16
BAB VI IODOMETRI 6.1. Tujuan Praktikum - Membuat larutan standard dalam iodometri. - Standarisasi larutan tiosulfat dengan larutan kalium dikromat. - Menggunakan larutan standar natrium tiosulfat untuk penetapan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat. 6.2. Tinjauan Pustaka Titrasi adalah proses pengukuran volume titrant yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Suatu metode titrimetrik untuk analisis didasarkan pada suatu rekasi kimia seperti: aA + tT produk (6.2.1) Di mana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T, yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental), biasanya dari buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan kedua ini disebut larutan standard dan konsentrasinya ditetapkan oleh sesuatu proses yang disebut standardisasi. Penambahan titran diteruskan sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia setara dengan A. Maka dikatakan telah tercapai titik ekivalen dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan, biasanya menggunakan suatu zat yang disebut indikator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik ekivalen. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. [8] 56

VI Iodometri (ACC+)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

silahkan

Citation preview

Page 1: VI Iodometri (ACC+)

BAB VI

IODOMETRI

6.1. Tujuan Praktikum

- Membuat larutan standard dalam iodometri.

- Standarisasi larutan tiosulfat dengan larutan kalium dikromat.

- Menggunakan larutan standar natrium tiosulfat untuk penetapan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat.

6.2. Tinjauan Pustaka

Titrasi adalah proses pengukuran volume titrant yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Suatu metode titrimetrik untuk analisis didasarkan pada suatu rekasi kimia seperti:

aA + tT produk (6.2.1)Di mana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia

T, yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental), biasanya dari buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan kedua ini disebut larutan standard dan konsentrasinya ditetapkan oleh sesuatu proses yang disebut standardisasi. Penambahan titran diteruskan sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia setara dengan A.

Maka dikatakan telah tercapai titik ekivalen dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan, biasanya menggunakan suatu zat yang disebut indikator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik ekivalen. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. [8]

Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya yaitu permanganometri, dikromatometri, cerimetri, iodimetri, iodometri, iodatometri, bromometri, bromatometri, dan nitrimetri. Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan semua senyawa oksidator dan reduktor, sehingga diperlukan berbagai senyawa titran. Karena prinsipnya adalah reaksi redoks, sehingga pastinya akan melibatkan senyawa reduktor dan oksidator, karena titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan analit.

Banyak aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfit dalam minuman anggur dengan menggunakan iodin, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya. Indikator titrasi redoks tentunya tergantung dari jenisnya masing-masing dan pastinya berbeda-beda. Ada yang  menggunakan amilum sebagai indikator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodin. [23]

56

Page 2: VI Iodometri (ACC+)

57

Dalam membentuk kurva titrasi dengan titrasi redoks , biasanya dibuat grafik E (terhadap SCE) dengan volume dari titran. Seperti diketahui sebagian besar indikator redoks memang sensitif tetapi indikator ini sendiri merupakan oksidator atau reduktor, sehingga perubahan potensial sistem indikator juga perlu dipertimbangkan selama titrasi.

Titik ekivalen ditandai dengan perubahan yang cukup besar pada fungsi ordinat. Kurva titrasi redoks adalah simetri di sekitar titik ekivalen, karena pada saat ini perbandingan mol keadaan teroksidasi dan keadaan tereduksi sama dengan satu. [10]

Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai oksidator. Dasar reaksi oksidimetri ialah reaksi oksidasi-reduksi antara zat penitrasi dan yang dititrasi. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah:- Permanganometri, larutan bakunya: KMnO4

- Dikromatometri, larutan bakunya: K2Cr2O7

- Serimetri, larutan bakunya: Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4

- Iodimetri, larutan bakunya: I2 [32]

Iodimetri merupakan metoda titrasi atau volumetri yang pada  penentuan atau penetapan berdasar pada jumlah I2 (iodium)  yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iod (I -). Metoda ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metoda iodometri yang sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya.

Iodimetri termasuk titrasi redoks dengan I2  sebagai titran. Seperti  dalam reaksi redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dan reduktor,  sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan elektron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap elektron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja. Dalam metoda analisis ini analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida, dengan kata lain I2

bertindak sebagai oksidator dengan reaksi:

Gambar 6.2.1. Kurva Titrasi Redoks

Pot

ensi

al E

lekt

roda

Vs

SC

E2,0

1,6

1,2

0,8

0,4

0

Titik Ekivalen

10 20 30 40

Ce (IV)

Larutan 0,1 N Ce (IV)

Page 3: VI Iodometri (ACC+)

58

I2 + 2e- 2I- (6.2.2) (iodida) (iod)

Contoh senyawa yang dapat ditetapkan dengan iodimetri adalah H2S, Sn2+, As3+, N2H4, SO2,Zn2+, Cd2+, Hg2+, Pb2+, dan vitamin C. Baku primer adalah kalium iodat, kalium kromat, arsen trioksida, dan tembaga. Sedangkan, baku sekunder adalah tentunya iodium (I2) sebagai pentiter.

Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya adalah kanji atau Amilum 0,5-1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat mengetahui titik akhir titrasi, akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji. Warna yang terjadi adalah biru tua hasil reaksi I2-amilum.

Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3, As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan iodin dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3-. I2  + I-   I3- (6.2.3) (iodida) (iod) (triiodida)

Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodin dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat. I2 + 2OH-         IO3

-  +  I-  + H2O (6.2.4) (iodida) (hidroksida) (iodat) (iod) (air)

Sedangkan, pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indikator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodida (I -) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam. 4I-  + O2  + 4H+     2I2  + 2H2O (6.2.5) (iodida) (oksigen) (hidrogen) (iodida) (air)

Hal penting lain yang harus diperhatikan, larutan iod merupakan larutan yang tidak stabil, bahkan masih memungkinkan untuk menguap,  sehingga perlu distandarisasi berulang kali. [20]

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator sepertiCuSO4.5H2O.

Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sampel dengan iodium (langsung) maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume natrium thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel.Contoh reaksi dengan Cu2+:

Page 4: VI Iodometri (ACC+)

59

2Cu 2+ +  4I-          2CuI   + I2 (6.2.6) (tembaga) (iod) (tembaga iodida) (iodida)

I2     +  2S2O32-           2I-  +    S4O6

2- (6.2.7)  (iodida) (tiosulfat) (iod) (tetrationat)

Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa. [21]

Iodin adalah bahan pengoksidasi yang cukup kuat. Selama oksidasi, iodin tereduksi seperti pada persamaan (6.2.2). Iodin akan mengoksidasi zat-zat yang potensial reduksinya lebih rendah, misalnya titrasi asam askorbat. Larutan iodin yang digunakan dibakukan terhadap natrium tiosulfat. Selain itu, titik akhir dideteksi dengan menggunakan kanji, yang menghasilkan pewarnaan biru dengan kelebihan iodin. Titrasi iodometri langsung digunakan pada penetapan kadar dalam farmakope untuk asam askorbat, natrium stilbiglukonat, injeksi dimerkaprol, dan asetarsol. [15]

Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amilum. Amilum tidak mudah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amilum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening. [21]

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri-iodimetri:- Pada umumnya oksidasi langsung dengan iod (iodimetri) dilakukanuntuk bahan-

bahan dengan potensial oksidasi yang lebih rendahdari iod dan sebaliknya.- Oksidasi oleh oksigen atmosfer pada reaksi oksidasi KI dalammedium asam kuat,

dapat menghasilkan nilai titer yang salahsehingga menyebabkan kesalahan estimasi/perkiraan.

- Iodometri tidak pernah dilakukan dalam medium basa karena reaksiantara iod (I2) dengan hidroksida akan menghasilkan ion hipoioditdan iodat akan akan menjadi 2I -. Dimana 2 mol I- akan mengoksidasi parsial tiosulfat menjadi bentuk oksidasi yang lebih tinggi seperti SO4

2-.Larutan baku primer dan sekunder:- Larutan baku iodium yang dibakukan dengan arsen trioksida sebagai baku primer

atau dibakukan dengan larutan baku natriumtiosulfat sebagai baku sekunder.- Larutan baku natrium tiosulfat yang dibakukan dengan kalium dikromat sebagai

baku primer atau dibakukan dengan larutan baku iodium sebagai baku sekunder.

Page 5: VI Iodometri (ACC+)

60

- Larutan baku kalium dikromat yang dibakukan dengan larutan baku natrium tiosulfat sebagai baku sekunder (dipakai untuk penetapan kadar secara iodometri yang melibatkan substitusi bromin dengan iod, misalnya penetapan kadar tiroid).

- Larutan baku kalium iodat yang dibakukan dengan larutan baku natrium tiosulfat. (dipakai untuk penetapan kadar secara iodometri dimana kalium iodat bertindak sebagai bahan pengoksidasi, hasil reaksi membebaskan iod yang kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat, misalnya penetapan kadar kalium iodida). [43]

Standard primer harus mempunyai sifat-sifat berikut:- Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keasaan pemurnian yang

diketahui. Pada umumnya jumlah semua zat pengotor tidak boleh melebihi 0,01 sampai 0,02 % dan untuk mengujinya terhadap kotoran dengan uji kualitatif yang kepekaaannya diketahui. Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh demikian hidroskopik.sehingga menarik air sewaktu ditimbang. Garam hidrat biasanya tidak digunakan sebagai standar primer.

- Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk dapat mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.

- Asam atau basanya sebaiknya yang kuat yaitu terdisosiasi tinggi. Akan tetapi asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai standar primer tanpa kerugian yang besar apabila larutan standar harus digunakan untuk analisa. [7]

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi selalu berlangsung dan saling memngkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. [10]

Larutan standar yang biasa digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akhirnya masuk ke laurtan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO3

2-, SO42- dan belerang koloidal.

Belerang ini akan menyebabkan kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril. [43]

Pada saat preparasi larutan natrium tiosulfat pentahidrat, air harus dipanaskan agar natrium tiosulfat pentahidrat larut dalam air. Dikarenakan, kristal natrium tiosulfat pentahidrat meleleh jika dipanaskan. Jika dibandingkan dengan natrium tiosulfat dekahidrat, maka natrium tiosulfat pentahidrat lebih cepat meleleh karna natrium tiosulfat dekahidrat lebih banyak mengandung air. Tiosulfat disini bersifat hidroskopis.[31]

Warna larutan iod 0,1 N cukup tua, sehingga iod dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung kepada

Page 6: VI Iodometri (ACC+)

61

pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan kadang-kadang ini digunakan dalam mendeteksi titik akhir reaksi. Tetapi lebih lazim digunakan suatu larutan (dispersi koloid) kanji, karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap ion. Kepekaan itu lebih besar dengan adanya iodida. [15]

Penambahan indikator amilum sebaiknya menjelang titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang terbentuk sukar dipecah pada titik akhir titrasi sehingga penggunaan tiosulfat kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi. [34]

Indikator yang digunakan pada titrasi iodimetri dan iodometri adalah larutan kanji . Kanji atau pati disebut juga amilum yang terbagi menjadi dua yaitu, Amilosa (1,4) atau disebut b-Amilosa dan Amilopektin (1,4), (1,6) disebut a-Amilosa. Namun untuk indikator, lebih lazim digunakan larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati–iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam  daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Molekul iod diikat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji. Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin, maka akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan Mr = 50.000 – 1.000.000. [24]

Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil uraiannya mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan. Merkurium (II) iodida, asam borat, atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan indikator berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik, seperti metil dan etil alkohol. [7]

Page 7: VI Iodometri (ACC+)

62

6.3. Alat dan Bahan

A. Alat-alat yang digunakan- batang pengaduk

- beakerglass

- botol aquades

- buret

- corong

- Erlenmeyer

- gelas arloji

- kertas saring

- labu ukur

- neraca analitik

- pipet ball

- pipet tetes

- pipet volume

- statif dan klem

6.4. Prosedur Percobaan

A. Preparasi larutan- membuat larutan natrium tiosulfat 01 N, sebanyak 250 mL (menggunakan

aquadest yang sudah dididihkan)- membuat larutan kalium dikromat 0,1 N, sebanyak 50 mL

- membuat larutan kalium iodida 0,1 N, sebanyak 50 mL

- membuat larutan asam klorida 10%, sebanyak 50 mL

- membuat larutan tembaga sulfat 0,2 M, sebanyak 100 mLB. Menstandardisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat

- memipet 10 mL larutan kalium dikromat dan masukkan ke dalam Erlenmeyer

- menambahkan 25 mL aquadest dan 15 mL larutan asam klorida 10% kemudian kocok sampai homogen

- menambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N, kocok lagi

- mentitrasi dengan natrium tiosulfat yang akan distandardisasi sampai warna larutan kuning muda

- menambahkan 3 tetes indikator amilum

- melanjutkan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang dan sampai berubah menjadi bening

- mengulangi prosedur tersebut sebanyak 2 kali.C. Menetapkan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat

- memipet 10 mL larutan tembaga sulfat 0,2 N ke dalam Erlenmeyer

- menambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N, kocok hingga homogen

B. Bahan-bahan yang digunakan- asam klorida (HCl)

- aquades (H2O)

- indikator amilum (C12H20O10)

- kalium dikromat (K2Cr2O7)

- kalium iodida (KI)

- natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O)

- tembaga sulfat (CuSO4.5H2O)

Page 8: VI Iodometri (ACC+)

63

- mentitrasi dengan natrium tiosulfat yang akan distandardisasi sampai warna larutan kuning muda

- menambahkan 3 tetes indikator amilum

- melanjukan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang dan sampai warna larutan putih

- mengulangi prosedur tersebut 2 kali.

6.5. Data Pengamatan

Tabel 6.5.1. Data pengamatan standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan kalium dikromat 0,1 N

Keterangan I II

Volume larutan kalium dikromat dititrasi (mL) 10 10

Volume larutan peniter natrium tiosulfat (mL) 10,1 10,3

Tabel 6.5.2. Data pengamatan penentuan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat

Keterangan I II

Volume larutan yang dititrasi (mL) 10 10

Volume larutan peniter (mL) 7,4 8

6.6. Persamaan Reaksi

A. Standarisasi larutan Na2S2O3.5H2O terhadap K2Cr2O7

Cr2O72+ + 14H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O (x1)

(dikromat) (hidrogen) (kromium) (air)

2I- I2 + 2e- (x3) (iod) (iodida)

Cr2O72+ + 14H + + 6I- 2Cr3+

+ 7H2O + 3I2

(dikromat) (hidrogen) (iod) (kromium) (air) (iodida)

I2 + 2e- 2I- (x1) (iodida) (iod)

S2O32- + H2O S2O4

2- + 2H+ + 2e- (x1) (tiosulfat) (air) (tiosulfit) (hidrogen)

I2 + S2O32- + H2O 2I- + S2O4

2- + 2H+

(iodida) (tiosulfat) (air) (iod) (tiosulfit) (hidrogen)

B. Reaksi antara CuSO4 dan KICu2+ + e- Cu+ (x2)(tembaga II) (tembaga I)

Page 9: VI Iodometri (ACC+)

64

2I- I2 + 2e- (x1)(iod) (iodida)

2Cu2+ + 2I- 2Cu+ + I2

(tembaga II) (iod) (tembaga I) (iodida)

6.7. Pembahasan

1. Preparasi larutan- Pada saat preparasi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0,1 N dalam

250 mL, aquadest harus dididihkan terlebih dahulu dikarenakan, kristal natrium tiosulfat pentahidrat meleleh jika dipanaskan. Setelah itu timbang Na2S2O3.5H2O sebanyak 6,2 gram, lalu masukkan Na2S2O3.5H2O yang telah ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 mL, kemudian larutkan dengan aquadest yang telah dididihkan. Larutan Na2S2O3.5H2O berwarna bening.

- Pada saat preparasi larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,1 N dalam 50 mL, tahap pertama adalah menimbang K2Cr2O7 sebanyak 0,245 gram, lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL, kemudian larutkan dengan aquadest. K2Cr2O7 memiliki sifat yang peka terhadap cahaya.

- Pada saat preparasi larutan kalium iodida (KI) 0,1 N dalam 50 mL, tahap pertama adalah menimbang KI sebanyak 0,83 gram, lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian larutkan dengan aquadest. KI sangat peka terhadap cahaya.

- Pada saat preparasi larutan HCl 10% dalam 50 mL, tahap pertama adalah memipet 13,5 mL HCl 37%, lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL, kemudian larutkan dengan aquadest. HCl memiliki sifat yang higroskopis.

- Pada saat preparasi larutan tembaga sulfat (CuSO4) 0,2 N dalam 100 mL, tahap pertama adalah menimbang CuSO4 sebanyak 2,43 gram, lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer dan larutkan dengan aquadest.

2. Standardisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat- Menstandardisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat

yang telah dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 mL aquadest dan 15 mL larutan asam klorida 10%. Setelah itu, dikocok sampai homogen. Setelah dikocok, tidak ada perubahan warna yang terjadi pada larutan. Kemudian tambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N ke dalam Erlenmeyer dan di kocok lagi. Setelah di kocok, tidak terjadi perubahan warna pada larutan. Langkah selanjutnya adalah mentitrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan natrium tiosulfat yang akan distandardisasi sampai warna larutan menjadi kuning pucat. Setelah warna larutan menjadi kuning pucat, tambahkan 3 tetes indikator amilum, sehingga warna larutan berubah menjadi hitam. Lalu titrasi kembali dengan natrium tiosulfat sampai warna larutan menjadi bening.

- Pada saat standarisasi ditemukan normalitas larutan natrium tiosulfat pentahidrat sebesar 0,098 N. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dikarenakan:- Larutan K2Cr2O7 sangat peka terhadap cahaya

Page 10: VI Iodometri (ACC+)

65

- Penguapan I2

- Adsorbsi I2 oleh endapan

- Bakteri yang ada pada aquadest.

3. Menetapkan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat- Dalam menentukan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat,

pipet 10 mL larutan tembaga sulfat 0,2 N dan masukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N dan kocok sampai homogen. Setelah larutan dikocok, tidak terjadi perubahan warna pada larutan. Selanjutnya adalah mentitrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna larutan menjadi kuning pucat. Setelah warna larutan menjadi kuning pucat, tambahkan 3 tetes indikator amilum sehingga warna larutan berubah menjadi hitam atau biru pekat. Setelah itu, titrasi kembali sampai warna biru pada larutan menjadi putih susu.

- Kadar Cu2+ yang didapat sebesar 2,0296 %.

6.8. Kesimpulan

- Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat bertujuan untuk mengetahui nilai normalitas larutan Na2S2O3.5H2O. Volume Na2S2O3.5H2O yang terpakai adalah 14,15mL.Normalitas Na2S2O3.5H2O adalah 0,0 98 N .

- Pada penetapan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat, volume Na2C2O3.5H2O yang terpakai adalah 3,45 mL. Kadar Cu2+ yang dapat dari perhitungan tersebut adalah 2,0296 %.

Page 11: VI Iodometri (ACC+)

66