolongkan ke dalam mazmur disorientasi, sebagaimana
diungkapkan oleh ahli Kitab Mazmur yaitu Walter Bruggemann sedangkan dari
bentuknya Mazmur ini merupakan permohonan perorangan. Dari isinya, doa dan
permohonan dalam Mazmur ini dibuka dengan empat pertanyaan yang penuh
kekuatiran (ay.2-3) kemudian dilanjutkan dengan permohonan agar dibebaskan
dari serangan lawan-lawanya (4-5) dan ditutup dengan pernyataan kepercayaan
(ay. 6a) dan bersyukur dengan memuji-muji Tuhan (6b).
24
Sejumlah penafsir menduga bahwa ia menderita suatu penyakit yang
parah, sehingga pemazmur takut meninggal dunia. Untuk mengetahui situasi
semacam ini kita dapat menafsirkan ayat 3: pemazmur merasa kuatir, jangan-
jangan harapannya akan Tuhan dinyatakan sia-sia dan iman yang dimiliki selama
ini tidak ditanggapi oleh tindakan Tuhan, sehingga lawan-lawanya berhasil
memisahkan dia dari Tuhan (Barth & Pareira, 1999: 202).
Kita melihat Mazmur 13 ini sangat singkat dan sederhana, namun isinya
padat dan kaya maknanya. Mazmur yang singkat ini dapat menggambarkan situasi
kekuatiran yang dialami oleh pemazmur dengan jelas. Dengan isi yang singkat
dan sederhana, Mazmur ini juga secara jelas dapat memperlihatkan corak dasar
yang khas yakni jenis Mazmur disorientasi personal. Ratapan atau keluhan dalam
bait pertama disusul oleh doa permohonan dalam bait kedua, sedangkan bait
terakhir membawa perubahan yang mendadak ke orientasi baru. Oleh karena itu
struktur Mazmur ini menjadi jelas bahwa Mazmur ini merupakan Mazmur
permohonan perorangan, karena di dalamnya ada sapaan, keluhan, permohonan
dan akhirnya perubahan. Belum diketahui secara pasti kapan Mazmur ini ditulis.
Dari segi formal bentuk ayat 2-3 dalam Mazmur ini sepadan/mirip dengan doa
raja Babel, Nebukadnezar, yang diucapkannya sekitar tahun 6000 SM. Sebagai
perbandingan kita dapat melihat doa raja Babel berikut ini
“Berapa lama lagi terdapat padaku keluhan dan ketidakmampuan ? Berapa lama lagi terdapat di negeriku ratapan dan duka ? Berapa lama lagi terdapat di bangsaku keluh-kesah dan tangisan ? Sampai kapan, Tuhan Babel, Engkau akan tinggal di negeri musuhku ?” Kiranya dari hal ini ada kemungkinan bahwa proses munculnya Mazmur
terutama ayat 2-3 ini kurang lebih sekitar tahun 6000 atau berkaitan antara
25
Mazmur ini dengan zaman Nebukadnezar. Mazmur ini dikumpulkan Daud dengan
mengambil bahan doa raja Babel. Kesamaan isi dan situasi yang ada di dalam doa
raja Babel kiranya juga mungkin sesuai dengan keadaan Daud saat itu, sehingga
mendorong dan membuat Daud tertarik untuk mengumpulkan dan menjadikannya
bahan doa dan Mazmur (Barth & Pareira).
2. Mazmur 13 Sebagai Mazmur Disorientasi Personal
Mazmur 13 ini merupakan Mazmur Disorientasi personal, sebab Mazmur
ini berisi tentang ratapan dan keluhan. Mazmur ini sangat singkat, namun
memiliki arti dan makna yang sangat padat. Pemazmur di sini digambarkan
dengan jelas sedang mengalami penderitaan hebat oleh musuh-musuhnya.
Kemudian pemazmur berseru minta tolong kepada Tuhan, namun sepertinya
belum mendapat jawaban. Pemazmur di sini digambarkan sedang mengalami
kekuatiran dalam hidup berhadapan dengan musuh-musuhnya. Di dalam Mazmur
ini dapat dilihat bagaimana pergumulan yang dihadapi oleh pemazmur
menghadapi masalahnya seorang diri saja. Pengalaman-pengalaman kesesakan
yang dialami oleh pemazmur itulah yang pada akhirnya memberi nama bahwa
Mazmur ini merupakan Mazmur disorientsai personal.
3. Sruktur
Barth & Pareira (1999: 201) menguraikan struktur penyusunan Mazmur 13
sebagai berikut:
Ayat 1 : Judul
26
Ayat 2-3 : Seruan pembuka dengan empat pertanyaan retorik
Ayat 4-5 : Permohonan untuk dibebaskan dari serangan musuh
Ayat 6a : Pernyataan kepercayaan
Ayat 6b : Pujian syukur kepada tuhan atas pertolonganNya
Ayat 2 : Melukiskan bencana yang terjadi karena Allah tidak hadir, Allah
menyembunyikan diri.
Ayat : Menggambarkan kedukaan dan kesedihan umat yang kalah, sedang
musuh menang dan bersuklaria.
Ayat 4 : Pemazmur menyampaikan beberapa permohonan kepada Allah
dalam bentuk perintah ( pandanglah, dengarlah, jawablah).
Ayat 5 : Gambaran penantian yang panjang pemazmur di dalam
penderitaannya tetapi tetap tabah dan penuh pengharapan.
Ayat 6 : Melukiskan terjadinya perubahan keadaan ke arah orientasi baru:
aku percaya, hatiku bersorak-sorak dan aku bernyanyi.
4. Tafsir
Sama seperti Mazmur yang mendahuluinya Mazmur ini termasuk Mazmur
kumpulan Daud, yang dtulis untuk menghormati Daud sebagai raja (ay 1) dan
Mazmur merupakan Mazmur keluhan individual atau perorangan. Isi Mazmur ini
sangat menarik dan dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari terutama mereka
yang sedang mengalami masa-masa disorientasi dalam hidupnya (Barth & Pareira,
1999: 202).
27
Sapaan yang akrab (Tuhan) dalam Mazmur ini langsung dapat dikaitkan
dengan keluhan. Sebagaimana kita temukan pada awal Mazmur (ay 2-3) keluhan
itu terdiri dari empat pertanyaan yang terdapat dalam ayat 2-3 yang berbunyi:
Berapa lama lagi Tuhan, Kaulupakan aku terus menerus (ay 2a). Berapa lama lagi
Kau sembunyikan wajahMu terhadap aku (ay 2b). Berapa lama lagi aku harus
menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari (3a ) Berapa
lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? (ay 3b ).
Empat pertanyaan di atas, menunjukkan dan menggambarkan bahwa
pemazmur sedang mengalami pergulatan berat oleh karena serangan musuh yang
hebat. Ayat 2-3 pemazmur menantikan pertolongan dari Tuhan, menunggu tanpa
suatu kepastian, maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada Tuhan sesuai
dengan isi hati dan pergulatannya yang terdalam terhadap Tuhannya.
Pada ayat 2 “Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus?
Berapa lama lagi Kausembunyikan wajahMu terhadap aku? Pada ayat 2 ini,
dilukiskan penderitaan terjadi karena Tuhan tidak hadir, bahkan menyembunyikan
diri. Pemazmur merasa hubungannya dengan Tuhan diputuskan, karena Tuhan
pergi saat pemazmur mengalami penderitaan, sehingga pemazmur merasa bergulat
sendirian dengan penderitaannya (Barth & Pareira, 1984: 87).
Pada ayat 3 yang berbunyi, “berapa lama lagi aku harus menaruh
kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi
musuhku meninggikan diri atasku? Ayat 3 ini, menggambarkan kedukaan dan
kesedihan umat yang kalah, sedangkan musuh menang maka bersukaria. Oleh
karena pemazmur kuatir dan bertanya apa kesalahannya sehingga ia ditinggalkan
28
sendirian baik oleh Tuhan maupun sesamanya? Pertanyaan inilah yang senantiasa
bergema dalam hatinya sehingga ia menjadi susah dan sedih sepanjang hari.
Pemazmur kuatir karena ia tidak tahu lagi apa yang hendak dibuat untuk
menghadapi para lawannya, dan ia menjadi putus asa, berhadapan dengan para
musuh yang sekarang berada di atasnya.
Ayat 4 ”pandanglah kiranya, jawablah aku, ya Tuhan, Allahku” Buatlah
mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati. Pemazmur memohon agar
ia dibolehkan hidup dan tidak mati maksudnya jangan terpisah dengan Allah.
Pernyataan ini diungkapkan oleh pemazmur karena merasa diambang batas
kemampuannya (mentok) di tengah-tengah ancaman dan derita oleh perlakuan
musuh, namun demikian pemazmur ternyata tetap memiliki kepercayaan kepada
Tuhan sebagai Allah yang menolong meskipun kehadirannya belum begitu
dirasakan. Untuk menggerakkan Tuhan pemazmur menggunakan permohonan
dalam bentuk imperatife (perintah): pandanglah, jawablah dan buatlah. Jadi di sini
terlihat bahwa situasi pemazmur sudah sangat terdesak, hanya Tuhan yang
diharapkannya dapat bertindak menyelamatkan hidupnya.
Ayat 5 “Supaya musuhku jangan berkata: aku telah mengalahkan dia, dan
lawanku bersorak-sorak, apabila aku goyah”. Kendati pemazmur mengalami
kebimbangan terhadap musuh yang ada di sekitarnya, meskipun penantian
panjang, pemazmur tetap memiliki harapan dan kepercayaan bahwa ia dapat
keluar dari penderitaannya maka ia tidak menyerah, dan tidak putus asa dalam
berjuang untuk melawan musuhnya.
29
Ayat 6 “tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-
sorak karena penyelamatanMu, aku mau menyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah
berbuat baik kepadaku”. Dengan pernyataan demikian pemazmur menemukan
kekuatan baru di dalam menapaki hidup hariannya. Setelah pergulatan panjang
pemazmur mengalami dan mempercayai bahwa ternyata Tuhan mampu
memberikan ketentraman dalam hidupnya. Pemazmur sungguh merasakan dan
menemukan bahwa kasih setia Tuhan melampaui batas kemampuan manusia.
Pemazmur sudah mengalami pembebasan dari Allah.
Akhirnya penantian usai dan pengharapan telah terwujud. Kini pemazmur
lebih percaya, ia bernyanyi sebagai tanggapan spontan terhadap perubahan
keadaan. Pemazmur bernyanyi dan bergembira karena Allah telah memberikan
rahmat penyelamatan. Sesudah tindakan penyelamatan ini, relasi pemazmur
dengan Allah makin dekat, dan imannya semakin kuat. Dinamika relasi itu tampak
pada ayat 2 Allah dituduh, pada ayat 4 Allah dimohon, dan pada ayat 6 Allah
dipuji. Setelah Allah dialami sebagai yang membebaskan maka ia senantiasa
memuji dan memuliakan kebaikan Tuhan, ternyata apa yang dilakukan Allah tepat
dan indah pada waktunya.
5. Isi Pokok Mazmur 13
Mazmur 13 ini dikategorikan dalam mazmur disorientasi, isinya singkat,
padat sederhana, namun penuh makna. Mazmur ini mau menyampaikan tiga hal
pokok yakni: keluhan/ratapan, permohonan, syukur dan pujian. Singkatnya
Mazmur Disorientasi ini justru semakin memperkembangkan iman dan harapan
30
umat kepada Allah. Pengalaman disorientasi yang diterima, diolah, dan dimaknai
membuat manusia lebih sabar, tahan uji bahkan semakin peka dan solider
terhadap sesamanya yang menderita.
Mazmur 13 ini dapat membantu umat beriman untuk memiliki sikap yang
realistis, penuh iman dan pengharapan, artinya Mazmur ini mau berbicara tentang
pergulatan hidup manusia yang sungguh riil, bagaimana mengakui, menerima dan
bertahan di dalamnya serta tetap berharap kepada Dia yang selalu setia menemani
seluruh perjalanan hidup setiap hari.
Dari Mazmur 13 ini ada beberapa hal positif yang dapat dipetik misalnya:
dari ayat 4-5; umat beriman atau manusia pada umumnya diajak untuk senantiasa
berpengharapan kepada Dia, dan belajar semakin rendah hati mengakui bahwa
manusia adalah mahluk lemah yang senantiasa memerlukan pertolongan dan
menjadikan Dia satu-satunya pegangan, dan kekuatan dalam hidup.
Dari ayat 6 “tetapi aku, pada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-
sorak karena penyelamatanMu, aku mau bernyanyi untuk Tuhan, karena telah
berbuat baik kepadaku,”. Ungkapan kepercayaan pemazmur kepada Tuhan ini
mau mengajak manusia untuk senantiasa mempercayakan diri kepada Tuhan yang
memiliki seribu macam jalan. Pendek kata orang yang hidupnya bersandar kepada
Tuhan mendapatkan berkat berlimpah sehingga hidupnya damai dan tentram
(Barth & Pareira, 1999: 204).
31
C. Makna Penderitaan Orang Benar Berdasarkan Mazmur 13
Penderitaan orang benar selalu menimbulkan pertanyaan besar untuk tetap
mempertahankan gambaran akan Allah yang adil, setia, dan murah hati. Dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama, misalnya lukisan keadaan ideal di Taman Firdaus
dalam Kitab Kejadian, dinyatakan bahwa penderitaan manusia tidak datang dari
Allah. Yang dikehendaki Allah adalah manusia yang bahagia, Allah tidak
menghendaki manusia menderita.
Mazmur 13 ini merupakan ungkapan orang benar yang menderita karena
serangan musuhnya (ay 5). Dalam keadaan menderita pemazmur berteriak minta
tolong bahkan protes terhadap Tuhan mengapa banyak penderitaan menimpa
dirinya. Pemazmur tidak bersalah namun mendapat hukuman berat, dan Tuhan
seolah-olah pergi meninggalkan pemazmur sendirian. Agar sampai pada
pemaknaan penulis mencoba menguraikan seperti ini, ketika manusia mengalami
penderitaan terus bergulat akan membuat manusia itu semakin dekat dan
sekaligus pasrah dan percaya kepada Allah.
Penderitaan adalah persoalan yang menggelisahkan umat manusia
sepanjang zaman. Penderitaan, kemalangan, kesengsaraan dan rasa sakit tidak
akan pernah absen dari kehidupan manusia. Sejak kelahiran hingga akhir
kehidupannya di dunia ini, manusia terus berhadapan dengan situasi yang sering
disebut dengan penderitaan. Hidup yang pada dasarnya adalah proses kehilangan
belum dapat diterima oleh semua orang. Contoh konkrit yang dapat kita lihat dan
alami sampai saat ini, misalnya ketika kita bayi kita aman dalam kandungan ibu.
Ketika kita dilahirkan kehilangan kehangatan dan keaman-mapanan. Ketika anak-
32
anak mau beranjak dewasa kita juga kehilangan kebebasan anak-anak dst.
Pengalaman-pengalaman demikian tanpa kita sadari membuat kita menderita.
Berhadapan dengan penderitaan tersebut manusia terus berusaha
sedemikian rupa untuk membebaskan diri dari penderitaan. Semakin berusaha
semakin menderita, ketika disadari penderitaan justru membawa manusia menjadi
semakin dekat, percaya dan pasrah kepada kehendakNya (Harun, 1998: 48).
Dengan demikian manusia berani menerima, mengolah, dan akhirnya mampu
mengambil nilai positif dari penderitaan yang dialami. Manusia berani berpaling
pada Tuhan bukan untuk mendapat hukuman tetapi untuk mendapat kekuatan dan
penghiburan (Kushner, 1988: 53). Dalam Mazmur 13 Ayat 6 ditulis sebagai
berikut ”tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak
karena penyelamatan-Mu.Aku mau bernyayi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat
baik kepadaku” (Barth & Pareira, 1999: 201). Pemazmur mengalami kebangkitan
dari keterpurukannya, dan tidak putus asa melainkan percaya kepada Tuhan yang
menolongnya, pemazmur semakin percaya bahwa Tuhan tidak tinggal diam
melihat umatnya yang menderita. Dengan percaya dan pasrah pada kehendak
Allah berarti manusia mulai terbuka pada didikkanNya, sehingga hidup menjadi
pujian dan syukur bagiNya.
33
BAB III
GAMBARAN PENDERITAAN ORANG BENAR ZAMAN SEKARANG
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan mengenai penderitaan yang
dialami orang benar jaman sekarang berdasarkan inspirasi dari Mazmur 13 yang
sudah disingung dalam bab II. Dalam Mazmur 13, pemazmur yang tidak bersalah
mengalami penderitaan karena perbuatan musuh, diungkapkan pula bahwa
pemazmur sangat menderita dan Tuhan tidak segera datang menolongnya. Dalam
perjalanan waktu pemazmur mampu menggulati dan tetap bertahan dalam
penderitaannya itu, sampai akhirnya menerima pengalaman penderitaannya
dengan sikap iman yang mendalam.
Pemazmur dalam Mazmur 13, pada akhirnya dapat menemukan makna
positif dari penderitaan yang dialami. Pemazmur menyadari bahwa penderitaan
yang dialami bukan semata-mata karena dosanya atau hukuman dari Tuhan, tetapi
dengan atau melalui penderitaan manusia akan semakin rendah hati, pasrah dan
dekat dengan Tuhan.
Dalam bab III ini, penulis akan menguraikan enam hal pokok berkaitan
dengan penderitaan orang benar zaman sekarang. Pertama penderitaan merupakan
bagian dari realitas hidup manusia. Bagian kedua penderitaan secara umum.
Ketiga faktor-faktor yang menyebabkan manusia menderita. Keempat Orang
benar menderita. Kelima makna penderitaan orang benar jaman sekarang dan
yang keenam adalah manusia senantiasa bersyukur.
34
A. Penderitaan Merupakan Bagian dari Realitas Hidup Manusia
Hidup manusia tidak terlepas dari penderitaan. Penderitaan seolah-olah
sudah menjadi bagian yang integral dalam peziarahan hidup manusia. Kenyataan
ini menyadarkan manusia untuk saling tergantung dan berhubungan satu dengan
yang lain. Secara kemasyarakatan penderitaan dapat dibagi menjadi dua bagian,
yakni penderitaan yang bersifat kolektif dan penderitaan yang bersifat individual.
Penderitaan yang bersifat kolektif dapat disebabkan karena bencana alam.
Sedangkan penderitaan yang bersifat individual dialami oleh seseorang tertentu
akibat tindakannya sendiri/dapat juga disebabkan karena orang lain.
Pada dasarnya dalam realitas kehidupan manusia dihadapkan pada dua
posisi untuk memilih antara yang jahat dan yang baik. Pada dua posisi ini, oleh
Tuhan manusia diberi kebebasan secara penuh untuk memilihnya. Realita yang
terjadi bahwa manusia cenderung memilih yang jahat. Akibatnya, manusia
mengalami penderitaan atas pilihannya sendiri, bukan datang dari Allah. Oleh
karena itu, hanya manusia yang memiliki kualitas hidup yang baik dan teratur
dapat menentukan pilihannya secara benar dan tepat (Yewangoe, 1993: 81).
Kebebasan inilah yang menjadi ciri khas manusia, yang membedakannya
dengan makhluk ciptaan lain. Kebebasan memilih tersebut memiliki
konsekwensinya masing-masing, seandainya kita tidak merdeka untuk memilih
yang jahat, maka kitapun tidak bebas untuk memilih yang baik. Inilah arti menjadi
manusia menurut gambaran dan rupa Allah, yakni merdeka dan bebas untuk
memilih. Kendati demikian manusia adalah mahkluk ciptaan yang terbatas dan
tidak sempurna dalam menentukan pilihan (Kleden, 2006: 197).
35
Keterbatasan serta ketidakmampuan manusia inilah yang kiranya menjadi
perjuangan setiap saat bagi siapa saja. Contoh yang dapat dilihat dengan cukup
gamblang adalah sejarah Bangsa Israel. Bangsa ini dikisahkan bagaimana harus
berjuang untuk tetap bertahan terhadap berbagai kesulitan dan penderitaan yang
kerap kali mereka alami. Oleh karena itu siapapun manusia, dan apapun alasannya
tidak dapat menolak penderitaan karena realitanya penderitaan sudah menjadi
bagian hidup yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Maka manusia
seharusnya menerimanya dengan lapang dada sambil terus memohon agar Tuhan
senantiasa memberi kekuatan.
Penderitaan merupakan misteri yang tidak dapat dimengerti sepenuhnya
oleh manusia terlebih kalau penderitaan itu menimpa orang-orang yang tidak
besalah. Dalam pembahasan pemecahan soal penderitaan ini sangat terbatas,
alkitab sering menggunakan unsur-unsur yang berlaku dalam kasus tertentu:
penderitaan dipandang sebagai akibat dari dosa, penderitaan dipandang sebagai
hukuman Allah atas dosa, penderitaan sebagai sarana pendidikan yang digunakan
Allah (Weiden, 1995: 215).
B. Penderitaan Secara Umum
Penderitaan atau duka adalah tanda keberadaan yang merupakan realita
dan bagian hidup yang tidak terelakkan lagi bagi setiap manusia. Siapapun dia,
yang baik atau yang jahat, yang suci ataupun yang berdosa, yang pintar ataupun
yang bodoh, yang muda ataupun yang tua, dan juga yang kaya ataupun yang
miskin. Kesusahan, kemalangan, kesedihan, kedukaan, kehancuran serta
36
kegagalan baik secara kecil maupun besar-besaran semua menghampiri manusia.
Penderitaan merupakan kenyataan yang harus ditanggung oleh setiap manusia,
karena penderitaan merupakan bagian dari hidup itu sendiri. Rumusan penderitaan
dalam kehidupan manusia secara umum diartikan sebagai keadaan yang
merugikan dan yang membuat orang merasa dirugikan Malum/keburukan
(Kleden, 2006: 17).
Kleden (2006: 17) menjelaskan berdasarkan pemikiran Leibniz dan
Immanuel Kant, orang mengelompokkan malum menjadi 3 macam:
1. malum physicum: keburukan alamiah, yang terletak pada kenyataan negatif
yang ditimpakan alam kepada manusia; misalnya bencana alam, persoalan
dimangsa dan memangsa, berbagai penyakit dan kecacatan.
2. Malum morale: keburukan moral, yang ditimpakan manusia atas manusia,
seperti perang, ketidakadilan, kekerasan, penindasan.
3. Malum metaphysium: keburukan metafisik, yang mempunyai akar
ontologis yang terletak pada kenyataan struktur dasar keterbatasan
manusia dan dunia serta pada ketakkekalan manusia bahwa manusia itu
fana, bisa mati, bisa keliru dan melakukan kesalahan.
Pembedaan ini dapat membantu manusia memahami persoalan dan
tidak dimaksudkan untuk memisahkan karena ketiganya saling terkait satu dengan
yang lain. Penderitaan memang sulit untuk didefinisikan. Yang pasti penderitaan
dialami oleh makhluk hidup yang dapat merasa sakit, baik secara fisik maupun
mental. Penderitaan adalah rasa sakit yang dialami manusia sebagai akibat dari
sesuatu yang merugikannya atau juga dapat dikatakan penderitaan adalah rasa
37
sakit yang dialami ketika seseorang berada di bawah tekanan tidak terpenuhinya
cita-cita kehidupan yang dianggap hak atau kewajibannya (Kleden, 2006: 18-19).
Kleden (2006: 216) memaparkan bahwa penderitaan menjadi semacam
anugerah, daya tersembunyi, yang memampukan manusia secara batin dekat
dengan Kristus. Penderitaan merupakan situasi atau kondisi yang mau tidak mau
harus dihadapi dan dialami manusia dalam hidupnya di dunia ini. Dalam Kitab
Suci penderitaan dipandang sebagai suatu sarana pendidikan yang digunakan oleh
Allah untuk menuntun si pendosa kembali pada kesetiaan (Ams 3: 11-12; Ayub
33: 14-30; 1 Kor 11: 32).
Sepanjang kehidupannya, manusia akan mengalami penderitaan, sakit dan
bahkan suatu ketika akan menghadapi kematian yang tak terelakkan lagi untuk
menghadap Sang Empunya. Dari berbagai penderitaan yang terjadi, tidak semua
negatif, justru sebaliknya penderitaan dapat bermakna positif karena dapat
menolong sesamanya.
C. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Manusia Menderita 1. Penderitaan yang disebabkan oleh faktor alam
Kleden (2006: 18) menegaskan bahwa pendapat Leibniz dan Immanuel
Kant tentang penderitaan akibat bencana alam sebagai malumphysicum yang
artinya keburukan alamiah, yang terletak pada kenyataan negatif yang ditimpakan
alam kepada manusia misalnya: tanah longsor di Banjar Negara, kebakaran hutan
di Kalimantan, lumpur Lapindo di Sidoarjo Jatim, gempa bumi di Yogyakarta,
tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, tsunami yang
38
disebabkan oleh gempa tektonik berkekuatan 8,9 skala Richer. Semua ini
menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan bagi siapa saja yang
mengalaminya.
Berhadapan dengan malapetaka besar yang merenggut ribuan korban jiwa,
menghancurkan tempat tinggal dan membuat ratusan anak menjadi yatim piatu
dan terlantar, manusia terusik untuk menanyakan eksistensi Allah yang
Mahakasih. Kalau Allah ada dan Dia sungguh-sungguh mahakuasa dan mahabaik,
mengapa Dia membiarkan datangnya kejahatan dan penderitaan bertubi-tubi?
Penderitaan yang dialami oleh para korban tsunami dan gempa bumi dapat
menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Banyak orang menjadi takut untuk
tinggal di sepanjang pantai, bahkan ada banyak orang yang mengalami trauma
kalau mendengar suara air bergemuruh dan angin yang kencang. Untuk dapat
menyembuhkan trauma yang dialami, dibutuhkan waktu yang tidak singkat
bahkan membutuhkan banyak biaya. Keadaan yang demikian semakin
menimbulkan banyak penderitaan.
Penderitaan yang dialami secara psikologis maupun fisik oleh manusia
yang terkena bencana memunculkan reaksi keras anti Allah, karena penderitaan
yang dialami melampaui batas kemampuan manusia untuk menanggungnya.
Mengalami penderitaan ini manusia bertanya pada Sang Pencipta, “Apakah
peristiwa alam ini rencana Allah untuk mengingatkan manusia atau sekedar
peringatan bagi manusia-manusia bebal yang tidak percaya akan adanya Allah?”
Inilah catatan bagi semua manusia untuk berefleksi dan introspeksi diri “datang
darimanakah bencana yang menimpa manusia?” Pertanyaan ini tidak perlu
39
dijawab, namun perlu permenungan yang mendalam untuk menemukan
maknanya.
2. Penderitaan yang Disebabkan Oleh Orang Lain
Kleden (2006: 17-18), yang memaparkan pemikiran Leibniz dan
Immanuel Kant, menyebut penderitaan disebabkan oleh orang lain adalah dengan
sebutan atau istilah malum morale yang artinya keburukan moral. Keburukan
moral ini biasanya ditimpakan manusia perkasa kepada manusia lain yang ada di
bawah misalnya, tidak dihargainya hak-hak azasi manusia, kekerasan terhadap
kaum perempuan, kekerasan terhadap anak-anak, deskriminasi agama,
pembunuhan Munir, tragedi Trisakti dan Semanggi, konflik di Ambon dan Poso,
manusia menderita karena orang lain yang tidak bertanggunjawab.
Penderitaan karena ketidakadilan, kekerasan, kekuasaan, pembunuhan,
menyebabkan manusia yang menjadi tulang punggung keluarga dan orang-orang
yang dikasihi hilang. Penderitaan yang disebabkan karena kepentingan politik
termasuk korupsi yang menyebabkan rakyat kecil juga semakin menderita karena
tidak dapat mengenyam pendidikan. Menderita karena berbagai macam penyakit
dan banyak yang kelaparan karena biaya hidup yang semakin tinggi. Semua
penderitaan yang terjadi dan dialami oleh kebanyakan orang ini, banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan keadaan ekonomi yang tidak menentu.
Hal yang lebih penting dan bahkan terlupakan adalah banyak orang yang
hidupnya keropos tidak punya pegangan relasinya dengan Tuhan jauh, sehingga
tidak cukup kuat untuk menghadapi penderitaan.
40
3. Penderitaan yang Disebabkan oleh Kesalahannya Sendiri
Penderitaan yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri biasanya
dihubungkan dengan dosa-dosa manusia. Penderitaan terjadi karena manusia
jahat, malas dan bahkan hidup sembarangan dan cenderung semau gue, tanpa pikir
panjang maka menyebabkan manusia menderita. Dosa menyebabkan persekutuan
manusia dengan Allah terpisah dan membuat manusia merasa semakin jauh dari
Allah bahkan menolak Allah. Padahal di luar Allah manusia tidak dapat berbuat
apa-apa. Keterpisahan itu pula yang menyebabkan manusia menderita.
Penderitaan yang dialami manusia di luar Firdaus bukanlah hukuman khusus yang
ditimpakan Allah kepada manusia, melainkan konsekwensi dari sebuah pilihan.
Hukuman yang dialami manusia mengungkapkan keadilan Allah. Allah
tidak pernah menginginkan manusia menderita, justru sebaliknya Allah
merindukan agar manusia selamat. Namun seringkali manusia lebih memilih jalan
yang tampaknya baik dengan memilih jalan pintas, seperti mau hidup kaya tetapi
tidak mau bekerja. Contoh lain, pergaulan bebas yang mengakibatkan hamil di
luar nikah, narkoba yang mengakibatkan masa depan menjadi rusak, anak-anak
yang malas belajar mengakibatkan budaya tidak jujur yakni mencontek.
Penderitaan karena kelemahan manusia itu sendiri memberi dampak pada orang
lain: keluarga, sahabat dekat, guru dan masyarakat sekitar di mana mereka tinggal
dan hidup bersama. Allah membiarkan manusia berdosa mengalami apa yang
menjadi akibat dosanya, bukan berarti Allah yang membuat manusia menderita.
41
Manusia yang memilih maka ia juga yang menanggung konsekwensi dari
pilihannya (Kleden, 2006: 178).
4. Penderitaan Demi Orang Lain
Umat beriman Kristiani akan sangat mudah untuk melihat penderitaan
demi orang lain, karena memiliki contoh atau teladan yang tiada bandingnya.
Tokoh tersebut tidak lain adalah Yesus. Yesus rela menderita demi orang lain
yakni manusia yang sangat dicintaiNya, menderita bukan semata-mata untuk
mencari nama, akan tetapi melulu demi keselamatan manusia, cinta tanpa syarat
Yesus melalui penderitaanNya. Yesus memberikan nyawaNya menjadi tebusan
bagi banyak orang (Mat 20: 28; Mrk 10: 45).
Dalam kisah lain, Paulus dalam surat-suratnya menulis banyak tentang
penderitaan yang dialami sehubungan dengan karya karasulannya. Paulus
mengalami kesulitan, kepahitan, dan tantangan berat dalam karyanya, namun ia
tetap berjuang demi perkembangan iman jemaatnya, kesabaran, ketabahan, serta
ketekunan yang dimiliki oleh Paulus mampu membawa banyak orang kepada
keselamatan dalam Kristus (Weiden, 1995: 218). Musa sebagai pemimpin
menderita oleh karena kejahatan bangsanya Musa digambarkan sebagai orang
yang menderita demi umatnya (Bil 11: 11-15).
Untuk zaman sekarang, penderitaan dialami karena pilihannya sendiri
bukan semata-mata manusia memilih penderitaan, akan tetapi ada suatu nilai yang
diperjuangkan, demi orang lain yang tidak berdaya, misalnya: para perawat yang
bekerja di rumah sakit siang malam berhadapan dengan berbagai penyakit, pasien
42
yang rewel, keluarga pasien yang juga tidak mudah, tidak jarang juga dimarahi
oleh pasien, keluarga dan bahkan dokter.
Berhadapan dengan realita demikian dapat disimpulkan bahwa menjadi
seorang perawat merupakan panggilan dan pilihan tugas pelayanan yang tulus dari
dalam diri untuk melayani yang tidak berdaya. Komentar ini sering didengar oleh
para perawat, namun tidak membuatnya putus harapan “sekolahnya susah,
bayarnya mahal, bekerja hanya seperti seorang pelayan yang disuruh-suruh oleh
pasien, itupun masih sering mendapat perlakuan yang tidak mengenakan”.
Pengalaman di lapangan seperti ini sangat konkrit yang menuntut kerelaan dan
kebesaran hati untuk mengahadapinya.
Kendati demikian, para perawat itu melakukan tugas pelayanannya dengan
gembira hati. Mereka menyadari bahwa melayani yang lemah dan tidak berdaya
berarti melayani Kristus sendiri, dan kesadarannya inilah yang membuat para
perawat tetap bersemangat dalam melayani.
Para perawat ini belajar dari hidup Yesus, meskipun tidak sampai
menyerahkan nyawa, tetapi kerelaan Yesus memberikan hidupNya menjadi
tebusan bagi banyak orang, menjadi spirit dalam tugas pelayanan mereka.
Penderitaan Yesus sampai mati di salib menjadi sarana penyelamatan bagi seluruh
umat manusia. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa
karena kita supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (Song, 1990: 174).
Yesus adalah manusia sejati yang tanpa dosa, namun Ia rela menderita
demi keselamatan manusia yang jatuh dalam dosa. Yesus rela menderita karena
mau memulihkan citra manusia yang sudah rusak oleh kelemahan manusia, jalan
43
satu-satunya yang harus ditempuh untuk menyelamatkan manusia dengan jalan
salib. Penderitaan Yesus diartikan sebagai jalan menuju kepada Allah dalam
kebangkitanNya (Groenen, 1983: 130). Yesus dengan sadar dan rela menempuh
penderitaanNya karena taat pada kehendak Bapa, demi keselamatan manusia.
Ketaatan Yesus itu terungkap dalam doaNya di taman Getsemani, kataNya “Ya
Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu, ambilah cawan ini dari padaKu,
tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau
kehendaki” (Groenen, 1983: 153).
Dalam konteks hidup zaman sekarang masih dapat dilihat dengan jelas
adanya panggilan bagi biarawan dan biarawati, yang menanggapi undangan atau
panggilan Allah untuk membantu karyaNya, dengan meninggalkan segala milik
dunia untuk mengikuti cara hidup Yesus bekerja di ladangNya. Penderitaan yang
dialami pengikut Yesus zaman sekarang memang berbeda dengan zamannya
Yesus, akan tetapi tantangan, kesulitan dan penderitaan masih banyak dialami
oleh pengikutNya yang sungguh-sungguh bekerja bagiNya.
5. Penderitaan Karena Tugas Perutusan
Orang bersedia menderita karena imannya pada Tuhan atau karena
kesetiaannya menjalankan tugas perutusan yang ia yakini datang dari Allah
sendiri. Penderitaan karena kesetiaan pada kehendak Allah dalam tugas perutusan
digambarkan jelas oleh pergulatan hidup para nabi-nabi jaman dahulu di
antaranya: Nabi Yeremia, Ayub, Elia, Hosea dan Amos. Para nabi ini adalah
penyambung tangan dan lidah Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Para nabi
44
ini menderita banyak karena mereka menunaikan tugas panggilannya dengan setia
dan bertanggungjawab. Berhadapan dengan kenyataan itu sang nabi mengeluh,
mencari pemecahan pada Allah yang dikenal sebagai yang adil dan penuh kasih,
namun kenyataanya tidak mereka alami.
Meskipun mereka belum menemukan titik terang, mereka tetap setia
menjadi pewarta, yang mampu membawa umat manusia mengalami pertobatan
dan hidup menurut ketetapan Tuhan yang benar (Weiden, 1995: 219). Untuk
jaman sekarang tugas perutusan itu dialami dan dijalani oleh orang-orang yang
berkehendak baik untuk membantu sesamanya. Kita dapat melihat ibu Theresa
yang mengalami penderitaan sampai titik darah penghabisan karena misinya
membantu yang “sakit” sampai ia sendiri tertular dan akhirnya meningggal. Kita
juga dapat melihat para biarawan-biarawati yang merelakan seluruh hidupnya
semata-mata juga demi Kerajaan Allah.
Para misionaris yang bertugas di pelosok-pelosok yang mengalami
kesuliatan hidup dari berbagai bidang seperti: ekononi, transportasi, dan
pendidikkan. Kesulitan dan tatangan berat yang ada tidak membuat para
misionaris berhenti, akan tetapi semakin bersemangat untuk sungguh menderita
sedikit demi sesamanya yang berada di tempat-tempat sulit dan terpencil.
Penderitaan Mempersatukan, Memimpin dan Membentuk Manusia
Penderitaan mempersatukan. Pengalaman merasa sakit sepertinya
memiliki kemampuan khusus untuk menunjukkan kepada kita betapa kita saling
membutuhkan. Bergumul dengan penderitaan mengingatkan kita betapa rapuhnya
45
kita. Pendek kata melalui penderitaan kita semakin disadarkan bahwa kita tidak
mampu sendiri, membutuhkan orang lain dalam mengarungi pejiarahan hidup ini.
Oleh karena itu tidaklahklah heran kalau ketiga sahabat Ayub segera datang ketika
mendengar Ayub tertimpa malapetaka (Ayb 2: 11). Mereka datang bermaksud
untuk menghibur Ayub, meskipun Ayub menolak penghiburan itu.
Penderitaan merupakan suatu hal yang nyata dan berlaku umum bagi
semua manusia. Pengalaman penderitaan yang umum itu bagi manusia di dunia
ini biasanya diterima sebagai suatu gangguan, halangan, yang tidak diiginkan dan
ditolak. Namun demikian penderitaan berguna untuk mempersatukan dan
memperingatkan manusia. Dalam kesulitan dan penderitaan itu, Allah bermaksud
untuk memurnikan manusia “Sebab Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah
memurnikan kami seperti orang memurnikan perak” (Mzm 66: 10).
Penderitaan itu memimpin kita. Ketika seseorang mengalami penderitaan,
Allah menjadi kambing hitam. Kambing hitam adalah pihak tidak bersalah
dituduh sebagai yang bersalah. Namun anehnya penderitaan justru mendapat
penghargaan ketika seseorang menggambarkan bahwa penderitaan itu
mengarahkan hidup dan menolong mereka untuk semakin dekat dan pasrah
kepada Allah. Melalui penderitaan Allah memimpin kita ke suatu tempat yang
tenang (Mzm 23: 2). Penderitaan membawa orang untuk semakin menyadari
keberadaannya bahwa ia adalah mahkluk terbatas yang tidak mampu mengatasi
segala-galanya. Dengan penderitaan orang diajak untuk semakin sempurna,
seperti Bapa sempurna adanya (Mat 5: 48). Penderitaan memberi jalan dan
membuka hati untuk berfleksi melihat kembali arah hidup yang selama ini
46
dialami. Penderitaan merupakan sarana untuk tetap berharap bahwa Allah itu ada.
Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan
dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Rom 8: 18).
Penderitaan membentuk manusia untuk semakin mengenal dan dekat
dengan Allah bahkan semakin setia dan mencintaiNya. Kita semakin percaya
bahwa Tuhan maha tahu, maha kasih dan Ia mengenal kita secara utuh
menyeluruh (Mzm 139: 2-3). Penderitaan yang dialami dalam peziarahan hidup
ini membentuk manusia untuk hidup secara benar yakni menurut kehendak Allah.
Penderitaan membentuk hati kita untuk berani berkorban demi orang lain.
Penderitaan demi orang lain memampukan kita untuk berempati terhadap mereka
yang mengalami penderitaan. Musa di sisni sebagai teladan yang digambarkan
sebagai orang yang menderita demi umatnya (Bil 11: 11-15).
D. Orang Benar Menderita
1. Pergulatan Orang Benar Dalam Menghadapi Penderitaan
Topik tentang penderitaan selalu menjadi isu perdebatan sepanjang jaman,
karena penderitaan merupakan fakta yang sangat dekat dengan kehidupan manusia
dan menyentuh semua orang tanpa batasan. Para filsuf dan pemikir keagamaan
terus bergumul untuk menjelaskan keberadaan penderitaan dalam hidup manusia.
Alkitab sendiri menyinggung beberapa aspek dari penderitaan, salah satu
pergumulan yang paling terkenal adalah pergumulan Ayub.
Seluruh Kitab Ayub ingin menjawab satu isu: mengapa orang saleh
menderita? Asaf adalah seorang filsuf keagamaan pernah memikirkan secara
47
serius tentang kemujuran orang fasik dan penderitaan orang benar (Mzm 73: 3-
12). Manusia yang hidup zaman sekarang diajak untuk berjuang, dengan rendah
hati menghadapi setiap penderitaan yang datang menghampirinya, sadar bahwa
sejak manusia jatuh ke dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3: 23),
tak ada seorangpun yang mempunyai hak untuk bebas dari murkaNya berdasarkan
kebenarannya.
Pengalaman Ayub merupakan pergulatan orang benar yang mengalami
penderitaan. Ayub yakin bahwa apa yang menimpa dirinya bukan karena
kesalahannya, akan tetapi sebuah ujian dari Tuhan. Ayub menghadapi
pergulatannya yang tidak ringan seorang diri saja, karena istrinyapun ikut
mengutuki Tuhan. Akan tetapi Ayub tetap setia dan bertahan pada Allahnya.
Ayub yang setia akhirnya meyakini bahwa penderitaan dipahaminya sebagai
sarana untuk mendidiknya, dengan maksud supaya manusia semakin mendalam
dan kokoh imannya, rendah hati, dan semakin dekat dengan Allah. Penderitaan
yang dialami Ayub menegaskan kepada kita bahwa penderitaan dialami manusia
tidak melulu karena kesalahan yang dibuat. Demikian sebaliknya bahwa
kebahgiaan dialami sebagai anugerah, bukan jasa baik manusia.
2. Godaan Untuk Menghindar
Ketika dihadapkan pada kemungkinan penderitaan, naluri yang muncul
adalah menghindar dan melarikan diri. Hal ini diungkapkan dengan baik dalam
Mazmur 55: 6-9: Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku.
Pikirku, sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari
48
tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang
gurun. Aku akan segera mencari tempat perlindungan terhadap angin ribut dan
badai. Pemazmur ini sedang menderita karena dikhianati oleh sahabat
kepercayaannya, betapa hebat penderitaan ini. Penderitaan yang dirasa berat
membuat pemazmur ini tergoda untuk menghindar dan melarikan diri dari
padanya. Bagi siapapun yang terbuka matanya, duka dan derita dapat dilihat di
mana-mana (Hogan, 2002: 24).
Ketika manusia mengalami penderitaan sikap yang spontan muncul adalah
godaan untuk melarikan diri dari padanya, ini merupakan sesuatu yang sangat
nyata, meskipun bukan pemecahan. Melarikan diri adalah suatu cara yang tidak
bertanggung jawab, namun dilakukan oleh banyak manusia pada umumnya
(Hogan, 2002: 26). Mazmur 13 dapat menjadi inspirasi bagaimana manusia harus
menyikapi secara benar, dan tidak lari ketika berhadapan dengan penderitaan.
Reaksi spontan yang sering muncul ketika menghadapi penderitaan adalah
godaan untuk menghindar. Dalam bidang kedokteran ada banyak kasus di mana
orang berupaya untuk menghilangkan penderitaannya, misalnya dengan
menggunakan obat pengurang rasa sakit yang tidak seharusnya. Bahkan tidak
sedikit orang nekat melakukan bunuh diri ataupun euthanasia untuk keluar dari
ketidakberdayaan menghadapi penderitaan yang tak kunjung henti. Sebagai orang
beriman kita diharapkan berani untuk menghadapi kenyataan hidup sepahit
apapun, tidak menghindarinya. Bahkan kita harus sampai pada pemaknaannya.
Penderitaan dalam Kitab Suci dipandang sebagai sarana pendidikan yang
49
digunakan Allah untuk menuntun si pendosa kembali kepada jalan yang benar
(Weiden, 1995: 216).
E. Makna Penderitaan Orang Benar Zaman Sekarang
Dua contoh makna penderitaan orang benar zaman sekarang
1. Penderitaan karena tugas perutusan
Sebuah contoh misalnya seorang romo atau suster yang diutus di daerah-
daerah yang sulit air, transportasi, dan sarana-sarana yang seharusnya mendukung
pelayanan. Namun demikian tidak mengurangi semangat mereka untuk melayani.
Keberpihakkan mereka pada yang lemah, kecil, miskin dan tersingkir, membuat
mereka tidak putus asa bahkan selalu dikuatkan dengan sabdaNya. “Setiap orang
yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap
hari dan mengikut Aku” (Luk 9: 23).
2. Penderitaan demi orang lain.
Sebagai contoh orang yang menderita demi orang lain adalah seorang guru
yang harus mengajar di SD Impres Desa Tertinggal (IDT). Guru di SD IDT harus
berani apa adanya dengan segala kemiskinan yang ada. Seorang katekis yang
bertugas di pelosok-pelosok tanah air yang jalanya sulit hanya dapat dijangkau
dengan kendaraan sepeda ontel, itupun umatnya hanya 3-4 orang saja. Dan para
perawat yang merawat pasien siang malam tanpa pilih-pilih penyakit menular atau
tidak dan lain sebagainya. 2 contoh di atas merupakan penderitaan orang benar
zaman sekarang. Penderitaan itu menjadi bermakna karena yang mengalami
50
sungguh dapat menerimanya sebagai ajakan untuk ikut ambil bagian dalam karya
keselamatan Allah, sehingga penderitaan yang dialami menjadikannya semakin
dekat dengan Allah, diteguhkan imannya dan semakin pasrah kepada Allah.
Penderitaan bagi orang Kristiani merupakan jalan menuju kemuliaan. Bila
manusia menderita Allah turut menderita (Fil 3: 10).
Sikap orang beriman terhadap penderitaan. Orang beriman yakin bahwa
manusia diciptakan agar hidup bahagia bukan untuk hidup menderita. Oleh karena
itu penderitaan tidak perlu dicari atau diidam-idamkan. Tetapi cukuplah kalau
orang bersedia menerimanya dengan terbuka dan tabah bila Tuhan
menghendakinya (Waskito, 1994: 44). Dalam upaya pencarian jawaban atas
pertanyaan mengenai penderitaan, manusia sering mengalami krisis kekecewaan
dan konflik, baik dengan diri sendiri maupun dengan sesamanya. Dalam tahab
yang lebih dalam manusia sampai mengalami kekaburan terhadap gambaran diri
mengenai Allah, bahkan sampai pada titik penolakan terhadap Allah.
Menyikapi pengalaman krisis penderitaan semacam ini manusia diajak
untuk belajar dari Ayub yang ditimpa berbagai penderitaan dalam hidupnya.
Hanya ada satu pertanyaan yang sungguh-sungguh penting dipersoalkan: mengapa
kejadian-kejadian buruk menimpa orang benar? Akan tetapi manusia tidak
seharusnya merasa bahwa penderitaan merupakan hukuman dari Tuhan atau
semata-mata karena dosa manusia itu sendiri. Hal inilah yang seharusnya
dipahami oleh setiap manusia yang mengalami penderitaan. Penderitaan adalah
suatu realita yang sungguh-sungguh manusiawi. Praktisnya bahwa penderitaan
tidak dapat dilepaskan dari situasi manusia yang konkrit. Ketika manusia
51
mengakui bahwa penderitaan itu ada, seharusnya manusia mengakui sesamanya
yang menderita. Menerima penderitaan dalam iman tidak terbatas pada
penderitaan diri sendiri, tetapi juga mengikutsertakan penderitaan orang lain.
Kisah orang Samaria yang baik hati, yang diangkat dalam Kitab Suci memberi
inspirasi yang menggerakan orang untuk melayani sesama yang menderita.
Pemahaman dan pengalaman iman akan penderitaan membantu manusia
dalam melayani sesama yang sedang mengalami penderitaan. Penderitaan adalah
sarana bukan tujuan, maka penderitaan dapat diterima bukan sebagai kemalangan
bagi manusia yang harus digumuli dan dilawan dengan kekuatan. Akan tetapi
penderitaan merupakan bagian dari keseluruhan hidup manusia yang bertujuan
pada kesatuan dengan Allah. Dengan pemahaman yang itulah manusia akan saling
membantu dalam pelayanan. Pelayanan kepada sesama yang menderita pertama-
tama adalah pelayanan konkrit yang terwujud dalam sikap dan tindakan, salah
satu contohnya dengan melakukan usaha yang dapat membantu, menemani,
mendengarkan, dan melayani sesama yang menderita melalui pastoral care,
konseling pastoral dan model lain yang dapat diteladani. Contoh konkrit yang
dapat kita lihat adalah Yesus, Ia berkeliling sambil berbuat baik menyembuhkan
banyak orang yang menderita. Yesus menjadi model dan teladan bagi manusia
dalam berbuat kasih kepada sesama yang sedang mengalami penderitaan. Teladan
Yesus memaksa kita untuk hidup menurut kebenaran; kebenaran itu yakni cinta
kasih. Dalam cinta kasih itulah kebenaran sungguh-sungguh akan membebaskan
kita (Kiswara, 1985: 16).
52
Untuk dapat menemukan makna penderitaannya, perlulah pendampingan
yang sesuai dengan situasi dan kondisi para penderita. Pendampingan yang nyata
nyata berarti haruslah yang mampu menyentuh hati, terlibat secara pribadi dan
berempati terhadap penderita (Kieser, 1984: 41). Bagi pendamping pastoral
perlulah untuk terlebih dahulu mempelajari situasi dan kondisi dari mereka yang
menderita. Dengan demikian, para pendamping dapat menuntun dan menemani
para penderita secara tepat dalam memaknai panderitaannya. Pendampingan yang
dilakukan haruslah memiliki kemampuan uantuk mengatur kegiatan dan nilai
yang ada. (Mayeroff, 1993: 62). Penulis mencoba menggunakan model-model di
atas untuk membantu manusia zaman sekarang dalam menemukan makna setiap
penderitaan yang dihadapi (Hogan, 2002: 58-59).
F. Makna Penderitaan Bagi Orang Kristiani
Sejak awal kekristenan penderitaan telah menjadi bagian integral dalam
kehidupan Yesus, para rasul maupun Gereja awal. Yesus hidup dalam kemiskinan,
ditolak oleh kaum keluarga, orang-orang di kampungNya, maupun bangsaNya
sendiri. Hidup Yesus pun berakhir tragis di kayu salib karena kebencian orang-
orang Yahudi terhadap diriNya, Dia ditolak oleh milikNya sendiri (Yoh 1: 11).
Meskipun Yesus mengalami perlakuan demikian oleh manusia, Allah BapaNya
tidak pernah meninggalkanNya. Gambaran yang baik diceritakan oleh para nabi
tentang ibu dan anak, dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga
ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Suatu penghiburan dan kelegaan
bahwa ingatan Allah kepada umatnya lebih kuat dan lebih langgeng dari pada
53
ingatan seorang ibu (Song, 1990: 65). Teologi Allah yang militan digantikan oleh
teologi penderitaan, artinya bahwa Allah turut mengalami, merasakan apa yang
dialami oleh manusia, bagiNya kesedihan dan penderitaan umat merupakan
bagian hidupNya juga (Song, 1990: 69).
Dalam Dokumen Salvifici Doloris secara jelas ditegaskan mengenai
penderitaan yang menyelamatkan. Dalam dokumen ini dibahas persoalan
mengenai makna penderitaan dari sudut pandang orang beriman Kristiani.
Penderitaan bagi orang kristen dipandang sebagai pengalaman khas hakiki
manusia. Yohanes Paulus II dalam suratnya menghimbau kepada semua orang
supaya dapat memandang penderitaan bukan saja sebagai peristiwa kehancuran
dan kesia-siaan dalam hidup, tetapi melihat di balik pengalaman penderitaan itu
buah-buah positif yang bisa dipetik dan diambil maknanya. Melalui
penderitaannya manusia mengalami kesabaran, kesederhanaan, murah hati, saling
membantu, dan yang penting adalah semakin pasrah dan dekat dengan Allah.
Penderitaan atau salib bila direnungkan sungguh merupakan jalan
keselamatan untuk sampai kepada Bapa. Dengan demikian penderitaan tidak lagi
menjadi sesuatu yang menakutkan tetapi menjadi jalan pembebasan yang
membahagiakan. Sebab hanya melalui saliblah manusia dapat diselamatkan.
Sebagai orang yang beriman kepada Kristus, kita dipanggil untuk melihat Kritus
dalam diri orang-orang yang menderita. Kita diajak untuk terus belajar dari
penderitaan orang lain dan berharap memperoleh suatu makna baru dari
penderitaannya.
54
Dari berbagai uraian di atas tampak bahwa penderitaan sudah menjadi
bagian integral dalam hidup manusia. Manusia tidak dapat luput dari penderitaan.
Semua manusia pernah mengalami penderitaan hanya saja kadar kuantitasnya
berbeda-beda. Penderitaan sebuah misteri yang tidak perlu dicari, akan tetapi
sebagai orang beriman kita diajak untuk menerima dengan rendah hati, terbuka
dan tidak lari menghindari. Kita mengakui dengan jujur bahwa kita tidak mampu
menangkap makna penderitaan yang dialami secara penuh. Terlebih bila
penderitaan itu menimpa orang-orang yang menurut kacamata dan pandangan kita
baik dan tidak bersalah. Penderitaan yang sudah diuraikan di atas baik yang secara
bersama-sama maupun secara individual memiliki makna bagi masing-masing
pribadi yang mau mereflesikannya. Nothing in the whole world is meaningless,
suffering least of all, tidak ada yang tidak bermakna di dunia ini termasuk
penderitaan (Frankl 1967: 87).
Penderitaan terkadang membawa seseorang pada sikap apatis pada Allah,
akan tetapi sebagai orang beriman kita menyadari bahwa penderitaan merupakan
misteri yang tidak mudah disingkapkan. Di lain pihak penderitaan merupakan
bagian hidup yang tidak terelakkan. Oleh karena itu, kita seharusnya mengambil
sikap yang bijaksana dalam menghadapi penderitaan, sehingga penderitaan yang
dialami memiliki arti dan makna untuk semakin pasrah dan dekat dengan Allah.
Dengan demikian manusia akan menjadi peka dan solider terhadap orang lain
yang sedang mengalami penderitaan.
55
G. Manusia senantiasa bersyukur
Kisah penebusan manusia melalui salib merupakan kisah pergumulan dan
pergulatan Yesus sebagai anak Allah. “Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal” (Yoh 3: 16) Mengalami kasih Allah yang dicurahkan sedemikian ini
manusia senantiasa bersyukur, bahwa penderitaan yang dialami saat ini tidak
sebanding dengan pengurbanan Yesus di salib. Ungkapan syukur yang dialami
oleh manusia yang mengalami kasih Allah begitu besar dikuatkan oleh kutipan
yang berbunyi ”kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang
jaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan
kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para para murid Kristus juga.
Tiada sesuatupun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka”
(Gaudium et Spes Art.1).
Penderitaan yang diterima dalam persatuan dengan Kristus dapat menjadi
sumber kegembiraan, seperti telah dialami Paulus serta murid-murid Kristus yang
pertama. Tentang mereka dikatakan bahwa mereka gembira karena telah dianggap
layak menderita penghinaan oleh karena nama Yesus (Waskito, 1994: 41).
56
BAB IV
SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI SALAH SATU MODEL
KATEKESE UNTUK MEMBANTU UMAT DALAM MEMAKNAI
PENDERITAAN ORANG BENAR
Di dalam bab IV ini, penulis akan menguraikan beberapa gagasan pokok
dari suatu model berkatekese yang diharapkan membantu umat beriman untuk
memaknai penderitaan orang benar. Untuk selanjutnya penulis dalam bab IV ini
menguraikan empat hal pokok utama: pertama, pengertian SCP (Shared
Christian Praxis); bagian kedua, langkah-langkah dalam Shared Christian
Praxis; bagian ketiga, bagaimana shared Cristian praxis dapat membantu umat
untuk memaknai penderitaan dan bagian keempat, tawaran rekoleksi sehari dalam
bentuk katekese dengan model Shared Christian Praxis/ SCP.
A. Shared Christian Praxis Sebagai Model Katekese
1. Katekese model Shared Christian Praxis
Penulis memilih model “Shred Christian Praxis” (SCP), bermula dari
pengalaman keprihatinan akan banyaknya orang yang merasa putus asa karena
mengalami penderitaan. Manusia merasa bahwa penderitaan yang dialami semata-
mata hukuman Tuhan. SCP memiliki suatu pendekatan berkatekese yang handal
dan efektif, artinya suatu model yang sungguh-sungguh memiliki dasar teologis,
mampu memanfaatkan perkembangkan ilmu pendidikan dan memiliki
keprihatinan pastoral yang aktual.
57
Pokok yang digarisbawahi oleh model ini adalah menekankan proses
dialogis-partisipatif. Artinya bahwa peserta diharapkan mampu untuk berdialog
satu dengan yang lain dan berperan aktif agar proses komunikasi tidak macet. Di
dalam proses pelaksanaannya peran peserta sebagai subjek, pergulatan,
keprihatinan dan harapan hidupnya, mendapat tempat yang pokok, berdasar
komunikasi antara “tradisi” dan visi hidup mereka dengan “tradisi” dan visi
kristiani, sehingga baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan
penegasan dan pengambilan keputusan demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan
Allah di dalam kehidupan manusia (Heryatno, 1997: 1).
Katekese model ini bertitik tolak dari pengalaman hidup peserta yang
sudah direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan. Melalui pengalaman iman
dan visi Kristiani diharapkan muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi
motivasi peserta untuk terlibat aktif dalam kehidupan secara konkrit. Sifat dari
SCP ini adalah dialogal dan partisipatif. Dialog artinya relasi timbal balik dari
pendamping dan peserta karena pendamping bukanlah pembicara utama, tetapi
sebagai fasilitator. Sedangkan partisipatif dimaksudkan setiap peserta ikut ambil
bagian dalam proses berkatekese secara aktif. Dengan proses yang dialogal dan
partisipatif seputar pengalaman iman diharapkan peserta mampu untuk berbagi
pengalaman hidupnya dengan demikian saling memperkaya dan meneguhkan
(Sumarno, 2007: 14-15. lih juga. Heryatno,1997: 4).
Katekese model Shared Christian Praxis (SCP)) ini mengandung tiga
komponen yang sesuai dengan nama-namanya yakni: Shared, Christian dan
Praxis. Berikut ini adalah penjelasan dari setiap komponen-komponen tersebut:
58
a. Shared
Kata Shared berarti komunikasi timbal balik, sharing atau dialog, berbagi rasa,
pengalaman, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain.
Dalam sharing ini ada dua unsur penting yakni: pertama membicarakan sesuatu
yang terjadi dalam pengalaman personal dan yang kedua mendengarkan orang
lain. Dalam sharing semua peserta diharapkan secara terbuka siap untuk
mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati tentang apa yang
dikomunikasikan oleh orang lain. Mendengarkan melibatkan keseluruhan diri
sehingga dalam mendengarkan timbul gerak hati dan empati terhadap apa yang
dikomunikasikan oleh orang lain. Baik dalam mendengarkan maupun
membicarakan pengalaman dibutuhkan sikap yang bijaksana (Sumarno, 2007: 14.
lih juga. Heryatno, 1997: 4).
Di dalam proses itu diandaikan adanya kejujuran, keterbukaan, kepekaan
dan penghormatan. Segi dialog di sini mengandung unsur peneguhan, penegasan,
dan hasrat untuk maju secara bersama (Heryatno,1997: 4).
b. Christian
Katekese model SCP mengusahakan agar tradisi Gereja sepanjang sejarah
serta visinya relevan untuk kehidupan peserta zaman sekarang. Dengan proses itu
diharapkan agar iman Gereja berkembang menjadi pengalaman iman jemaat pada
jaman sekarang. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat kristiani
yang hidup dan sungguh dihidupi. Inilah tanggapan manusia terhadap pewahyuan
diri Allah yang terlaksana di tengah kehidupan manusia.
59
Dalam konteks ini tradisi perlu dipahami sebagai perjumpaan antara
rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan manusia. Maka dari itu tradisi di sini
meliputi Kitab Suci, spritualitas, refleksi teologis, sakramen, liturgi, seni dan
nyanyian rohani, kepemimpinan, kehidupan jemaat. Sebagai realitas iman dalam
konteks historis, tradisi kristiani senantiasa mengundang keterlibatan praktis dan
proses pembribadian. Visi merupakan suatu aksi konkrit dari jawaban manusia
terhadap janji Allah yang terwujud dalam sejarah kristiani yang
berkesinambungan dan bersifat dinamis, dan mengundang penilaian, penegasan,
pilihan, dan keputusan (Heryatno, 1997: 3. lih juga. Sumarno, 2007: 14).
c. Praxis
Praxis adalah tindakan manusia dan bertujuan bagi perubahan hidup yang
mengarah pada keterlibatan baru. Praxis ini mempunyai tiga unsur pembentuk
yang berfungsi memperkembangkan imaginasi, meneguhkan dan mendorong
manusia untuk melakukan tindakan baru yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga unsur tersebut adalah : aktivitas, refleksi, dan kreativitas.
1. Aktivitas
Aktivitas merupakan kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan
personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan bersama. Semuanya merupakan
medan masa kini untuk mewujudkan diri manusia. Kegiatan ini selalu dalam
konteks waktu dan tempat tertentu. Melalui aktiftas bersama manusia dibantu
untuk menemukan hal-hal baru yang mengarah pada suatu kesadaran untuk ikut
terlibat.
60
2. Refleksi
Di dalam komponen ini yang ditekankan adalah refleksi kritis terhadap
tindakan historis pribadi dan sosial dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi
dan kehidupan bersama masyarakat serta kaitannya dengan “Tradisi” dan “Visi”
iman kristiani sepanjang sejarah. Refleksi kritis ini dapat membantu mengevaluasi
atau menyikapi kehidupan yang belum sesuai dengan visi Kristiani.
3. Kreativitas
Kreatifitas yang dimaksudkan disini adalah perpaduan antara aktivitas dan
refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa
depan untuk praxis baru (Sumarno, 2007: 15.lih juga. Heryatno, 1997: 2).
2. Lima Langkah Katekese Dalam Shared Christian Praxis
Proses pelaksanaan SCP terdiri dari lima langkah yang berkesinambungan.
Langkah-langkah ini adalah satu rangkaian yang saling terkait dan bukan langkah-
langkah yang lepas. Kelima langkah ini berjalan fleksibel artinya mudah untuk
diatur penekanannya sesuai dengan situasi dan kondisi peserta yang sedang terjadi
(Sumarno, 2007: 18. lih juga. Heryatno, 1997: 5).
a. Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
Dalam langkah pertama ini para peserta dibantu untuk mengungkapkan
pengalaman hidup konkrit dalam bentuk ceritera, puisi, tarian, nyayian, drama
pendek, lambang. Isi dari ungkapan tersebut dapat berupa pengalaman peserta
61
sendiri atau permasalahan yang terjadi di masyarakat, atau gabungan dari
keduanya. Dalam proses pengungkapan itu, peserta dapat mengungkapkan
perasaannya, apa saja yang sedang terjadi dan dialami, kemudian menjelaskan
nilai-nilai yang diperjuangkan. Bahkan mungkin menjelaskan kepercayaan yang
melatarbelakanginya (Sumarno, 2007: 19. lih juga. Heryatno, 1997: 5).
Tujuan dari langkah ini adalah membantu peserta untuk menyadari
pengalamannya sendiri, mengintegrasikan, membahasakan, dan selanjutnya
mengkomunikasikan pada yang lain. Membantu berarti mengusahakan agar
peserta dapat mengungkapkan pengalamannya dengan suasana yang mendukung
dan diberi sarana dengan pertanyaan oleh pendamping (Haryatno, 1997: 5).
Pembimbing berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana
pertemuan agar menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan
pengalaman hidupnya berkaitan dengan tema dasarnya. Pembimbing membuat
pertanyaan-pertanyaan yang jelas, tidak menyinggung perasaan seseorang,
pertanyaan sesuai dengan latar belakang peserta yang bersifat terbuka dan
objektif. Oleh karena itu, pembimbing perlu bersikap ramah, sabar, hormat,
bersahabat dan peka terhadap latarbelakang keadaan dan permasalahan peserta
(Sumarno, 2007: 19.lih juga. Heryatno, 1997: 5).
b. Langkah Kedua: Refleksi Kritis Pengalaman Hidup Faktual (Mendalami
Pengalaman Hidup Peserta)
Kekhasan pada langkah kedua ini adalah mendalami secara kritis
pengalaman hidup peserta yang telah disharingkan dalam langkah pertama.
62
Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif dan kritis memahami serta
mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri maupun masyarakat yang ada
disekitarnya.
Tujuan dari langkah ini adalah memperdalam refleksi dan mengantar
peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya yang
meliputi: pemahaman kritis dan sosial, kenangan analisis, imajinasi kreatif dan
sosial. Dengan refleksi kritis pada pengalaman konkrit peserta diharapkan sampai
pada nilai dan visinya yang pada langkah keempat akan dikonfrontasikan dengan
pengalaman iman Gereja sepanjang sejarah (tradisi) dan visi kristiani.
Tugas pendamping dalam langkah ini adalah berusaha menciptakan
suasana pertemuan yang kondusif agar mendukung jalanannya pertemuan.
Pendamping mendorong, menyemangati peserta supaya mengadakan dialog
bersama untuk sampai pada tujuan yang akan dicapai. Langkah ini bersifat
analistis yang kritis (Heryatno, 1997: 5).
c. Langkah Ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi Kristiani dan Visi
Kristiani Lebih Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)
Kekhasan langkah ketiga ini adalah peserta mendialogkan “tradisi dan
“visi” hidup mereka dengan tradisi hidup Gereja. Tradisi hidup Gereja mencakup
Kitab Suci, spiritualitas, devosi, kebiasaan hidup beriman, aneka kesenian gereja,
liturgi kepemimpinan dan lain sebagainya.
Langkah ini bertujuan mengaktualisasikan (memahami secara aktual)
nilai-nilai Kristiani (Tradisi dan visi Kristiani) agar kabar gembira lebih
63
terjangkau dan lebih mengena pada kehidupan peserta jaman sekarang. Tradisi
dan visi Kristiani ini adalah pewahyuan diri Allah yang berpuncak dalam misteri
hidup dan karya Yesus serta tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut.
Dalam langkah ini pendamping dapat menggunakan salah satu bentuk
interpretasi yang bersifat menggarisbawahi, mempertanyakan ataupun yang
mengundang keterlibatan baru yang kreatif agar peserta merasa didukung dan
diteguhkan (Heryatno, 1997: 6. lih juga. Sumarno, 2007: 19).
d. Langkah Keempat: Interpretasi Dialegtis Antara Tradisi Dan Visi
Kristiani Dengan Tradisi Dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani
Dalam Situasi Konkrit Peserta)
Langkah keempat ini bertujuan mengajak peserta berkontak secara
personal dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani, menemukan nilai hidup yang
hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang tidak baik yang akan di hilangkan
dan nilai-nilai baru akan dikembangkan. Di lain pihak peserta mengintegrasikan
nilai-nilai hidup mereka ke dalam tradisi dan visi Kristiani, sekaligus juga
mempersonalisasikan tradisi dan visi Kristiani menjadi milik mereka sendiri. Di
samping itu, mewujudkan kesadaran iman yang baru dapat memperkaya dan
mendinamisir tradisi dan visi kristiani juga menjadi pokok penting pada langkah
ini. Dengan langkah ini diharapkan hidup peserta menjadi lebih aktif, dewasa, dan
missioner.
Peran pendamping dalam langkah ini adalah membesarkan hati peserta,
mengundang refleksi kritis mereka, dan mendorong mereka supaya
64
mengkomunikasikan hasilnya dengan peserta lain dengan maksud untuk
mempertajam dan menyempurnakannya. Pendamping menghormati kebebasan
dan hasil penegasan roh dari peserta, meyakinkan peserta tentang kemampuan
mereka untuk mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan
nilai tradisi dan visi kristiani.
Peran peserta dalam langkah ini dapat menyampaikan hasil dialognya
dengan jalan mengungkapkan perasaannya, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi, dan
penegasannya yang menyatakan kebenaran, nilai serta kesadaran yang diyakini.
Caranya peserta dapat menggunakan tulisan, penjelasan, symbol atau ekspresi
yang artistik (Sumarno, 2007: 15. lih juga. Heryatno, 1997: 7.48).
e. Langkah Kelima: Keterlibatan Baru demi terwujudnya kerajaan Allah
Di Dunia (Mengusahakan Aksi Konkrit)
Kekhasan langkah kelima ini ini adalah suatu dinamika yang secara
eksplisit mengundang peserta untuk sampai pada keputusan baik secara pribadi
maupun kolektif untuk sebuah pembaharuan hidup. Di dalam langkah ini peserta
diajak untuk sampai pada pemahaman, kesadaran, niat-niat dan tindakan baru
yang membantu memperkembangkan kehidupan mereka.
Langkah kelima ini bertujuan untuk mendorong peserta sampai pada
keputusan konkrit atau keputusan praktis untuk menanggapi pewahyuan Allah
yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam
kontinuitasnya. Keterlibatan baru dengan mengusahakan pertobatan pribadi dan
sosial yang terus-menerus, keputusan konkrit dari langkah ini merupakan puncak
65
dan buah dari metode ini. Di sini tanggapan peserta dipengaruhi oleh tema dasar
yang direfleksikan, nilai-nilai kristiani yang diinternalisasi dan konteks relegius,
politis, sosial dan ekonomis peserta.
Peran pendamping dalam langkah kelima ini praktis, inovatif, serta
transformatif. Artinya terbuka dan merumuskan pertanyaan sederhana yang
mudah ditangkap oleh peserta, misalnya: bagaimana cara bapak/ibu mewujudkan
cita-cita iman bapak/ibu? Apa yang hendak bapak/ibu lakukan agar cita-cita itu
tercapai? Yang lebih penting adalah pendamping selalu menekankan sikap optimis
dan realistis kepada peserta, agar peserta sampai pada keputusan pribadi dan
bersama (Heryatno, 1997: 7.50. lih juga. Sumarno, 2007: 14).
B. Katekese Model Shared Christian Praxis Membantu Umat Untuk
Memaknai Penderitaan Orang Benar
Katekese model SCP dapat membantu umat untuk menemukan cara
memaknai penderitaan orang benar. Katekese model Shared Shristian Praxis
merupakan salah satu model katekese yang cocok bagi sebuah proses komunikasi
iman. Tujuan yang hendak dicapai dari model ini adalah agar umat mencapai
kematangan dan kedewasaan iman. Sebagai orang beriman setiap pribadi
diharapkan mampu mencapai kematangan tersebut. Hal ini dapat ditandai dengan
sikap dan tindakan pribadi serta tingkah laku yang dapat dicontoh. Katekese
model SCP ini diharapkan dapat memperkembangkan iman umat menuju
kedewasaan yang yang mendalam. Langkah-langkah yang digunakan mengarah
pada apa yang dicita-citakan.
66
Mazmur 13 yang dibahas dalam karya tulis ini memberi gambaran dengan
jelas bagaimana orang benar yang menderita dapat memaknai penderitaannya.
Pemazmur di dalam Mazmur 13 ini mengalami penderitaan hebat yang bukan
kesalahannya sendiri, melaikan karena musuh-musuhnya. Pemazmur mampu
menggulatinya dengan mendialogkan apa yang dialami dengan Tuhannya.
Pemazmur mengalami pergulatan yang tidak ringan, namun akhirnya menemukan
makna positif dari penderitaan yang dialaminya. Makna positif yang ditemukan
akhirnya menyadarkan pemazmur bahwa penderitaan yang dialaminya bukan
karena hukuman dari Tuhan akan tetapi perbuatan musuh. Pemazmur menyadari
bahwa melalui penderitaan pemazmur semakin dekat dan pasrah kepada Allah.
C. Rekoleksi Dengan Model SCP Sebagai Salah Satu Bentuk Kegiatan Untuk
Menemukan Cara Memaknai Penderitaan Orang Benar
1. Alasan dasar memilihan rekoleksi katekese model SCP
Penulis memilih bentuk rekoleksi dengan model SCP ini sebagai salah satu
bentuk kegiatan yang efektif untuk mencoba menemukan cara memaknai
penderitaan orang benar. Ada tiga hal pokok mengapa penulis memilih dan
menawarkan bentuk kegiatan rekoleksi ini. Pertama, rekoleksi menjadi pilihan
karena bentuk ini sangat cocok, sesuai dengan situasi para karyawan Panti Asuhan
sebagai pendamping anak-anak yang bermasalah. Kedua, SCP sebagai salah satu
model katekese yang memiliki pendekatan yang bersifat komprehensif yang
menyentuh (Heryatno, 1997: 1). Ketiga, karena pendalaman ini perlu suasana
yang kondusif dan waktu yang cukup untuk sejenak berenung dan berefleksi.
67
Keempat SCP merupakan langkah yang praktis dan mendalam bagi pembinaan
dan pastoral.
Rekoleksi dengan model SCP ini bertitik tolak pada pengalaman sehari-hari
yakni orang benar menderita dan usaha memaknainya. Aspek-aspek yang
terkandung dalam dua hal tersebut di atas sudah disinggung dalam Bab II.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rekoleksi model SCP ini dibuat dengan
maksud untuk membantu para karyawan yang berkarya di Panti Asuhan dan umat
pada umumnya dalam memaknai penderitaan sebagai orang benar. .
Melalui rekoleksi dengan model SCP ini peserta diajak untuk mendalami dan
menemukan cara bagaimana memaknai penderitaan yang dialami dalam
kehidupan sehari-hari. Pengalaman hidup sehari-hari itu diolah direfleksikan dan
ditemukan nilai-nilainya kemudian dibagikan kepada sesama sebagai peneguhan
dan kekayaan iman.
2. Tujuan rekoleksi model SCP
Rekoleksi dengan model SCP ini dibuat selain sebagai jawaban atas
permasalahan skripsi juga sebagai pedoman bagi para karyawan yang
mendampingi anak-anak panti asuhan. Melalui rekoleksi ini umat atau karyawan
diharapkan dapat menemukan cara yang cocok untuk bagaimana memaknai
penderitaan orang benar secara sistematis, terencana dan berkesinambungan
dengan arah dan tujuan yang jelas. Melalui kegiatan ini pula penulis bermaksud
membangun semangat persaudaraan yang saling membantu, mendukung dan
meneguhkan para karyawan tempat mereka bekerja. Dengan demikian, bersama
68
dengan pendamping peserta sungguh-sungguh meyakini bahwa sebagai
pendamping anak-anak di panti asuhan mereka ikut ambil bagian dalam
mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah yang terluka.
Katekese model SCP ini merupakan katekese yang bertitik tolak dari
pengalaman-pengalaman peserta secara konkrit dalam hidupnya, misalnya dalam
mendampingi anak-anak peserta ditolak, tidak didengarkan, tidak dihargai dlsb.
Pengalaman ini perlu digali dan diolah bersama di dalam kelompok karena
pengalaman ini yang menjadi pengalaman perjumpaan kita dengan Allah dalam
proses berkatekese. Pengalaman-pengalaman penderitaan atau keprihatinan yang
dialami misalnya, menderita karena mendampingi anak-anak yang asal-usulnya
tidak jelas, keluarga yang tidak harmonis, ekonomi kurang menguntungkan dan
lain sebagainya.
3. Materi pokok rekoleksi
Rekoleksi dengan model SCP ini diselenggarakan dalam waktu sehari
mulai pkl 08.00 – pkl. 17.00. Agar jalannya rekoleksi berjalan lancar dan terarah
penulis membuat empat sesi dalam pertemuan tersebut. Tema umum yang dipilih
adalah “Makna Penderitaan Bagi Hidup Manusia”. Tujuannya untuk
meningkatkan kesadaran para karyawan bahwa penderitaan hidup yang digeluti
bersama dengan anak-anak Panti Asuhan, memiliki makna yang mendalam.
Setelah pertemuan peserta diharapkan mendapatkan pemahaman, dan pencerahan
baru sehingga dapat meningkatkan pelayanannya terhadap anak-anak secara
maksimal.
69
Setiap pertemuan mengambil tema khusus yang menjadi arah rekoleksi.
Berikut ini adalah beberapa hal pokok seputar tema, dan tujuan rekoleksi.
Pertemuan 1
Tema : Kesetiaan Membangun Harapan
Tujuan : Mengajak karyawan untuk membangun harapan sehingga
memiliki semangat dalam mendampingi anak-anak Panti Asuhan
Pertemuan 2
Tema : Berani Memilih yang Utama untuk Melayani
Tujuan : Memampukan karyawan untuk berani memilih yang utama dalam
melayani, sehingga tulus dalam pengabdian terhadap anak-anak
Panti Asuhan.
Pertemuan 3
Tema : Penderitaan bagian dari realitas hidup manusia
Tujuan : Mengajak peserta untuk berani menghadapi dan menerima
penderitaan sebagi realitas hidup manusia.
: Mengajak peserta untuk menyadari bahwa penderitaan merupakan
sarana untuk semakin dekat dengan Tuhan.
Pertemuan 4
Tema : Komitmenku Dalam Melayani Anak-anak
Tujuan : Mengajak peserta untuk memiliki komitmen yang konsisten
sehingga pelayanan terhadap anak-anak dapat dikembangkan.
70
D. Contoh Persiapan Rekoleksi dengan Model SCP Bagi Karyawan Panti
Asuhan Ganjuran
1. Indentitas Pertemuan
a. Tema : Makna Penderitaan Bagi Hidup Manusia
b. Tujuan Kegiatan :Bersama pendamping, peserta diajak untuk
meningkatkan kesadaran bahwa penderitaan hidup
yang digeluti bersama dengan anak-anak Panti
Asuhan, memiliki makna mendalam. Setelah
pertemuan diharapkan peserta mendapat
pencerahan baru sehingga dapat meningkatkan
pelayanannya terhadap anak-anak secara maksimal.
c. Peserta : Para karyawan Panti Asuhan
d. Tempat : Rumah Pembinaan Panti Asuhan Ganjuran.
e. Waktu : Pukul 08.00 – 17.00
f. Model Kegiatan : Shared Christian Praxis (SCP)
g. Metode : Nonton film
: Sharing kelompok
: Diskusi kelompok
: Refleksi pribadi
: Tanya jawab
h.Sarana : Kitab Suci
: Teks Lagu “ Tuhan Pengharapanku”
71
: Teks Lagu “Ketika Badai Melanda Hidupku”
: Teks pertanyaan pendalaman
: Tape dan kaset suara
i. Sumber Bahan : Mazmur 13:1-6.
: Kushner, 1988. Ketika Penderitaan Melanda
Orang-orang Baik. Jakarta: Mitra Utama, Hal 67-
84
: Barth & Pareira. 1999. Kitab Mazmur 1-72.
Pembimbing dan Tafsirannya. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, Hal 201-205
: Waskito. 1994. Arti dan Nilai Penderitaan Bagi
Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Hal 42-46.
2. Susunan Acara Rekoleksi
Tema Umum : Makna Penderitaan Bagi Hidup Manusia
07 - 08.00 : Selamat Datang
: Pengantar Teknis Kegiatan Rekoleksi
08.05 - 08.45 : Ibadat Pembukaan rekoleksi
Sesion I : Kesetiaan Membangun Harapan
08.45 – 09.00 : Nonton Film “ Jatuh Tertimpa Tangga”.
09.00 – 10.00 : Berbagi Pengalaman hidup dari tayangan film
10.00 - 10.30 : Mamiri
72
Sesion II :Berani Memilih yang Utama untuk Melayani
10.30 - 12.00 : Pleno
12.00 – 12.30 : Makan Siang
Sesion III
13.00 – 14.30 : Makna Penderitaan Bagian dari Realitas Hidup
Manusia
Sesion IV
14.30 – 15.00 : Komitmenku Dalam Melayani Anak-anak
Sesion V
15.00 –15.45 : Mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah melalui
pelayanan
15.45 – 16.00 : Mamiri
16.00 – 16.45 : Rangkuman, peneguhan dan Evaluasi
16.45 – 17.00 : Persiapan misa
17.00 – 18.00 : Penutup
: Misa
3. Pemikiran Dasar
Dalam kenyataan sehari-hari, seiring dengan perkembangan jaman, budaya
kehidupan hampir tidak dihargai lagi, orang dengan mudah saling membunuh satu
dengan yang lain tanpa ada beban. Salah satu dampak globalisasi membuat
73
banyak manusia hampir kehilangan arah hidup. Banyak orang mengalami
penderitaan, putus harapan sehingga banyak juga yang memilih jalan pintas
dengan bunuh diri. Sebagian orang berpendapat bahwa hidup itu adalah suatu
kebetulan, penderitaan dan nasib sudah ditentukan. Sebagian orang berpendapat
bahwa hidup itu sungguh-sungguh anugerah yang patut disyukuri, dipelihara dan
dikembangkan. Apapun pendapat manusia, yang jelas hidup itu anugerah yang
harus dijunjung tinggi dihormati dan dihargai nilainya sebagai citra Allah. Oleh
karena itu manusia tidak diperkenankan menyia-nyiakan kehidupan (membunuh)
dengan alasan kelahirannya tidak dikehendaki, misalnya karena pergaulan bebas,
anaknya sudah banyak, umurnya sudah tua, ekonominya lemah dan cacat. Kita
sering lupa bahwa setiap kehidupan apapun keeadaannya adalah anugerah.
Kelemahan inilah yang seringkali membuat kita kurang rendah hati untuk
mengakui bahwa tidak mudah bersikap hormat dan tulus terhadap setiap pribadi
yang adalah anugerah Allah bagiku. Pun pula sebaliknya bahwa aku anugerah
bagi yang lain. Kita seringkali jatuh pada dua sikap ekstrim yakni saya merasa
lebih dari yang lain atau saya tidak berarti apa-apa bagi orang lain. Ada hal yang
menghalangi diri kita sehingga sikap yang muncul adalah sebaliknya dari apa
yang kita pikirkan atau katakan.
Dalam Mazmur 13 juga dikisahkan pengalaman pemazmur yang merasa
ditinggalkan oleh Allah seperti tidak berarti, pemazmur merasa berjuang sendiri
dalam penderitaannya, sehingga ia merasa tidak sanggup untuk menghadapi
penderitaan yang dialami dalam hidupnya. Dalam pergulatannya yang panjang
74
dan jatuh bangun pemazmur akhirnya menemukan bahwa Allah tidak
meninggalkan ia sendirian, Allah senantiasa setia menyertainya.
Dari pertemuan ini, peserta diharapkan tidak lagi merasa bahwa aku paling
menderita sehingga tidak bisa mencintai. Perasaan itu diganti dengan kata aku
paling bersyukur karena aku dicintai. Penyadaran itulah yang akhirnya mampu
mengembangkan kasih yang menyembuhkan dan kasih yang mengampuni,
sehingga hidup menjadi pujian karena setiap pribadi menebarkan budaya
kehidupan bukan budaya kematian. Dengan demikian satu dengan yang lain akan
saling memberi hormat dan mendahulukan yang lain, demi nilai-nilai kerajaan
Allah. Melalui pertemuan ini pula diharapkan pelayanan dan pendampingan
terhadap anak-anak Panti Asuhan disadari sebagai anugerah khusus dari Allah
sendiri, sedikit menderita demi kebahagiaan dan perkembangan orang lain.
4. Pengembangan Langkah-langkah
a. Pembukaan
Waktu : 08 – 08.45
Proses
1. Pengantar
Bapak/ibu suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, selamat pagi dan
selamat datang di rumah pembinaan ini. Sungguh merupakan suatu kebahagiaan
bagi kita semua masih diberi kesempatan untuk sejenak berwawan hati dengan
Tuhan ditengah-tengah kesibukan kita. Kita akan menggunakan waktu mulai pagi
ini pkl 08.00 - pkl. 17.00. Di awal rekoleksi ini saya akan memberi sedikit
75
gambaran tentang panti asuhan, bahwa berbicara tentang Panti Asuhan yang
terlintas di dalam benak banyak orang adalah anak-anak yatim piatu. Akan tetapi
kenyataannya tidaklah demikian. Banyak anak masih mempunyai orang tua tetapi
karena ekonominya lemah, orang tua cerai, orang tua tidak jelas karena pergaulan
bebas, bahkan ada anak yang di buang oleh orang tuanya karena dianggab
pembawa sial.
Bapak/ibu yang terkasih, demikianlah situasi anak-anak yang ada di Panti
Asuhan. Anak-anak ini datang membawa keterlukaannya masing-masing. Mereka
sebagai anak sudah mengalami penderitaan sejak dini, maka anak-anak ini perlu
pendampingan khusus. Bagi bapak/ibu yang tidak mengalami kesulitan dalam
mendampingi anak-anak di rumah pasti merasa berat dan mengalami kesulitan
untuk mendampingi anak-anak tersebut. Realitas demikian membutuhkan orang-
orang yang terpanggil secara khusus yang sungguh mempunyai hati untuk
membantu mereka yang menderita dan berkesesakan dalam hidupnya. Anak-anak
Panti ini menderita bukan karena kesalahan mereka sendiri akan tetapi dari
berbagai sebab. Maka kita seharusnya memperlakukan mereka sebagai pribadi
yang layak dicintai sama dengan anak-anak yang lainnya. Keprihatinan dan
kepedulian kita, kita wujudkan dengan mencintai dan mendampingi anak-anak ini
secara bertanggungjawab, sehingga penderitaan yang kita alami bersama dengan
mereka menjadi bermakna, kita menjadi bahagia karena orang lain bahagia dan
berkembang. Akhirnya semua pengalaman yang kita alami kita kembalikan
kepadaNya dengan ucapan syukur yang tak terhingga. Konkritnya melalui
pelayanan terhadap anak-anak yang dipercayakan kepada kita.
76
2. Ibadat Pembukaan Rekoleksi
Ibadat pembukaan rekoleksi menggunakan teks yang sudah tersedia dan
sudah disusun kecuali doa pembuka oleh pemandu. Ibadat ini diawali dengan lagu
pembuka dari teks yang sudah dibagikan.
3. Doa Pembukaan
Allah Bapa sumber segala kebaikan, kami bersyukur atas rahmat
kehidupan dan kesehatan yang Engkau anugerahkan bagi kami hingga saat ini.
Kami bersyukur masih boleh menerima kesempatan untuk menimba kekuatan.
berkatilah kami masing-masing agar kami dapat menggunakan waktu ini dengan
sebaik-baiknya, sehingga kami mampu untuk mendampingi anak-anak yang
Engkau percayakan kepada kami di Panti Asuhan ini. Kami tahu bahwa tugas ini
tidak mudah bagi kami, namun kami percaya Engkau adalah teman sejati bagi
kami. Semoga karena rahmatMu yang tercurah bagi kami, kami dapat
menjalankan kepercayaanMu dengan hati gembira, sehingga penderitaan yang
kami alami dalam mendampingi anak-anak menjadi bermakna baik bagi kami
gereja dan bagi sesama. Semoga namaMu dimuliakan dan sesama di abdi dengan
tulus iklas. Amin
c. Sesion I : Kesetiaan Membangun Harapan
Waktu : 08.45 – 10.00
1. Pengantar
Bapak/ibu suster rekoleksi kita ini akan saya awali dengan nonton film
dengan judul “Jatuh Tertimpa Tangga”. Silahkan bapak/ibu suster melihat film ini
77
dengan seksama. Film ini juga yang akan menjadi titik tolak pembicaraan dan
permenungan kita. Kita secara bersama-sama akan menggunakan waktu yang ada
dengan sebaik-baiknya. Supaya rekoleksi ini berjalan dengan baik, mohon
bapak/ibu melihat jadwal yang sudah dibagikan. Terimakasih. Selamat
menyaksikan.
2. Menceritakan kembali isi film : pendamping meminta salah satu peserta untuk
menceritakan kembali gagasan-gagasan pokoknya.
3. Intisari film tersebut adalah:
Katrin adalah gadis manis yang lahir dan hidup dari keluarga sederhana
dengan dua orang adiknya. Karena situasi ekonominya kurang baik, Katrin tidak
sekolah. Katrin membantu ibunya bekerja jualan kue kecil-kecilan hanya untuk
makan sehari-hari. Suatu hari Katrin mengutarakan niatnya untuk bekerja ke kota
lain meskipun hanya sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Sebuah keluarga
kaya dan terhormat, pak Gunawan namanya. Beliau memiliki 5 anak semua
perempuan. Singkat cerita pak Gunawan ingin memiliki anak laki-laki tetapi
istrinya tidak dapat memberikannya karena usia untuk punya anak sudah usai.
Maka pak Gunawan melampiaskan keinginannya pada Katrin. Katrin dipaksa
untuk melayani pak Gunawan kapan saja ia mau, sementara Katrin tidak berani
buka mulut kerena diancam. Setelah tahu Katrin hamil, Katrin disuruh pergi
untuk menggugurkan kandungannya. Katrin berhenti bekerja dan pulang, tetapi
tidak menggugurkan kandungannya. Katrin pulang ke rumah orang tuanya dengan
78
membawa penderitaan berat, karena orang yang tidak bertanggungjawab. Tidak
lama Katrin di rumah, ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Dia harus
membesarkan anaknya dan menanggung dua adiknya. Belum lagi selesai
kesedihan akibat ditinggal ibunya, bapanya juga pergi dengan perempuan lain.
Awalnya Katrin tidak sanggup menanggung beban yang dihadapinya sendirian,
namun melihat Juven yang lucu ia terhibur. Ia bangkit dan berjuang demi anaknya
yang sudah menderita sejak awal mula. Usaha yang dilakukan Katrin tidak
berhasil bahkan anggota keluarganya pun ikut menghukumnya, maka ia berpikir
bahwa panti asuhan merupakan tempat yang paling baik untuk Juven anak yang
dicintainya.
4. Pengungkapan pengalaman : peserta diajak untuk mendalami film dengan
pertanyaan:
a. Apa kesulitan Katrin dalam kisah nyata ini, sehingga ia harus berdiam diri
ketika diperlakukan tuannya seperti “budak”? mengapa?
b. Bagaimana Katrin menghadapi penderitaannya yang bertubi-tubi?
5. Rangkuman
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi yang namanya penindasan dan
kekerasan yang menyebabkan penderitaan. Pengalaman Katrin adalah kisah nyata
bahwa ia mengalami penindasan, kekerasan dan penderitaan. Dari kisahnya Katrin
tidak memiliki kesalahan apapun kecuali lemah sehingga tidak dapat membela,
tetapi ia menderita.
79
Bapak/ibu benar Katrin sebagai yang lemah ia takut sehingga tidak mampu
berbuat apa-apa, kecuali pasrah dan percaya pada Tuhan. Dalam kelemahan dan
ketidakberdayaannya Katrin memiliki kesabaran dan kekuatan bahkan keyakinan
bahwa Tuhan pasti menolongnya. Penderitaan yang datang bertubi-tubi ini tidak
diharapkan akan tetapi menghampirinya sikapnyapun tetap pasrah, karena tidak
ada yang mempedulikan kecuali Tuhan sendiri. Katrin berani menanggung resiko
menerima kehamilan yang bukan karena kehendaknya hal ini tampak pada
penolakkannya ketika ia disuruh mengugurkan kandungannya. Ia sadar bahwa
bayi yang di kandungnya tidak bersalah maka ia tidak mau menggugurkanya.
Selain takut mati, ia juga takut berdosa. Sikap Katrin dapat menjadi refleksi bagi
kita, mungkinkah kita cukup tabah dan kuat bila mengahadapi penderitaan seperti
Katrin?
d. Sesion I : Berani Memilih yang Utama untuk Melayani
Waktu : 10.30 -12.00
Proses
Pemandu mengajak peserta untuk berdoa terlebih dahulu sebelum
pertemuan dimulai. Doa dipimpin oleh pemandu, misalnya sebagai berikut:
1. Doa Pembukaan
Allah Bapa yang maha baik, kami bersyukur Engkau telah menyertai kami
semua dengan rahmat kesehatan dan kegembiraan sehingga satu sesion
terlampaui, meskipun agak tersedat-sendat karena rasa haru, dan prihatin yang
80
menimpa Katrin. Semoga pengalaman yang baru kami alami menambah kekayaan
dan memberi kekuatan dalam menghadapi kesulitan hidup yang kami alami setiap
hari. Kamipun masih mohon rahmat dan bimbinganMu untuk sesion yang kedua
ini, agar kami mampu menemukan cara, nilai-nilai baik sehingga dapat memilih
yang utama khususnya dalam mendampingi anak-anak di Panti Asuhan.
Dimuliakanlah namaMu untuk selama-lamanya. Amin
2. Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman di atas dengan bantuan
pertanyaan :
* Cara-cara mana yang bapak/ibu pakai untuk menghadapi penderitaan dalam
hidup, sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik bagi anak-anak
Panti Asuhan yang dipercayakan kepada kita.
* Apa yang harus diupayakan agar pengalaman itu menjadi bermakna dalam
hidup kita.
3. Rangkuman
Bapak/ibu yang terkasih, setiap manusia yang hidup sudah pasti
mengalami masalah dalam hidupnya. Hal ini tidak dapat dihindari melainkan
dihadapi. Sebagai orang yang mengimani Yesus Kristus, kita diharapkan mampu
mengupayakan nilai-nilai dalam hidup konkret kita. Tidak memungkiri bahwa
realitasnya dalam menghadapi penderitaan seringkali kita jatuh bangun. Belajar
menerima realita dan menemukan makna di baliknya memang tidak mudah,
dibutuhkan sikap terbuka dan ketulusan dari dalam. Bila kita menyadari dan
81
memaknai setiap tindakan, untuk siapa saya belajar melayani ini? Bahkan dapat
menerima anak-anak apa adanya sebagai anugerah, kita akan menemukan sesuatu
yang bermakna dari sebuah penderitaan. Dengan demikian penderitaan kita terima
kita olah sehingga mendewasakan kita dalam menghadapi hidup.
Cara-cara yang bapak/ibu pakai memang beraneka macam tetapi dapat
membantu, misalnya yang sudah disebutkan menerima situasi anak apa adanya
dan menganggap seperti anak sendiri hal ini membantu dalam pendampingan. Hal
yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa saya melalui anak-anak ini melayani
Tuhan sendiri. Kesadaran ini yang seharusnya menjadi kegembiraan karena boleh
melayani Tuhan secara khusus, dan kegembiraan ini menjadikan hati mudah peka
dan solider terhadap siapa saja yang mengalami penderitaan.
e. Sesion III : Makna Penderitaan Bagian dari Realitas Hidup Manusia
Waktu : 13.00 – 14.30
Proses
1. Pengantar
Bapak/ibu suster yang terkasih, pada sesion pertama dan kedua kita sudah
saling berbagi pengalaman hidup sehari-hari dan diperjelas dengan film jatuh
tertimpa tangga. Melalui berbagai hal dan tawaran kita dapat memilih yang utama
yakni melayani Tuhan. Kita juga sudah berefleksi baik secara pribadi maupun
bersama untuk menemukan maknanya. Pada langkah ini kita akan bersama-sama
menyadari bahwa penderitaan merupakan bagian dari realitas hidup kita manusia.
Penyadaran yang kita temukan akan membantu kita untuk senantiasa mau belajar
82
banyak dari pengalaman Katrin yang sudah dibahas di atas. Dengan demikian kita
tidak akan mudah mengeluh lagi bila menderita sedikit demi anak-anak yang kita
layani. Untuk mengawali pertemuan ini pemandu mengajak peserta menyanyikan
lagu. Tuhan pengharapanku.
2. Salah seorang peserta dimohon bantuannya untuk membacakan perekope
langsung dari Mazmur 13, atau dari teks fotocopy yang sudah dibagikan.
3. Peserta diberi waktu untuk hening sejenak sambil merenungkan, kemudian
menanggapi dengan bantuan pertanyaan :
a. Dari Mazmur 13 ini, ayat manakah yang menunjukan keluhan-keluhan
pemazmur pada Tuhan karena penderitaannya?
b. Sikap-sikap mana yang ingin ditanamkan pemazmur dalam menghadapi
penderitaan dari Mazmur 13 ini?
4. Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti dari Mazmur
13 sebagai jawaban atas dua pertanyaan di atas.
5. Pendamping memberikan tafsir dari Mazmur 13:1-6 dan menghubungkanya
dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan.
Dalam Mazmur 13 ini, pemazmur digambarkan sedang menanti-nantikan
pertolongan Tuhan, ia tidak tahan menunggu tanpa kepastian. Itulah sebabnya
diajukannya empat pertanyaan yang mencerminkan isi hatinya. Dalam
83
penderitaannya pemazmur mengeluh dan bertanya kepada Tuhan sampai kapan ia
akan menderita. Pertanyaan berapa lama lagi Kau lupakan mengandung arti yang
dalam dan cukup lama pemazmur menderita. Dalam mazmur tersebut nampak
pengharapan akan pertolongan Tuhan yang lahir dari penderitaan yang dalam.
Pemazmur tidak bersalah tetapi ia menderita. Ia merasa kawatir dan takut
jangan-jangan ditinggalkan oleh Allah. Penderitaan yang dialami pemazmur
karena lawan-lawan dan musuhnya. Kendati demikian ia tetab tabah, tidak
menghindar/lari untuk mengakhiri hidup dengan caranya sendiri, ia mencintai
hidupnya meskipun harus berjuang keras. Seperti kisah Katrin dalam cerita
“Sudah jatuh tertimpa tangga”. Katrin menderita juga karena perbuatan orang lain,
ia diperkosa, hamil oleh laki-laki yang tidak bertanggungjawab, kehilangan
ibunya yang meninggal dan bapaknya lari dengan perempuan lain.
Penderitaan yang dialami oleh Katrin ini bertubi-tubi, tetapi ia pasrah dan
mencoba bertahan dengan harapan anaknya dapat dibesarkan dengan baik.
Demikian juga dengan kisah pemazmur dalam Mazmur 13, pemazmur memiliki
harapan bahwa suatu saat Tuhan pasti memandangnya. Ungkapan permohonan ini
tertuang dalam Mazmur ayat 4. “pandanglah kiranya….jawablah aku…..buatlah
mataku bercahya..” kata-kata ini menyatakan bahwa di tengah ancaman
penderitaan karena musuh, pemazmur tetap percaya pada Tuhan meskipun
kehadiranya belum dirasakan. Dengan kepercayaan yang kuat pemazmur boleh
mengalami kekuatan baru. Pemazmur mulai menerima penderitaan yang dialami
dan menyadari bahwa penderitaanya semakin medekatkan relasinya dengan Allah.
Pemazmur berani menggulati penderitaanya dengan sikap yang pasrah bahwa
84
kasih setia Tuhan sungguh dapat dipercaya, seperti yang tertuang pada ayat 6 “
kepada kasih setiaMu aku percaya”.
Bila dikaitkan dengan pengalaman Katrin dalam kisah nyata di atas, kita
diajak untuk bersikap tabah, sabar dan tahan uji, tidak mudah menyerah dan putus
asa dalam menghadapi berbagai penderitaan hidup yang dialami setiap hari. Kita
juga dapat belajar dari Mazmur 13 sikapnya yang pasrah dan relasinya yang dekat
dengan Allah membuatnya semakin percaya bahwa Tuhan senantiasa menyertai
dan meneguhkan langkah hidup kita. Kita dapat meyakini bahwa ketekunan, dan
kesetiaan membuahkan kesabaran, kelemahlembutan dan damai.
f. Sesion IV : Komitmenku Dalam Melayani Anak-anak
Waktu : 13.30 – 14.30
Proses
1. Pendamping mengajak membuka pertemuan dengan lagu ”Tiap Langkahku
dipimpin oleh Tuhan”
2. Pengantar
Bapak/ibu suster proses bersama dalam rekoleksi kita ini, patut kita
syukuri bahwasannya kita boleh menemukan hal-hal positif yang dapat diteladani
dari pemazmur. Dengan sikap pasrah dan percaya kepada Tuhan pemazmur dalam
Mazmur 13 dapat memaknai penderitaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita
juga tidak terlepas dengan yang namanya penderitaan. Sebagai manusia lemah
kadang dalam menghadapi penderitaan seringkali kita merasa putus asa dan
85
pasrah bongkok-an. Namun dengan pertemuan ini, melalui sharing-sharing
bersama kita disadarkan bahwa dalam mengahadapi penderitaan kita tidak
sendirian Tuhan senantiasa setia mendampingi dan menemani kita. Sebagai bahan
refleksi agar dapat semakin menyadari bahwa hidup itu anugerah, maka perlu di
syukuri, dipelihara, dan dikembangkan. Tidak disia-siakan dengan cara kita
sendiri, sambil melihat dunia sekitar kita yang jauh lebih menderita.
3. Pemandu mencoba memberikan dua pertanyaan sebagai bahan permenungan
sebagai berikut:
a. Apakah arti penderitaan yang kualami dalam hidup ini?
b. Sikap-sikap mana yang dapat diperjuangkan diusahakan agar kita mampu
menerima dan menggulati dan memaknai penderitaan dalam hidup sebagai
orang beriman?
4. Dialog antara visi dantradisi peserta dengan visi dan tradisi Kristiani
Pada akhir permenungan bersama, pendamping mengajak para perserta
untuk mendialogkan visi dan tradisi mereka dengan visi dan tradisi Kristiani serta
wujudnya dalam hidup konkrit. Pertanyaan sebagai bahan dialog adalah sebagai
berikut:
a. Pokok-pokok mana yang meneguhkan bapak/ibu suster dalam
mendampingi anak- anak Panti Asuhan? Mengapa?
b. Sudahkah pendampingan bapak/ibu sesuai dengan visi Kristiani dengan
memandang anak-anak yang kita layani secara positif?
86
c. Kesadaran baru dan sikap baru apakah yang bapak/ibu suster temukan
berkaitan dengan komitmen kita sebagai yang dipercaya untuk
mendampingi anak-anak Panti Asuhan?
Saat hening diiring musik instrumental dari kaset suara untuk mengiringi
permenungan secara pribadi. Kemudian peserta diberi kesempatan untuk
mengungkapkan hasil permenungannya itu dalam sharing kelompok. Dari sharing
tersebut diharapkan dapat saling memperkaya satu dengan yang lainnya.
3) Arah Rangkuman
Pemazmur dalam Mazmur 13 memberikan contoh bagaimana beriman
kepada Allah saat mengalami dan menghadapi penderitaan. Memang tidak mudah
menerima kenyataan bahwa kita harus menderita karena tidak bersalah. Namun
kita dapat belajar dari mazmur bagaimana ia bergulat, sampai ia menerima bahwa
kenyataan pahit itu harus dihadapi dengan sabar dan penuh harapan pada Dia
Sang penolong sejati.
g. Sesion V : Mewujudkan Nilai-nilai Kerajaan Allah Melalui Pelayanan
Waktu : 15.00 – 16.45
1. Pengantar
Bapak/Ibu yang terkasih, kita bersama-sama sudah menggali pengalaman
penderitaan dari film yang berjudul “Jatuh tertimpa tangga”, dan juga sudah
diteguhkan oleh Mazmur 13:1-6. Melalui sharing-sharing yang kita dengar
bersama kita diperkaya dan diteguhkan bahwa dalam menghadapi penderitaan,
87
kita tidak sendirian. Penderitaan tidak untuk dihindari akan tetapi dihadapi dengan
penuh iman. Dari kisah-kisah yang sudah kita dalami bersama, tentunya kita
memperoleh semangat, kekuatan, dan harapan baru dalam menghadapi
penderitaan. Dengan menerima dan menggulati akhirnya kita dapat memaknainya.
Melalui penderitaan kita diteguhkan, menjadi semakin sabar, semakin rendah hati
dan yang penting adalah semakin dekat dan mencintai Allah. Mencintai Allah
yang tewujud dalam pendampingan anak-anak di Panti Asuhan secara gembira
dan bertanggungjawab.
2. Memikirkan niat-niat pribadi untuk menemukan cara bagaimana menghadapi
dan memaknai penderitaan. Berikut ini adalah pertanyaan penuntun untuk
membantu peserta membuat niat-niat:
a. Kesadaran dan sikap baru apa yang akan bapak/ibu suster wujudkan dalam
mengahadapi penderitaan dan tantangan dalam mendampingi anak-anak Panti
Asuhan?
b. Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan agar dalam mewujudkan niat-niat
dapat tercapai?
3. Rangkuman, Peneguhan dan Evaluasi
Bapak/ibu suster yang terkasih, apa yang kita goreskan dalam niat-niat dan
harapan akan terwujud pertama-tama adalah kemauan dari dalam diri. Semoga
setelah rekoleksi ini kesadaran baru yang diperoleh memampukan kita untuk
meningkatkan pelayanan kita pada sesama yang sungguh membutuhkan. Kita
88
tidak hanya bekerja tetapi ikut ambil bagian memperkembangkan anak-anak Panti
Asuhan yang nonabene mengalami penderitaan jauh lebih besar. Anak-anak ini
kehilangan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya dlsb. Oleh karena itu kita
selayaknya bersyukur diberi kesempatan untuk mendampingi mereka. Mereka
adalah anak-anak Allah yang tidak bersalah tetapi mengalami penderitaan sejak
awal mula. Semoga dengan penyadaran baru kita sungguh-sungguh bahagia dan
gembira menjadi sahabat dan teman bagi mereka.
Sabda Yesus yang menguatkan untuk kita ”Berbahagialah orang yang
berdukacita, karena mereka akan dihibur” (Mat 5: 4).
4. Pemandu mengajak peserta untuk menutup pertemuan dengan doa
Doa penutup
Allah Bapa sumber segala kasih, kami mengucap syukur atas kelimpahan
kasihMu, Trimakasih Engkau telah setia menemani dan menyertai kami semua
dalam rekoleksi dari pagi hingga sore ini. Karena rahmatMu kami rela berbagi
pengalaman iman dan hidup yang meneguhkan. Engkau memberi kekuatan dan
keterbukaan hati untuk tidak lari dari penderitaan yang sedang kami alami. Syukur
kami boleh ikut ambil bagaian dalam penderitaanMu sendiri, sehingga kami boleh
semakin dekat kepadaMu. Semoga kami juga dapat meneladan PutraMu Yesus
Kristus dalam hidup kami sehari-hari. Dimuliakanlah namaMu untuk selama-
lamanya. Amin.
89
h. Penutup
Waktu : 16.45 – 18.00
: Persiapan dan Misa
: Sayonara
90
BAB V
PENUTUP
Pada bab terakhir ini, penulis akan menyajikan beberapa pokok pemikiran
sebagai kesimpulan atas seluruh tulisan dalam skripsi ini. Kesimpulan dan saran
yang diberikan pada bagian ini adalah hasil studi pustaka dan pembahasannya.
Maksud dari kesimpulan tersebut adalah dapat membantu kita semua untuk
memahami secara garis besar isi skripsi ini. Sedang saran mengajak kita untuk
berbuat sesuatu sesuai dengan yang diharapkan dalam skripsi ini.
A. Kesimpulan
Berbicara mengenai penderitaan tidak lepas dari pengalaman hidup sehari-
hari. Penderitaan merupakan kenyataan yang tak terelakkan bagi setiap orang
siapapun mengalaminya: yang baik ataupun yang jahat, yang suci ataupun yang
berdosa, yang pintar ataupun yang bodoh, yang muda ataupun yang tua, dan juga
yang kaya ataupun yang miskin. Sebab-sebab penderitaan dapat bermacam-
macam. Penderitaan dapat disebabkan oleh faktor alam, oleh orang lain, demi
orang lain, karena tugas perutusan atau karena kesalahannya sendiri. Kendati
demikian pertanyaan muncul mengapa orang benar mengalamai penderitaan.
Mazmur 13 mau memberi salah satu jawaban, secercah harapan dan
peneguhan bagi orang benar yang mengalami penderitaan. Pemazmur
memberikan contoh bagaimana ia memaknai penderitaan yang dialaminya.
Pemazmur mengalami pergulatan, mengeluh, protes dan marah kepada Tuhan atas
91
penderitaan yang menimpanya. Ia mengalami kerapuhan, ia berteriak, protes dan
memohon agar dibebaskan dari penderitaannya. Namun dalam proses perjalanan
pemazmur dapat menerimanya, ia mendialogkan penderitaannya dengan Tuhan.
Karena penderitaan yang dialaminya pemazmur menjadi semakin dekat dengan
Allah. Kedekatannya dengan Allah mampu membuat pemazmur menerima dan
menggulati penderitaan yang dialami, sampai akhirnya mampu memaknai
penderitaannya.
Para pendidik ataupun pewarta kabar gembira di zaman ini dapat belajar
dari Mazmur 13 dan terlebih dapat belajar dari Yesus Sang Guru Sejati. Belajar
dari penderitaan Yesus, kita dapat menemukan kasih Allah yang menyelamatkan
manusia. Kasih itu pula yang mendorong kita untuk belajar menghargai
kehidupan, menghargai sesama terlebih yang menderita. Yesus rela mati di salib
karena ketaannya pada kehendak BapaNya agar manusia selamat. Dengan belajar
dari penderitaan Yesus, manusia diajak untuk mampu menggulati penderitaan
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai manusia yang beriman kita
diajak untuk sampai pada penemuan makna penderitaan yang kita dihadapi.
Dengan demikian, penderitaan yang kita alami tidak lagi dianggap sebagai
hukuman atau kutukan dari Tuhan, tetapi penderitaan sebagai sarana menuju
kemuliaan. Memaknai penderitaan berarti menerima dan belajar melihat
penderitaan itu dalam kacamata iman. Sikap iman untuk memaknai penderitaan
dalam hubungannya dengan diri sendiri menjadikan kita semakin kuat, tabah,
tegar dan tahan uji. Sikap iman sangat dibutuhkan dalam menghadapi berbagai
macam pencobaan hidup sehari-hari. Sikap iman dalam hubungannya dengan
92
Tuhan menjadikan manusia semakin rendah hati, percaya dan pasrah kepada
Tuhan. Sikap iman dalam hubungannya dengan sesama menjadikan manusia
semakin peka dan solider terhadap penderitaan orang lain yang ada di sekitarnya.
Sehubungan dengan katekese untuk menanggapi penderitaan orang benar
zaman ini, penulis mengusulkan katekese model Shared Christian Praxis (SCP).
Katekese model SCP dapat membantu umat untuk menemukan cara bagaimana
memaknai penderitaan orang benar. Untuk sampai pada tahap penerimaan
dibutuhkan proses dan keterbukaan hati di hadapan Tuhan dan sesama. SCP
sebagai wadah untuk mendialogkan, mensharingkan sehingga peserta boleh
mengalami kekuatan, kesabaran dan peneguhan.
Penderitaan selalu menantang manusia untuk mengambil sikap tertentu
demi kebaikan dan keselamatan hidupnya. Dalam hal ini keyakinan iman Kristiani
akan mengungkap suatu pemahaman akan keselamatan di dalam penderitaan. Di
dalam persatuan dengan Kristus yang telah menderita, wafat dan bangkit, umat
beriman Kristiani menyadari bahwa penderitaan tidak selalu berakhir dengan
keputusasaan dan kehancuran di pihak manusia. Justru di dalam penderitaan
Kristus akan membuka pemahaman baru bagi manusia akan kasih Allah.
Penderitaan dapat menjadi sarana untuk belajar mengerti kasih Allah, yang
mengundang manusia untuk mengasihi sesamanya terutama yang menderita dan
akhirnya menemukan makna dan keselamatan yang utuh di dalam Allah. Hal ini
tentu saja membutuhkan keterbukaan hati kita terhadap sapaan Allah dalam setiap
peristiwa hidup yang dialami.
93
B. Saran
1. Karyawan Panti Asuhan Ganjuran
Penulis menyarankan kepada para karyawan Panti Asuhan Ganjuran agar
semakin mampu memaknai penderitaan yang dialami dalam mendampingi anak-
anak Panti Asuhan sehingga dapat meningkatkan pelayanannya dengan penuh
kasih.
2. Bagi Umat Beriman
Umat beriman diharapkan untuk setia di dalam menggulati pengalaman
hidup yang penuh tantangan dan godaan. Melalui rekoleksi katekese model SCP
ini diharapkan sungguh-sungguh membantu umat agar imannya semakin
mendalam dan berkembang. Penghayatan imannya sungguh mengarah pada
keterlibatan untuk bersikap solider terhadap siapa saja yang mengalami
penderitaan?
3. Bagi Katekis
Bagi seorang katekis diharapkan mampu menumbuhkan dan
memperkembangkan iman umat. Seorang katekis hendaknya mampu membawa
umat untuk sampai pada sikap iman dalam menghadapi penderitaannya. Katekis
hendaknya mampu membesarkan hati, memberi semangat, memberi dorongan,
memberi dukungan, dan menjadi sahabat setia bagi umat yang mengalami
penderitaan. Katekis juga diharapkan mampu menjadi fasilitator dan mediator
bagi umat yang membutuhkan.
94
4. Bagi Pembaca
Bagi anda semua yang tertarik untuk mengetahui, mendalami lebih lanjut
tentang skripsi ini dan ingin membuat skripsi yang ada hubungannya dengan
memaknaan penderitaan orang benar, dapat menjadikannya sumber pustaka yang
memberi insprasi bagi tulisan anda. Semoga anda dapat memperluas dan
memperbanyak wawasan tentang topik ini dan mengembangkannya dengan
menambah kajian pustaka. Semoga karya tulis anda dapat membantu siapa saja
yang mau terlibat untuk membatu menemukan makna penderitaan orang benar.
95
DAFTAR PUSTAKA
Bernardin, Josep. (1988). Pelayanan-pelayanan Baru. Yogyakarta: Pusat Pastoral. Budi Kleden, Paul. (2006). Membongkar Derita. Maumere: Ledalero. Claire Barth, Marie dan B.A Pareira. (1999). Tafsiran Mazmur 1-41. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. ________. (1999). Kitab Mazmur 1-72. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Darmawijaya, Pr. (1990). Aneka Tema Rekoleksi.Yogyakarta: Kanisius. Ensiklik Gerejawi. (1998). Salvifici Doloris (Penderitaan yang Menyelamatkan).
www.Google.com. Agt 12 2008. Frances, Hogan (2002). Suffering the Unwanted Blessing. Yogyakarta: Kanisius. Groenen, C. (1983). Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus. Ende: Nusa Indah. Groome. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese (F.X.
Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat (Buku asli diterbitkan 1991).
Hadiwikarta, J.Pr. (1985). Teologi Pembebasan. Jakarta: Obor. Heryatno Wono Wulung, F.X. (2003). Diktat Kitab Mazmur. Yogyakarta. Howard, Clinebell. (2002). Tipe- tipe Dasar Pendampingan. Yogyakarta:
Kanisius. Kiswara, SJ. (1985). Teologi pembebasan Dalam Konteks Teologi Masa Kini.
Yogyakarta: Pradnyawiya. Kushner, Harord. (1987). Derita Kutuk atau Rahmat. Yogyakarta: Kanisius ________. (1988). Ketika Penderitaan Melanda Hidup Orang-orang Baik.
Jakarta: Mitra Utama. Lalu, Yosef. (2007). Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius. Leks, Stefen. (200). Tafsir Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Martin, Harun. (1998). Berdoa bersama Umat Allah. Yogyakarta: Kanisius. Milton, Mayeroff. (1993). Mendampingi untuk Menumbuhkan. Yogyakarta:
Kanisius. Nouwen, Henri.(1986). Pelayanan yang Kreatif. Yogyakarta: Kanisius. ________.(1998). Mencari Makna Kehidupan. Yogyakarta: Kanisius. Papo, Jakop. 1987: Memahami Katekese. Ende: Nusa Indah. Seng Song, Choan. (1990). Allah yang Turut Menderita. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Sumarno, Ds. (2007). Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma. Sumantri, Y. (2002): Akar dan sayap: Buku Panduan Retret Civita untuk Remaja
dan Muda-mudi tentang nilai dan kebebasan. Yogyakarta: Kanisius. Waskito, SJ. (1994). Arti dan Nilai Penderitaan Bagi Manusia. Yogyakarta:
Kanisius. Weiden, MSF. (1995). Seni Hidup Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama.
Lembaga Biblika Indonesia Yogyakarta: Kanisius. ________. (1991). Mazmur Dalam Ibadat Harian. Yogyakarta: Kanisius. Yewangoe, A.A. (1993). Theologia Chrucis Di Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
96
Yohanes Paulus II. (1993). Salvifici Doloris. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
______. (1995). Catechese Tradendae (R. Hardawirjana, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979).
LAMPIRAN
(1)
TUHAN PENGHARAPANKU Mzm 13
B’rapa lama lagi Kau lupakan B’rapa lama lagi Kau palingkan Wajah yang penuh kasih, dari hadapanku B’rapa lama kumenanti….i ii ii………
Haruskah aku berkekuatiran
Dan mengeluh disepanjang hari Pandanglah kiranya, dan jawablah aku Ya Tuhan pengharapanku
Buatlah mataku bercah’ya
Supaya janganlah, kutertidur dan lelap Tabahkan hatiku untuk menanti fajar
Kujelang esok dengan harapan
Tetapkanlah ku pada kasihMu Agar setiaMu aku percaya Hatiku bersuka, S’bab penebusanMu
Ya Tuhan pengharapanku.
KETIKA BADAI MELANDA HIDUPKU
Ketika badai melanda hidupku Kuberlindung padaMu Tuhan Pabila ombak menimpa jalanku Kubersandar padaMu Tuhan
Reff. Hanya padaMu Tuhan
Harapku tlah kupautkan Hanya padaMu Tuhan Hidupku akan kusrahkan
Enkaulah Tuhan Cahaya jiwaku Penerang di jalan hidupku Engkaulah Tuhan penghibur diriku Kala sedih duka hatiku. .…… . . .Reff
(2)
SINOPSIS
Jatuh Tertimpa Tangga
Katrin adalah gadis manis yang lahir dan hidup dari keluarga sederhana dengan dua
orang adiknya. Karena situasi ekonominya kurang baik, katrin tidak sekolah. Katrin
membantu ibunya bekerja jualan kue untuk kebutuhan sehari-hari. Suatu hari Katrin
mengutarakan niatnya untuk bekerja kekota meskipun hanya sebagai pembantu rumah
tangga. Katrin bekerja di rumah seorang yang kaya, Gunawan namanya. Pak Gunawan ini
memiliki 5 orang anak perempuan semua. Singkat cerita pak Gunawan ingin memiliki anak
laki-laki akan tetapi istrinya sudah tidak bisa hamil. Maka pak Gunawan diam-diam
melampiaskan keinginannya itu pada Katrin. Bahkan katrin sering dipaksa untuk melayani
kapan saja pak Gunawan mau. Katrin tidak berani buka mulut karena diancam. Setelah tahu
Katrin hamil, pak Gunawan menyuruh pergi untuk menggugurkan kandungannya. Katrin
pulang kerumah orang tuanya dan tidak menggugurkan kandungannya.
Katrin pulang ke rumah orang tuangnya membawa beban berat oleh perlakuan orang
yang tidak bertanggungjawab. Tidak lama Katrin di rumah ibunya jatuh sakit dan meninggal
dunia. Katrin harus membesarkan anaknya dan dua orang adiknya. Belum lagi selesai
kesedihannya ditinggal ibunya, bapaknya juga pergi dengan perempuan lain. Semula Katrin
tidak sanggup menanggung bebannya bahkan hampir putus asa, namun melihat Juven yang
lucu ia terhibur. Kemudian Katrin bangkit dan berjuang demi anaknya yang sudah menderita
sejak semula. Usaha Katrin tidak mendapat dukungan dari keluarga besarnya, bahkan
mereka ikut menambah penderitaannya dengan tidak mengganggap Katrin sebagai keluarga
lagi. Maka dengan berat hati Katrin menitipkan anak yang dicintainya ke Panti asuhan dan
dua adiknya pada neneknya.
(3)
Pertanyaan pendalaman
Langkah I.
1. Apa sebenarnya yang menjadi kesulitan Katrin, sehingga ia harus berdiam
diri diperlakukan seperti budak? Mengapa?
2. Bagaimana Katrin menghadapi penderitaannya yang bertubi-tubi?
Langkah 2.
1. Cara manakah yang bapak/ibu pakai untuk menghadapi penderitaan dalam
hidup, sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik bagi anak-anak
Panti Asuhan yang dipercayakan kepada kita?
2. Apa yang harus diupayakan agar pengalaman itu menjadi bermakna dalam
hidup kita?
Langkah 3
1. Dari Mazmur 13 ini, ayat manakah yang menunjukkan keluhan pemazmur
pada Tuhan karena penderitaannya?
2. Sikap manakah yang ingin ditanamkan pemazmur dalam menghadapi
penderitaannya?
Langkah 4
1. Apakah arti penderitaan dalam hidup ini?
2. Sikap-sikap mana yang dapat diperjuangkan, diusahakan agar kita mampu
menerima, menggulati dan memaknai penderitaan dalam hidup sebagai
orang beriman?
Langkah 5
1. kesadaran dan sikap baru apa yang akan bapak/ibu suster wujudkan dalam
menghadapi penderitaan dan tantangan dalam mendampingi ank-anak
Panti Asuhan?
2. Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan agar dalam mewujudkan niat-
niat dapat tercapai?
(4)
Evaluasi Kegiatan Rekoleksi
1. Apa kesan bapa/ibu atas rekoleksi sehari ini? Mengapa?
2. Apakah ada sesion yang menyentuh sehingga membangkitkan semangat dan
sabar dalam mendampingi anak-anak? Mengapa?
3. Setelah bapa/ibu berproses bersama selama 1hari dalam rekoleksi ini apa
makna/nilai apa yang dapat diambil sehubungan dengan tugas mendampingi
anak-anak di Panti Asuhan?
4. Apakah rekoleksi ini membantu bapa/ibu menemukan cara bagaimana
memaknai penderitaan yang dihadapi bapa/ibu dalam hidup konkrit?
5. Apakah usul dan saran bapa/ibu untuk kegiatan rekoleksi semacam ini?