Upload
dr-ir-sangle-y-randa-msc
View
77
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
SUPLEMENTASI VITAMIN ANTIOKSIDAN TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DAN STABILITAS OKSIDATIF DAGING ITIK
Oleh
S.Y. RANDA1, P.S. HARDJOSWORO2, A. APRIYANTONO3 and R.HUTAGALUNG4
(1Animal Science Faculty, Papua University, West Papua, Indonesia; 2Animal Science Faculty, Bogor Agriculture Institute, Bogor, Indonesia; 3Food Technology Faculty, Bogor
Agriculture Institute, Bogor, Indonesia; 4Nutrifindo, Jakarta, Indonesia)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penambahan vitamin antioksidan berbasis vitamin E (alfa-tokoferol) terhadap kandungan lemak dan stabilitas oksidatif lemak daging itik. Sebanyak 80 ekor itik cihateup jantan ditempatkan dalam 20 kandang boks berukuran 1 x 1 x 0,75 meter. Setiap kandang diisi oleh empat ekor ternak. Suplementasi vitamin diberikan dalam lima perlakuan, yakni: 1. Tanpa vitamin E, kontrol (E0); 2. Vitamin E (E1); 3. Vitamin E dikombinasi dengan vitamin A (EA); 4. Vitamin E dikombinasi dengan vitamin C (EC), dan 5. Vitamin E dikombinasi dengan vitamin A dan C (EAC). Dosis penggunaan vitamin E, A, dan C berturut-turut 400 IU/kg, 20.000 IU/kg, dan 250 mg/kg. Ransum disusun dengan menambah minyak kelapa berlebih 7,5 %. Pemberian ransum perlakuan dimulai pada saat ternak berumur dua minggu dengan lama pemberian 10 minggu. Analisis kimia daging meliputi kandungan lemak, asam-asam lemak, dan nilai TBARS. Pengukuran lemak dan asam-asam lemak menggunakan daging segar, sedangkan pengukuran TBARS selain dilakukan pada daging segar, juga pada daging masak, dan daging yang dimasak kembali. Hasil pengukuran kandungan lemak memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan semua perlakuan vitamin E yang dikombinasi dengan vitamin C menurunkan kandungan lemak, baik pada daging, hati, dan kulit. Pada komposisi asam lemak, pemberian vitamin antioksidan meningkatkan rasio asam lemak tidak jenuh terhadap asam lemak jenuh, yang ditunjukkan dengan meningkatnya asam lemak linoleat (C18:2). Tanpa vitamin antioksidan, daging yang disimpan dalam refrigerator pada minggu ke-3 memperlihatkan adanya peningkatan nilai TBARS yang nyata (P < 0,05). Sebaliknya nilai TBARS pada daging dari ternak yang diberi suplementasi vitamin antioksidan sampai pada penyimpanan minggu ke-4 tidak memperlihatkan adanya peningkatan.(Kata kunci: daging itik, vitamin-antioksidan, lemak, stabilitas-oksidatif, TBARS)
2
THE EFFECTS OF ANTIOXIDANT VITAMIN SUPPLEMENTATION ON FAT CONTENT AND OXIDATIVE STABILITY OF DUCK MEAT
Oleh
S.Y. RANDA1, P.S. HARDJOSWORO2, A. APRIYANTONO3 and R.HUTAGALUNG4
(1Animal Science Faculty, Papua University, West Papua, Indonesia; 2Animal Science Faculty, Bogor Agriculture Institute, Bogor, Indonesia; 3Food Technology Faculty, Bogor
Agriculture Institute, Bogor, Indonesia; 4Nutrifindo, Jakarta, Indonesia)
ABSTRACT
Effects of the supplementation of antioxidant vitamin which based on vitamin E (alpha-tocopherol) in duck meat were studied which focused on fat content and oxidative stability. There were 80 males of cihateup ducks kept on 20 box-cages. Each cage, 1 x 1 x 0.75 meters, was reared four ducks. Supplementation of vitamin was given in five treatments. 1. Without vitamin E, control (E0); 2. Vitamin E (E1); 3. Vitamin E combined with vitamin A (EA); 4. Vitamin E combined with vitamin C (EC); and 5. Vitamin E combined with both vitamin A and C (EAC). Dosages of vitamin used, vitamin E 400 IU/kg. vitamin A 20,000 IU/kg, and vitamin C 250 mg/kg. Diets were prepared with adding coconut oil 7.5% excessively. The diet treatments were started on two weeks of the study until ten weeks. The chemical analysis on meat was consisted of fat content, fatty-acid composition, and TBARS value. Fat content and fatty acid analysis were conducted for raw meat; however, for TBARS value besides of raw meat, it was used cooked and re-cooked meat. The results showed that all diets which were supplemented with vitamin E and which was combined with vitamin C decreased fat content in duck meat as well as in liver and skin. The study also showed that the use of antioxidant vitamin increased the ratio of unsaturated fatty acid to saturated fatty acid. The component of unsaturated fatty acid which most increase was linoleic acid (C18:2). In terms of the oxidative stability, the study found that the meat of diet treatment without supplanting antioxidant vitamin only had the TBARS value stabile until two weeks, entering the third week, the TBARS value increased significantly (P < 0.05). Otherwise, the TBARS value of the meat treated with supplementation of antioxidant vitamin until four weeks kept stabile.
(Key words: duck meat, oxidant vitamin, fat, oxidative stability, TBARS value)
3
PENDAHULUAN
Tumpuan sumber produksi daging nasional selama ini untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap protein asal ternak sangat bergantung pada ternak sapi dan ayam.
Laju pertambahan produksi daging kedua komoditas ternak tersebut sampai sekarang
belum dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, sehingga masalah ini
terus mendapat perhatian pemerintah, sebab secara tidak langsung masalah ini dapat
mempengaruhi stabilitas pembangunan nasional. Data Ditjennak (2011) memperlihatkan
bahwa peningkatan produksi daging sapi dalam lima tahun terakhir berkisar 18-19 %
dengan keadaan populasi hampir mencapai 13 juta ekor. Kondisi ini tidaklah sebanding
dengan penduduk Indonesa yang kini telah hampir mencapai 240 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan berkisar 1,5% per tahun (BPS, 2011). Produksi daging sapi dan daging ayam
dalam tataran nasional selama ini tidak semata-mata berasal dari produksi dalam negeri,
tetapi juga bergantung pada produksi impor. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar asupan
protein asal ternak bagi masyarakat dapat tercukupi. Pemerintah menargetkan konsumsi
daging sebanyak 8,1 kg/tahun, tetapi sampai tahun 2008 konsumsi daging segar baru
mencapai 4,52 kg/tahun. Konsumsi daging terbesar pada daging ayam, sekitar 3,80
kg/kapita/tahun; sedangkan daging sapi kurang dari 0,5 kg/kapita/tahun.
Mengatasi keterbatasan penyediaan daging ini, maka selain pencanangan
swasembada daging yang terus dilakukan, program pengembangan diversifikasi pangan
sumber daging harus tetap juga ditingkatkan. Salah satu sumber daging yang cukup
berpotensi di Indonesia adalah daging itik. Berdasarkan data populasi, ternak itik memiliki
potensi yang cukup besar dalam hal penyediaan daging. Populasi itik nasional pada tahun
2008 sekitar 40 juta ekor dengan tingkat pertumbuhan populasi rata-rata 2% per tahun,
merupakan populasi ternak terbanyak kedua setelah ternak ayam. Namun dalam hal
produksi daging, ternak itik hanya menghasilkan sekitar 31 ribu ton per tahun atau hanya
memberi kontribusi 1,6 % terhadap produksi daging nasional. Rendahnya produksi daging
itik disebabkan oleh selama ini masyarakat dalam membudidayakan ternak itik lebih
menitikberatkan kepada produksi telurnya saja. Hambatan utama dalam mempopulerkan
daging itik sebagai sumber daging alternatif adalah cita rasa dagingnya yang oleh
masyarakat dinilai dan dipersepsi sebagai daging berasa tengik, amis, atau anyir (fishy
odor).
Lemak pada ternak itik merupakan prekursor utama dalam pembentukan cita rasa
menyimpang (off-flavor / off-odor), seperti rasa tengik atau amis pada dagingnya. Hal ini
4
diperlihatkan oleh Wu dan Liou (1992) yang dari penelitiannya disimpulkan bahwa
senyawa-senyawa volatil yang terbentuk pada daging itik sebagian besar adalah hasil
oksidasi lipid maupun degradasi asam-asam lemak. Komponen-komponen volatil tersebut
terdiri atas aldehid, alkohol, keton, hidrokarbon, ester, dan furan. Hasil penelitian seperti
ini didapatkan juga oleh Hustiany (2001) yang melaporkan bahwa kelompok-kelompok
volatil dari daging bagian paha dan dada itik terdiri atas aldehid, alkohol, keton, asam
karboksilat dan hidrokarbon. Menurut Wu dan Liou (1992), satu-satunya volatil
bernitrogen yang teridentifikasi pada daging dan jaringan lemak itik adalah indol, yang
juga sekaligus berperan dalam memberi aroma spesifik pada daging itik, karena
menghasilkan odor yang sangat tajam.
Menurut Hamilton (1983) dan Bailey et al. (1992), proses oksidasi lipid pada
daging merupakan sumber pembentukan ketengikan (rancidity). Ketengikan merupakan
ukuran penilaian sensori terhadap kualitas yang tidak dikehendaki dari bahan pangan
berlemak dan berminyak. Sejumlah penelitian terhadap masalah ketengikan pada daging
diperoleh bahwa laju ketengikan oksidasi mempunyai hubungan yang erat dengan
peningkatan senyawa asam 2-thiobarbiturat (TBA). Oleh karena itu untuk menetapkan laju
oksidasi pada suatu produk daging dilakukan pengukuran terhadap nilai TBA. Nijssen
(1991) melaporkan bahwa dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada
jaringan broiler, peningkatan nilai TBA paling tinggi pada hati dan daging dada, kemudian
diikuti oleh daging paha, kulit, dan lemak depot.
Penelitian yang dilakukan oleh Webb et al. (1972) yang mempelajari pengaruh
suplementasi vitamin E pada kalkun memperlihatkan bahwa pemberian vitamin E
sebanyak 10 IU atau 100 IU, baik dengan penambahan langsung ke dalam pakan maupun
diinjeksi, menurunkan proses oksidasi lipid yang ditunjukkan dengan menurunnya nilai
asam tioabarbiturat (TBA) secara signifikan. Pencegahan oksidasi lipid di dalam daging
ayam dengan pemberian vitamin E juga diperlihatkan oleh Sheehy et al. (1993) yang
mengkombinasikan vitamin E dengan minyak nabati yang dipanaskan dan menyimpulkan
bahwa kadar tokoferol dalam plasma berkorelasi dengan kadar tokoferol di dalam otot
paha dan dada ayam. Demikian pula Whang et al. (1986) melaporkan bahwa pemberian
tokoferol memperlambat laju oksidasi pada daging babi yang setelah dimasak disimpan
pada suhu 4oC atau 20oC. Pemberian tokoferol sampai level 200 ppm, mampu
memperpanjang daya simpannya sampai 60 hari.
Menelaah permasalahan dalam pengembangan ternak itik sebagai sumber
penghasil daging, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengkaji penggunaan vitamin
5
antioksidan untuk perbaikan kualitas daging itik melalui mekanisme pengendalian lemak
dan penghambatan oksidasi lemak.
MATERI DAN METODE
Ternak dan Ransum Percobaan
Penelitian ini menggunakan ternak coba itik cihateup (Anas platyrynchos javanica)
jantan sebanyak 80 ekor, yang diperoleh dari Laboratorium Bagian Ilmu Produksi Ternak
Unggas IPB. Ransum dasar yang diberikan kepada ternak-ternak coba ini mengandung
7.5% minyak kelapa (Tabel 1).
Ransum percobaan disusun dalam lima perlakuan ransum, yaitu:
1. Ransum dasar tanpa suplementasi vitamin E, berfungsi sebagai kontrol (E0);
2. Ransum dasar yang hanya disuplementasi vitamin E tanpa kombinasi dengan vitamin
lain (E1);
3. Ransum dasar yang disuplementasi kombinasi vitamin E dengan A (EA);
4. Ransum dasar yang disuplementasi kombinasi vitamin E dengan C (EC);
5. Ransum dasar yang disuplementasi kombinasi vitamin E, A dan C (EAC).
Ternak-ternak dipelihara di dalam kandang percobaan berupa kandang boks yang
terbuat dari kayu. Sebelum ditempatkan ke dalam kandang perlakuan, ternak dipelihara
dalam kandang brooder selama dua minggu dengan pemberian ransum komersil ayam
pedaging yang secara bertahap digantikan dengan ransum starter perlakuan. Sesudah masa
brooding, ternak-ternak secara acak ditempatkan pada kandang percobaan berukuran 1 m x
1 m x 0,75 m.. Setiap kandang berisi empat ekor ternak itik cihateup dan dilengkapi
dengan lampu listrik untuk penerangan pada malam hari. Pada saat penempatan ke dalam
kandang-kandang percobaan, ternak ditimbang dan diberi nomor sayap.
6
Tabel 1 Susunan bahan pakan ransum percobaan masing-masing perlakuan berdasarkan fase pertumbuhan*
Bahan makanan (%) Pertumbuhan awal Pertumbuhan akhir
Jagung kuning 10,00 15,00Tepung tapioca 7,05 7,00Minyak kelapa 7,50 7,50CGM (corn gluten meal) 8,64 5,00Bkl.kacang kedelai 18,26 9,71Tepung gandum 8,68 7,55Pollard gandum 36,00 44,27Garam dapur (NaCl) 0,25 0,25Dikalsium fosfat (DCP) 1,50 1,25Tepung kapur 0,52 0,78DL-metionina 0,08 0,10L-lisina 0,37 0,14L-treonina 0,14 0,42L-triptofan 0,01 0,03Vitamin Mix 0,50 0,50Mineral Mix 0,50 0.50
TOTAL (%) 100 100
Komposisi Nutrisi Energi Metabolis, (kkal/kg) 3000 3000Protein Kasar (%) 20,01 16,02Serat Kasar (%) 6,08 6,35Lemak Kasar (%) 9,80 10,18Abu (%) 3,58 3,53ADF (%) 6,72 7,31Kalsium (Ca, %) 0,68 0,70Pospor (P, % tersedia) 0,44 0,39
Keterangan: *Disusun berdasarkan pada Bahan Kering 90% menurut NRC (1994).
Jenis vitamin E yang dipakai adalah d-α-tokoferil-asetat dengan dosis pada setiap
penggunaan adalah 400 IU/kg. Dosis pemakaian vitamin C 250 mg/kg, dan dosis vitamin
A 20.000 IU/kg. Masing-masing ransum perlakuan diberi dalam empat kali ulangan.
Setiap ulangan pada satu unit percobaan terdapat empat ekor ternak.
Pemberian ransum perlakuan dimulai pada saat ternak berumur dua minggu. Lama
pemberian ransum percobaan selama 10 minggu. Pada akhir dari periode pemeliharaan,
delapan ekor ternak dari setiap perlakuan dipotong untuk keperluan analisis kimia. Sampel
analisis diambil dari dagingi bagian paha.
7
Variabel Penelitian
Pelaksanaan analisis kimia dan kualitas daging meliputi: kandungan lemak, asam-
asam lemak dan tingkat oksidasi lemak (nilai TBARS). Pengukuran dan analisis lemak
dan asam-asam lemak daging itik dilakukan di Labratorium Kimia Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Prosedur dan metode analisis lemak dan asam-asam lemak
mengikuti prosedur laboratorium sebagaimana disusun oleh AOAC (1984), IUPAC (1988),
dan Apriyantono et al. (1989). Prosedur analisis dilakukan dengan bantuan instrumen
kromatografi gas (GC) dari tipe GC-9AM Shimadzu dan tipe Hewlett Packard (HP) 6890
series.
Pengujian TBA dilaksanakan dengan menggunakan sampel daging paha tanpa kulit
dari setiap perlakuan ransum. Analisis ini untuk mengukur tingkat oksidasi lipid melalui
penetapan jumlah miligram (mg) malondialdehid (MDA) per kg sampel, yang juga disebut
sebagai nilai thiobarbituric acid reactive subtances (TBARS). Pengukuran nilai TBARS
dilakukan pada tiga jenis keadaan daging, yaitu mentah, masak, dan yang dimasak ulang.
Analisis TBA terhadap daging yang mentah dilakukan dalam beberapa kali
pengukuran seris, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu. Sampel daging masak, yaitu sampel
daging yang direbus selama 40 menit, dan langsung dilakukan analisis TBA. Sedangkan,
sampel yang dimasak kembali, yaitu sampel daging yang sebelumnya dimasak rebus
selama 40 menit, kemudian disimpan dalam refrigerator. Setelah disimpan selama 48 jam,
sampel dimasak (rebus) kembali selama kurang lebih 10 menit.
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah ANOVA dengan pola One Way dan
General Linear Model (GLM). Sebelum melaksanakan Analisis Sidik Ragam, data yang
akan dianalisis terlebih dahulu diuji sebaran normalnya dengan uji Bartlett, dan diukur pula
koefisien keragamannya. Semua pekerjaan analisis ini menggunakan Software Minitab
Release 14.1 for Windows.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Lemak
Tabel 2 mencantumkan data kandungan lemak dari daging paha tanpa kulit, hati,
dan kulit.
Tabel 2. Persentase lemak pada daging paha, hati dan kulit itik cihateup yang diberi perlakuan antioksidan
VariabelRansum Perlakuan
E0 E1 EA EC EAC
Lemak daging (%)1 3,92 ± 0,26a 3,74 ± 0,05a 2,27 ± 0,05b 1,23 ± 0,32c 1,24 ± 0,14c
Lemak hati (%)1 0,65 ± 0,02b 0,81 ± 0,09ab 1,02 ± 0,19a 0,11 ± 0,01c 0,14 ± 0,01c
Lemak kulit (%)1 26,50 ± 0,28c 32,34 ± 0,17b 38,80 ± 1,08a 21,09 ± 1,88d 20,61 ± 0,37d
1 Persentase kandungan lemak diperoleh dengan analisis metode soxhlet.a-d Nilai dalam sebaris diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf 5%.E0: tanpa suplementasi vitamin E, E1: vitamin E, EA: kombinasi vitamin E dan A,EC: kombinasi vitamin E dan C, EAC: kombinasi vitamin E, A, dan C.
Pada semua kandungan lemak yang diukur diperoleh bahwa secara umum terdapat
kecenderungan bahwa pemberian vitamin E yang dikombinasikan dengan vitamin C, baik
itu pada perlakuan EC maupun EAC, menghasilkan kandungan lemak yang lebih rendah.
Pada perlakuan EC dan EAC yang menurunkan kandungan lemak sangat ditentukan oleh
kehadiran vitamin C, yang menyebabkan juga vitamin ini disebut sebagai senyawa
pembakar lemak. Dalam proses biokimia, vitamin C tidak bekerja langsung terhadap
penurunan lemak, tetapi dengan perannya sebagai katalis maupun prekursor menghasilkan
senyawa-senyawa yang terkait langsung dengan pendegradasian lemak. Vitamin C
berperan dalam proses hidroksilasi pembentukan asam amino lisina, senyawa penghasil
karnitin. Terkait dengan proses pembentukan karnitin, vitamin C juga diperlukan dalam
mengaktifkan beberapa enzim yang diperlukan dalam proses tersebut seperti trimetilisina-
2-oxoglutarat dioksigenase. Senyawa karnitin yang terbentuk akan menjadi alat transpor
membawa lemak yang berasal dari hati masuk ke dalam mitokondria untuk proses beta-
oksidasi yang memproduksi energi bagi tubuh (Chesworth et al. 1998).
9
Komposisi Asam-asam Lemak
Pengukuran terhadap komposisi asam-asam lemak dalam Tabel 3 memperlihatkan
bahwa pemberian antioksidan berbasis α-tokoferol pada ransum yang menggunakan
minyak kelapa sedikit meningkatkan rasio asam lemak tidak jenuh terhadap asam lemak
jenuh. Peningkatan rasio asam lemak tidak jenuh ini disebabkan oleh terjadi peningkatan
pada asam lemak linoleat (C18 : 2). Hal ini menunjukkan pula efektivitas antioksidan dalam
mempertahankan stabilitas asam-asam lemak. Pada perlakuan kontrol, rasio asam lemak
tidak jenuh lebih rendah karena diduga telah terjadi proses oksidasi lemak yang lebih
tinggi daripada yang terjadi pada perlakuan yang diberi antioksidan. Peningkatan asam-
asam lemak tidak jenuh karena pengaruh pemberian α-tokoferol juga dijumpai pada
beberapa penelitian sebelumnya. Russell et al. (2003) dalam penelitiannya pada ternak itik
peking menemukan terjadi peningkatan asam-asam lemak tidak jenuh dengan pemberian
perlakuan suplementasi vitamin E dalam ransum.
Tabel 3. Komposisi asam-asam lemak daging itik cihateup dari masing-masing perlakuan ransum
Jenis asam lemakKomposisi asam-asam lemak (%)
E0 E1 EA EC EAC
Laurat (C12:0) 14,20 10,75 12,21 11,26 13,99
Miristat (C14:0) 6,59 6,87 7,16 7,49 7,31
Palmitat (C16:0) 24,37 25,83 23,94 23,39 21,94
Stearat (C18:0) 5,04 6,26 5,34 5,84 4,89
Arakidat (C20:0) 0,24 0,14 0,56 0,18 0,52
Total ALJ 50,45 49,85 49,21 48,17 48,64
Palmitoleat (C16:1) 2,12 2,84 2,02 2,15 2,23
Oleat (C18:1) 28,30 26,18 29,29 29,12 28,42
Linoleat (C18:2) 15,99 17,98 17,42 17,74 17,56
Linolenat (C18:3) 0,79 0,74 0,67 0,55 0,71
Arakidonat (C20:4) 2,35 2,42 1,39 2,26 2,44Total ALTJ 49,55 50,15 50,79 51,83 51,36
Rasio ALTJ/ALJ1 0,98 1,01 1,03 1,08 1,06
Rasio P : S2 0,37 0,43 0,42 0,43 0,42
Keterangan1 ALTJ: Asam lemak tidak jenuh, ALJ: Asam lemak jenuh.2 Perbandingan asam lemak polyunsaturated (P) terhadap saturated (S), yaitu jumlah Linoleat (C18:2 n-6) dan linolenat (C18:3 n-3) terhadap laurat (C12:0), miristat (C14:0) dan palmitat (C16:0), P: Polyunsaturated, S: Saturated.E0: tanpa suplementasi vitamin E; E1: vitamin E; EA: kombinasi vitamin E dan A,EC: kombinasi vitamin E dan C; EAC: kombinasi vitamin E, A, dan C.
10
Bilamana dilihat pada rasio P:S dalam penelitian ini, pemberian vitamin E dan
kombinasinya, tidak saja hanya sebagai upaya untuk menghilangkan bau amis pada daging
itik, tetapi dapat berperan pula dalam memperbaiki kualitas lemak daging. Nilai rasio P:S
yang direkomendasikan adalah 0,45 (Wood dan Enser 1997). Sekalipun pada penelitian ini
rasio yang dicapai belum mencapai tepat nilai 0,45, tetapi apabila dibandingkan dengan
kontrol, rasio P:S pada perlakuan pemberian antioksidan mengalami kenaikan, yaitu dari
0,37 pada perlakuan E0 (kontrol) menjadi 0,43 pada perlakuan E1 (vitamin E) dan EC
(kombinasi vitamin E dengan C).
Persentase asam-asam lemak tidak jenuh paling tinggi pada penelitian ini terdapat
pada daging ternak yang mendapat perlakuan EC. Ini menunjukkan bahwa kombinasi α-
tokoferol asetat dan vitamin C memberikan kerja antioksidan yang paling optimal
dibandingkan perlakuan lainnya.
Stabilitas Oksidatif
Tingkat oksidasi dalam setiap minggu pada daging itik sebelum dan sesudah
disimpan beku diperlihatkan pada Tabel 4. Hasil pengukuran tingkat laju oksidasi lipid
yang dinyatakan melalui nilai TBARS dalam satuan miligram malondialdehid (MDA) per
kilogram daging, sebagaimana ditunjukkan pada tabel tersebut, tampak bahwa kestabilan
lemak pada daging itik yang disimpan beku dalam refrigerator dapat dipertahankan selama
2 minggu tanpa pemberian antioksidan. Pada masa simpan 3 minggu, daging dari ternak
yang tidak diberi ransum berantioksidan (perlakuan kontrol) mengalami peningkatan nilai
TBARS yang nyata (P < 0,05). Sedangkan, daging dari ternak-ternak yang mendapat
perlakuan pemberian antioksidan terlihat relatif stabil selama masa penyimpanan sampai 4
minggu.
Pengaruh penggunaan antioksidan dalam menghambat laju oksidasi lipid pada
daging yang dimasak maupun yang dimasak kembali setelah penyimpanan refrigerasi
selama 48 jam tampak jelas pada Tabel 5. Semua daging yang berasal dari perlakuan
suplementasi antioksidan memiliki nilai TBARS yang sangat nyata lebih rendah (P < 0,01)
daripada tanpa pemberian antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian
antioksidan α-tokoferol baik secara tunggal maupun kombinasi dengan vitamin A atau
vitamin C akan sangat efektif dalam mempertahankan kestabilan lipid daging itik.
11
Tabel 4. Nilai TBARS (mg MDA/kg sampel daging) mingguan dari daging itik segar yang disimpan menggunakan pembungkus plastik tidak kedap udara pada suhu refrigerasi selama empat minggu
RansumWaktu (minggu)
0 1 2 3 4
E0 0,300(c) 0,322(c) 0,387(b) 0,631a(a) 0,644a(a)
E1 0,339(c) 0,311(d) 0,314(d) 0,359c(b) 0,381c(a)
EA 0,381 0,346 0,328 0,437b 0,444b
EC 0,299 0,450 0,304 0,352c 0,361c
EAC 0,335 0,388 0,392 0,462b 0,447b
Rataan 0,331tn 0,363tn 0,345tn 0,448** 0,455**
Keterangan:** = nyata berbeda pada taraf 1%; tn = tidak nyata berbeda pada taraf 5%.a-d Superskrip huruf pada satu baris atau kolom diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5%; penanda dalam kurung untuk menjelaskan pada baris.
Tabel 5. Nilai TBARS (mg MDA/kg sampel daging) daging itik masak dan yang dimasak/dipanaskan ulang setelah disimpan selama 48 jam
Ransum 0 48
E0 2,058 ± 0,015a 6,208 ± 0,506a
E1 0,944 ± 0,005c 3,450 ± 0,218b
EA 1,197 ± 0,130b 2,716 ± 0,078c
EC 0,752 ± 0,006d 2,468 ± 0,169c
EAC 0,938 ± 0,017c 3,279 ± 0,136b
a-d Superskrip huruf yang diikuti oleh huruf berbeda berarti berbeda nyata pada taraf 1%
12
KESIMPULAN
Berdasarkan pada data temuan dan kajian yang dilakukan mengenai penggunaan
vitamin antioksidan terhadap lemak dan stabilitas oksidasi lemak pada daging itik cihateup,
beberapa simpulan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pemberian α-tokoferol asetat (vitamin E) sebagai sumber antioksidan yang
dikombinasikan dengan vitamin C dapat menurunkan kandungan lemak daging
maupun kandungan lemak pada jaringan lain pada ternak itik.
2. Suplementasi antioksidan berbasis vitamin E menghasilkan peningkatan asam-
asam lemak tidak jenuh, sehingga memperbaiki rasio P:S daging dari ternak itik
yang diberi ransum asam lemak jenuh.
3. Penambahan α-tokoferol asetat sebagai sumber antioksidan dalam berbagai
kombinasi dengan vitamin lain, khususnya vitamin C, ke dalam ransum, mampu
menekan laju oksidasi lipid daging itik.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, M.E., T.J. Rourke, R.A. Gutheil R.A., dan C.Y.J. Wang. 1992. Undesirable flavors of meat. Di dalam: Charalambous G, editor. Off-Flavors in Foods and Beverages. Amsterdam: Elsevier. hlm 127 – 159.
BPS. 2011. Sensus Penduduk Indonesia 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id/aboutus.php?sp=0 [diunduh, 1 September 2011].
Chesworth, J.M., T.Stuchbury, J.R. Scaife JR. 1998. An Introduction to Agricultural Biochemistry. London: Chapman & Hall.
Ditjennak. 2011. Statistik Peternakan 2010. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. http://ditjennak.deptan.go.id/ [diunduh, 1 September 2011]
Hamilton, R.J. 1983. The chemistry of rancidity in foods. Di dalam: Allen JC, Hamilton RJ, editor. Rancidity in Foods. London: Applied Sci. hlm 1 – 20.
Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nijssen, B. 1991. Off-flavors. Di dalam: Maarse H, editor. Volatile Compounds in Foods and Beverages. New York: Marcel Dekker. hlm 689 – 723.
Russell, E.A., A. Lynch, K.Galvin, P.B. Lynch, dan J.P. Kerry. 2003. Quality of raw, frozen and cooked duck meat as affected by dietary fat and α-tocopheryl acetate supplementation. Int J Poult Sci 2 (5): 324-334.
Sheehy, P.J.A., P.A. Morrisey, dan A. Flynn. 1993. Influence of heated vegetable oils and α-tocopherol, fatty acids and lipid peroxidation in chicken muscle. Br Poult Sci 34: 367 - 381.
Webb, R.W., W.W. Marion, dan P.L. Hayse. 1972. Effect of tocopherol supplementation on the quality of precooked and mechanically deboned turkey meat. J Food Sci 37: 853-856.
Whang, K., E.D. Aberle, M.D. Judge, dan I.C. Peng. 1986. Antioxidative activity of α-tocopherol in cooked and uncooked ground pork. Meat Sci 17: 235-249.
Wood, J.D., dan M. Enser. 1997. Factors influencing fatty acid in meat and the role of antioxidant in improving meat quality. Br J Nutr Supl 78: S49 – S60.
Wu, C.M., dan S.E. Liou. 1992. Volatile components of water-boiled duck meat and cantonese style roasted duck. J Agric Food Chem 40 : 838 – 841.