Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999
Volume 21, Nomor 2, Desember 2019
Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan transportasi Laut, SDP Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Perhubungan
Desain Model Instrumen Penyetaraan Nakhoda Kapal Untuk Jabatan Dosen Melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)
ANTONI ARIF PRIADI, TRI CAHYADI, DAMOYANTO PURBA
Pengembangan Pelabuhan di Wilayah Gugus Kepulauan: Studi Kasus Pelabuhan Rum, Tidore Kepulauan
SUJARWANTO
Desain Pelabuhan Wisata Modern di Kepulauan Raja Ampat: Studi Kasus di Kota Waisai
MUHAMMAD RIFQI HABIBI, ARIF FADILLAH, SHANTY MANULLANG
Pengembangan Model Terminal Curah Cair Dengan Metode Simulasi Diskrit
DELLA PRATAMA SUSETYO, ARMAND OMAR MOEIS, DIMAS KUNTO WIBISONO
Optimalisasi Model Jaringan Rute Multiport Tol Laut di Negara Kepulauan: Studi Kasus Evaluasi Rute di Maluku dan Papua
Bagian Selatan
IRWAN TRI YUNIANTO, HASAN IQBAL NUR, EKA WAHYU ARDHI, DAN BIANCA PRIMA ADHITYA
Jurnal Penelitian Transportasi Laut merupakan majalah ilmiah yang mempublikasikan hasil penelitian atau kajian ilmiah
dalam bidang transportasi laut yang diterbitkan berkala dua kali setahun pada bulan Juni, dan Desember oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Transportasi Laut SDP, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan.
Semua naskah yang diterbitkan Jurnal Penelitian Tansportasi Laut akan ditayangkan dalam website Jurnal Badan Litbang
Perhubungan http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnallaut/index
Pembina : Ir. Sugihardjo, M.Si
Pemimpin Umum : Capt. Sahattua P.S., MM., MH.
Pemimpin Redaksi : Ir. Bambang Siswoyo, MSTr
Redaktur Pelaksana : Dr. Imam Sonny, ST., MMSI
Dewan Redaksi
Ketua : Dr. Imam Sonny, ST., MMSI. (Kepelabuhanan, Kemenhub)
Anggota : Dr. Johny Malisan, DESS (Teknik Perkapalan, Kemenhub)
Drs. Dedi Arianto, MsTr. APU (Kepelabuhanan, Kemenhub)
Erna Mei Lestari, SE, M.Ak (Angkutan Laut, Kemenhub)
Feronika S. Puriningsih, S.S., MMTR. (Lingkungan Kelautan, Kemenhub)
Penyunting Editor : Dr. Wahyu Wibowo, MM. (Filsafat Bahasa, Universitas Nasional)
Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi, M.Sc.,PhD (Teknik Kimia,IPB)
Prof. Ir. Wasmen Manalu, Ph.D (Fakultas Kehutanant, Kemenhub)
Mitra Bestari : Dr. Agustinus Pusaka, ST, M.Si (Teknik Perkapalan, Universitas Persada)
Dr Ir Misliah Idrus MSTr (Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin)
Ir. Arif Fadilah, Ph.D. MEng (Kepelabuhan, Dosen Universitas Persada)
Dr Eng Kriyo Sambodho ST MEng (Departemen Teknik Kelautan, ITS)
Dr. Ir. Ganding Sitepu, Dipl. Ing (Sistem Transportasi Laut, Universitas Hasanuddin)
Dr. Russ Bona Frazila ST, MT. (Teknik Sipil, ITB)
Desain Grafis : Sujarwanto, , MA.
Sekreteriat : Kris Ferdiyanto, SE, Herwan Yulizarsyah, Wiwit Trisnawati, S.H
Penerjemah : Syarif Bustaman
Alamat Sekretariat :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut, Badan Litbang Perhubungan, Jl.Medan Merdeka Timur No. 5
Jakarta, Telp. (021) 34832943, fax (021) 34832967.
e-mail: [email protected]
Jurnal Penelitian Transportasi Laut dicetak oleh PT BAKEE VICTORY
Jl. Kayu Manis Timur No.4 D, Utan Kayu Utara, Matraman– Jakarta Timur Telp. (021) 2936 1039
PENGIRIMAN DOKUMEN
Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang baru
disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan ditolak tanpa
proses jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada :
Redaksi Jurnal Penelitian Transportasi Laut
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut
Jl. Merdeka Timur No. 5 Jakarta Pusat
Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corres-ponsing author)
yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan fax,
serta alamat e-mail dan telepon seluler jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas
pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga harus diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota penulis dengan
pernyataan secara tertulis yang terdokumentasi.
Volume 21, Nomor 2, Desember 2019 ISSN No.1441- 0504
STT No. 2532-1999
Volume 21, Nomor 2, Desember 2019 ISSN No. 1411-0504 STT No. 2532-1999
DAFTAR ISI / TABLE OF CONTENTS
ANTONI ARIF PRIADI, TRI CAHYADI, DAMOYANTO PURBA
Desain Model Instrumen Penyetaraan Nakhoda Kapal Untuk Jabatan Dosen Melalui Rekognisi Pembelajaran
Lampau (RPL) …………………......................................................................................………………… 41-50
SUJARWANTO
Pengembangan Pelabuhan di Wilayah Gugus Kepulauan: Studi Kasus Pelabuhan Rum, Tidore Kepulauan
...............................................................................................................................................................…… 51-60
MUHAMMAD RIFQI HABIBI, ARIF FADILLAH, SHANTY MANULLANG
Desain Pelabuhan Wisata Modern di Kepulauan Raja Ampat: Studi Kasus di Kota Waisai
...............................................................................................................................................................…… 61-70
DELLA PRATAMA SUSETYO, ARMAND OMAR MOEIS, DIMAS KUNTO WIBISONO
Pengembangan Model Terminal Curah Cair Dengan Metode Simulasi Diskrit
..................................................................................................................................................................… 71-82
IRWAN TRI YUNIANTO, HASAN IQBAL NUR, EKA WAHYU ARDHI, DAN BIANCA PRIMA
ADHITYA
Optimalisasi Model Jaringan Rute Multiport Tol Laut di Negara Kepulauan: Studi Kasus Evaluasi Rute di
Maluku dan Papua Bagian ..............................................................................…………………………… 83-95
Volume 21, Nomor 2, Desember 2019 ISSN No. 1411-0504
KATA PENGANTAR
Pembaca yang Budiman,
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Jurnal Penelitian Transportasi Laut telah terbit dengan beberapa
topik yang bermanfaat bagi para pembaca. Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya disampaikan kepada para
penulis yang telah memberikan pemikirannya yang diwujudkan dalam karya ilmiah yang dapat menambah wacana
serta isi dari Jurnal Penelitian Transportasi Laut, dan semoga membawa manfaat bagi semua dan dapat mendorong
kemajuan dan inspirasi di bidang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan sebagai wadah ilmu
pengetahuan bagi masyarakat. Pada edisi ke-2 (dua) bulan Juli - Desember 2019, Jurnal Penelitian Transportasi Laut
memuat 5 (lima) tulisan dengan beragam topik seputar transportasi laut, sungai, danau dan penyeberangan.
Pengelolaan narasumber profesional selain akademisi yang memeliki tingkat pengetahuan dan pengalaman
yang banyak di lapangan sangat dibutuhkan untuk menurunkan kesenjangan pengetahuan. Berdasarkan Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) membuka peluang bagi para profesional seperti Nakhoda kapal untuk setara
dengan jenjang tertentu menggunakan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Antoni Arif Priadi, Tri Cahyadi, dan
Damoyanto Purba dalam penelitiannya yang berjudul Desain Model Instrumen Penyetaraan Nakhoda Kapal Untuk
Jabatan Dosen Melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau mencoba menjelaskan peluang tersebut.
Dalam upaya melakukan pengembangan pelabuhan, diperlukan beberapa tahapan yang harus dilakukan.
Sujarwanto dalam artikelnya yang berjudul Pengembangan Pelabuhan di Wilayah Gugus Kepulauan: Studi Kasus
Pelabuhan Rum, Tidore Kepulauan, serta Muhammad Rifqi Habibi, Arif Fadillah, dan Shanty Manullang dalam
penelitiannya yang berjudul Desain Pelabuhan Wisata Modern di Kepulauan Raja Ampat: Studi Kasus di Kota Waisai,
mencoba menjelaskan tahapan-tahapan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia, Konsep trade follow the ship yang telah dibangun oleh
pemerintah melalui Tol Laut perlu dilakukan evaluasi secara terus menerus dijabarkan oleh Irwan Tri Yunianto, Hasan
Iqbal Nur, Eka Wahyu Ardhi, Dan Bianca Prima Adhitya dalam penelitiannya yang berjudul Optimalisasi Model
Jaringan Rute Multiport Tol Laut di Negara Kepulauan: Studi Kasus Evaluasi Rute di Maluku dan Papua Bagian
Selatan.
Selain tulisan yang diulas diatas, masih terdapat tulisan lainnya yang menarik untuk dibaca pada edisi ini.
Akhirnya kami dari Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada para Mitra Bestari, tim editor bahasa,
proofreader yang telah membantu proses penerbitan Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Jakarta, Desember 2019
Teriring salam,
Dewan Redaksi
Volume 21, Nomor 2, Desember 2019 ISSN No. 1411-0504
Desain Model Instrumen Penyetaraan Nakhoda Kapal Untuk Jabatan Dosen Melalui Rekognisi
Pembelajaran Lampau (RPL)
Antoni Arif Priadi, Tri Cahyadi, Damoyanto Purba
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 41-50
Nakhoda kapal dengan kualifikasi Ahli Nautika Tingkat-II (ANT-II) merupakan profesional yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman pada level tertinggi dalam sistem operasi kapal mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengelolaan, menganalisis, dan evaluasi. Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) membuka
peluang bagi para profesional seperti Nakhoda kapal untuk setara dengan jenjang tertentu menggunakan Rekognisi
Pembelajaran Lampau (RPL). Hal ini memungkinkan sebagai cara pemenuhan dosen pada pendidikan tinggi vokasi
dari profesional atau industri. Penelitian deskripsi ini disajikan untuk menganalisis penyetaraan Nakhoda kapal ke
dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia melalui studi pustaka dan analisis isi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Nakhoda kapal dapat disetarakan dengan jenjang 8 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
melalui desain instrumen penilaian yang disusun berdasarkan aspek kompetensi pengajaran dan kompetensi
profesional.
Kata kunci: Nakhoda Kapal, ANT-II, KKNI, RPL, pendidikan tinggi vokasi pelayaran
Pengembangan Pelabuhan di Wilayah Gugus Kepulauan: Studi Kasus Pelabuhan Rum, Tidore Kepulauan
Sujarwanto
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 51-60
Pelabuhan merupakan wilayah strategis bagi negara kepulauan, sebagai urat nadi yang menunjang konektivitas
antar pulau dan meningkatkan mobilitas penduduk sekitarnya dalam melakukan kegiatan perekonomian. Wilayah
Kepulauan Maluku Utara yang memiliki ratusan pulau, dengan istilah sebagai wilayah gugus kepulauan, salah
satunya adalah pelabuhan Rum yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antar pulau. Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Tercatat mobilitas masyarakat yang
menyeberang melalui pelabuhan Rum menuju Pulau Ternate dan Pulau Maitara antara 200 sampai 300 orang
sepanjang harinya. Analisis proyeksi menggunakan metode regresi linear untuk mendapatkan proyeksi permintaan
penumpang di tahun yang akan datang. Dari hasil analisis kinerja fasilitas dermaga (BOR) Speed boat tahun 2017
sudah mencapai angka 75% dan kapal motor mencapai 48% yang artinya kondisi dermaga Rum belum maksimal
untuk melayani penumpang dan barang. Dalam perencanaan pembangunan jangka pendek Pelabuhan Lokal Rum
disarankan segera melakukan pengembangan pelabuhan skala minimum, yang fokus pada perbaikan dermaga
pelabuhan karena dilihat dari kondisi saat ini dermaga tersebut sudah tidak layak digunakan karena mengalami
pelapukan.
Kata Kunci: Gugus kepulauan, kinerja fasilitas dermaga, Pengembangan, dermaga Penyeberangan, Pelabuhan
Rum
Desain Pelabuhan Wisata Modern di Kepulauan Raja Ampat: Studi Kasus di Kota Waisai
Muhammad Rifqi Habibi, Arif Fadillah, Shanty Manullang
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 61-70
Sektor pariwisata adalah salah satu dari banyak sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang penting bagi
suatu negara. Indonesia, dengan kekayaan alam dan budaya yang dimilikinya dapat menarik jumlah wisatawan,
mancanegara maupun nusantara. Raja Ampat merupakan wilayah yang mempunyai beberapa kekayaan keindahan
alam, termasuk kelautannya. Dengan perkembangan teknologi sarana transportasi, bermula dari kapal tradisional
Pinisi hingga kapal Yacht, untuk itu perlu adanya pelabuhan untuk dapat melayani kapal modern. Penelitian ini
Lembar Abstrak ini dapat diperbanyak/digandakan tanpa seizin dan tanpa biaya
dilakukan untuk merencanakan pelabuhan wisata dengan dukungan fasilitas dermaga pesawat terbang air
didalamnya. Berdasarkan data kunjungan wisatawan dan kapal yang sandar, digunakan metode proyeksi yang
menggunakan regresi linier untuk mengetahui berapa jumlah kedatangan wisatawan dan jumlah kedatangan kapal
5 sampai dengan 20 tahun yang akan datang. Dari hasil proyeksi perencanaan pelabuhan didapatkan peningkatan
produksi penumpang yang signifikan mencapai 488%, menjadikan perlunya dilakukan pengembangan dermaga
dan fasilitas lainnya yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi sarana transportasi.
Kata kunci: Pelabuhan Wisata modern, Fasilitas Pelabuhan Waisai, kepulauan Raja Ampat, dermaga pesawat air
Pengembangan Model Terminal Curah Cair Dengan Metode Simulasi Diskrit
Della Pratama Susetyo, Armand Omar Moeis, Dimas Kunto Wibisono
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 71-82
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, konsumsi BBM dan BBG semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan tersebut menyebabkan bertambahnya kuantitas kapal tanker untuk mendistribusikan BBM dan BBG
ke lokasi tujuan. Kapasitas pelabuhan tidak dapat mengimbangi kuantitas kapal tanker yang meningkat pesat
sehingga terbentuk antrian kapal di pelabuhan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model simulasi untuk
mengevaluasi aspek-aspek operasional pada proses bongkar muat BBM dan BBG di sebuah terminal transit di
Indonesia agar didapat keputusan investasi yang tepat. Metode sistem diskrit yang digunakan dalam penelitian ini
mampu menggambarkan dan mengevaluasi proses dan kegiatan kapal di pelabuhan berdasarkan sistem nyata.
Penelitian menunjukkan bahwa perbaikan waktu pada kegiatan bongkar muat kapal menggunakan skenario yang
diuji dapat mengurangi antrian kapal dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Tiga skenario yang diuji untuk
mengurangi waktu antrian kapal adalah penambahan kuantitas jetty, pembuatan prioritas pelayanan kapal Medium
Range dan Small 2, dan implementasi simultaneous pumping pada kegiatan bongkar kapal.
Kata Kunci: Antrian Kapal, BBM dan BBG, Bongkar Muat Kapal, Simulasi Sistem Diskrit
Optimalisasi Model Jaringan Rute Multiport Tol Laut di Negara Kepulauan: Studi Kasus Evaluasi Rute
di Maluku dan Papua Bagian Selatan
Irwan Tri Yunianto, Hasan Iqbal Nur, Eka Wahyu Ardhi, Dan Bianca Prima Adhitya
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 83-95
Kewajiban penyelenggaraan pelayanan publik (PSO) digunakan oleh banyak negara yang mengamanatkan kepada
operator berupa standar pelayanan minimum, terutama untuk daerah terpencil dimana outputnya adalah
meningkatnya nilai konektivitas antar daerah. Sebagai negara kepulauan mengharuskan Indonesia memiliki
konektivitas yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan dan keseimbangan ekonomi. Program Tol Laut
yang dirancang membuat konektivitas antar wilayah di Indonesia dengan pelayaran rutin dan terjadwal khususnya
ke wilayah Indonesia Timur dan wilayah 3T (Tertinggal, terdepan, dan Terluar) diharapkan menjawab minimnya
konektivitas. Evaluasi program tol laut terus menerus dilakukan pemerintah yang salah satunya adalah evaluasi
pola operasi kapal. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model evaluasi trayek kapal tol laut yang paling optimal
dengan menggunakan metode optimalisasi armada kapal yang diskenariokan melalui pola jaringan transportasi
Multiport dan Hub-Spoke. Jaringan kapal tol laut ke wilayah Maluku dan Papua bagian selatan yang optimal
(minimum Required Freight Rate (RFR)) adalah pola operasi Hub-Spoke dengan pelabuhan pengumpul (hub port)
di Saumlaki. Kebutuhan armada kapal untuk mendukung pola operasi hub-spoke ini adalah satu unit kapal
berkapasitas 296 TEUs, tiga unit kapal berkapasitas 60 TEUs dan satu unit kapal berkapasitas 87 TEUs dengan
potensi penghematan subsidi adalah sebesar 50% dibandingkan dengan nilai subsidi tahun 2018 sebesar 119,21
milyar rupiah menjadi 59,46 milyar rupiah.
Kata Kunci: optimalisasi, Perencanaan Trayek, Program Tol Laut, Tarif Pokok Minimum
Volume 21, Nomor 2, Desember 2019 ISSN No. 1411-0504
Feasibility Study for Port Development in Border Areas to improve Prosperity: case study of Sokoi Port,
Pelalawan Regency
Antoni Arif Priadi, Tri Cahyadi, Damoyanto Purba
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 41-50
Shipmaster with a Deck Officer Class II (DOC – II) is a professional who has knowledge and experience at the
highest level in a ship's operating system from planning, implementing, managing, analyzing, and evaluating.
Based on the Indonesian National Qualifications Framework (KKNI), it opens opportunities for professionals such
as Shipmasters to be equalized with certain levels using Recognition of Prior Learning (RPL. It may be a way to
provide lecturers at vocational universities from the professional/industry based. This description research is
presented to analyze the equalization of shipmasters into the Indonesian National Qualification Framework
through literature study and content analysis. The results showed that the shipmasters could be equalized with the
level 8 of the Indonesian National Qualification Framework through the design of assessment instruments
developed based on aspects of teaching competency and professional competency.
Kata kunci: Shipmaster, Deck Officer Class–II, Recognition Prior Learning, Maritime Vocational Higher
Education
The Development of Port in the Island Group Region: Case Study on Port of Rum in Tidore
Sujarwanto
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 51-60
Port is a strategic area for an archipelagic nation, as a backbone which supports inter-island connectivity and
increases the mobility of its citizen for carrying out economic activities. North Maluku Islands region which has
hundreds of islands and ports, within the term as a group of islands, one of which is the port of Rum which is used
to serve inland waterways transportation. The method used in this research is a descriptive analysis. It was noted
that the mobility of the people who crossed through the port of Rum to Ternate Island and Maitara Island between
200 to 300 people throughout the day. Projection analysis that had been use was linear regression method which
obtained projected passenger demand in the coming year. From the results of the Berth Occupancy Ration (BOR),
Speed boat utilization in 2017 has reached 75% and motorboats reached 48%, which means the condition Port of
Rum is not yet optimal to serve passengers and goods. In the short-term development plan, the Rum Local Port is
advised to immediately develop a minimum service, which focuses on repairing the port jetty, as seen from the
current condition, the pier is no longer suitable for use due to corrosion.
Keywords: group of islands, Berth Occupancy Ratio, Development, Jetty, Port of Rum
Modern Tourism Harbour Design in Raja Ampat Islands: Case Study of Waisai City
Muhammad Rifqi Habibi, Arif Fadillah, Shanty Manullang
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 61-70
Tourism sector is one of many that drives of economic growth which is important for a country. Indonesia, with its
natural and cultural resource can attract number of tourists, foreign and domestic. Raja Ampat is a tourism
attaction area with its natural beauty, including its marine life. With the evolution of transportation technology,
starting from the traditional Pinisi ship to the Yacht, for this reason, there should be a port to be able to serve
modern ships. This research was conducted to plan a tourist port with the support of its facilities. Based on data
from tourist visits and sailing vessels, a projection method is used, utilized linear regression model to find out how
many tourist arrivals and the number of ship arrivals in the next 5 to 20 years. The results of port planning
projections, a significant passenger visits has increase and reached between 63% to 488%, making it necessary to
The abstract sheet may reproduced/copied without permission or any charge
expand the port and its facilities that adopt to technological developments of transportation.
Keywords: Modern tourism harbour, Waisai port facilities, Raja Ampat islands, seaplane harbour
The Development Of Liquid Bulk Terminal Model Using Discrete Event Simulation
Della Pratama Susetyo, Armand Omar Moeis, Dimas Kunto Wibisono
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 71-82
Along with economic growth, the consumption of oil and gas fuel has increased from time to time. The increase of
oil and gas fuel usage has resulted in the rise of the number of tanker ships to distribute both types of cargo all
over Indonesia. The capacity of ports can’t keep with the drastic increase in the number of tanker ships, and thus,
queues of vessels are formed in many ports. This research aims to construct a simulation model to evaluate the
operational aspects of a loading and discharge process for oil and gas fuel in a transit terminal in Indonesia to
make the right investment choice. Discrete Event Simulation method that is used in this research is capable of
visualizing and evaluating the processes and activities of tanker ships in a port based on the real system. This
research shows that the improvement of time during the loading and discharge process using the scenarios tested
can reduce ship queue time and logistic price. The three scenarios to reduce ship queue time are the addition of
jetty quantity, prioritization of ship service for Medium-Range and Small 2 ships, and the implementation of
simultaneous pumping in the unloading process.
Keywords: Ship Queue, Oil and Gas, Ship Loading and Unloading Port, Discrete Event Simulation
Multiport Routes Optimization Model of Toll Laut Network in an Archipelagic State: Case Study of Route
Evaluation in Moluccas and Southern Papua
Irwan Tri Yunianto, Hasan Iqbal Nur, Eka Wahyu Ardhi, Dan Bianca Prima Adhitya
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No.2 Desember 2019, Hal. 83-95
Coastal, waterways, and channels play an important role in a freight transportation. Most of cargo transported
through coastal ports is domestic and international freight. However, these ports also handle significant amounts
of local freight transported via short sea shipping routes. The waterways transportation system has gained
attention for years because it is energy and fuel efficiency, there is increasing interest in expanding waterborne
trade routes for domestic freight shipments. Since a vessel’s sailing draft is directly related to the loaded tonnage,
adequate channel depths are necessary to ensure sufficient carrying capacities. The challenge to decision makers
is to optimally allocate the Harbor Maintenance Fund dredging outlays and inland waterway expenditures across
the vast waterway network to maximize overall benefits nationwide. This study aimed to identify the concept
benefits caused if the Access Channel dredging project is carried out. Based on the results of the analysis, the
concept benefits are enhancing shipping security and safety, increasing the feasibility of sea transportation,
increasing stability of goods movements, increasing connectivity between ports, increasing port infrastructure
development, increasing the dimensions of ships that can enter ports, increasing port performance stability,
increasing the number of vessels that can enter ports , decreased sedimentation rates in access channel, reduced
vessel round time turnover, increased port performance efficiency, lower port costs and increased port operator
revenues.
Keywords: access channel, benefits, dredging projects, East Surabaya Channel
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41–50
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 812 2853 257
E-mail: [email protected]
doi: http://dx.doi.org/10.25104/transla.v21i1.1279
1411-0504 / 2548-4087 ©2019 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Desain Model Instrumen Penyetaraan Nakhoda Kapal Untuk Jabatan Dosen
Melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)
Design of Equivalency of Ship Captain Model for Lecturer Position through
Recognition Prior Learning (RPL)
Antoni Arif Priadi1,3*, Tri Cahyadi2, Damoyanto Purba2
1) Program Studi D-IV Nautika, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta,
Jalan Marunda Makmur, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara 14150, Indonesia 2) Program Studi D-III Nautika, Politeknik Pelayaran Surabaya,
Jalan Gunung Anyar Lor nomor 1, Gunung Anyar, Surabaya, Indonesia 3) Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia
Jalan Tun Razak, Imbi 504000 Kuala Lumpur, Malaysia
Diterima 1 Apr 2019, diperiksa 20 Des 2019, disetujui 29 Des 2019
Abstrak
Nakhoda kapal dengan kualifikasi Ahli Nautika Tingkat-II (ANT-II) merupakan profesional yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman pada level tertinggi dalam sistem operasi kapal mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengelolaan, menganalisis, dan evaluasi. Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) membuka
peluang bagi para profesional seperti Nakhoda kapal untuk setara dengan jenjang tertentu menggunakan Rekognisi
Pembelajaran Lampau (RPL). Hal ini memungkinkan sebagai cara pemenuhan dosen pada pendidikan tinggi vokasi
dari profesional atau industri. Penelitian deskripsi ini disajikan untuk menganalisis penyetaraan Nakhoda kapal ke
dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia melalui studi pustaka dan analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Nakhoda kapal dapat disetarakan dengan jenjang 8 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia melalui desain
instrumen penilaian yang disusun berdasarkan aspek kompetensi pengajaran dan kompetensi profesional.
Kata kunci: Nakhoda Kapal, ANT-II, KKNI, RPL, pendidikan tinggi vokasi pelayaran
Abstract
Shipmaster with a Deck Officer Class II (DOC – II) is a professional who has knowledge and experience at
the highest level in a ship's operating system from planning, implementing, managing, analyzing, and evaluating.
Based on the Indonesian National Qualifications Framework (KKNI), it opens opportunities for professionals such
as Shipmasters to be equalized with certain levels using Recognition of Prior Learning (RPL. It may be a way to
provide lecturers at vocational universities from the professional/industry based. This description research is
presented to analyze the equalization of shipmasters into the Indonesian National Qualification Framework through
literature study and content analysis. The results showed that the shipmasters could be equalized with the level 8 of
the Indonesian National Qualification Framework through the design of assessment instruments developed based on
aspects of teaching competency and professional competency.
Kata kunci: Shipmaster, Deck Officer Class–II, Recognition Prior Learning, Maritime Vocational Higher Education
1. Latar Belakang
Dalam aktivitas seperti pekerjaan, kegiatan sosial, kegiatan komunitas atau olahraga, atau belajar melalui
pengalaman hidup merupakan bentuk dari berbagai konteks pembelajaran. Pembelajaran dapat dilakukan melalui
pembelajaran formal maupun informal yang keduanya merujuk kepada tujuan akhir dari pembelajaran yaitu
membangun kemampuan seseorang untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat. Terdapat keragaman dalam cara
seseorang belajar, sehingga menyebabkan terdapat keragaman dalam segi kemampuan/kompetensi. Walaupun
demikian, pengakuan terhadap kompetensi tersebut tetap perlu diwujudkan. Menurut Australian National Training
Authority (2003) rekognisi pembelajaran lampau didefinisikan sebagai pengakuan kompetensi yang saat ini dipegang
oleh seseorang terlepas dari bagaimana, kapan atau di mana pembelajaran dilakukan. Rekognisi pembelajaran lampau
Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50 42 dapat menjadi suatu cara yang efektif untuk melibatkan seseorang ke dalam sistem pembelajaran umum yang
dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek pendidikan formal atau bagi mereka yang tidak berhasil mendapatkan
ijazah akademik, status sosial atau bahkan pekerjaan (Hargreaves, 2006). Rekognisi pembelajaran lampau bukan
hanya cara atau jalan untuk penyetaraan ke tingkat kualifikasi tertentu, namun juga sebagai cara untuk meningkatkan
rasa percaya diri dan harga diri (Cleary et al. 2002).
Penyetaraan juga diperlukan sebagai cara untuk memenuhi persyaratan bagi dosen di Lembaga pendidikan
tinggi vokasi bidang pelayaran yaitu memiliki atau menyandang latar belakang Ahli Nautika Kapal. Dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan yang memiliki tugas utama untuk mengubah, mengembangkan, dan menyebarkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pelayanan masyarakat. Lebih lanjut para
dosen harus memiliki kualifikasi akademik minimal lulusan magister pascasarjana untuk program diploma atau
program sarjana dan minimal lulusan doktor untuk program magister. (UU No. 14, 2005).
Pendidikan tinggi vokasi secara umum diterjemahkan sebagai bentuk pendidikan yang bertujuan untuk
memperoleh kualifikasi tertentu, seperti seni atau pekerjaan yang menyediakan pelatihan dan keterampilan yang
memerlukan pengetahuan teknis secara tepat dan benar. Pendidikan tinggi vokasi dikembangkan dengan tujuan khusus
yaitu untuk membekali siswa agar terampil dalam dunia kerja. Pendidikan tinggi vokasi dirancang sedemikian rupa
untuk dapat membantu lulusannya agar dapat diterima dalam dunia kerja, meningkatkan kemampuan keterampilan
dalam karir yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu, pendidikan tinggi vokasi selalu berfokus pada proses
metode pembelajaran dengan komposisi praktikum yang lebih banyak dari pada pembelajaran teorinya. Dengan
demikian, pemilihan kualifikasi yang harus dimiliki para dosen harus tepat dan sesuai. Dosen harus memiliki
pengalaman dan kompetensi dengan latar belakang yang diperlukan. Dalam rumpun keilmuan pendidikan tinggi
vokasi pelayaran khususnya pada program studi kenautikaan seseorang yang memiliki latar belakang profesional,
memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam pelayaran diakui secara internasional walaupun seseorang tersebut tidak
memiliki latar belakang pendidikan magister. Pengakuan dan penyetaraan ini menjadi tantangan tersendiri bagi
pendidikan tinggi pelayaran agar dapat dikenali. Terdapat hubungan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
kemudian menjadi bagian cukup penting dan sebagai prioritas utama untuk dikembangkan dengan sebutan Rekognisi
Pembelajaran Lampau (RPL).
Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dapat dianggap mewakili kebutuhan masyarakat yang lebih luas dan
yang terpenting pengakuan dari diri seseorang dalam membangun kebersamaan satu sama lain sebagai satu kesatuan
masyarakat yang utuh. Teori rekognisi memberikan pemahaman untuk mempertimbangan nilai terkait pengalaman
seseorang. Honneth (1995) berpendapat bahwa seluruh manusia berupaya untuk mendapatkan pengakuan dari
individu lain sebagai identitas sosial. Hal ini dimaknai bahwa setiap individu memerlukan identitas sosial. Manusia
memiliki naluri untuk mendapatkan pengakuan secara umum melalui kesuksesan individu dan keterlibatan sosial yang
positif mencakup konfigurasi melalui hubungan pribadi serta hubungan kelembagaan untuk mempererat nilai sosial
sebagaimana dijelaskan oleh Honneth (1995). Smith dan Clayton (2009) menjelaskan bahwa Rekognisi Pembelajaran
Lampau (RPL) pada pendidikan dan pelatihan vokasi kurang untuk dipromosikan karena siswa memerlukan
komunikasi dan literasi yang terlalu tinggi. Para siswa menemukan bukti bahwa rekognisi adalah hal yang terlalu
memberatkan dengan birokrasi yang rumit. Salah satu temuan adalah pada dukungan di tempat kerja, kredibilitas
penilaian dan dukungan dari teman sekerja.
Melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), setiap individu akan memperoleh manfaat termasuk cara
alternatif yang berhubungan dengan cara belajar, ketika secara normal prasyarat yang biasa digunakan untuk masuk
sedangkan lainnya belum tercapai. Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) mungkin dapat digunakan prioritas utama
sebagai waktu yang diperhitungkan sebelum mereka masuk mempelajari tentang keahlian, tidak soal bagaimana atau
di mana pembelajaran itu telah terjadi. Pembelajaran masa lampau (RPL) akan mengurangi waktu dan biaya untuk
mendapatkan kualifikasi tertentu. Melalui rekognisi pembelajaran lampau keterampilan dan kemampuan seseorang
akan dinilai dan diakui untuk memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan, yang memungkinkan digunakan sebagai alat
untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan kompetensi terkait dengan keahlian tertentu. Selanjutnya, rekognisi
pembelajaran lampau (RPL) adalah kemajuan dalam kerangka kualifikasi yang memiliki nilai sosial dan kedudukan.
Pembelajaran masa lampau (RPL) juga akan berperan dalam meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi.
Pembelajaran masa lampau (RPL) akan terus berkembang dengan waktu yang lama, khususnya kemampuan untuk
mengevaluasi diri, penilaian diri dan rencana karier ke depan dan pada akhirnya pembelajaran masa lampau (RPL)
akan memberikan akses ke jalur yang dikenal dalam pembelajaran seumur hidup.
2. Metode
Penelitian ini bertujuan untuk membuat instrumen penilaian pembelajaran masa lampau yang bisa diakui serta
disetarakan pada tingkat yang sama dengan gelar magister. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan menggunakan dasar analisa isi referensi dan literasi bahan bacaan. Analisis konten
merupakan metodel penelitian yang diterapkan untuk membuat replikator dan kesimpulan yang valid menurut
interpretasi dan bahan teks skema pengkodean Krippendorff (2004). Secara sistematis mengevaluasi teks dalam
dokumen laporan, data kualitatif yang dikonversi menjadi data kuantitatif University of Georgia (2012). Contoh
lainnya penelitian pembelajaran studi organisasi yang menggunakanan analis isi Duriau, Rerer & Pfarrer (2007).
Struktur metode penelitian terlihat dalam gambar 1.
43 Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50
Gambar 1. Metodologi penelitian
Pembelajaran masa lampau bertujuan memberikan peluang bagi masyarakat untuk memasuki pendidikan
formal atau disetarakan dengan kualifikasi tertentu berdasarkan pendidikan formal, non-formal, pendidikan informal
atau pengalaman kerja dalam bidang yang sangat khusus atau langka dan sangat dibutuhkan oleh negara seperti tenaga
pengajar, instruktur, guru, pekerja kesehatan dan profesi tertentu lainnya yang spesifik. Institusi pendidikan tinggi
yang kekurangan tenaga ahli pengajar pada bidang tertentu dapat merekrut praktisi ahli yang tidak memiliki kualifikasi
magister melalui pengakuan dan penyetaraan hasil pembelajaran masa lampau dari pendidikan formal, non-formal,
informal, dan pengalaman kerja dalam dunia bisnis atau industri. Melalui pembelajaran masa lampau (RPL) orang-
orang yang memiliki kemampuan seperti dosen dan guru, pekerja kesehatan, atau profesi lainnya yang diperlukan
dapat dimanfaatkan oleh negara dan bagi pemangku kepentingan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia dalam persaingan global yang lebih kompetitif serta mendukung pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
dunia industri dan dunia bisnis. Kerja sama dan dukungan dari industri adalah faktor yang sangat penting untuk
mengimplementasikan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan para tenaga kerja. Industri memiliki peranan
penting dalam menyediakan masukan bagi kurikulum pendidikan yang sejalan dengan perkembangan teknologi,
menyediakan tempat praktik/pelatihan bagi siswa/ pengajar/dosen agar mereka dapat menjaga serta mengikuti
perkembangan terbaru dalam teknologi industri. Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan yang lebih tinggi dapat
memanfaatkan sumber daya industri yang tersedia untuk menjadi dosen sesuai dengan kualifikasi dan persyaratan
yang telah ditetapkan.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) telah diatur oleh Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2012.
Pada peraturan tersebut nomor 8 tahun 2012 pasal 1 ayat (1) menjelaskan tentang KKNI. KKNI merupakan kerangka
kerja kualifikasi yang dapat menyandingkan, menyamakan, dan mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan dan
pengalaman kerja dalam rangka mendapatkan pengakuan kompetensi kerja yang sesuai dengan struktur kerja di dalam
berbagai sektor pekerjaan di Indonesia. Kualifikasi adalah penguasaan prestasi belajar yang menyatakan posisinya
dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Capaian pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh melalui
internalisasi. dari pengetahuan sikap, keterampilan, kompetensi dan akumulasi pengalaman kerja. Pengalaman Kerja
adalah pengalaman melakukan pekerjaan di bidang tertentu dan periode waktu tertentu secara intensif yang
menghasilkan kompetensi.
Sebagai implementasi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi, kebutuhan atas nara sumber setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia, peraturan teknis yang lebih detil disusun oleh kementerian teknis terkait dalam rangka
pelaksanaan KKNI adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2013
tentang Aplikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia di Bidang Pendidikan Tinggi, Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan
Sertifikat Profesional Pendidikan Tinggi, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2013
yang mengatur tentang pedoman Pengembangan Berbasis Kompetensi dalam Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 8 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi, dan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia.
3. Hasil dan Pembahasan
Keuntungan dari dikembangkannya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah munculnya
sistem persamaan kualifikasi antara capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang
disetarakan dengan pengalaman kerja dengan kriteria kompetensi yang diperlukan pada bidang-bidang pekerjaan
tertentu. Selanjutnya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia juga meningkatkan pengakuan dan kesetaraan dalam
hal kualifikasi pekerjaan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia baik dalam outcome pembelajaran yang
dihasilkan dari capaian pembelajaran melalui institusi pendidikan dan latihan sebagai kriteria kompetensi yang
dibutuhkan untuk bidang pekerjaan tertentu. Selain itu, organisasi pendidikan tinggi didasarkan pada prinsip kesatuan
sistemik dengan sistem yang terbuka dan fleksibel membuat proses pembelajaran termasuk juga waktu penyelesaian
dalam program pembelajaran. Karena itu sangat dimungkinkan untuk menggunakan pendidikan pola silang (cross
paths) atau yang dikenal dengan (multi-entri and multi-exit). Berdasarkan sistem ini, kesempatan untuk untuk dapat
Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50 44 melanjutkan pendidikan formal ke tingkat yang lebih tinggi dan untuk membuat penyetaraan dan persamaan pada
kualifikasi tertentu dapat difasilitasi.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan kualitas dan
identitas bangsa Indonesia dalam sektor sumber daya manusia yang terkait dengan program pengembangan sistem
pendidikan dan pelatihan nasional. Setiap tingkat di bawah Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI memiliki
arti dan kesetaraan dengan hasil pembelajaran yang dimiliki oleh semua pekerja Indonesia dalam menciptakan
pekerjaan yang berkualitas dan kontribusi dalam bidang pekerjaan masing-masing. Secara singkat, Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah skema kualifikasi kompetensi yang dapat disandingkan, disamakan
dan terintegrasi antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja, serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian
pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur kerja di berbagai sektor sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor
8 tahun 2012. Secara rinci, matriks Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia diilustrasikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) terdiri dari 9 tingkat kualifikasi, mulai tingkat 1 sampai
dengan tingkat 9 sebagai tingkat tertinggi. Gambar 2 juga menjelaskan empat sisi Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) yang terdiri dari latar belakang pendidikan formal, kemajuan promosi jenjang karir, sertifikasi
profesi dan pengalaman. Hal ini menunjukan bahwa seseorang yang memiliki latar belakang pengalaman
dimungkinkan setara dengan seseorang dari yang memiliki latar belakang pendidikan formal. Hal itu ditunjukkan
dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia setara tingkat 8 dengan gelar magister dan Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia setara tingkat 9 dengan gelar doktor.
Setiap tingkat Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) terdiri dari 4 aspek elemen capaian
pembelajaran yang dinamakan sebagai deskripsi seperti sikap dan nilai, penguasaan pengetahuan, kemampuan kerja,
dan tanggung jawab. Elemen yang diilustrasikan pada gambar 3 deskripsi penguasaan pengetahuan terdiri dari
cakupan studi dan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Deskripsi kemampuan kerja terdiri dari kemampuan bidang
terkait, penggunaan metode, hasil kualitas dan standar proses. Sementara kemampuan manajerial terdiri dari berbagai
tanggung jawab dan standar sikap.
Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi nomor 26 tahun 2016 tentang
pengakuan pembelajaran masa lalu, pasal 2 menyatakan bahwa RPL diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu RPL
untuk melanjutkan pendidikan formal (tipe A) dan RPL untuk mendapatkan kesetaraan pengakuan dengan kualifikasi
tingkat KKNI tertentu (tipe B). Masyarakat dapat menggunakan RPL untuk melanjutkan pendidikan formal (tipe A)
untuk mengajukan pengakuan sistem kredit semester dari capaian pembelajaran (CP) pengalaman kerja yang mereka
harus lanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, sehingga mereka tidak perlu mengambil semua sistem kredit
semester. Setelah menyelesaikan sistem kredit semester yang tersisa dalam kampus, setiap orang dapat memperoleh
sertifikat diploma.
45 Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50
Gambar 3. Deskripsi Kerangka Kualifikasi Nasioanal Indonesia
Rekognisi pembelajaran lampau digunakan untuk mendapatkan penyetaraan keahlian dengan kualifikasi
tertentu sesuai dengan tingkat KKNI (tipe B) dapat digunakan oleh Universitas sebagai alat ukur, misalnya untuk
mengetahui apakah pembelajaran atau pengalaman kerja mereka saat ini telah mencapai kesetaraan dengan capaian
pembelajaran (CP) pada program studi tertentu . Pengakuan kesetaraan RPL dengan kualifikasi tertentu (Tipe B)
ditujukan untuk para dosen dan pelamar yang bekerja sebagai tenaga pendidik di universitas. Pada latar belakang
pendidikan formal yang lebih tinggi, pendidikan formal dibagi menjadi jenjang akademik dan kejuruan. Jenjang
akademik dimulai dari tingkat sarjana hingga tingkat doktor. Sedangkan, melalui jenjang kejuruan dimulai dari
diploma 1 hingga ke spesialis 2. Konfigurasi detail antara jenjang akademik dan vokasional diilustrasikan pada gambar
4. Terlihat juga dalam pemetaan lokasi penempatan untuk dosen diploma IV terapan yang berada pada level 8 secara
umum, metode penilaian akan hal itu didasarkan atas persyaratan industri atau serikat pekerja profesional.
Penilaian adalah proses mengumpulkan bukti apakah seseorang telah mencapai kompetensi tertentu yang telah
dipersyaratkan. Hal Ini menegaskan bahwa seseorang yang telah melalui proses pembelajaran dapat mencapai
kompetensi tertentu seperti yang dipersyaratkan di dunia kerja atau untuk lulus dari perguruan tinggi. Penilai
diharuskan sudah memahami terkait dengan kompetensi yang akan dinilai sehingga dapat dibandingkan serta dapat
membuat penilaian yang profesional sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang dinilai. Oleh
karena itu perlu dikembangkan instrumen yang sesuai pada saat penilaiannya. Hubungan antara assesor dan persepsi
keberhasilan seseorang yang dinilai adalah bahwa peserta telah mencapai kualifikasi atau esensi parsial serta mampu
dan terampil dalam memeriksa juga merencanakan program pembelajaran dan tujuan karir tanpa harus mencapai
kompetensi. Persepsi ini memberikan pemahaman bahwa kunci sukses dari penilaian Rekognisi pembelajaran lampau
bergantung kepada bagaimana peserta diperlakukan dan didukung oleh penilai.
Wheelahan, Miller dan Newton (2003) menjelaskan bahwa RPL adalah proses yang "menilai pembelajaran
individu untuk menentukan sejauh mana individu telah mencapai hasil pembelajaran yang disyaratkan, hasil
kompetensi, atau standar untuk lulus, dan / atau menyelesaikan sebagian atau seluruh kualifikasi" (2002, hal.4). Dalam
proses penilaian, pengetahuan teknis dan keterampilan lebih dianggap daripada atribut yang bersifat umum. Dapat
terjadi kesalahan selama proses Rekognisi Pembelajaran Lampau yang menyebabkan pertentangan dengan hasil dari
penelitian ini yang menyatakan bahwa pengusaha dan industri memberikan harus memberikan kompetensi ditempat
kerja pada umumnya. (Hager, Garrick & Risgalla 2001; Gallois & Callan 1997; Kearns 2001; Smith & Navaratnam
2002)
Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50 46
Gambar 4. Skema Pemetaan KKNI Dosen
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan RPL adalah kepercayaan peserta terhadap keterampilan penilai
dalam menganterprestasikan kompetensi atau kemampuan dari peserta yang dimasukan kedalam kerangka kualifikasi
kerja, perasaan dihargai dan peran serta dari penilai. Bagi peserta merupakan hal penting jika mereka telah
menunujukan kemampuannya daripada hanya dinilai oleh penilai terhadap suatu standar. Untuk membuktikan
kompetensinya, diperlukan bukti yang didapat dari pendidikan dan pelatihan formal atau informal, pengalaman hidup
umum atau pengalaman kerja. Bentuknya bervariasi dan dapat dibuktikan dalam sertifikasi, referensi dari perusahaan
sebelumnya, testimoni dari klien dan sampel pekerjaan. Sebagai konsekuensinya, bukti harus dipastikan otentik, valid,
terkini, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Nakhoda kapal yang merupakan seorang profesional yang mengoperasikan sebuah kapal. Dalam penelitian ini,
Nakhoda kapal dimaksud adalah Nakhoda kapal dengan kualifikasi pemegang ijasah kompetensi Ahli Nautika Tingkat
II (ANT - II). Nakhoda kapal bertanggung jawab atas manajemen seluruh operasional kapal. Nakhoda kapal
memimpin departemen dek, departemen ruang mesin dan departemen katering. Sebelum menjadi master mariner,
mereka telah mempelajari pengetahuan teoritis dan praktis yang diperlukan seperti kecakapan pelaut, menjangka peta,
pencegahan tubrukan, navigasi, peralatan navigasi & jaga anjungan, penanganan & pengaturan muatan, stabilitas
kapal, konstruksi kapal, meteorologi, isyarat, pemeliharaan dan perawatan kapal dan pengendalian kapal. Mereka juga
memiliki pengetahuan tentang teknik kelautan dan katering.
Sebelum menjabat sebagai Nakhoda kapal, jenjang lanjutan karir untuk seorang perwira dek adalah sebagai
berikut Deck Cadet, Third Officer, Second Officer, dan Chief Officer. Setelah menyelesaikan waktu yang cukup
diperlukan sebagai cadet praktek di laut, taruna menjadi layak dipekerjakan sebagai perwira navigasi di atas kapal
niaga. Promosi pertama sebagai Mualim III (third officer) yang bertanggung jawab atas alat-alat keselamatan dan
keamanan kapal. Langkah promosi berikutnya adalah sebagai Mualim II (second officer) yang bertanggung jawab atas
alat-alat dan publikasi menavigasi. Kemudian setelah waktu laut yang cukup dan sertifikasi kompetensi yang
memenuhi persyaratan, mereka dapat menjadi Mualim I (chief officer) yang mengepalai departemen dek.
Untuk memulai penilaian instrumen, sebagai pertimbangan pertama adalah kebutuhan apa yang harus
dilakukan oleh individu mengenai tugas mereka. Pengakuan Nakhoda kapal dibuktikan dalam mengatur pendidikan
dan pelatihan. Oleh karena itu, ada 2 aspek yang perlu dikembangkan seperti kompetensi pengajaran profesional
bidang perkuliahan dan kompetensi profesi lapangan. Bidang kompetensi kuliah terdiri dari rencana pelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran, dan merencanakan serta melaksanakan penilaian pembelajaran. Bidang
kompetensi profesional terdiri dari fungsi navigasi kapal di tingkat manajemen, fungsi pengaturan dan penanganan
muatan di tingkat manajemen, dan fungsi kontrol pengoperasional kapal dan penanganan personel kapal di tingkat
manajemen. Secara rinci ditunjukkan pada gambar 5.
47 Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50
Gambar 5. Instrumen Konstruksi Pengujian
Berdasarkan gambar 5, instrumen penilaian dikembangkan menjadi 6 indikator kinerja kompetensi. Sebagai
contoh pada gambar 6 mengenai tabel 1 menggambarkan bidang kompetensi perkuliahan. Indikator kinerja
dikembangkan dan tingkat kualifikasi kompetensi diidentifikasi. Tingkat kualifikasi kompetensi diidentifikasi dari
tingkat terendah (1) yang berarti orang tersebut tidak memiliki kinerja yang diperlukan sama sekali dan tingkat
tertinggi (5) untuk orang yang memiliki kepercayaan diri dengan kinerja yang diperlukan. Sedangkan penilaian juga
dilakukan untuk keabsahan (V), ketersediaan (A), keterkinian (T) dan keterpenuhan (M).
Gambar 6. Contoh Tampilan Tabel Indikator Pengujian Kompetensi 1
Contoh berikutnya pada gambar 7 menggambarkan bidang kompetensi profesional di bawah kompetensi 5,
mampu menerapkan fungsi penanganan dan pengaturan muatan kapal pada tingkat manajemen. Indikator kinerja
dikembangkan dan tingkat kualifikasi kompetensi. Tingkat kualifikasi kompetensi diidentifikasi dari tingkat terendah
(1) yang berarti orang tersebut tidak memiliki kinerja yang diperlukan sama sekali dan tingkat tertinggi (5) untuk
orang yang memiliki kepercayaan diri dengan kinerja yang diperlukan. Sedangkan penilaian juga dilakukan untuk
keabsahan (V), ketersediaan (A), keterkinian (T) dan keterpenuhan (M).
Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50 48
Gambar 7. Contoh Tampilan Tabel Indikator Pengujian Kompetensi 5
4. Kesimpulan
Nakhoda Kapal merupakan profesional yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada tingkat tertinggi
dalam sistem operasi kapal mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, menganalisis, dan evaluasi pada system
operasi kapal. Pendidikan tinggi vokasi pelayaran khususnya untuk Program Studi D-IV Nautika sangat membutuhkan
dosen dengan kualifikasi pengetahuan, keterampilan dan pengalaman profesional yang salah satunya adalah
profesional dengan latar belakang Nakhoda Kapal. Kualifikasi dosen berdasarkan peraturan perundangan telah
ditetapkan pada tingkat Magister atau jenjang 8 pada KKNI. Untuk menjembatani individu dengan kualifikasi
Nakhoda Kapal ke jenjang 8 KKNI diperlukan instrumen penilaian. Instrumen penilaian tersebut dikembangkan
berdasarkan 2 aspek kompetensi yaitu aspek kompetensi pengajaran dan aspek kompetensi profesional. Hasil dari
pengembangan instrumen penilaian tersebut menyatakan bahwa seorang Nakhoda dengan kualifikasi sertifikasi Ahli
Nautika Tingkat – II (ANT – II) dapat mengikuti penyetaraan kualifikasi menjadi dosen pada perguruan tinggi vokasi
pelayaran melalui proses Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangan model proses pelaksanaan RPL bagi
tenaga - tenaga profesional lainnya dibidang pelayaran.
Daftar Pustaka
Australian National Training Authority. 2003. Report to the Australian National Training Authority on its high-level
review of training packages. Brisbane: ANTA.
Cleary, P., Whittaker, R., Gallacher, J., Merrill, B., Jokinen, L. & Carette, M. 2002. Social inclusion through APEL:
The learner’s perspective. Comparative report, Centre for Research in Lifelong Learning, Glasgow Caledonian
University.
Duriau, V. J., Reger, R. K., & Pfarrer, M. D. 2007. A Content Analysis of the Content Analysis Literature in
Organization Studies: Research Themes, Data Sources, and Methodological Refinements. Journal of
oganizational research method, 10(1), 5-34. https://doi.org/10.1177/1094428106289252.
Gallois, C & Callan, V. 1997. Culture and communication. A guidebook for practice. John Wiley & Sons, London.
Hager, P, Garrick, J & Risgalla, R. 2001. Soft skills for hard hats. Australian Training Review, March.
Hargreaves, J. 2006. Recognition of prior learning: At a glance. Adelaide: National Centre for Vocational Education
Research.
Honneth, A. 1995. The Struggle for Recognition: The Moral Grammar of Social Conflicts. Cambridge: Polity Press.
Kearns, P. 2001. Review of research: Generic skills for the new economy. Adelaide: NCVER.
Krippendorff, K. 2004. Content analysis: An introduction to its methodology. Sage Publications, Inc.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 tahun 2013. Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 tahun 2014. Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Dan Sertifikat
Profesi Pendidikan Tinggi.
49 Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2013. Pedoman Pengembangan Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Berbasis Kompetensi Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 tahun 2014. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 21 tahun 2014. Pedoman Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. 17 Januari
2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24. Jakarta
Smith, L & Navaratnam, K. 2002. Perceptions of employers regarding the desired outcomes of training programs and
the factors promoting and inhibiting the achievement of those outcomes, in Envisioning practice—implementing
change: Volume three, eds J Searle and D Roebuck, Australian Academic Press, Brisbane, pp142–8.
Smith, L. & Clayton, B. 2009. Recognising non-formal and informal learning. Participant insights and perspectives.
Adelaide: National Centre for Vocational Education Research.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, Guru dan Dosen, 30 Desember 2005. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 157.Jakarta
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012, Pendidikan Tinggi, 10 Agustus 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 158.Jakarta
University of Georgia. 2012. Content Analysis site. Retrieved from
https://www.terry.uga.edu/management/contentanalysis/resources/ on 1 November 2018.
Wheelahan, L, Miller, P., Newton, D, Dennis, N, Firth, J., Pascoe, S & Veenker, P. 2003. Recognition of Prior
Learning: policy and practice in Australia, report to Australian Qualifications Framework Advisory Board.
Antoni Arif Priadi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 41-50 50
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51–60
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 812 9501 3864
E-mail: [email protected]
doi: http://dx.doi.org/10.25104/transla.v21i1.1280
1411-0504 / 2548-4087 ©2019 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Pengembangan Pelabuhan di Wilayah Gugus Kepulauan: Studi Kasus
Pelabuhan Rum, Tidore Kepulauan
The Development of Port in the Island Group Region: Case Study on Port of
Rum in Tidore
Sujarwanto*
Puslitbang Transportasi Laut, SDP, Badan Litbang Perhubungan,
Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 5, Jakarta 10110, Indonesia
Diterima 11 Nov 2019, diperiksa 12 Des 2019, disetujui 29 Des 2019
Abstrak
Pelabuhan merupakan wilayah strategis bagi negara kepulauan, sebagai urat nadi yang menunjang konektivitas
antar pulau dan meningkatkan mobilitas penduduk sekitarnya dalam melakukan kegiatan perekonomian. Wilayah
Kepulauan Maluku Utara yang memiliki ratusan pulau, dengan istilah sebagai wilayah gugus kepulauan, salah satunya
adalah pelabuhan Rum yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antar pulau. Metode yang digunakan
dalam penelitian adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Tercatat mobilitas masyarakat yang menyeberang
melalui pelabuhan Rum menuju Pulau Ternate dan Pulau Maitara antara 200 sampai 300 orang sepanjang harinya.
Analisis proyeksi menggunakan metode regresi linear untuk mendapatkan proyeksi permintaan penumpang di tahun
yang akan datang. Dari hasil analisis kinerja fasilitas dermaga (BOR) Speed boat tahun 2017 sudah mencapai angka
75% dan kapal motor mencapai 48% yang artinya kondisi dermaga Rum belum maksimal untuk melayani penumpang
dan barang. Dalam perencanaan pembangunan jangka pendek Pelabuhan Lokal Rum disarankan segera melakukan
pengembangan pelabuhan skala minimum, yang fokus pada perbaikan dermaga pelabuhan karena dilihat dari kondisi
saat ini dermaga tersebut sudah tidak layak digunakan karena mengalami pelapukan.
Kata Kunci : Gugus kepulauan, kinerja fasilitas dermaga, Pengembangan, dermaga Penyeberangan, Pelabuhan Rum
Abstract
Port is a strategic area for an archipelagic nation, as a backbone which supports inter-island connectivity and
increases the mobility of its citizen for carrying out economic activities. North Maluku Islands region which has
hundreds of islands and ports, within the term as a group of islands, one of which is the port of Rum which is used to
serve inland waterways transportation. The method used in this research is a descriptive analysis. It was noted that
the mobility of the people who crossed through the port of Rum to Ternate Island and Maitara Island between 200 to
300 people throughout the day. Projection analysis that had been use was linear regression method which obtained
projected passenger demand in the coming year. From the results of the Berth Occupancy Ration (BOR), Speed boat
utilization in 2017 has reached 75% and motorboats reached 48%, which means the condition Port of Rum is not yet
optimal to serve passengers and goods. In the short-term development plan, the Rum Local Port is advised to
immediately develop a minimum service, which focuses on repairing the port jetty, as seen from the current condition,
the pier is no longer suitable for use due to corrosion.
Keywords: group of islands, Berth Occupancy Ratio, Development, Jetty, Port of Rum.
1. Latar Belakang
Negara kepulauan terdiri dari kelompok pulau yang membentuk negara sebagai satu kesatuan, dimana menurut
United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS 1982) merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau
sebagai salah satu bagian dari teritori kedaulatan (Purwanto dan Mangku, 2016). Wilayah perbatasan negara kepulauan
meliputi perbatasan yang ada di darat, laut atau udara berikut sarana dan prasaranya merupakan wilayah strategis.
Pelabuhan merupakan bagian salah satu dari sistem transportasi yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan
bongkar muat penumpang dan arus barang dan sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi. Lebih
52 Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60
lanjut dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang
yang dilengkapi dengan fasilitas pelayanan, penyimpanan, dan keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi (Manik, 2016).
Dengan demikian, sistem transportasi meliputi seluruh subsistem transportasi darat, laut dan udara dimana
setiap subsistem mencakup kegiatan operasional yang didukung oleh sarana dan prasarana, kebijakan, kelembagaan,
sumber daya manusia, sumber daya modal dan sumberdaya teknologi (Jinca, 2003).
Pengembangan pelabuhan secara prinsip dapat memperlancar mobilitas dan distribusi kebutuhan pokok,
kendaraan maupun orang serta memperlancar pelaksanaan program pemerintah di kawasan wilayah yang
bersangkutan. Dampak peningkatan aksesbilitas transportasi adalah perubahan kinerja ekonomi di kawasan yang
terhubungkan oleh sarana dan prasarana transportasi. Namun demikian, peningkatan aksesbilitas memerlukan evaluasi
yang menyeluruh dari kinerja sarana dan prasarana pendukungnya. Oleh karena itu penelitian ini melakukan evaluasi
kinerja guna mendukung pengembangan pelabuhan sehingga manfaatnya bisa secara langsung dapat dirasakan oleh
masyarakat.
Menurut Putra (2018) dalam penelitiannya, syarat penetapan pelabuhan pengumpan lokal menurut Keputusan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP. 432 Tahun 2017 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan
Nasional adalah 1) Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota, 2) memiliki luas daratan dan
perairan tertentu serta terlindung dari gelombang, 3) Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau
antar kecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota, 4) berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Utama,
Pelabuhan Pengumpul, dan/atau Pelabuhan Pengumpan Regional, 5) Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang
di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi laut, 6)
berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung kehidupan masyarakat dan berfungsi
sebagai tempat multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan
hidup masyarakat disekitarnya, 7) Kedalaman maksimal pelabuhan -4 m LWS, 8) memiliki fasilitas tambat atau
dermaga dengan panjang maksimal 80 m, dan 9) memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Lokal lainnya sekitar
5 – 20 mil.
Kajian Terdahulu yang telah dilakukan dan berhubungan tentang pengembangan pelabuhan antara lain
dikembangkan oleh Salim et.al. (2018) yang melakukan evaluasi fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan untuk dilakukan
rencana pengembangan dengan metode deskriptif analitis. Selanjutnya Arianto (2017) melakukan evaluasi pelabuhan
laut menggunakan analisis deskriptif komparatif, dimana hasilnya adalah dari lahan pelabuhan yang tersedia
pemanfaatannya belum optimal. Dari studi literuratur sebelumnya, penelitian ini melakukan pengembangan Pelabuhan
berdasarkan analisis data peramalan menggunakan analisis regresi linier.
2. Metode
Dalam melakukan proses evaluasi penilaian kelayakan pengembangan pelabuhan, digunakan metode dan
analisis deskriptif kualitatif. Tahapan metode penyelesaian penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Metode Penelitian
Lebih lanjut dijelaskan dari gambar 1 tahapan metode penyelesaian penelitian yang di awali dari perumusan
masalah di wilayah penelitian, yang selanjutnya dilakukan studi literatur dengan mencari metode pendekatan yang
sesuai dengan karakteristik wilayah. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data dan informasi dengan data primer yang
meliputi opini responden terkait dengan rencana pengembangan Pelabuhan (responden adalah Penduduk di sekitar
Pelabuhan Rum dan stakeholder terkait dalam pengambilan keputusan (Dinas Perhubungan, Badan Perencanaan
Daerah dan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan), pengamatan lapangan yang meliputi situasi dan kondisi obyektif
yang ada, terkait dengan kondisi lokasi rencana pengembangan Pelabuhan. Sementara itu pengumpulan data sekunder
Perumusan Masalah
Studi literatur
Pengumpulan data primer dan
sekunder
Identifikasi potensi Peramalan pola
pergerakan
Analisis
Rekomendasi
Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60 53
meliputi kunjungan kapal, produksi penumpang, bongkar muat barang, potensi hinterland Pelabuhan, dan peraturan
yang terkait dengan pengembangan Pelabuhan.
Analisis Data
Metode pendekatan analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif, meskipun data tersebut
dikuantitatifkan agar memudahkan dalam melakukan evaluasi terhadap kebutuhan pengembangan Pelabuhan.
Menurut Kawengian et.al (2017) dan Kirana et.al (2019) beberapa model proyeksi (forecasting) dapat dipergunakan
dalam melakukan proyeksi, dalam penelitian ini digunakan variabel hinterland pelabuhan. Model Trend dengan
pendekatan berupa model regresi linier yaitu fungsi linier yang dapat diformulasikan pada persamaan (1) dimana y(t)
adalah variabel terikat (volume arus barang), x(t) adalah variabel bebas, a dan b adalah konstanta indikator.
y(t)= a . x(t)+ b ……………….. (1)
Model rata-rata tingkat pertumbuhan (Average Growth Rate), merupakan perhitungan tingkat pertumbuhan
rata-rata dari tingkat pertumbuhan rata-rata setiap tahun. Proyeksi masa yang akan datang diformulasikan pada
persamaan (2) dimana y(t) adalah variabel terikat (volume arus barang), x(t) adalah variabel bebas (PDRB), tadalah
tahun dan n adalah jumlah data observasi.
y(t+1)=AGR . y(t) ……………… (2)
AGR =∑(𝑦(𝑡+1)
𝑦(𝑡)−1)
𝑛−1
𝑛−1
𝑡=1
…….. (3)
Gambar 2. Lokasi Geografis
Letak geografis kepulauan Maluku Utara yang dinyatakan Maluku Utara Dalam Angka (2015), wilayah Kota
Kepulauan Tidore berada pada batas astronomis 0-20 Lintang Utara hingga 0-50 Lintang Selatan dan pada posisi
12710’-12745’ Bujur Timur. Kota Kepulauan Tidore memiliki daratan dengan luas 1.550,37 km2. Seluruh kawasan
di daerah ini dikelilingi oleh laut dan mempunyai batas-batas sebelah Utara dengan Kabupaten Halmahera Barat,
sebelah Selatan dengan Kabupaten Halmahera Selatan, sebelah Timur dengan Kabupaten Halmahera Timur dan
Kabupaten Halmahera Tengah dan sebelah Barat dengan Kota Ternate. Seperti yang terlihat pada gambar 2.
Infrastruktur transportasi laut Kepulauan Tidore memiliki tiga pelabuhan yaitu Pelabuhan Laut Trikora, Pelabuhan
Penyeberangan Ferry dan Pelabuhan Rum yang menghubungkan Pulau Tidore dengan pulau-pulau lainnya di wilayah
Maluku Utara. Melihat lokasi geografis yang strategis karena pelabuhan Rum merupakan pintu gerbang mobilitas
barang dan orang yang masuk ke Tidore dari Ternate sebagian besar menggunakan speed boat yang kemudian
berpindah moda transportasi keangkutan darat yang bergerak melalui jalur arteri Rum-Soasio menuju kawasan
perdagangan. Kepulauan Tidore berdekatan dengan Pulau Maitara sehingga para wisatawan domestik dan manca
negara banyak masuk melalui pelabuhan Rum.
3. Hasil Dan Pembahasan
Pelabuhan Rum merupakan salah satu pelabuhan yang paling padat dengan kegiatan naik turun peumpang rata-
rata 200 sampai dengan 300 orang per hari, sedangkan pada hari libur dan hari besar rata-rata 2.000 s.d 2.500 orang
per hari. Sementara itu desain pelabuhan Rum terdiri dari dermaga dan trestel dengan kontruksi pondasi Beton dan
lantai kayu yang terlihat pada gambar 3. Dermaga tersebut memilki panjang 21 meter dengan lebar 6 m, sedangkan
trestel berukuran 10,5 x 3,75 m. Pelabuhan Rum memiliki 3 tambatan speed boat, dimana 2 tambatan berada di
dermaga dan 1 tambatan berada disisi trestel, penggunaan tambatan disisi trestel tidak dapat dimanfaatkan secara
Pelabuhan
Rum
Pelabuhan
Bastiong
54 Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60
optimal dikarenakan pada saat air laut surut tambatan tersebut tidak dapat digunakan, fasilitas lebih detil terlihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Fasilitas Pelabuhan Rum
No Fasilitas Dimensi Keterangan
1 Dermaga 21 X 6 m Tiang pancang beton dengan lantai kayu,
kondisi cukup baik
2 Trestel 10,5 X 3,75 m Tiang pancang beton dengan lantai kayu,
kondisi cukup baik
3 Ruang Tunggu 40 m2 Struktur beton, kondisi baik
4 Ruang VIP 20 m2 Struktur beton, kondisi baik
5 Pos Tiket 2,5 X 2 m Struktur beton, kondisi baik
6 Pos Jaga 2,5 X 2 m Struktur beton, kondisi cukup baik
7 Kantor 25 m2 Struktur beton, kondisi cukup baik
8 Areal Parkir 850 m2 Struktur beton, kondisi cukup baik
9 WC umum 3 unit (1,5 x1,5 m) Struktur beton, kondisi cukup baik
Sumber : KUPP kelas III Soasio
Gambar 3. Kondisi Dermaga, Trestel dan Bongkar Muat di Pelabuhan Rum
Data Operasional Pelabuhan Rum
Data operasional pelabuhan Rum meliputi pelayanan arus kunjungan kapal, pelayanan arus naik turun
penumpang, dan bongkar muat kendaraan roda dua.Berdasarkan data dari UPP Soasio diketahui arus naik turun
penumpang di Pelabuhan Rum tahun 2015 -2019 seperti dapat dilihat pada gambar 4, dimana jumlah penumpang di
pelabuhan Rum yang menggunakan speedboat dari tahun 2015-2019 semakin mengalami kenaikan sebesar 30%.
Kemudian yang menggunakan kapal perahu di pelabuhan Rum dari tahun 2015-2019 hanya sekitar 8%, Artinya
penumpang lebih memilih speedboat dikarenakan lebih cepat dan waktu yang tidak terjadwal, di bandingkan kapal
perahu.
Gambar 4. Grafik Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Rum
268.000 288.000 290.000 310.000 348.535
260.000 209.000 250.000308.000
390.73575.040 80.64081.200
86.800
97.590
75.32260.547
72.628
88.724
98.150
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
1.000.000
2015 2016 2017 2018 2019
Data Penumpang di Pelabuhan Rum
Pnp Speed Boat Naik Pnp Speed Boat Turun Pnp KM Naik Pnp KM Turun
Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60 55
Kendaraan roda 2 dibongkar dan dimuat di pelabuhan Rum dengan menggunakan perahu motor, dimana asal
kendaraan tersebut sama dengan asal tujuan penumpang, yaitu dari Tidore ke Ternate atau sebaliknya. Dari data yang
dirilis Dinas Perhubungan dan KUPP Soasio dari tahun 2015-2019, seperti yang telihat pada grafis gambar 5.
Masyarakat dan pedagang di sekitar Pulau Ternate atau Tidore masih banyak menggunakan kendaraan roda 2
sehingga masyarakat ada yang menggunakan jasa perahu motor untuk mengangkut kendaraan tersebut yang terlihat
pada gambar 3. Menurut data, jumlah bongkar dan muat kendaraan roda 2 di pelabuhan Rum yang menggunakan
kapal motor dari tahun 2015-2019 semakin mengalami peningkatan, meskipun peningkatan hanya rata-rata sebesar
1%.
Gambar 5. Grafik Bongkar Muat Kendaraan Roda 2 di Pelabuhan Rum
Kapal yang beroperasi di Pelabuhan Rum terbagi 2 jenis yaitu speed boat dan perahu motor. Dimana speed
boat bisa melayani sekitar 10-12 orang sedangkan perahu motor mengangkur sekitar 25 oarng dan 12 kendaraan roda
2 dalam sekali perjalanan, dimensi perbedaan antara kedua sarana tersebut terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Dimensi Speed Boat dan Perahu motor
No Uraian Satuan Jenis Kapal
Speed Boat Perahu Motor
1 Tonase Gross Ton 2 5
2 Panjang Kapal meter 5 12
3 Lebar Kapal meter 1,8 2,5
4 Sarat Kapal meter 0,4 0,5
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Tidore Kepulauan
Speedboat maupun perahu motor yang beroperasi di pelabuhan Rum memilki tranyek Rum (Tidore)-Bastiong
(Ternate) maupun sebaliknya dengan frekuensi yang sangat tinggi, khususnya speed boat. Jarak antara kedua
pelabuhan tersebut ±2,5 mil dengan waktu tempuh 10 menit untuk speedboat dan 30 menit untuk perahu motor.
Data kunjungan kapal dari tahun 2015-2019 yang diperoleh dari UPP Soasio, Dari grafik gambar 6 terlihat
pada dari tahun 2015-2019 kunjungan kapal di pelabuhan Rum baik jenis speed boat maupun kapal motor selalu
mengalamai kenaikan walapun kenaikan tersebut hanya 1 %.
36.019 38.707 38.976 41.664 46.843
36.155 29.063 34.861 34.587
47.112
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
2015 2016 2017 2018 2019
Data Kendaraan Roda Dua di Pelabuhan Rum
R2 Bongkar R2 Muat
56 Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60
Gambar 6. Grafik Kunjungan Kapal di Pelabuhan Rum
Dengan menggunakan analisis pertumbuhan penduduk dan PDRB dapat diproyeksikan jumlah penduduk
hinterland dengan analisis regresi Linier Kemudian dari data persentase pertumbuhan dari tahun 2012-2027 rata-rata
mengalami kenaikan 1,41 %, seperti yang terlihat pada pada Tabel 3.
Tabel 3. Proyeksi Penduduk dan PDRB Kota Tidore Kepulauan
Tahun Penduduk
(Jiwa)
Pertumbuhan
(%) PDRB
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
2011 - -
2012 92.226 286,47
2013 92.305 0,09 304,35 6,24
2014 92.564 0,28 1346,02 342,26
2015 94.779 2,39 1578,42 17,27
2016 98.550 3,98 15.544,04 884,78
2017 98.620 0,07 13.344,00 -14,15
2018 100.132 1,53 16.522,00 23,82
2019 101.644 1,51 19.700,00 19,23
2020 103.156 1,49 22.878,00 16,13
2021 104.668 1,47 26.056,00 13,89
2022 106.180 1,44 29.234,00 12,20
2023 107.692 1,42 32.412,00 10,87
2024 109.204 1,40 35.590,00 9,81
2025 110.716 1,38 38.768,00 8,93
2026 112.228 1,37 41.946,00 8,20
2027 113.740 1,35 45.124,00 7,58
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP. 432 Tahun 2017 Tentang
kriteria Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Pelabuhan Lokal Rum adalah Pelabuhan laut yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan di Maluku Utara. Pelabuhan Rum merupakan penyeberangan dengan tujuan
kota ternate dan pulau Maitara, Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009
Tentang Kepelabuhanan, pelabuhan laut di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan hierarki yang terdiri atas
pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan. Hierarki pelabuhan sebagaimana dimaksud
ditetapkan dengan memperhatikan beberapa kriteria teknis yang dapat dilihat pada tabel 4.
36.196 37.956 38.044 38.198 39.222
6.015 5.648 6.153 7.021 7.830
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
2015 2016 2017 2018 2019
Data Kunjungan Kapal di Pelabuhan Rum
Speed boat Call Kapal Motor Call
Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60 57
Tabel 4. Kriteria Teknis Pengembangan Pelabuhan Rum
No Kriteria Teknis Kondisi Saat ini Pelabuhan Rum
1. Berpedoman pada tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan pemerataan serta
peningkatan pembangunan
kabupaten/kota;
Tercantum dalam dokumen keputusan Walikota
Tidore Kepulauan N0.31 tahun 2017 Tentang
Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Rum
Provinsi Maluku Utara.
2. Berada di sekitar pusat pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota
Pelabuhan Rum sebagai Pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL)
3. Memiliki luas daratan dan perairan
tertentu dan terlindung dari gelombang;
10.189,571
Terlindung dari ombak
4. Melayani penumpang dan barang antar
kabupaten/kota dan/atau antar
kecamatan dalam 1 (satu)
kabupaten/kota;
Beroperasi
5. berperan sebagai pengumpan terhadap
Pelabuhan Utama, Pelabuhan
Pengumpul, dan/atau Pelabuhan
Pengumpan Regional;
Beroperasi
6. berperan sebagai tempat pelayanan
penumpang di daerah terpencil,
terisolasi, perbatasan, daerah terbatas
yang hanya didukung oleh moda
transportasi laut;
Beroperasi
7. berperan sebagai tempat pelayanan
moda transportasi laut untuk
mendukung kehidupan masyarakat dan
berfungsi sebagai pelabuhan
multifungsi selain sebagai terminal
untuk penumpang juga untuk melayani
bongkar muat kebutuhan hidup
masyarakat disekitarnya
Beroperasi
8. berada pada lokasi yang tidak dilalui
jalur transportasi laut reguler kecuali
keperintisan;
Beroperasi
9. kedalaman maksimal pelabuhan –4 m-
LWS
-6 m LWS
10. memiliki fasilitas tambat atau dermaga
dengan panjang maksimal 70 m
21,40 m
11. memiliki jarak dengan Pelabuhan
Pengumpan Lokal lainnya 5 – 20 mil
Jarak dengan Pelabuhan Ternate (Pelabuhan
Pengumpul) +3 mil laut
58 Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60
Proyeksi Kunjungan Kapal
Hasil proyek pada kunjungan kapal speedboat dan kapal motor diproyeksikan dengan menggunakan analisis
Regresi linier seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Proyeksi Jumlah Penumpang Kapal di Pelabuhan Rum
No SB Naik SB Turun KM Naik KM Turun
1 268.000 260.000 75.040 75.322
2 288.000 209.000 80.640 60.547
3 290.000 250.000 81.200 72.628
4 310.000 308.000 86.800 88.724
5 348.535 390.735 97.590 98.150
6 279.822 459.193 75.040 154.482
7 322.119 532.164 80.640 169.436
8 364.416 605.135 81.200 184.390
9 406.713 678.106 86.800 199.344
10 449.010 751.077 97.590 214.298
11 491.307 824.048 143.972 229.252
12 533.604 897.019 155.815 244.206
13 575.901 969.990 167.658 259.160
14 618.198 1.042.961 179.501 274.114
15 660.495 1.115.932 191.344 289.068
16 702.792 1.188.903 203.187 304.022
17 745.806 459.193 215.030 154.482
Kebutuhan Dermaga
Kebutuhan jumlah tambatan untuk speed boat dan perahu motor dihitung berdasarkan kapasitas tambat dibagi
jumlah kunjungan kapal. Hasil proyeksi kebutuhan jumlah tambatan dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 6. Kebutuhan Jumlah Tambatan untuk Speed Boat
Tahun
Kapasitas Tambatan Speed Boat Jumlah
Kebutuhan
Tambatan Berangkat Tiba Berangkat Tiba
(Call/hari) (Call/hari) (Call/hari) (Call/hari)
2015 31 108 62 62 4
2020 31 108 79 85 4
2025 36 108 104 120 5
2030 43 108 136 166 5
2035 54 108 178 228 7
Berdasarkan tabel 6 dan 7, diketahui bahwa jumlah tambatan yang di butuhkan untuk melayani arus speed boat
sampai tahun 2035 yaitu sebanyak 7 tambatan dan kebutuhan untuk kapal motor juga sebanyak 7 tambatan.
Tabel 7. Kebutuhan Jumlah Tambatan untuk Kapal Motor
Tahun Kapasitas Tambatan Kapal Motor Jumlah Kebutuhan
Tambatan Berangkat Tiba Berangkat Tiba
(Call/hari) (Call/hari) (Call/hari) (Call/hari)
2015 12 36 11 12 4
2020 12 36 14 16 4
2025 14 36 19 22 5
2030 16 36 24 31 5
2035 18 36 32 42 7
Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60 59
Kinerja fasilitas Dermaga Speed Boat dan Perahu Motor
Berdasarkan hasil proyeksi kunjungan kapal, selanjutnya diperkirakan kinerja dermaga untuk tambatan speed
boat dan tambatan perahu motor sesuai tahapan pengembangan, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 8. Kinerja Fasilitas Dermaga Speed Boat di pelabuhan Rum
No Uraian Satuan 2017 2020 2025 2030 2035
1 Jumlah Speed boat
a. Berangkat call 54 79 104 106 178
b. Tiba 54 85 120 166 228
2 Tambatan
a. Berangkat unit 1.5
b. Tiba unit 1
3 PenambahanTambatan
a. Berangkat unit 4 2
b. Tiba unit 2 2
4 Jumlah Tambatan
a. Berangkat unit 1.5 4 4 6 6
b. Tiba unit 1 2 2 4 4
5 Waktu Tambat
a. Berangkat menit 20 17.5 5 12.5 10
b. Tiba menit 5 5 5 5 5
6 Waktu Operasi
a. Berangkat menit 720 720 720 720 720
b. Tiba menit 720 720 720 720 720
7 BOR
a. Berangkat % 99 48 54 39 41
b. Tiba % 37 29 42 29 40
BOR Total % 75 42 50 35 41
Selanjutnya dari hasil proyeksi kunjungan kapal motor, kinerja dermaga untuk tambatan kapal motor yang
sesuai tahapan pengembangan, ditampilkan pada tabel 9, dimana keperluan penambahan satu tambatan pada tahun
2025 sesuai dengan perkembangan kedatangan kapal motor di pelabuhan Rum.
Tabel 9. Kinerja Fasilitas Dermaga Kapal Motor di Pelabuhan Rum
No Uraian Satuan 2017 2020 2025 2030 2035
1 Jumlah Kapal Motor
a. Berangkat call 11 14 19 24 32
b. Tiba call 11 16 22 31 42
2 Tambatan Eksisting
a. Berangkat unit 1
b. Tiba unit 1
3 PenambahanTambatan
b. Berangkat unit 1
b. Tiba unit 1
4 Jumlah Tambatan
a. Berangkat unit 1 1 2 2 2
b. Tiba unit 1 1 2 2 2
5 Waktu Tambat
a.Berangkat menit 50 45 40 35 30
b. Tiba menit 15 15 15 15 15
6 Waktu Operasi
a. Berangkat menit 720 720 720 720 720
b. Tiba menit 720 720 720 720 720
7 BOR
a. Berangkat % 74 88 52 59 66
b. Tiba % 44 33 23 32 44
BOR Total % 48 61 38 46 55
Pembahasan
Berdasarkan simulasi pada tabel 8 diketahui bahwa kinerja fasilitas dermaga (BOR) Speed boat tahun
eksisting sudah mencapai angka 75% dimana angka tersebut merupakan batas kinerja maksimum agar dermaga dapat
berfungsi dengan baik. Setelah dilakukan simulasi penambahan dermaga pada jangka pendek nilai BOR turun ke
60 Sujarwanto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 51-60
angka 42% pada tahun 2020 dan 50% pada tahun 2025. Penambahan dermaga dapat dilakukan kembali pada jangka
panjang 2035 dengan nilai BOR 41%.
Dari hasil analisis, terlihat pada tabel 9 di ketahui bahwa kinerja fasilitas dermaga (BOR) kapal motor tahun
eksisting sudah mencapai angka 48% dimana angka tersebut masih jauh dari batas kinerja maksimum agar dermaga
dapat berfungsi dengan baik. Setelah dilakukan penambahan dermaga pada jangka pendek nilai BOR naik ke angka
61% pada tahun 2020 dan 38% pada tahun 2025. Evaluasi penambahan dermaga dapat dilakukan kembali pada
proyeksi jangka panjang 2035, dengan nilai BOR 55%.
Berdasarkan analisis dan proyeksi, dan ditunjang dengan hasil pengamatan, bahwa pelabuhan Rum kondisinya
saat ini relatif belum tinggi, aktivitas penyeberangan menuju Kota Ternate sehingga pelabuhan Rum masih berjalan
lancer dan normal, belum perlu adanya pengembangan dan penambahan dermaga, seperti yang yang tertuang dalam
kriteria teknis Rencana Induk Pelabuhan (RIP) pengembangan pelabuhan Rum jangka pendek, menengah, maupun
jangka panjang.
4. Kesimpulan
Apabila dilihat dari manfaatnya Pelabuhan Rum adalah satu-satunya pelabuhan penyeberangan terdekat dan
terjangkau oleh masyarakat kepulaun Tidore menuju Pulau Ternate sehingga pihak pengelola pelabuhan lebih
mengutamakan pelayanan dan keselamatan. Dalam perencanaan pembangunan jangka pendek Pelabuhan Rum tidak
perlu melakukan pembangunan khususnya dermaga pelabuhan karena dilihat BOR hingga tahun 2025 hanya 38%,
namun untuk pemeliharaan dermaga perlu perbaikan dermaga sekala kecil saja mengingat dari kondisi saat ini
dermaga tersebut sudah mengalami pelapukan. Beradasarkan hasil kesimpulan, maka pengembangan fasilitas
Pelabuhan Rum belum perlu dilaksanakan karena kinerja dermaga tersebut masih dapat melayani kunjungan kapal
dan penumpang.
Daftar Pustaka
Arianto, D. (2017). Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga. Jurnal Penelitian Transportasi Laut, 19(1), 1-13.
Jinca, M.Y.2003. Sistem Transportasi Laut, Universitas Hasanuddin Makassar;
Kawengian, E., Jansen, F., & Rompis, S. Y. (2017). Model Pemilihan Moda Transportasi Angkutan Dalam Provinsi.
Jurnal Sipil Statik, 5(3).
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP. 432 Tahun 2017. Rencana Induk Pelabuhan
Nasional. 25 April 2017. Jakarta
Kirana, I. O., Nasution, Z. M., & Wanto, A. (2019). Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia Di Indonesia
Menggunakan Metode Statistical Parabolic Dalam Menyongsong Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan, 16(2), 202-212.
Manik, Trimaijon, Fatnanta. (2016). Analisis Kelayakan Panjang Dermaga Curah Cair Berdasarkan Data Kunjungan
Kapal Di Pelabuhan Dumai. Jurnal Online Mahasiswa Bidang Teknik dan Sains. Vol.3. No.2
Purwanto, H., & Mangku, D. G. (2016). Legal Instrument of the Republic of Indonesia on Border Management Using
the Perspective of Archipelagic State. International Journal of Business, Economics and Law, 11(4).
Putra, T. P. (2018). Kajian Pembangunan Pelabuhan Bagusa di Kabupaten Mamberamo Raya Provinsi Papua. Warta
Penelitian Perhubungan, 29(2), 253-266.
Salim, A., Sultan, D., & Cotte, I. H. (2018). Optimalisasi Pemanfaatan Pangkalan Pendaratan Ikan (Ppi) Beba
Galesong Utara Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Journal of Indonesian Tropical Fisheries (JOINT-
FISH): Jurnal Akuakultur, Teknologi Dan Manajemen Perikanan Tangkap, Ilmu Kelautan, 1(1), 40-48.
Statistik, B. P. (2015). Maluku Utara Dalam Angka. BPS Propinsi Maluku Utara.
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61–70
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 813 1755 9491 E-mail: [email protected]
doi: http://dx.doi.org/10.25104/transla.v21i1.1301 1411-0504 / 2548-4087 ©2019 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Desain Pelabuhan Wisata Modern di Kepulauan Raja Ampat: Studi Kasus di
Kota Waisai
Modern Tourism Harbour Design in Raja Ampat Islands: Case Study of Waisai
City
Muhammad Rifqi Habibi1*, Arif Fadillah1, Shanty Manullang2
1) Program Studi Teknik Perkapalan, Universitas Darma Persada, 2) Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada,
Jalan Taman Malaka Selatan, Pondok Kelapa, Jakarta 13450, Indonesia
Diterima 12 Des 2019, diperiksa 20 Des 2019, disetujui 29 Des 2019
Abstrak
Sektor pariwisata adalah salah satu dari banyak sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang penting
bagi suatu negara. Indonesia, dengan kekayaan alam dan budaya yang dimilikinya dapat menarik jumlah wisatawan,
mancanegara maupun nusantara. Raja Ampat merupakan wilayah yang mempunyai beberapa kekayaan keindahan
alam, termasuk kelautannya. Dengan perkembangan teknologi sarana transportasi, bermula dari kapal tradisional
Pinisi hingga kapal Yacht, untuk itu perlu adanya pelabuhan untuk dapat melayani kapal modern. Penelitian ini
dilakukan untuk merencanakan pelabuhan wisata dengan dukungan fasilitas dermaga pesawat terbang air didalamnya.
Berdasarkan data kunjungan wisatawan dan kapal yang sandar, digunakan metode proyeksi yang menggunakan
regresi linier untuk mengetahui berapa jumlah kedatangan wisatawan dan jumlah kedatangan kapal 5 sampai dengan
20 tahun yang akan datang. Dari hasil proyeksi perencanaan pelabuhan didapatkan peningkatan produksi penumpang
yang signifikan mencapai 488%, menjadikan perlunya dilakukan pengembangan dermaga dan fasilitas lainnya yang
menyesuaikan dengan perkembangan teknologi sarana transportasi.
Kata kunci: Pelabuhan Wisata modern, Fasilitas Pelabuhan Waisai, kepulauan Raja Ampat, dermaga pesawat air
Abstract
Tourism sector is one of many that drives of economic growth which is important for a country. Indonesia,
with its natural and cultural resource can attract number of tourists, foreign and domestic. Raja Ampat is a tourism
attaction area with its natural beauty, including its marine life. With the evolution of transportation technology,
starting from the traditional Pinisi ship to the Yacht, for this reason, there should be a port to be able to serve modern
ships. This research was conducted to plan a tourist port with the support of its facilities. Based on data from tourist
visits and sailing vessels, a projection method is used, utilized linear regression model to find out how many tourist
arrivals and the number of ship arrivals in the next 5 to 20 years. The results of port planning projections, a significant
passenger visits has increase and reached between 63% to 488%, making it necessary to expand the port and its
facilities that adopt to technological developments of transportation.
Keywords: Modern tourism harbour, Waisai port facilities, Raja Ampat islands, seaplane harbour
1. Latar Belakang
Kekayaan alam dan keragaman budaya memiliki kecenderungan dijadikan daya tarik untuk peningkatan
pendapatan negara. Menurut Nasution et.al (2005) salah satu kontribusi penting yang diharapkan dari pariwisata
adalah peningkatan devisa dan perluasan kesempatan kerja.
Sebagai negara kepulauan, wisata bahari di Indonesia yang menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara adalah Kabupaten Raja Ampat yang memiliki taman laut terbesar di Indonesia
dengan keanakaragaman biota laut, serta dikenal sebagi lokasi selam scuba yang terbaik karena memiliki daya
pandang yang mencapai hingga 30 meter. Menurut hasil riset lembaga Konservasi Internasional di kawasan Raja
Ampat mempunyai setidaknya 1.300 spesies ikan, 600 jenis terumbu karang dan 700 jenis kerang dikawasan Raja
Ampat (Supriyadi, 2017).
62 Muhammad Rifqi Habibi, et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70
Mobilitas manusia yang semakin tinggi berakibat pada peningkatan atraksi wisata. Dengan pengembangan
ekosistem pariwisata yang menyeluruh yang ditunjang dengan sarana transportasi yang berciri khas bangsa, misalnya
menggunakan kapal tradisional phinisi ataupun etnik yacht dapat meningkatkan kunjungan wisatawan (Ardiwijaja,
2016 dan Nugraha, 2017). Sebagai sarana penunjang pariwisata di indonesia peran transportasi sangatlah penting
sebagai sarana untuk menjangkau daerah-daerah pedesaan, pulau terpencil, dan wilayah di perbatasan agar
meningkatkan daya tarik wisatawan di wilayah tersebut, untuk itu diperlukan transportasi berupa kapal wisata,
menurut data, beberapa kapal wisata yang terdapat di raja ampat seperti Kapal Pinisi, dan Kapal Yacht (Fadillah et.al,
2019).
Seiring dengan persaingan dalam menarik kunjungan wisatawan, menurut Purwanti (2013) pembangunan
infrastruktur sarana dan prasarana sebagai prioritas dalam menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Seiring dengan
respon positif ini, dibutuhkan prasarana penunjang berupa pelabuhan kapal wisata, dengan mempertimbangkan
fasilitas berstandar internasional, dengan memadukan kebudayaan Indonsesia, dan dilengkapi dengan fasilitas untuk
bersandar kapal terbang air (Seaplane Base) agar pelabuhan ini lebih terjangkau oleh beberapa jenis transportasi dan
lebih menarik minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia. Desain pelabuhan dirancang agar dapat
menampung kapal wisata yang ada di perairan Raja Ampat, dengan mempertimbangkan pelabuhan yang sudah ada
(Ballis et.al, 2018).
Kondisi geografis dari Lokasi Perencanaan Pelabuhan mempunyai kedalaman dari 0 -18 m, mempunyai
ketinggian gelombang 0-0,75 m, yang artinya perairan ini dapat dilewati kapal wisata seperti kapal pinisi dan kapal
catamaran dapat masuk kedalaman perairan disekitar Kota Waisai, dengan data kedudukan air pasang tertinggi yaitu
191 cm, kedudukan air rata-rata tertinggi yaitu 100 cm, dan dan kedudukan air surut terendah yaitu 12 cm, kecepatan
angin untuk wilayah Waisai yaitu 5-20 knot.
Tabel 1.
Tahun 2014 2015 2016 2017 2018
Mancanegara 10.759 12.011 13.616 18.841 23.099
Domestik 7.691 10.251 12.472 17.250 20.811
Sumber: BPS, 2019
Data dari data Badan Pusat Statistik (2018) pada tabel 1, kunjungan wisatawan yang semakin meningkat setiap
tahunnya, diperlukan pengembangan pelabuhan Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan desain pelabuhan yang
dirancang untuk kapal wisata, menentukan fasilitas berstandar nasional dan internasional untuk pelabuhan kapal
wisata.
2. Metode
Metode Benchmarking
Benchmarking adalah satu proses yang dimana suatu unit mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap
aktivitas atau kegiatan serupa unit lain yang sejenis baik secara internal maupun eksternal,. Menurut Andersen dan
Pattersen (dikutip di Paulus dan Devie, 2013) terdapat lima tahapan dalam proses Benchmarking. Dalam perencanaan
Pelabuhan ini Benchmarking dengan beberapa pelabuhan marina yang sudah ada dengan mempertimbangkan
beberapa hal, antara lain seperti fasilitas yang ada dipelabuhan, penempatan ruangan, fasilitas yang akan digunakan
untuk wisatawan mancanegara Dwitama et.al (2019).
Metode Peramalan
Dalam perencanaan pembangunan pelabuhan, metode pendekatan analisis yang seringkali digunakan adalah
model proyeksi. Menurut Kirana (2019) beberapa model proyeksi yang digunakan adalah model trend, dengan
pendekatan model regresi linier. Fungsi linier yang diformulasikan pada persamaan (1) dimana y adalah variabel
terikat, x adalah variabel bebas, a dan b adalah konstanta.
y= ax + b ……………….. (1)
Metode Perencanaan Fasilitas Perairan Di Pelabuhan
Dalam melakukan perencanaan fasilitas perairan untuk pelabuhan wisata digunakan metode perencanaan alur
pelayaran, dengan memperhitungkan kedalaman alur pelayaran dan lebar alur pelayaran satu Arah. Metode ini
digunakan untuk mengarahkan kapal menuju ke arah dermaga, untuk merencanakan alur pelayaran untuk pelabuhan
penting untuk memperhitungkan kedalaman alur dan lebar alur pelayaran (Yuwanda, 2016), dengan persyaratan yang
terlihat pada persamaan (2) dan (3), dimana D merupakan kedalaman alur, d adalah draft kapal, B merupakan lebar
kapal.
D ≥ 1,1 × d ……………..…… (2)
Lebar 1 arah = 4,8 × B……..… (3)
Metode Perencanaan Kolam Putar
Kapal yang yang akan bersandar melakukan gerakan memutar pada kolam putar untuk mendapatkan posisi
yang tepat pada saat akan bersandar pada dermaga, jika kapal harus menunggu kapal lain maka membutuhkan tempat
untuk bertambat di area kolam putar (Yuwanda, 2016). Kolam putar ini dihitung dengan persamaan (4) dan (5), dimana
Muhammad Rifqi Habibi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70 63
ATR adalah area kolam putar, Loa adalah panjang kapal, B merupakan lebar kapal, AT merupakan area tambat dan L
adalah panjang kapal.
ATR = π × (1,5 × Loa)2……..………. (4)
AT = n 𝑥 (1,5 × L) × ( 4
3 × 𝐵 ) ….… (5)
Fasilitas Perairan Untuk Seaplane Bases
Dalam merencanakan landasan air dan taxi channels untuk Seaplane yang menggunakan Seaplane Bases ini
merupakan faktor utama dalam menentukan panjang dari landasan agar dapat diakomodasi, di sekitar landasan juga
harus di sediakan Safety buffer. Berdasarkan Information/Pilot Operation Handbook untuk persyaratan take-off atau
jarak pendaratan bagi pesawat dalam jarak 50 feet sepanjang jalur pendaratan harus bersih dari hambatan apapun.
Lebar landasan untuk Seaplane Bases minimum 200 feet. Untuk kedalaman landasan Seaplane harus bersih dari
penghalang yang berada di kedalaman 4 feet. Untuk kedalaman dari Landasan ini memiliki minimum 4 feet. Taxi
Channels adalah fasilitas utama atau fasilitas minimum yang harus tersedia di Seaplane Bases dimana ketentuan
ukuran untuk Taxi Channels lebar minimum adalah 125 feet, minimum kedalaman 4 feet, untuk Taxi channels yang
dirancang dengan menggunakan 2 arah maka jarak anta sayap Seaplane adalah 50 feet.
Turning Basin Dan Anchorage Areas adalah kolam putar atau tempat memutarnya Seaplane untuk memasuki
atau keluar dari pelauhan. Minimum untuk diameter dari kolam putar ini adalah 200 feet atau 60 m. Anchorage Areas
adalah area yang digunakan untuk seaplane bersandar di tengah laut dengan menggunakan mooring buoys dengan di
ikatkan pada jangkar yang telah ditanam dibawah laut, luas dari area jangkar ini tergantung dari dimensi Seaplane
yang akan ditentukan. Jarak di setiap area seaplane tidak boleh kurang dari 125 feet atau sekitar 38 m.
Metode Perencanaan Fasilitas Darat di Pelabuhan
Metode Perencanaan Dermaga sebagai fasilitas pelabuhan yang sangat penting, digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat maupun menaikturunkan penumpang. Guna mendapatkan
dermaga yang sesuai dengan yang dibutuhkan maka disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pelabuhan Waisai
saat ini.
Penentuan panjang dermaga menurut Bambang Triatmodjo (dikutip dalam Manik et.al., 2016) jika dermaga
yang digunakan lebih dari satu tambatan kapal, maka diantara dua panjang kapal yang berjajar diberi jarak 10% kali
panjang kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan, maka digunakan persamaan menurut IMO (International
Maritim Organization) yang terlihat pada persamaan (6) dimana Lp merupakan pajang dermaga, Loa adalah panjang
kapal yang ditambat, n adalah jumlah kapal yang ditambat.
Lp =nLoa +(n+1) × 10% × Loa …………… (6)
Kedalaman Kolam Dermaga menurut standar ditentukan dengan menambahkan ruang bebas dibawah lunas
(under keel clearance) dengan draft maksimum kapal rencana, digunakan persamaan (7) dimana d adalah kedalaman
kolam dermaga, draftmax adalah draft kapal terbesar untuk kondisi sarat, UKC adalah under keel clearance atau ruang
bebas dibawah lunas yang ditentukan berdasarkan nilai terbesar antara 10% draftmax atau 2 meter.
d = draftmax + UKC .……………………… (7)
Untuk fender pada prinsipnya adalah alat yang memisahkan antara kapal dengan dermaga. Alat ini berfungsi
untuk menyerap sebagian energi kinetik dari kapal sehingga mengurangi resiko rusaknya badan kapal dan bedan
dermaga. OCDI 1991 (dikutip dalam Nursandah dan Wijaya, 2018) memberikan jarak interval antara fender seagai
fungsi kedalaman air, rentang nilainya terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jarak Antar Fender
Dalam menentukan ruang tunggu penumpang dan luas kantor pelabuhan menurut petunjuk teknis Rencana
Induk Pelabuhan ada beberapa ruang tunggu penumpang dan ruang kantor pelabuhan dengan ukuran kebutuhannya,
indikator kebutuhannya terlihat pada tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Ukuran Ruang Tunggu Penumpang
Ruang Kebutuhan
Ruang Tunggu Penumpang 1 m2 / Orang
Penyimpanan Barang 4 m2 / Orang
Toilet Min 4,5 m2
Kedalaman Air (m) Jarak Antara Fender (m)
4 ~ 6 4 ~ 7
6 ~ 8 7 ~ 10
8 ~ 10 10 ~ 15
64 Muhammad Rifqi Habibi, et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70
Tabel 4. Ukuran Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan
Ruang Kebutuhan
Ruang Administrasi 4 m2 / Orang
Ruang Kasir 4 m2 / Orang
Ruang Kepala Pelabuhan 10 m2 / Orang
Ruang Tiket 4 m2 / Orang
Pantry Min 4,0 m2
Ruang Tunggu 4 m2 / Orang
Toilet Staf Min 4,0 m2
Toilet Umum Min 2,0 m2
Pusat Informasi Wisata 80 m2
Lampu taman Jarak 0,8 – 1 m
Plaza /Pusat Kuliner 20 m2/gerai
Tempat ibadah 30 orang
Lebar jalur pejalan kaki 2 m
Tempat parkir 30°, 40°, 60°
Dive Center 100 m2
Karena pelabuhan yang akan direncanakan salah satu dari kapal yang bersandar adalah kapal pinisi maka
pelabuhan ini juga menyediakan Dive Center, fasilitas yang ada didalam Dive Center yang teridiri antara lain tempat
bilas dan kamar ganti, ruang pelatihan, penyewaan peralatan, perbaikan alat, dan pengisian tangki udara dengan total
100 meter persegi.
Fasilitas Daratan untuk Seaplane Bases
Kedalaman untuk Ramps yang digunakan rata-rata adalah 4-6 feet atau 1,2 m, lebar dari Ramps 30 sampai 40
feet atau 9 sampai 12 meter tergantung dari dimensi Seaplane yang ada, panjang Ramps dibuat tidak terlalu miring
agar tidak terlalu berat pada saat Seaplane naik kedarat.
Dimensi untuk Pier ini menggabungkan jalur akses atau gangway yang memiliki lebar setidaknya 5 feet
biasanya 8 hingga 10 Feet (2,5 hingga 3 m). Sementara itu area Penyimpanan Seaplane dan Hangar dengan luas yang
diperlukan tergantung dari jumlah dan jenis pesawat yang akan ditampung.
Gambar 1. Kota Waisai di Pulau Waigeo
Pemilihan lokasi pengembangan Kota Waisai, yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Kabupaten
Raja Ampat, terletak di titik ordinat 131°0′0-131°5'0" BT − 1°2′20--1°4'0" 𝐿𝑈, kota waisai mempunyai luas sekitar
121.34 Km2,kota Waisai Merupakan salah satu kota yang terdapat di Kepulauan Waigeo, Pulau Waigeo adalah pulau
terbesar dari empat pulau utama yang terdapat di Kepulauan Raja Ampat, pulau ini terletak di Papua Barat di bagian
timur Indonesia. Pulau ini dikenal juga dengan nama Amberi atau Waigiu, pulau ini memiliki Luas 3155 km2 dengan
ketinggian maksimum 1000 meter.
Muhammad Rifqi Habibi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70 65
Gambar 2. Lokasi Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Saonek
Menurut Witomo et.al (2017), berdasar pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 63/KEPMEN-KP/2014 Tentang Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Suaka Alam Perairan Kepulauan Raja
Ampat dan Laut Sekitarnya di Provinsi Papua Barat Tahun 2014-2034 menetapkan bahwa Suaka Alam Perairan (SAP)
Raja Ampat dan Laut di sekitarnya di Provinsi Papua Barat seluas 60.000 ha terletak dibagian selatan Pulau Waigeo.
3. Hasil Dan Pembahasan
Dengan tingginya arus kunjungan wisatawan, mengakibatkan meningkatnya jumlah sarana transportasi yang
beroperasi di wilayah perairan Raja Ampat. Tercatat kunjungan kapal tertinggi di tahun 2017 sebanyak 1699 call dan
di tahun 2018 kunjungan wisatawan sebanyak 238.290 orang seperti yang terlihat pada grafik gambar 3.
Gambar 3. Kunjungan Wisatawan dan Kapal di Pelabuhan Waisai (sumber: KSOP, 2018)
Secara akumulatif, jumlah kunjungan kapal pada tahun 2017 yang tercatat dari otoritas pelabuhan KUPP
Saonek sepanjang tahun 2017 berjumlah 1840 call, sementara kunjungan kapal sepanjang tahun 2018 sampai dengan
bulan Oktober sejumlah 1841, tidak berbeda jauh dengan tahun sebelunya, seperti yang terlihat pada grafik gambar 4.
1383 1699 1487
479074 662409 414036
117491 151177279911
119229 149680238290
1
10
100
1000
10000
100000
1000000
2016 2017 2018
Produksi Kapal dan Penumpang di Pelabuhan Waisai
Unit GT PNP naik PNP turun
Lokasi
Perencanaan
Pelabuhan
66 Muhammad Rifqi Habibi, et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70
Gambar 4. Grafik Kunjungan Kapal di Pelabuhan Waisai. (Sumber: KSOP, 2018)
Dari data BPS Kabupaten Raja Ampat (2018) tercatat ada 40 kapal dari berbagai jenis yang beroperasi, terdiri
dari perusahaan dalam negeri dan penanaman modal asing. Sementara sisanya adalah kapal charter insidentil ataupun
kapal yacht milik pribadi yang datang dan sandar lansung di dermaga pelabuhan ataupun berlabuh di kolam labuh
sekitar pelabuhan Saonek. Dari ribuan kunjungan kapal di pelabuhan Saonek, terlihat data pada tabel 5 terlihat
bervariatif. Mulai dari kapal berbahan kayu hingga berbahan fiberglass, dengan panjang mulai dari 9 meter hingga
belasan meter.
Tabel 5. Spesifikasi dan Dimensi Kapal yang Beroperasi di Pelabuhan Waisai
Nama Kapal Panjang
(meter)
Lebar
(meter)
Tinggi
(meter)
GT Bahan Mesin
Speed Boat Explorer 11 3.4 1.2 11.2 Fiberglass Yamaha 40x2 PK
SB White Manta 10 3.8 0.9 8.6 Kayu Yamaha 40 PK
KM Rahmat Jaya 13 4.2 1.3 17.7 Fiberglass Jiandong 300x2 PK
SB Prajas 11 3.6 1.2 11.9 Fiberglass Yamaha 40x3 PK
KM S.B. Equator 12 4.2 1.1 13.9 Kayu Yamaha 60x2 PK
KM Putri Mandiri 14 4.4 1.5 23.1 Fiberglass Jiandong 250x3 PK
SB Nirwana Rau 12 3.8 1.2 13.7 Kayu Suzuki 150x2 PK
KM Goa Maria 9.4 3.4 0.8 6.4 Fiberglass Jiandong 24x2 PK
KM Batname 9.6 3.4 0.9 7.3 Kayu Yanmar 30 PK
SB Agusta 11.2 3.8 1.3 13.8 Fiberglass Yamaha 200x2 PK
Sumber: KSOP, 2018
Data hasil survey di lapangan dan dengan menggunakan analisis pertumbuhan, diproyeksikan jumlah
kunjungan wisatawan menggunakan analisis regresi linier. Dari data pertumbuhan dilakukan proyeksi selama 5 dan
20 tahun guna mendapatkan jumlah potensial wisatawan yang turun dan naik di pelabuhan waisai. Dari tahun 2023
Hingga tahun 2035 pertumbuhan wisatawan mengalami kenaikan mulai dari 63% hingga maksimum sebesar 488% di
tahun 2035.
Tahapan pengembangan pelabuhan diperlihatkan pada Tabel 6, dimana pengembangan pelabuhan dilakukan
selama lebih kurang 15 tahun.
0
50
100
150
200
250
300
Kunjungan Kapal (Call) di Pelabuhan Waisai
2017 2018
Muhammad Rifqi Habibi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70 67
Tabel 6. Pengembangan Tahapan Pelabuhan
No Fasilitas Satuan Pengembangan
Tahap 1 Th 2020
Pengembangan
Tahap 2 Th 2027
Pengembangan
Tahap 3 Th 2034
1 Total Panjang Dermaga m 422,84 699,4 699,4
2 Panjang Dermaga Untuk Kapal m 54,35 54,35 54,35
3 Jumlah Fender Unit 102 102 102
4 Panjang Dermaga Untuk Seaplane m 36,34 36,34 36,34
5 Area Reklamasi m2 61883 61883 61883
6 Terminal Penumpang 1 m2 1652 1652 1652
7 Terminal Penumpang 2 m2 1652 1652 1652
8 Area Tempat Parkir Seaplaye m2 6598 6598 6598
9 Hanggar m 21,88 x 18 21,88 x 18 21,88 x 18
10 Gas Station m 18 x 18 18 x 18 18 x 18
11 Fresh Water Tank m 5 x 5 5 x 5 5 x 5
12 Fuel Oil Tank m 5 x 5 5 x 5 5 x 5
13 Ruang Genset m 7 x 5 7 x 5 7 x 5
14 Workshop m 7 x 5 7 x 5 7 x 5
15 Tempat Parkir Umum m 70 x 10,16 70 x 10,16 70 x 10,16
16 Tempat Parkir Bus m 18,13 x 14,88 18,13 x 14,88 18,13 x 14,88
17 Bus Pengantar Penumpang Unit 4 4 4
18 Tempat Parkir mobil bagasi m 10,21 x 6 10,21 x 6 10,21 x 6
19 Jumlah Mobil Bagasi Unit 4 4 4
20 Jumah Lampu Jalan Unit 19 19 27
21 Panjang Jalan m 76 76 81
22 Mercusuar m 10 10 10
23 Kantor Pelabuhan m2 64 64 64
24 Biliard, Restaurant & Bar m2 - 1579 1579
25 Travel Agency m - 42 x 6,5 (2) 42 x 6,5 (2)
26 Gudang Alat Rekreasi m - 9,74 x 8 9,74 x 8
27 Cottage Honai Resort m2 - 3160 3160
28 Klinik Kesehatan m2 - 213 213
29 Jumlah Ambulance Unit - 1 1
30 Police Satation m2 - 14,5 x 14,22 14,5 x 14,22
31 Jumlah Mobil Polisi Unit - 1 1
32 Taman Rekreasi & Sport Center m2 - - 15204,5
33 Jumlah Sepeda Unit - - 20
34 Jumlah Tempat Duduk Unit - - 19
35 Lapangan Tenis m - - 36,54 x 36,57
36 Ruang Ganti dan Toilet Lapangan
Tenis m2 - - 43
37 Lapangan Basket m - - 28 x 16
38 Ruang Ganti dan Toilet Lapangan
Basket m2 - - 43
39 Kolam Renang m - - 50 x 25
40 Ruang Ganti dan Toilet Kolam renang m2 - - 86
41 Alat Gym Outdoor Unit - - 3
68 Muhammad Rifqi Habibi, et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70
Desain Pelabuhan Kapal Wisata
sPada Gambar 5 merupakan gambar yang menunjukan desain sisi laut pelabuhan kapal wisata secara lengkap
dengan beberapa fasilitas yang terdapat didalamnya, seperti alur pelayaran dengan lebar 86,5 m, kolam putar dengan
ukuran 39741 m2, area tambat dengan ukuran 2700 m2, dan beberapa fasilitas pelabuhan dan seaplane base
didalamnya.
Gambar 5. Desain sisi laut Pelabuhan Kapal Wisata
Gambar 6. Detail Desain Pelabuhan Kapal Wisata
Muhammad Rifqi Habibi et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70 69
Pada gambar 6 menunjukan detail desain pelabuhan kapal wisata dengan beberapa fasilitas didalamnya dengan
beberapa fasilitas didalamnya, berdasarkan keterangan diatas nomor 1 menunjukan sarana komunikasi pelabuhan
seperti mercusuar, radio pantai, dan rumah dinas operasional, nomor 2 menunjukan sarana akomodasi pelabuhan
seperti kantor pelabuhan, tempat parkir bus, genset, Workshop, Fresh Water Tank, Fuel Oil Tank, tempat parkir mobil
tangka, dan tempat parkir mobil bagasi, nomor 3 menunjukan terminal penumpang dengan beberapa fasilitas
didalamnya, nomor 4 dermaga kapal dengan kapasitas penampungan 14 kapal dengn panjang 20 m, dan 2 kapal
dengan panjang 37,5 m, nomor 5 menunjukan Travel Agency dengan kapasitas 8 kantor Travel Agency, nomor 6
menunjukan Biliard, Restaurant & Bar dengan beberapa fasilitas didalamnya, nomor 7 menunjukan Gudang alat
rekreasi sebagai tempat penyimpanan alat-a;at rekreasi dipantai, nomor 8 menunjukan Cottage Honai Resot dengan
kapasitas 13 Cottage dengan fasilitas 2 kamar dan 1 ruang keluarga, nomor 9 menunjukan klinik kesehatan dengan
fasilitas kesehatan didalamnya dan 1 Ambulance, nomor 10 menunjukan Police Station dengan fasilitas keamanan
didalamnya dan 1 buah kendaran patrol, nomor 11 menunjukan Taman rekreasi dengan fasilitas didalmnya seperti
kolam renang, lapangan basket, lapangan tennis, tempat Gym Outdoor, tempat sepeda dengan kapasitas 20 sepeda
yang tersedia dan restaurant ditengah taman rekreasi, nomor 12 menunjukan akses jalan, nomor 13 menunjukan
tempat parkir Seaplane dengan kapasitas 4 seaplane dengan fasilitas didalamnya yaitu seperti Gas Station, dan 1
hanggar, nomor 14 menunjukan Terminal Penumpang Seaplane dengan fasilitas didalamnya, nomor 15 menunjukan
dermaga untuk Seaplane dengan kapasitas 4 seaplane.
Desain Seaplane Bases
Perencanaan seaplane bases dirancang untuk mendukung kegiatan pariwisata dalam rangka meningkatkan
aksesabilitas terhadap lokasi destinasi pariwisata khususnya untuk wisatawan high end. Jenis pesawat yang dapat
digunakan berupa kapal seaplane maupun Wing in Ground Effect (WIG) (Syamsuar, 2013). Gambar 7
memperlihatkan detail design untuk seaplane bases dilpelabuhan.
Gambar 7. Detail Desain Seaplane Bases
Pada gambar 7 menunjukan detail desain Seaplane Bases, berdasarkan keterangan diatas nomor 1 menunjukan
tempat parkir seaplane tempat parkir Seaplane dengan kapasitas 4 seaplane dengan fasilitas didalamnya yaitu seperti
Gas Station, dan 1 hanggar, nomor 2 menunjukkan terminal penumpang untuk Seaplane dengan fasilitas didalamnya
kapasitas 320 penumpang, nomor 3 menunjukan dermaga seaplane dengan kapasitas 4 seaplane, nomor 4 menunjukan
Anchorage Areas dengan kapasitas 2 seaplane dengan jarak antar sayap seaplane 38 m, nomor 5 menunjukan Turning
Basin dengan luas 60 m2, nomor 6 menunjukan landasan air Seaplane dengan lebar 61 m dan panjang 305 m, nomor
7 menunjukan Taxi Channel dengan lebar 38 m.
4. Kesimpulan
Dari hasil analisa, proyeksikan jumlah kunjungan wisatawasan yang menggunakan analisis pertumbuhan,
proyeksi selama 5 dan 20 tahun didapatkan jumlah potensial wisatawan yang turun dan naik di pelabuhan waisai. Dari
tahun 2023 Hingga tahun 2035 pertumbuhan wisatawan mengalami kenaikan mulai dari 63% hingga maksimum
70 Muhammad Rifqi Habibi, et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 61-70
sebesar 488% di tahun 2035. Hal ini menjadikan perlunya dilakukan pengembangan dermaga dan fasilitas lainnya
yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi sarana transportasi dengan konsep multimoda, yang memadukan
moda transportasi laut dan udara dengan seaplane. Dalam proses perencanaan pengembangan pelabuhan ini dibuat 3
tahapan, yaitu tahapan 1 pada tahun 2020, Tahapan 2 pada tahun 2027, dan tahapan 3 pada tahun 2034.
Daftar Pustaka
Ardiwidjaja, Roby. 2016. Pelestarian Warisan Budaya Bahari: Daya Tarik Kapal Tradisional Sebagai Kapal Wisata.
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol 25 No. 1, Mei 2016 (Halaman 65-74). Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kepariwisataan.
Ballis, A., Moschovou, T., Pagonakis, M., & Zachariadis, N. (2018, June). Perspectives for the development of the
Greek water airports and seaplane services. In 7th International Symposium and 29th National Conference on
Operational Research the contribution of Operational Research, new technologies and innovation in
agriculture and tourism.
Badan Pusat Statistik. 2019. Jumlah Kunjungan Wisata. Data Dinamis. Diakses 2 Desember 2019.
Dwitama, Nurul Fajri dan Shanty Manullang. 2019. Tinjauan Tingkat Kepuasan Penumpang Terhadap Fasilitas Di
Pelabuhan Pangkal Balam. Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (1), 20-29 vol issue: 2019
Fadillah, A., Manullang, S., Habibi, M. R., & Pratama, P. (2019, December). Penerapan Ecoport pada Pelabuhan
Kapal Wisata. In Seminar MASTER PPNS (Vol. 4, No. 1, pp. 25-34).
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kepulauan Raja Ampat. 2018. Data Kunjungan Kapal di Raja Ampat
Manik, Trimaijon, Fatnanta. 2016. Analisis Kelayakan Panjang Dermaga Curah Cair Berdasarkan Data Kunjungan
Kapal Di Pelabuhan Dumai. Jurnal Online Mahasiswa Bidang Teknik dan Sains. Vol.3. No.2
Nasution, S., Nasution, M. A., & Damanik, J. 2005. Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Kualitas Objek dan
Daya Tarik Wisata (ODTW) Sumatera Utara.
Nugraha, Yudhistira Ardhi. 2017. “Desain Etnik Yacht Sebagai Sarana Wisata Di Pulau Lombok”. Dalam JURNAL
TEKNIK ITS Vol. 6, No.2. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Paulus, M., Devie. 2013. Analisa Pengaruh Penggunaan Benchmarking Terhadap Keunggulan berssaing dan Kinerja
Perusahaan. Business Accounting Review, 1(2), 39-49.
Purwanti, A. 2013. Penataan dan Peningkatan Infrastruktur Sebagai Salah Satu Strategi Komunikasi Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kota Batam Dalam Visit Batam. Jurnal Charta Humanika, 1(1), 1-25.
Supriyadi, Indarto Happy. 2017. Kondisi Terumbu Karang, Lamun Dan Mangrove Di Suaka Alam Perairan
Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 23 Nomor 4
(halaman 241-252). Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Syamsuar, S. 2013. Uji Prestasi Pesawat Terbang Wing In Ground Effect Saat Hydro Planning. Warta Penelitian
Perhubungan, 25(7), 460-467.
Witomo, C. M., Firdaus, M., Soejarwo, P. A., Muawanah, U., Ramadhan, A., Pramoda, R., & Koeshendrajana, S.
(2017). Estimasi Kerugian Ekonomi Kerusakan Terumbu Karang Akibat Tabrakan Kapal Caledonian Sky Di
Raja Ampat. Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 3(1), 7-19.
Yuwanda, Muhammad Ridho. 2016. “Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau”
Dalam Reka Racana: Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Volume 2 No. 4 (halaman 22-32). Bandung:
Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional.
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71–82
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 811 902 596
E-mail: [email protected]
doi: http://dx.doi.org/10.25104/transla.v21i1.1329
1411-0504 / 2548-4087 ©2019 Jurnal Penelitian Transportasi Laut. Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Pengembangan Model Terminal Curah Cair Dengan Metode Simulasi Diskrit
The Development Of Liquid Bulk Terminal Model Using Discrete Event
Simulation
Della Pratama Susetyo1, Armand Omar Moeis1*, Dimas Kunto Wibisono2
1) Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia,
Jalan Kampus Baru UI, Depok 16424, Indonesia 2) PT Pertamina International Shipping,
Jalan. Gatot Subroto No.3, Jakarta 12950, Indonesia
Diterima 11 Nov 2019, diperiksa 12 Des 2019, disetujui 29 Des 2019
Abstrak
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, konsumsi BBM dan BBG semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan tersebut menyebabkan bertambahnya kuantitas kapal tanker untuk mendistribusikan BBM dan BBG ke
lokasi tujuan. Kapasitas pelabuhan tidak dapat mengimbangi kuantitas kapal tanker yang meningkat pesat sehingga
terbentuk antrian kapal di pelabuhan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model simulasi untuk mengevaluasi
aspek-aspek operasional pada proses bongkar muat BBM dan BBG di sebuah terminal transit di Indonesia agar didapat
keputusan investasi yang tepat. Metode sistem diskrit yang digunakan dalam penelitian ini mampu menggambarkan
dan mengevaluasi proses dan kegiatan kapal di pelabuhan berdasarkan sistem nyata. Penelitian menunjukkan bahwa
perbaikan waktu pada kegiatan bongkar muat kapal menggunakan skenario yang diuji dapat mengurangi antrian kapal
dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Tiga skenario yang diuji untuk mengurangi waktu antrian kapal adalah
penambahan kuantitas jetty, pembuatan prioritas pelayanan kapal Medium Range dan Small 2, dan implementasi
simultaneous pumping pada kegiatan bongkar kapal.
Kata Kunci: Antrian Kapal, BBM dan BBG, Bongkar Muat Kapal, Simulasi Sistem Diskrit
Abstract
Along with economic growth, the consumption of oil and gas fuel has increased from time to time. The increase
of oil and gas fuel usage has resulted in the rise of the number of tanker ships to distribute both types of cargo all
over Indonesia. The capacity of ports can’t keep with the drastic increase in the number of tanker ships, and thus,
queues of vessels are formed in many ports. This research aims to construct a simulation model to evaluate the
operational aspects of a loading and discharge process for oil and gas fuel in a transit terminal in Indonesia to make
the right investment choice. Discrete Event Simulation method that is used in this research is capable of visualizing
and evaluating the processes and activities of tanker ships in a port based on the real system. This research shows
that the improvement of time during the loading and discharge process using the scenarios tested can reduce ship
queue time and logistic price. The three scenarios to reduce ship queue time are the addition of jetty quantity,
prioritization of ship service for Medium-Range and Small 2 ships, and the implementation of simultaneous pumping
in the unloading process.
Keywords: Ship Queue, Oil and Gas, Ship Loading and Unloading Port, Discrete Event Simulation
1. Latar Belakang
Fenomena pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara.
Menurut Setiawan et.al. (2019) terjadi hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dengan konsumsi energi
para penggunanya (Ernita et.al., 2013).
Indonesia memiliki peningkatan kebutuhan akan bahan bakar minyak/BBM dan bahan bakar gas/BBG
(Budya & Arofat, 2011) . Distribusi kedua jenis bahan bakar tersebut dilakukan melalui moda transportasi laut. Dari
segi kapasitas muatan atau beban yang dibawa, transportasi laut adalah sistem transportasi yang ekonomis dan paling
efektif dibandingkan dengan sistem lainnya (Dwarakish & Salim, 2015; Stopford, 2009).
Banyaknya permintaan konsumsi menyebabkan kapal tanker yang beroperasi untuk melakukan proses
72 Della Pratama Susetyo et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82
distribusi semakin bertambah secara kuantitas. Akan tetapi, pertumbuhan infrastruktur pelabuhan tidak dapat
menyeimbangi pesatnya pertumbuhan jumlah kapal yang beroperasi dan bertambat di pelabuhan. Hal tersebut
menyebabkan terdapatnya antrian kapal-kapal di pelabuhan. Salah satu kegiatan yang mempengaruhi panjangnya
antrian kapal adalah proses bongkar muat kapal (Kazemi & Szmerekovsky, 2015). Rata-rata lama waktu kapal di
pelabuhan (di industri hilir migas) adalah 63 jam atau 2,6 hari, dimana dalam rentang waktu kurang lebih satu tahun,
lama waktu yang dihabiskan kapal di laut adalah 131 hari (36%) dan di pelabuhan sebanyak 243 hari (64%). Antrian
di pelabuhan dapat menimbulkan kerugian berupa biaya logistik yang besar dikarenakan biaya sandar dan sewa kapal
yang mahal, serta dapat menyebabkan keterlambatan kapal-kapal lainnya. Proses yang menjadi fokus untuk
pengurangan waktu di dalam sistem pada penelitian ini adalah proses bongkar muat bahan bakar minyak dan gas.
Penelitian ini akan mengkaji proses-proses yang terjadi pada pelabuhan yang dilakukan dari sudut pandang
sistem melalui perancangan model simulasi sistem diskrit. Aspek-aspek yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian
ini adalah antrian kapal untuk memasuki dermaga, laytime kapal, waktu pelayanan sebuah kapal ketika sandar, dan
waktu keseluruhan sebuah kapal di dalam pelabuhan. Fokus dari penelitian yaitu proses bongkar muat BBM dan BBG
pada sebuah terminal transit di Indonesia dengan periode penelitian satu tahun. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan model antrian kapal untuk menguji skenario kebijakan investasi yang paling ekonomis dan efisien dalam
mengurangi waktu antrian kapal.
Tinjauan Teoritis
Kargo dengan jenis bulk atau benda curah merupakan jenis kargo yang tidak dikemas. Kargo curah dapat
dikelompokkan menjadi kargo curah cair seperti minyak mentah, produk-produk minyak, produk kimia, dan minyak
sayur, dan kargo curah kering berbentuk butiran serti biji besi, gula, garam, dan senyawa kimia (pupuk, biji plastik,
resin bubuk, serat sintetis, dsb).
Bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas (BBG) yang merupakan fokus dari penelitian ini termasuk
ke dalam jenis kargo curah cair. Kargo berbentuk cair ini dimuat dan dibongkar melalui satu bagian kapal yaitu di
manifold sentral kapal. Hal ini menyebabkan peralatan bongkar muat tidak diperlukan untuk berada di seluruh bagian
kapal untuk melakukan pelayanan bongkar muat. Oleh karena itu, terminal untuk kargo curah cair berbeda karena
kapal tidak membutuhkan perimeter dermaga yang panjang untuk melakukan proses bongkar muat (Ligteringen &
Velsink, 2014). Selain ukuran dermaga yang dibutuhkan, terdapat beberapa aspek lain yang berhubungan dengan
dimensi dan sifat dari fasilitas dermaga yang dibutuhkan oleh kapal dengan angkutan kargo curah cair.
Oil Tanker merupakan kapal pengangkut produk-produk minyak melintasi laut, yang terbagi menjadi dua
kategori yaitu minyak mentah dan minyak yang telah diolah menjadi produk seperti BBM. Transportasi minyak
mentah biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal tanker berukuran besar atau Very Large Crude Carrier
(VLCC) dengan kapasitas 200.000 ton atau lebih, sedangkan transportasi minyak olahan menggunakan kapal yang
lebih kecil. Berikut merupakan dimensi dari oil tanker dengan berbagai ukuran.
Tabel 1. Dimensi Oil Tanker
DWT [t] water displacement
[t]
length
Loa [m]
width
[m]
fully loaded
draught [m]
fully loaded
freeboard [m]
20,000 26,000 175 21.4 9.2 2.9
50,000 65,000 230 31.1 11.6 3.7
70,000 87,000 245 35.4 12.8 4.0
100,000 125,000 272 39.7 14.6 4.6
150,000 185,000 297 44.2 17.1 5.5
200,000 240,000 315 48.8 18.9 6.4
250,000 295,000 338 51.8 20.1 7.3
325,000 375,000 346 53.4 24.7 7.3
442,000 500,000 379 68.0 24.5 9.5
Sumber: Lighteringen & Velsink (2014)
Gas alam diolah menjadi dua produk yaitu LNG (Liquefied Natural Gas) dan LPG (Liquefied Petroleum Gas).
Kedua produk tersebut ditransportasikan melalui laut setelah dilakukan proses likuidasi yaitu pengubahan fase gas
alam yang dikondensasikan dengan suhu sekitar -161oC menjadi berwujud cair untuk mengurangi volumenya
sehingga transportasi lebih ekonomis. Transportasi maritim untuk LNG (sebagian besar metana, densitas relatif 0,45)
dan LPG (campuran dari propana dan butana, densitas relatif 0,6) terjadi dalam keadaan didinginkan atau dibekukan.
Terdapat dua tipe kapal yang dikategorikan berdasarkan jenis gas tersebut yaitu Liquefied Natural Gas dan Liquefied
Petroleum Gas Carriers. LNG dikondensasikan pada suhu yang rendah dan diberikan tekanan sedikit lebih tinggi
diatas tekanan atmosfer, sedangkan LPG ditransportasikan dengan tiga kondisi berbeda, yaitu 1) Dibekukan
sepenuhnya diatas tekanan level atmosfer, 2) Dibekukan dengan tekanan pada temperatur dibawah suhu ruangan dan
diatas tekanan level atmosfer dan 3) Diberikan tekanan penuh pada suhu ruangan. Berikut pada tabel 2 merupakan
dimensi dari liquid gas carrier.
Della Pratama Susetyo et.al / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82 73
Tabel 2. Dimensi Liquid Gas Carrier
cargo
[m3]
water displacement
[t]
length
Loa [m]
width
[m]
fully loaded
draught [m]
fully loaded
freeboard [m]
10,000 15,000 138 19.2 7.0 4.3
35,000 43,000 187 27.0 10.5 7.8
75,000 69,000 220 34.8 11.5 9.2
125,000 110,000 278 42.0 13.6 14.5
210,000 149,000 315 50.0 12.5 14.5
266,000 179,000 345 53.8 12.2 14.8
Sumber: Ligteringen & Velsink (2014)
Pada setiap kapal, terdapat batas minimum dari sarat air kapal (draft) atau jarak vertikal antara garis air sampai
dengan lunas kapal yang harus dipenuhi sebagai salah satu persyaratan kapal untuk dapat berlayar (Wijnolst &
Wergeland, 2009). Semakin berat muatan kapal, semakin dalam kapal masuk ke dalam air. Ketika sebuah kapal tidak
memiliki muatan yang cukup berat untuk mencapai ketentuan draft minimum, berat tambahan diperlukan untuk
mengimbangi daya apung untuk mengkompensasikan kurangnya perendaman baling-baling, inklinasi transversal dan
longitudinal air laut, serta tekanan lainnya pada lambung kapal. Material yang digunakan sebagai penambahan berat
pada kapal disebut ballast. Secara historis, material untuk ballast berwujud solid, tetapi sejak besi digunakan sebagai
material dasar untuk kapal sekitar pertengahan abad ke-19, ballast menggunakan air laut (ballast water) yang dimuat
ke dalam tangki karena teruji lebih efisien. Sedangkan, ketika kapal bermuatan penuh, air laut pada tangki ballast
dikosongkan atau yang disebut dengan deballasting. Sistem tersebut digunakan untuk memenuhi persyaratan draft
minimum pada kapal.
Terdapat perbedaan pada draft kapal pada pengangkut LPG/LNG dan minyak mentah/BBM. Draft pada tangki
ballast kapal LPG hanya tidak berbeda jauh dengan draft ketika kapal sedang bermuatan penuh karena keharusan
kapal untuk mengangkut air ballast dalam kuantitas besar untuk alasan stabilitas.
Tabel 3. Perbedaan Dimensi Kapal LNG dan VLCC
Keterangan
LNG 133,000
[m3]
VLCC
150,000 [t]
length [LBP] 280 297
width [m] 42 44
draught [m] 11.5 17.1
load capacity [t] 60,000 150,000
loaded freeboard [m] 14.5 - 16.5 5.5
Sumber: Lighteringen & Velsink, 2014
2. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi sistem diskrit. Menurut Banks, et. al. (2014),
simulasi sistem diskrit adalah proses pengkodean perilaku sistem yang kompleks sebagai urutan-urutan kejadian yang
terdefinisi dengan baik.
Simulasi sistem diskrit umumnya digunakan untuk memantau dan memprediksi perilaku pada sistem untuk
membuat suatu keputusan atau kebijakan investasi. Model simulasi dibuat sedekat mungkin dengan keadaan sistem
pada realitas sebagai bentuk trial and error yang memungkinkan pembuat keputusan untuk melihat sistem dari sudut
pandang yang lebih detil untuk menghemat waktu, biaya, dan lain-lain.
Distribusi Probabilitas Diskrit
Distribusi probabilitas merupakan uji statistik yang digunakan untuk memastikan bahwa simulasi sesuai
dengan populasi yang diwakilinya. Distribusi probabilitas menunjukkan besarnya peluang dari setiap hasil yang
muncul dalam suatu percobaan acak (random). Lebih lanjut dijelaskan jenis-jenis distribusi probabilitas diskrit.
Distribusi uniform
Variabel random X memiliki distribusi uniform diskrit jika setiap nilai n pada jangkauan x1 ,x2 , …, xn memiliki
peluang yang setara. Sehingga,
f(xi) = 1
𝑛 ............................................ (1)
Dimana f(x) merepresentasikan fungsi massa peluang atau probability mass function (PMF).
Distribusi binomial
Jika suatu percobaan memiliki dua hasil keluaran, dilambangkan dengan S untuk sukses dan G untuk gagal
dengan
P(G) = p dan P(G) = 1 – p ............... (2)
74 Della Pratama Susetyo et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82
Percobaan tersebut disebut Bernoulli trial. Jika dilakukan eksperimen secara acak dengan mengulang sebanyak
n kali percobaan Bernoulli yang independen, sehingga variabel acak X merepresentasikan jumlah percobaan yang
sukses pada n kali percobaan memiliki distribusi binomial. Nilai yang memungkinkan untuk variabel acak binomial
X bergantung pada jumlah percobaan Bernoulli yang direplikasi secara independen, dan adalah {0, 1, 2, . . ., n}.
Sebelum dilakukan eksperimen, jumlah sukses yang akan terjadi tidak diketahui dan dapat berjumlah nol sukses, atau
sebanyak n sukses.
Distribusi multinomial
Jika sebuah percobaan memiliki lebih dari dua kemungkinan hasil maka percobaan tersebut merupakan
distribusi multinomial. Jika sebuah percobaan memiliki kemungkinan hasil yaitu E1, E2, . . . , Ek dengan peluang
masing-masing p = {p1, p2, . . ., pk} maka distribusi peluang dari variabel random X = {X1, X2, . . . Xk} yang
menggambarkan jumlah kemunculan E1, E2, . . . Ek dalam n percobaan independen akan mengikuti distribusi
multinomial dengan fungsi kepadatan peluang (pdf).
f(x; n, p) = 𝑛!
𝑥1!𝑥2! . . . 𝑥𝑘!𝑝2
𝑥1 . . . 𝑝𝑘𝑥𝑘 ........... (3)
dimana
x1 + x2 + . . . + xk = n ................ (4)
p1 + p2 + . . . + pk = 1 ............... (5)
Distribusi hipergeometrik
Jika X adalah jumlah dari S pada sampel yang sepenuhnya acak dengan ukuran n yang didapat dari populasi
yang terdiri dari M jumlah S dan N – M jumlah F sehingga X memiliki distribusi hipergeometrik.
PMF h(x; n, M, N) dari sebuah distribusi hipergeometrik tidak bernilai nol dan hanya merupakan nilai
bilangan bulat x yang memenuhi max(0, n – N + M) ≤ x ≤ min(n,M)
P(X = x) = h(x; n, M, N) = (
𝑀𝑥
)(𝑁−𝑀𝑛−𝑧
)
(𝑁𝑛
)............... (6)
Distribusi Poisson
Proses Poisson dihasilkan dari serangkaian kejadian diskrit yang terjadi seiring berjalannya waktu atau
kontinum lainnya seperti jarak dan memiliki kondisi 1) Terdapat parameter α < 0 sehingga pada interval waktu yang
singkat dengan panjang ∆t, peluang dari suatu kejadian adalah α ∙ ∆t; 2) Peluang terjadinya lebih dari satu kejadian
pada suatu interval yang pendek adalah nol; 3) Jumlah kejadian pada suatu interval bersifat independen terhadap
jumlah dari kejadian yang terjadi sebelum interval tersebut. Proses tidak memiliki “ingatan” sehingga dapat diulang.
Pengujian Distribusi Data
Prosedur pengujian data kedatangan kapal digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk fungsi dari populasi.
Pengujian distribusi pada data terbagi menjadi beberapa kategori berdasarkan sifat data tersebut. Uji yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah distribusi Poisson. Pada uji distribusi Poisson untuk data kedatangan kapal pada
proses bongkar muat. Dalam kedua uji tersebut berlaku hipotesis 1) H0: Data mengikuti distribusi Poisson; dan 2)
H1: Data tidak mengikuti distribusi Poisson.
Penentuan pada uji distribusi dilakukan dengan melakukan komparasi pada taraf signifikansi atau
significance level (α) dengan P-value. Taraf signifikasi biasanya adalah sebesar 0,05 dan mengindikasikan risiko
sebesar 5% untuk sebuah konklusi bahwa data tidak mengikuti distribusi Poisson ketika data tersebut mengikuti
distribusi Poisson.
Data yang digunakan merupakan data frekuensi kedatangan kapal per bulan untuk proses bongkar dan muat,
serta empat jenis ukuran kapal.
Della Pratama Susetyo et.al / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82 75
Gambar 1. Uji Goodness-of-Fit Distribusi Poisson
P-Value yang dihasilkan oleh uji Goodness-of-Fit distribusi Poisson pada frekuensi kedatangan kapal setiap
bulannya menunjukkan nilai 0,230, dimana taraf signifikansi adalah sebesar 0,05. Hipotesis nol tidak ditolak
sehingga data mengikuti distribusi Poisson, yang terlihat pada gambar 1.
Distribusi Waktu Bongkar Muat Kapal
Waktu yang digunakan untuk melakukan proses bongkar atau muat pada kapal berbeda untuk setiap ukuran
kapal. Kapal yang merupakan objek penelitian merupakan kapal tanker minyak dengan tipe yang berdasarkan
ukuran yaitu General Purpose dan Medium Range, sedangkan kapal gas dengan tipe berdasarkan ukuran yaitu
Small 1 dan Small 2. Hipotesisnya adalah 1) H0: Data mengikuti uji distribusi yang diuji; dan 2) H1: Data tidak
mengikuti uji distribusi yang diuji.
>=2822 - 24<=2125 - 27
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
Frekuensi Kedatangan Kapal
Co
ntr
ibu
ted
Valu
e
Chart of Contribution to the Chi-Square Value by Category
76 Della Pratama Susetyo et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82
Gambar 2. Uji Distribusi Normal pada Waktu Bongkar Muat Kapal
Uji distribusi normal pada keempat tipe kapal menghasilkan P-Value sebesar 0,497 untuk kapal dengan tipe
General Purpose, 0,364 untuk kapal dengan tipe Medium Range, dan 0,195 untuk kapal dengan tipe Small 2, dimana
keempat hasilnya lebih besar dari α yaitu 0,05. Hipotesa nol tidak ditolak untuk ketiga jenis kapal tersebut, sehingga
data interval kedatangan kapal mengikuti distribusi normal, dimana terlihat pada gambar 2.
Distribusi Interval Kedatangan Kapal
Gambar 3. Uji Distribusi Normal pada Interval Kedatangan Setiap Kapal
Hipotesis yang berlaku untuk pengujian distribusi normal pada gambar 3 adalah 1) H0: Data mengikuti uji
distribusi yang diuji; dan 2) H1: Data tidak mengikuti uji distribusi yang diuji.
Uji distribusi normal menghasilkan P-value 0,112 untuk kapal General Purpose dengan kegiatan muat,
0,244 untuk kapal Medium Range, 0,701 untuk kapal Small 1, 0,413 untuk kapal Small 2, dan 0,914 untuk kapal
General Purpose dengan kegiatan bongkar. Kelima hasil menunjukkan P-value yang lebih besar dari taraf
signifikansi (α) yaitu 0,05. Hipotesa nol tidak ditolak, sehingga data interval kedatangan kelima tipe kapal
mengikuti distribusi normal.
Kerangka Perancangan Model
Model Konseptual terdiri atas input, proses, dan output, dimana input dari model konseptual merupakan
frekuensi kedatangan kapal, interval kedatangan kapal, jumlah dan jenis kapal, dan kapasitas penanganan pelabuhan.
Sementara proses yang dilakukan oleh kapal BBM dan BBG di dalam terminal transit pada penelitian ini mencakup
(1) Datangnya kapal ke pelabuhan (dalam hal ini jetty); (2) Penambatan kapal; (3) Menunggu pemberian Notice of
Readiness (NOR); (4) Negosiasi pumping rate; (5) Pemasangan pipa ke manifold kapal; (6) Proses bongkar atau muat;
(7) Pelepasan pipa dari manifold kapal; (8) Melakukan sounding kargo dan mengkalkulasi volume kargo; (9)
Pengumpulan dokumen kargo dan pengecekan kelengkapan; (10) Pelepasan kapal dari tempat sandar; (11) Berlayar
kembali ke laut.
Output dari model konseptual adalah waktu pelayanan kapal, waktu tunggu kapal, waktu keseluruhan kapal di
dalam sistem, serta jumlah kapal yang dilayani.
Della Pratama Susetyo et.al / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82 77
Gambar 4. Model Konseptual Sistem Antrian Kapal (diadaptasi dari: Thissen & Walker, 2013)
Model Simulasi
Tahap-tahap dalam pembuatan model adalah membangun layout model, melakukan input data ke dalam model,
mengatur alur pergerakan pada sistem secara kronologis, memberikan logic yang sesuai, dan menjalankan model
simulasi.
Layout model disesuaikan dengan keadaan di sistem nyata dan disimplifikasikan. Pembangunan layout model
yang semakin rinci dapat memberikan nilai estetika yang lebih baik, sehingga model dapat memberikan gambaran
dari sistem nyata secara lebih akurat.
Input data ke dalam model mencakup jumlah entitas yang diteliti, waktu berbagai kegiatan, baik waktu
menunggu suatu proses maupun proses operasinya, yang dilalui entitas di dalam sistem, serta data lainnya dengan
rentang kedatangan entitas pada sistem dan keluarnya entitas dari sistem.
Alur pergerakan yang terjadi pada sistem di model harus sesuai dengan sistem nyata, dimana jika alur tidak
terjadi secara kronologis, maka model tidak dapat dikatakan telah merepresentasikan sistem. Alur pergerakan serta
kegiatan dan operasi yang terjadi di sistem diatur oleh peneliti sesuai dengan deskripsi dan presisi yang diterjemahkan
ke dalam logic pada perangkat lunak. Logic mengatur pergerakan serta skala prioritas entitas yang diteliti.
Jika langkah-langkah sebelumnya telah dilakukan dengan tepat dan tidak terdapat kesalahan pada data maupun
logic, model akan dapat dijalankan untuk dilakukan simulasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan.
Pengembangan Skenario
Penambahan kuantitas jetty pada dermaga merupakan solusi yang instan untuk mengurangi antrian kapal dan
mengurangi waktu pelayanan pada proses operasional serta relatif mudah untuk diterapkan pada model, namun
biayanya mahal sehingga perlu dilakukan pertimbangan dan analisis dari segi biaya.
Ukuran jetty yang ditambahkan di dermaga sama dengan dua jetty yang telah ada, pada kedalaman minus 14,5
meter LWS dengan kapasitas 6.000 sampai dengan 35.000 DWT. Breasting dolphin pada jetty adalah dua unit dengan
jarak antara keduanya adalah 60 meter. Skenario penambahan jetty memungkinkan untuk diimplementasikan dari segi
konstruksi dan infrastruktur pelabuhan yang diteliti.
Pada umumnya, sistem pelayanan yang diterapkan pada kapal adalah FIFO (First In, First Out), dimana
kapal akan dilayani sesuai dengan urutan kedatangannya. Sistem FIFO tidak memperhitungkan perbedaan pada
biaya sewa kapal dengan ukuran yang berbeda. Pembangunan skenario ini didasari dengan kesadaran bahwa lama
waktu kapal menunggu untuk setiap jenis kapal dengan ukuran dan biaya sewa berbeda tidak dimasukkan ke dalam
perhitungan efisiensi biaya yang harus dikeluarkan.
Kapal yang diprioritaskan adalah Medium Range dan Small 2 karena kedua jenis kapal tersebut memiliki
78 Della Pratama Susetyo et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82
charter rate per hari yang lebih mahal dibandingkan dengan jenis kapal lainnya karena ukurannya yang besar .
Implementasi Simultaneous Pumping pada kapal tanker pengangkut minyak dan gas pada umumnya
memiliki tiga tangki kargo dengan jenis yang berbeda di dalam kapal, akan tetapi kegiatan bongkar kargo dilakukan
dengan menggunakan satu buah pipa atau hose yang disambungkan pada manifold kapal yang berarti proses
pumping untuk ketiga tangki dilakukan satu persatu secara tidak bersamaan. Simultaneous pumping adalah
teknologi yang dapat digunakan untuk memompa kargo dari ketiga tangki kapal ke tangki timbun di darat secara
bersamaan dengan menggunakan tiga pipa berbeda dengan rate masing-masing pipa yang tidak berubah
kecepatannya, sehingga dapat mempersingkat waktu pada proses bongkar kargo.
Pompa pada teknologi simultaneous pumping disambungkan pada kapal, sehingga jenis dan ukurannya
berbeda-beda untuk setiap kapal. Biaya untuk simultaneous pumping tidak dapat dikalkulasikan karena spesifikasi
yang berbeda-beda. Dari segi infrastruktur dan konstruksi, skenario ini feasible untuk dilakukan karena tidak
memakan ruang yang besar atau terdapat perubahan yang mendasar dari pumping hose sebelumnya.
Skenario ini dibangun dengan melihat bahwa tangki kargo lainnya idle ketika sebuah tangki sedang
dibongkar, sehingga hal tersebut dapat diefisienkan dengan teknologi simultaneous pumping.
3. Hasil dan Pembahasan
Verifikasi dan Validasi Model
Validasi adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi, merupakan
representasi berarti dan akurat dari sistem nyata (Stahlbock & Voß, 2008). Terdapat banyak metode validasi yang
dapat digunakan untuk membuktikan validitas model sehingga merepresentasikan sistem nyata. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode komparasi output dari model dengan sistem nyata menggunakan uji validasi statistik
menggunakan perangkat lunak Minitab (2010).
Input dalam data yang dimasukkan ke dalam model berfungsi sebagai dasar dari pembangunan model sehingga
jika input dan flow dari model akurat, model simulasi akan mengeluarkan informasi yang serupa dengan sistem nyata
setelah dijalankan. Data input yang dimaksud adalah jumlah kapal untuk setiap jenisnya yang berhasil keluar dari
sistem sebanyak 239 total kapal berdasarkan periode waktu simulasi pada dunia nyata, yaitu selama satu tahun.
Proses validasi statistik dilakukan dengan membandingkan data pada sistem nyata dengan data yang dihasilkan
oleh model simulasi.
Output yang dihasilkan oleh model dikomparasikan dengan sistem yang berada di dunia nyata untuk
memastikan kemiripan variasi model dan sistem nyata. Uji hipotesa yang dilakukan adalah uji Chi-Squre, dengan
hipotesa 1) H0: x2 = y2; model dapat merepresentasikan sistem nyata;dan 2) H1: x2 ≠ y2; model tidak dapat
merepresentasikan sistem nyata; dimana x merepresentasikan hasil simulasi dari model dan y merepresentasikan
sistem nyata. Hasil yang didapat dari uji Chi-Square melalui uji Chi-Square Test for Association terlihat pada gambar
5.
Gambar 5. Uji Chi-Square pada data Model dan Sistem Nyata (dalam menit)
P-Value yang dihasilkan oleh Chi-Square Test for Association untuk mengetahui variansi pada waktu setiap
tipe kapal di sistem nyata dan model menunjukkan nilai 0,740, dimana taraf signifikansi adalah sebesar 0,05. Hipotesis
nol tidak ditolak sehingga model tervalidasi dan dapat merepresentasikan sistem nyata.
Verifikasi pada model dilakukan untuk membuktikan akurasi dari implementasi model dan data yang
digunakan untuk membangun model. Selain itu, verifikasi pada model dilakukan untuk memastikan bahwa model
telah merepresentasikan deskripsi yang diberikan serta spesifikasi tertentu oleh pemodel.
Model simulasi pada penelitian ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Promodel (2009), dimana
proses verifikasi pada model dilakukan dengan menguji error yang terdapat pada model simulasi. Model simulasi
tidak akan berjalan jika masih terdapat error pada input atau proses pada model, atau jika terdapat data yang tidak
Della Pratama Susetyo et.al / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82 79
bersinkronisasi dengan data lainnya. Jika terdapat kesalahan, perangkat lunak akan memberitahu area yang perlu
diperbaiki, baik itu data input maupun proses atau kesalahan logic.
Model dapat dikatakan telah terverifikasi jika data input dan proses pada model sudah sesuai sehingga model
dapat dijalankan dan mengeluarkan output. Model antrian kapal pada penelitian ini telah dapat dijalankan dan
disimulasikan, seperti yang terlihat pada tabel 4.
Tabel 4. Verifikasi Model
No Detail Model Model Sistem Nyata Kesesuaian
1 Jumlah Jetty 2 2 Sesuai
2
Jumlah kapal General
Purpose yang keluar dari
sistem
79 79 Sesuai
3 Jumlah kapal Medium Range
yang keluar dari sistem 47 47 Sesuai
4 Jumlah kapal Small 1 yang
keluar dari sistem 6 6 Sesuai
5 Jumlah kapal Small 2 yang
keluar dari sistem 107 107 Sesuai
6 Jumlah Tangki Timbun 8 8 Sesuai
7 Jumlah kapal yang masuk ke
dalam sistem 239 239 Sesuai
8 Waktu simulasi 7368 jam 307 hari Sesuai
Simulasi Model
Model dirancang dengan data input dan sebaran distribusi data yang telah diuji sebelumnya disimulasikan
untuk mendapatkan output yang representatif terhadap sistem nyata. Hasil dari model simulasi dianalisis untuk
kemudian diuji akurasinya melalui proses validasi data. Data yang dihasilkan oleh model adalah terlihat pada gambar
6.
Gambar 6. Aktivitas Entitas pada Model
Data pada kolom Blocked merupakan rata-rata waktu antrian kapal di kolam pelabuhan untuk empat ukuran
dan kegiatan kapal dalam menunggu ketersediaan jetty. Berdasarkan data diatas, dapat dihitung rata-rata waktu
menunggu untuk setiap tipe kapal yang datang di pelabuhan dalam satuan hari (ringkasan pada tabel 5).
80 Della Pratama Susetyo et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82
Tabel 5. Waktu Antri Kapal pada Model As-Is
(dalam hari) Waktu antri rata-rata
Bongkar General Purpose 1,17
Bongkar Medium Range 1,13
Bongkar Small 1 1,46
Bongkar Small 2 0,8
Muat General Purpose 0,94
Berdasarkan data hasil simulasi, jumlah waktu seluruh kapal di dalam sistem pada model adalah 640 hari
dengan rata-rata 2,7 hari untuk setiap kapal.
Total waktu antrian yang dilalui oleh seluruh kapal di dalam sistem selama periode simulasi berjalan adalah
232 hari, dengan rata-rata 0,97 hari mengantri untuk setiap kapal dari rata-rata 2,7 hari yang dihabiskan sebuah kapal
di pelabuhan. Waktu yang dihabiskan oleh kapal untuk mengantri di terminal transit yang diteliti adalah 40% dari
keseluruhan waktu sebuah kapal berada di pelabuhan.
Analisis Skenario Penambahan Jetty
Gambar 7. Keluaran Model Penambahan Kuantitas Jetty
Berdasarkan keluaran dari model improvement dengan tiga buah jetty di dermaga (gambar 7), total waktu yang
dihabiskan kelima jenis kapal di dalam sistem adalah 166 hari dengan rata-rata 1,95 hari per kapal. Waktu yang
dihabiskan oleh kapal untuk mengantri di kolam pelabuhan berkurang sebanyak 200 hari menjadi 35 hari dengan
pengurangan 90% dari model aktual dan rata-rata 0,14 hari per kapal. Persentase kapal mengantri di pelabuhan adalah
sebesar 7% dari keseluruhan waktu kapal berada di dalam sistem, dan telah berkurang sebanyak 200 hari dengan rata-
rata pengurangan 0,83 hari per kapal.
Analisis Skenario Simultaneous Pumping
Gambar 8. Keluaran Model Prioritas Pelayanan Kapal
Model dengan skenario implementasi simultaneous pumping menghasilkan total waktu seluruh kapal di dalam
sistem yaitu 530 hari dengan rata-rata 2,21 hari per kapal. Total waktu antrian kapal adalah 170 hari dengan
pengurangan sebanyak 70 hari atau 30% dan rata-rata 0,7 hari per kapal. Pengurangan waktu antrian adalah sebesar
0,27 hari per kapal atau 30% dari waktu antrian pada model aktual. Persentase lamanya kapal mengantri dibandingkan
dengan keseluruhan waktu kapal di dalam sistem untuk setiap kapal adalah 30% (gambar 8).
Della Pratama Susetyo et.al / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82 81
Analisis Skenario Prioritas Kapal
Output dari model gambar 9 dengan skenario perubahan prioritas pelayanan kapal tidak menunjukkan
perubahan yang signifikan terhadap waktu antrian kapal, dimana total waktu seluruh kapal di dalam sistem adalah 640
hari dengan rata-rata 2,66 hari per kapal. Total antrian kapal adalah 260 hari dengan rata-rata 1,08 hari per kapal.
Persentase lamanya kapal mengantri dibandingkan dengan keseluruhan waktu kapal di dalam sistem pada sebuah
kapal adalah 40%.
Gambar 9. Output Model Prioritas Pelayanan Kapal
Perubahan pada prioritas pelayanan kapal mengurangi waktu total dari kapal Medium-Range di dalam sistem
secara signifikan dalam satu periode simulasi, yaitu 35 hari, dan kapal Small 2 yaitu sebanyak 43 hari. Hal tersebut
berujung pada peningkatan efisiensi biaya sewa kapal yang harus dikeluarkan.
4. Kesimpulan
Penelitian terhadap waktu antrian kapal di pelabuhan dimodelkan menggunakan metode simulasi sistem diskrit
untuk memahami sistem yang kompleks melalui model simulasi. Metode simulasi sistem diskrit menghasilkan waktu
antrian kapal untuk setiap jenisnya serta waktu keseluruhan kapal di dalam sistem. Model yang dirancang pada
penelitian ini menggambarkan pergerakan kapal di sistem nyata yang dimulai dari masuknya kapal ke kolam
pelabuhan untuk melakukan anchorage hingga kapal berlayar kembali ke laut berdasarkan periode waktu yang sesuai
dengan sistem.
Pengurangan waktu antrian kapal terjadi paling banyak pada skenario penambahan jetty, dimana waktu kapal
di dalam sistem berkurang sebanyak 200 hari dengan pengurangan 90% dari model aktual yang telah tervalidasi dan
dapat merepresentasikan sistem nyata, dengan pengurangan kedua terbanyak adalah skenario simultaneous pumping
dengan total waktu antrian kapal selama 166 hari dengan pengurangan 30%. Pengurangan biaya yang terbesar juga
dihasilkan oleh skenario penambahan jetty, tanpa mempertimbangkan biaya konstruksi jetty secara keseluruhan.
Penelitian ini memberikan wawasan dan gambaran mengenai proses operasional kapal ketika berada di pelabuhan
dengan kejadian yang tersusun secara kronologis yang didasarkan oleh waktu. Mengingat bahwa antrian kapal di
pelabuhan mempengaruhi keseluruhan performa logistik dan ketepatan waktu kapal-kapal yang akan melakukan
perhentian di pelabuhan-pelabuhan lainnya.
Keputusan kebijakan investasi dapat dilakukan dengan mengombinasikan dua atau lebih skenario secara
bersamaan untuk mencapai hasil yang maksimal. Akan tetapi, investasi penambahan fasilitas perlu dipertimbangkan
dari segi biaya dan lama waktu pembangunan serta biaya modal yang harus ditanggung sebelum keputusan akhir
dibuat. Selain itu, perlu dipastikan agar penerapan solusi tidak merusak lingkungan atau memberikan efek atau
dampak yang negatif terhadap aspek-aspek lainnya yang bersangkutan dengan proses keseluruhan kapal di dalam
sistem pelabuhan. Saran yang dapat penulis berikan adalah untuk menambah variabel dan lingkup penelitian untuk
menghasilkan keluaran yang lebih representatif terhadap sistem pelabuhan di Indonesia sehingga skenario atau solusi
yang diajukan tidak terbatas dari sebuah pelabuhan saja.
Daftar Pustaka
Banks, J., Carson, J. S., Nelson, B. L., & Nicol, D. M. (2014). Discrete-Event System Simulation. Harlow: Pearson.
Retrieved from https://books.google.com.tr/books?id=JiWpBwAAQBAJ
Budya, H., & Arofat, M. Y. (2011). Providing cleaner energy access in Indonesia through the megaproject of kerosene
conversion to LPG. Energy Policy, 39(12), 7575–7586. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2011.02.061
Dwarakish, G. S., & Salim, A. M. (2015). Review on the Role of Ports in the Development of a Nation. In Aquatic
Procedia (Vol. 4, pp. 295–301). Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/j.aqpro.2015.02.040
Ernita, D., Amar, S., & Syofyan, E. (2013). Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Konsumsi di
Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, 1(2).
Kazemi, Y., & Szmerekovsky, J. (2015). Modeling downstream petroleum supply chain: The importance of multi-
mode transportation to strategic planning. Transportation Research Part E: Logistics and Transportation Review,
83, 111–125. https://doi.org/10.1016/j.tre.2015.09.004
Ligteringen, H., & Velsink, H. (2014). Ports and Terminals. Delft: Delft Academic Press.
Minitab. (2010). Minitab 17 Statistical Software. State College, PA: Minitab, Inc. Retrieved from www.minitab.com
ProModel. (2009). ProModel. Trexlertown, Pennsylvania: ProModel Corporation. Retrieved from
www.promodel.com
Setiawan, A., Tua, D. P., & Husin, M. K. E. (2019). Pengaruh Konsumsi Bahan Bakar Fosil Terhadap Produk
82 Della Pratama Susetyo et.al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 71-82
Domestik Bruto Indonesia Dan Hubungan Timbal Balik Di Antara Keduanya. Jurnal Teknologi Mineral dan
Batubara, 15(3).
Stahlbock, R., & Voß, S. (2008). Operations research at container terminals: A literature update. OR Spectrum, 30(1),
1–52. https://doi.org/10.1007/s00291-007-0100-9
Stopford, M. (2009). Maritime Economics (3rd ed.). London: Routledge.
Thissen, W. A. H., & Walker, W. E. (Eds.). (2013). Public Policy Analysis: New Development. International Series
in Operations Research and Management Science (Vol. 179). Dordrecht: Springer. https://doi.org/10.1007/978-
1-4614-4602-6
Wijnolst, N., & Wergeland, T. (2009). Shipping innovation. Amsterdam: IOS Press.
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83–95
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnallaut
* Corresponding author 0821 4103 0393
E-mail: [email protected]
doi: http://dx.doi.org/10.25104/transla.v21i1.1309
1411-0504 / 2548-4087 ©2019 Jurnal Penelitian Transportasi Laut. Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Optimalisasi Model Jaringan Rute Multiport Tol Laut di Negara Kepulauan: Studi
Kasus Evaluasi Rute di Maluku dan Papua Bagian Selatan
Multiport Routes Optimization Model of Toll Laut Network in an Archipelagic
State: Case Study of Route Evaluation in Moluccas and Southern Papua
Irwan Tri Yunianto1*, Hasan Iqbal Nur1, Eka Wahyu Ardhi1, dan Bianca Prima Adhitya1
1) Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Jalan Teknik Kimia, Keputih, Sukolilo, Surabaya, Indonesia
Diterima 11 Nov 2019, diperiksa 12 Des 2019, disetujui 29 Des 2019
Abstrak
Kewajiban penyelenggaraan pelayanan publik (PSO) digunakan oleh banyak negara yang mengamanatkan
kepada operator berupa standar pelayanan minimum, terutama untuk daerah terpencil dimana outputnya adalah
meningkatnya nilai konektivitas antar daerah. Sebagai negara kepulauan mengharuskan Indonesia memiliki konektivitas
yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan dan keseimbangan ekonomi. Program Tol Laut yang dirancang
membuat konektivitas antar wilayah di Indonesia dengan pelayaran rutin dan terjadwal khususnya ke wilayah Indonesia
Timur dan wilayah 3T (Tertinggal, terdepan, dan Terluar) diharapkan menjawab minimnya konektivitas. Evaluasi
program tol laut terus menerus dilakukan pemerintah yang salah satunya adalah evaluasi pola operasi kapal. Penelitian
ini bertujuan untuk membuat model evaluasi trayek kapal tol laut yang paling optimal dengan menggunakan metode
optimalisasi armada kapal yang diskenariokan melalui pola jaringan transportasi Multiport dan Hub-Spoke. Jaringan
kapal tol laut ke wilayah Maluku dan Papua bagian selatan yang optimal (minimum Required Freight Rate (RFR)) adalah
pola operasi Hub-Spoke dengan pelabuhan pengumpul (hub port) di Saumlaki. Kebutuhan armada kapal untuk
mendukung pola operasi hub-spoke ini adalah satu unit kapal berkapasitas 296 TEUs, tiga unit kapal berkapasitas 60
TEUs dan satu unit kapal berkapasitas 87 TEUs dengan potensi penghematan subsidi adalah sebesar 50% dibandingkan
dengan nilai subsidi tahun 2018 sebesar 119,21 milyar rupiah menjadi 59,46 milyar rupiah.
Kata Kunci: optimalisasi, Perencanaan Trayek, Program Tol Laut, Tarif Pokok Minimum
Abstract
Public Services Obligation (PSO) used by many countries to mandate operators using a standards minimum
service, especially for remote area whereas the outputs are increasing connectivity between regions. As an archipelago
state, it's an obligation for Indonesia to provide adequate connectivity to improve prosperity and economic balance. The
Sea highway Program is designed to increase connectivity between regions in Indonesia with routine and scheduled
ships specifically to eastern Indonesia and 3T regions (least developed regions, frontier, and outermost) to address the
lack of connectivity. evaluation The sea highway program is continuously carried out by the government, one of which
is evaluating the pattern of ship operations. This study purposed to create the most optimum evaluation model of toll
highway routes using a fleet optimization method which is scenarios through Multiport and Hub-Spoke transportation
network patterns. Optimal sea highway network to Maluku and southern Papua using minimum requirement freight rate
(RFR) with a Hub-Spoke operating pattern with a hub port located in Saumlaki. The fleet needs to support this hub-spoke
operating pattern are one unit with a capacity of 296 TEUs, three units with a capacity of 60 TEUs and one unit with a
capacity of 87 TEUs with a potential saving by 50%, compared to year 2018 allocated 119.21 billion rupiah to 59.46
billion rupiah.
Keyword: Optimation, route design, Sea Highway Program, Minimum Required Freight Rate
1. Latar Belakang Penerapan kebijakan subsidi oleh negara untuk aktivitas transportasi telah jamak dilakukan di berbagai negara
(Wittman et.al, 2016). Menurut Bovis (2005) terdapat dua jenis subsidi negara, yaitu kewajiban pelayanan publik dan
bantuan operasional negara, keduanya berujung kepada tingkat konektivitas dan penurunan biaya.
Salah satu program utama pemerintah Indonesia yang sedang dijalankan sebagai upaya untuk meningkatkan
84 Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95
keterhubungan atau konektivitas antar wilayah kepulauan adalah melalui (subsidi) Tol Laut dengan penyediaan
angkutan laut yang tetap dan teratur dari pusat aktivitas perekonomian ke Pulau 3T (Kadarisman et.al., 2016).
Bagi negara kepulauan yang luas seperti Indonesia maka solusi untuk menurunkan biaya logistik nasional
dan meningkatkan kelancaran pergerakan penumpang dan distribusi barang yang ditentukan oleh seberapa baik
berfungsinya angkutan laut. Konektivitas antar wilayah merupakan elemen penentu kemajuan suatu wilayah.
Kondisi antar pulau yang terpisah, kebutuhan yang beragam dan pusat perekonomian yang tidak merata
menjadi faktor penghambat dalam
Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95 85
Tabel 1. Trayek Tol Laut Tahun 2018
Kode
Trayek
Pola Jaringan Trayek
T – 1 Multiport Teluk Bayur–P. Nias (Gn. Sitoli)–Mentawai (Sikakap)–
Pulau Enggano–Teluk Bayur
T – 2 Multiport Tanjung Priok–Tanjung Batu-Blinyu–Tarempa– Natuna
(Selat Lampa)–Tanjung Priok
T–3 Multiport Tanjung Perak– Belang Belang–Sangatta Nunukan–Pulau
Sebatik (Sungai Nyamuk)-Tanjung Perak
T–4 HubSpoke Tanjung Perak-Makassar-Tahuna-Tanjung Perak
T–5 Feeder Tahuna–Kahakitang Buhias-Tagulandang-Biaro–Lirung-
Melangoane-Kakorotan-Miangas-Marore-Tahuna
T 6 Multiport Tobelo-Maba-P. Gebe-Obi-Sanana-Tobelo
T 7 Multiport Tanjung Perak-Tidore-Morotai-Tanjung Perak
T–8 Multiport Tanjung Perak-Wanci-Namlea-Tanjung Perak
T–9 Multiport Biak-Oransbari-Waren-Sarmi-Biak
T–10 Crossing Vessel Tanjung Perak-Nabire–Serui-Wasior-Tanjung Perak
T–11 Multiport TanjungPerak-Fak-Fak-Kaimana-Tanjung Perak
T 12 Crossing Vessel Tanjung Perak-Timika-Agats-Merauke-Tanjung Perak
T–13 Multiport Tanjung Perak-Saumlaki-Dobo-Tanjung Perak
T–14 Multiport Tanjung Perak-Kalabahi-Moa Rote (Ba’a)-Sabu (Biu)-
Tanjung Perak
T–15 Multiport Tanjung Perak-Larantuka-Adonara (Terong)-Lewoleba-
Tanjung Perak
Sumber: Kemenhub, 2018
Program tol laut ini diharapkan dapat mengurangi disparitas harga di Indonesia bagian timur (Gultom, 2017).
Data harga komoditas pada tahun 2017 di daerah yang disinggahi kapal tol laut menunjukan penurunan rata-rata
sebesar 17.5% dibandingkan pada tahun sebelumnya (Saragi et.al.,2018).
2. Metode Secara garis besar metode penelitian ini terdiri atas lima tahapan utama,
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder). Data
berasal dari stakeholder tol laut yang meliputi 1) Permintaan (demand side), meliputi realisasi jumlah muatan
berdasarkan asal dan tujuan; 2) Penawaran (supply side), meliputi ukuran, kapasitas, kecepatan kapal dan realisasi
frekuensi kapal sesuai dengan trayeknya; 3) Pelabuhan singgah dan jaringan/trayek tol laut saat ini; 4) Nilai subsidi
per masing-masing trayek; dan 5) Standar komponen dan satuan biaya penyelenggaraan angkutan barang di laut.
Model Optimasasi Jaringan
Tahap awal dalam menyusun model optimasi adalah dengan melakukan skenario perbandingan jenis pola
operasi saat ini (multiport) gadengan pola operasi skenario (hub-spoke). Analisis yang dilakukan pada tiap-tiap pola
operasi tersebut meliputi spesifikasi kapal, rute perjalanan kapal, serta pengembangan pelabuhan pengumpul
terpilih beserta penambahan fasilitasnya untuk pola operasi hub-spoke. Penyelesaian optimasi dengan menggunakan
model linier programming yang dikembangkan oleh Natalia et.al. (2019) dan Zhen (2015), serta Sarkis dan Sundarraj
(2002).
86 Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95
Model evaluasi trayek kapal tol laut di wilayah Papua bagian selatan dan Maluku meliputi 3 trayek yakni
yakni T10, T-11 dan T-12 tahun 2018 dengan pelabuhan singgah di Pelabuhan Dobo, Saumlaki, Fak-Fak, Kaimana,
Timika, dan Merauke yang di ilustrasikan pada gambar 5.
Gambar 5. Jaringan Trayek Tol Laut ke Maluku dan Papua Bagian Selatan. Sumber: Kemehub, 2018
Untuk penggunaan kapal pada pola operasi skenario (HubSpoke), mother vessel diasumsikan menggunakan
kapal sewa berdasarkan ukuran kapal, sedangkan untuk feeder vessel menggunakan kapal yang sudah ada dan
beroperasi di wilayah Indonesia Timur.
Skenario pola operasi disusun menggunakan metode optimisasi Non-Linear Programming dengan hasil
keluaran (output) rute dan penugasan spesifikasi kapal dengan minimum total biaya. Model matematis optimalisasi
disusun berdasarkan pada Z (minimum total biaya) merupakan penjumlahan dari Total Cost Mother Vessel dengan
Total Cost Feeder Vessel, dengan persamaan (1).
𝑚𝑖𝑛 𝑅𝐹𝑅 𝑍 = ∑ ∑ (𝑇𝐶𝐽𝑐𝐾
𝐷𝑗𝑓 𝑥
𝑠𝑗) + ∑ (
𝑇𝐶𝑓
𝐷𝑓 𝑥
𝑠𝑗𝑓)𝑛
𝑓=1𝑚k=1
6j=1 ……… (1)
Dengan batasan
∑ 𝐶𝑘𝑚𝑘=1 ≥ 𝐷𝑖………………………………………………… (2)
𝑇𝑘 < 𝑇𝑑……………………………………………..... (3)
𝐹𝑑 < 𝐹𝑘 ……………………………………………... (4)
L, B, H, T ≥ Lsmin , Bsmin , Hsmin, Tsmin……………………… (5)
L, B, H, T ≤ Lsmax , Bsmax , Hsmax , Tsmax ………………....….. (6)
Dimana TC merupakan Total Cost; K merupakan Mother Vessel; j merupakan Pelabuhan Pengumpul; D
merupakan Permintaan; s adalah Jarak; f merupakan Feeder Vessel; c merupakan Crane Dermaga; n adalah Jumlah
Feeder Vessel; m adalah Jumlah Mother Vessel; L adalah Pajang Kapal (LPP); B merupakan Lebar Kapal; H adalah
Tinggi Kapal; T adalah Sarat kapal. Selanjutnya 𝐹𝑑 merupakan Frekuensi demand; 𝑇𝑘 adalah Tinggi Sarat Kapal; 𝑇𝑑
adalah Sarat Dermaga; 𝐹𝑘 merupakan Frekuensi Kapal; dan Ck adalah Kapasitas Kapal.
TUJUAN
Gambar 3. Pola Operasi Multiport. (Sumber. Imai, et.al.,2009)
PELABUHAN
PELABUHAN TUJUAN PELABUHAN
PENGUMPUL
Gambar 4. Pola Operasi Hub-Spoke. (Sumber. Imai, et.al.,2009)
FAK-FAK
KAIMANA
TIMIKA
T-11 2017
T-2 2017 DOBO
TANJUNG PERAK
SAUMLAKI MERAUKE
Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95 87
Perhitungan Biaya Operasi Kapal
Secara teoritis komponen biaya kapal (shipping cost) dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian
dengan rincian 1) Biaya Operasi (Operating Cost) adalah biaya tetap (fixed cost) yang terkait dengan biaya harian
kapal untuk operasi, biaya ini terdiri atas komponen-komponen Gaji awak kapal (crew), Biaya perbekalan (stores
& consumables), Biaya perawatan (running repair), Biaya pelumas, Biaya asuransi dan Biaya administrasi/umum.
2) Biaya Perjalanan (Voyage Cost) adalah biaya tidak tetap (variable cost) yang hanya timbul pada saat kapal
sedang beroperasi. Komponen biaya perjalanan ini adalah Biaya bahan bakar (fuel cost) yang nilainya tergantung
pada daya mesin yang digunakan baik mesin induk maupun motor bantu, specific fuel oil consumption, kecepatan
kapal dan harga bahan bakar serta biaya layanan pelabuhan (port charges) adalah semua biaya yang timbul selama
kapal berada di area pelabuhan seperti labuh, pandu, tunda, sandar. Lebih lanjut 3) Biaya Layanan
Bongkar/Muat (Cargo Handling Cost) adalah biaya yang timbul ketika kapal sedang melakukan proses bongkar
atau muat barang di pelabuhan. Biaya ini termasuk dalam kategori biaya tidak tetap. 4) Biaya Modal (Capital Cost)
adalah biaya tetap (fixed cost) yang terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan atau pembelian.
Besarnya biaya ini akan sangat ditentukan oleh Harga kapal, Sumber pendanaan, Besar pinjaman, tenor dan bunga
pinjman, Mata uang yang digunakan. 5) Biaya Pemeliharaan Rutin (Periodic Maintenance Cost) adalah biaya
pemeliharaan kapal yang terjadwal (docking). Biaya ini termasuk dalam kategori biaya tetap (fixed cost) dan
umumnya besarnya tergantung pada Umur kapal, Kebijakan pemeliharaan dan Peraturan klasifikasi.
Analisis Komparasi Pola Operasi
Tahap selanjutnya adalah analisis perbandingan alternatif pola operasi yang optimal untuk program tol laut
dengan RFR paling minimum. Setelah terpilih pola operasi yang memiliki RFR lebih paling minimum, dilakukan
analisis resiko dari pola operasi tersebut untuk mengetahui resiko apa saja yang kemungkinan terjadi
dan biaya yang timbul dari resiko tersebut. Kemudian tahap terakhir adalah melakukan analisis subsidi untuk
tiap pola operasi, dimana penurunan subsidi tersebut dapat mempengaruhi hasil pemilihan pola operasi kapal tol
laut.
3. Hasil dan Pembahasan
Dari tahun 2017 dan tahun 2018 trayek kapal tol laut yang melayani pelabuhan di Maluku dan Papua bagian
selatan mengalami perubahan rute. Perubahan trayek tol laut dan alternatif trayek yang diusulkan dalam analisis
ini tergambarkan dalam tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Pola Operasi
Trayek Tahun 2017 Trayek Tahun 2018 Usulan Pola Operasi
T-2 (SurabayaSaumlaki) T-10 (SurabayaFak-Fak-
Kaimana)
Mother Vessel (Surabaya-Hub)
T-11 (SurabayaFak-Fak-
KaimanaTimika)
T-11 (SurabayaTimika-
Merauke)
Feeder Vessel (Hub-Tujuan 1)
T-13 (SurabayaDobo-
Merauke)
T-12 (SurabayaSaumlaki-Dobo) Feeder Vessel (Hub-Tujuan 2)
Feeder Vessel (Hub-Tujuan 3)
Feeder Vessel (Hub-Tujuan 4)
Sumber: Kemenhub, 2018
Selanjutnya dari trayek dan armada kapal tersebut, dilakukan perhitungan operasi dan biaya dalam satu
tahun, sehingga menghasilkan ringkasan yang terlihat pada tabel 5.
Tabel 5. Ringkasan Trayek Tahun 2017
Trayek Tol
Laut
RTD Frekuensi Total Biaya
hari Kali/thn Jt-Rp/thn
T-11 18 19 64.582,40 T-13 19 18 60.228,83
T-2 8 21 43.421,58
TOTAL BIAYA 168.232,81
Sumber: Kemenhub, 2018
88 Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95
Gambar 6. Trayek Tol Laut Tahun 2017
Trayek Tol Laut (Multiport) 2017 Pada tahun 2017, pola operasi untuk tujuan Fak-Fak,Kaimana, Dobo,
Saumlaki, Timika dan Merauke menggunakan Pola Multiport. Keenam titik tersebut pun terbagi menjadi beberapa
trayek yakni T-11 (Surabaya-Dobo-Merauke), T-13 (Surabaya-Fak-Fak-Kaimana-Timika), dan T-2 (Saumlaki).
Untuk titik tujuan saumlaki masih tergabung dengan T-2 yang mayoritas tujuannya adalah daerah di Nusa Tenggara
Timur, yang terlihat pada gambar 6.
Ketiga trayek tersebut dilayani oleh KM Mentari Perdana di T-11, KM Freedom di T-13 dan KM
Mentari Perkasa di T-2. Spesifikasi ketiga kapal terlihat pada tabel 4.
Tabel 4. Spesifikasi Kapal Tol Laut 2017
Item KM. Mentari
Perdana
KM. Freedom KM. Mentari
Perkasa
LOA 108,63 m 105,35 m 84,57 m
B 16,40 m 16,80 m 15,00 m
H 8,00 m 8,25 m 7,30 m
Mesin 2.113 KW 2.113 KW 1.268 KW
Payload 199 TEUS 192 TEUS 130 TEUS
Crane 2 x 10 B/H 2 x 10 B/H 2 x 10 B/H
Sumber: Kemenhub, 2018
Dalam pelaksanaan tol laut tahun 2017 ke wilayah Maluku dan Papua bagian selatan memerlukan total
biaya yang dikeluarkan untuk 3 (tiga) trayek sebesar 168,23 milyar rupiah per tahun.
Trayek Tol Laut (Multiport) 2018
Pada tahun 2018, trayek tol laut mengalami perubahan dibandingkan tahun 2017. Ilustrasi trayek pada tahun
2018 terlihat pada gambar 6.
Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95 89
Gambar 7. Trayek Tol Laut Tahun 2018
Pola operasi untuk tujuan Fak-Fak, Kaimana, Dobo, Saumlaki, Timika dan Merauke menggunakan Pola
Multiport (ilustrasi pada gambar 7). Keenam pelabuhan singgah tersebut terbagi menjadi trayek T-10 (Surabaya-
Fak-FakKaimana), T-11 (Surabaya –Timika-Merauke), dan T-12 (Surabaya-SaumlakiDobo). Armada kapal yang
digunakan T-10 adalah KM. Mentari Perdana, T-11 dengan KM. Kedung Mas, dan T-12 dengan KM. Meratus
Sumba. Berikut pada tabel 6 spesifikasi armada kapalnya.
Tabel 6. Spesifikasi Kapal Tol Laut 2018
Item KM. Kedung
Mas
KM. Meratus
Sumba
LOA 105,35 m 84,57 m
B 16,80 m 15,00 m
H 8,25 m 7,30 m
Mesin 2.113 KW 1.268 KW
Payload 192 TEUS 130 TEUS
Crane 2 x 10 B/H 2 x 10 B/H
Sumber: Kemenhub, 2018
Sama halnya analisis pada tahun 2017, hasil analisis pada tahun 2018 total biaya terlihat pada tabel 7. Dimana total
biaya pelaksanaan tol laut tahun 2018 ke wilayah Maluku dan Papua bagian selatan sebesar 170,36 milyar
rupiah per tahun.
Tabel 7. Ringkasan Trayek Tahun 2018
Trayek Tol
Laut
RTD Frekuensi Total Biaya
hari Kali/thn Jt-Rp/thn
T-10 18 19 58.949,89 T-11 19 18 66.041,27
T-12 18 19 45.280,11
TOTAL BIAYA 170.355,42
Sumber: Kemenhub, 2018
Pola Operasi Skenario Hub-Spoke Dari tahun ke tahun pelaksanaan program tol laut, pemerintah telah melakukan evaluasi berupa pemilihan
perusahaan pelayaran sebagai operator tol laut, pemberian subsidi, dan yang paling sering adalah trayek dan pola
operasi. Pada tahun 2018 ini, pemerintah telah membuat skema rute dan pola operasi tol laut baru. Dari tahun
2017 yang berjumlah 13 rute, di tahun 2018 memiliki 15 rute dengan pelabuhan singgah berbeda dari tahun-
tahun sebelumnya. Selain jumlah operasi yang berubah pola operasi tol laut juga sudah meng-implementasikan
pola operasi Multiport, HubSpoke, dan Ship to ship. Pola operasi Hub-Spoke tersebut terdapat pada pola operasi
Trayek-5 dan Trayek-8.
Penelitian ini dilakukan penerapan pola operasi Hub-Spoke untuk Trayek-10, Trayek-11, dan Trayek-12
dengan menjadikan tiga trayek tersebut menjadi satu trayek. Konsep dan rute pola operasi Hub-Spoke dengan
variasi skenario dilihat pada tabel 8.
90 Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95
Tabel 8. Variasi Skenario Pola Hub-Spoke
Skenario Status
Pelabuhan
Nama Pelabuhan
Skenario 1 Hub Fak-fak Feeder A. Kaimana, B. Dobo, C. Saumlaki dan D.
Timika Merauke
Skenario 2 Hub Kaimana Feeder A. Fak-Fak, B. Dobo, C. Saumlaki dan D.
Timika Merauke
Skenario 3 Hub Dobo Feeder A. Fak-Fak, B. Kaimana, C. Saumlaki dan
D. Timika Merauke
Skenario 4 Hub Saumlaki Feeder A. Fak-Fak, B. Kaimana, C. Merauke dan
D. Dobo–Timika
Skenario 5 Hub Timika Feeder A. Merauke, B. Dobo, C. Saumlaki dan
D. Fak-Fak Kaimana
Skenario 6 Hub Merauke Feeder A. Fak-Fak, B. Dobo, C. Saumlaki dan D.
Timika Kaimana
Setelah mengetahui konsep dan rute dari pola operasi hub-spoke tersebut. Selanjutnya dilakukan
perhitungan terhadap masing-masing skenario yang meliputi per-hitungan biaya pengiriman, pemilihan armada
kapal, dan pengembangan pela-buhan pengumpul (hub port). Berikut adalah total biaya untuk pola operasi Hub-
Spoke dari masing-masing skenario terlihat pada tabel 9.
Tabel 9. Total Biaya Skenario 1–6
Skenario Hub Port Total Biaya
(Jt-Rp/thn)
Skenario 1 Fak-Fak 172,503.81
Skenario 2 Kaimana 168,248.54
Skenario 3 Dobo 164,781.77
Skenario 4 Saumlaki 163,903.11
Skenario 5 Timika 200,389.99
Skenario 4 Saumlaki 163,903.11
Skenario 6 Merauke 231,250.57
Hasil analisis menunjukan bahwa skenario yang memiliki total biaya paling minimum adalah skenario
4 dengan pelabuhan Saumlaki sebagai lokasi pelabuhan pengumpul terpilih dengan total biaya operasi kapal
sebesar 163,88 milyar rupiah per tahun. Hasil skenario 4 tersebut terdiri dari pola operasi yang diilustrasikan
pada gambar 8.
Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95 91
Gambar 8. Pola Operasi Skenario 4
Pada skenario 4 ini, armada kapal yang optimum digunakan adalah 1 (satu) unit mother vessel
berkapasitas 296 TEUs untuk angkutan Surabaya–Saumlaki dan 3 (tiga) unit feeder vessel berkapasitas 60 TEUs
untuk Pelabuhan Saumlaki, Fak-fak, Saumlaki, Kaimana, Saumlaki dan Merauke serta 1 (satu) feeder vessel
berkapasitas 87 TEUs unit untuk Pelabuhan Dobo-Timika.
Tabel 10. Spesifikasi Kapal Skenario 4
Item Satuan Mother
Vessel
feeder vessel
Panjang (LPP) M 96,48 73,67 65,00
Lebar (B) M 15,31 13,25 11,00
Tinggi (H) M 9,01 6,4 6,40
Sarat (T) M 6,91 5,15 4,30
Deadweight Ton 7.316 1.355 1.916
Payload TEUs 296 60 87
Daya Mesin Kw 2.178 759 1.053
Jumlah Unit 1 3 1
Operasional armada kapal mother vessel untuk memenuhi permintaan muatan tol laut tahun 2018 adalah
27 kali Round-Trip dengan waktu satu kali round-trip adalah selama 13 hari. Sedangkan pola operasi angkutan
feeder ke Pelabuhan Fak-Fak adalah selama 3,6 hari per round-trip, ke Pelabuhan Kaimana selama 4,1 hari
per round-trip, ke Pelabuhan Merauke selama 4,4 hari per round-trip dan ke Pelabuhan Dobo–Timika selama
7,1 hari per roundtrip dengan jumlah frekuensi per trayeknya sebanyak 27 kali per tahun.
Dengan terpilihnya Pelabuhan Saumlaki menjadi pelabuhan pengumpul maka diperlukan biaya untuk
pengembangan pelabuhan yang dapat disetarakan dalam satu tahun (annual value) sebesar 13,47 milyar. Total
biaya tersebut digunakan untuk mengembangkan insfrastruktur di Pelabuhan Saumlaki terlihat pada tabel 11.
Tabel 11. Kebutuhan Pengembangan Hub
Item Satuan Jumlah
Dermaga Petikemas m² 2.168 Jib Crane 15 b/h unit 1 Rubber Tyred Crane unit 1 Reach Stacker unit 2 Truck unit 4 Trestle m² 140 Perkerasan Lap. Penumpukan m² 3.145 Tanah & Pembersihan m² 3.145 Lap. Parkir Umum m² 500 Lap. Parkir Truk Petikemas m² 500 Perkantoran m² 250 Fasilitas Umum m² 150 Bunker BBM m² 150 Rumah Pompa m² 150 Gedung Pemadam Kebakaran m² 150 Gardu Induk Listrik m² 150
92 Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95
Pengembangan Pelabuhan Saumlaki sebagai dampak terpilihnya sebagai pelabuhan pengumpul yaitu
penambahan alat bongkar muat, penambahan crane dermaga, perbaikan fasilitas lapangan penumpukan dan
fasilitas umum lainnya.
Perbandingan Multiport dengan Hub-Spoke Perbandingan waktu pengiriman pada Hasil analisis menunjukan bahwa waktu pengiriman untuk setiap
pelabuhan tujuan pada pola operasi Hub-Spoke relatif lebih lama jika dibandingkan dengan pola operasi saat
ini. Hal Ini dikarenakan pola operasi Hub-Spoke harus melakukan double handling muatan di pelabuhan
pengumpul, yang terlihat pada grafis gambar 9.
Gambar 9. Perbandingan Waktu Kirim
Perbandingan kapasitas terpasang Perbandingan kapasitas terpasang digunakan untuk mengetahui kapasitas
maksimum armada kapal yang digunakan mampu membawa muatan hingga berapa banyak. Karena armada kapal
tol laut merupakan jasa pengangkutan petikemas maka kapasitas terpasang dinyatakan satuan TEUs.Nm dalam
satu satuan waktu.
Tabel 12 Kapasitas Terpasang
Keterangan Satuan Trayek 2017 Trayek 2018 Pola HubSpoke
Kapal Beroperasi Unit 3 3 5
Frekuensi RT/thn 18 19 27
Konektivitas TEU. Nm/thn 711.780 921.967 439.404
Berdasarkan Tabel 12 pada hasil analisis menunjukan bahwa kapasitas terpasang lebih rendah, tetapi load
factor kapal relatif lebih tinggi. Hal ini menunjukkan pola operasi Hub-Spoke lebih optimal baik dalam segi
utilitas ruang muat kapal (gambar 10) maupun segi unit biaya pengiriman.
Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95 93
Required Freight Rate (RFR)
Perbandingan RFR dilakukan untuk mengetahui minimum tarif/freight pengangkutan (tanpa margin
profit) dari pola operasi yang memiliki RFR paling rendah. Perbandingan RFR sendiri dilakukan dengan cara
menghitung biaya Rp/TEUs.Nm dari tiap-tiap pola operasi yang akan dibandingkan dan dikalikan dengan jarak
antar pelabuhan.
Dari perhitungan RFR, dapat diketahui bahwa biaya pengiriman adalah 1 ) Surabaya Fakfak sebesar 13,74
juta rupiah per TEUs; 2) Surabaya – Kaimana sebesar 13,64 juta rupiah per TEUs; 3) Surabaya – Saumlaki
sebesar 9,5 juta rupiah per TEUs; 4) Surabaya – Merauke sebesar 17,60 juta rupiah per TEUs; 5) Surabaya–
Dobo sebesar 11,79 juta rupiah per TEUs; dan 6) Surabaya–Timika sebesar 13,30 juta rupiah per TEUs.
Analisis Risiko
Risiko tertinggi dari pola operasi Hub-Spoke adalah keterlambatan yang terbagi menjadi 2 (dua) kondisi yakni
Mother Vessel terlambat datang dan Feeder Vessel terlambat datang.
Potensi biaya yang timbul akibat keterlambatan dapat dilihat pada gambar 11 bahwa jika Mother Vessel
terlambat, maka potensi biaya yang timbul akan semakin besar tiap harinya. Sedangkan jika Feeder Vessel telat dan
ditunggu Mother Vessel, maksimal hari menunggunya hanya 1 (satu) hari.
Kemudian resiko berikutnya adalah lost opportunity voyage. Resiko ini adalah resiko yang timbul akibat
utilitas dari Feeder Vessel yang terbilang rendah jika dibandingkan dengan frekuensi maksimal yang dapat
dioperasikan dalam satu tahun. Kondisi ini tersebut terjadi karena frekuensi realisasi Feeder Vessel mengikuti
jumlah frekuensi dari Mother Vessel yang mana jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan frekuensi
maksimal Feeder Vessel.
Gambar 10. Load Factor dengan pola operasi
Gambar 11. Risiko Keterlambatan
94 Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95
Analisis Subsidi
Sebagai konsep transport promote the trade, pemberian subsidi tol laut diharapkan dapat menutupi
kekurangan biaya operasi kapal dan tujuan tol laut untuk mengurangi disparitas harga dapat tercapai. Pemberian
subsidi tol laut dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu: subsidi kapal yang besarnya didapatkan dari sekian persen
total biaya pelayaran yang dikeluarkan oleh pihak pelayaran dan subsidi muatan yang besarnya didapatkan dari
selisih antara tarif pengirimin per petikemas yang dikeluarkan pemerintah dengan tarif pengiriman per kontainer
yang ditetapkan.
Tabel 13. Analisis Subsidi Tol Laut
Pelabuhan Subsidi 2017
(juta rupiah)
Subsidi 2018
(juta rupiah)
Hub-Spoke
Fakfak 14.403,86 18.573,36 13.163,79
Kaimana 18.564,25 21.798,84 12.669,30
Saumlaki 9.449,82 11.374,31 9.740,91
Merauke 16.396,00 31.961,89 7.469,30
Dobo 28.752,86 12.666,73 11.703,21
Timika 8.787,55 22.830,41 4.713,77
TOTAL 96.354,34 119.205,54 59.460,28
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, jika pada pola operasi Hub-Spoke tersebut menggunakan
armada kapal yang sesuai hasil optimasi yang telah dijelaskan sebelumnya maka kebutuhan subsidi sebesar
59,46 milyar rupiah. Dibandingkan dengan pola operasi multiport tahun 2017, pola operasi Hub-Spoke
memiliki potensi penghematan sebesar 38%, sedangkan jika dibandingkan multiport tahun 2018, dapat
menurunkan subsidi hingga 50%.
4. Kesimpulan Lokasi pelabuhan pengumpul (hub port) yang optimal berada di Pelabuhan Saumaki dimana diperlukan 1
(satu) unit kapal berkapasitas 296 TEUs untuk mendistribusikan muatan dari Surabaya ke Saumlaki (Hub)
dengan jumlah frekuensi sebanyak 27 kali per tahun. Selanjutnya armada kapal feeder yang diperlukan ke
masing-masing pelabuhan akhir yaitu kapal petikemas berkapasitas 60 TEUs sebanyak 3 (tiga) unit untuk tujuan
Saumlaki– FakFak, Saumlaki– Kaimana dan Saumlaki–Merauke dan Kapal petikemas berkapasitas 87 TEUs
untuk tujuan Saumlaki Dobo dan Timika. Dari perbandingan antara pola operasi, risiko yang dapat terjadi akibat
pola operasi Hub-Spoke adalah keterlambatan kapal dan utilitas armada yang tidak optimal.
Dibandingkan dengan nilai subsidi antara tahun 2017 dengan 2018, potensi penghematan pola jaringan hub-
spoke ini adalah sebesar sebesar 50% dibandingkan dengan nilai subsidi tahun 2018 sebesar 119,21 milyar rupiah
menjadi 59 ,46 milyar rupiah.
Daftar Pustaka Bovis, C. H. (2005). Public Service Obligations in the transport sector: the demarcation between state aids and
services of general interest under EU Law. European Business Law Review, 16(6), 1329-1347.
Kurniawan, A., dan Pramita, D. R. (2016). Desain Kapal Feeder Tol Laut Trayek T-5. Warta Penelitian
Perhubungan, 28(5), 299-307.
Gultom, E. R. (2017). Merefungsi Pengangkutan Laut Indonesia melalui Tol Laut untuk Pembangunan Ekonomi
Indonesia Timur. Develop, 1(2).
Imai, A., Shintani, K., & Papadimitriou, S. (2009). Multi-port vs. Hub-and-Spoke port calls by containerships.
Transportation Research Part E: Logistics and Transportation Review, 45(5), 740-757.
Saragi, F. K., Mamahit, D. A., & Prasetyo, T. Y. B. (2018). Implementasi Pembangunan Tol Laut Untuk
Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia. Jurnal Keamanan Maritim, 4(1).
Kadarisman, M., Yuliantini, Y., & Majid, S. A. (2016). Formulasi kebijakan sistem transportasi laut. Jurnal
Manajemen Transportasi & Logistik, 3(2), 161-183.
Kementerian Perhubungan. 2018. Studi Pengembangan Trayek Tol Laut Tahun 2019. Jakarta: Badan Litbang
Perhubungan.
Natalia, C., Oktavia, C. W., & Eirene, G. (2019, May). Optimum Container Network Route in Papua Region. In IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering (Vol. 528, No. 1, p. 012040). IOP Publishing.
Sarkis, J., & Sundarraj, R. (2002). Hub Location at Digital Equipment Corporation: A Comprehensive Analysis
of Qualitative and Quantitative Factors. European Journal of Operational Research, 137, 336-347.
Wittman, M. D., Allroggen, F., & Malina, R. (2016). Public service obligations for air transport in the United
States and Europe: Connectivity effects and value for money. Transportation Research Part A: Policy and
Practice, 94, 112-128.
Irwan Tri Yunianto et..al. / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 21 (2019) 83-95 95
Zhen, J. (2015). Hub-and-spoke network design for container shipping along the Yangtze River. Kowloon,
Hongkong: science direct.W.-K. Chen, Linear Networks and Systems (Book style). Belmont, CA:
Wadsworth (1993) 123–135
Volume 21, Nomor 2, Desember 2019 ISSN No. 1411-0504 STT No. 2532-1999
Lembar Penulis
A
Antoni Arif Priadi, Tri Cahyadi, Damoyanto Purba “Desain Model Instrumen Penyetaraan Nakhoda Kapal
Untuk Jabatan Dosen Melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)” Jurnal Penelitian Transportasi Laut
Vol. 21 No. 2 Desember 2019, Hal 41-50
D
Della Pratama Susetyo, Armand Omar Moeis, Dimas Kunto Wibisono “Pengembangan Model Terminal Curah
Cair Dengan Metode Simulasi Diskrit” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No. 2 Desember 2019, Hal
71-82
I
Irwan Tri Yunianto, Hasan Iqbal Nur, Eka Wahyu Ardhi, Dan Bianca Prima Adhitya “Optimalisasi Model
Jaringan Rute Multiport Tol Laut di Negara Kepulauan: Studi Kasus Evaluasi Rute di Maluku dan Papua
Bagian Selatan” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No. 2 Desember 2019, Hal 83-95
M
Muhammad Rifqi Habibi, Arif Fadillah, Shanty Manullang “Desain Pelabuhan Wisata Modern di Kepulauan
Raja Ampat: Studi Kasus di Kota Waisai” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No. 2 Desember 2019,
Hal 61-70
S
Sujarwanto “Pengembangan Pelabuhan di Wilayah Gugus Kepulauan: Studi Kasus Pelabuhan Rum, Tidore
Kepulauan” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 21 No. 2 Desember 2019, Hal 51-60
PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI LAUT
1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Belum pernah dipublikasikan atau tidak akan diterbitkan dalam
media lain dengan isi yang identik.
2. Judul : diketik dengan huruf kapital tebal (bold) pada halam pertama maksimal 13 kata. Judul mencerminkan inti tulisan.
3. Nama penulis : Nama lengkap ditulis di bawah judul, diikuti dengan alamat lengkap lembaga penulis termasuk alamat pos
elektronik (email).
4. Abstrak : dalam bahasa Indonesia dengan biasa dan bahasa Inggris, diketik dengan huruf miring (italic) berjarak 1 spasi,
menyajikan maksimal 250 kata yang merangkum tujuan, metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan. Abstrak harus
berdiri sendiri tanpa catatan kaki.
5. Kata kunci : 2-5 kata.
6. Kerangka tulisan : tulisan hasil riset tersusun menurut sebagai berikut persentase bagian-bagiannya:
a. Latar Belakang maksimal 10%
b. Metode maksimal 30%
c. Hasil dan Pembahasan minimal 55%
d. Kesimpulan maksimal 5%
e. Ucapan terima kasih
f. Daftar pustaka
7. Cara Penulisan Sumber Kutipan:
a. Sumber Kutipan ditulis di awal kalimat atau awal teks:
Satu sumber kutipan dengan satu penulis : Mukidi (2015) menyatakan bahwa......;Jika disertai dengan halaman:
Mukidi (2015:289) menyatakan bahwa.....; Menurut Mukidi (2015:289)..............
Satu sumber kutipam dengan dua penulis:.........(Mukidi dan Achmad, 2015:24)
Satu sumber kutipan lebih dari dua penulis:........(Mukidi et al., 2015:32).
b. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama: Mukidi (2014, 2015); jika tahun publikasi sama Mukidi (2015a, 2015b).
c. Sumber kutipan nerupa banyak pustaka dengan penulis yang berbeda-beda: (Mukidi,2013;achmad dan arianto, 2000;
Dananjoyo et al., 2000).
d. Sumber kutipan tidak menyebut nama penulis, tetapi menyebut suatu lembaga atau badan tertenu: Badan Litbang
Kementerian Perhubungan (2006).
e. Sumber kutipan tidak menyebut nama penulis, tetapi menyebut suatu peraturan atau undang-undang: Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008.....; Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009..............
f. Kutipan berasal dari sumber kedua: Mukidi (2000) dalam Arianto (2009:3).........; Mukidi (lihat Arianto, 2008:12)........:
Mukidi (2002) seperti dikutip Arianto (2009:16)....[catatan: daftar pustaka hanya mencantumkan referensi yang merupakan
sumber kedua].
8. Aturan Penulisan Daftar Pustaka
a. Sumber kutipan yang dinyatakan dalam karya ilmiah harus ada dalam Daftar Pustaka, dan sebaliknya.
b. Literatur yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka hanya literatur yang menjadi rujukan dan dikutip dalam karya ilmiah.
c. Daftar pustaka ditulis/diketik satu spasi, berurutan secara alfabetis dengan nomor.
d. Jika literatur ditulis oleh satu orang, nama penulis ditulis nama belakangnya lebih dulu, kemudian diikuti singkatan
(inisial) nama depan dan nama tengah, dilanjutkan penulisan tahun, judul dan identitas lain dari literatur/pustaka yang
dirujuk.
e. Penulisan daftar pustaka tidak boleh menggunakan et al. sebagai pengganti nama penulis kedua dan seterusnya (berbeda
dengan penulisan sumber kutipan seperti dijelaskan pada aturan 2.1 huruf e)
f. Kata penghubung seorang/beberapa penulis dengan penulis terakhir menggunakan kata “dan” (tidak menggunakan simbol
“&”; serta tidak menggunakan kata penghubung“and” walaupun literaturnya berbahasa Inggris, kecuali seluruh naskah
ditulis menggunakan bahasa Inggris).
9. Penulisan daftar pustaka ditulis menggunakan APA Style dan disusun berdasarkan abjad.
10. Format tulisan : 15-20 halaman yang diketik dengan menggunakan MS Word (tidak termasuk daftar pustaka dan lampiran),
pada kertas ukuran A4, dengan font Times New Roman 12, spasi 1. Batas atas 3 cm dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan
tepi kanan 2,5 cm.
11. Kelengkapan tulisan, tabel, grafik, dan kelengkapan lain disipkan dalam media yang dapat diedit. Foto : hitam-putih aslinya,
kecuali bila warna menentukan arti.
12. Tabel dan gambar, untuk taben dan gambar (grafik) sebagai lampiran dicantumkan pada halaman sesudah teks. Sedangkan
tabel atau gambar baik di dalam naskah maupun bukan harus diberi nomor urut.
a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan judul gambar diletakkan di
bawah gambar.
b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.
c. Garis tabel yang dimunculkan hanya garis horizontal, sedangkan garis-garis vertikal pemisah kolom tidak
dimunculkan.
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT, SDP Jl. Merdeka Timur No.5 Telp.34832943, Fax. 34832967
Email : [email protected]
JAKARTA 10110